• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat"

Copied!
254
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)

MAN FAAT-BIAYA

USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG

Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT

OLEH :

IWANG GUMILAR

PROGRAM

PASCA

SARJANA

(134)

ABSTRAK

IWANG GUMILAR. Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling Jawa Barat. Dibimbing oleh KOOSWARDHONO

MUDIKDJO dan SOETRISNO SUKIMIN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan manfaat dan biaya

sebagai dasar untuk melihat kelayakan dari usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling menurut skala usaha.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode survey. Responden sasaran adalah para petani ikan KJA di Waduk Saguling dan dinas instansi terkait. Teknik pengumpulan data adalah teknik wawancara langsung dengan menggunakan kuestioner. Jumlah responden yang dijadikan

sampel sebanyak 125 orang atau sekitar 10% dari total RTP petani ikan KJA di

Waduk Saguling. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah

metode deskripsi kuantitatif dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan usaha seperti kriteria BIC rasio, Pay back Periods, Break Event Point dan Profitability Index.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

61 Usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Waduk Saguling

masih layak dilakukan dengan kecenderungan bahwa tingkat kelayakan finansial dari usaha budidaya ini semakin besar dengan peningkatan

jumlah kolam untuk tiap unit KJA (scale effect).

Upaya meningkatkan keuntungan atau kelayakan usaha dari usaha

budidaya ikan datam KJA di Waduk Saguling melafui upaya penambahan unit kolam untuk setiap unit KJA di Waduk Saguling secara agregat tidak dapat dilakukan mengingat daya dukung lingkungan di waduk ini sudah tidak memungkinkan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah

dengan cara melakukan penggabungan unit-unit KJA yang ada, yang memiliki jumlah kolam sedikit.

(135)

Altemati cara untuk mengurangi jumlah limbah pakan yang terbuang ke perairan dari KJA di Waduk Saguling antara lain pemberian pakan secara manual; pengaturan pola tanam dan penggunaan teknologi jaring berlapis.

(136)

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang be rjudul :

"MANFAAT-BlAYA USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG Dl WADUK SAGULING,

JAWA BARAT"

adalah benar hasil karya sendiri. Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(137)

MANFAAT-BIAYA

USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT

Tesis

sebagai salah

satu

syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

P R O G W

PASCA

SARJANA

(138)

Judul Tesis : Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat

Nama : lwang Gumilar

Nomor Pokok : 99240 / PSL

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui,

1. Kornisi Pernbimbing

A

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. M.S.

ram Pascasa jana

(139)

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Pebruari 1967 di Kota Sumedang dan

merupakan anak kedua dari Bapak Engkos Suryamana dan Ibu Engka Sukaesih.

Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Menengah dan

Sekolam Lanjutan Xngkat Atas diselesaikan di Sumedang. Penulis memperoleh

gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas

Padjadjaran pada tahun 1993.

Sejak tahun 1994 sampai sekarang, penulis beke j a sebagai staf pengajar

pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Pada

bulan September 1999, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi

di Program Pascasajana hstitut Pertanian Bogor pada Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas bantuan Beasiswa

(140)

PRAKATA

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulisan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah :

"Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Janng Apung Di Waduk Saguling, Jawa Barat. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi syarat penyelesaian tugas akhir Program Magister Sains (S-2) pada Program Pascasajana lnstiiut

Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSG., dan Bapak Dr. Sutrisno Sukimin sebagai komisi pembimbing yang telah memberi

petunjuk dna bimbingan dalam penelitian dan penulisan.

2. Ibu Direktur Program Pascasajana lnstitut Pertanian Bogor yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan Program S-2.

3. Pimpinan Proyek Beasiswa Program Pascasajana (BPPs) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

Pascasa jana di lntiiut Pertanian Bogor.

4. Bapak Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama

mengikuti pendidikan Program 5-2.

5. S e l u ~ h Sivitas Akademika lnstitut Peltanian Bogor dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran

penelitian dan penulisan tesis ini.

Penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada keluarga atas

pengertian, pengorbanan, dorongan dan do'anya bagi penulis dalam menempuh pendidikan. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan

yang layak dari-Nya. Amin. Terima kasih.

Bogor, Mei 2002

(141)

Halaman DAFTAR IS1 ...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

PENDAHULUAN

...

Latar Belakang

...

Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ...

Manfaat Penelitian ...

TINJAUAN PUSTAKA

...

Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung

...

Pengertian. Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA ...

Sarana Produksi Budidaya

...

Teknik Budidaya

...

Limbah Perikanan

...

Kualitas Air

...

Teori Kelayakan Usaha

...

.

.

...

METODE PENELITlAN

...

Waktu dan Lokasi Penelitian ...

Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...

Penentuan Besaran Contoh ...

Metode Analisis Data ...

(142)

KONDlSl UMUM

...

37

Sejarah Pengembangan KJA di Waduk Saguling

...

Kegiatan Sekitar Waduk ... Perkembangan RTP Petani lkan

...

Perkembangan Jaring Apung

...

Perkembangan Produksi lkan

...

Perkembangan Kematian lkan

...

Karakteristik Petani lkan KJA ...

Teknik Budidaya Kolam Jaring Apung

...

... Kondisi Kualitas Perairan

...

Kebijakan Pemerintah

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tani lkan KJA

...

Limbah Pakan KJA dan Biaya Ekstemalitas ...

Upaya Pengelolaan Limbah Pakan

...

KESIMPULAN DAN SARAN

...

...

Kesimpulan

... ...

Saran

.

.

.

...

DAFTAR PUSTAKA

(143)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Kandungan Gizi Berbagai Bahan Pelet

...

Data Hidromorfologi Waduk Saguling ...

RTP Di Waduk Saguling. 1986-1 999 ...

Perkembangan KJA di Waduk Saguling 1986-1 999 ...

Produksi lkan KJA di Waduk Saguling 1986-1999 ...

Kematian lkan KJA di Waduk Saguling 1986-1997 ...

Tingkat Umur. Pendidikan. Status Pemilikan ...

Hasil pengukuran sedimen tahunan

.

1985-1 999

...

Ringkasan Komponen Biaya dan Penerimaan

...

Keragaan Manfaat. Biaya dan Keuntungan ...

lndeks Profitabilitas Usaha Budidaya lkan KJA ...

Pendapatan Petani Usaha Budidaya lkan KJA

...

Rekapitulasi Kelayakan Usaha

...

Perkiraan Jumlah Rata-rata Pemberian Pakan

...

Perkiraan Jumlah Pakan Sisa Rata-rata yg Terbuang

...

Nilai Pakan Sisa

...

Perbandingan Biaya Limbah Pakan dan Biaya Usaha Tani .

Jumlah KJA. Produksi dan Kematian lkan ...

(144)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

(145)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

I Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Waduk Saguling

...

2 Suhu Air Waduk Saguling

...

3 Kadar Oksigen Terlarut di Waduk Saguling

...

4 Kadar Karbon Dioksida di Waduk Saguling ... 5 Nilai pH di Waduk Saguling ... ... 6 Kadar H2S di Waduk Saguling

...

7 Kesadahan Air di Waduk Saguling

...

8 Poia Konstruksi Jaring Apung di Waduk Saguling ...

9 Kriteria Kualitas Air Untuk Perikanan ...

10 Perhitungan Kelayakan Usaha Budidaya lkan KJA

...

... ...
(146)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Waduk Saguling terletak sekitar 40 km di sebelah barat kota Bandung.

Secara topografis terletak pada suatu cekungan dengan ketinggian berkisar

antara 550

-

650 mdpl. Waduk ini merupakan waduk serbaguna yang berfungsi

sebagai pengendali banjir, pariwisata dan kegiatan perikanan.

Kegiatan perikanan yang dilakukan di Waduk Saguling adalah usaha

budidaya ikan dalam kolam jaring apung (KJA) yang dilakukan secara intensif,

yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi dan

penyediaan komoditi ikan khususnya ikan air tawar bagi masyarakat di daerah

Jawa Barat dan sekitamya. Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Jawa

Barat (1999), produksi ikan KJA dari Waduk Saguling tercatat sekitar 1.262 ton

atau sekitar 7,49% dari total produksi ikan air tawar di Jawa Barat.

Jumlah jaring apung di Waduk Saguling dari sejak pertama dioperasikan

tahun 1986 hingga 1999 mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan

laju peningkatan sekitar 2.027,40%. Hingga tahun 1999 jumlah jaring apung

tercatat sekitar 4.425 unit. Perkembangan yang pesat ini menunjukkan bahwa

kegiatan usaha budidaya ikan dalam KJA ini memberikan keuntungan yang

menjanjikan bagi para petaninya.

Berdasarkan informasi sementara dari dinas perikanan, kegiatan usaha

budidaya ikan KJA di Waduk Saguling, profitabilitasnya dari tahun ke tahun

semakin menurun, sejalan dengan kondisi kualitas air yang juga semakin

(147)

Berdasarkan hasil penelitian Costa-Pierce et a1.(1990), Pusat Penelitian

Masalah Pencemaran Lingkungan (1991) dan PPSDAL Unpad (1999) diketahui

bahwa perairan Waduk Saguling sudah tercemar sedang sampai berat oleh

limbah ekstemal dan intemal waduk. Limbah ekstemal umumnya bersumber dari

limbah pertanian, domestik dan industri yang berasal dari upstream dan sekitar

waduk, sedangkan limbah intemal umumnya bersumber dari aktivitas perikanan

budidaya yang dilakukan di perairan waduk. Pencemaran ini pada saat-saat

tertentu tenrtama ketika tejadi arus balik sering menyebabkan terjadinya

kematian ikan secara massal di waduk ini yang sangat merugikan petani ikan.

Walaupun demikian temyata minat para petani untuk berwwk tanam ikan dalam

KJA tetap tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah rumah tangga perikanan

(RTP) dan KJA yang terus meningkat.

Disamping memberikan manfaat intemal seperti memberikan kesempatan

ke rja dan peningkatan pendapatan bagi para petani dan buruh tani ikan, kegiatan

perikanan KJA di Waduk Saguiing, juga memberikan multiflier effect bagi rantai- rantai usaha yang terkait dengan kegiatan budidaya ikan, baik rantai hulu

maupun hilir produksi perikanan baik sebagai penyedia sarana produksi

perikanan maupun sebagai pengolah dan pemasar produk perikanan.

Budidaya ikan secara intensif ini, disamping memberikan manfaat juga

potensial menimbulkan biaya bagi masyarakat dan lingkungan di sekitamya

berupa limbah pakan dan hasii metabolisme ikan yang akan memberikan

kontribusi terhadap pencemaran perairan waduk. Pencemaran ini disamping

akan merugikan bagi petani ikan itu sendiri juga akan memberikan dampak

(148)

Perumusan Masalah

Profit umumnya merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh setiap

bentuk usaha yang dilakukan oleh masyarakat termasuk oleh para petani ikan

KJA yang ada di Waduk Saguling. Kegiatan apapun akan dilakukan oleh para

petani selama dalam ukuran ekonomi masih memungkinkan, untuk memperoieh

profit sebesar-besarnya dengan menggunakan sumberdaya yang sehemat-

hematnya.

Banyaknya peminat usaha budidaya ikan dalam KJA di Waduk Saguling

mengindikasikan bahwa kegiatan usaha ini diduga menjanjikan keuntungan yang

besar bagi para pelakunya. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari setiap

kegiatan usaha merupakan indikator kelayakan finansial bagi kegiatan usaha

tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kelayakan usaha budidaya

ikan KJA ini, perlu dilakukan pengujian finansial dengan menggunakan

parameter-parameter kelayakan investasi tertentu.

Pada hakekatnya, kelayakan investasi didasarkan atas imbangan antara

manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut dengan biaya yang

ditimbulkannya. Dalam penelitian ini akan diteliti bagaimana performa manfaat

dan biaya dari kegiatan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling sebagai

indikator kelayakan usaha. Dalam kenyataannya di lapangan skala usaha

budidaya ikan KJA, dalam ha1 ini jumlah kolam untuk setiap unit KJA adalah

bervariasi dari mulai empat hingga 12 kolam per unit KJA. Oleh karena itu,

secara lebih spesifik, akan diteliti kelayakan usaha budidaya ikan KJA di Waduk

(149)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

o

Mengetahui performa manfaat dan biaya dari kegiatan usaha budidaya

ikan dalam KJA di Waduk Saguling sebagai indikator kelayakan usaha menurut skala kolam.

o

Mengetahui biaya ekstemalitas dari usaha budidaya ikan dalam KJA

yang ada di Waduk Saguling. -

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan

dalam proses pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam menetapkan

kebijakan lingkungan khususnya dalam pengelolaan usaha budidaya ikan KJA.

Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi para pelaku

usaha budidaya ikan KJA untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan sumberdaya

yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga diharapkan kelak para petani

dapat lebih baik lagi dalam mengelola usahanya terrnasuk upaya menekan

(150)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung

Budidaya karamba atau jaring apung dimulai di Asia Tenggara seperti di

kemukakan oleh Pantalu, 1979, yaitu di Kamboja dimana para nelayan di sekitar

Great Lake memelihara ikan lele (Clarias spp) dan ikan-ikan komersial lainnya dalam karamba bamboo atau rotan dan keranjang-keranjang. Dari sini kemudian

menyebar ke Vietnam, Thailand dan negara-negara lndocina lainnya.

Di Indonesia budidaya karamba dengan bambu terapung telah dijumpai

sejak 1922 di Danau Mundung Jambi untuk memelihara ikan liar seperti

Leptobarbus hoeveni (Reksalegora, 1979). Sejak itu meluas ke daeradaerah lain. Di Pulau Jawa karamba dari bamboo yang direndam dalam air atau

dijangkar ke dasar sungai, untuk memelihara ikan mas telah berkembang pada

tahun 1940-an.

Dalam 15 tahun terakhir budidaya karamba telah tersebar luas di lebih

dari 35 negara, yaitu Eropa, Asia, Afrika dan Amerika, dan pada tahun 1978 lebih

dari 70 spesies ikan air tawar telah dibudidayakan.

Pengettian, Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA

Budidaya ikan di jaring apung adalah cara memelihara ikan yang

dilakukan dalam wadah yang berupa kantong jaring yang letaknya terapung pada

permukaan air, biasanya terdapat pada permukaan air waduk atau danau yang

sifat aimya tidak tergenang atau tidak terlalu deras aliran aimya.

Penyebab wadah tersebut menjadi terapung karena disangga oleh benda

yang sifatnya terapung, seperti drum, dan dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk

(151)

Terdapat beberapa keuntungan teknis yang dapat diperoleh dari sistem

budidaya ikan di jaring apung, diantaranya tidak perlu membuat kolam sehingga

tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pengadaan lahan; intensifikasi

produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan; pesaing dan

pemangsa ikan mudah dikendalikan; serta pengelolaan dan pemanenan ikan

tidak terlalu rumit. Dengan demikian, keuntungan secara ekonomis tidak perlu

diragukan lagi.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan, waduk-waduk di

Indonesia mulai terancam kelestariannya karena pengelolaan waduk sudah tidak

optimal lagi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya waduk-waduk yang

tercemar berat sehingga terganggu fungsi-fungsi ekosistem yang ada di

dalamnya.

Ada beberapa syarat yang haws diperhatikan dalam melakukan usaha

budidaya ikan di jaring apung, diantaranya syarat sosial ekonomis dan ekologis.

Syarat sosial ekonomis meliputi ketersediaan aksesibilitas yang memadai,

te rjaminnya keamanan usaha dari gangguan yang mungkin te rjadi, kemudahan

mendapatkan tenaga ke rja, kemudahan memperoleh sarana produksi untuk

usaha, serta sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang tata wang dan

pengembangan perikanan. Sedangkan syarat ekologis meliputi luas perairan

yang memadai, volume air cukup besar dan memungkinkan untuk melakukan

usaha budidaya, arus air tidak terlalu deras, kedalaman air minimal tersedia,

(152)

Sarana Produksi Budidaya

Kantong Jaring apung

Ukuran kantong jaring yang dipergunakan sebagai wadah budidaya tidak

ada batasannya. Namun ukuran kantong jaring yang biasa digunakan di

lapangan bervariasi, mulai dari

2~2x2

meter hingga

9~9x2

meter. Di pasaran

hingga saat ini, kurang tersedia wadah berupa kantong jaring yang siap pakai,

sehingga untuk itu harus merancang sendiri sesuai dengan ukuran yang

dikehendaki.

Rakit Budidaya

Rakit budidaya berfungsi sebagai tempat untuk rnengaitkan wadah jaring

budidaya. Rakii ini dapat terbuat dari bambu, kayu, dan besi. Penggunaannya di

lapangan tergantung dari ketersediaan dana yang dimiliki. Namun, umumnya

yang banyak digunakan oleh para petani ikan adalah rakit yang terbuat dari

bambu. Rakii disusun dalam bentuk empat bujursangkar dan sudut pertemuan

rakit diikat dengan tali ijuk atau kawat agar kedudukan masing-masing rakit

rnenjadi kokoh dan tidak bergeser.

Rakit tersebut agar dapat berfungsi masih memerlukan beberapa

peralatan lain seperti pelampung rakit dan jangkar rakit. Pelampung rakit

urnurnnya rnenggunakan drum bekas. Pelarnpung ini dipasang pada setiap sudut

rakit dengan kokoh agar tidak bergeser dari posisinya. Jangkar berguna agar

rakit tidak hanyut di perairan. Jangkar terbuat dari berrnacam-rnacarn bahan

seperti dari besi, semen beton dan batu yang dibungkus dalarn kantong jaring.

Gudang, Rumah Jaga dan Perahu

Sarana penunjang lainnya yang tidak kalah pentingnya bagi usaha

(153)

dan rumah jaga ini dindingnya dapat terbuat dari kayu atau bilik bambu, atapnya

dapat berupa rumbia, seng atau plastik bergelombang.

Ukuran gudang dan rumah jaga dapat disesuaikan dengan ukuran rakit

yang menopangnya. Oleh karena itu diupayakan agar bahan untuk gudang dan

rumah jaga ini tidak terlalu berat sehingga tidak membebani rakii lebih berat lagi.

Karena umumnya letak jaring budidaya terdapat di tengah perairan yang

agak dalam, maka kehadiran sarana transportasi seperti perahu sangat penting

untuk membawa orang, pakan, benih ikan, maupun ikan hasil panen dari darat ke

lokasi budidaya dan sebaliknya. Ukuran perahu ini disesuaikan dengan daya

angkut yang dikehendaki.

Alat-alat bantu

Alat-alat bantu yang digunakan dalam usaha budidaya ikan jaring apung

meliputi alat bantu pemeliharaan dan pemanenen; seperti serok untuk

menangkap ikan, ember, anco, tempat pakan, blower, gas, karet, plastik atau

fiberglass untuk mengangkut ikan dan timbangan.

lkan Budidaya

Jenis ikan yang akan dibudidayakan dalam jaring apung seyogyanya ikan

yang mempunyai nilai ekonomis tinggi mengingat sistem budidaya ini merupakan

usaha yang bersifat padat modal.

Beberapa jenis ikan ekonomis yang dapat dibudidayakan di jaring apung

diantaranya lkan Mas (Cypnnus capio), Nila Merah (Oreochromis sp), Nila GIFT

(Oreochmmis niloticus), Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Jambal (Pangasius

pangasius), Gurame (Osphronemus gouramy), Tawes (Puntius gonionotus), dan

beberapa jenis ikan hias seperti ikan Botia (Botia macracanta), Koki (Carasius

(154)

Pakan

Dalam budidaya ikan secara intensif pemberian pakan berupa pelet

sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan ikan budidaya karena dalam

pelet biasanya terkandung komponen-komponen pakan yang mengandung nilai

gizi yang tinggi.

Bahan mentah pelet secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi

bahan hewani, nabati dan tambahan. Bahan hewani dapat berasal dari tepung

ikan, tepung tulang, tepung darah dan sebagainya. Bahan nabati dapat berasal

dari tepung kedelei, tepung jagung, dedak halus dan sebagainya. Bahan-bahan

tambahan pelet biasanya berupa vitamin, mineral, pelezat atau bahan perekat.

Bahan tambahan ini biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil, yaitu sekitar

1% dari total kebutuhan bahan untuk pelet.

Kandungan gizi bahan hewani dan nabati dari pelet berbeda-beda sesuai

dengan jenis bahan itu sendiri. Pada Tabel 1 disajikan bahan-bahan yang

digunakan sebagai bahan pelet dan kandungan gizinya. Bahan tambahan,

vitamin, mineral, pelezat dan perekai biasanya diberikan dalam juhlah yang

relatif kecil sekiiar 1% saja. lkan yang dibudidayakan dalam jaring apung

biasanya dipacu pertumbuhannya dengan menggunakan pelet dengan

(155)
[image:155.594.81.489.74.735.2]

Tabel I. Kandungan Gizi

Bahan

A. Hewani 1. Tepung darah

2. Tepung ikan

2. Tepung teri

3. Tepung kepala udang

4. Tepung benawa

B. Nabati

1. Dedak kasar

2. Dedak halus

3. Tepung beras

4. Tepung jagung

5. Tepung kacang hijau

6. Onggok

7. Bungkil kelapa

8. Bungkil kacang tanah

9. Ampas kc. kedelai

10. Ampas k c hijau

11. Bungkil biji kapuk

12. Bungkil wijen

13. Ampas tahu 14. Ubi kayu

15. Tepung gaplek

16. Ubi jalar

17. Jagung

18. Kacang kedelai

19. Kacang tanah

20. Daun ubi kayu

21. Daun ubi jalar

Sumber : Atmadja Hardjamulia,

(156)

Teknik Budidaya

Penebaran lkan

Di dalam budidaya ikan jaring apung, padat penebaran ikan perlu

diperhatikan, karena jumlah ikan yang terlalu padat dalam jaring budidaya akan

menyebabkan terjadinya persaingan dalam memanfaatkan pakan, ruang dan

oksigen sehingga dalarn kondisi terlalu padat pertumbuhan ikan akan terganggu.

Demikian pula jika kepadatan ikan terlalu rendah secara ekonornis akan

menimbulkan kerugian karena tejadi pemborosan ruang, waktu, dan biaya.

Forrnuia yang ditawarkan dalam menentukan kepadatan ikan adalah

sebagai berikut :

PPI =

BRP

Keterangan : PPI

=

Padat Penebaran lkan (kg/m3) BTP = Berat Total Panen (kg/m3)

BRP

=

Berat Rata-rata Produksi Akhir (kglekor) BRT

=

Berat Rata-rata Penebaran (kglekor)

Misalkan petani menginginkan ikan yang akan dipanen kelak memiliki

berat rata-rata 0,5 kg/ekor, berat total saat panen 25 kg/m3, dan ikan yang akan

ditebarkan rnemiliki berat rata-rata 0,l kglekor, maka padat penebarannya sesuai dengan rumus di atas adalah 5kg/m3.

Jika wadah jaring apung yang digunakan berukuran 4x4x1,5 meter maka jumlah ikan yang hams ditebarkan pada wadah tersebut sebanyak 24 x 5 kg,

yaitu 120 kg ikan.

Di lapangan padat penebaran biasanya didasarkan pada pengalaman

(157)

tekuni, akhimya diperoleh angka penebaran yang ideal sesuai dengan kondisi

perairan setempat dan jenis ikan yang dibudidayakan.

Agar ikan yang ditebarkan tidak 1010s dari wadah budidaya, perlu sekali

diperhatikan ukuran mata jaringnya sebelumnya. Untuk penebaran ikan dengan

ukuran 50-100 gramlekor, mata jaring ukuran 2 inchi dapat digunakan,

sedangkan bila ukurannya lebih kecil lagi tentu harus menggunakan wadah

dengan mata jaring yang lebih kecil lagi.

Penebaran ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau padi hari pasa

saat kondisi perairan tidak terlalu panas agar ikan tidak stress; disamping itu juga

perlu dilakukan aklimatisasi.

Pemberian Pakan

Pada bulan pertama pemeliharaan, setiap hari pelet diberikan sebanyak

4% dari berat total ikan yang dipelihara dalam kantong jaring apung. Pada bulan

kedua, jumlah pelet dikurangi menjadi 3,5 %. Bila budidaya ini dilakukan lebih

dari dua bulan, maka jumlah pelet yang diberikan setiap hari adalah 3% dari

berat total ikan pada bulan ketiga dan keempat. Kemudian pada bulan kelima,

pelet diberikan sebanyak 2,5%. Bulan berikutnya, pelet cukup diberikan

sebanyak 2% agar kehilangan bobot ikan dapat dicegah.

Setiap hari ikan yang dipelihara diberi pelet sebanyak tiga kali, pagi, siang

dan sore. Bila jumlah pakan yang diberikan setiap hari sejumlah 3%, maka porsi

pemberian itu dibagi tiga untuk pemberian pagi, siang dan sore, masing-masing

porsinya 1%. Pemberian pakan ini hendaknya sediki demi sedikiti sesuai dengan nafsu makan ikan. Agar tidak hanyut terbuang, maka

cara

pemberian pakan
(158)

Selain pakan berupa pelet, pakan tambahan lainnya dapat juga diberikan

sesuai jenis ikan yang dibudidayakan. Pakan tambahan dapat berupa dedak,

tanaman air, dedaunan, dsb.

Agar jumlah pakan yang diberikan dapat ditentukan maka setiap 7-10 hari

sekali dapat dilakukan sampling populasi. Misalnya, jumlah populasi setiap

kantong jaring sekitar 1.200 ekor. Dalam pelaksanaan sampling, ikan yang

diambil dari kantong tersebut cukup sekitar 120 ekor saja, atau sekitar 10% dari

total populasi. Kemudian ditimbang satu per satu. Misalkan beratnya rata-rata 0,2

kglekor, berarti berat populasi ikan yang ada dalam kantong tersebut adalah 240

kg. Hasil ini diperoleh dengan cara mengalikan berat rata-rata sampling (0,2 kg)

dikalikan total populasi (1.200 kg). Bila akan diberikan pelet setiap hari sebanyak

3% rnaka harus disediakan pelet sebanyak 3% x 240 kg, yaitu 7,2 kg/hari. Pengonfrolan

Kegiatan lain yang tidak boleh diabaikan dalam melakukan usaha

budidaya ikan jaring apung adalah melakukan pengontrolan terhadap kualitas air,

kesehatan ikan, keadaan wadah budidaya dan keamanan lingkungan usaha.

Pengontolan ini dimaksudkan agar usaha budidaya yang dilakukan dapat

berjalan dengan lancar dan memberikan keuntungan bagi yang

mengusahakannya.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan tergantung pada situasi yang ada. Salah satu

pertimbangan dilakukan pemanenan adalah bahwa ikan sudah mencapai ukuran

yang dikehendaki dan menguntungkan bila di jual.

Pada prinsipnya pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

(159)

cam memilih ikan-ikan yang berukuran tertentu yang dikehendaki; sedangkan

pemanenan total dilakukan terhadap seluruh ikan yang ada dalam wadah

budidaya tanpa memperhatikan ukuran tiap-tiap ikan.

lkan yang telah dipanen dapat disimpan pada jaring apung yang sudah

disediakan dan ditempatkan pada lokasi yang mengalir. Dengan cara demikian

diharapkan ikan tidak mengalami kepayahan meskipun kepadatannya tinggi.

Limbah Perikanan

Limbah perikanan adalah buangan yang dihasilkan dari proses produksi

usaha budidaya ikan. Buangan ini dapat berupa feses hasil metabolisme ikan,

dan pakan sisa yang terbuang karena tidak dikonsumsi oleh ikan.

Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping

dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik

yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak

dikonsumsi ikan budidaya. Limbah tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan

ada pula yang tidak dapat dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan

perairan. Yang dimaksud dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan

perikanan budidaya ikan dalam jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan

yang terbuang oleh ikan pada layer bawah maupun oleh ikan yang berada di

perairan bebas di luar jaring apung yang tidak dibudidayakan. Proses

menghasilkan limbah tersebut dapat dilihat pada Gambar I.

Protein yang terkandung dalam pakan merupakan komponen dasar

jaringan hewan dan zat gizi yang penting untuk memelihara hidup dan

pertumbuhan (Herper, 1989). Kebutuhan protein bagi ikan berubah-ubah sesuai

dengan perubahan siklus hidup atau tahapan hidup ikan. Ikan-ikan kecil yang

(160)

besar yang pertumbuhannya relatif lambat (Philips, 1969 dalam Hoar, 1969). Secara umum peningkatan kebutuhan protein ikan lebih dari 40% akan

mendorong ekskresi amonia (Tyler dan Calow, 1985).

Arnonia dalam air ada dalam dua bentuk, yaitu un-ionized (NH,) dan ionized (NH4) (Colt, 1974). Menurut Spote (1979) amonia adalah bentuk utama ekskresi nitrogen oleh hewan-hewan akuatik. Colt (1974) menyebutkan bahwa

amoniak merupakan komponen utama yang diekskresikan ikan-ikan air tawar

terdiri dari 6080% dari total N yang dikeluarkan. Menurut Rottman dan Shirernan (1985) amonia diekskresikan ke dalam air oleh ikan sebagai hasil metabolisrne

protein.

Selanjutnya Ming (1985) menyatakan bahwa laju ekskresi amonia

meningkat dengan cepat sebagai respon terhadap penambahan protein.

Sampath (1985) menyatakan bahwa produksi amonia berkorelasi secara linier

dengan tingkat protein dalam makanan. Kadar produksi amoniak suatu bahan

adalah sekiiar 16% dari kadar proteinnya (Herper, 1988).

Abel(1989) menyatakan bahwa amonia merupakan racun bagi kehidupan

akuatik. Toksisitas amonia nitrogen dilambangkan secara utama dalam bentuk

un-ionized amonia; sedangkan tingkat toksisitasnya, menurut Colt (1974), bervariasi dan dipengaruhi oleh pH dan temperatur lingkungannya. Ketika pH

dan ternperatusr meningkat, konsentrasi NH3-N juga meningkat. Pada pH tinggi,

jumlah dan tingkat ketoksikan amonia semakin meningkat, begitu pula bila

kelarutan oksigen menurun (Spote, 1979).

Abel(1989) rnenyebutkan kadar NH3 pada pH 8,5 dan temperatur 2 0 ' ~

sekitar 0,22 mgll. Ketika konsentrasi amonia di lingkungan air tinggi, ekskresi

arnonia oleh tubuh ikan akan berkurang sehingga te rjadi peningkatan konsentrasi

(161)

darah meningkat dan berpengaruh buruk terhadap reaksi enzim dalam tubuh.

Keberadaan amonia yang tinggi dalam darah dan jaringan karena tidak

diekskresikan, akan meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan dan

mengurangi kemampuan darah untuk mentranspor oksigen. Tingkat toksisitas

biasanya terlihat dari pertumbuhan yang rendan dan tingginya tingkat mortalitas

ikan (Spote, 1979).

Menurut Dulmiad, I, dkk. (1994), senyawa-senyawa pengkayaan

-

pencemaran yang diakibatkan oleh budidaya ikan dalam jaring apung terutama

adalah Nitrogen yang terkandung dalam pakan. Kuantitas senyawa tersebut

dalam pakan ikan bervariasi tergantung kepada jenis dan kualitas pakan. Namun

demikian pada pakan yang banyak digunakan dewasa ini biasanya terdiri dari

sekiar 12 kg Fosfor dan 55 kg Nitrogen untuk tiap ton pakan benrpa pelet. lkan

akan mengasimilasi sebagian dari ham-ham tersebut, yaitu sekitar 5 kg Fosfor

dan 14 kg Nitrogen pada rasio konversi pakan 2,O dan akan membiarkan sisanya

memasuki lingkungan sebagai limbah metabolik.

Menurut Ming (1985) tingkat toleransi hewan akuatik terhadap amonia

beragam, bergantung pada spesies, kondisi fisiologis dan kondisi lingkungannya.

Secara umum konsentrasi amonia dalam air tidak lebih dari 0,l mgll.

Konsentrasi amonia antara 0,4

-

2,O mgll dalam jangka waktu yang pendek bisa
(162)
[image:162.594.82.495.86.570.2]

Gambar 1. Hubungan Antaa Ekosistem dan Sistem Produksi Perikanan

Kualitas Air

Kualitas air secara umum diartikan sebagai peubah yang mempengaruhi

pengelolaan,kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi yang dinyatakan dalam kisaran

angka. Untuk mengetahui kualitas air tidak cukup dengan hanya mengamati

(163)

parameter-parameter tertentu. Parameter kualitas air penting bagi perikanan

disajikan pada Lampiran 9.

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan

Hidup No. OUMENKLHIlI1988, yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran

air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau

komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan

manusia atau oleh proses alam, sehingga kuatiias air turun sampai ke tingkat

tertentu yang rnenyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

sesuai dengan peruntukannya.

Perairan dikatakan terpolusi atau tidak layak digunakan jika parameter-

parameter yang ada dalam perairan tersebut sudah melebihi nilai ambang batas

yang telah ditentukan. Berkaitan dengan limbah perikanan, yaitu parameter

Amoniak, jika kandungan amoniak yang dihasilkan dari usaha budidaya ikan

jaring apung dalam perairan rnelebihi nilai ambang batas sebesar maksimal

0,016 mgA maka dikatakan bahwa kegiatan usaha budidaya ikan tersebut telah

mencemari dan mengganggu lingkungan perairan.

Air sebagai media hidup organisme perairan hams mempunyaid aya

dukung kehidupan dan pertumbuhan bagi organisme yang hidup di dalamnya.

Beberapa faktor lingkungan air yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan

adalah suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, Nitrit, BOD dan COD.

a) Suhu

Suhu air berperan dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota

air, serta mempengaruhi kehidupan organisme air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Peningkatan suhu

(164)

meningkatkan konsumsi oksigen dan te Qadi penguraian set. Menurut Imawan,

1987, suhu air media hidup ikan juga dapat mempengaruhi aktivitas organisme

dalam mencari makan. Selain itu, suhu air dapat mempengaruhi sekresi dan

aktivitas tubuh ikan dan toleransi suhu setiap kan berbeda-beda. Pada

umumnya, suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan adalah antara 2 7 ' ~

-

30'~.

b) Oksigen Terlarut

Pada budidaya ikan kadar oksigen terlarut dalam air merupakan

parameter pentbahan kualitas air yang paling kritis karena oksigen terlarut ini

sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme

,

yaitu untuk pemafasan,

pertumbuhan dan metabolisme. Kebutuhan organisme terhadap oksigen

tergantung dari jenis, stadia dan aktivitasnya.

Agar ikan dapat hidup layak dan kegiatan budidaya ikan berhasil, maka

kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 mgn. Menurut Susanto,

1992, kadar oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk pertumbuhan dan

perkembangan ikan dalam kolam sebanyak 5

-

6 mgA, dan kandungan oksigen

terlarut kurang dari

0,3

mgn akan menyebabkan kematian ikan, batas terendah

kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan ikan adalah

1,O mgll.

c) Karbondioksida

Karbondioksida dalam air berasal dari dekomposisi bahan organic, difusi

dari udara dan pemafasan (Boyd dan Lichkoppler, 1979). Kandungan

karbondioksida yang baik agar tidak mengganggu kehidupan ikan adalah tidak

lebih- dari 5 mgll dan ikan dapat mentolerir kandungan karbondioksida lebih dari

(165)

d) Nitrit

Nitrogen merupakan salah satu unsure penting bagi pertumbuhan

organisme dan unsure utama pembentuk protein. Nitrogen dalam air berbentuk

N2 yang segera berubah menjadi senyawa lain seperti Nitrit, Nitrat, ammonium

dan Arnonia. Secara umurn, dalarn perairan beroksigen tinggi Nitrit ada dalarn

jumlah sedikit, karena dengan tingginya oksigen nitrit akan berubah menjadi

nitrat, sedangkan nitrit akan menjadi ammonia pada perairan tanpa oksigen.

Peranan utama nitrit adalah dalam perubahan transfer oksigen, oksidasi

persenyawaan penting dan rusaknya jaringan organ respirasi. Nitrit merupakan

senyawa oksidan yang kuat. Nitrit mengoksidasi ion ferro dalam haemoglobin

sehingga menghalangi pembentukan sel darah merah. Menurut

Tiensongrusmee, et all, 1988, kandungan nitrit dalam air tidak boleh lebih dari 6

rngn.

e) BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan mikro organisme atau bakteri aerobik di dalam air untuk memecahkan

(mendegradasi) dan menstabilkan bahan buangan organic yang ada di dalam

lingkungan air tersebut. Sebenamya peristiwa penguraian bahan buangan

erganik melalui proses oksidasi oleh mikro organisme di dalam lingkungan air

adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila mengandung oksigen yang

cu kup.

Jumlah mikro organisme di dalam lingkungan perairan etrgantung pada

tingkat kebersihan air. Air yang jernih bisanya mengandung mikro organisme

yang relatif sedikit dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan bahan

(166)

buangan organik disebut bakteri aerobik, sedangkan mikro organisme yang tidak

memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik.

Proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh

mikro organisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut :

CnH,ObN, + (n + a14

-

W2

-

3c/4)02 nC02 + (a12

-

3cM) H20 + cNH3

Bahan organic oksigen Bakteri aerobik Karbondioksida Air Amonia

Dari reaksi di atas, bahan buangan organic dipecah dan diuraikan

menjadi gas COz, air dan gas NH3. Timbulnya ammonia inilah yang

menyebabkan bau busuk pada perairan yang tercernar oleh bahan buangan

organik.

Reaksi tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira 10 hari.

Dalam waktu 2 hari reaksi diperkirakan mencapai 50%, dalam waktu 5 hari sekitar 75%.

Makin besar BOD dalam perairan maka persediaan oksigen terlarut yang

berada di dalamnya makin berkurang. Oksigen terlarut dalam air apabila

kandungannya menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah

bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila

oksigen terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam

keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan rnengambil alih tugas untuk memecah

bahan buangan yang ada di dalarn air.

Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikro organisme aerobik dan

(167)

Kondisi Aerobik Kondisi Anaerobik

S

---+

H2S04 S

.-+

H2S

P

-

&PO4 P

-

PH3+ komponen P

Hasil percobaan pada kondisi anaerobic pada umumnya berbau tidak enak

sebagai contoh amin berbau amis dan anyir, dan H2S serta komponen posfor

berbau busuk.

f) COD (Chemical Oxygen Demand)

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang

diperlukan agar bahan buamngan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui

rekasi kimia. Dalam ha1 ini bahan buangan organic akan dioksidasi oleh Kalium

bichromat menjadi gas COz dan H20 serta sejumlah ion Chrom. K2Cr2Q

digunakan sebagai sumber oksigen. Oksidasi terhdap bahan buangan organik

akan mengikuti reaksi sebagai berikut :

Kat

Reaksi tersebut pedu pemanasan dan penambahan katalisator Perak

sulfat (Ag2S04) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam buangan organic ada

unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri

sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat mengganggu

(168)

Apabila dalam larutan air terdapat Chlorida, maka oksigen yang

diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenamya.

Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organic tidak dapat

diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion

Chlor menjadi merkuri chlorida mengikuti reaksi berikut :

Wama larutan air yang mengandung bahan buangan organic sebelum

reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan

berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi

terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah Kalium bichromat yang

dipakai pada reaksi tersebut. Makin banyak Kalium bichromat yang dipakai pada

reaksi oksidasi makin banyak oksigen yang dipedukan. Ini berarti air makin

banyak tercemar oleh bahan buangan ~rganik.

Teori Kelayakan Usaha

Rasio Manfaat Biaya

Secara rasional, setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu lingkungan

tertentu akan menimbulkan dampak berupa manfaat (advantages) dan kerugian (disadvantages) terhadap lingkungan. Secara ekonomis, manfaat dapat dapat disebut juga sebagai benefit sedangkan kerugian dapat disebut sebagai cost. Selisih antara benefit dan biaya lingkungan adalah keuntungan lingkungan (gain environmental). lmbangan benefit dan biaya yang positif (>

0)

mengindikasikan bahwa kegiatan yang dilakukan secara totalitas memberikan manfaat yang

menguntungkan bagi lingkungan (Tumer, Pearce dan Bateman, (1994)).

Analisis imbangan manfaat-biaya merupakan salah satu kriteria dalam

(169)

manfaat-biaya merupakan perbandingan antara benefit kotor atau total

pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan, atau

jika dirumuskan adalah sebagai berikut :

Total penerimaan Rasio Manfaat Biaya (BIC rasio)

=

Total biaya

Jika nilai BIC rasio lebih besar dari satu berarti usaha tersebut layak

untuk dilakukan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan.

Untuk BIC rasio sama dengan satu berarti aliran kas masuk (cash

inflow)

sama

dengan aliran kas keluar (cash

ouMow).

Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan eksploitasi sumberdaya lingkungan selama ini cenderung hanya berorientasi ekonomis yakni

mengejar keuntungan yang sebesar-besamya tanpa atau kurang memperhatikan

pertimbangan dampak terhadap lingkungan. Apabila ha1 ini terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan kehancuran lingkungan akan semakin dipercepat

yang pada akhimya kembali akan merugikan manusia itu sendiri.

1 ) Benefit (Manfaat)

Secara ekonomis, benefit diartikan sebagai hasil kali total kuantitas output

(Q) dari suatu proses produksi dengan harga yang terbentuk di pasar (P) yang

dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu (Sukimo, 1985). Besamya benefit

dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut

Bt

=QtxPt

Keterangan : Bt = benefit pada waktu produksi ke-t Qt = kuantitas produksi pada waktu ke-t

(170)

Dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring apung, benefit usaha

diperoleh dari penjualan ikan hasil budidaya pada tingkat produksi dan harga

tertentu. Menurut Yung (1981), besamya produksi dari usaha budidaya ikan

dipengaruhi oleh stocking rate, survival rate dan growth rate. Peningkatan

stocking rate dalam kolam jaring apung dapat dilakukan melalui pemberian

pemupukan dan pemberian pakan secara intensif, polikultur, manipulasi stock

dan peningkatan aerasi. Survival rate dari kolam jaring apung dapat ditingkatkan

melalui manajemen kolam yang baik seperti stocking rate yang benar, tepat jenis

dan jumlah pakan atau pupuk, kualitas air yang baik serta pencegahan hama

penyakit ikan. Peningkatan survival dan growth rate sangat tergantung dari

perbaikan genetik ikan yang dibudidayakan seperti selective breeding dan

hibridisasi serta manajemen kolam.

Disamping dengan peningkatan produksi budidaya, peningkatan income

bagi petani kolam jaring apung juga dapat ditingkatkan melalui upaya

peningkatan harga jual ikan dan penurunan biaya produksi dan biaya

ekstemalitas.

2) Cost (Biaya)

Secara ekonomis, cost diartikan sebagai sejumlah biaya yang dikeluarkan

untuk pembelian input yang akan digunakan dalam suatu proses produksi barang

atau jasa yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu. Analisa biaya dalam

suatu proses produksi dapat dibedakan menurut jangka waMu kegiatan usaha,

yaitu jangka pendek (shorttern), dimana sebagian input produksi tidak dapat

ditambah jumlahnya; dan jangka panjang (longtern) dimana semua faktor

(171)

1 Biaya produksi dalam jangka waktu pendek

Analisa biaya produksi dalam jangka waktu pendek dapat dibedakan

menurut berubah atau tidaknya jumlah faktor produksi yang digunakan. Apabila

jumlah suatu faktor produksi yang dikeluarkan jumlahnya selalu berubah-ubah,

maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya. Biaya

produksi demikian disebut sebagai biaya variabel (variable cost). Dan apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap maka biaya produksi

yang dikeluarkan juga tetap. Biaya produksi demikian disebut sebagai biaya tetap

(Fixed cost).

Analisis biaya produksi juga menganalisis mengenai biaya produksi total

(total cost), biaya produksi rata-rata (average cost) dan biaya produksi marginal (marginal cost).

a) Total Cost

- Biaya Total (Total Cost)

Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan

untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total (TC) diperoleh dari

menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total ( T K ) . Dengan demikian, biaya total dapat dihitung dengan menggunakan

formula berikut :

TC

=

TFC + TVC

- Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost)

Biaya tetap total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya.

(172)

Biaya berubah total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.

b) Average Cost

- Biaya Total Rata-rata (Total Average Cost)

Biaya total rata-rata adalah keseluruhan biaya rata-rata yang digunakan

untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total rata-rata (AC) diperoleh dari penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dan biaya berubah rata-rata (AVC) atau hasil pembagian antara biaya total (TC) dan kuantitas produksi (Q). Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan

formulas berikut :

AC

=

TCIQ atau

AC

=

AFC + AVC

-

Biaya Tetap Rata-rata (Average Fixed Cost)

Biaya tetap rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor

produksi yang tetap jumlahnya. Biaya tetap rata-rata diperoleh dengan

cara membagi biaya tetap total (TFC) dengan kuantitas produksi (Q), yang diformulasikan sbb :

AFC

=

TFCIQ

- Biaya Berubah Rata-rata (Average Variable Cost)

Biaya berubah rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor

produksi yang berubah-ubah sifatnya. Biaya berubah rata-rata (AVC) diperoleh dengan cara membagi biaya berubah total (WC) dengan kuantitas produksi (Q), yang di formulasikan sbb :

(173)

c) Biaya marginal (Marginal Cost)

Biaya marginal adalah perubahan (kenaikanlpenurunan) baya produksi

yang dikeluarkan untuk menambah atau mengurangi produksi sebanyak satu

unit. Biaya marginal dapat dihitung dengan formula berikut :

MCn

=

TCn

-

TCn.,

Keterangan : MC,

=

biaya marginal produksi ke-n

TCn

=

biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n

TCn-l

=

biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n-I

Besamya biaya marginal juga dapat dihitung dengan menggunakan

formula berikut :

Keterangan : MC,

=

biaya marginal produksi ke-n

A TC

=

perubahan jumlah biaya total

A Q

=

perubahan kuantitas produksi

2) Biaya produksi dalam jangka panjang

Dalam jangka panjang setiap kegiatan usaha dapat menambah semua

faktor produksi yang digunakannya. Dengan demikian ongkos produksi tidak

perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya berubah. Dalam jangka

panjang tidak ada biaya tetap, semua pengeluaran merupakan biaya berubah.

Biaya produksi budidaya ikan dalam kolam jaring apung dari satu spesien

yang sama adalah berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya karena adanya

perbedaan dalam kondisi iklim dan topografi, dalam teknologi yang digunakan,

dalam jarak dari lokasi budidaya dengan lokasi benih dan pemasaran, dalam

(174)

lainnya karena adanya perbedaan dalam skill manajemen, skala usaha dan

teknologi.

Biaya produksi utama dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring

apung meliputi biaya konstruksi, pakan, stocking material, tenaga kerja dan

pemasaran. Dalam banyak kasus, interest rate dan sumberdaya keluarga jarang

dipehitungkan dalam proses produksi (Yung, 1981).

Pay Back Periods (PBP)

Pay back periods adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan secara akumulatif sama dengan jumlah investasi.

Analisis PBP dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui

berapa lama usaha yang dikerjakan baru dapat rnengernbalikan investasi.

Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah usaha, sernakin baik

usaha tersebut karena sernakin lancar perputaran modalnya.

Pehitungan PBP dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : T,,

=

Tahunsebelum terdapat PBP

I

=

lnvestasi

B

,,

= Benefit sebelurn PBP

BP = Benefit pada PBP

Break Event Point (BEP)

(175)

menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya.

Semakin lama sebuah perusahaan mencapai titik pulang pokok, sernakin besar

saldo rugi karena keuntungan yang diterirna masih menutupi segala biaya yang

telah dikeluarkan.

Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut :

F C

BEP =

P-VC

Keterangan : FC = Fixed Cost, biaya tetap, biaya investasi awal

P

=

Price, harga produk

VC = Variable Cost atau biaya berubah, biaya produksi

keseluruhan dibagi jumlah produksi keseluruhan

Profitability Index (PI)

Profitability index rnerupakan suatu rasio antara selisih benefit dengan

biaya operasi dan pemeliharaan, dan jumlah investasi. Ukuran yang digunakan

untuk menilai kelayakan sadalah sama dengan BlC rasio, yaitu apabila PI lebih besar dari satu maka usaha tersebut layak dilakukan, jika PI lebih kecil dari satu

maka tidak layak, dan jika PI sama dengan satu berada dalarn keadaan BEP.

Rurnus PI adalah sebagai berikut :

Total profit PI =

(176)

E

ksternalitas

Ekstemalitas biasanya didefinisikan sebagai efek samping yang timbul

atau te qadi dari kegiatan produksi dan konsumsi yang berpengaruh positif

maupun negatif. Ekstemalitas positif merupakan dampak yang timbul dari suatu

aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kesejahteraan atau manfaat bagi

lingkungan, sedangkan ekstemalitas negatif merupakan cost lingkungan yang

menyebabkan menurunnya atau menghilangnya kesejahteraan lingkungan

(Tumer, Pearce dan Bateman, 1994).

Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping

dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik

yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak

dikonsumsi ikan budidaya atau yang disebut dengan limbah organik. Limbah

tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan ada pula yang tidak dapat

dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan perairan. Yang dimaksud

dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan perikanan budidaya ikan dalam

jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan yang terbuang oleh ikan pada

layer bawah maupun oleh ikan yang berada di perairan bebas di luar jaring

(177)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan OMober

-

Pebruari 2000, di lokasi-

lokasi unit usaha budidaya ikan jaring apung yang tersebar di Waduk Saguling

yang secara administrasi terdapat di wilayah DT II Kabupaten Bandung, Propinsi

Jawa Barat.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data primer dalam

penelitian ini adalah metode survey (Survey Mefhode), terhadap para petani ikan

KJA di Waduk Saguling khususnya para petani ikan di daerah Bongas (hulu),

yang mewakili lokasi yang padat KJA, dan daerah Cigelap (hilir), yang mewakili

lokasi yang relatif jarang KJA.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dari responden sasaran

adalah teknik wawancara langsung dengan menggunakan kuestioner. Isi

kuesioner antara lain meliputi identitas responden, keragaan bioteknis, ekonomis

dan kelembagaan usaha tani ikan KJA, darnpak lingkungan dan permasalahan

usaha tani.

Responden yang dijadikan sasaran utama dalam survey ini adalah petani

ikan jaring apung yang terdapat di Waduk Saguling serta dinas instansi terkait

seperti UPT Saguling, Dinas Perikanan Kabupaten Bandung dan Dinas

Perikanan Propinsi Jawa Barat; sedangkan untuk data mengenai kondisi kualitas

(178)

33

terkait seperti PT. PLN (Persero) Unit Saguling, PPSDAL UNPAD dan hasil.riset

Perguruan Tinggi.

Penentuan Besaran Contoh

Jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak

125 orang atau sekitar 10 % dari total RTP petani ikan jaring apung yang ada

di Waduk Saguling. Penentuan besaran contoh tersebut dianggap sudah cukup

representatif karena syarat minimal jumlah sampel untuk pendekatan RRA sebesar 2% dari total populasi yang ada. Disamping itu berdasarkan hasil survey,

kondisi pengetahuan dan pemahaman responden tentang kegiatan usaha KJA

relatif homogen.

Metode Analisis Data

Fokus dari riset ini adalah untuk melihat keragaan manfaat dan biaya

sebagai indikator kelayakan dari usaha budidaya ikan daiam KJA di Waduk

Saguling menurut skala kolam. Secara rinci, variable yang hendak dilihat meliputi

perforrna manfaat-biaya finansial internal usaha budidaya ikan KJA dan

gambaran ekstemalitas yang ditimbulkan dari usaha budidaya ikan tersebut.

Metode yang digunakan untuk menilai kelayakan finansial usaha tani ikan

KJA ini adalah metode analisis investasi usaha dengan kriteria investasi yang

digunakan antara lain meliputi kriteria B/C rasio, Pay back Periods, Break Event Point dan Profitability Index.

BIC rasio

Analisis BIC rasio merupakan perbandingan antara benefit kotor atau total pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan, atau

(179)

Total penerimaan BIC rasio =

-

--

Total biaya

Jika nilai BIC rasio lebih besar dari satu berarti usaha tersebut layak untuk dilakukan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan.

Untuk BIC rasio sama dengan satu berarti aliran kas masuk (cash inflow) sama dengan aliran kas keluar (cash outflow).

Pay Back Periods (PBP)

Pay beck periods adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan secara akumulatif sama dengan jumlah investasi.

Analisis PBP dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui

berapa lama usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi.

Semakin cepat dalam pengembalian b

Gambar

Tabel I. Kandungan Gizi
Gambar 1. Hubungan Antaa Ekosistem dan Sistem Produksi Perikanan
Tabel 2 Data Hidromorfologi Waduk Saguling
Tabel 4. Perkembangan KJA Di Waduk Sagulmg, 1986-1999
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu contoh pernyataan yang terdapat pada faktor 2 adalah “Saya tidak pernah membiarkan diri saya kehilangan kontrol” dan “Saya mengatakan hal-hal yang

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peranan fungsi Bimbingan Konseling Islam dalam upaya mengembangkan religiusitas remaja dan menekan atau mengontrol kenakalan remaja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) hubungan pengetahuan mahasiswa terhadap perilaku menghadapi virus corona 2) hubungan sikap mahasiswa terhadap

Ketinggian air media pemeliharaan 5 cm menunjukkan pertumbuhan panjang belut dan kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan belut pada ketinggian air 3

Tetapi meski tidak dapat dicari solusi secara eksaknya, dari persamaan tersebut dan disertai dengan parameter hasil eksperimen, kita dapat mengambil banyak

Liturgi Sabda diakhiri dengan Doa Umat. Sebelum kita pergi meninggalkan rumah untuk suatu perjamuan, kita pasti mematut diri di depan cermin untuk memastikan bahwa penampilan

merah dalam jumlah tinggi memiliki warna merah yang lebih gelap daripada warna dodol dengan pasta buah merah yang lebih rendah, dodol buah merah yang dibuat

(2) Mengidentifikasi data sesuai dengan masalah yang dianalisis yaitu emosi tokoh utama yaitu Elektra baik emosi positif maupun emosi negatif tokoh dalam novel Supernova