ANALISA PENYAMBUNGAN BELT CONVEYOR 102
DENGAN KAPASITAS ANGKUT 700 TON/JAM
DAN KECEPATAN 120 M/MIN
DI PT. INALUM
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ZARKASI NIM. 040401056
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Tugas Sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Sarjana yang dipilih, diambil dari mata kuliah Manajemen Pemeliharaan Pabrik, yaitu “METODE PENYAMBUNGAN BELT DALAM PEMELIHARAAN BELT CONVEYOR DENGAN PANJANG LINTASAN 2,5 KM DI PT. INALUM”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Bapak Ir. Jaya Arjuna, MSc sebagai Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua Orang tua saya yang telah memberikan segala sesuatunya dengan penuh ikhlas.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Ir. Jaya Arjuna, MSc selaku dosen pembimbing Tugas Sarjana yang telah meluangkan waktunya, membimbing dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
5. Bapak Jevi Amri dan Ratman Poniman yang telah membantu dalam melaksanakan survey di PT. Inalum
6. Mahasiswa Departemen Teknik Mesin khususnya rekan-rekan sesama stambuk 2004 yang sesalu memberikan dorongan kepada penulis
Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini, semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Medan, 22 Juni 2010
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Sistematika Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran PT. Inalum 4
2.1.1 Sejarah Inalum 4
2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum 4
2.1.3 Pembangkit Listrik PLTU 5
2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum 5
2.1.5 Produksi aluminium batangan 6
2.1.6 Fasilitas lainnya 7
2.2 Belt Conveyor 7
2.2.1 Komponen Utama Belt conveyor 9
2.2.2 Sistem kerja Belt conveyor 13
2.2.3 Belt 13
2.2.4 Kekuatan belt 18
2.2.4.1 Kekuatan tarik belt 18
2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt 19
2.2.4.3 Penentuan jumlah ply 20
2.2.4.4 Nilai mulur 21
2.3 Manajemen pemeliharaan 22
2.3.1 Manajemen 22
2.3.1.1 Defenisi manajemen 23
2.3.1.2 Fungsi manajemen 23
2.3.2 Pemeliharaan 24
2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan 24
2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan 26
2.3.2.3 Fungsi pemelihraan 27
2.3.2.4 Kegitan-kegiatan pemeliharaan 28
2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan 29
2.3.2.6 klassifikasi pemeliharaan 31
2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan 38
2.5 Metode penyambungan belt 41
2.5.1 Jenis penyambungan belt 42
2.5.2 Beban yang dialami sambungan belt 45
2.5.2.1 Kekuatan tarik sambungan 45
2.5.2.2 Kecepatan belt 46
2.5.2.3 Berat persatuan panjang material conveyor 46
BAB III OBJEK DAN METODOLOGI
3.1 Objek 47
3.2 Metode penelitian 47
3.2.1 Jenis penelitian 47
3.2.2 Lokasi dan waktu penelitian 47
3.2.2.1 Lokasi penelitian 47
3.2.2.2 Waktu penelitian 47
3.2.3 Sumber data 48
3.2.4 Alat dan Bahan penelitian 48
3.2.4.1 Alat penelitian 48
3.2.4.2 Bahan penelitian 52
3.3 Perawata preventive pada belt conveyor 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penanganan perawatan pada belt conveyor 54 4.1.1 Kerusakan dan penanganan pada Belt 54
4.1.2 Perhitungan belt conveyor 58
4.2 Biaya perawatan belt conveyor 64
4.2.1 Biaya belt 64
4.2.2 Evaluasi Biaya belt 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 69
5.2 Saran 70
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbandingan nilai Mulur belt conveyor 22
Tabel 2.2 Panjang langkah Carcass 46
Tabel 3.1 Kegiatan Perawatan Preventive pada Belt conveyor 54 Tabel 4.1 Koefisien tahanan belt terhadap roller 62
Tabel 4.2 Total Biaya Belt 65
Tabel 4.3 Jumlah Kerusakan belt dalam bulan 66 Tabel 4.4 Biaya alternatif Preventive maintenance belt 68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lintasan Belt 8
Gambar 2.2 Konstruksi Belt conveyor 9
Gambar 2.3 Komponnen Belt conveyor 9
Gambar 2.4 Head pulley 10
Gambar 2.5 Carrying roller 11
Gambar 2.6 Return roller 11
Gambar 2.7 Skirt rubber 12
Gambar 2.8 Chip cleaner 12
Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor 13
Gambar 2.10 Arah WEFT dan WRAP 14
Gambar 2.11 Struktur fabric belt 15
Gambar 2.12 Struktur Steel cord belt 15
Gambar 2.13 Lapisan Belt 18
Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan ply 21
Gambar 2.15 diagram Alir pemeliharaan 34
Gamvar 2.16 Hubungan preventive dan breakdown dengan biaya 36
Gambar 2.17 Kurva bak mandi 40
Gambar 2.18 Metode step steel cord belt 45
Gambar 3.1 Caliper vernier 48
Gambar 3.2 Grease gun dan Oil gun 49
Gambar 3.3 vibrometer 49
Gambar 3.4 termometer digital 50
Gambar 3.5 Perkakas 50
Gambar 3.6 Hot splicing 51
Gambar 3.7 Hand roller 51
Gambar 3.8 Gerinda 52
Gambar 4.1 Dimensi sambungan 59
Gambar 4.2 Gaya Tarik F pada sambungan 60
DAFTAR NOTASI
Simbol Arti Satuan
St = Tegangan keras N
Ssl = tegangan kendor N
e = bilangan logaritma dasar
α = sudut sentuh belt pada pulley rad
Ls = Panjang splicing mm
B = Lebar belt mm
P = jumlah ply
K = lebar band/ pita mm
F = gaya tarik belt N
b = Lebar belt yang direkatkan mm
τizin = Tegangan tarik izin N/ mm2
V = kecepatan sabuk m/s
d = diameter pulley mm
n = jumlah putaran yang ditransmisikan
Q = Berat persatuan panjang material conveyor kg/ m
qt = berat total persatuan panjang kg/ m
TC = total biaya breakdown Rp
Cr = biaya perbaikan Rp
Bn = perkiraan jumlah kerusakan dalam bulan
N = jumlah mesin
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kebanyakan industri dulu meggunakan breakdown maintenance dimana
alat-alat atau mesin diganti setelah mengalami kerusakan sehingga dalam
perbaikan membutuhkan waktu yang tidak tetap dan biaya yang sangat besar.
Dengan menerapkan breakdown maintenance perusahaan sering mengalami
kerugian dan kadang mendapat keuntungan hanya sedikit, sampai ditemukannya
sistem preventive maintenance yang sampai sekarang banyak digunakan oleh
perindustrian.
Proses perawatan mesin produksi tidak mungkin dihindari suatu
perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi
perusahaan tersebut. Konsep dasar perawatan adalah menjaga atau memperbaiki
peralatan maupun mesin hingga jikalau dapat kembali kekeadaan asli dengan
waktu yang singkat dan biaya yang murah (Hamsi, 2004).
Semakin berkembangnya dunia perindustrian setiap pabrik akan berusaha
untuk meningkatkan produktivitasnya, salah satunya adalah dengan menjaga
kondisi peralatan yang dimiliki agar tidak mengalami kerusakan, yang dapat
menyebabkan terganggunya proses produksi. Jika peralatan dari sebuah pabrik
dapat beroperasi sesuai yang direncanakan tanpa mengalami trouble, akan
meningkatkan pendapatan dan meminimalkan biaya produksi. Namun jika
peralatan dari pabrik tersebut sering mengalami kerusakan akan banyak
mengeluarkan biaya produksi dan menurunkan pendapatan. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem perawatan (maintenance) yang dapat menjaga kestabilan
dari produkstifitas pabrik tersebut.
Belt Conveyor 102 di PT. Inalum termasuk mesin kelas A, dimana belt conveyor sangat diutamakan dalam proses pembuatan aluminium. Belt conveyor
digunakan untuk mengangkut bahan dasar berupa serbuk alumina, kokas dan hard
pitch yang dihisap oleh pneumatic unloader dari kapal. Kemudian bahan tersebut
Akibat belt beroperasi terus-menerus dan adanya beban yang diterima oleh
belt, sering terjadi karusakan pada belt seperti sobek atau putus sehingga proses
pembuatan aluminium batangan terganggu. Atas dasar inilah perlu dilakukan
perawatan (maintenance) dan penanganan yang baik terhadap setiap peralatan dan
mesin yang terdapat di PT. Inalum, agar proses produksi dapat berjalan dengan
baik. PT. INALUM berupaya untuk tetap menjaga semua peralatannya dari
kerusakan. Oleh karena itu PT INALUM telah menerapkan sitem perawatan rutin
(preventive maintenance) terhadap belt conveyor yang dimiliki, agar proses
pembuatan aluminium batangan dapat berjalan baik.
1.2 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan tugas sarjana ini adalah untuk mengetahui
bagaimana teknik penyambungan belt yang baik dan jenis pemeliharaan
yang harus diterapkan pada Belt conveyor di PT. Indonesia Asahan
Aluminium ( INALUM) sehingga produksi dapat tercapai dengan biaya
perawatan yang murah.
1.3 Batasan masalah
Adapun batasan masalah yang dibahas penulis adalah:
a. Perawatan belt conveyor yang mencakup salah satu komponen utama
belt conveyor yaitu belt dengan menerapkan preventive maintenance.
b. Teknik penyambungan belt dan menganalisa kekuatan sambungan belt
c. Menganalisa biaya preventive maintenance belt.
Pembahasan ini dimaksudkan untuk membatasi permasalahan yang akan
di bahas sehingga lebih sistematis.
1.4 Sistematika penulisan
Untuk mempermudah mengetahui isi tugas sarjana ini, maka uraian dari bab dapat diringkas secara garis besar sebagai berikut :
BAB I merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan,
BAB II merupakan Tinjauan Pustaka yang berisikan tentang Sejarah singkat
Inalum, Belt conveyor, Metode penyambugan belt, manajemen
pemeliharaan , preventive maintenance
BAB III merupakan Metodologi yang berisikan tentang uraian atau tahapan
yang berkaitan dengan pelaksanaan studi kasus pada belt conveyor di
PT. Inalum
BAB IV merupakan Pembahasan tentang pemeliharaan belt conveyor,
penyambungan belt dan analisa biaya preventive maintenance
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Gambaran PT. Inalum 2.1.1 Sejarah Inalum
Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan – perundingan
yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang
menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan
Aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan
penanaman modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama
Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co., Ltd) yang 50% sahamnya
dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang.
Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT
INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua
instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan
pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI
mengeluarkan KEPPRES No.05/1976 tentang Pembinaan Badan Pembina Proyek
Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan.
Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat
tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama peleburan Aluminium PT
INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai “Impian yang
menjadi kenyataan”. Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana
produksi PT INALUM ke Jepang dan Indonesia menjadi salah satu pengekspor
Aluminium batangan di dunia.
2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum
PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan
Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan Aluminium
di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara beserta seluruh
prasarana yang di perlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan,
perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, dengan investasi yang
2.1.3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Sungai Asahan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada
musim kemarau 60 m3/det dan pada musim hujan lebih dari 100 m3/det. PLTA di Siguragura dan Tangga masing-masing digerakkan dengan potensi air terjun ini,
dengan kapasitas total :
Kapasitas terpasang : 603 MW
Output tetap : 426 MW
Output puncak : 513 MW
Tenaga listrik yang dihasilkan disalurkan ke pabrik peleburan aluminium di Kuala
Tanjung.
2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum
Di PT. Inalim Belt Conveyor (BC) merupakan sistem transportasi material
dengan menggunakan ban berjalan. Material yang dibawa belt conveyor adalah
serbuk alumina, coke dan hard pitch. Material tersebut dibawa oleh diatas ban
berjalan dari satu BC ke BC lainnya.
Belt Conveyor di PT. Inalum terdiri dari 4 bagian :
1. Belt conveyor alumina line (BC 101-BC 102-BC 103-BC 104)
Berfungsi mengangkut Fresh Alumina dari pelabuhan ke Alumina Silo
(S-101 A, S-(S-101 B, S-(S-101 C).
2. Belt conveyor hard pitch line (BC 111-BC 112-BC 113-BC 114)
Berfungsi mengangkut hard pitch dari pelabuhan sampai ke gudang
penyimpanan (hard pitch storage) dengan menggunakan ban berjalan.
3. Belt conveyor reacted alumina (BC 1-1, BC 1-2, BC 3, BC 4, BC 5 dan
BC 6)
Berfungsi mengangkut reacted alumina dari silo reacted alumina (1-B-1,
2.1.5 Produksi Aluminium Batangan
Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT INALUM
dibangun di atas areal seluas 200 HA berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei
Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.
Pabrik peleburan aluminium PT. INALUM terdiri dari :
a. Pabrik Anoda Karbon
Gedung karbon memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan
digunakan pada tungku-tungku reduksi dan terdiri dari 3 bagian yaitu, bagian
karbon mentah (Green plant), bagian pemanggang anoda (Baking plant), dan
bagian penangkaian (Rodding plant). Di bagian karbon mentah, bahan baku kokas
dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah,
kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda dengan 106 tungku panggang tipe
Riedhammer tertutup berada. Balok-balok anoda panggang, kemudian
dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai
elektroda pada tungku reduksi. Puntung balok anoda dari tungku reduksi
kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok-balok karbon
mentah.
b. Pabrik Reduksi
Unit terdiri dari tiga gedung yang masing-masing dipasang 170 tungku
type anoda prapanggang (Prebaked Anode Furnace) 170.000 amp, dengan lisensi
dari Sumitomo Aluminium Smelting Co., Ltd. Total kapasitas produksi adalah
225.000 ton aluminium per tahun dari 510 tungku terpasang. Pada tungku reduksi
bahan baku alumina (Al2O3) dilebur melalui balok-balok anoda karbon dengan
proses elektrolisa menjadi cairan aluminium.
c. Pabrik Pencetakan
Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan
setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungku-tungku penampung, dibentuk
menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (22,7
kg) dan merupakan produksi akhir PT INALUM yang dipasarkan di dalam dan ke
luar negeri. Disini terdapat 10 buah tungku penampung yang masing-masing
2.1.6 Fasilitas lainnya
Di area peleburan dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan,
perawatan dan peralatan permesinan, kelistrikan dan kendaraan angkut dan
fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain :
1. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton)
2. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton)
3. CTP yard (5.400 ton)
Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)
2.2 Belt Conveyor
Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan muatan satuan (unit
load) maupun muatan curah (bulk load) sepanjang garis lurus atau sudut inkliinasi
terbatas. Belt conveyor secara intensif digunakan di setiap cabang industri. Pada
industri pengecoran digunakan untuk membawa dan mendistribusikan pasir cetak,
membawa bahan bakar di pembangkit daya, memindahkan bijih batubara pada
unit pertambangan batubara, di antara langkah processing pada industri makanan
dan sebagainya (Zainuri, 2006).
Dipilihnya belt conveyor sistem sebagai sarana transportasi material adalah
karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi
dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja.
Keuntungan penggunaan belt conveyor adalah :
1. Menurunkan biaya produksi saat memindahkan material
2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap
3. Membutuhkan sedikit ruang
4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material
5. Menurunkan polusi udara
Belt conveyor mempunyai kapasitas yang besar (500 sampai 5000 m3/ jam atau lebih), kemampuan untuk memindahkan bahan dalam jarak (500 sampai 1000
meter atau lebih). Pemeliharaan dan operasi yang mudah telah menjadikan belt
conveyor secara luas digunakan sebagai mesin pemindah bahan.
1. Stationary conveyor
2. Portable (mobile) conveyor
Berdasarkan lintasan gerak belt conveyor diklassifikasikan sebagai :
1. Horizontal
2. Inklinasi dan
3. Kombinasi horizontal-inklinasi
Gambar 2.1 Lintasan belt
Pada umumnya belt conveyor terdiri dari : kerangka (frame), dua buah
pulley yaitu pulley penggerak (driving pulley) pada head end dan pulley pembalik
( take-up pulley) pada tail end, sabuk lingkar (endless belt), Idler roller atas dan
Idler roller bawah, unit penggerak, cawan pengisi (feed hopper) yang dipasang di
atas conveyor, saluran buang (discharge spout), dan pembersih belt (belt cleaner)
Keterangan :
1. Frame 6. Lower pulley
2. Drive pulley 7. Drive unit
3. Take up pulley 8. Feed hopper
4. Endless belt 9. Discharge
5. Upper pulley 10. Cleaner
Gambar 2.2 Konstruksi belt conveyor
2.2.1 Komponen utama Belt Conveyor
Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat
dilihat pada gambar berikut :
1. Belt
Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan
meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga
dapat bergerak dengan teratur.
2. Head pulley
Head pulley pada belt conveyor dapat juga dikatakan sebagai
pulley penggerak dari sistem BC. Pada head pulley dipasang sistem
penggerak untuk menggerakkan belt conveyor. Head pulley juga
dapat dikatakan sebagai titik dimana material akan dicurahkan
untuk dikirim ke BC selanjutnya.
Gambar 2.4 Head Pulley
3. Tail pulley
Merupakan pulley yang terletak pada daerah belakang dari sistem
conveyor. Dimana pulley ini merupakan tempat jatuhnya material
untuk dibawa ke bagian depan dari conveyor. Konstruksinya sama
4. Carrying roller
Merupakan roller pembawa karena terletak dibawah belt yang
membawa muatan. Berfungsi sebagai penumpu belt dan sebagai
landasan luncur yang dipasang dengan jarak tertentu agar belt tidak
meluncur ke bawah.
Gambar 2.5 carrying roller
5. Return roller
Merupakan roller balik atau roller penunjang belt pada daerah yang
tidak bermuatan yang dipasang pada bagian bawah fram.
Gambar 2.6 Return roller
6. Drive (penggerak)
Berfungsi untuk menggerakkan pulley pada BC. Sistem penggerak
ini biasanya terdiri dari motor listik , transmisi, dan rem.
7. Take-up pulley
Perangkat yang mengencangkan belt yang kendur dan memberikan
8. Snub pulley
Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan belt pada drive
pulley.
9. Chute/ hopper
Merupakan corong yang terletak diujung depan dan belakang
conveyor belt untuk memuat dan mencurahkan material.
10.Skirt rubber
Berfungsi sebagai penyekat agar material tidak tertumpah keluar
dari ban berjalan pada saat muat.
Gambar 2.7 Skirt Rubber
11.Chip cleaner
Berfungsi sebagai pembersih material yang terbawa oleh belt
conveyor setelah dicurahkan.
2.2.2 Sistem Kerja Belt Conveyor
Bahan dihisap oleh unloader dari kapal dan bahan akan jatuh ke
belt conveyor, kemudian belt conveyor akan mengirim bahan ke stasiun
penampungan. Belt diletakkan di atas pulley yang digerakkan oleh
motor penggerak. Pulley bergerak akibat adanya putaran yang
ditransmisikan oleh motor penggerak.
Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor
Belt conveyor mentransport material yang ada di atas belt, dimana
umpan atau inlet pada sisi tail dengan menggunakan chute dan setelah
sampai di head material ditumpahkan akibat belt berbalik arah.
2.2.3 Belt
Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan
meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat
bergerak dengan teratur.
Belt dapat dibuat dari :
1. Textile terdiri dari : camel hair, cotton (woven atau sewed), duck cotton,
dan rubberized textile belt
2. strip baja, dan atau
Kekuatan belt conveyor bukan dilihat berdasarkan ketebalannya
melainkan pada jumlah lapisan penguat (ply) dan tegangan tarik per ply
(tensile strenght).
Ditinjau dari struktur lapisan penguatnya, belt conveyor dibagi dalam dua
jenis yaitu :
1. Fabric belt
Belt dengan penguat jenis fabric adalah belt dengan lapisan penguat
(ply) yang terbuat dari serat tekstil (serat buatan). Lapisan penguat
tersebut biasanya disebut Carcass. Carcass terbagi dalam beberapa
jenis, antara lain :
a. Nylon atau polymide (NN)
b. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen
c. Cotton
d. Vinylon fabric (VN)
e. Polyvinil (KN)
f. Aramide fiber
Fabric merupakan rajutan yang terdiri dari serat memanjang (WRAP)
dan serat pengisi dengan arah melintang (WEFT). Jenis rajutan yang
sering dipakai pada fabric belt adalah plain weave.
Gambar 2.11 Struktur fabric belt
2. Steel cord
Steel cord adalah belt yang lapisan penguatnya terbuat dari serat baja
yang galvanizing. Tujuan galvanizing adalah untuk mencegah
terjadinya karat pada kawat akibat adanya rembesan air atau udara.
Steel cord belt biasanya digunakan pada conveyor yang membawa
beban berat. Pada belt jenis steel cord ini tidak terdapat lapisan
penguat (ply). Yang ada hanya batangan kawat sling yang dirajut
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu anyaman kawat baja.
Berikut dapat dilihat konstruksi dari steel cord belt pada gambar
berikut di bawah ini
Belt conveyor terdiri dari beberapa bagian penting antara lain:
1. Cover rubber
Cover rubber adalah lapisan karet sintetis yang mempunyai
elastisitan tinggi dan tahan gesek. Cover rubber berfungsi untuk
melindungi lapisan penguat dari curahan, gesekan dan benturan material
pada saat loading (pemuatan) agar ply tidak sobek atau rusak. Alasan
penggunaan karet adalah untuk melindungi ply karena karet memiliki
elastisitas tinggi dan tahan gesek, namun karet tidak memiliki tegangan
tarik yang baik. Sedangkan lapisan ply tidak tahan terhadap gesekan dan
benturan namun memiliki tegangan tarik yang baik. Penentuan
pemakaian jenis Grade Cover Rubber adalah berdasarkan kondisi operasi
dan jenis material yang dibawa. Selain itu ada jenis cover rubber sintetis,
antara lain :
1. SBR : Styrene Butadiene Rubber, untuk membawa material panas
mulai dari temperatur 100 oC
2. ABR : Acrylonitrile Butadiene Rubber, untuk membawa material
yang mengandung minyak dan bahan kimia (oil resistant)
3. NEOPRENE : dipakai pada tambang bawah tanah (flame/Fire
Resistant conveyor Belting)
Cover rubber terdiri atas dua bagian, yaitu :
a. Top cover
Top cover adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan
material. Top cover biasanya disebut Carry cover (lapisan pembawa).
Top cover selalu menghadap keatas dan lebih tebal daripada bottom
cover. Pada operasi normal, top cover akan lebih cepat rusak daripada
bottom cover karena top cover langsung mengalami benturan dan
gesekan pada saat material dimuat. Tebal dari top cover adalah 1 mm
s/d 8 mm untuk Fabric belt dan 5 mm s/d 18 mm untuk Steel cord belt.
b. Bottom Cover
Bottom cover adalah karet lapisan bawah yang berhadapan langsung
juga disebut dengan pully cover. Pada umumnya bottom cover lebih
tipis dari pada top cover, karena bottom cover tidak bersentuhan
langsung dengan material. Tebal Bottom cover adalah 1 mm s/d 4 mm
untuk fabric belt dan 2 mm s/d 8 mm untuk steel cord belt.
2. Tie rubber
Tie Rubber adalah lapisan karet diantara ply. Tie rubber juga sering
disebut Tie gum atau Skim rubber. Tie rubber berfungsi untuk
melekatkan ply satu dengan yang lainnya pada fabric belt, dan
melekatkan sling baja dengan cover rubber pada steel cord belt.
Tebal tie rubber adalah :
Untuk fabric belt 0.5 mm s/d 1 mm dan
Untuk steel cord belt 2 mm.
Tie rubber tidak tahan benturan dan gesekan. Spesifikasi tie rubber
yang umum digunakan untuk belt conveyor adalah sebagai berikut:
Tensile strange : 250 Kg/m2
Elongation : 500%
Abrasion : 110 m3
3. Reinforcement – lapisan penguat (ply)
Reinforcement adalah lapisan penguat untuk belt conveyor itu
sendiri. Kekuatan atau tegangan pada belt tergantung lapisan penguat
yang dipakai. Pada umumnya lapisan penguat terbuat dari serat (carccas)
dan sling baja (steel cord).
Lapisan penguat untuk fabric belt terdiri dari beberapa macam jenis,
yaitu :
1. Nylon atau polyamide (NN)
2. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen
3. Cotton
4. Vinylon fabric (VN)
5. Polyvinil (KN)
Sedangkan untuk steel cord belt lapisan penguatnya hanya terdiri
dari satu jenis saja, yaitu kawat sling baja. Disamping jenis lapisan
penguat yang telah disebut di atas, terdapat juga konstruksi khusus yang
dirancang untuk melindungi lapisan penguat dari sobek yang memanjang.
Lapisan ini disebut dengan Rip Guard.
Ada beberapa konstruksi dari Rip Guard, yaitu :
1. Belt fabric dengan carcass di dalam top cover yang disusun
melintang
2. Nylon cord yang disusun melintang pada top cover
3. Nylon cord yang disusun melintang pada top dan bottom cover
Gambar 2.13 Lapisan belt
2.2.4 Kekuatan Belt
2.2.4.1Kekuatan Tarik Belt (Tensile strength)
Tensile strength adalah kekuatan tegangan tarik suatu belt conveyor
yang dinyatakan dalam Kg/cm/ply. Kekuatan tarik suatu belt tergantung
dari jumlah ply yang di gunakan. Contoh pembacaan tegangan tarik pada
sebuah belt :
1. NN-50 x 4 P (fabric)
NN-50 = kekuatan per ply jenis Nylon tersebut adalah 50Kg/cm/ply.
Total kekuatan tarik pada belt tersebut adalah 50Kg/cm/ply x 4 ply =
200Kg/cm
Top cover
Canvas / ply
Bottom Cover
2. EP-500 / 4 (fabric)
Adalah kekuatan tarik total per ply jenis polyester / polyamide.
Sehinga kekuatan tarik per ply adalah : 500Kg/cm : 4 ply = 125
Kg/cm/ply
3. 4-EP 125
Angka 4 menunjukan jumlah ply, sedangkan angka 125 menyatakan
tegangan tarik dalam Kg/cm/ply. Jadi total dari tegangan tarik adalah
4 x 125 = 500 Kg/cm.
4. Selain itu untuk steel cord contoh pembacaan tegangan tarik adalah
ST-2500. Yang artinya Tensile strength = 2500 Kg/cm. pada steel
cord tidak terdapat ply, yang dipakai adalah unit sling baja.
Besarnya tarikan belt pada tiap titik dapat dihitung dengan rumus (Zainuri,
2006):
Titik 1 (S1) = belt meninggalkan pulley pengerak
Titik 2 (S2) = S1 + W1,2 (belt mendekati tail pulley)
Titik 3 (S3) = 1.07 × S2 (belt meninggalkan tail pulley)
Titik 4 (S4) = S3 + W3,4 + Wpl (belt mendekati pulley pengerak)
Dari hukum Euler, belt tidak akan slip pada pulley jika :
St≤ Ssleμα
St adalah tegangan keras
Ssl adalah tegangan kendor
e adalah bilangan logaritma dasar, e ≈ 2.718 α adalah sudut sentuh belt pada pulley = 210 o
, radian ( 1rad ≈ 57.3 o)
2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt
Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor harus
diusahakan sejelas mungkin. Karena pembacaan yang tidak jelas akan
mengakibatkan kesalahan dalam pemakaian jenis belt conveyor dan akan
maupun penyambungan. Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt
conveyor yang benar adalah :
1. Pembacaan spesifikasi fabric belt
Spesifikasi Fabric Belt 200 m RMA-2 NN-150 900 x 4P x 6 x 2 mm
Pembacaan 200 m : panjang belt
RMA-2 : Grade cover rubber
NN-150 : Tensile Strength 150 Kg/cm/ply
900 : Lebar belt
4P : jumlah ply = 4
6 mm : tebal top cover = 6
2 mm : tebal bottom cover = 2
2. Pembacaan spesifikasi steel cord
Spesifikasi steel cord 1000 m DIN-M ST-3150 1600 x DIA. 7 x 101 x 12 x
6 mm
Pembacaan 1000 m : Penjang belt = 1000 m
DIN-M : Grade cover Rubber
ST-3150 : Tensile strength = 3150 Kg/cm
1600 : Lebar belt = 1600 mm
DIA. 7 : Diameter kawat sling = 7 mm/Pcs
101 Pcs : Terdapat 101 buah sling berjejer selebar belt disusun dengan jarak
titk sumbu (pitch) yang sama
12 mm : tebal top cover = 12 mm
6 mm : tebal bottom cover = 6 mm
2.2.4.3 Penentuan jumlah ply
Pemikiran awam untuk menghadapi masalah belt yang sering putus
adalah dengan menambah jumlah ply, tanpa mempertimbangkan stress yang
akan terjadi pada saat belt berjalan melewati pully (pada titik momen) yang
akan berakibat fatal. Disamping factor stress, belt akan berjalan
penambahan jumlah ply, maka akan menambah kekakuan belt secara
keseluruhan. Jumlah minimum ply ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Kapasitas
2. Lebar belt conveyor
3. Jenis carccas
4. Diameter pully
Jumlah ply yang banyak mengharuskan pemakaian diameter pully
yang besar untuk menjaga fleksibilitas belt conveyor. Hubungan antara
jenis carccas dan jumlah ply dengan diameter pulley yang di sarankan dapat
dilihat di bawah ini :
Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan jumlah ply
2.2.4.4 Nilai mulur (Elongation)
Belt conveyor akan mengalami mulur sewaktu beroperasi sebagai
akibat dari sifat serat dan stress yang dialaminya. Mulur adalah
pertambahan panjang belt dari panjang semula. Dalam pemilihan jenis
reinforcement, yang harus di perhatikan adalah jumlah kemuluran yang
akan terjadi pada waktu belt beroperasi beberapa saat. Nilai mulur dapat di
pakai sebagai pedoman dalam menentukan posisi take-up (counter weight),
agar posisi counter weight tidak menyentuh tanah dalam waktu singkat.
Pemilihan nilai mulur yang tidak tepat dapat menyebabkan penyambungan
menyebabkan jadwal produksi menjadi terganggu. Besar nilai mulur pada
belt dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan nilai mulur belt conveyor
Belt type Take-Up (%)
c-c Elongation Distance Elastic Permanent Steel cord (ST)
Nylon fabric (NN)
Vynylon fabric (VN)
Polyester fabric (EP)
0.1 – 0.2
Pada tabel diatas diperlihatkan perbandingan nilai mulur dari berbagai
jenis reinforcement yang umumnya dipakai dalam belt conveyor. Nilai
mulur dinyatakan dalam % dari jarak center – to – center conveyor (pully
depan ke pully belakang). Nilai mulur elastic adalah nilai mulur yang akan
terjadi pada saat belt start atau beroperasi. Disamping itu juga belt
mengalami mulur permanent. Perhitungan mulur dari sebuah belt conveyor
dapat dihitung sebagai berikut:
Nilai mulur belt = L(c-to-c) x M(max)/ 100 ……….(lit. 7)
Dimana : L = panjang belt
M = nilai mulur permanen
2.3 Manajemen Pemeliharaan 2.3.1 Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa prancis kuno ménagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur (Wikipedia, 2009). Menurut
Robbins, et all, (2007) mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektief dan efisien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanbataan, sementara efisien berarti
bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorginisir, dan sesuai dengan
2.3.1.1 Defenisi manajemen
Manajemen berasal dari kata kerja To Manage berarti control. Dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani atau mengelola.
Selanjutnya kata benda manajemen atau management dapat mempunyai berbagai
arti. (Herujito, Y.M, 2001).
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Mary Parker follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjan melalui orang lain. Dalam Encylopedia of the Social
Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana
pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Manajemen menurut Pamela, S. Lewis, et all, (2004) dalam bukunya
“management: challenges For tomorrow’s Leaders”, yaitu:
“management is the process of administering and coordinating resources
effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of organitation ”
Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya agar
dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan
tersebut.
2.3.1.2 Fungsi manajemen
Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa
fungsi. Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai
jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga
membentuk suatu kesatuan administratif (Herujito, Y.M, 2001).
Untuk mencapai tujuannya organisasi memerlukan dukungan manajemen
dengan fungsinya sesuai kebutuhan. Kegiatan fungsi-fungsi manajemen
diperjelas secara ringkas, yaitu (Amsyah, Zulkifli, 2005):
1. Perencanaan (planning) adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan
penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaanuntuk
2. Pengorganisasian (organizing) adalah yang berkaitan dengan pengelompokan
personel dan tugasnya untuk menjalankan pekerjaan sesuai tugas dan
misinya,
3. Pengaturan personel (staffing) adalah yang berkaitan dengan bimbingan dan
pengaturan kerja personel. Unit masing-masing manajemen sampai pada
kegiatan, seperti seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan
kompensasi, sebagai bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi
dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM),
4. Pengarahan (directing) adalah yang berkaitan dengan kegiatan melakukan
pengarahan-pengarahan, tugas-tugas, dan konstruksi,
5. Pengawasan (controlling) kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk
menentukan apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan
perencanaan, sudah sampai sejauh mana kemjuan yang dicapai, dan
perencanaanyang belum mencapai kemajuan, serta melakukan koreksi bagi
pelaksanaan yang belum terselasaikan.
2.3.2 Pemeliharaan (maintenance) 2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan
Pemeliharaan Mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan
antara Bagian Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Karena Bagian Pemeliharaan
dianggap yang memboroskan biaya, sedang Bagian Produksi merasa yang
merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, Ardhi, 2008). Pada
umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak
mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan
perbaikan yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder A, 1992). Oleh karena itu,
sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan
dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.
Kata pemeliharaan diambil dari bahasa yunani terein artinya merawat,
menjaga, dan memelihara. Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai
tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau
Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih jelas adalah tindakan merawat mesin atau
peralatan pabrik dengan memperbaharui umur masa pakai dan
kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan, F.D, 2008).
Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya
“operations Management” pemeliharaan adalah:
“all activities involved in keeping a system’s equipment in working
order”
Segala aktivitas yang didalamnya adalah untuk menjaga sebuah sistem
peralatan agar pekerjaan dapat sesuai dengan pesanan.
Menurut Sehwarat, M.S dan Narang, J.S, (2001) dalam bukunya
“Production Management”, pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan
yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang
ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan
kualitas).
Menurut Assauri, Sofyan. (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk
memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan
perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya
terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan.
Sedangkan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004), Pemeliharaan
merupakan semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat
melaksanakan pesanan pekerjaan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan
perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan efektif dan efisien sesuai
dengan pesanan yang telah direncanakan atau ditentukan oleh perusahaan dengan
2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan
Dengan adanya kegiatan pemeliharaan ini maka fasilitas atau peralatan
perusahaan dapat dipergunakan untuk kegiatan produksi sesuai dengan rencana,
dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan perusahaan tersebut
dipergunakan selama proses produksi. Oleh karena itu, Suatu kalimat yang perlu
diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian lainnya bagi suatu pabrik adalah
pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan perbaikan (repair) mahal.
(Setiawan, F.D, 2008).
Menurut Daryus, Asyari, (2008) dalam bukunya manajemen
pemeliharaan mesin Tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan sebagai
berikut:
1. Untuk memperpanjang kegunaan asset,
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin,
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu,
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
Menurut Assauri, Sofyan, (2004) tujuan pemeliharaan yaitu:
1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi,
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu,
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut,
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien,
5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya
dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan
yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan
total biaya yang terendah.
Sedangkan menurut Higgins, L.R and Mobley, R.Keith, (2002) dalam
bukunya Maintenance Engineering Handbook menjelaskan adapun tujuan dari
dilakukannya pemeliharaan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menjamin tersedianya peralatan atau mesin dalam kondisi yang mampu
memberikan keuntungan,
2. Menjamin kesiapan peralatan cadangan dalam situasi darurat, misalnya sistem
pemadam kebakaran, pembangkit listrik, dan sebagainya,
3. Menjamin keselamatan manusia yang menggunakan peralatan,
4. Memperpanjang masa pakai peralatan atau paling tidak menjaga agar masa
pakai peralatan tersebut tidak kurang dari masa pakai yang telah dijamin oleh
pembuat peralatan tersebut.
2.3.2.3 Fungsi pemeliharaan
Menurut pendapat Ahyari, Agus, (2002) fungsi pemeliharaan
adalah agar dapat memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan
produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut
selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi.
Keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik
terhadap mesin, adalah sebagai berikut (Ahyari, Agus, 2002):
a. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang
bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang,
b. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan
berjalan dengan lancar,
c. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin
terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan
d. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka
proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik
pula,
e. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan
produksi yang digunakan,
f. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka
penyerapan bahan baku dapat berjalan normal,
g. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi
dalam perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang
ada semakin baik.
2.3.2.4 Kegiatan-kegiatan pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon,
Manahan. P, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
1. Inspeksi (inspection)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara
berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan
selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin
kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera
diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil
inspeksi, dan berusaha untuk mencegah penyebab timbulnya kerusakan dengan
melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.
2. Kegiatan teknik (Engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,
dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta
melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.
Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan
perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas
atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan
terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau
3. Kegiatan produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
memperbaiki dan meresparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik,
melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan
inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan perminyakan
(lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan
usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.
4. Kegiatan administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan
kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan
kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan . waktu
dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,
komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi, dalam
pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana
kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, diminyaki atau di service dan di
resparasi.
5. Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung
tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.
2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan
Menurut Daryus, Asyari, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan
mesin membagi pemeliharaan menjadi:
1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk
pencegahan. Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk inspeksi, perbaikan
kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama
2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan sehingga
mencapai standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan
peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau
modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik,
3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)
Pemeliharaan ini dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan
bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus
beroperasi terus dalam melayani proses produksi,
4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)
Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan
atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya
pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat
monitor yang canggih,
5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)
Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada
peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat dan
tenaga kerjanya,
6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)
Pemeliharan ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera dilakukan
karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)
Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama
mesin tersebut berhenti beroperasi,
8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau
terus-menerus,
9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk
menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model kegagalan
2.3.2.6 Klasifikasi pemeliharaan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan
dikategorikan dalam dua cara, yaitu (Corder A, 1992):
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)
Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara
terorginir untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang,
pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. (Corder A, 1992).
Menurut Corder A, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua
aktivitas utama yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi
periodik untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti
atau berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk
menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke
kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan diri kondisi
abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian.
(Setiawan, F.D, 2008).
Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya
“Operations Management”, preventive maintenance adalah:
“A plan that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good
repair to prevent failure”
Sebuah perencanaan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan
menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di
masa yang akan datang. Pekerjaan dasar pada perawatan preventive adalah:
inspeksi, pelumasan, perencanaan dan penjadwalan, pencatatan dan analisis,
latihan bagi tenaga pemeliharaan, serta penyimpanan suku cadang. sehingga
peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan dapat
Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability,
maintenance, and reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) yaitu:
1) Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk
dapat dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan
karakteristik lain untuk standar yang pasti,
2) Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi
untuk material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti,
3) Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan
pemakaian dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik,
4) Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel
tertentu untuk mencapai kinerja yang optimal,
5) Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan
seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan
yang baru,
6) Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu
pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang
ditentukan,
7) Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen
variabel untuk mencapai kinerja yang optimal.
b. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah
pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan
untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah
terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A, 1992).
Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek,
yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana.
Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, 2001 pemeliharaan korektif
(Corrective Maintenance) adalah:
“Remedial maintenance that occurs when equipment fails and must be repaired on
Pemeliharaan ulang yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus
segera diperbaiki karena keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas
utama.
Menurut Prawirosentono, Suyadi, (2001) pemeliharaan korektif
(Corrective Maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya
hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik
mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. .
Oleh karena itu, Dalam pelaksanaan pemeliharaan antara terencana yang
harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan,
sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam
perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang
efektif, dan estimasi pekerjaan. (Daryus, Asyari, 2007).
2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)
Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang
didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan
untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar
pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder A, 1992).
Pada umumnya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana,
dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga
akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya
perbaikan atau pemeliharaan.
Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir proses suatu perusahaan
Gambar 2.15 Diagram alir pemeliharaan
(Sumber: Corder, Anthony, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga)
2.3.3 Kegiatan Inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor
Selama interval umur equipment bagian-bagian pada belt conveyor yang
telah ditentukan, maka inspeksi-inspeksi pada bagian-bagian tersebut dilakukan
secara berkala, yaitu :
1. Inspeksi harian (daily Inspection)
Salah satu pekerjaan yang dilakukan dalam inspeksi harian ini adalah :
a. Pengecekan pada sistem transmisi yaitu pelumasannya
b. Pengecekan pada bagian roller yaitu putaran roller dan suara yang
abnormal
c. Pengecekan pada conveyor belt yaitu cek kelurusan conveyor belt
pada saat operasi
2. Inspeksi bulanan (monthly inspection)
Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi bulanan ini adalah:
a. Pengecekan driver unit yaitu pemeriksaan getaran, arus dan
tegangan
c. Pengecekan conveyor belt yaitu cek fisik conveyor belt (kondisi
sambungan)
d. Pengecekan skrit rubber yaitu cek keausan
e. Pengecekan pembersih (cleaner) yaitu periksa jarak antara cleaner
dengan head pully
f. Pengecekan umum yaitu periksa semua baut pengikat
3. Inspeksi tahunan (yearly inspection)
Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi tahunan ini adalah:
a. Pengecekan conveyor belt yaitu cek kekerasan conveyor belt
b. Penggantian skrit rubber
2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya
Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan
sumber daya berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku,
tenaga kerja, mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan
efektif dan efisien. pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan
pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.
Menurut Mulyadi, (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari
barang yang diproduksi terdiri dari:
a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan),
b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung),
c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).
Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah
bagaimana menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk
pencegahan maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya
akan mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer
produksi harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang
ditimbulkan sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan tentang
pemeliharaan. Dibawah ini diperlihatkan hubungan biaya pemeliharaan
(a)
(b)
Gambar 2.16 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance dengan biaya. (a) Traditional View of Maintenance, (b) Full Cost View of
Maintenance
(Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, (2001), Operation Management,
Prentice Hall, sixt Edition)
Gambar diatas menunjukkan hubungan tradisional antara pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) dengan pemeliharaan breakdown
(breakdown maintenance) yang menjelaskan bahwa manejer operasi harus bisa
mempertimbangkan keseimbangan antara kedua biaya. Di satu pihak, dengan
menempatkan sumber daya pada kegiatan pemeliharaan pencegahan akan
mengurangi jumlah kemacetan. Sama halnya dengan mengurangi pemeliharaan
breakdown biaya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya
2.3.5 Analisa kebijakan Pemeliharaan
Dengan demikian metode yang digunakan untuk memelihara mesin
dalam perusahaan adalah metode probabilitas untuk menganalisa biaya. Menurut
Handoko, T.Hani, (1999) Langkah-langkah perhitungan biaya pemeliharaan
adalah:
1. Menghitung rata-rata umur mesin sebelum rusak atau rata-rata mesin hidup
dengan cara:
Rata-rata mesin hidup = ∑ (bulan sampai terjadinya kerusakan setelah
perbaikan X probabilitas terjadinya kerusakan)
2. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan
pemeliharaan breakdown:
TC =
MTBF N
CR.
Keterangan:
TC = biaya bulanan total kebijakan Breakdown (Rp)
Cr = biaya perbaikan mesin (Rp)
N = jumlah mesin
MTBF = jumlah bulan yang diperkirakan antara kerusakan.
3. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan
pemeliharaan preventive:
Untuk menentukan biaya pemeliharaan preventive meliputi pemeliharaan
setiap satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya, harus dihitung
perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam suatu periode.
Rumusnya adalah:
Bn = N
+ B
(n-1)P
1+ B
(n-2)P
2+ B
(n-3)P
3+ B
1P
(n-1)Keterangan:
Bn = perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam n bulan,
N = jumlah Mesin,
2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan
Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis
untuk perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan
pemeliharaan dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik
digabungkan dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah
masalah-masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan;
menghasilkan aset hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya
operasi yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi.
Menurut Margono, (2006) metode manajemen pemeliharaan di lihat dari
beberapa hal sebagai berikut:
1. Permohonan pemeliharaan,
Sebagai persyaratan untuk perencanaan fungsi pemeliharaan, karena
perlu utuk mengetahui secara tepat tentang apa yang harus di kerjakan, apa yang
sedang di kerjakan dan berapa lama setiap bertugas/pekerjaan tersebut di kerjakan.
Permintaan dari pengawas bagian produksi untuk pelayanan yang dilakukan oleh
petugas-petugas pemeliharaan harus mendapat prioritas prhatian meskipun dalam
pengalaman menunjukkan bahwa hampir seluruh pekerjaan pemeliharaan dapat di
rencanakan sebelumnya, dalam jangka pendek dan kenyataan bahwa prioritas
utama jauh lebih kecil dari yang di perkirakan.
2. Permintaan pemeliharaan atau perbaikan,
Permintaan pemeliharaan atau perbaikan atas pekerjaan yang salah satu
atau kerusakan atau cacat yang memang perlu di perbaiki. Setelah pekerjaan di
selesaikan, kita harus mencari keterangan atau alasan tentan sebab-sebab
terjadinya kerusakan, terutama penting apabila terjadinya pemeliharaan darurat
serta uraian singkat tapi jelas mengenai tindakan yang telah dilaksanakan.
3. Kartu permintaan pemeliharaan atau perbaikan.
Dalam kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dimuat seluruh
informasi/keterangan yang dibutuhkan seperti misalnya jenis pekerja yang
diperlukan, dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Pekerja berorganisasi kepada tugas yang diberikan dan kartu permintaan
merupakan suatu perbedaan yang pokok antara penggunaan kartu permintaan
pemeliharaan/perbaikan dengan penggunaan kartu waktu dimana masalahnya
hanya pada berorganisasi kepada para petugas pemeliharaan.
Menurut Mobley, R.Keith, (2002) ada beberapa metode manajemen
pemeliharaan antara lain Yaitu:
1. Run-to-failure management,
Run-to-failure management adalah manajemen teknik pengaktifan
kembali yang menunggu mesin atau peralatan rusak sebelum diambil tindakan
pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah “nomaintenance”. Metode ini
merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal. Metode reaktif ini
memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk mempertahankan
persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh komponen utama
peralatan penting pabrik.
2. Preventive Maintenance
ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu.
Dengan kata lain tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam
operasi. Dalam manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin
dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF).
Gambar 2.17 kurva bak mandi
3. Predictive Maintenance
Seperti pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif memiliki banyak
defenisi. Untuk sebagian pekerja, pemeliharaan prediktif adalah pemantauan
getaran mesin dalam upaya untuk mendeteksi masalah baru dan untuk mencegah
kerusakan fatal.
Pemeliharaan prediktif adalah menggerakkan kondisi program
pemeliharaan preventif. Untuk jadwal kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan
prediktif menggunakan pengawasan langsung terhadap kondisi mekanik, efisiensi
system, dan indicator lainnya untuk menentukan rata-rata waktu actual sampai
rusak atau hilangnya efisiensi untuk setiap mesin dan system di pabrik.
Penambahan program pemeliharaan prediktif yang komprehensif dapat dan akan
menyediakan data factual pada kondisi mekanik actual dari setiap mesin dan
efisiensi operasional setiap sistem proses.
4. Metode peningkatan pemeliharaan lainnya
Selama 10 tahun terakhir, berbagai metode manajemen, seperti
pemeliharaan produktif total (TPM) dan kehandalan yang berpusat pada
pemeliharaan (RCM), telah dilembangkan dan disebut-sebut sebagai obat mujarab
salah satu dari metode cepat, memperbaiki dalam upaya untuk mengimbangi
kekurangan pemeliharaan yang dirasakan.
a. Total Productive Maintenance
Pemeliharaan ini disebut-sebut sebagai pendekatan jepang untuk
manajemen perawatan yang efektif, konsep ini di kembangkan oleh Deming di
akhir 1950-an. TPM bukan program manajemen pemeliharaan. Sebagian besar
kegiatan terkait dengan pendekatan manajemen jepang diarahkan pada fungsi
produksi dan menganggap pemeliharaan akan memberikan tugas-tugas dasar yang
diperlukan untuk mempertahankan aset produksi kritis. Semua manfaat di ukur
dari TPM yang di kemas dalam hal kapasitas, kualitas produk, dan total biaya
produksi.
b. Reliability-Centered Maintenance
Dalil dasar RCM adalah bahwa semua mesin harus gagal dan memiliki umur yang
terbatas, tetapi asumsi ini tidak berlaku, jika mesin dan sistem pabrik dirancang
baik, dipasang, dioperasikan, dan dipelihara.
2.5 Metode Penyambungan belt
Belt conveyor adalah salah satu komponen dari belt conveyor sistem yang
berfungsi untuk membawa material dan meneruskan gaya putar. Di pilihnya belt
conveyor system sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk
meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan
optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan dari penggunaan
belt conveyor adalah:
1. Menurunkan biaya produksi pada saat memindahkan material
2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap
sesuai dengan keinginan
3. Membutuhkan sedikit ruang
4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material
5. Menurunkan polusi udara
Oleh karena belt adalah merupakan salah satu komponen utama, maka
bagaimana cara melakukan penyambungan belt jika terjadi kerusakan pada saat
operasi/ produksi sedang berlangsung.
2.5.1 Jenis Penyambungan Belt
Penyambungan belt conveyor adalah proses menyatukan dua sisi belt,
sehingga belt dapat digunakan sebagai alat tranportasi produk. Pada
penyambungan belt conveyor terdapat dua jenis (Metode) penyambungan, yaitu :
a. Penyambungan mekanis (Mechanical Joint)
Penyambungan mekanis adalah penyambungan yang terdiri dari bahan
baja berbentuk engsel untuk menghubungkan kedua bagian belt.
Penyambungan ini digunakan hanya dalam keadaan darurat saja. Pada
saat belt tiba-tiba putus saat beroperasi dan perusahan dalam keadaan
kejar produksi(Shipping). Karena penyambungan mekanis ini sifatnya
hanya sementara.
Keuntungan dari mechanical joint :
1. Cepat dalam penyambungan
2. Investasi awal sedikit, karena hanya perlu tool portable
3. Pergeseran take up sedikit karena panjang belt berkurang
sedikit
Kerugian dari mechanical joint :
1. Kekuatannya berkurang
2. Pada ujung potongan terbuka. Sehingga carccas lembab dan
dapat merusak carccas
3. Permukaan sambungan biasanya tidak rata sehingga belt
cleaner tidak berfungsi efektif
4. Material halus dapat lolos ke bawah melalui celah sambungan
5. Untuk material yang panas, splice dapat merambatkan panas ke
carccas, sehingga carccas rapuh setempat
Cara penyambungan mechanical joint adalah ; belt ditempatkan
berhadapan dengan potongan lurus yang tegak lurus terhadap garis