• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra Edisi Bulan Juli s/d Agustus 2005)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra Edisi Bulan Juli s/d Agustus 2005)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG

AHMADIYAH

(ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN

AHMADIYAH PADA MAJALAH

GATRA

EDISI BULAN JULI s/d AGUSTUS 2005)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.i)

Oleh

Mukhammad Imam Santoso

NIM: 103051028588

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG

AHMADIYAH

(ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN

AHMADIYAH PADA MAJALAH

GATRA

EDISI BULAN JULI s/d AGUSTUS 2005)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.i)

Oleh

Mukhammad Imam Santoso

NIM: 103051028588

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG

AHMADIYAH

(ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN

AHMADIYAH PADA MAJALAH

GATRA

EDISI BULAN JULI s/d AGUSTUS 2005)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.i)

Oleh

Mukhammad Imam Santoso

103051028588

Di Bawah Bimbingan

Gun Gun Heryanto, M.Si

NIP. 150 371 094

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

MBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukaan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini sesuai dengan

ketentuan yang berlaku di UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Mei 2008

(5)

ABSTRAK

MUKHAMMAD IMAM SANTOSO NIM: 103051028588

Konstruksi Pemberitaan tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra Edisi Bulan Juli S.D Agustus 2005)

Media cetak adalah salah satu media yang digunakan sebagai sarana penyalur informasi dalam bentuk tulisan dengan tujuan membentuk pendapat umum dan mengendalikan pikiran dan sikap masyarakat akan suatu peristiwa yang ditampilkan. Karena itu peran jurnalis akan semakin penting dalam mengungkapakan fakta dimana seorang jurnalis harus mempunyai sikap independent dan obyektif dalam menampilkan kebenaran masyarakat. Peran media massa dalam memuat seputar isu Ahmadiyah dalam sebuah berita yang disampaikan tersebut terkadang dibuat melalui proses pembingkaian. Ditahun 2005 lalu, media cukup gencar memberitakan seputar kasus Ahmadiyah yakni tentang aksi penyegelan Kampus Mubarok yang juga kantor pusat Ahmadiyah di Parung, Bogor. Disini media akan memberikan pandangannya melalui tulisan-tulisan didalam pemberitaannya.

Untuk mengetahui bagaimana pandangan penulis berita dan seperti apa pengemasan pesan yang dilakukannya seputar pemberitaan tentang Ahmadiyah, maka diperlukan rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana pengemasan pesan berita seputar Ahmadiyah dan bagaimana konstruksi yang melatarbelakangi proses pengemasan pesan berita tersebut.

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial yang dikemukakan oleh Peter L Berger dan thomas Lickman paradigma penelitian yang digunakan adalah konstriktivisme. Adapun metodologi yang dipakai adlah metode penelitian kualitatif, jenis penelitian deskriftif dengan pendekatan analisis framing model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana suatu kasus atau peristiwa dikemas dan didefinisikan oleh media. Seperti kasus Ahmadiyah, Gatra menempatkan kasus Ahmadiyah dalam kemasan rubrik yang berbeda. Hal ini membuktikan bagaimana sebenarnya pandangan penulis berita terhadap seputar kasus Ahmadiyah itu sendiri.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji penulis haturkan kepada Allah SWT yang

mempunyai kuasa atas apa yang telah dan akan terjadi. Dengan segala nikmat dan

karunia-Nyalah penulis masih merasakan segala nikmat yang Ia berikan. Segala

nikmat yang penulis tidak berhak menerimanya bila dibandingkan dengan dosa

yang telah penulis perbuat. Berkat nikmat dan karunia-Nya pulalah sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat beserta salam tidak lupa penulis

persembahkan kepada khatim al-ambiya Nabi Besar Muhammad SAW seorang

tokoh paling berpengaruh dalam Islam bahkan dunia, sang pendobrak tatanan

kebudayaan jahiliyyah dan perbudakan menuju kehidupan yang manusiawi dan

para sahabatnya yang telah membawa kita kejalan yang lurus. Semoga penulis

mendapat syafaatnya kelak pada hari pembalasan nanti.

Skripsi ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana (S1) jurusan KPI. Program Studi Komunikasi dan

Penyiaran Islam dengan Judul Skripsi “Konstruksi Pemberitaan Tentang

Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah

Gatra edisi Bulan Juli 2005).”

Terkadang rasa lemah, bosan dan putus asa selalu datang menghampiri

penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tanpa disadari dalam

situasi dan kondisi seperti itulah selalu ada pihak yang tanpa pamrih membantu

(7)

membangkitkan rasa optimis, karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak karena keterbatasan ruang yang membuat mereka yang

berjasa tak tercantum dalam ucapan terima kasih ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna dimana masih banyak kekurangan didalamnya baik dari segi bahasa

maupun isi karena penulis masih dalam tahap belajar. Penulis juga mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini. Penulis perlu berterimakasih kepada

semua pihak yang telah membantu baik dan berjasa memberikan inspirasi dan

semangat kepada penulis.

1. Rasa terima kasih tak terhingga selalu penulis haturkan kepada kedua orang

tua saya Ayahanda Wasrap dan Ibunda Saimah yang tak pernah lelah

membimbing, memberikan kasih sayang dan mengobarkan semangat kepada

penulis yang lidahnya tak pernah lelah memberikan nasehat, yang keringatnya

tak pernah kering dan mendukung kesuksesan. Kebaikan dan kebahagiaan

penulis hanya kepada keduanya karya ini penulis persembahkan.

2. Bapak DR. H. Murodi, MA Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs Wahidin Saputra, MA Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam.

4. Ibu Umi Musyarofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan

(8)

5. Bapak Gun Gun M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa

meluangkan waktunya dan tidak bosan-bosannya untuk membimbing,

mengarahkan, memberi motivasi, nasehat serta arahan kepada penulis.

6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah jurusan KPI, terima kasih atas segala

pelajaran dan bimbingan yang sangat berharga karena merekalah penulis

faham akan beragam khazanah Islam sehingga penulis lebih bijak dalam

menyikapi perbedaan.

7. Pimpinan dan Staf Karyawan Perpustakaan UIN Jakarta dan Perpustakaan

Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan yang sangat baik

dalam menunjang penyusunan skrispsi ini.

8. Bapak Asrori S. Karni selaku Redaktur Majalah Gatra yang telah menerima

Penulis untuk melakukan wawancara dan membantu memberikan data yang

diperlukan guna menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada kakakku Suci dan Adik-adikku Susilo dan Imam Riyadi yang

membuat penulis semakin berjuang keras untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Terima Kasih kepada seluruh keluargaku atas dukungan moral mapun

finansialnya juga atas bimbingan serta kasih sayang yang tak terhihingga.

11.Buat teman-teman KPI D angkatan 2003 Arip, Abdillah, Amin, Iful, Cecep,

Doni, Neneng, Sita, Nanang, Ihsan, Ia, Baehaqi dan yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu, semoga silaturahmi kita tetap terjalin.

12.Kepada mereka yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

(9)

Akhirnya penulis berharap segala amal baik yang telah diperbuat diterima di

sisi-Nya dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan

semua pihak amin.

Ciputat, 24 Mei 2008

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka... 12

F. Sistematika Penulisan... 13

BAB II II KERANGKA PEMIKIRAN A. Teori Konstruksi Sosial... 15

B. Teori Agenda Setting Media ... ... 20

C. Konseptualisasi Framing ... ... 24

D. Konseptualisasi Berita... ... 34

BAB III PROFIL AHMADIYAH DAN MAJALAH GATRA A. Sekilas Tentang Sejarah Ahmadiyah ... ... 39

B. Profil Majalah Gatra ...... 41

(11)

2. Visi dan Misi ... ... 43

3. Rubrikasi Majalah Gatra ... ... 44

4. Profil Pembaca Gatra ... ... 47

BAB IV KONSTRUKSI BERITA SEPUTAR AHMADIYAH DI MAJALAH GATRA EDISI JULI-AGUSTUS 2005 A Pengemasan Berita tentang Ahmadiyah Pada

Majalah Gatra... ...... 49

B Konstruksi yang Melatarbelakangi Proses Pemberitaan

Tentang Ahmadiyah Pada Majalah Gatra...... 78

BAB V V PENUTUP

A. Kesimpulan... ... 81

B. Saran... ... 83

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Struktur Perangkat Framing ....... 29

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Tabel 02 Rubrikasi Majalah Gatra ... .... 44

Tabel 03 Judul berita tentang Ahmadiyah... .... 49

Tabel 04 Marah Pada Yang Diberkahi(23/07/2005)... .... 50

Tabel 05 Habis Mubarak Tetaplah Remang(30/07/2005) ... .... 57

Table 06 Sesat Yes! Kekerasan No!(30/072005)... .... 63

Tabel 07 Bersahabat dengan Jemaat Sesat(6/08/2005) ... .... 68

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Keterangan Bimbingan Skripsi

Lampiran II : Surat Keterangan Melakukan Penelitian dari

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sayrif

Hidayatullah

Lampiran III : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari

Redaksi Majalah Gatra Jakarta Selatan.

Lampiran IV: Hasil Wawancara dengan Redaktur Majalah Gatra.

Lampiran V: Tema Penelitian Berita Ahmadiyah di Majalah

Gatra.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah Ahmadiyah1 menjadi perhatian umat Islam Indonesia terutama

setelah terjadi peristiwa penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Kampus Al

Mubarok, Parung, Bogor oleh umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat

Islam Indonesia (GUII) yang dipimpin oleh Habib Abdurrahman As-segaf, Jum’at

(15 Juli 2005)2. Peristiwa tersebut berujung pada penutupan seluruh aktivitas

Jemaah Ahmadiyah oleh aparat kepolisian. Aksi yang terjadi pada pertengahan

Juli, 2005 inilah yang menjadi awal mula media massa nasional menurunkan

ulasan aksi-aksi serupa terhadap pengikut Ahmadiyah di berbagai tempat di

Indonesia.3. Misalnya di Kuningan, Jawa Barat (30/7/2005), Kampung Cimayang,

1

Gerakan Ahmadiyah adalah nama gerakan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1839-1908) lahir pada tahun 1880 di Qadian, Gurdaspur, Provinsi Punjab, India. Tiga ajarannya yang berbeda dengan kelompok Muslim lainnya adalah mengenai penyaliban Isa a.s., mengenai al-Mahdi dan mengenai jihad. Menurut pendapatnya Isa tidak meninggal di kayu salib, melainkan setelah kematian dan kebangkitannya kembali dia berhijrah ke Kasymir untuk mengajarkan Injil di negara itu. Disitulah dia meninggal pada usia 120 tahun dan makamnya hingga sekarang masih ada di Srinagar. Mengenai Al-Mahdi, dia memproklamasikan diri sebagai Al-Mahdi yang dijanjikan itu dan sekaligus sebagai inkarnasi Isa dan Muhammad serta sebagai avatar (inkarnasi) Krishna. Menurut ajarannya, kepercayaan terhadapa dirinya sebagai Al-Mahdi (Messiah, Al-Masih) yang ke-2 atau yang dijanjikan termasuk salah-satu rukun iman, karena (1) kedatangannya di awal abad ke-14 H diramalkan oleh Nabi Muhammad sendiri dan (2) dia membuktikan dirinya menerima wahyu. Sedangkan mengenai jihad dikatakannya bahwa ayat-ayat tentang jihad sudah dihapuskan (mansukh) dan dia datang untuk membawa perdamaian, bukan perang. Gerakan ini terbagi menjadi dua kelompok: (1) kelompok Qadiyani, yang menganggap Mirza sebagai nabi, dan (2) kelompok Lahore, yang menganggap Mirza sebagai pembaharu (mujaddid). Dalam H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terjemahan Machnun Husein (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996), h. 18-19. judul asli: Modern Trends in Islam (Chicago: The University of Chicago Press, 1974; New York: Octagon Books, Cetakan ketiga 1978)

2

KH. M. Kholil Ridwan, Solusi Untuk Ahmadiyah. Artikel dalam Harian Umum Republika, 20 Juli, 2005.

3

(15)

Pamijahan Kabupaten Tasikmalaya, Kampung Ciaruteun Udik, Cibungbulan,

Bogor, Majalengka, bebarapa kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat,

Yogyakarta dan Masjid Al-Hidayah yang juga menjadi kantor pengurus

Ahmadiyah di Jalan Balikpapan, Harmoni, Jakarta Pusat.4

Walau pihak Ahmadiyah telah banyak memberikan penjelasan dan

argumentasi bahwa mereka Muslim dan menjalankan Syari’at Islam, para

penentangnya tak surut untuk mengatakan bahwa Ahmadiyah sebagai aliran sesat

dan menyesatkan keluar dari agama Islam. Doktrin Ahmadiyah tentang Al-Mahdi,

Al-Masih, konsep tentang Kenabian, Wahyu dan Jihad yang disebarkan pada

pusat-pusat aktivitas tersebut ternyata membuat keyakinan kelompok Islam yang

lain terusik. Polemik inilah yang menyebabkan represi terhadap para pengikut

Ahmadiyah yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengaatasnamaakan agama

dan mendapat liputan media yang cukup intens baik dari media elektronik maupun

cetak.

Aksi-aksi berlanjut dengan makin marak seiring keluarnya hasil Munas MUI

VII di Jakarta pada 29 Juli 2005 lalu yang menegaskan kembali keputusan fatwa

MUI dalam Munas II 1980 yaitu menetapkan aliran Ahmadiyah berada di luar

Islam, sesat dan menyesatkan daan terlarang berkembang di Indonesia.5

Massa umat Islam diantaranya adalah Gerakan Umat Islam Indonesia

(GUII), Front Pembela Islam (FPI), Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam

(LPPI), Forum Umat Islam (FUI), dan kelompok-kelompok lainnya menuntut

dilihat dalam Koran-koran nasional seperti Republika, Kompas, Indo Pos, dan lain-lain yang terbit pada tanggal dan hari yang sama.

4

Www. Liputan6.com, akses 15 Februari 2006. pukul 17.30 Wib 5

(16)

pemerintah melarang segala aktivitas komunitas Ahmadiyah yang dianggap

“Islam menyimpang atau bisa dikatakan bukan Islam”. Tuntutan tersebut

dilakukan karena dalam pandangan mereka aliran Ahmadiyah dianggap organisasi

terlarang di Indonesia sebab ajaran-ajarannya telah sesat dan menyimpang dari

pokok-pokok ajaran Islam sesuai dengan keputusan fatwa MUI pada tahun 1980

dan 13 fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan dengan tegas bahwa Ahmadiyah

adalah organisasi sesat dan terlarang berkembang di Indonesia.

Aliran Ahmadiyah adalah salah satu aliran dalam Agama Islam yang

memiliki perbedaan signifikan dengan umat Islam arus utama, yakni meyakini

bahwa Imam mereka Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang sering

disebut dalam kitab suci Al-quran.6 Ia pun mengaku sebagai Isa al-Masih Mau’ud

dan Nabi.7

Kelompok yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani (AMM) untuk

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, tokoh-tokohnya antara lain yaitu Gus

Dur, Adnan Buyung Nasution, Ulil Abshar Abdalla, Dawam Rahardjo, Djohan

Efendi, Musdah Mulia, dan lain-lain mengeluarkan pernyataan, diantaranya

meminta pemerintah untuk menjamin kebebasan dan keamanan setiap warga

negara dalam melaksanakan agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan

masing-masing. Mereka juga meminta MUI untuk mencabut fatwa tersebut karena

bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan8.

6

S. Ali Yasir, Gerakan Pembaharuan dalam Islam, (Yogyakarta: PP. Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia, 1978), vol I. hlm.71

7

Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1994), h. 53.

8

(17)

Tokoh-tokoh Islam seperti KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Adian

Husaini, Habib Abdurrahman As-segaf, KH Kholil Ridwan, Mashadi, dan

lain-lain yang tergabung dalam Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam

(KISDI) dan Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) tidak kurang mengeluarkan

kecaman kerasnya: ”Liberalisme keagamaan yang sudah diharamkan dalam

muktamar NU di Boyolali9 yang diusung beberapa oknum yang selama ini giat

merusak Islam dan agama-agama lain, sejatinya adalah paham yang sangat

berbahaya, destruktif, dan jauh lebih berbahaya dari Ahmadiyah itu sendiri.

Liberalisme keagamaan inilah yang digunakan untuk melegitimasi berbagai

paham dan aliran sesat, serta tindakan amoral, komunisme, Ateisme, pornografi

dan sebagainya, dengan alasan kebebasan dan hak asasi manusia”10

Tak kurang pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Agama M.

Maftuh Basyuni mengatakan sebaiknya para pengikut Ahmadiyah keluar dari

Agama Islam dan membuat Agama baru untuk meredakan Umat Islam11. Pada

tahap ini, media massa kembali menjadi ajang perebutan opini. Media massa

memang memiliki kekuatan untuk memilih isu apa yang seharusnya menjadi

pembicaraan publik. Terkadang, khalayak tidak sadar bahwa sesuatu itu sudah

dipilih dan disaring dari kacamata media. Khalayak memang memiliki kehendak

bebas untuk tidak menerima apa yang disajikan oleh media, namun khalayak sama

sekali tidak memiliki kebebasan untuk memilih apa yang seharusnya dijadikan

wacana oleh media atau tidak.

9

Muktamar NU di Boyolali diselenggarakan pada Desember 2004 10

Ibid 11

(18)

Mengapa suatu peristiwa menjadi penting untuk diberitakan, sementara

peristiwa yang lain tidak, adalah pilihan media massa. Mengapa sisi tertentu dari

suatu peristiwa penting untuk dibahas, sementara sisi yang lain tidak, adalah juga

merupakan hak media untuk menghadirkan. Semua proses ini ditentukan oleh apa

yang disebut nilai berita, karenanya nilai berita dianggap sebagai ideologi

profesional wartawan, yang memberi prosedur bagaimana peristiwa yang begitu

banyak disaring dan ditampilkan kepada khalayak.12

Di sini negosiasi makna terjadi, khalayak aktif melakukan perbandingan

dengan melihat teks atau pesan tandingan di media lain atau mengkritisi sudut

pandang yang dihadirkan media atas suatu pemberitaan berdasarkan subyektivitas,

pengalaman, dan latar belakang khalayak tersebut.

Namun bagi mereka yang tidak aktif mungkin jumlahnya banyak akan

menerima realitas yang dihadirkan media sebagai realitas yang sebenarnya. Pada

titik ini, menjadi signifikan bagi media untuk mengkonsumsi suatu peristiwa

sesuai pemahaman yang dimiliki oleh media tersebut. Pemahaman inilah yang

kerap kali berbeda antar media massa. Pemahaman yang dimiliki oleh media, akan

bergantung pada pandangan dunia atau ideologi yang dimiliki oleh media tersebut.

Ideologi inilah yang akan menentukan kearah mana suatu pemberitaan diarahkan.

Setiap media pasti memiliki visi dan misi, berdasarkan ideologi tersebut

dipercaya sepenuhnya oleh pekerja media yang bersangkutan, serta tercermin

dalam konstruksi realitas yang dilakukan oleh media tersebut. Perbedaan ideologi

12

(19)

karenanya, akan tertuang dalam perbedaan pilihan berita, perbedaan sudut

pandang yang diambil dan perbedaan framing yang dilakukan atas suatu wacana.

Kenyataan bahwa Ahmadiyah telah hadir di Indonesia dan berkembang

hidup berdampingan dengan masyarakat sejak awal 1920-an13 selama ini tidak

terlalu dikupas oleh media massa. Beberapa media mengangkat isu Ahmadiyah

dari sisi penyimpangan ideologi. Sementara media lain meresponnya sebagai

sasaran penindasan, karena posisinya sebagai kelompok di luar Islam.

Ketika pusat Ahmadiyah disegel oleh masyarakat hingga terjadi bentrok,

suatu media boleh jadi mengangkatnya sebagai isu kekersan vertikal, media lain

boleh jadi mengangkatnya sebagai tindakan yang harus dilakukan demi

menertibkan suatu penyimpangan Mengapa suatu media memilih suatu bingkai

tertentu atas suatu peristiwa, tidak bisa dilepaskan dari ideologi dan pemaknaan

yang dimiliki oleh institusi media tersebut serta sudut pandang yang dimiliki oleh

wartawan penulis berita. Hal ini terkait dengan karakterisrik media sebagai agen

mendefinisikan realitas.

Oleh karenanya penulis tertarik untuk meneliti Majalah Gatra dalam

memberitakan seputar Ahmadiyah pada tahum 2005 lalu dengan Judul:

Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra edisi Juli-Agustus 2005)”.

13

(20)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pemberitaan seputar kasus Ahmadiyah pada pertengahan Juli, 2005 ini

mendapat liputan media massa yang cukup intens baik media elektronik maupun

cetak, sehingga mengundang berbagai pihak untuk berkomentar dengan beragam

sudut pandang.

Untuk mengetahui analisis teks media terhadap pesan dalam pemberitaan

seputar kasus Ahmadiyah, maka penelitian ini hanya dibatasi pada majalah Gatra

edisi bulan Juli 2005. Subyek penelitian ini adalah redaksional majalah berita

mingguan Gatra dan yang menjadi obyek penelitiannya adalah teks berita seputar

Ahmadiyah.

Pokok permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa pesan berita dan bagaimana pengemasan berita seputar Ahmadiyah

pada Majalah Gatra edisi bulan Juli-Agustus 2005 dilihat dari teks

berita?

2. Bagaimana konstruksi yang melatarbelakangi proses pemberitaan

Ahmadiyah pada Majalah Gatra edisi bulan Juli-Agustus 2005?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan di atas,

sehingga secara singkat tujuan penelitian adalah:

1) Untuk mengetahui bagaimana pengemasan pesan berita oleh redaksi

(21)

2) Untuk mengetahui konstruksi pemberitaan Ahmadiyah oleh redaksi

Majalah Gatra edisi bulan Juli-Agustus 2005.

2. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil riset terutama di

bidang komunikasi massa dengan fokus pada tehnik analisis framing.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian

serupa. Selain itu juga memberi informasi tentang fenomena kecenderungan

pemberitaan tentang Ahmadiyah sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi

berbagai pihak yang terkait dengan gerakan Ahmadiyah.

D. Metodologi Penelitian D. 1 Paradigma Penelitian

Penelitian ilmiah komunikasi dapat dikelompokkan ke dalam empat tipologi

paradigma, seperti ddikemukakan oleh Guba dan Lincoln yakni paradigma

positivisme, postpositivisme, konstrutivisme, dan kritis.14 Karena penelitian ini

menggunakan metode analisis framing, yaitu analisis yang melihat wacana

sebagai hasil dari konstruksi realitas sosial, maka penelitian dalam skripsi ini

masuk dalam kategori paradigma constructivisme (konstruksionis)

Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media

dan teks berita yang dihasilkannya. Rancangan konstruktivis melihat realitas

14

(22)

pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial15. Konstruksionis

memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil

dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis

adalah menemukan bagaiamana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi

dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.

D. 2 Metode Penelitian

Penelitian ini meggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode

ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan

sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.

Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu

pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua,

peneliti kualitatif lebih memerhatikan intepretasi. Ketiga, peneliti kualitatif

merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan analisis data serta peneliti

kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di

lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat

dalam proses penelitian, intrepetasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata

atau gambar.16

C. 3 Teknik Pengumpulan Data

15

Burhan Bungin MetodologiPenelitian Kualitatif (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) cet. Ketiga hlm. 204

16

(23)

1. Observasi

Sebagai metode ilmiah observasi adalah suatu cara penulisan untuk

memperoleh data dalam bentuk pengamatan dengan sistematis fenomena yang

diselidiki.17

Obeservasi teks dalam hal ini di bedakan menjadi dua bagian yaitu teks

berupa data primer dan data sekunder.

a. Data primer, yaitu teks berita seputar pemberitaan Ahmadiyah di

Gatra.

b. Data sekunder, yaitu berupa buku-buku dan jurnal-jurnal maupun

tulisan lain yang berkaitan dengan masalah yang menjadi obyek studi

ini.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan orang yang diwawancarai.18

Wawancara dilakukan dengan wartawan majalah Gatra terkait masalah

Ahmadiyah dalam upaya menghimpun data yang akurat sesuai dengan penelitian

ini, sedangkan data-data yang diperoleh adalah dengan cara tanya jawab secara

lisan ataupun melalui surat elektronik.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah tehnik mengumpulkan data-data melalui telaah dan

mengkaji buku-buku, majalah-majalah, website, dan literatur-literatur lain yang

17

Sutrisno Hadi, Metodologi Research. (Yogyakarta: Andi Offset, 1989). hlm. 92 18

(24)

ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan

argumentasi.

D. 4 Teknik Analisis dan Pengolahan Data

Analisis Data dalam penelitian ini menggunakan analisis framing dengan

menggunakan model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki. Framing

didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan

informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan

tersebut.

1) Unit-unit Analisisnya

Pertama, Sintaksis: yaitu bagaimana cara wartawan menyusun sebuah fakta

atau peristiwa yang diliputnya dan perangkat framenya adalah skema berita

tersebut, sementara unit yang diamati adalah headline, lead, latar informasi,

kutipan sumber, pernyataan, dan penutup.

Kedua, Skrip yakni bagaimana cara wartawan mengisahkan fakta, dan

perangkat framingnya serta unit yang diamati meliputi kelengkapan berita tersebut

yang terdiri dari unsur 5 W 1 H (what, who, where, when, why, dan how) Ketiga,

Tematik, yakni bagaimana cara wartawan menulis fakta, dengan perangkat

framing yang diamatinya adalah bentuk kalimatnya, kata ganti yang digunakan,

detail penulisannya, serta koherensinya, sedang unit yang diamati meliputi

paragrap, proposisi, kalimat, serta hubungan antar kalimatnya. Keempat, Retoris,

(25)

yang diamati yaitu leksikon, grafis serta metafora dengan unit yang diamati adalah

kata, idiom, grafik atau tabel serta gambar atau foto.19

2) Pengolahan Data

Selanjutnya data diolah dengan menggunakan teori analisis framing yang

merujuk pada model Pan dan Kosicki, dari penyajian dan penjelasan tersebut

maka akan tampak bentuk pengemasan pesan berita pada pemberitaan seputar

Ahamadiyah pada majalah Gatra.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menentukan judul skripsi ini, penulis melakukan tinjauan pustaka di

Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ternyata ada 1 judul skripsi yang membuat penulis terinspirasi dalam penyusunan

skripsi ini. Adalah skripsi yang ditulis oleh Ade Saripullah mahasiswa UIN

Fakultas Dakwah angkatan 2002 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

dengan judul ”Analisis Framing Berita Sebelas Fatwa Majelis Ulama Indonesia

dalam Majalah Syir’ah dan Sabili” yang penulis jadikan rujukan dalam

penyusunan skripsi ini.

Meskipun penulis melakukan rujukan terhadap skripsi tersebut, penelitian

yang dilakukan tetaplah berbeda dalam hal ini penulis membahas mengenai

bagaimana pengemasan pesan berita yang dilakukan oleh Majalah Gatra seputar

pemberitaan tentang Ahmadiyah menggunakan analisis Framing model Zhondang

Pan dan Kosicki, sedangkan skripsi yang menjadi rujukan penulis membahas

19

(26)

bagaimana gagasan yang terdapat pada teks berita pada Majalah Sabili dan

Majalah Syir’ah tentang Sebelas Fatwa MUI dengan menggunakan analisis

Framing model Robert Entman.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari

lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan penyusunan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka serta Sistematika Penulisan.

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN Membahas Teori Konstruksi Sosial, Teori Agenda Setting Media, Konseptualisasi Framing,

Konseptualisasi Berita.

BAB III AHMADIYAH DAN POFIL MAJALAH GATRA Membahas Tentang Sekilas Aliran Ahmadiyah dan Ahmadiyah di Indonesia,

Profil Majalah Gatra membahas tentang berdirinya Majalah Gatra,

Visi dan Misi Majalah Gatra. Rubrikasi Majalah Gatra. Profil

Pembaca Gatra.

BAB IV KONSTRUKSI PEMBERITAAN SEPUTAR AHMADIYAH DI MAJALAH GATRA EDISI BULAN JULI-AGUSTUS 2005

(27)

Majalah Gatra dan Konstruksi yang melatarbelakangi Proses

Pemberitaan Tentang Ahmadiyah Pada Majalah Gatra..

(28)

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Teori Konstruksi Sosial

Bagi banyak orang media merupakan sumber untuk mengetahui suatu

kenyataan atau realitas yang terjadi, bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah

media akan dinilai apa adanya. Apa kata media dan bagaimana penggambaran

media mengenai sesuatu, begitulah realitas yang mereka tangkap1

Berita dari sebuah media bagi masyarakat umum dipandang sebagai barang

suci yang penuh dengan obyektifitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu

yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap

pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita ternyata menyimpan subjektivitas

seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam

analisis data-data yang diperoleh di lapangan.

Kenyataan ini seperti mengamini bahwa media berhasil dalam tugasnya

merekonstruksi realitas dari peristiwa itu sendiri, sehingga pada akhirnya pembaca

terpengaruh dan memiliki pandangan seperti yang diinginkan media dalam

menilai suatu peristiwa.

Melalui berbagai instrumen yang dimiliki, media berperan membentuk

realitas yang tersaji dalam berita. Konstruksi terhadap realitas dipahami sebagai

upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun.. Fakta atau

realitas diproduksi dan dikonstruksi dengan menggunkan perspektif tertentu yang

1

(29)

akan dijadikan bahan berita oleh wartawan. Maka tidak mengherankan jika media

memberitakan berbeda sebuah peristiwa yang sama karena masing-masing media

memiliki pemahaman dan pemaknaan sendiri.2

Seringkali berita sebuah peristiwa yang kita baca, kita tonton dan kita dengar

berbeda dengan peristiwa sebenarnya yang terjadi dilapangan bila suatu ketika

kita mendapat informasi langsung dari saksi maupun korban. Bahkan pemberitaan

media yang satu dengan yang lain seringkali berbeda padahal berasal dari

peristiwa yang sama bahkan waktu meliputnyapun bersamaan.

Tanpa disadari, ternyata berita yang kita konsumsi setiap harinya dari media

massa, baik cetak maupun elektronik adalah berita dimana fakta-faktanya sudah

mengalami proses penciptaan atau pembangunan ulang (konstruksi) oleh media

itu sendiri. Bukan merupakan fakta mentah yang sebenar-benarnya diperoleh dari

narasumber suatu peristiwa, berita mengalami perubahan mengenai angle atau

bagian apa yang ingin difokuskan media.

Media mengkonstruksi fakta peristiwa disesuaikan dengan ideologi,

kepentingan, keberpihakan media dalam memandang sebuah berita, apalagi bila

berita tersebut memiliki akibat yang mungkin menguntungkan atau merugikan

media berkaitan dengan pihak-pihak berpengaruh atas pemberitaan peristiwa itu.

Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai dasarnya,

sedangkan bahasa bukan saja alat mempresentasikan realitas, tatapi juga

menentukan relief seperti apa yang hendak diciptakan bahasa tentang realitas

tersebut. Akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk

2

(30)

mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang

dikonstruksikannya.3

Teori dan pendekatan konstruksi atas realitas terjadi secara simultan melalui

tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Proses ini

terjadi antara individu satu dengan yang lainnya di dalam masyarakat. Bangunan

realitas yang tercipta karena proses sosial adalah objektif, subjektif, dan simbolis

atau intersubjektif.4

Menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman dalam teorinya ”The Social

Construction Theory of Reality” proses mengkonstruksi berlangsung melalui

interaksi sosial dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality, objective

reality, dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses dengan tiga

momen simultan; eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.5

Eksternalisasi (penyesuaian diri), adalah sebagaimana dikatakan Berger dan

Luckman usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia luar, keberadaan manusia

tak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan

tanpa gerak. Moment ini bersifat kodrati manusia. Ia selalu mencurahkan diri ke

tempat dimana ia berada. Manusia harus terus menerus mengekternalisasi dirinya

dalam aktivitas.

Objektivasi. Tahap obyektivasi produk sosial terjadi dalam dunia

intersubyektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah peroduk

sosial berada pada proses instituniolisasi, sedangkan individu oleh Berger dan

3

Ibnu Hamad, Muhamad Qadari dan Agus Sudibyo. Kabar-Kabar Kebencian. Institut Studi Arus Informasi. PT. Sembrani Aksara Nusantara. Jakarta: 2001 h.74-75.

4

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 202. 5

(31)

Lukcman (1990: 49), dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk

kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya, maupun bagi

orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Obyektivasi ini bertahan lama

sampai melampaui batas tatap muka di mana mereka dapat dipahami secara

langsung.6

Internalisasi, adalah penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran

subyektif sedemikian rupa sehingga individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau

dunia sosial. Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi bagaimana suatu

generasi menyampaikan nilai-nilai norma-norma sosial (termasuk budaya) yang

ada di kepala generasi berikutnya.7

Dalam realitas obyektif yang merupakan hasil dari kegiatan eksternalisasi

manusia baik mental maupun fisik, menurut Berger realitas obyektif berbeda

dengan kenyataan subyektif perorangan, bahwa realitas obyektif besifat eksternal,

berada diluar dan tidak dapat kita tiadakan dari angan-angan. Kemampuan

ekspresi diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia baik bagi

produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur-unsur dari dunia

bersama ini, dan dalam realitas subyektif kehidupan ini menyangkut makna,

intrepetasi, dan hasil relasi antara individu dengan obyek.8

Dalam hidup ini menurut pandangan Berger dan Luckman, kehidupan

sehari-hari terutama adalah kehidupan melalui dan dengan bahasa, bahasa tidak

6

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 197-198.

7

Masnur Muslich, Kekuasaan Media Massa Menkonstruksi Realitas, Sebuah Kajian, artikel diakses pada 10 november 2007 di www. Kabmalang.go.id/10/11/2007.

8

(32)

hanya mampu membangun simbol-simbol yang diabstraksikan dari

pengalaman-pengalaman sehari-hari, melainkan juga ‘mengembalikan’ simbol-simbol itu dan

menghadirkannya sebagai unsur yang obyektif dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga yang menjadi titik perhatian dalam pandangan konstruksionis bukanlah

pesan tetapi maknanya yang ditimbulkan dari pembuatan simbol-simbol.9

Karena itu, Berger melihat bahasa mampu mentransendensikan kenyataan

hidup sehari-hari secara keseluruhan dengan mengacu pengalaman yang

menyangkut wilayah kenyataan yang berlainan. Bahasa disini didefinisikan

sebagai sebuah sistem yang terdiri dari, tanda-tanda suara, gerakan (ekspresi)

tulisan, yang dengan mudah dapat dilepaskan. Inilah yang menurut Berger dan

Luckman sebagai kenyataan yang dipahami melalui bahasa simbolik (kenyataan

simbolik).10

Menurut Peter Berger, realitas sosial tidak dibentuk secara ilmiah tidak juga

sesuatu yang diturunkan Tuhan tetapi sebaliknya realitas dibentuk semacam ini,

realitas berwajah ganda atau prulal. Setiap orang mempunyai konstruksi yang

berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi

pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu dan menafsirkan

realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.11

9

Peter L. Berger, Thomas Luckman, The Social Construction Theory of Reality, dalam Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS. 2002), h. 39-41.

10

Peter L. Berger, Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan; sebuah risalah tentang sosiologi pengetahuan. Penerjemah Hasan Basri (Jakarta : LP3ES, 1990), h. 49-50.

11

(33)

Media massa cenderung melakukan konstruksi realitas atas peristiwa yang

diterimanya sebagai sumber berita. Tujuannya agar pembaca memilki pandangan

hingga akhirnya menciptakan opini publik setidaknya diharapkan sesuai dengan

pandangan frame media itu.

Itulah tujuan media, menciptakan agar khalayak memiliki opini yang sama

dan sesuai dengan pandangan media terhadap suatu peristiwa. Sadar atau tidak

pembaca telah terperangkap oleh pola konstruksi media.

B. Teori Agenda Setting Media.

Teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan

Donald Shaw ini adalah salah satu teori dari sekian teori komunikasi massa

tentang proses dampak media atau efek komunikasi massa terhadap masyarakat

dan budaya.12 Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media

itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.

Maxwel McCombs dan Donald L. Shaw adalah oraang yang pertama kali

memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973

dengan publikasi pertamanya ”The Agenda Stting Function of The Mass Media”

Public Opinion Quarterly No. 3713

Teori ini menyatakan bahwa media massa mengangkat sejumlah isu dan

mengabaikan isu yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa

sebagai wacana publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat

12

Wina Puspitasari, S. Sos, Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat; Analisa “Kedatangan Presiden Bush” dengan Menggunakan Teori Agenda Setting. Artikel di akses di http://Jurnal.bl.ac.id/wp.content/uploads/2007/01/BL com 7 Januari 2008

13

(34)

oleh media massa dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan

urutan yang dipilihkan oleh media massa.

David Heaver dalam bukunya “Media Agenda Setting and Media

Manipulation” (1981) menuliskan bahwa pers sebagai media komunikasi masa

tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan membentuknya seperti

sebuah kaledioskop yang menyaring dan membentuk cahaya. Sehingga media

tidak hanya sekedar merefleksikan hal-hal atau peristiwa, melainkan menyeleksi

dan membentuknya menjadi bernilai berita (news value) dan hanya sedikit saja

yang tidak benilai berita.14

Agenda setting menggambarkan kekuatan pengaruh media yang sangat kuat

terhadap pembentukan opini masyarakat. Mengutip dari tulisan S. Djuarsa

Senjdaya dalam bukunya ”Teori Komunikasi”.

“Media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda”15

Media massa memiliki kemampuan untuk memberitahukan kepada

masyarakat atau khalayak tentang isu-isu tertentu yang dianggap penting dan

kemudian khalayak tidak hanya mempelajari dan memahami isu-isu pemberitaan

tapi juga seberapa penting arti suatu isu atau topik berdasarkan cara media massa

memberikan penekanan terhadap isu tersebut. Jadi apa yang dianggap penting dan

14

Onong Uchjana ffendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),h.287

15

(35)

menjadi agenda media maka itu pulalah yang juga dianggap penting dan menjadi

agenda media bagi khalayak.

Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial yang terjadi, media massa

memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu, dan menyampaikan

kepada khalayak dan khalayak menerima bahwa peristiwa tersebut adalah penting.

Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media (khususnya

media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media

tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa

selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan

agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan

mengikutinya.

Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi

dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu.

Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media

pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung.

Dengan kata lain, agenda media akan menjadi agenda masyarakatnya.

Media melakukan seleksi sebelum melaporkan berita kemudian melakukan

gatekeeper (penjaga gawang) terhadap informasi dan akan membuat pilihan apa

saja yang akan diberitakan dan tidak. Apa yang diketahui oleh khalayak pada

umumnya merupakan hasil dari media gatekeeping.16

Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita,

khsusnya surat kabar. Editor sering malaksanakan fungsi gatekeeper ini. Mereka

16

(36)

menentukan apa yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan bahan

bacaan untuik pembacanya. Dengan kata lain, tugas gatekeeper adalah bagaimana

dengan seleksi berita dilakukan sehingga pembaca menjadi tertarik dan enak

untuk membacanya.17

Sebagai contoh yang akan diketengahkan penulis adalah peristiwa yang

terjadi di Parung, Bogor. seorang wartawan saat meliput aksi unjuk rasa yang

dilakukan umat Islam beberapa waktu lalu terkait dengan Ahmadiyah. Dalam aksi

massa tersebut, tidak hanya orasi yang dilakukan tetapi juga penyampaian

tuntutan yang dilakukan massa umat Islam, bahkan telah terjadi tindakan main

hakim sendiri, merusak tempat disekitar sehingga aparat keamanan sampai

mengevakuasi. Dalam hal ini seorang wartawan dihadapkan pada beberapa fakta.

Apakah dia akan menekankan aksi massa umat Islam yang sebagai sebuah

pelanggaran, isinya yakni tuntutan aksi masa umat Islam terhadap pembuabran

Ahmadiyah, atau pihak aparat yang dinilai lemah dalam mengatasi persoalaan

Ahmadiyah.

Ketika wartawan memilih suatu fakta dengan menonjolkannya dalam

tulisan, saat itu ia sedang melakukan fungsi gatekeeping (penapisan informasi,

palang pintu atau penjaga gawang) karena ia menyeleksi berita-beritanya. bahkan,

ia sendiri bisa menambahi berita itu, misalnya wawancara dengan salah satu

aparat atau warga yang menyaksikan aksi masa tersebut. Dengan demikian,

menambahkan fakta juga merupakan pelaksanaan fungsi gatekeeping.

17

(37)

Dengan demikian, tidak ada bahan objektif yang telah didapatkan seorang

wartawan. Sebab, semua yang ditulis wartawan dipengaruhi oleh orientasi, misi,

visi dan kebijakan media yang bersangkutan. Pandangan, persepsi terhadap suatu

kejadian akan diwarnai oleh ”kacamata” wartawan tersebut.

Ada 3 Proses agenda Setting:18

1. Media Agenda dimana isu didiskusikan dalam media.

2. Public Agenda ketika isu didiskusikan dan secara pribadi sesuai dengan

khalayak.

3. Policy Agenda pada saat para pembuat kebijakan menyadari pentingnya

isu tersebut.

Jadi media massa mempunyai kemampuan untuk memilih dan

menekankan topik tertentu yang dianggapnya penting (menetapkan agenda)

sehingga membuat publik berpikir bahwa isu yang dipilih media itu penting.

C. Konseptualisasi Framing

Framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,

khususnya untuk menganalisis media. Gagasan mengenai framing pertama kali

dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. mulanya, frame dimaknai sebagai struktur

konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik,

kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk

mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh

Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan

18

(38)

perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca

realitas19

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan

dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas ini, hasil

akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah

tampak. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek yang disajikan

secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol,

bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan

oleh khalayak.20

Abrar menyebutkan bahwa pada umumnya terdapat empat tehnik

membingkai berita yang dipakai wartawan, yaitu ketidaksesuaian sikap dan

perilaku, empati, pengemasan dan asosiasi. Sekurangnya, ada tiga bagian berita

yang menjadi objek framing seorang wartawan, yakni:judul berita, fokus berita,

dan penutup berita. 21

Dengan frame, jurnalis memroses berbagai informasi yang tersedia dengan

jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan

disampaikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai

secara berbeda oleh media.

Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Kalau saja ada realitas

dalam arti obyektif, bisa jadi apa yang ditampilkan dan dibingkai oleh media

19

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) cet. Ke-4 h. 161-162

20

Eriyanto, Analisis Framing, h. 66-77 21

(39)

berbeda dengan realitas objektif tertentu. Karena realitas pada dasarnya bukan

ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi.22

Framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat

mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan

pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti,

atu lebih diingat, untuk mengiring interpretasi khlayak sesuai dengan

perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui

bagaimana perspektif atau cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya

menentukan fakta apa yang diambil, agian mana yang ditonjolkan dan

dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut.23

Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan mana yang dianggap penting, dan

mana yang tidak penting. Artinya, peristiwa itu penting dan bernilai berita, bukan

karena secara inheren peristiwa itu penting. Media dan wartawanlah yang

mengkonstruksi sedemikian rupa sehingga peristiwa tersebut dinilai sebagai

penting. Dalam memframing sebuah berita, media harus melihat dua aspek

penting yang menjadi dasar bagaimana sebuah realitas dari peristiwa itu dibangun

dan akhirnya ditulis dengan Frame yang dianutnya seperti yang dituliskan

Eriyanto, yaitu:

Pertama, memilih fakta/realitas. Fakta dipilih berdasarkan asumsi bahwa

wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam melihat fakta

selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang

dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana

22

Eriyanto, Analisis Framing, h. 139 23

(40)

dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan

aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu

dan melupakan fakta yang lain hingga peristiwa itu dilihat dari sisi tertentu

akibatnya bisa jadi berbeda antara satu media dengan media yang lain.

Kedua, menuliskan fakta, berhubungan dengan bagaimana fakta dipilih itu

disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan

proposisi apa dengan bantuan aksentuasi foto dan gambaran apa dan sebagainya.

Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan denagn pemaaian perangkat tertentu

seperti: penempatan yang mencolok (headline bagian depan atau belakang),

pengulangan. Label tertentu ketika menggambarkan peristiwa yang diberitakan.

Asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi dan pemakaian kata

yang mencolok, gambar dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan

dengan penonjolan realitas.24

Ada beberapa model framing yang telah diperkenalkan, namun didalam

penelitian ini model framing yang digunakan adalah model framing milik

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki

mendefinisikan framing sebagai strategi konstruksi dan memproses berita.

Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan

peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.25

Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana

seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalan skema tertentu.

Framing di sini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang

24

Analisis Framing h. 69-70 25

(41)

unik/khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan

lebih menonjol salam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu

isu/peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan

dalam membuat keputusan tentang realitas.

Kedua, konsepsi sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih melihat

pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan

suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih

melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami

sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan

menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar

dirinya. Frame di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi,

dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu.26

Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara

bersama-sama konsepsi psikologis yang melihat frame semata sebagai persoalan

internal pikiran dengan konsepsi sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari

sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang.

Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai perangkat kognisi yang

digunakan dalam informasi untuk membuat kode, menafsirkan, dan

menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak yang kesemuanya

dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktik kerja profesional wartawan.

Model Pan dan Kosicki merupakan modifikasi dari dimensi operasional

analisa wacana Van Dijk, sedang rumusan yang kedua adalah milik Gamson dan

26

(42)

Mogdiliani.27 Model framing yang diperkenalkan Pan dan Kosicki dapat

diasumsikan bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat

organisasi ide yaitu dimana frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan

elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan, sumber, latar informasi,

pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan.28

Struktur Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Tabel 01

(43)

Berikut penjelasan mengenai keempat struktur yang menjadi model dari

analisis framing model Pan dan Kosicki:

1) Struktur Sintaksis

Struktur sintaksis menunjuk kepada pengertian susunan dari bagian berita

(headline, lead, latar informasi, sumber, penutup) dalam satu kesatuan teks berita

secara keseluruhan. Segi sintaksis seringkali muncul dalam bentuk pireamida

terbalik. Struktur ini dapat memberi petunjuk mengenai wartawan memaknai

peristiwa dan hendak kemana berita tersebut dibawa.

Headline merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat

kemenonjolan tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline

mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam

membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan.

Lead pada umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan

perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.

Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti kata yang

ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan

latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah

mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar dapat menjadi alasan pembenar

gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Ini merupakan cerminan ideologis,

dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang atau juga tidak tergantung

kepentingan mereka.

Bagian lain yang penting dari berita adalah pengutipan sumber berita.

(44)

validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri

pada klaim otoritas akademik, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya

kepada pejabat yang berwenang dan mengecilkan pendapat atau pamdangan

tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga

pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang.

2) Skrip

Yaitu laporan berita yang disusun sebagai suatu cerita. wartawan juga

mempunyai cara agar berita yang ditulis menarik perhatian pembaca. Wartwan

mempunyai strategi daan cara bercerita tertentu. Segi cara bercerita ini dapat

menjadi pertanda framing yang ingin ditampilkan. Skrip salah satu strategi

wartawan dalam mengkonstruk berita. Skrip memberikan tekanan mana yang

didahulukan dan bagian mana dari suatu informasi penting yang disembunyikan.

Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5 W=1H who, what, when,

where, why, dan how. Meskipun pola ini tidak selalu dijumpai dalam setiap berita

yang ditampilkan. Kategori informasi ini yaang diharapkan diambil oleh

wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda

framing yang penting.

3) Tematik

Yaitu berhubungan bagaimana fakta ditulis. Penempatan dan penulisan

sumber berita kedalam teks secara keseluruhan. Dalam menulis berita seorang

wartawan mempunyai tema tertentu atas suatu peristiwa. Tema itulah yang akan

dibuktikan dengan susunan atau bentuk kalimat tertentu, proposisi, atau hubungan

(45)

penafsiran pembaca tentang suatu peristiwa. Struktur tematik yang bisa digunakan

adalah sebagai berikut:

Detail. Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang

ditampilkan komunikator. Komunikator akan menonjolkan secara berlebihan

informasi yaang menguntungkan dirinya atau citra yang baik sebaliknya ia akan

menampilkan informasi dalam jumlah sedikit aatau bahkan tidak disampaikan bila

hal itu dapat merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan

komunikator bukan hanya ditampilkan secara berlebih tetapi juga dengan detail

yang lengkap. Detail yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang

dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detail

yang lengkap itu akan dilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang

mengangkat kelemahan atau kegagalan dirinya.

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata. Proposisi atau kalimat

dan koherensi merupakan elemen wacaana untuk melihat bagaimana seseorang

secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau

peristiwa. Koherensi terbagi atas tiga koherensi yaitu koherensi kondisional,

koherensi fungsional dan koherensi pembeda. Koherensi kondisional dalam

wacana dapat berupa berhubungan dengan sebab akibat, bisa juga berupa

hubungan penjelas. Koherensi kondisional dapat dilihat dari pemakaian kata

hubung untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan atau mengisahkan

suatu proposisi dihubungkan dengan bagaimana seseorang memaknai peristiwa

yang ingin ditampilkan didepan publik. Koherensi kondisional juga ditandai

(46)

berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta tersebut

mudah dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah bertentangan.

Bentuk kalimat adalah bentuk kalimat yang berhubungan dengan cara

berpikir logis yaitu prinsip kausalitas.

Kata ganti adalah digunakan untuk memanipulasi bahasa dengan

menciptakan imajinasi. Kata ganti merupakan alat yang dipakai. Komunikator

menunjukkan dimana posisi orang dalam wacana.

4) Retoris

Yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu

ke dalam bentuk berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai

leksikon, gaya, grafik atau gambar dan metafora. Yang bertujuan tidak hanya

untuk mendukung tulisan tetapi juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

Leksikon menandakan bagaimana seseorang memilih kata dari berbagai

kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang digunakan tidak secara

kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan

seseorang terhadap fakta atau realitas. Pilihan kata-kata yang dipakai

menunjukkan sikap dan ideologi tertentu.

Grafis biasanya muncul dalam bentuk foto, gambar dan tabel untuk

mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.

Metafora merupakan cara penyampaian melalui kiasan dan ungkapan. Hal

ini dimaksudkan untuk memperkuat pesan utama.29

29

(47)

D. Konseptualisasi Berita

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia arti berita adalah laporan mengenai

kejadian atau peristiwa yang hangat.30 Berita berasal dari Bahasa Sangsekerta,

yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write, arti sebenarnya ialah ada atau

terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta, artinya “kejadian” atau “yang

telah terjadi“. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau

warta.31

Menurut Mitchel U. Charrley dan James M. Neal berita atau news adalah

laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi

yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan.32 Kata

News itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu, apa yang new, apa yang baru,

yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat.33

Ada beberapa definisi tentang berita dari pakar komunikasi, ilmuwan dan

penulis diantaranya:

a. Dean M. Spencer mendefinisikan berita sebagai suatu kenyataan atau ide

yang benar dan dapat menarik perhatian sebagaian besar pembaca.

b. Dr. Wlliar C. Balayer, berita adaalah sesuatu yng termasuk (baru) yang

dipilih wartawan untuk dimuat dalam media cetak oleh karena itu, ia

30

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)h. 46

31

Drs. Totok Djuroto, M. Si, Manajemen Penerbitan Pers (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2000) cet ke-1. h. 46

32

AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005) cet ke-1 h.64

33

(48)

dapat menarik atau mempunyai makana dan dapat menarik minat bagi

pembaca surat kabar tersebut..

c. William S. Maaulsby menyebutkan berita sebagai suatu penuturan secara

benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan

baru terjadi.

d. Eric C. Hesfwood, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang

penting dan menarik perhatian pembaca.

e. Djafar H. Assegaf mengartikan berita sebagai laporan tentang fakta atau

ide yang termasa dan dipilih oleh staf redaksi suatu media massa untuk

disiarkn dengan harapan dapat menarik perhatian khalayak.

Sementara J.B wahyudi mendefinisikan berita sebagai laporan tentang

peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian

khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa.

Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan secara

periodik.34

Dengan demikian berita adalah fakta, opini, pesan , informasi yang

mengandung nilai-nilii yang diumumkan, diinformasikan yang menarik perhatian

sejumlah orang yang memilki pertimbangan diantaranya:

1. Akurat, singkat, padat dan sesuai dengan kenyataan.

2. Tepat waktu dan aktual.

3. Obyektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis.

34

Gambar

Tabel 01       Struktur Perangkat Framing ........................................................
Tabel 01 UNIT YANG
No Tabel 02 Rubrik
Tabel 03 Judul
+7

Referensi

Dokumen terkait