RANCANG BANGUN INKUBATOR MENGGUNAKAN
LAMPU BOHLAM SEBAGAI SUMBER PANAS
ESHA ARDHIE
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Rancang Bangun Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam sebagai Sumber Panas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
ESHA ARDHIE. Rancang Bangun Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam sebagai Sumber Panas. Dibimbing oleh M. NUR INDROdan ARDIAN ARIEF.
Suhu dan kelembaban relatif merupakan aspek penting pada inkubator untuk menetaskan telur ayam. Suhu optimal penetasan berada dalam rentang 37-38 ˚C sedangkan kelembaban relatif dalam rentang 55-70 %. Untuk mendapatkan optimasi keduanya, dilakukan pengujian jarak antara sumber panas dan permukaan telur yang ditetaskan serta menguji pengaruh ketersediaan air di dalam inkubator. Jarak yang diuji adalah 5 cm dan 10 cm. Sumber panas yang dipakai adalah lampu bohlam 5 watt sebanyak 9 buah. Pengontrol suhu berupa termostat digital digunakan untuk menstabilkan suhu dalam inkubator. Pada jarak uji 10 cm dengan kondisi nampan terisi oleh air dihasilkan rentang suhu dan kelembaban relatif yang sesuai dengan target. Dengan menggunakan perlakuan tersebut, sebanyak 49 butir telur ayam dimasukkan ke dalam inkubator selama 21 hari. Suhu pada masa penetasan didapatkan rata-rata sebesar 37.5 ˚C dengan kelembaban relatif rata-rata sebesar 61.4 %. Pemutaran telur dilakukan secara manual sebanyak 3 kali sehari dimulai dari hari ke-4 hingga hari ke-18 periode penetasan. Dari 49 butir telur yang ditetaskan, sebanyak 6 butir telur tidak menetas sehingga dihasilkan daya tetas sebesar 87.8 %.
Kata kunci: daya tetas, inkubator, kelembaban relatif, penetasan telur, suhu
ABSTRACT
ESHA ARDHIE. Design and Build of Incubator Using Light Bulb as a Heat Source. Supervised by M. NUR INDROand ARDIAN ARIEF.
Temperature and relative humidity is an important aspect in the incubator to incubate chicken eggs. Optimal hatching temperature is in the range 37-38 ˚C while the relative humidity in the range 55-70 %. To get both optimization, testing the distance between the heat source and the surface of the egg is hatched, and examine the effect of the availability of water in the incubator. Tested distance is 5 cm and 10 cm. The heat source used is a 5 watt light bulb as much as 9 pieces. A digital thermostat temperature controller is used to stabilize the temperature in the incubator. At a distance of 10 cm with the test conditions produced a tray filled with water temperature and relative humidity ranges that correspond to the target. By using such treatment, as many as 49 chicken eggs put in the incubator for 21 days. The temperature at the time of hatching obtained an average of 37.5 ˚C with a relative humidity of an average of 61.4 %. Screening is done manually eggs 3 times a day starting from day 4 to day 18 of hatching period. Of the 49 eggs that hatched, as many as 6 eggs did not hatch so generated hatchability of 87.8 %.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
RANCANG BANGUN INKUBATOR MENGGUNAKAN
LAMPU BOHLAM SEBAGAI SUMBER PANAS
ESHA ARDHIE
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Rancang Bangun Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam sebagai Sumber Panas
Nama : Esha Ardhie NIM : G74090050
Disetujui oleh
Drs M. Nur Indro, MSc Pembimbing I
Ardian Arief, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Akhiruddin Maddu, MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, penulis memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya. Penulis berlindung kepada Allah dari kejahatan dirinya dan dari keburukan amalan-amalannya. Siapa saja yang Allah beri petunjuk maka tak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya dan siapa saja yang Allah sesatkan maka tidak ada seorang pun yang mampu memberinya petunjuk kecuali Allah. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, juga kepada keluarga beliau, kepada seluruh sahabatnya, dan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau dengan baik dan dengan benar hingga hari akhir kelak. Dengan mengucapkan Alhamdulillah, penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini, semoga dapat bermanfaat dan menjadi catatan amal bagi penulis. Amin.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Suaeb sebagai ayahanda dan Ibu Rohaeni sebagai ibunda tercinta yang telah memberikan semuanya, mengorbankan segalanya, mempertaruhkan apa saja yang mereka miliki untuk membesarkan, mendidik, dan menyekolahkan penulis. Tak akan cukup mendeskripsikan rasa cinta yang mereka berikan, keringat yang menemani perjuangannya, dan air mata yang menjadi penyejuk hatinya, semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka dan memberikan sebaik-baiknya balasan yaitu surga yang tidak ada kesedihan di dalamnya. Amin.
Terima kasih juga kepada Esha Arvhan (rahimahullah), Esha Lhara Shatie, Esha Argha Dhanie sebagai kakak dari penulis dan Esha Badra Bayu Gharba Wiesesa, Esha Barqie Rabbani Anand, Esha Mourkhan Amourva Bhumie, Esha Uranha Jhatie sebagai adik dari penulis. Terima kasih atas segala kenangan yang mampu membangkitkan semangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Dengan rasa hormat, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak M. Nur Indro dan Bapak Ardian Arief selaku dosen pembimbing skripsi serta Bapak Djamil selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis. Bapak Mahfudin Zuhri selaku pembimbing akademik, Bapak Irmansyah sebagai kepala bidang Fisika Terapan IPB dan Bapak Akhiruddin Maddu selaku Ketua Departemen Fisika IPB serta semua dosen Departemen Fisika IPB yang telah mendidik dan memberikan pengajaran kepada penulis baik dalam bidang akademik maupun dalam pembentukkan karakter diri penulis, Bapak Firman dan semua Staf Departemen Fisika IPB yang telah membantu sehingga memudahkan penulis dalam meyelesaikan program sarjana di Fisika IPB.
Terima kasih kepada Andri Hanryansyah, Ali Mahdi Bukhori, Caesar Riyadi, Iman Noor, Kemal Prabowo, Niken Tri Handoyo, dan Robi Sobirin sebagai partner yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasi, serta banyak hal yang mereka berikan kepada penulis. Selanjutnya, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun pengembagan diri bagi penulis maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugas akhir ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
Hipotesis Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Penetasan Telur Ayam 2
Daya Tetas 2
Kalor dan Suhu 3
Perpindahan Kalor 3
Kelembaban Relatif 3
METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Alat dan Bahan 4
Tahapan Penelitian 4
Perancangan Inkubator 4
Pengaturan dan Pengujian Termostat 6
Pengujian Suhu dan Kelembaban Relatif 6
Pengukuran Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penetasan 6
Menghitung Daya Tetas 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil Pembuatan Inkubator 7
Hasil Pengujian Termostat 9
Hasil Pengujian Suhu 11
Hasil Pengujian Kelembaban Relatif 16
Daya Tetas Inkubator 21
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR TABEL
1 Perlakuan dalam pengujian 6
2 Rata-rata suhu tiap termometer pada P1 11
3 Rata-rata suhu tiap termometer pada P2 12
4 Rata-rata suhu tiap termometer pada P3 12
5 Rata-rata suhu tiap termometer pada P4 12
DAFTAR GAMBAR
1 Desain inkubator tampak luar 4
2 Desain inkubator tampak dalam 5
3 Peletakan termometer, termostat, dan higrometer pada rak telur 5
4 Bagian luar dan dalam inkubator 7
5 Rak telur inkubator 7
6 Termometer higrometer digital 8
7 Termometer digital 8
8 Termostat digital 8
9 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P1 10 10 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P2 10 11 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P3 10 12 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P4 11
13 Suhu tiap termometer pada P1 13
14 Suhu tiap termometer pada P2 13
16 Suhu tiap termometer pada P4 14
17 Distribusi panas pada P1 15
18 Distribusi panas pada P2 15
19 Distribusi panas pada P3 16
20 Distribusi panas pada P4 16
21 Kelembaban relatif pada P1 dan P2 17
22 Kelembaban relatif pada P3 dan P4 17
23 Suhu rata-rata tiap termometer selama periode penetasan 19
24 Kelembaban relatif selama periode penetasan 19
25 Distribusi panas hari ke-4 (kiri) dan ke-7 (kanan) 20 26 Distribusi panas hari ke-15 (kiri) dan ke-18 (kanan) 20 27 Distribusi panas dari rata-rata tiap rermometer selama periode
penetasan 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data sheet termostat digital 23
2 Data sheet termometer digital 23
3 Data sheet higrometer digital 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam menetaskan telur unggas dikenal dengan dua metode, yaitu metode secara alamiah dan secara rekayasa. Metode alamiah adalah induk mengerami telurnya sampai menetas menjadi bibit unggas baru. Sedangkan dengan cara rekayasa, yaitu upaya mengadopsi pengeraman unggas melalui alat yang dibuat sedemikan rupa menyerupai fungsi induk.¹ Alat tersebut umumnya dikenal dengan nama inkubator.
Penetasan telur ayam merupakan tahapan penting dalam proses regenerasi demi terciptanya pemenuhan konsumsi masyarakat akan kebutuhannya terhadap daging maupun telur ayam. Penetasan telur dapat dilakukan secara alami dengan menggunakan induk ayam, namun kemampuan induk untuk mengerami telurnya sangatlah terbatas yaitu maksimal 10 butir telur tiap induk ayam.² Salah satu upaya untuk menangani masalah tersebut adalah dibuatnya inkubator yang mampu mengerami telur ayam lebih banyak dalam waktu yang bersamaan. Pada prinsipnya, penetasan menggunakan inkubator adalah sama dengan penetasan menggunakan induk ayam yaitu mengatur dan menjaga suhu agar embrio telur dapat berkembang dan menetas menjadi anak ayam. Rentang suhu terbaik untuk pertumbuhan embrio adalah berkisar antara 37 ˚C sampai 38 ˚C dengan suhu optimal pada suhu 37.8 ˚C.³
Selain suhu, faktor yang menentukan penetasan adalah kelembaban relatif yang berkisar antara 55-70 %.¹ Untuk menghasilkan suhu yang sesuai dan merata serta kelembaban relatif yang cukup agar telur ayam dapat menetas, maka perlu adanya desain yang mendukung dari inkubator tersebut. Inkubator telur secara manual maupun otomatis pada saat ini sangat berguna bagi peternak ayam atau pun pengusaha sambilan dalam membantu proses penetasan, sehingga secara teknis diperlukan rekayasa yang optimal dan berkelanjutan. Dalam penelitian ini akan dibuat suatu rancang bangun dan pengujian inkubator dengan menggunakan lampu bohlam sebagai sumber panas dan termostat sebagai pengontrol suhu.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah berapa suhu dan kelembaban relatif yang dibutuhkan untuk penetasan telur ayam?. Bagaimana pengontrolan agar suhu dan kelembaban relatif dalam inkubator dapat merata dan stabil?.
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam bidang penetasan telur khususnya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha dalam skala kecil atau menengah.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah dihasilkannya daya tetas yang cukup tinggi karena suhu dalam inkubator dapat dikontrol oleh termostat dan pemasangan lampu yang simetri dapat membantu pemerataan panas kepada telur tetas. Selain itu, kelembaban relatif diduga dapat tercapai jika nampan terisi oleh air. Kegagalan penetasan mungkin saja terjadi dengan sebab kualitas telur yang kurang baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Penetasan Telur Ayam
Periode penetasan untuk telur ayam adalah selama 21 hari.Ϻ Tata laksana penetasan telur ayam dikenal dengan dua cara, yaitu cara alamiah dengan induk ayam dan cara rekayasa dengan inkubator. Inkubator merupakan sebuah peti atau lemari yang dapat membantu untuk menetaskan telur dengan konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas di dalam tidak terbuang.ϻ Tujuan penetasan dengan inkubator adalah untuk menetaskan telur dengan jumlah banyak dalam waktu yang sama. Faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses penetasan pada inkubator adalah suhu, kelembaban relatif, sirkulasi udara, dan pemutaran telur.ϼ
Daya Tetas
Daya tetas merupakan salah satu indikator keberhasilan penetasan. Daya tetas dapat dihitung dengan persentase perbandingan jumlah telur yang menetas dari jumlah telur fertil di dalam inkubator.⁷ Daya tetas juga dapat dihitung dengan perbandingan jumlah telur menetas terhadap jumlah telur yang ditetaskan. Cara pertama biasanya digunakan oleh usaha penetasan secara komersil sedangkan cara kedua digunakan untuk mengetahui viabilitas dalam telur tetas yang fertil dalam penelitian.
3
Kalor dan Suhu
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang mengalir karena adanya perbedaan suhu dan atau karena adanya usaha atau kerja yang dilakukan pada sistem. Suhu didefinisikan sebagai derajat panas dinginnya suatu benda. Suhu di dalam inkubator harus dipertahankan yaitu antara 37 ˚C sampai 38 ˚C.² Suhu yang berfluktuasi akan menyebabkan kegagalan proses penetasan, sedangkan jika suhu terlalu tinggi atau rendah akan berpengaruh terhadap lamanya waktu tetas.ϼ Suhu di dalam ruang mesin tetas akan diukur menggunakan termometer digital dan dikontrol menggunakan termostat digital.
Perpindahan Kalor
Kalor ditransfer dari suatu tempat atau benda ke yang lainnya lewat tiga proses: dengan konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada konduksi, kalor ditransfer lewat interaksi antara atom-atom atau molekul, walaupun atom-atom dan molekulnya tidak berpindah. Pada konveksi, kalor dipindahkan langsung lewat perpindahan massa. Pada radiasi, energi pancarkan dan diserap oleh benda-benda dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi ini bergerak lewat ruang dengan kelajuan cahaya.Ͼ
Kelembaban Relatif
Udara yang mengandung uap air dinamakan dengan udara lembab atau udara basah.ϻ Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan parsial dengan tekanan uap. Jika lebih banyak uap air ditambahkan pada udara dengan volume tertentu pada suatu temperatur, maka tekanan parsial uap air bertambah. Bila tekanan parsial ini sama dengan tekanan uap untuk temperatur itu, maka udara dikatakan jenuh. Kelembaban relatif dapat ditambah, baik dengan menambah jumlah uap air di udara pada temperatur tertentu atau pun dengan menurunkan temperatur yang menurunkan tekanan uap.Ͼ
4
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai bulan Oktober 2013. Tempat penelitian dilakukan di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah kotak inkubator, termostat digital, termometer digital, higrometer digital, 9 buah lampu bohlam 5 watt, kabel, tang, obeng, software Google SketchUp 8, Software Surfer 9, wadah air, air, dan telur ayam arab.
Tahapan Penelitian Perancangan Inkubator
Inkubator berbentuk kotak yang di dalamnya dipasang lampu bohlam dengan daya 5 watt sebagai sumber pemanas dan termostat sebagai pengontrol suhu agar menghasilkan panas yang sesuai untuk penetasan telur. Ukuran inkubator tersebut adalah 60 cm x 60 cm x 45 cm agar memuat telur tetas sekitar 50 butir. Bahan kotak inkubator terbuat dari plywood berfungsi sebagai bahan isolasi termal untuk mencegah hilangnya panas yang diakibatkan karena perpindahan panas dari dalam inkubator ke lingkungan sehingga suhu di dalam ruangan akan terjaga. Ventilasi sebesar 10 cm x 5 cm terdapat di bagian atas untuk sirkulasi udara. Keberadaan ventilasi dalam inkubator sangatlah penting sebagai mediator agar terjadi pergantian udara. Ventilasi berguna untuk mensuplai oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang muncul akibat metabolisme telur selama pengeraman berlangsung.
Rak telur diletakan di bagian tengah inkubator, di bagian bawah rak telur disediakan ruang untuk ditempatkannya wadah yang dapat diisi air atau dikosongkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kelembaban relatif.
5 Sebanyak sembilan buah lampu bohlam dipasang pada bagian dalam atas kotak inkubator agar suhu dapat merata pada telur yang ditetaskan. Lampu bohlam memiliki efisiensi yang rendah dalam menghasilkan cahaya tampak, sebagian besar energinya diubah menjadi gelombang inframerah sehingga menghasilkan panas yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan dalam penetasan telur ayam ini. Energi yang diubah menjadi cahaya tampak pada lampu bohlam hanyalah 10 % dan sebanyak 70 % menjadi radiasi inframerah.Ͽ Rangkaian lampu dipasang secara pararel agar semua lampu memiliki terang yang sama, lalu dihubungkan pada termostat.
Gambar 2 Desain inkubator tampak dalam
Termometer ditempatkan pada delapan titik sebagai representatif dari suhu di sekitar telur, sedangkan higrometer ditempatkan di satu titik.
6
Pengaturan dan Pengujian Termostat
Suhu pada termostat dikalibrasi dengan suhu termometer. Termostat diatur dalam rentang suhu 37-38 ˚C. Setelah lampu dinyalakan maka lampu akan terus menyala hingga suhu yang terukur menuju suhu target, setelah melewati suhu 38 ˚C maka relay akan off dan akan mematikan lampu. Ketika lampu mati maka suhu akan turun dan akan menyala kembali atau relay akan on jika suhu yang terukur kurang dari 37 ˚C. Pengujian termostat dilakukan bersamaan dengan pengujian suhu dan kelembaban relatif.
Pengujian Suhu dan Kelembaban Relatif
Suhu dan kelembaban diuji dengan jarak 5 cm dan 10 cm. Jarak yang dimaksud adalah jarak antara permukaan telur dengan permukaan lampu bohlam. Pengujian juga dilakukan pada nampan sebelum diisi air dan sesudah diisi oleh air. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pada jarak berapa suhu dan kelembaban optimal untuk penetasan telur. Setelah semua alat terpasang, pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan dengan keadaan alat penetas telur yang kosong atau tidak diisi dengan telur. Perlakuan dalam pengujian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perlakuan dalam pengujian
Nama Perlakuan
Pengukuran Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penetasan
Setelah jarak optimal sudah ditentukan, maka proses penetasan telur diberlangsungkan yaitu dengan memasukan telur ayam ke dalam inkubator. Suhu dan kelembaban dicatat pada empat waktu dalam satu hari yaitu pagi, siang, sore, dan malam sehingga kestabilannya dapat terpantau hingga penetasan.
Menghitung Daya Tetas
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembuatan Inkubator
Inkubator dibuat sesuai dengan ukuran desain yang dirancang, tampak luar dari inkubator yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4, di bagian depannya dipasang kaca agar dapat memantau kondisi di dalam ketika proses penetasan berlangsung. Ventilasi di bagian atas dibuat fleksibel agar dapat dengan mudah dibuka atau ditutup sehingga dapat mengontrol sirkulasi udara, jika kondisi lingkungan terlalu dingin ventilasi dapat ditutup atau jika kondisi di dalam terlalu panas dengan suhu yang melebihi rentang target maka ventilasi dapat dibuka. Ruang kosong di bawah rak telur digunakan untuk menempatkan wadah yang dapat diisi oleh air.
Gambar 4 Bagian luar dan dalam inkubator
Rak telur dapat dilihat pada Gambar 5, di bagian bawahnya dipasang kawat ram dengan lubang yang agak besar agar telur yang diletakkan tidak mudah bergeser, selain itu juga dipasang sekat untuk mengatur posisi telur yang akan ditetaskan. Sensor suhu diletakkan di delapan titik, empat di tengah dan empat lainnya masing-masing berada di tiap sudut. Di antara kedelapan tersebut, terdapat satu buah sensor berfungsi ganda yang dapat mengukur suhu dan dapat juga mengukur kelembaban relatif, dapat dilihat pada Gambar 6. Termometer digital dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan termostat digital pada Gambar 8.
8
Gambar 6 Termometer higrometer digital
Gambar 7 Termometer digital
9
Hasil Pengujian Termostat
Termostat menjaga suhu terukur antara 37-38 ˚C yang akan mematikan lampu ketika suhu melebihi 38 ˚C yaitu pada suhu 38.1 ˚C dan akan menghidupkan lampu kembali ketika suhu kurang dari 37 ˚C yaitu pada suhu 36.9 ˚C. Pengujian termostat dilakukan bersamaan dengan pengujian suhu dan kelembaban relatif. Termostat merupakan pengontrol suhu yang ditunjukkan oleh termometer H pada Gambar 13 sampai Gambar 16. Dari keempat gambar tersebut dapat terlihat bahwa pada perlakuan P1 dan P2, suhu termometer tidak seiring dengan laju suhu termostatnya sehingga suhu pada termostat cenderung lebih besar daripada suhu termometer lainnya. Hal tersebut berbeda dengan perlakuan P3 dan P4, laju suhu termostatnya cenderung lebih diikuti oleh termometer lainnya.
Suhu yang lebih tinggi pada perlakuan P2 daripada perlakuan P1 dan perlakuan P4 daripada perlakuan P3 dapat diamati lebih spesifik dengan membandingkan suhu termometer dengan kontrolnya atau suhu pada termostat. Gambar 9 sampai Gambar 12 menunjukkan perbandingan suhu pada termometer A dengan suhu termostat dimulai dari waktu 0 jam. Percobaan dimulai pada suhu awal sekitar 32 ˚C dan mulai mencapai suhu target, yaitu 37 ˚C dalam waktu sekitar 10 menit.
Pada saat 5 menit dengan perlakan P1, termostat sudah mencapai suhu 37.5 ˚C namun termometer A baru mencapai suhu 35.2 ˚C. Pada perlakuan P2, ketika termostat bersuhu 37 ˚C, termometer A bersuhu 35.6 ˚C. Dengan perlakuan P3, termostat sudah mencapai suhu 37.8 ˚C namun termometer A baru mencapai suhu 36.5 ˚C. Pada perlakuan P4, termostat bersuhu 37˚ C dengan suhu termometer A sebesar 36.6 ˚C.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan P1, suhu termostat lebih cepat panas daripada perlakuan P2 dan suhu termostat juga lebih cepat panas pada perlakuan P3 daripada perlakuan P4 karena jaraknya yang lebih dekat dengan sumber panas, namun kenaikan suhu termostat pada perlakuan P1 atau P3 tidak diikuti oleh termometer A sehingga ketika lampu sudah padam, suhu pada termometer A masih rendah. Berbeda pada perlakuan P2 atau P4, suhu termostat tidak terlalu cepat panas daripada perlakuan P3 sehingga kenaikan suhu pada termostat lebih diikuti oleh kenaikan suhu pada termometer A.
10
Gambar 9 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P1
Gambar 10 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P2
11
31 32 33 34 35 36 37 38 39
0 5 10 15 20 25 30
Su
h
u
(
°C)
Waktu (Jam)
Termostat
Termometer A
Gambar 12 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P4
Hasil Pengujian Suhu
Rata-rata suhu tiap termometer untuk semua perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2 sampai Tabel 5. Rara-rata total suhu pada perlakuan P1 adalah 37.0 ˚C, pada perlakuan P2 adalah 37.1 ˚C, pada perlakuan P3 adalah 37.3 ˚C, pada perlakuan P4 adalah 37.5 ˚C. Rentang suhu terbaik yang sesuai dengan target antara 37-38 ˚C ditunjukkan oleh perlakuan P4 dengan rata-rata tiap termometer berada dalam rentang 37.3 ˚C sampai 37.7 ˚C.
Tabel 2 Rata-rata suhu tiap termometer pada P1 Nama Termometer Rata-Rata (˚C)
Termometer A 36.8
Termometer B 36.7
Termometer C 37
Termometer D 37.1
Termometer E 36.8
Termometer F 36.8
Termometer G 37
Termometer H 37.5
12
Tabel 3 Rata-rata suhu tiap termometer pada P2 Nama Termometer Rata-Rata (˚C)
Termometer A 36.9
Termometer B 36.9
Termometer C 37.2
Termometer D 37.2
Termometer E 36.9
Termometer F 36.9
Termometer G 37.1
Termometer H 37.5
Rata-Rata Total 37.1
Tabel 4 Rata-rata suhu tiap termometer pada P3 Nama Termometer Rata-Rata (˚C)
Termometer A 37.2
Termometer B 37.2
Termometer C 37.4
Termometer D 37.5
Termometer E 37.2
Termometer F 37.1
Termometer G 37.4
Termometer H 37.5
Rata-Rata Total 37.3
Tabel 5 Rata-rata suhu tiap termometer pada P4 Nama Termometer Rata-Rata (˚C)
Termometer A 37.4
Termometer B 37.3
Termometer C 37.6
Termometer D 37.7
Termometer E 37.3
Termometer F 37.3
Termometer G 37.6
Termometer H 37.6
Rata-Rata Total 37.5
13
mempengaruhi suhu yang terukur. Keberadaan air menyebabkan suhu meningkat lebih lama jika dibandingkan tidak adanya air.
Pada perlakuan P1 didapatkan suhu terendah sebesar 36.5 ˚C dan suhu tertinggi sebesar 37.9 ˚C. Pada perlakuan P2 didapatkan suhu terendah sebesar 36.6 ˚C dan suhu tertingi sebesar 37.9 ˚C. Pada perlakuan P3, suhu terendah yang terukur adalah 36.9 ˚C dengan suhu tertinggi sebesar 38 ˚C. Pada perlakuan P4, suhu terendah sebesar 37 ˚C dengan suhu tertinggi 38 ˚C.
Gambar 13 Suhu tiap termometer pada P1
14
Gambar 15 Suhu tiap termometer pada P3
Gambar 16 Suhu tiap Termometer pada P4
15
Gambar 17 Distribusi panas pada P1
16
Gambar 19 Distribusi panas pada P3
Gambar 20 Distribusi panas pada P4
Hasil Pengujian Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif yang diukur bersamaan dengan suhu menunjukkan perbedaan yang sangat jauh antara sebelum dan sesudah nampan diisi oleh air. Sebelum nampan diisi air kelembaban relatif stabil pada nilai di sekitar 40 % sedangkan sesudah diisi oleh air kelembaban relatif konstan pada rentang 60-70 %. Hal tersebut menandakan bahwa kelembaban relatif sangat bergantung dari ketersediannya air sebagai sumber untuk menghasilkan uap air.
17 lebih banyak. Karena potensi tersebut didukung dengan ketersediaannya air, maka kelembaban relatif pada perlakuan P4 dapat lebih besar daripada kelambaban relatif pada perlakuan P3, hal tersebut menunjukkan bahwa kelembaban aktual tidak berada dalam kondisi yang tetap. Sedangkan sebelum nampan diisi oleh air, kelembaban relatif pada perlakuan P2 lebih rendah daripada perlakuan P1 karena pada perlakuan P2 suhunya yang lebih tinggi sedangkan sumber air tidak tersedia. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22.
Pada 10 menit awal, kelembaban relatif pada semua perlakuan mengalami perubahan yang cukup signifikan, hal tersebut dikarenakan suhunya juga meningkat secara drastis dari suhu awal sekitar 32 ˚C menuju suhu target sekitar 37 ˚C. Pada saat suhu sudah mencapai target dan terkontrol oleh termostat, kelembaban relatif pun lebih stabil dibandingkan pada kenaikan suhu awal yang belum terkontrol oleh termostat.
Gambar 21 Kelembaban relatif pada P1 dan P2
18
Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Selama Penetasan
Penetasan telur berlangsung selama 21 hari. Suhu dan kelembaban relatif diukur setiap hari empat kali yaitu pada pagi, siang, sore, dan malam hari untuk memantau kestabilannya selama periode penetasan karena suhu dan kelembaban merupakan faktor penting dalam keberhasilan penetasan. Suhu rata-rata keseluruhan selama periode penetasan adalah 37.5 ˚C sedangkan rata-rata kelembaban relatifnya sebesar 61.4 %. Selama periode tersebut, suhu berada dalam rentang 37-38 ˚C sedangkan kelembaban relatif berada dalam rentang 55 sampai 70 %. Hal tersebut menandakan keberhasilan dalam pengontrolan suhu dan kelembaban relatif selama proses penetasan. Rata-rata suhu dan kelembaban relatif dapat dilihat pada Gambar 23 dan Gambar 24.
Dari hari pertama hingga hari ketiga terlihat bahwa suhu mengalami kenaikan karena lubang ventilasi yang ditutup agar udara luar tidak mempengaruhi suhu di dalam sehingga embrio telur dapat berkembang secara optimal, kenaikan suhu tersebut diikuti oleh penurunan kelembaban relatif dari nilai rata-rata 68.3 % menjadi 63 %. Pada hari keempat suhu mulai turun hingga hari kedelapan. Penurunan tersebut disebabkan karena ventilasi udara sudah mulai dibuka untuk sirkulasi udara dan mulai dilakukan pemutaran telur untuk meratakan suhu pada permukaan telur. Pemutaran dilakukan secara manual sehingga mengharuskan untuk membuka pintu inkubator. Pemutaran telur dilakukan sehari sebanyak tiga kali. Penurunan suhu tersebut juga diikuti oleh penurunan kelembaban relatif, hal tersebut terjadi karena pintu inkubator yang mengharuskan terbuka untuk pemutaran telur dan ventilasi pun dalam keadaan terbuka sehingga menyebabkan uap air yang sudah terbentuk keluar meninggalkan sistem. Penurunan suhu dan kelembaban relatif tersebut tidaklah terlalu signifikan, hal tersebut menandakan bahwa udara luar tidak terlalu berpengaruh terhadap sistem.
Setelah hari ke-8, suhu terus meningkat hingga hari ke-12. Hal tersebut karena embrio telur yang semakin berkembang. Peristiwa yang terjadi pada hari ke-11 adalah bahwa embrio telur sudah nampak seperti anak ayam.¹º Oleh karena itu, ventilasi dibuka lebih lebar agar sirkulasi udara lebih baik untuk keberlangsungan hidup embrio sehingga pada hari ke-13 suhu mulai turun kembali. Hari ke-1 sampai ke-13 terlihat bahwa suhu pada semua termometer dapat dikatakan memiliki laju yang sama, namun di hari ke-14 hingga hari ke-21 suhu dari tiap termometer terlihat tidak beraturan yang disebabkan karena panas yang dikeluarkan oleh telur semakin meningkat sehingga suhu empat termometer di tengah yang dekat dengan telur cenderung lebih besar daripada suhu termometer di keempat sudut yang tidak terlalu dekat dengan telur. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 25 dan Gambar 26 yang menunjukkan pada hari ke-15 sudah terjadi perbedaan suhu dari termometer yang di tengah dengan yang di pinggir.
19
Gambar 23 Suhu rata-rata tiap termometer selama periode penetasan
Gambar 24 Kelembaban relatif selama periode penetasan
20
Gambar 25 Distribusi panas hari ke-4 (kiri) dan ke-7 (kanan)
Gambar 26 Distribusi panas hari ke-15 (kiri) dan ke-18 (kanan)
21
Menghitung Daya Tetas
Jumlah telur tetas yang dimasukkan ke dalam inkubator sebanyak 49 butir. Telur yang menetas sebanyak 43 butir dan yang tidak menetas sebanyak 6 butir. Telur yang tidak menetas dapat disebabkan karena embrio yang tidak berkembang atau karena kematian sebelum telur menetas. Embrio yang tidak berkembang dapat berkaitan dengan kualitas telur tersebut sedangkan kematian sebelum menetas dapat disebabkan oleh kelembaban relatif yang kurang atau kandungan kalsium telur yang tinggi sehingga tidak mampu untuk memecahkan kulit telur tersebut. Hasil yang didapatkan diperoleh daya tetas sebesar 87.7 %. Daya tetas tersebut didapatkan dari perbandingan jumlah telur yang menetas terhadap jumlah telur yang ditetaskan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Inkubator dipergunakan untuk meningkatkan jumlah telur yang ditetaskan dalam waktu yang bersamaan sehingga dapat meningkatan efisiensi waktu dan nilai ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk membuat alat penetas telur menggunakan lampu bohlam sebagai sumber panas dengan menggunakan kontrol suhu berupa thermostat digital. Suhu dan kelembaban relatif adalah dua faktor terpenting dalam keberhasilan usaha penetasan. Pengujian terhadap jarak antara permukaan telur dengan sumber panas tersebut dilakukan untuk mengetahui jarak optimal sehingga didapatkan panas dan kelembaban relatif yang cukup agar telur ayam dapat menetas. Jarak yang diuji adalah 5 cm dan 10 cm. Pengukuran suhu menggunakan termometer digital sedangkan pengukuran kelembaban relatif menggunakan higrometer digital.
Kelembaban relatif dapat tercapai ketika nampan terisi oleh air, sedangkan ketika nampan tidak terisi oleh air dihasilkan kelembaban relatif yang jauh dari target. Suhu pada jarak 5 cm maupun 10 cm tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua jarak tersebut. Namun pada jarak 10 cm terihat lebih baik dalam rentang suhu maupun kelembaban. Suhu dan kelembaban relatif sebelum dan setelah telur dimasukkan pada perlakuan P4 didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, meskipun keberadaan telur menyebabkan suhu menjadi meningkat tetapi suhu yang terukur masih dalam rentang target yaitu antara 37-38 ˚C dan kelembaban relatif masih dalam rentang 55-70 %.
22
Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut, secara teknis dapat dikembangkan pengontrol kelembaban relatif secara otomatis ataupun sistem pemutaran telur secara otomatis sehingga hal-hal terpenting dalam penetasan seperti suhu, kelembaban, sirkulasi udara, dan pemutaran telur dapat terkendali dengan baik dengan harapan dapat mempermudah pengendalian serta meningkatkan daya tetas. Selain itu, pengujian daya tetas terhadap fertilitas atau kualitas telur bisa menjadi wacana lebih lanjut dari penelitian ini karena hal tersebut juga merupakan faktor penentu dalam keberhasilan penetasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermawan Rudi. Membuat Mesin Tetas Berkualitas. Pustaka Baru Press. 2012.
2. Suprapto, Tjahjono A, Sunarto E Epyk. Rancang Bangun Mesin Penetas Telur Ayam Berbasis Mikrokontroler Dengan Fuzzy Logic Controller
(Software). Teknik Elektro Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
3. Decuypere E, Tona K, Bruggeman V, Bamelis F. The Day-Old Chick: A Crucial Hinge Between Breeders And Broilers. Ceva Animal Health Asia Pacific. 2007. Web. 06 Mar. 2013. http://www.thepoultrysite.com /focus/contents/ceva/OnlineBulletins/ob_2007/Article-No12-May07.pdf. 4. MN Nasruddin. Penentuan Suhu pada Ruangan Penetasan Telur Berbasis
Mikroprosesor. Jurnal Penelitian MIPA. 2007;1(1):30-31.
5. Isa M, Ibrahim T, Syuhada A, Hamdani. Analisa Pengaruh Kelembaban Relatif dalam Inkubator Telur. Jurnal Teknik Mesin Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 2012;1(1):3-5.
6. Winarto, Syah B, Harmen. Rancang Bangun Sistem Kendali Suhu Dan Kelembaban Udara Penetas Ayam Berbasis PLC (Programmable Logic Controller). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 2008;1(2):23-25.
7. Clauer J Phillip. Incubating Eggs. Virginia Cooperative Extention. Virginia State University. 2009.
8. Tipler, Paul A. Fisika Untuk Sains Dan Teknik Edisi Ketiga Jilid I. Erlangga. Jakarta.
9. Saputro HJ, Sukmadi T, Karnoto. Analisa Penggunaan Lampu LED Pada Penerangan Dalam Rumah. Jurnal Transmisi. 2013;15(1):21.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data sheet termostat digital No. Spesifikasi termostat digital
1 Power supply : 1.2V DC, 1A 2 Sensor suhu LM35 (range 0-100˚C)
3 Display 2.5 digit (1 angka dibelakang koma) 4 Output relay (NO = 10A, NC = 6A @250V 5 Mode operasi : heating or cooling
6 Tipe konektor supply dan output : terminal screw 7 Tipe koneksi sensor : D-Plug
8 Dilengkapi LED power dan LED indikasi relay 9 Memiliki 3 parameter : setting value (SV),
hysteresis (HYS), correction factor (CF)
10 Dilengkapi 3 tombol untuk pengesetan parameter 11 Kabel sensor dapat diperpanjang hingga 10 meter Lampiran 2 Data sheet termometer digital
No. Spesifikasi termometer digital 1 Measuring range : -50˚C sampai 110˚C 2 Accuracy : ± 1˚C
3 Resolution : 0.1˚C
4 Sampling period : 10 sekon 5 Battery : 1.5V LR44 x 2
24
Lampiran 3 Data sheet higrometer digital No. Spesifikasi higrometer digital
1 Temperature range : -50˚C sampai 70˚C
25 21 36.7 36.7 37.1 37.2 36.8 36.8 37.2 37.9 42 22 36.8 36.7 37 37.1 36.7 36.7 37.2 37.4 42 23 36.8 36.7 37 37 36.7 36.8 37 37.7 42 24 36.8 36.8 37 37 36.8 36.7 37.1 37.7 42
26
27 Lampiran 7 Data pengukuran suhu dan kelembaban perlakuan P4
28
30
16
37.3 37.4 37.5 37.5 37.3 37.2 37.4 38 60 37.5 37.3 37.8 37.9 37.5 37.2 37.5 37.7 61 37.3 37.3 37.5 37.6 37.1 37.2 37.7 37.6 65 37.2 37.4 37.5 37.8 37.2 37.4 37.5 37.7 59
17
37.3 37.4 37.7 37.8 37.3 37.4 37.7 37.4 60 37.3 37.3 37.7 37.8 37.3 37.5 37.6 37.6 60 37.2 37.3 37.3 37.3 37.2 37.5 37.5 37.5 59 37.3 37.3 37.3 37.3 37.3 37.5 37.7 37.7 57
18
37.8 37.8 37.8 38 37.9 37.8 37.6 37.6 59 37.4 37.4 37.9 38 37.5 37.5 37.6 37.7 62 37.5 37.2 37.5 37.3 37.5 37.6 37.7 37.5 64 37.2 37.3 38.2 38.5 37.2 37.6 37.4 37.6 64
19
37.4 37.5 37.6 37.6 37.4 37.5 37.5 37.5 64 37.3 37.2 37.5 37.5 37.2 37.4 37.4 37.6 65 37.2 37.3 37.5 37.7 37.2 37.4 37.5 37.7 65 37.2 37.2 37.6 37.8 37.2 37.5 37.5 37.8 62
20
37.2 37.2 37.6 37.9 37.2 37.6 38.1 38 63 37.1 37.2 37.5 37.8 37.1 37.2 37.4 37.8 62 37.2 37.2 37.7 37.9 37.1 37.2 37.6 37.5 64 37.1 37 37.3 37.9 37.1 37.1 37.7 37.6 61
21
37.3 37 37.8 37.4 37.5 37.5 37.5 37.5 64 37.2 37.2 37.5 37.5 37.2 37.3 37.5 37.6 61 37.3 37 37.7 37.5 37.8 37.6 37.8 37.9 62 37.2 37.1 37.7 37.4 37.3 37.2 37.7 37.5 63
31