MAN FAAT-BIAYA
USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG
Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT
OLEH :
IWANG GUMILAR
PROGRAM
PASCA
SARJANA
ABSTRAK
IWANG GUMILAR. Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling Jawa Barat. Dibimbing oleh KOOSWARDHONO
MUDIKDJO dan SOETRISNO SUKIMIN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan manfaat dan biaya
sebagai dasar untuk melihat kelayakan dari usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling menurut skala usaha.
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode survey. Responden sasaran adalah para petani ikan KJA di Waduk Saguling dan dinas instansi terkait. Teknik pengumpulan data adalah teknik wawancara langsung dengan menggunakan kuestioner. Jumlah responden yang dijadikan
sampel sebanyak 125 orang atau sekitar 10% dari total RTP petani ikan KJA di
Waduk Saguling. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah
metode deskripsi kuantitatif dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan usaha seperti kriteria BIC rasio, Pay back Periods, Break Event Point dan Profitability Index.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
61 Usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Waduk Saguling
masih layak dilakukan dengan kecenderungan bahwa tingkat kelayakan finansial dari usaha budidaya ini semakin besar dengan peningkatan
jumlah kolam untuk tiap unit KJA (scale effect).
Upaya meningkatkan keuntungan atau kelayakan usaha dari usaha
budidaya ikan datam KJA di Waduk Saguling melafui upaya penambahan unit kolam untuk setiap unit KJA di Waduk Saguling secara agregat tidak dapat dilakukan mengingat daya dukung lingkungan di waduk ini sudah tidak memungkinkan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah
dengan cara melakukan penggabungan unit-unit KJA yang ada, yang memiliki jumlah kolam sedikit.
Altemati cara untuk mengurangi jumlah limbah pakan yang terbuang ke perairan dari KJA di Waduk Saguling antara lain pemberian pakan secara manual; pengaturan pola tanam dan penggunaan teknologi jaring berlapis.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang be rjudul :
"MANFAAT-BlAYA USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG Dl WADUK SAGULING,
JAWA BARAT"
adalah benar hasil karya sendiri. Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
MANFAAT-BIAYA
USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT
Tesis
sebagai salah
satu
syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
P R O G W
PASCA
SARJANA
Judul Tesis : Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat
Nama : lwang Gumilar
Nomor Pokok : 99240 / PSL
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui,
1. Kornisi Pernbimbing
A
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. M.S.
ram Pascasa jana
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Pebruari 1967 di Kota Sumedang dan
merupakan anak kedua dari Bapak Engkos Suryamana dan Ibu Engka Sukaesih.
Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Menengah dan
Sekolam Lanjutan Xngkat Atas diselesaikan di Sumedang. Penulis memperoleh
gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran pada tahun 1993.
Sejak tahun 1994 sampai sekarang, penulis beke j a sebagai staf pengajar
pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Pada
bulan September 1999, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi
di Program Pascasajana hstitut Pertanian Bogor pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas bantuan Beasiswa
PRAKATA
Puji syukur ke Hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulisan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah :
"Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Janng Apung Di Waduk Saguling, Jawa Barat. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi syarat penyelesaian tugas akhir Program Magister Sains (S-2) pada Program Pascasajana lnstiiut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSG., dan Bapak Dr. Sutrisno Sukimin sebagai komisi pembimbing yang telah memberi
petunjuk dna bimbingan dalam penelitian dan penulisan.
2. Ibu Direktur Program Pascasajana lnstitut Pertanian Bogor yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan Program S-2.
3. Pimpinan Proyek Beasiswa Program Pascasajana (BPPs) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
Pascasa jana di lntiiut Pertanian Bogor.
4. Bapak Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
mengikuti pendidikan Program 5-2.
5. S e l u ~ h Sivitas Akademika lnstitut Peltanian Bogor dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran
penelitian dan penulisan tesis ini.
Penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada keluarga atas
pengertian, pengorbanan, dorongan dan do'anya bagi penulis dalam menempuh pendidikan. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan
yang layak dari-Nya. Amin. Terima kasih.
Bogor, Mei 2002
Halaman DAFTAR IS1 ...
DAFTAR TABEL
...
DAFTAR GAMBAR
...
DAFTAR LAMPIRAN
...
PENDAHULUAN
...
Latar Belakang
...
Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ...Manfaat Penelitian ...
TINJAUAN PUSTAKA
...
Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung
...
Pengertian. Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA ...
Sarana Produksi Budidaya
...
Teknik Budidaya...
Limbah Perikanan
...
Kualitas Air...
Teori Kelayakan Usaha...
.
.
...
METODE PENELITlAN
...
Waktu dan Lokasi Penelitian ...Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...
Penentuan Besaran Contoh ...
Metode Analisis Data ...
KONDlSl UMUM
...
37Sejarah Pengembangan KJA di Waduk Saguling
...
Kegiatan Sekitar Waduk ... Perkembangan RTP Petani lkan...
Perkembangan Jaring Apung...
Perkembangan Produksi lkan
...
Perkembangan Kematian lkan
...
Karakteristik Petani lkan KJA ...
Teknik Budidaya Kolam Jaring Apung
...
... Kondisi Kualitas Perairan
...
Kebijakan Pemerintah...
HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis Kelayakan Finansial Usaha Tani lkan KJA
...
Limbah Pakan KJA dan Biaya Ekstemalitas ...
Upaya Pengelolaan Limbah Pakan
...
KESIMPULAN DAN SARAN
...
...
Kesimpulan
... ...
Saran
.
.
.
...
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Kandungan Gizi Berbagai Bahan Pelet
...
Data Hidromorfologi Waduk Saguling ...RTP Di Waduk Saguling. 1986-1 999 ...
Perkembangan KJA di Waduk Saguling 1986-1 999 ...
Produksi lkan KJA di Waduk Saguling 1986-1999 ...
Kematian lkan KJA di Waduk Saguling 1986-1997 ...
Tingkat Umur. Pendidikan. Status Pemilikan ...
Hasil pengukuran sedimen tahunan
.
1985-1 999...
Ringkasan Komponen Biaya dan Penerimaan...
Keragaan Manfaat. Biaya dan Keuntungan ...lndeks Profitabilitas Usaha Budidaya lkan KJA ...
Pendapatan Petani Usaha Budidaya lkan KJA
...
Rekapitulasi Kelayakan Usaha
...
Perkiraan Jumlah Rata-rata Pemberian Pakan...
Perkiraan Jumlah Pakan Sisa Rata-rata yg Terbuang
...
Nilai Pakan Sisa...
Perbandingan Biaya Limbah Pakan dan Biaya Usaha Tani .Jumlah KJA. Produksi dan Kematian lkan ...
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
I Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Waduk Saguling
...
2 Suhu Air Waduk Saguling
...
3 Kadar Oksigen Terlarut di Waduk Saguling...
4 Kadar Karbon Dioksida di Waduk Saguling ... 5 Nilai pH di Waduk Saguling ... ... 6 Kadar H2S di Waduk Saguling...
7 Kesadahan Air di Waduk Saguling
...
8 Poia Konstruksi Jaring Apung di Waduk Saguling ...9 Kriteria Kualitas Air Untuk Perikanan ...
10 Perhitungan Kelayakan Usaha Budidaya lkan KJA
...
... ...PENDAHULUAN
Latar Belakang
Waduk Saguling terletak sekitar 40 km di sebelah barat kota Bandung.
Secara topografis terletak pada suatu cekungan dengan ketinggian berkisar
antara 550
-
650 mdpl. Waduk ini merupakan waduk serbaguna yang berfungsisebagai pengendali banjir, pariwisata dan kegiatan perikanan.
Kegiatan perikanan yang dilakukan di Waduk Saguling adalah usaha
budidaya ikan dalam kolam jaring apung (KJA) yang dilakukan secara intensif,
yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi dan
penyediaan komoditi ikan khususnya ikan air tawar bagi masyarakat di daerah
Jawa Barat dan sekitamya. Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Jawa
Barat (1999), produksi ikan KJA dari Waduk Saguling tercatat sekitar 1.262 ton
atau sekitar 7,49% dari total produksi ikan air tawar di Jawa Barat.
Jumlah jaring apung di Waduk Saguling dari sejak pertama dioperasikan
tahun 1986 hingga 1999 mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan
laju peningkatan sekitar 2.027,40%. Hingga tahun 1999 jumlah jaring apung
tercatat sekitar 4.425 unit. Perkembangan yang pesat ini menunjukkan bahwa
kegiatan usaha budidaya ikan dalam KJA ini memberikan keuntungan yang
menjanjikan bagi para petaninya.
Berdasarkan informasi sementara dari dinas perikanan, kegiatan usaha
budidaya ikan KJA di Waduk Saguling, profitabilitasnya dari tahun ke tahun
semakin menurun, sejalan dengan kondisi kualitas air yang juga semakin
Berdasarkan hasil penelitian Costa-Pierce et a1.(1990), Pusat Penelitian
Masalah Pencemaran Lingkungan (1991) dan PPSDAL Unpad (1999) diketahui
bahwa perairan Waduk Saguling sudah tercemar sedang sampai berat oleh
limbah ekstemal dan intemal waduk. Limbah ekstemal umumnya bersumber dari
limbah pertanian, domestik dan industri yang berasal dari upstream dan sekitar
waduk, sedangkan limbah intemal umumnya bersumber dari aktivitas perikanan
budidaya yang dilakukan di perairan waduk. Pencemaran ini pada saat-saat
tertentu tenrtama ketika tejadi arus balik sering menyebabkan terjadinya
kematian ikan secara massal di waduk ini yang sangat merugikan petani ikan.
Walaupun demikian temyata minat para petani untuk berwwk tanam ikan dalam
KJA tetap tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah rumah tangga perikanan
(RTP) dan KJA yang terus meningkat.
Disamping memberikan manfaat intemal seperti memberikan kesempatan
ke rja dan peningkatan pendapatan bagi para petani dan buruh tani ikan, kegiatan
perikanan KJA di Waduk Saguiing, juga memberikan multiflier effect bagi rantai- rantai usaha yang terkait dengan kegiatan budidaya ikan, baik rantai hulu
maupun hilir produksi perikanan baik sebagai penyedia sarana produksi
perikanan maupun sebagai pengolah dan pemasar produk perikanan.
Budidaya ikan secara intensif ini, disamping memberikan manfaat juga
potensial menimbulkan biaya bagi masyarakat dan lingkungan di sekitamya
berupa limbah pakan dan hasii metabolisme ikan yang akan memberikan
kontribusi terhadap pencemaran perairan waduk. Pencemaran ini disamping
akan merugikan bagi petani ikan itu sendiri juga akan memberikan dampak
Perumusan Masalah
Profit umumnya merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh setiap
bentuk usaha yang dilakukan oleh masyarakat termasuk oleh para petani ikan
KJA yang ada di Waduk Saguling. Kegiatan apapun akan dilakukan oleh para
petani selama dalam ukuran ekonomi masih memungkinkan, untuk memperoieh
profit sebesar-besarnya dengan menggunakan sumberdaya yang sehemat-
hematnya.
Banyaknya peminat usaha budidaya ikan dalam KJA di Waduk Saguling
mengindikasikan bahwa kegiatan usaha ini diduga menjanjikan keuntungan yang
besar bagi para pelakunya. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari setiap
kegiatan usaha merupakan indikator kelayakan finansial bagi kegiatan usaha
tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kelayakan usaha budidaya
ikan KJA ini, perlu dilakukan pengujian finansial dengan menggunakan
parameter-parameter kelayakan investasi tertentu.
Pada hakekatnya, kelayakan investasi didasarkan atas imbangan antara
manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut dengan biaya yang
ditimbulkannya. Dalam penelitian ini akan diteliti bagaimana performa manfaat
dan biaya dari kegiatan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling sebagai
indikator kelayakan usaha. Dalam kenyataannya di lapangan skala usaha
budidaya ikan KJA, dalam ha1 ini jumlah kolam untuk setiap unit KJA adalah
bervariasi dari mulai empat hingga 12 kolam per unit KJA. Oleh karena itu,
secara lebih spesifik, akan diteliti kelayakan usaha budidaya ikan KJA di Waduk
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
o
Mengetahui performa manfaat dan biaya dari kegiatan usaha budidayaikan dalam KJA di Waduk Saguling sebagai indikator kelayakan usaha menurut skala kolam.
o
Mengetahui biaya ekstemalitas dari usaha budidaya ikan dalam KJAyang ada di Waduk Saguling. -
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan
dalam proses pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam menetapkan
kebijakan lingkungan khususnya dalam pengelolaan usaha budidaya ikan KJA.
Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi para pelaku
usaha budidaya ikan KJA untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan sumberdaya
yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga diharapkan kelak para petani
dapat lebih baik lagi dalam mengelola usahanya terrnasuk upaya menekan
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung
Budidaya karamba atau jaring apung dimulai di Asia Tenggara seperti di
kemukakan oleh Pantalu, 1979, yaitu di Kamboja dimana para nelayan di sekitar
Great Lake memelihara ikan lele (Clarias spp) dan ikan-ikan komersial lainnya dalam karamba bamboo atau rotan dan keranjang-keranjang. Dari sini kemudian
menyebar ke Vietnam, Thailand dan negara-negara lndocina lainnya.
Di Indonesia budidaya karamba dengan bambu terapung telah dijumpai
sejak 1922 di Danau Mundung Jambi untuk memelihara ikan liar seperti
Leptobarbus hoeveni (Reksalegora, 1979). Sejak itu meluas ke daeradaerah lain. Di Pulau Jawa karamba dari bamboo yang direndam dalam air atau
dijangkar ke dasar sungai, untuk memelihara ikan mas telah berkembang pada
tahun 1940-an.
Dalam 15 tahun terakhir budidaya karamba telah tersebar luas di lebih
dari 35 negara, yaitu Eropa, Asia, Afrika dan Amerika, dan pada tahun 1978 lebih
dari 70 spesies ikan air tawar telah dibudidayakan.
Pengettian, Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA
Budidaya ikan di jaring apung adalah cara memelihara ikan yang
dilakukan dalam wadah yang berupa kantong jaring yang letaknya terapung pada
permukaan air, biasanya terdapat pada permukaan air waduk atau danau yang
sifat aimya tidak tergenang atau tidak terlalu deras aliran aimya.
Penyebab wadah tersebut menjadi terapung karena disangga oleh benda
yang sifatnya terapung, seperti drum, dan dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk
Terdapat beberapa keuntungan teknis yang dapat diperoleh dari sistem
budidaya ikan di jaring apung, diantaranya tidak perlu membuat kolam sehingga
tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pengadaan lahan; intensifikasi
produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan; pesaing dan
pemangsa ikan mudah dikendalikan; serta pengelolaan dan pemanenan ikan
tidak terlalu rumit. Dengan demikian, keuntungan secara ekonomis tidak perlu
diragukan lagi.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan, waduk-waduk di
Indonesia mulai terancam kelestariannya karena pengelolaan waduk sudah tidak
optimal lagi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya waduk-waduk yang
tercemar berat sehingga terganggu fungsi-fungsi ekosistem yang ada di
dalamnya.
Ada beberapa syarat yang haws diperhatikan dalam melakukan usaha
budidaya ikan di jaring apung, diantaranya syarat sosial ekonomis dan ekologis.
Syarat sosial ekonomis meliputi ketersediaan aksesibilitas yang memadai,
te rjaminnya keamanan usaha dari gangguan yang mungkin te rjadi, kemudahan
mendapatkan tenaga ke rja, kemudahan memperoleh sarana produksi untuk
usaha, serta sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang tata wang dan
pengembangan perikanan. Sedangkan syarat ekologis meliputi luas perairan
yang memadai, volume air cukup besar dan memungkinkan untuk melakukan
usaha budidaya, arus air tidak terlalu deras, kedalaman air minimal tersedia,
Sarana Produksi Budidaya
Kantong Jaring apung
Ukuran kantong jaring yang dipergunakan sebagai wadah budidaya tidak
ada batasannya. Namun ukuran kantong jaring yang biasa digunakan di
lapangan bervariasi, mulai dari
2~2x2
meter hingga9~9x2
meter. Di pasaranhingga saat ini, kurang tersedia wadah berupa kantong jaring yang siap pakai,
sehingga untuk itu harus merancang sendiri sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki.
Rakit Budidaya
Rakit budidaya berfungsi sebagai tempat untuk rnengaitkan wadah jaring
budidaya. Rakii ini dapat terbuat dari bambu, kayu, dan besi. Penggunaannya di
lapangan tergantung dari ketersediaan dana yang dimiliki. Namun, umumnya
yang banyak digunakan oleh para petani ikan adalah rakit yang terbuat dari
bambu. Rakii disusun dalam bentuk empat bujursangkar dan sudut pertemuan
rakit diikat dengan tali ijuk atau kawat agar kedudukan masing-masing rakit
rnenjadi kokoh dan tidak bergeser.
Rakit tersebut agar dapat berfungsi masih memerlukan beberapa
peralatan lain seperti pelampung rakit dan jangkar rakit. Pelampung rakit
urnurnnya rnenggunakan drum bekas. Pelarnpung ini dipasang pada setiap sudut
rakit dengan kokoh agar tidak bergeser dari posisinya. Jangkar berguna agar
rakit tidak hanyut di perairan. Jangkar terbuat dari berrnacam-rnacarn bahan
seperti dari besi, semen beton dan batu yang dibungkus dalarn kantong jaring.
Gudang, Rumah Jaga dan Perahu
Sarana penunjang lainnya yang tidak kalah pentingnya bagi usaha
dan rumah jaga ini dindingnya dapat terbuat dari kayu atau bilik bambu, atapnya
dapat berupa rumbia, seng atau plastik bergelombang.
Ukuran gudang dan rumah jaga dapat disesuaikan dengan ukuran rakit
yang menopangnya. Oleh karena itu diupayakan agar bahan untuk gudang dan
rumah jaga ini tidak terlalu berat sehingga tidak membebani rakii lebih berat lagi.
Karena umumnya letak jaring budidaya terdapat di tengah perairan yang
agak dalam, maka kehadiran sarana transportasi seperti perahu sangat penting
untuk membawa orang, pakan, benih ikan, maupun ikan hasil panen dari darat ke
lokasi budidaya dan sebaliknya. Ukuran perahu ini disesuaikan dengan daya
angkut yang dikehendaki.
Alat-alat bantu
Alat-alat bantu yang digunakan dalam usaha budidaya ikan jaring apung
meliputi alat bantu pemeliharaan dan pemanenen; seperti serok untuk
menangkap ikan, ember, anco, tempat pakan, blower, gas, karet, plastik atau
fiberglass untuk mengangkut ikan dan timbangan.
lkan Budidaya
Jenis ikan yang akan dibudidayakan dalam jaring apung seyogyanya ikan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi mengingat sistem budidaya ini merupakan
usaha yang bersifat padat modal.
Beberapa jenis ikan ekonomis yang dapat dibudidayakan di jaring apung
diantaranya lkan Mas (Cypnnus capio), Nila Merah (Oreochromis sp), Nila GIFT
(Oreochmmis niloticus), Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Jambal (Pangasius
pangasius), Gurame (Osphronemus gouramy), Tawes (Puntius gonionotus), dan
beberapa jenis ikan hias seperti ikan Botia (Botia macracanta), Koki (Carasius
Pakan
Dalam budidaya ikan secara intensif pemberian pakan berupa pelet
sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan ikan budidaya karena dalam
pelet biasanya terkandung komponen-komponen pakan yang mengandung nilai
gizi yang tinggi.
Bahan mentah pelet secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
bahan hewani, nabati dan tambahan. Bahan hewani dapat berasal dari tepung
ikan, tepung tulang, tepung darah dan sebagainya. Bahan nabati dapat berasal
dari tepung kedelei, tepung jagung, dedak halus dan sebagainya. Bahan-bahan
tambahan pelet biasanya berupa vitamin, mineral, pelezat atau bahan perekat.
Bahan tambahan ini biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil, yaitu sekitar
1% dari total kebutuhan bahan untuk pelet.
Kandungan gizi bahan hewani dan nabati dari pelet berbeda-beda sesuai
dengan jenis bahan itu sendiri. Pada Tabel 1 disajikan bahan-bahan yang
digunakan sebagai bahan pelet dan kandungan gizinya. Bahan tambahan,
vitamin, mineral, pelezat dan perekai biasanya diberikan dalam juhlah yang
relatif kecil sekiiar 1% saja. lkan yang dibudidayakan dalam jaring apung
biasanya dipacu pertumbuhannya dengan menggunakan pelet dengan
Tabel I. Kandungan Gizi
Bahan
A. Hewani 1. Tepung darah
2. Tepung ikan
2. Tepung teri
3. Tepung kepala udang
4. Tepung benawa
B. Nabati
1. Dedak kasar
2. Dedak halus
3. Tepung beras
4. Tepung jagung
5. Tepung kacang hijau
6. Onggok
7. Bungkil kelapa
8. Bungkil kacang tanah
9. Ampas kc. kedelai
10. Ampas k c hijau
11. Bungkil biji kapuk
12. Bungkil wijen
13. Ampas tahu 14. Ubi kayu
15. Tepung gaplek
16. Ubi jalar
17. Jagung
18. Kacang kedelai
19. Kacang tanah
20. Daun ubi kayu
21. Daun ubi jalar
Sumber : Atmadja Hardjamulia,
Teknik Budidaya
Penebaran lkan
Di dalam budidaya ikan jaring apung, padat penebaran ikan perlu
diperhatikan, karena jumlah ikan yang terlalu padat dalam jaring budidaya akan
menyebabkan terjadinya persaingan dalam memanfaatkan pakan, ruang dan
oksigen sehingga dalarn kondisi terlalu padat pertumbuhan ikan akan terganggu.
Demikian pula jika kepadatan ikan terlalu rendah secara ekonornis akan
menimbulkan kerugian karena tejadi pemborosan ruang, waktu, dan biaya.
Forrnuia yang ditawarkan dalam menentukan kepadatan ikan adalah
sebagai berikut :
PPI =
BRP
Keterangan : PPI
=
Padat Penebaran lkan (kg/m3) BTP = Berat Total Panen (kg/m3)BRP
=
Berat Rata-rata Produksi Akhir (kglekor) BRT=
Berat Rata-rata Penebaran (kglekor)Misalkan petani menginginkan ikan yang akan dipanen kelak memiliki
berat rata-rata 0,5 kg/ekor, berat total saat panen 25 kg/m3, dan ikan yang akan
ditebarkan rnemiliki berat rata-rata 0,l kglekor, maka padat penebarannya sesuai dengan rumus di atas adalah 5kg/m3.
Jika wadah jaring apung yang digunakan berukuran 4x4x1,5 meter maka jumlah ikan yang hams ditebarkan pada wadah tersebut sebanyak 24 x 5 kg,
yaitu 120 kg ikan.
Di lapangan padat penebaran biasanya didasarkan pada pengalaman
tekuni, akhimya diperoleh angka penebaran yang ideal sesuai dengan kondisi
perairan setempat dan jenis ikan yang dibudidayakan.
Agar ikan yang ditebarkan tidak 1010s dari wadah budidaya, perlu sekali
diperhatikan ukuran mata jaringnya sebelumnya. Untuk penebaran ikan dengan
ukuran 50-100 gramlekor, mata jaring ukuran 2 inchi dapat digunakan,
sedangkan bila ukurannya lebih kecil lagi tentu harus menggunakan wadah
dengan mata jaring yang lebih kecil lagi.
Penebaran ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau padi hari pasa
saat kondisi perairan tidak terlalu panas agar ikan tidak stress; disamping itu juga
perlu dilakukan aklimatisasi.
Pemberian Pakan
Pada bulan pertama pemeliharaan, setiap hari pelet diberikan sebanyak
4% dari berat total ikan yang dipelihara dalam kantong jaring apung. Pada bulan
kedua, jumlah pelet dikurangi menjadi 3,5 %. Bila budidaya ini dilakukan lebih
dari dua bulan, maka jumlah pelet yang diberikan setiap hari adalah 3% dari
berat total ikan pada bulan ketiga dan keempat. Kemudian pada bulan kelima,
pelet diberikan sebanyak 2,5%. Bulan berikutnya, pelet cukup diberikan
sebanyak 2% agar kehilangan bobot ikan dapat dicegah.
Setiap hari ikan yang dipelihara diberi pelet sebanyak tiga kali, pagi, siang
dan sore. Bila jumlah pakan yang diberikan setiap hari sejumlah 3%, maka porsi
pemberian itu dibagi tiga untuk pemberian pagi, siang dan sore, masing-masing
porsinya 1%. Pemberian pakan ini hendaknya sediki demi sedikiti sesuai dengan nafsu makan ikan. Agar tidak hanyut terbuang, maka
cara
pemberian pakanSelain pakan berupa pelet, pakan tambahan lainnya dapat juga diberikan
sesuai jenis ikan yang dibudidayakan. Pakan tambahan dapat berupa dedak,
tanaman air, dedaunan, dsb.
Agar jumlah pakan yang diberikan dapat ditentukan maka setiap 7-10 hari
sekali dapat dilakukan sampling populasi. Misalnya, jumlah populasi setiap
kantong jaring sekitar 1.200 ekor. Dalam pelaksanaan sampling, ikan yang
diambil dari kantong tersebut cukup sekitar 120 ekor saja, atau sekitar 10% dari
total populasi. Kemudian ditimbang satu per satu. Misalkan beratnya rata-rata 0,2
kglekor, berarti berat populasi ikan yang ada dalam kantong tersebut adalah 240
kg. Hasil ini diperoleh dengan cara mengalikan berat rata-rata sampling (0,2 kg)
dikalikan total populasi (1.200 kg). Bila akan diberikan pelet setiap hari sebanyak
3% rnaka harus disediakan pelet sebanyak 3% x 240 kg, yaitu 7,2 kg/hari. Pengonfrolan
Kegiatan lain yang tidak boleh diabaikan dalam melakukan usaha
budidaya ikan jaring apung adalah melakukan pengontrolan terhadap kualitas air,
kesehatan ikan, keadaan wadah budidaya dan keamanan lingkungan usaha.
Pengontolan ini dimaksudkan agar usaha budidaya yang dilakukan dapat
berjalan dengan lancar dan memberikan keuntungan bagi yang
mengusahakannya.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan tergantung pada situasi yang ada. Salah satu
pertimbangan dilakukan pemanenan adalah bahwa ikan sudah mencapai ukuran
yang dikehendaki dan menguntungkan bila di jual.
Pada prinsipnya pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
cam memilih ikan-ikan yang berukuran tertentu yang dikehendaki; sedangkan
pemanenan total dilakukan terhadap seluruh ikan yang ada dalam wadah
budidaya tanpa memperhatikan ukuran tiap-tiap ikan.
lkan yang telah dipanen dapat disimpan pada jaring apung yang sudah
disediakan dan ditempatkan pada lokasi yang mengalir. Dengan cara demikian
diharapkan ikan tidak mengalami kepayahan meskipun kepadatannya tinggi.
Limbah Perikanan
Limbah perikanan adalah buangan yang dihasilkan dari proses produksi
usaha budidaya ikan. Buangan ini dapat berupa feses hasil metabolisme ikan,
dan pakan sisa yang terbuang karena tidak dikonsumsi oleh ikan.
Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping
dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik
yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak
dikonsumsi ikan budidaya. Limbah tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan
ada pula yang tidak dapat dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan
perairan. Yang dimaksud dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan
perikanan budidaya ikan dalam jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan
yang terbuang oleh ikan pada layer bawah maupun oleh ikan yang berada di
perairan bebas di luar jaring apung yang tidak dibudidayakan. Proses
menghasilkan limbah tersebut dapat dilihat pada Gambar I.
Protein yang terkandung dalam pakan merupakan komponen dasar
jaringan hewan dan zat gizi yang penting untuk memelihara hidup dan
pertumbuhan (Herper, 1989). Kebutuhan protein bagi ikan berubah-ubah sesuai
dengan perubahan siklus hidup atau tahapan hidup ikan. Ikan-ikan kecil yang
besar yang pertumbuhannya relatif lambat (Philips, 1969 dalam Hoar, 1969). Secara umum peningkatan kebutuhan protein ikan lebih dari 40% akan
mendorong ekskresi amonia (Tyler dan Calow, 1985).
Arnonia dalam air ada dalam dua bentuk, yaitu un-ionized (NH,) dan ionized (NH4) (Colt, 1974). Menurut Spote (1979) amonia adalah bentuk utama ekskresi nitrogen oleh hewan-hewan akuatik. Colt (1974) menyebutkan bahwa
amoniak merupakan komponen utama yang diekskresikan ikan-ikan air tawar
terdiri dari 6080% dari total N yang dikeluarkan. Menurut Rottman dan Shirernan (1985) amonia diekskresikan ke dalam air oleh ikan sebagai hasil metabolisrne
protein.
Selanjutnya Ming (1985) menyatakan bahwa laju ekskresi amonia
meningkat dengan cepat sebagai respon terhadap penambahan protein.
Sampath (1985) menyatakan bahwa produksi amonia berkorelasi secara linier
dengan tingkat protein dalam makanan. Kadar produksi amoniak suatu bahan
adalah sekiiar 16% dari kadar proteinnya (Herper, 1988).
Abel(1989) menyatakan bahwa amonia merupakan racun bagi kehidupan
akuatik. Toksisitas amonia nitrogen dilambangkan secara utama dalam bentuk
un-ionized amonia; sedangkan tingkat toksisitasnya, menurut Colt (1974), bervariasi dan dipengaruhi oleh pH dan temperatur lingkungannya. Ketika pH
dan ternperatusr meningkat, konsentrasi NH3-N juga meningkat. Pada pH tinggi,
jumlah dan tingkat ketoksikan amonia semakin meningkat, begitu pula bila
kelarutan oksigen menurun (Spote, 1979).
Abel(1989) rnenyebutkan kadar NH3 pada pH 8,5 dan temperatur 2 0 ' ~
sekitar 0,22 mgll. Ketika konsentrasi amonia di lingkungan air tinggi, ekskresi
arnonia oleh tubuh ikan akan berkurang sehingga te rjadi peningkatan konsentrasi
darah meningkat dan berpengaruh buruk terhadap reaksi enzim dalam tubuh.
Keberadaan amonia yang tinggi dalam darah dan jaringan karena tidak
diekskresikan, akan meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan dan
mengurangi kemampuan darah untuk mentranspor oksigen. Tingkat toksisitas
biasanya terlihat dari pertumbuhan yang rendan dan tingginya tingkat mortalitas
ikan (Spote, 1979).
Menurut Dulmiad, I, dkk. (1994), senyawa-senyawa pengkayaan
-
pencemaran yang diakibatkan oleh budidaya ikan dalam jaring apung terutama
adalah Nitrogen yang terkandung dalam pakan. Kuantitas senyawa tersebut
dalam pakan ikan bervariasi tergantung kepada jenis dan kualitas pakan. Namun
demikian pada pakan yang banyak digunakan dewasa ini biasanya terdiri dari
sekiar 12 kg Fosfor dan 55 kg Nitrogen untuk tiap ton pakan benrpa pelet. lkan
akan mengasimilasi sebagian dari ham-ham tersebut, yaitu sekitar 5 kg Fosfor
dan 14 kg Nitrogen pada rasio konversi pakan 2,O dan akan membiarkan sisanya
memasuki lingkungan sebagai limbah metabolik.
Menurut Ming (1985) tingkat toleransi hewan akuatik terhadap amonia
beragam, bergantung pada spesies, kondisi fisiologis dan kondisi lingkungannya.
Secara umum konsentrasi amonia dalam air tidak lebih dari 0,l mgll.
Konsentrasi amonia antara 0,4
-
2,O mgll dalam jangka waktu yang pendek bisaGambar 1. Hubungan Antaa Ekosistem dan Sistem Produksi Perikanan
Kualitas Air
Kualitas air secara umum diartikan sebagai peubah yang mempengaruhi
pengelolaan,kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi yang dinyatakan dalam kisaran
angka. Untuk mengetahui kualitas air tidak cukup dengan hanya mengamati
parameter-parameter tertentu. Parameter kualitas air penting bagi perikanan
disajikan pada Lampiran 9.
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No. OUMENKLHIlI1988, yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sehingga kuatiias air turun sampai ke tingkat
tertentu yang rnenyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Perairan dikatakan terpolusi atau tidak layak digunakan jika parameter-
parameter yang ada dalam perairan tersebut sudah melebihi nilai ambang batas
yang telah ditentukan. Berkaitan dengan limbah perikanan, yaitu parameter
Amoniak, jika kandungan amoniak yang dihasilkan dari usaha budidaya ikan
jaring apung dalam perairan rnelebihi nilai ambang batas sebesar maksimal
0,016 mgA maka dikatakan bahwa kegiatan usaha budidaya ikan tersebut telah
mencemari dan mengganggu lingkungan perairan.
Air sebagai media hidup organisme perairan hams mempunyaid aya
dukung kehidupan dan pertumbuhan bagi organisme yang hidup di dalamnya.
Beberapa faktor lingkungan air yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan
adalah suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, Nitrit, BOD dan COD.
a) Suhu
Suhu air berperan dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota
air, serta mempengaruhi kehidupan organisme air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Peningkatan suhu
meningkatkan konsumsi oksigen dan te Qadi penguraian set. Menurut Imawan,
1987, suhu air media hidup ikan juga dapat mempengaruhi aktivitas organisme
dalam mencari makan. Selain itu, suhu air dapat mempengaruhi sekresi dan
aktivitas tubuh ikan dan toleransi suhu setiap kan berbeda-beda. Pada
umumnya, suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan adalah antara 2 7 ' ~
-
30'~.b) Oksigen Terlarut
Pada budidaya ikan kadar oksigen terlarut dalam air merupakan
parameter pentbahan kualitas air yang paling kritis karena oksigen terlarut ini
sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme
,
yaitu untuk pemafasan,pertumbuhan dan metabolisme. Kebutuhan organisme terhadap oksigen
tergantung dari jenis, stadia dan aktivitasnya.
Agar ikan dapat hidup layak dan kegiatan budidaya ikan berhasil, maka
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 mgn. Menurut Susanto,
1992, kadar oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan ikan dalam kolam sebanyak 5
-
6 mgA, dan kandungan oksigenterlarut kurang dari
0,3
mgn akan menyebabkan kematian ikan, batas terendahkandungan oksigen yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan ikan adalah
1,O mgll.
c) Karbondioksida
Karbondioksida dalam air berasal dari dekomposisi bahan organic, difusi
dari udara dan pemafasan (Boyd dan Lichkoppler, 1979). Kandungan
karbondioksida yang baik agar tidak mengganggu kehidupan ikan adalah tidak
lebih- dari 5 mgll dan ikan dapat mentolerir kandungan karbondioksida lebih dari
d) Nitrit
Nitrogen merupakan salah satu unsure penting bagi pertumbuhan
organisme dan unsure utama pembentuk protein. Nitrogen dalam air berbentuk
N2 yang segera berubah menjadi senyawa lain seperti Nitrit, Nitrat, ammonium
dan Arnonia. Secara umurn, dalarn perairan beroksigen tinggi Nitrit ada dalarn
jumlah sedikit, karena dengan tingginya oksigen nitrit akan berubah menjadi
nitrat, sedangkan nitrit akan menjadi ammonia pada perairan tanpa oksigen.
Peranan utama nitrit adalah dalam perubahan transfer oksigen, oksidasi
persenyawaan penting dan rusaknya jaringan organ respirasi. Nitrit merupakan
senyawa oksidan yang kuat. Nitrit mengoksidasi ion ferro dalam haemoglobin
sehingga menghalangi pembentukan sel darah merah. Menurut
Tiensongrusmee, et all, 1988, kandungan nitrit dalam air tidak boleh lebih dari 6
rngn.
e) BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan mikro organisme atau bakteri aerobik di dalam air untuk memecahkan
(mendegradasi) dan menstabilkan bahan buangan organic yang ada di dalam
lingkungan air tersebut. Sebenamya peristiwa penguraian bahan buangan
erganik melalui proses oksidasi oleh mikro organisme di dalam lingkungan air
adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila mengandung oksigen yang
cu kup.
Jumlah mikro organisme di dalam lingkungan perairan etrgantung pada
tingkat kebersihan air. Air yang jernih bisanya mengandung mikro organisme
yang relatif sedikit dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan bahan
buangan organik disebut bakteri aerobik, sedangkan mikro organisme yang tidak
memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik.
Proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh
mikro organisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut :
CnH,ObN, + (n + a14
-
W2-
3c/4)02 nC02 + (a12-
3cM) H20 + cNH3Bahan organic oksigen Bakteri aerobik Karbondioksida Air Amonia
Dari reaksi di atas, bahan buangan organic dipecah dan diuraikan
menjadi gas COz, air dan gas NH3. Timbulnya ammonia inilah yang
menyebabkan bau busuk pada perairan yang tercernar oleh bahan buangan
organik.
Reaksi tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira 10 hari.
Dalam waktu 2 hari reaksi diperkirakan mencapai 50%, dalam waktu 5 hari sekitar 75%.
Makin besar BOD dalam perairan maka persediaan oksigen terlarut yang
berada di dalamnya makin berkurang. Oksigen terlarut dalam air apabila
kandungannya menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah
bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila
oksigen terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam
keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan rnengambil alih tugas untuk memecah
bahan buangan yang ada di dalarn air.
Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikro organisme aerobik dan
Kondisi Aerobik Kondisi Anaerobik
S
---+
H2S04 S.-+
H2SP
-
&PO4 P-
PH3+ komponen PHasil percobaan pada kondisi anaerobic pada umumnya berbau tidak enak
sebagai contoh amin berbau amis dan anyir, dan H2S serta komponen posfor
berbau busuk.
f) COD (Chemical Oxygen Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar bahan buamngan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui
rekasi kimia. Dalam ha1 ini bahan buangan organic akan dioksidasi oleh Kalium
bichromat menjadi gas COz dan H20 serta sejumlah ion Chrom. K2Cr2Q
digunakan sebagai sumber oksigen. Oksidasi terhdap bahan buangan organik
akan mengikuti reaksi sebagai berikut :
Kat
Reaksi tersebut pedu pemanasan dan penambahan katalisator Perak
sulfat (Ag2S04) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam buangan organic ada
unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri
sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat mengganggu
Apabila dalam larutan air terdapat Chlorida, maka oksigen yang
diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenamya.
Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organic tidak dapat
diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion
Chlor menjadi merkuri chlorida mengikuti reaksi berikut :
Wama larutan air yang mengandung bahan buangan organic sebelum
reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan
berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah Kalium bichromat yang
dipakai pada reaksi tersebut. Makin banyak Kalium bichromat yang dipakai pada
reaksi oksidasi makin banyak oksigen yang dipedukan. Ini berarti air makin
banyak tercemar oleh bahan buangan ~rganik.
Teori Kelayakan Usaha
Rasio Manfaat Biaya
Secara rasional, setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu lingkungan
tertentu akan menimbulkan dampak berupa manfaat (advantages) dan kerugian (disadvantages) terhadap lingkungan. Secara ekonomis, manfaat dapat dapat disebut juga sebagai benefit sedangkan kerugian dapat disebut sebagai cost. Selisih antara benefit dan biaya lingkungan adalah keuntungan lingkungan (gain environmental). lmbangan benefit dan biaya yang positif (>
0)
mengindikasikan bahwa kegiatan yang dilakukan secara totalitas memberikan manfaat yangmenguntungkan bagi lingkungan (Tumer, Pearce dan Bateman, (1994)).
Analisis imbangan manfaat-biaya merupakan salah satu kriteria dalam
manfaat-biaya merupakan perbandingan antara benefit kotor atau total
pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan, atau
jika dirumuskan adalah sebagai berikut :
Total penerimaan Rasio Manfaat Biaya (BIC rasio)
=
Total biaya
Jika nilai BIC rasio lebih besar dari satu berarti usaha tersebut layak
untuk dilakukan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan.
Untuk BIC rasio sama dengan satu berarti aliran kas masuk (cash
inflow)
samadengan aliran kas keluar (cash
ouMow).
Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan eksploitasi sumberdaya lingkungan selama ini cenderung hanya berorientasi ekonomis yakni
mengejar keuntungan yang sebesar-besamya tanpa atau kurang memperhatikan
pertimbangan dampak terhadap lingkungan. Apabila ha1 ini terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan kehancuran lingkungan akan semakin dipercepat
yang pada akhimya kembali akan merugikan manusia itu sendiri.
1 ) Benefit (Manfaat)
Secara ekonomis, benefit diartikan sebagai hasil kali total kuantitas output
(Q) dari suatu proses produksi dengan harga yang terbentuk di pasar (P) yang
dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu (Sukimo, 1985). Besamya benefit
dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut
Bt
=QtxPt
Keterangan : Bt = benefit pada waktu produksi ke-t Qt = kuantitas produksi pada waktu ke-t
Dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring apung, benefit usaha
diperoleh dari penjualan ikan hasil budidaya pada tingkat produksi dan harga
tertentu. Menurut Yung (1981), besamya produksi dari usaha budidaya ikan
dipengaruhi oleh stocking rate, survival rate dan growth rate. Peningkatan
stocking rate dalam kolam jaring apung dapat dilakukan melalui pemberian
pemupukan dan pemberian pakan secara intensif, polikultur, manipulasi stock
dan peningkatan aerasi. Survival rate dari kolam jaring apung dapat ditingkatkan
melalui manajemen kolam yang baik seperti stocking rate yang benar, tepat jenis
dan jumlah pakan atau pupuk, kualitas air yang baik serta pencegahan hama
penyakit ikan. Peningkatan survival dan growth rate sangat tergantung dari
perbaikan genetik ikan yang dibudidayakan seperti selective breeding dan
hibridisasi serta manajemen kolam.
Disamping dengan peningkatan produksi budidaya, peningkatan income
bagi petani kolam jaring apung juga dapat ditingkatkan melalui upaya
peningkatan harga jual ikan dan penurunan biaya produksi dan biaya
ekstemalitas.
2) Cost (Biaya)
Secara ekonomis, cost diartikan sebagai sejumlah biaya yang dikeluarkan
untuk pembelian input yang akan digunakan dalam suatu proses produksi barang
atau jasa yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu. Analisa biaya dalam
suatu proses produksi dapat dibedakan menurut jangka waMu kegiatan usaha,
yaitu jangka pendek (shorttern), dimana sebagian input produksi tidak dapat
ditambah jumlahnya; dan jangka panjang (longtern) dimana semua faktor
1 Biaya produksi dalam jangka waktu pendek
Analisa biaya produksi dalam jangka waktu pendek dapat dibedakan
menurut berubah atau tidaknya jumlah faktor produksi yang digunakan. Apabila
jumlah suatu faktor produksi yang dikeluarkan jumlahnya selalu berubah-ubah,
maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya. Biaya
produksi demikian disebut sebagai biaya variabel (variable cost). Dan apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap maka biaya produksi
yang dikeluarkan juga tetap. Biaya produksi demikian disebut sebagai biaya tetap
(Fixed cost).
Analisis biaya produksi juga menganalisis mengenai biaya produksi total
(total cost), biaya produksi rata-rata (average cost) dan biaya produksi marginal (marginal cost).
a) Total Cost
- Biaya Total (Total Cost)
Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan
untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total (TC) diperoleh dari
menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total ( T K ) . Dengan demikian, biaya total dapat dihitung dengan menggunakan
formula berikut :
TC
=
TFC + TVC- Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost)
Biaya tetap total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya.
Biaya berubah total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.
b) Average Cost
- Biaya Total Rata-rata (Total Average Cost)
Biaya total rata-rata adalah keseluruhan biaya rata-rata yang digunakan
untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total rata-rata (AC) diperoleh dari penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dan biaya berubah rata-rata (AVC) atau hasil pembagian antara biaya total (TC) dan kuantitas produksi (Q). Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan
formulas berikut :
AC
=
TCIQ atauAC
=
AFC + AVC-
Biaya Tetap Rata-rata (Average Fixed Cost)Biaya tetap rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor
produksi yang tetap jumlahnya. Biaya tetap rata-rata diperoleh dengan
cara membagi biaya tetap total (TFC) dengan kuantitas produksi (Q), yang diformulasikan sbb :
AFC
=
TFCIQ- Biaya Berubah Rata-rata (Average Variable Cost)
Biaya berubah rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor
produksi yang berubah-ubah sifatnya. Biaya berubah rata-rata (AVC) diperoleh dengan cara membagi biaya berubah total (WC) dengan kuantitas produksi (Q), yang di formulasikan sbb :
c) Biaya marginal (Marginal Cost)
Biaya marginal adalah perubahan (kenaikanlpenurunan) baya produksi
yang dikeluarkan untuk menambah atau mengurangi produksi sebanyak satu
unit. Biaya marginal dapat dihitung dengan formula berikut :
MCn
=
TCn-
TCn.,Keterangan : MC,
=
biaya marginal produksi ke-nTCn
=
biaya total pada waktu jumlah produksi adalah nTCn-l
=
biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n-IBesamya biaya marginal juga dapat dihitung dengan menggunakan
formula berikut :
Keterangan : MC,
=
biaya marginal produksi ke-nA TC
=
perubahan jumlah biaya totalA Q
=
perubahan kuantitas produksi2) Biaya produksi dalam jangka panjang
Dalam jangka panjang setiap kegiatan usaha dapat menambah semua
faktor produksi yang digunakannya. Dengan demikian ongkos produksi tidak
perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya berubah. Dalam jangka
panjang tidak ada biaya tetap, semua pengeluaran merupakan biaya berubah.
Biaya produksi budidaya ikan dalam kolam jaring apung dari satu spesien
yang sama adalah berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya karena adanya
perbedaan dalam kondisi iklim dan topografi, dalam teknologi yang digunakan,
dalam jarak dari lokasi budidaya dengan lokasi benih dan pemasaran, dalam
lainnya karena adanya perbedaan dalam skill manajemen, skala usaha dan
teknologi.
Biaya produksi utama dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring
apung meliputi biaya konstruksi, pakan, stocking material, tenaga kerja dan
pemasaran. Dalam banyak kasus, interest rate dan sumberdaya keluarga jarang
dipehitungkan dalam proses produksi (Yung, 1981).
Pay Back Periods (PBP)
Pay back periods adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan secara akumulatif sama dengan jumlah investasi.
Analisis PBP dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui
berapa lama usaha yang dikerjakan baru dapat rnengernbalikan investasi.
Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah usaha, sernakin baik
usaha tersebut karena sernakin lancar perputaran modalnya.
Pehitungan PBP dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : T,,
=
Tahunsebelum terdapat PBPI
=
lnvestasiB
,,
= Benefit sebelurn PBPBP = Benefit pada PBP
Break Event Point (BEP)
menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya.
Semakin lama sebuah perusahaan mencapai titik pulang pokok, sernakin besar
saldo rugi karena keuntungan yang diterirna masih menutupi segala biaya yang
telah dikeluarkan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut :
F C
BEP =
P-VC
Keterangan : FC = Fixed Cost, biaya tetap, biaya investasi awal
P
=
Price, harga produkVC = Variable Cost atau biaya berubah, biaya produksi
keseluruhan dibagi jumlah produksi keseluruhan
Profitability Index (PI)
Profitability index rnerupakan suatu rasio antara selisih benefit dengan
biaya operasi dan pemeliharaan, dan jumlah investasi. Ukuran yang digunakan
untuk menilai kelayakan sadalah sama dengan BlC rasio, yaitu apabila PI lebih besar dari satu maka usaha tersebut layak dilakukan, jika PI lebih kecil dari satu
maka tidak layak, dan jika PI sama dengan satu berada dalarn keadaan BEP.
Rurnus PI adalah sebagai berikut :
Total profit PI =
E
ksternalitasEkstemalitas biasanya didefinisikan sebagai efek samping yang timbul
atau te qadi dari kegiatan produksi dan konsumsi yang berpengaruh positif
maupun negatif. Ekstemalitas positif merupakan dampak yang timbul dari suatu
aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kesejahteraan atau manfaat bagi
lingkungan, sedangkan ekstemalitas negatif merupakan cost lingkungan yang
menyebabkan menurunnya atau menghilangnya kesejahteraan lingkungan
(Tumer, Pearce dan Bateman, 1994).
Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping
dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik
yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak
dikonsumsi ikan budidaya atau yang disebut dengan limbah organik. Limbah
tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan ada pula yang tidak dapat
dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan perairan. Yang dimaksud
dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan perikanan budidaya ikan dalam
jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan yang terbuang oleh ikan pada
layer bawah maupun oleh ikan yang berada di perairan bebas di luar jaring
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bulan OMober
-
Pebruari 2000, di lokasi-lokasi unit usaha budidaya ikan jaring apung yang tersebar di Waduk Saguling
yang secara administrasi terdapat di wilayah DT II Kabupaten Bandung, Propinsi
Jawa Barat.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data primer dalam
penelitian ini adalah metode survey (Survey Mefhode), terhadap para petani ikan
KJA di Waduk Saguling khususnya para petani ikan di daerah Bongas (hulu),
yang mewakili lokasi yang padat KJA, dan daerah Cigelap (hilir), yang mewakili
lokasi yang relatif jarang KJA.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dari responden sasaran
adalah teknik wawancara langsung dengan menggunakan kuestioner. Isi
kuesioner antara lain meliputi identitas responden, keragaan bioteknis, ekonomis
dan kelembagaan usaha tani ikan KJA, darnpak lingkungan dan permasalahan
usaha tani.
Responden yang dijadikan sasaran utama dalam survey ini adalah petani
ikan jaring apung yang terdapat di Waduk Saguling serta dinas instansi terkait
seperti UPT Saguling, Dinas Perikanan Kabupaten Bandung dan Dinas
Perikanan Propinsi Jawa Barat; sedangkan untuk data mengenai kondisi kualitas
33
terkait seperti PT. PLN (Persero) Unit Saguling, PPSDAL UNPAD dan hasil.riset
Perguruan Tinggi.
Penentuan Besaran Contoh
Jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak
125 orang atau sekitar 10 % dari total RTP petani ikan jaring apung yang ada
di Waduk Saguling. Penentuan besaran contoh tersebut dianggap sudah cukup
representatif karena syarat minimal jumlah sampel untuk pendekatan RRA sebesar 2% dari total populasi yang ada. Disamping itu berdasarkan hasil survey,
kondisi pengetahuan dan pemahaman responden tentang kegiatan usaha KJA
relatif homogen.
Metode Analisis Data
Fokus dari riset ini adalah untuk melihat keragaan manfaat dan biaya
sebagai indikator kelayakan dari usaha budidaya ikan daiam KJA di Waduk
Saguling menurut skala kolam. Secara rinci, variable yang hendak dilihat meliputi
perforrna manfaat-biaya finansial internal usaha budidaya ikan KJA dan
gambaran ekstemalitas yang ditimbulkan dari usaha budidaya ikan tersebut.
Metode yang digunakan untuk menilai kelayakan finansial usaha tani ikan
KJA ini adalah metode analisis investasi usaha dengan kriteria investasi yang
digunakan antara lain meliputi kriteria B/C rasio, Pay back Periods, Break Event Point dan Profitability Index.
BIC rasio
Analisis BIC rasio merupakan perbandingan antara benefit kotor atau total pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan, atau
Total penerimaan BIC rasio =
-
--
Total biaya
Jika nilai BIC rasio lebih besar dari satu berarti usaha tersebut layak untuk dilakukan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan.
Untuk BIC rasio sama dengan satu berarti aliran kas masuk (cash inflow) sama dengan aliran kas keluar (cash outflow).
Pay Back Periods (PBP)
Pay beck periods adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan secara akumulatif sama dengan jumlah investasi.
Analisis PBP dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui
berapa lama usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi.
Semakin cepat dalam pengembalian b