PENGARUH SIFAT KEPEMIMPINAN TERHADAPMOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT. GOLD COIN INDONESIA
TAHUN 2010
TESIS
OLEH
YUANITA HALIMAH SURY NASUTION 087010010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH SIFAT KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT. GOLD COIN INDONESIA
TAHUN 2010
TESIS
OLEH
YUANITA HALIMAH SURY NASUTION 087010010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH SIFAT KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT. GOLD COIN INDONESIA
TAHUN 2010
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
YUANITA HALIMAH SURY NASUTION 087010010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH SIFAT KEPEMIMPINAN
TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT. GOLD COIN INDONESIA
TAHUN 2010
Nama Mahasiswa : Yuanita Halimah Sury Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 087010010
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M)
Ketua Anggota
(Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji Pada Tanggal :
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi
2. Dra.Lina Tarigan, Apt. M.S
PERNYATAAN
PENGARUH SIFAT KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT. GOLD COIN INDONESIA
TAHUN 2010
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2011
ABSTRAK
Survey awal yang dilakukan oleh peneliti di PT. Gold Coin Indonesia masih ada karyawan yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasil produksi serta tidak memiliki kepercayaan diri dalam menjalankan pekerjaan. Dari 30 karyawan yang di survey 55% karyawan masih memiliki motivasi rendah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh sifat kepemimpinan (penggerak, motivasi pimpinan, integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, pengetahuan tentang bisnis, dan kecerdasan emosi) terhadap motivasi kerja karyawan di PT. Gold Coin Indonesia. Jenis penelitian adalah survey eksplanatory. Populasi penelitian adalah karyawan tetap PT. Gold Coin Indonesia yang berjumlah 122 orang. Besar sampel sebanyak 57 orang dari departemen factory (produksi). Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan antara motivasi pimpinan terhadap motivasi kerja karyawan dengan p value (0.021<0.05) . Variabel lain yaitu penggerak dengan p value (0.206>0.05), kepercayaan diri dengan p value (0.592>0.05), kecerdasan dengan p value (0.323>0.05), pengetahuan bisnis dengan p value (0.412>0.05), kecerdasan emosi dengan p value (0.0.803>0.05) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Disarankan kepada pemimpin perusahaan agar meningkatkan kemampuan dan dorongan yang kuat agar pencapaian prestasi karyawan tinggi dan hasil kerja yang optimal. Kepada karyawan agar tetap berkomitmen melakukan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang telah didelegasikan.
ABSTRACT
The first survey what to do at PT. Gold Coin Indonesia have seen that production result (8 ton) still not agree with period of time that settled (10 ton) each day because there is still employees are not responsibility with job and product results as well as not belonging self confidence to do the job. From 30 employees that surveyed about 55% from them still have low motivation to do the task and responsibility.
This research was an explanatory survey with cross sectional approach to analyze influence of the trait leadership on the employees’ motivation at PT. Gold Coin Indonesia. The sample were 57 respondents. The method of collecting the data was done by giving the questionnaires which had been tested of being valid and reliable. The data were analyzed in multivariate (multiple regression) of alpha 0.05.
Variable of the effectiveness of leadership had significant influence on the employees’ morale is the variable of the manager’s motivation . With the significance level 0.021 or (<0.05) the variable of the manager’s motivation had the influence on the employee’s morale at PT. Gold Coin Indonesia.other variables are driven with significance level (0.206>0.05), self confidence with significance level (0.592>0.05), intelligence with significance level (0.323>0.05), knowledge of business with significance level (0.412>0.05), emotional intelligence with significance level (0.803>0.05) hadn’t significant influence on the employees’ morale.
It is suggested to manager who increase the improvement of capability, encouragement, and the good relationship between the manager and the employees, concerning the task and the morale of the employees should be accomplished so that the high performance of the employee can be achieve. With employees can commitment keep on to do the best on delegation jobs.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Sifat Kepemimpinan terhadap Motivasi
Kerja Karyawan PT. Gold Coin Indonesia Medan Tahun 2010.”
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM). Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si yang telah memberi masukan dan saran untuk menjadikan tesis
ini lebih baik.
4. Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Dr. Ir. Evawany
5. Dr. Drs R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Ferry Novliadi, S.Psi., M.Psi. selaku
tim pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.
6. Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S dan Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi. sebagai tim penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.
7. Kepada kedua orang tua tersayang Drg. H. Rustam Affendi, Nst. dan Dra. Hj. Chairyati, Nst. atas segala dukungan, kesabaran dan pengertiannnya.
8. Pimpinan PT. Gold Coin Indonesia yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
9. Para Karyawan PT. Gold Coin Indonesia yang telah banyak membantu
penulis dilapangan selama penelitian.
10.Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Medan, Februari 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Yuanita Halimah Sury Nasution, lahir di Medan pada tanggal 5 Oktober
1983, anak ke-3 dari 3 bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di Perumahan Tasbih Blok TT No. 53 Medan.
Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1988 di SD Negeri 2 Serbelawan, P. Siantar, selanjutnya di SMP Taman Asuhan P. Siantar tamat tahun 1997. Kemudian melanjutkan sekolah di SMA Negeri 3 Medan tamat tahun 2000.
Melanjutkan pendidikan S1 Psikologi Universitas Medan Area di Medan dan tamat pada tahun 2006.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Defenisi Pemimpin dan Kepemimpinan ... 9
2.2. Teori Kepemimpinan ... 14
2.3. Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan ... 20
2.4. Motivasi Kerja ... 26
2.4.2 Dimensi Motivasi ... 27
2.4.3. Teori-teori Motivasi ... 28
2.4.4. Indikator Motivasi Kerja ... 40
2.6. Landasan Teori ... 42
2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 45
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46
3.1. Jenis Penelitian ... 46
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
3.3. Populasi dan Sampel ... 46
3.3.1. Populasi ... 46
3.3.2 Sampel ... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47
3.4.1. Data Primer ... 47
3.4.2. Data Sekunder ... 47
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49
3.5.1 Variabel ... 49
3.5.2 Definisi Operasional ... 50
3.6. Metode Pengukuran ... 52
3.6.1 Pengukuran Variabel Independen ... 52
3.6.2 Pengukuran Variabel Dependen ... 53
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 57
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 57
4.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... 59
4.3. Sistem pengupahan dan Fasilitas Perusahaan ... 61
4.3. Distribusi Kuesioner Penelitian ... 62
4.4. Statistik Demografi Penelitian ... 63
4.5. Analisis Univariat ... 65
4.6. Analisis Bivariat ... 70
4.7. Analisis Multivariat ... 72
4.7.1. Pemilihan Variabel Uji Multivariat ... 73
4.7.2. Penentuan variabel yang paling berpengaruh ... 74
4.8. Evaluasi Model ... 75
4.8.1. Uji Normalitas Data ... 75
4.8.2. Uji Multikolinearitas ... 76
4.8.3. Pengujian Goodness Of Fit ... 77
4.8.4. Uji Serempak (Uji F) ... 78
BAB 5 PEMBAHASAN ... 81
5.1. Pengaruh Sifat Kepemimpinan Variabel dorongan dalam diri (penggerak) terhadap Motivasi Kerja Karyawan ... 81
5.2. Pengaruh Sifat Kepemimpinan Variabel Motivasi Pimpinan terhadap Motivasi Kerja Karyawan ... 83
5.4. Pengaruh Sifat Kepemimpinan Variabel Kepercayaan Diri
terhadap Motivasi Kerja Karyawan ... 86
5.5. Pengaruh Sifat Kepemimpinan Variabel Inteligen terhadap Motivasi Kerja Karyawan ... 87
5.6. Pengaruh Sifat Kepemimpinan Variabel Pengetahuan Tentang Bisnis terhadap Motivasi Kerja Karyawan ... 87
5.7. Pengaruh Sifat Kepemimpinan Variabel Kecerdasan Emosi terhadap Motivasi Kerja Karyawan ... 88
BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN ... 91
6.1. Kesimpulan ... 91
6.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
DAFTAR TABEL
2.1. Sifat Kepemimpinan dan deskripsi ... 17
2.2. Perbandingan teori Motivasi ... 32
3.1. Definisi Operasional Variabel Independen ... 50
3.2. Definisi Operasional Variabel Dependen ... 51
3.3. Item Pertanyaan variabel sifat kepemimpinan dan motivasi kerja yang valid dan reliabel terhadap penelitian ... 54
4.1. Jumlah karyawan setiap departemen PT.Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 60
4.2. Distribusi Frekuensi Kuesioner Penelitian di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 62
4.3. Distribusi Frekuensi demografi responden penelitian di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 63
4.4. Distribusi responden penelitian berdasarkan variabel Sifat Kepemimpinan di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 65
4.5. Distribusi responden penelitian berdasarkan kategori variabel Sifat Kepemimpinan di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 66
4.6. Distribusi frekuensi responden penelitian berdasarkan variabel Motivasi Kerja Karyawan di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 .... 67
4.7. Distribusi responden penelitian berdasarkan kategori Motivasi Kerja Karyawan di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 68
4.9. Hasil Uji Bivariat untuk identifikasi variabel independen yang dimasukkan ke dalam uji multi variat ... 73 4.10. Hasil uji multivariat regresi linear berganda untuk identifikasi
DAFTAR GAMBAR
2.1. Faktor-Faktor Kepribadian dan situasi yang mempengaruhi
kepemimpinan yang efektif ... 22
2.2. Hirarki Kebutuhan Maslow ... 33
2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 45
4.1. Kurva Distribusi Normal dari skala penilaian Motivasi Kerja ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner penelitian ... 95
2. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 100
3. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 101
4. Struktur Organisasi PT. Gold Coin Indonesia ... 102
5. Master Data Penelitian Pengaruh Sifat Kepemimpinan terhadap Motivasi kerja Karyawan di PT. Gold Coin Indonesia Tahun 2010 ... 103
ABSTRAK
Survey awal yang dilakukan oleh peneliti di PT. Gold Coin Indonesia masih ada karyawan yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasil produksi serta tidak memiliki kepercayaan diri dalam menjalankan pekerjaan. Dari 30 karyawan yang di survey 55% karyawan masih memiliki motivasi rendah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh sifat kepemimpinan (penggerak, motivasi pimpinan, integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, pengetahuan tentang bisnis, dan kecerdasan emosi) terhadap motivasi kerja karyawan di PT. Gold Coin Indonesia. Jenis penelitian adalah survey eksplanatory. Populasi penelitian adalah karyawan tetap PT. Gold Coin Indonesia yang berjumlah 122 orang. Besar sampel sebanyak 57 orang dari departemen factory (produksi). Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan antara motivasi pimpinan terhadap motivasi kerja karyawan dengan p value (0.021<0.05) . Variabel lain yaitu penggerak dengan p value (0.206>0.05), kepercayaan diri dengan p value (0.592>0.05), kecerdasan dengan p value (0.323>0.05), pengetahuan bisnis dengan p value (0.412>0.05), kecerdasan emosi dengan p value (0.0.803>0.05) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Disarankan kepada pemimpin perusahaan agar meningkatkan kemampuan dan dorongan yang kuat agar pencapaian prestasi karyawan tinggi dan hasil kerja yang optimal. Kepada karyawan agar tetap berkomitmen melakukan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang telah didelegasikan.
ABSTRACT
The first survey what to do at PT. Gold Coin Indonesia have seen that production result (8 ton) still not agree with period of time that settled (10 ton) each day because there is still employees are not responsibility with job and product results as well as not belonging self confidence to do the job. From 30 employees that surveyed about 55% from them still have low motivation to do the task and responsibility.
This research was an explanatory survey with cross sectional approach to analyze influence of the trait leadership on the employees’ motivation at PT. Gold Coin Indonesia. The sample were 57 respondents. The method of collecting the data was done by giving the questionnaires which had been tested of being valid and reliable. The data were analyzed in multivariate (multiple regression) of alpha 0.05.
Variable of the effectiveness of leadership had significant influence on the employees’ morale is the variable of the manager’s motivation . With the significance level 0.021 or (<0.05) the variable of the manager’s motivation had the influence on the employee’s morale at PT. Gold Coin Indonesia.other variables are driven with significance level (0.206>0.05), self confidence with significance level (0.592>0.05), intelligence with significance level (0.323>0.05), knowledge of business with significance level (0.412>0.05), emotional intelligence with significance level (0.803>0.05) hadn’t significant influence on the employees’ morale.
It is suggested to manager who increase the improvement of capability, encouragement, and the good relationship between the manager and the employees, concerning the task and the morale of the employees should be accomplished so that the high performance of the employee can be achieve. With employees can commitment keep on to do the best on delegation jobs.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegiatan industri dalam proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit
akibat kerja. Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril
maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh Lebih-lebih baik daripada menunggu sampai kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi yang
biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan pemberian kompensasinya. Mengingat kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan penggunaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Ageement (AFTA) dan
World Trade Organization (WTO) serta Asia Pacific Economic Community (APEC)
yang akan berlaku tahun 2020, dan untuk memenangkan persaingan bebas ternyata
merupakan salah satu persyaratan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
di samping itu K3 adalah hak asasi setiap tenaga kerja (Sutjana, 2006).
Pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada dasarnya
merupakan tanggung jawab para manajemen yang wajib memelihara kondisi kerja yang selamat sesuai dengan ketentuan pabrik. Umumnya kejadian kecelakaan kerja disebabkan kesalahan manusia (human error), dimana penyebab kecelakaan bermula
pada kegiatan tidak selamat manusia itu sendiri (Silalahi, 1991).
Kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan organisasi,
dimana terjadi interaksi kerjasama antar dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan, (Wahjosumidjo : 1992). Bahkan beberapa pakar mengasosiasikan kegagalan ataupun keberhasilan suatu organisasi dengan pemimpinnya. Dengan kata lain, perilaku
pemimpin, baik yang bersumber dari personalitas pemimpin itu sendiri, karena dorongan kebutuhan pribadi pemimpin, maupun karena adanya ketidakcocokan
antara tujuan organisasi dengan motivasi pemimpin, mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai macam tingkat produktivitas dan moral organisasi (Trimo: 1984).
Peningkatan motivasi kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa
dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan, pemimpin merupakan pencetus
seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara
efektif dan efisien (Wahjosumidjo : 1992).
Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses
pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko, 2001). Oleh sebab itu, pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan
kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah
pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh
hubungan manusiawi (Robbins : 2001). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan
sehingga motivasi kerja karyawan meningkat yang akan berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Handoko, 2001).
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pimpinan dalam organisasi adalah
bagaimana dapat menggerakkan para karyawannya agar mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Untuk itu,
Dengan kata lain, salah satu tantangan berat bagi pimpinan adalah bagaimana
motivasi kerja karyawan dapat tumbuh dan terbina dengan baik.
Pendekatan ciri dan perilaku menghasilkan riset yang menunjukkan bahwa
kepemimpinan yang efektif tampaknya tergantung kepada beberapa variabel seperti kultur organisasi, sifat dari tugas, aktivitas kerja serta nilai dan pengalaman sebagai manajerial seseorang. Tak satupun gaya yang paling efektif untuk semua situasi
(Sopiah, 2008).
Faktor-faktor yang memengaruhi sifat pemimpin mancakup kepribadian,
pengalaman masa lampau dan harapan dari pemimpin tersebut, harapan dan perilaku atasan, karakteristik, harapan dan perilaku bawahan yang menunjukkan motivasi kerja karyawan, persyaratan tugas, kultur, kebijaksanaan organisasi dan harapan serta
perilaku rekan. Pada gilirannya faktor-faktor ini yang memengaruhi pemimpin (Sopiah, 2008)
Motivasi kerja adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota
organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
digunakan dalam mendorong orang melakukan sesuatu. Insentif yang dapat
menyebabkan orang mau bekerja sebaik mungkin itu dapat berupa uang (finansial) atau bukan uang (non finansial). Insentif menjadi kebutuhan karyawan.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia dengan sendirinya membentuk semacam hirarki, yakni dari kebutuhan fisik (psysiological needs), kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman (safety and security needs) kebutuhan sosial
(belongingness and love), kebutuhan akan penghargaan dan status (esteem and status), sampai dengan kebutuhan akan perwujudan atau aktualisasi diri
(self-actualization).
Proses berjalannya sebuah perusahaan melibatkan semua pihak yang terkait, pemimpin dan karyawan. Kualitas dan kuantitas pekerjaan yang baik dipengaruhi
oleh penerapan kepemimpinan dan motivasi kerja karyawan. Salah satu penyebab motivasi kerja karyawan rendah karena penerapan kepemimpinan sebagai garis
vertikal dari pimpinan kepada karyawan dengan cara melakukan pengawasan secara terus menerus terhadap pekerjaan yang telah didelegasikan pada karyawannya.
Kinerja karyawan menunjukkan belum optimal menurut hasil survey awal PT.
Gold Coin Indonesia terlihat bahwa hasil produksi (8 ton) masih belum tepat sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan (<10 ton) perhari dikarenakan masih ada karyawan yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasil produksi serta
yang di survey 55% karyawan masih memiliki motivasi rendah dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawab.
Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang menentukan besar kecilnya prestasi.
Jadi seorang pimpinan yang baik harus dapat memberi motivasi yang baik pada karyawannya sehinga karyawan dapat bekerja dengan baik dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Setiap pimpinan selalu berusaha agar produktivitas kerja dari
karyawan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pimpinan berusaha agar karyawan mempunyai moral kerja yang tinggi, sehingga diharapkan semangat dan kegairahan
kerja dapat meningkat (Anorogo, 1990).
Untuk itu peneliti dapat berasumsi bahwa ada pengaruh sifat kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan. Pengaruh sifat kepemimpinan terhadap motivasi
kerja karyawan diteliti melalui studi yang akan dilaksanakan pada PT. Gold Coin Indonesia. PT. Gold Coin Indonesia. PT. Gold Coin Indonesia merupakan perusahaan
swasta PMA (Penanaman Modal Asing) yang bergerak di industri pakan ternak. PT. Gold Coin Indonesia sudah melaksanakan berbagai program K3 sebagai bentuk komitmen dan kebijaksanaan pemimpin dalam melindungi karyawan dari ancaman
yang timbul akibat interaksi tenaga kerja, alat dan bahan dengan lingkungan kerja.
PT. Gold Coin Indonesia sebagaimana Perseroan Terbatas (PT) yang berorientasi bisnis, menjadikan profit/laba sebagai ukuran utama kinerja perusahaan
Gold Coin Indonesia dalam visinya menjadikan perusahaan sebagai produsen pakan
ternak yang terkemuka di bidang livestock dan aquafeed serta tertuang dalam misinya mempunyai kebijaksaan perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan
yang merupakan bagian dari motivasi kerja yang pada akhirnya akan memengaruhi produktivitas individu dan perusahaan.
Kemampuan perusahaan dalam menempatkan dan mempertahankan tenaga
professional pada setiap tingkat manajemen sebagai sebuah standar kompetensi perusahaan akan menjadikan sebuah nilai tambah untuk mewujudkan kepemimpinan
yang efektif.
1.2. Permasalahan
Masalah pokok yang akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh sifat kepemimpinan yang terdiri dari sifat penggerak/drive, motivasi pimpinan/leadership motivation, integritas/integrity,
keyakinan diri/self confindence, kecerdasan/intelligence, pengetahuan bisnis/knowledge of the bussiness, kecerdasan emosi/emotional intelligence terhadap motivasi kerja karyawan di PT. Gold Coin Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Melihat hubungan antara sifat kepemimpinan terhadap motivasi kerja
karyawan.
2. menganalisis pengaruh sifat kepemimpinan terhadap motivasi kerja
karyawan di PT. Gold Coin Indonesia.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh sifat kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan di PT.
Gold Coin Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain adalah :
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai sifat kepemimpinan dalam rangka meningkatkan motivasi kerja
karyawan di perusahaan.
2. Memberikan masukan kepada pihak perusahaan PT. Gold Coin Indonesia dalam
perumusan kebijakan serta merancang strategi kepemimpinan yang tepat dan efektif dalam rangka peningkatan motivasi kerja karyawan dan produktivitas perusahaan.
3. Dapat dijadikan bahan acuan penelitian selanjutnya tentang sifat kepemimpinan di perusahaan terhadap motivasi kerja karyawan serta dapat mengetahui landasan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pemimpin dan Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun memengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik
secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya (Sofa, 2009).
Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak yang mampu untuk memimpin, membimbing dan sekaligus mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Orang yang mampu untuk memimpin, membimbing dan sekaligus dapat memecahkan masalah
disebut pemimpin (Siagian, 1998).
Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan
kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin.
Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang
Menurut John. R. Schermer Horn, Jr1) dalam Irawati (2004) Leading and
being a manager are not one and the samething. To be a manager means to act
effectively in the comprehensive sense of planning,organizing, leading and
controlling. Leadership success is a necessary but not suffcient condition for
managerial success. A good manager is always a good leader, but a good leader is
not necesserily a good manager.
Dalam kehidupan berorganisasi, pemimpin memegang peranan yang sangat penting bahkan sangat menentukan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Seorang
pemimpin dalam melakukan aktivitasnya memerlukan sekelompok orang lain yang disebut bawahan. Merekalah yang dikendalikan, dipengaruhi dan digerakkan agar mau bekerja secara efektif dan efesien sesuai dengan keinginan pemimpin (As’ad,
1986). Selain bawahan, pemimpin juga membutuhkan sarana dan pra sarana dalam rangka memperlancar tugasnya sebagai pemimpin. Pemimpin juga dituntut untuk membina hubungan baik dan menyenangkan dengan bawahan dalam usaha mencapai
tujuan organisasi (Dharma, 1984).
Seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang pemimpin yang memiliki
kemampuan pribadi tertentu, maupun membaca keadaan bawahannya dan lingkungannya. Faktor yang harus diketahui dari bawahannya adalah kematangan mereka, sebab ada kaitannya dengan gaya kepemimpinan. Hal ini dimaksudkan agar
Keberadaan pemimpin yang efektif dan dinamis dalam struktur organisasi
sangat strategis. Karena dengan adanya komitmen yang tinggi dari seorang pemimpin untuk meningkatkan kualitas para bawahannya. Pemimpin yang efektif dan dinamis
akan mampu mengendalikan, mengarahkan dan memotivasi bawahannya kearah tercapainya kinerja karyawan, seperti yang diharapkan oleh pemimpin dalam mencapai sesuatu (Trimo, 1984).
Seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran
pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996).
Peran pertama meliputi meliputi peran figurehead (sebagai simbol dari organisasi), leader (berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan
mengembangkannya), dan liaison (menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi). Sedangkan peran kedua terdiri dari tiga peran juga yakni monitor (memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi
perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan), disseminator (menyampaikan informasi, nilai-nilai baru dan fakta kepada bawahan) serta
spokesman (juru bicara atau memberikan informasi kepada orang-orang diluar
organisasinya). Adapun peran ketiga terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur (mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi), disturbance handler
(mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun), resources allocator (mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi,
dan mengesahkan setiap keputusan), serta negotiator (melakukan perundingan dan
tawar menawar) (Gordon, 1996)
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan (1996) mengemukakan tiga
macam peran pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya), aligning (menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama),
serta allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara mereka bekerja).
Fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi, tidak dapat dibantah merupakan suatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Sebagaimana diungkapkan Wahjosumidjo (1992),
kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan organisasi, dimana terjadi interaksi kerjasama antar dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan. Bahkan beberapa pakar mengasosiasikan kegagalan ataupun keberhasilan suatu organisasi
dengan pemimpinnya. Menurut As’ad (1986), kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi aktivitas para
anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Kepemimpinan atau manajemen berkewajiban untuk menggerakkan dan
membimbing, memengaruhi, dan atau mengawasi pikiran-pikiran, perasaan atau
tingkah laku orang lain (Trimo, 1984).
Kepemimpinan dinyatakan sebagai proses, artinya kepemimpinan itu
berlangsung dalam kurun waktu cukup lama yang dimulai dari membuat perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pembimbingan (directing), pengawasan
(controlling) dan kembali lagi pada pembuatan perencanaan untuk kegiatan
selanjutnya (Drake, 1993).
Secara umum dapat dikatakan, bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan
dan keterampilan memengaruhi perilaku orang lain, dalam hal ini para anggota kelompok, sedemikian rupa sehingga perilaku tesebut diwujudkan dalam pola tindak orang yang bersangkutan yang memungkinkannya memberikan yang terbaik pada
dirinya dalam penyelesaian tugas bersama. Definisi tersebut menjelaskan bahwa kepemimpinan seorang bukan hanya bisa tumbuh dan berkembang lantaran adanya bakat dari seseorang yang dibawa sejak lahir tapi bisa dididik dan dilatih. Beberapa
kalimat pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkan, secara jelas dan nyata (Hicks, 1996).
Dalam pengertian yang paling mendasar, Drake (1993) mengumpamakan bahwa kepemimpinan positif berada dibarisan paling depan; menggunakan badan, gerakan maju, dan keterampilan komunikasi untuk memberikan arahan kepada yang
lain mengenai jalan mana yang harus ditempuh. Selanjutnya Hicks (1996), dijelaskan pimpinan perusahaan yang berhasil paling sedikit memiliki delapan sifat yaitu ; (1)
(3) selalu bergaul dengan orang, (4) menghindari profesionalisme tiruan, (5)
mengelola perubahan, (6) memilih orang, (7) hindari “mengerjakan semua sendiri’, dan (8) menghadapi kegagalan.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, dapat disintesiskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang (pemimpin) untuk memengaruhi orang lain (bawahan) dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam hal ini kepemimpinan mengandung unsur-unsur; (1) orang yang memengaruhi, (2) orang yang dipengaruhi, (3) adanya tindakan untuk memengaruhi,
(4) adanya maksud dan tujuan (Meyer, 1989).
Indikator dari kepemimpinan yaitu : (1) integritas, (2) percaya diri, (3) pendorong, (4) kemampuan memotivasi karyawan, (5) intelegensi, (6) memahami
bisnis perusahaan dengan baik, dan (7) kemampuan mengendalikan emosi (emotional intelligence), untuk memengaruhi karyawan yang menjadi bawahannya dalam
mencapai tujuan perusahaan (Jewell dan Stegall, 1998).
2.2. Teori Kepemimpinan
1. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Menurut teori ini bahwa untuk mengetahui tentang kepemimpinan harus dimulai dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Penekanannya ialah tentang sifat-sifat yang membuat seseorang sebagai pemimpin. Seperti halnya
mempunyai sifat sebagai pemimpin. Teori Great Man dapat memberikan arti lebih
realistis terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yaitu ditegaskan bahwa dalam kenyataannya
sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan tetapi dapat juga dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dapat disimpulkan bahwa diantara sifat-sifat yang cenderung
mempengaruhi timbulnya kepemimpinan antara lain kecerdasan, inisiatif, keterbukaan, antusiasme, kejujuran, simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Namun tidak semua sifat-sifat tersebut bisa diterapkan pada semua bidang, terutama pada organisasi. Dikatakan bahwa keberhasilan seorang manajer tidak semata-mata dipengaruhi oleh sifat-sifat tadi, artinya tidak ada hubungan sebab akibat dari sifat
kepemimpinan dengan keberhasilan seorang manajer.
Keith Davis yang disarikan dalam Mifta Thoha (1996:33) untuk merumuskan empat sifat umum yang mempengaruhi terhadap keberhasilan kepemimpinan
organisasi yaitu :
a. Kecerdasan : hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin
mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin, namun demikian yang sangat menarik adalah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial serta mempunyai keinginan untuk
menghargai dan dihargai.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi : para pemimpin secara relatif
mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi dengan bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan yang ekstrinsik.
d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan : pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan pengikutnya dan mampu berpihak
kepadanya atau dengan kata lain pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan pada hasil produksi.
Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk
mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan
konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi
sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin. Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang
Berikut adalah kompetensi pemimpin yang efektif dalam teori kepemimpinan
[image:39.612.111.514.199.431.2]menurut sifat :
Tabel 2.1. Sifat Kepemimpinan dan Deskripsinya
Sifat Kepemimpinan Deskripsi
Dorongan dalam diri Penggerak
Motivasi dalam diri pemimpin dalam mencapai tujuan
Motivasi Pimpinan Kebutuhan akan kekuasaan sosialisasi/bergaul pemimpin dalam menyempurnakan/menguatkan tim atau tujuan organisasi
Integritas Keadaan sifat yang sebenarnya dari seorang pemimpin dan cenderung menterjemahkan kata-kata kedalam perbuatan/aktivitas
Kepercayaan Diri Keyakinan pemimpin dengan ketrampilan kepemimpinannya dan kemampuan dalam mencapai tujuan
Kecerdasan Kemampuan kognitif pemimpin yang diatas rata-rata dalam memproses sejumlah informasi yang besar
Pengetahuan tentang bisnis
Pemahaman pemimpin terhadap lingkungan perusahaan dalam membuat keputusan berdasan intuisi
Kecerdasan emosi Kemampuan pemimpin untuk memantau dirinya sendiri dan perasaan hati lainnya, membeda-bedakan diantara mereka (karyawan), dan menggunakan informasi sebagai panduan/pedoman pikiran (ide) dan tindakannya.
Sumber : Terjemahan dari Organizational Leadership Theory
Dorongan dalam diri/Penggerak, para pemimpin harus mempunyai motivasi yang tinggi terhadap prestasi. Sifat penggerak ini menggambarkan motivasi dalam
diri yang pemimpin miliki dalam mencapai tujuan mereka dan mendorong yang lainnya bergerak ke arah mereka (tujuan).
Motivasi pimpinan, para pemimpin harus mempunyai kekuatan kebutuhan
akan kekuasaan karena mereka ingin memengaruhi yang lain. Bagaimanapun, mereka cenderung mempunyai “kekuasaan bergaul” karena motivasi mereka dibatasi oleh
mereka dapat memengaruhi yang lain dalam menyempurnakan tujuan yang
menguntungkan tim atau organisasi.
Integritas, kompetensi ini berarti kondisi yang sebenarnya dari pemimpin dan
kecenderungan menerjemahkan kata-kata kedalam perbuatan. Integritas merupakan karakteristik kepemimpinan yang paling penting. Karyawan ingin pemimpin yang jujur yang dapat mereka percayai.
Kepercayaan diri, para pemimpin percaya ketrampilan kepemimpinannya dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Mereka juga menggunakan pengaruh
managemen taktik untuk meyakinkan pengikut terhadap kepercayaan mereka.
Inteligen, para pemimpin memiliki kemampuan kognitif/teori diatas rata-rata, untuk memproses informasi dalam jumlah besar. Pemimpin tidak butuh pandai, lebih
baik mereka mempunyai kemampuan superior untuk menganalisis skenario alternatif dan mengidentifikasi peluang yang potensial.
Pengetahuan/pemahaman tentang bisnis, para pemimpin harus tahu
lingkungan bisnis yang mereka operasikan. Pengetahuan ini membantu intuisi mereka, memungkinkan mereka untuk mengenali peluang, dan mengerti kapasitas
organisasi mereka untuk menangkap peluang.
Kecerdasan emosi, kecerdasan emosi dibutuhkan untuk pengawasan diri pribadi karena seorang pemimpin harus sensitif terhadap situasi dan siap beradaptasi
2. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil
aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan
untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti
lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin memengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini
adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas. Perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University
menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model leadership
continuum dan Likert’s Management System menunjukkan bagaimana perilaku
pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada
3. Teori Kontingensi (Contingensy Theory)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori
Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin memengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan memengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi
yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan
berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan
usaha para pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin
dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini
menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan
seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
2.3. Faktor yang Memengaruhi Kepemimpinan
Pendekatan ciri dan perilaku menghasilkan riset yang menunjukkan bahwa
manajerial seseorang. Tak ada satu ciri pun yang belaku sama untuk semua pemimpin
yang efektif. Tak satupun gaya yang paling efektif untuk semua situasi.
Faktor-faktor yang memengaruhi baik tidaknya pemimpin mencakup
kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan dari pemimpin tersebut, harapan dan perilaku atasan, karakteristik, harapan dan perilaku bawahan, persyaratan tugas, kultur, kebijaksanaan organisasi dan harapan serta perilaku rekan. Pada gilirannya
faktor-faktor ini juga memengaruhi pemimpin. Proses pengaruh memengaruhi hingga memengaruhi efektifitas kelompok secara keseluruhan.
a. Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin
Nilai, latar belakang dan pengalaman manajer memengaruhi pilihan gaya kepemimpinan seorang manajer. Kenyataan bahwa kepribadian atau pengalaman
masa lampau seorang manajer membantu membentuk gaya kepemimpinannya tidaklah berarti bahwa gaya tersebut tidak adapat di ubah.
Ada sejumlah faktor yang menentukan baiknya seorang pemimpin,
diantaranya : (1) harapan dan perilaku atasan, (2) persyaratan tugas, (3) kepribadian, pengalaman masa lau dan harapan, (4) kultur dan kebijakan organisasi, (5) perilaku
Gambar 2.1. Faktor-faktor kepribadian dan situasi yang memengaruhi Kepemimpinan yang efektif (Sumber : Stoner 2001)
b. Harapan dan perilaku atasan
Gaya kepemimpinan yang disetujui atasan seorang manajer sangat penting dalam penentuan orientasi yang akan dipilih seorang manajer. Karena kekuasaannya
untuk mengeluarkan imbalan seperti bonus dan promosi, jelas atasan akan Kepribadian
Pengalama Masa Lalu dan Harapan
Harapan dan perilaku Atasan
Persyaratan Tugas
Perilaku Harapan Rekan Karakteristik harapan dan Perilaku bawahan Kultur dan
Kebijaksanaan Organisasi
memengaruhi perilaku manajer tingkat yang lebih rendah. Cenderung manajer dengan
tingkat yang lebih rendah menjadikan atasannya sebagai model.
c. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan
Bawahan memainkan peranan penting dalam memengaruhi gaya kepemimpinan manajer. Karakteristik bawahan memengaruhi gaya kepemimpinan manajer dengan beberapa cara. Pertama, ketrampilan dan pelatihan bawahan
memengaruhi pilihan gaya manajer. Karyawan yang terampil biasanya kurang memerlukan pendekatan yang bersifat perintah. Kedua, sikap bawahan juga akan
menjadi sebuah faktor yang berpengaruh. Tipe karyawan tertentu mungkin lebih menyukai pemimpin yang otoriter sedangkan tipe karyawan yang lain mungkin lebih suka diberi tanggung jawab penuh atas pekerjaannya sendiri.
Harapan bawahan adalah faktor lain yang menentukan apakah suatu gaya tertentu akan cocok. Bawahan yang dimasa lampau pernah mempunyai seorang manajer yang berorientasi pada karyawan mengharapkan manajer baru yang
mempunyai gaya yang sama dan mungkin akan memberikan reaksi negatif terhadap pemimpin yang otoriter.demikian juga karyawan yang sangat terampil dan
termotivasi mungkin mengharapkan agar manajer tidak terlalu ikut campur. Sebaliknya, karyawan yang dihadapkan dengan tugas baru yang menantang mungkin mengharapkan instruksi manajer dan mungkin kecewa jika ternyata hal itu tidak
d. Persyaratan tugas
Sifat tanggung jawab pekerjaan bawahan juga memengaruhi tipe gaya kepemimpinan yang akan digunakan seorang manajer. Tergantung kepada sifat
pekerjaan apakah yang sifatnya instruksi ataupun sifat pekerjaan yang butuh kerjasama dan kerja tim.
e. Kultur dan kebijakan organisasi
Kultur sebuah organisasi membentuk perilaku pemimpin dan harapan bawahan. Kebijakan organisasi yang sudah ditentukan juga memengaruhi gaya
kepemimpinan seseorang. Sebagai contoh, didalam organisasi dimana iklim dan kebijaksanaan mendorong tanggung jawab yang ketat untuk pengeluaran dan hasil, manajer biasanya menyelia dan mengendalikan bawahan secara ketat.
f. Harapan dan perilaku rekan
Rekan kerja manajer adalah kelompok referensi yang penting. Manajer membina persahabatan dengan rekan-rekannya didalam organisasi dan pendapat dari
rekan-rekan ini memiliki arti bagi manajer yang bersangkutan. Disamping itu sikap seorang rekan manajer sering dapat memengaruhi efektivitas tindakan manajer
(Sopiah, 2008).
Ada dua hal yang menjadi prinsip dasar kepemimpinan yang efektif :
1. Rasa Percaya pada pemimpin merupakan indikator bahwa pengikut merasa puas
pengikut tidak mempercayai pemimpin, mereka tidak akan spenuhnya mengikuti
kebijaksanaan yang telah diambil. Sebaliknya bila pemimpin tidak mempercayai pengikutnya, ia akan cenderung membuat keputusan-keputusan yang tidak
rasional.
2. Komunikasi adalah kemampuan mutlak yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin yang baik. Ia perlu berkomunikasi dengan pengikutnya untuk
membantu mereka memahami visi yang ingin dicapai, berbagi informasi mengenai pencapaian dan bagimana mereka dapat berkontribusi untuk mencapai
hasil yang lebih baik.
Dalam kepemimpinan, salah satu bagian terpenting adalah mengambil keputusan yang tepat. Terdapat tiga model pengambilan keputusan yaitu :
1. Direktif
2.
. Pengambilan keputusan dilakukan pimpinan berdasarkan sangat sedikit (bahkan tidak sama sekali) ,masukan dari orang lain. Kelebihan dari model ini, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan relatif cepat. Model ini sesuai
bila pemimpin adalah orang yang benar-benar telah berpengalaman dan pernah menghadapi situasi serupa. Di sisi lain, patut dipertimbangkan bahwa kondisi
nyata berubah sangat cepat. Solusi yang persis sama belum tentu sesuai untuk keadaaan yang berbeda.
Partisipatif. Semua pengikut memberikan masukan dalam diskusi dan proses
pembuatan keputusan. Model ini mengakomodasi sumbangan pikiran dari semua yang terlibat dalam pekerjaan besar tertentu. Akan tetapi, untuk menggunakan
berbagai pihak akan bersilang pendapat sehingga proses pengambilan keputusan
berlarut-larut dan tidak efektif. 3. Konsultif.
Tidak semua pemimpin dapat mencapai tujuan organisasi. Sebagai pemimpin
malah membawa kemunduran untuk organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin struktural dan pemimpinan relasional yang efektif memiliki sejumlah karakteristik.
Merupakan kombinasi dari dua model dua model sebelumnya di mana
pemimpin hanya meminta masukan mengenai hal-hal yang diduskusikan. Keputusan yang bersifat strategis (berpengaruh sangat besar dan menyangkut pencapaian visi) dilakukan oleh pemimpin. Model ini sesuai bila ingin
mengefektifkan waktu pengambilan keputusan.
2.4. Motivasi Kerja
2.4.1. Pengertian Motivasi Kerja
Istilah motivasi sendiri, secara taksonomi berasal dari kata latin “movere” yang artinya bergerak. Kebutuhan dan atau keinginan seorang pekerja terhadap
sesuatu hal tertentu dan akan diusahakan untuk bisa dicapainya, dalam kajian ilmu administrasi sering disebut dengan istilah motivasi. Motivasi adalah proses psikologis
yang merupakan salah satu unsur pokok dalam perilaku seseorang (Widodo, 1998). Motivasi adalah proses pengembangan dan pengarahan perilaku atau kelompok, agar individu atau kelompok itu menghasilkan keluaran (output) yang
mendefinisikan motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seorang
anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
2.4.2. Dimensi Motivasi
Beberapa hal yang biasanya terkandung dalam definisi motivasi antara lain
adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Atau seperti telah disinggung pada bab pendahuluan, motivasi mengandung tiga komponen penting yang saling berkaitan erat, yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan (Thoha,
1996).
Kebutuhan timbul dalam diri individu apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya, yaitu dalam pengertian homeostatic adanya ketidakseimbangan antara
apa yang dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik dalam arti fisiologis maupun psikologis (Wahjosumidjo, 1992).
Untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut, dalam diri individu akan timbul dorongan berupa usaha pemenuhan kekurangan secara terarah. Karena itu, dorongan ini biasanya berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh
Adapun komponen ketiga dari motivasi yaitu tujuan merupakan sesuatu yang
menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Pencapaian tujuan berarti mengembangkan keseimbangan dalam diri seseorang, baik yang bersifat psikologis
maupun fisiologis (Wahjosumidjo, 1992).
2.4.3. Teori-Teori Motivasi
Pemahaman terhadap motivasi individu berkaitan erat pula dengan
pemahaman tentang motif, yaitu kebutuhan, keinginan, tekanan, dorongan dan desakan hati yang membangkitkan dan mempertahankan gairah individu untuk
mengerjakan sesuatu (Widodo,1998).
Teori motivasi yang menekankan pendekatan pada motif, pertama kali diketengahkan oleh Woodworth yang mengembangkan motif sebagai the reservoir of
energy that impels an organism to behave in certain way. Sedangkan Hull
menyatakan bahwa motif merupakan an energizing influence with determined the
intencity of behavior, and with teoritically increased along with the level of
deprivation (dalam Steer and Porter, 1991).
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa motif itulah yang menimbulkan
adanya motivasi individu untuk melakukan pekerjaannya. Motif itu sendiri dapat berasal dari luar individu, misalnya motif berupa tekanan dari atasan, atau dapat pula berasal dari dalam individu, misalnya terdorong keinginan atau kebutuhannya.
insentif adalah alat-alat yang digunakan dalam mendorong orang melakukan sesuatu.
Insentif yang dapat menyebabkan orang mau bekerja sebaik mungkin itu dapat berupa uang (finansial) atau bukan uang (non finansial).
Insentif finansial antara lain dapat berbentuk upah, gaji, jaminan sosial seperti asuransi, pensiun, uang cuti, hadiah, bonus dan sebagainya. Insentif jenis ini dianggap membantu menarik karyawan yang lebih berkualitas, mengurangi turn over, dan
meningkatkan semangat kerja. Sedangkan insentif non-finansial dikenal juga sebagai insentif pribadi, karena insentif ini memberi peluang untuk mengembangkan inisiatif
pribadi serta kesempatan berprestasi. Banyak penelitian telah membuktikan adanya dampak positif insentif non-finansial terhadap hasil karya. Kesempatan untuk maju, tantangan dalam pekerjaan, tanggungjawab, supervisi yang efektif, kondisi kerja yang
baik, serta acara rekreasi adalah beberapa contoh insentif non-finansial (Wahjosumidjo, 1992).
Teori-teori motivasi yang biasanya dikenal adalah teori kebutuhan, teori
harapan dan teori keadilan.
Yang tercakup dalam teori kebutuhan ini adalah : (1) teori hirarki kebutuhan
(hierarchy of needs) Maslow, (2) teori ERG Alderfer, (3) teori kebutuhan untuk maju (need for achievement) McClelland, dan (4) teori dua faktor Herzberg yaitu :
1. Motif Fisiologi
dan kekuasaan (Mc Clelland). Penjabarannya perlu diarahkan pada pemenuhan dan
pemuasan kebutuhan dasar secara materi, gaji dan kondisi-kondisi kerja, kesejahteraan kerja, tunjangan dan bonus atau pemberian kekuasaan. Sehingga
diharapkan dapat memberi dorongan bagi karyawan untuk bekerja lebih produktif, memuaskan dan berprestasi. Oleh karena itu, setiap kelompok dapat memilih salah satu teori kebutuhan tersebut dengan titik tolak penekanan dalam teori motivasi.
2. Motif Keamanan
Motif keamanan ini meliputi beberapa kebutuhan yang juga masih dapat
dikelompokkan menurut kebutuhan fisiologi (Maslow), keberadaan (Alderfer), kesehatan (Herzberg), dan kekuasaan (McClelland). Tetapi penjabarannya akan diberi tekanan yang lebih khusus ke arah pemenuhan dan pemuasan kebutuhan keamanan
dan keselamatan dan jauh dari ancaman dan tekanan kerja dan kondisi-kondisi kerja, pemberian kekuasaan, dan memberi pengaruh kepada orang lainserta beberapa jaminan kesejateraan yang membuat karyawan bekerja lebih produktif dan
berprestasi.
3. Motif Sosial dan Kasih Sayang
Motif sosial dan kasih sayang ini meliputi beberapa kebutuhan yang dikelompokkan ke dalam kebutuhan sosial dan kasih sayang (Maslow), relasi (Alderfer), kesehatan (Herzberg), dan Afiliasi (McClelland). Namun penjabarannya
hubungan sosial dan kasih sayang, relasi dengan penyelia, kolega, dan bawahan.
Kualitas kepenyeliaan dan melakukan afiliasi dengan orang lain.
4. Motif Penghargaan
Motif penghargaan ini meliputi beberapa kebutuhan yang dikelompokkan ke dalam kebutuhan harga diri (Maslow), pertumbuhan (Alderfer), motivator (Herzberg), dan berprestasi (McClelland). Namun penjabarannya akan diberi tekanan yang
mengarah pada pemenuhan dan pemuasan kebutuhan pengakuan dan penghargaan dari orang lain, memperoleh kesempatan mengambil partisipasi dalam tanggung
jawab terhadap suatu pekerjaan, keterlibatan dalam memberi usulan pemecahan masalah ataupun pengambilan keputusan, status dan memperoleh pengakuan dan menunjukkan kemampuan.
5. Motif Aktualisasi Diri
Motif penghargaan ini meliputi beberapa kebutuhan yang dikelompokkan kedalam mewujudkan potensi diri (Maslow), pertumbuhan (Alderfer), motivator
(Herzberg) dan berprestasi (McClelland). Namun, penjabarannya akan diberi tekanan yang mengarah pada pemenuhan dan pemuasan kebutuhan mewujudkan potensi diri,
memperoleh kesempatan mengambil partisipasi dalam tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan, keterlibatan dalam memberi usulan pemecahan masalah ataupun pengambilan keputusan, kemungkinan untuk pertumbuhan diri, pengembangan dan
Perbandingan antar keempat teori tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah
[image:54.612.107.529.188.268.2]ini:
Tabel 2.2. Perbandingan Teori Motivasi
Maslow Alderfer McClelland Herzberg
Physiological Safety & Security
Existence -
- -
Hygiene -
Belongingness & Love Relatedness Need for Affiliation -
Self Esteem Growth Need for Achievement Motivators
Self Actualization - Need for Power -
Sumber : Teori Motivasi (Wijono, 2010)
Khususnya mengenai salah satu unsur atau komponen motivasi yaitu
kebutuhan, Maslow telah mengembangkan suatu konsep teori yang dikenal dengan hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, kebutuhan kebutuhan manusia dengan
sendirinya membentuk semacam hirarki, yakni dari kebutuhan fisik (psysiological needs), kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman (safety and security needs)
kebutuhan sosial (belongingness and love), kebutuhan akan penghargaan dan status
(esteem and status), sampai dengan kebutuhan akan perwujudan atau aktualisasi diri (self-actualization) (Schein, 1991).
Kebutuhan pada tingkat pertama dan kedua biasa dikelompokkan dalam kebutuhan tingkat rendah, sedang kebutuhan pada tingkat ketiga sampai dengan kelima termasuk kebutuhan tingkat tinggi. Meskipun hirarki kebutuhan yang disusun
Maslow ini mengandung banyak pembatasan, namun memberikan gagasan yang baik untuk membantu para manajer dalam memotivasi pegawai. Hal ini penting, karena
Menurut Gordon, kebutuhan fisik atau fisiologis adalah kebutuhan paling dasar dari hidup manusia seperti makan, air, dan kebutuhan seksual, termasuk
didalamnya adalah perlindungan kesehatan (Thoha, 1996).
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman menggambarkan dorongan setiap orang untuk mencari perlindungan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, suatu perusahaan
misalnya akan mengeluarkan kebijaksanaan berupa larangan merokok di tempat kerja, menjalin kerjasama dengan perusahaan asuransi, serta penerapan
prosedur-prosedur keamanan tertentu di daerah-daerah “larangan” (Widodo, 1998).
Selanjutnya kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang menekankan kepada aspek sosial dari pekerjaan. Hal ini berarti bahwa setiap orang ingin mengadakan
[image:55.612.127.519.103.339.2]hubungan interpersonal atau interaksi sosial dengan orang lain. Dalam konteks
Gambar 2.2. Hierarki Kebutuhan Maslow Physiological
Safety and Security Belongingness and Love
organisasi, maka pencapaian tujuan tidak mungkin diupayakan oleh orang atau pihak
tertentu, melainkan diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu team work. Dengan kata lain, lahirnya organisasi adalah perwujudan konkrit dari adanya
kebutuhan manusia akan hubungan sosial atau belongingness and love ini (Wahjosumidjo, 1992).
Kebutuhan akan status dan penghargaan biasanya ditunjukkan adanya
kebutuhan terhadap simbol-simbol kesuksesan, seperti gelar kesarjanaan, pengakuan dari orang lain, pemilikan barang-barang pribadi yang mewah. Dengan adanya
kebutuhan ini, orang ingin mendemonstrasikan kemampuannya, serta membangun reputasi dan performansi yang bias dibanggakan didepan orang lain (Widodo, 1998).
Adapun kebutuhan aktualisasi diri merefleksikan hasrat individu tiap-tiap
orang untuk tumbuh dan berkembang atas dasar potensinya secara optimal. Orang-orang seperti ini biasanya selalu menginginkan adanya tantangan atau peluang dalam bekerja, dan disertai adanya hasrat untuk mandiri dan menunjukkan tanggungjawab
penuh (Widodo, 1998).
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa teori motivasi yang
dikemukakan Maslow (dan juga oleh pakar yang lain), tidak dapat dianalisis secara parsial. Artinya, seseorang yang telah berada pada tingkat kebutuhan tertinggi, bukan berarti tidak membutuhkan lagi kebutuhan lainnya. Jadi, sifat pemenuhan setiap
Hasil studi Maslow ini diperluas lebih lanjut oleh Herzberg, yang
menyebutkan bahwa terdapat dua perangkat faktor terpisah yang memengaruhi motivasi. Pandangan tradisional berasumsi bahwa motivasi dan kurangnya motivasi
hanya merupakan dua hal yang bertentangan dalam satu kontinum. Herzberg menolak anggapan ini dengan menyatakan bahwa faktor pekerjaan tertentu hanya membuat pegawai tidak puas apabila tidak ada kondisi tertentu. Dengan demikian Herzberg
membedakan antara faktor iklim baik (hygiene factors) atau faktor pemeliharaan sebagai faktor yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri
pegawai, dengan faktor motivasi, yakni kondisi kerja yang terutama berfungsi untuk menimbulkan motivasi (Gordon, 1996).
Faktor motivasi terutama berhubungan dengan isi pekerjaan (job content),
sedangkan faktor pemeliharaan berhubungan dengan isi pekerjaan (job context) karena lebih berkaitan dengan lingkungan di sekitar pekerjaan. Oleh karena teori Herzberg ini membagi kedalam dua faktor, maka teorinya sering dikenal dengan
two-factor model of motivation (Siders, 2001)
Perluasan lebih lanjut dari teori Herzberg dan Maslow datang dari usaha
Alderfer. Dia memperkenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan, yakni kebutuhan akan keberadaan (existence), kebutuhan berhubungan (relatedness) dan kebutuhan untuk berkembang (growth need). Teori ini sering disebut juga dengan teori ERG
(Widodo, 1998).
Apabila dibandingkan dengan teori Maslow dan Herzberg, kebutuhan akan
faktor pemeliharaannya Herzberg. Kebutuhan berhubungan bisa dipersamakan
dengan kebutuhan sosial atau faktor pemeliharaan, sedangkan kebutuhan untuk berkembang identik dengan kebutuhan aktualisasi diri atau faktor motivasi. Dalam
hal ini, Alderfer lebih menyukai perincian kebutuhan yang didasari pada kontinum, dari pada dengan hirarki seperti Maslow atau dua faktor kebutuhan dari Herzberg (Indrawijaya, 1989).
Alderfer juga tidak menyatakan bahwa tingkat yang dibawah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memuaskan tingkat kebutuhan diatasnya. Menurut Thoha
(1993), teori Alderfer masih menunjukkan sifat-sifat umum dan kurang mampu menjelaskan kompleknya teori motivasi, disamping kurang memberikan kesiapan untuk bisa diterjemahkan kedalam praktek manajemen.
Tokoh motivasi lain yang melakukan penelitian tentang desakan manusia untuk berprestasi adalah Mc. Clelland. Berdasarkan hasil penelitiannya, dapat dikemukakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi itu adalah suatu motif yang berbeda
dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Menurut Mc. Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai
keinginan untuk melakukan suatu karya yang lebih baik dari prestasi karya orang lain. Dalam kaitan ini Mc. Clelland mengelompokkan adanya tiga macam kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan untuk
yang segera; 3) memperhitungkan keberhasilan; dan 4) menyatu dengan tugas
(Thoha, 1993).
Dalam Teori Mc Clelland motivasi kerja terbagi dalam 3 yang dapat dipahami
dengan mudah yaitu motif, harapan/ekspektasi, dan insentif (Ridwan, 2009)
Pengembangan teori Mc Clelland ini sesungguhnya bisa dikatakan diilhami oleh ajaran Etika Protestan yang dikemukakan Weber. Menurut paham ini, seseorang
sudah ditakdirkan untuk masuk neraka atau masuk surga. Orang-orang yang akan masuk surga sudah dapat dilihat tandatandanya selama hidup didunia, yaitu mereka
yang kaya, pandai, dan sukses dalam hidupnya. Sementara orang-orang miskin, bodoh, pengangguran, dan gagal dalam hidup, ditakdirkan untuk menjadi penghuni neraka. Oleh karena itulah, orang cenderung bekerja keras meraih prestasi agar dapat
hidup sukses di dunia. Sejalan dengan ajaran ini, di Jepang terdapat juga suatu kepercayaan yang menganjurkan pemeluknya bekerja keras, yakni agama Tokugawa (Gordon,1996).
Tidak bisa dikesampingkan juga disini adalah teori motivasi Mc. Gregor yang mengemukakan teori X dan teori Y sebagai hasil klasifikasi dari dua jenis tipe
manusia yaitu tipe X dan tipe Y (Schein, 1991).
Menurut teori X, pada dasarnya manusia itu cenderung berperilaku negatif dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1) tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan
berusaha mengelakkannya, (2) karenanya manusia harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan berbagai tindakan positif agar tujuan organisasi tercapai, (3) para
menerima perintah untuk melakukan sesuatu, dan (4) kebanyakan pekerja akan
menempatkan pemuasan kebutuhan fisiologis dan keamanan di atas faktor-faktor lain yan berkaitan dengannya dan tidak akan menunjukkan keinginan atau ambisi untuk
maju (Whitmore, 1997).
Sementara itu teori Y menyatakan bahwa manusia itu pada dasarnya cenderung berperilaku positif dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1) para pekerja
memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain, (2) para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan
akan berusaha mengendalikan diri sendiri, (3) pada umumnya para pekerja akan menerima tanggungjawab yang lebih besar, dan (4) mereka akan berusaha menunjukkan kreativitasnya, dan oleh karenanya akan berpendapat bahwa
pengambilan keputusan merupakan tanggungjawab mereka juga dan bukan semata-mata tanggungjawab orang yang menduduki jabatan manajerial (Weber, 1960 dalam Siagian, 1989).
Tidak jauh berbeda dengan Weber, Argyris mengajukan teori motivasi dengan membedakan manusia dalam kelompok tidak dewasa dan dewasa. Dalam usahanya
menganalisis situasi kedewasaan dan ketidakdewasaan, Argyris mencoba membandingkan nilai-nilai piramidal dari birokrasi yang masih mendominasi sebagian besar organisasi, dengan sistem nilai demokrasi yang banyak
memperhatikan faktor manusianya (Gordon, 1996).
perubahan tersebut adalah pasif menjadi aktif, tergantung menjadi tidak tergantung,
bertindak yang sedikit menjadi banyak variasinya, minat yang tidak menentu dan dangkal menjadi lebih dalam dan kuat, perspektif waktu jarak dekat menjadi jarak
j