STRATEGI KOMUNIKASI MUJAHIDIN NUR
DALAM MENYUSUN KISAH PENDAKWAH
SYEKH SYARIFUDDIN KHALIFAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Fithriyani NIM: 109051000115
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli Saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2013
Fithriyani
ABSTRAK
Strategi Komunikasi Penulis dalam Menyusun Kisah Pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah
Kisah Syarifuddin Khalifah adalah bukti nyata dari kebesaran Allah SWT untuk meyakinkan hamba-hamba-Nya akan kebenaran agama Islam. Kisahnya yang fenomenal ini membuat Mujahidin Nur tertarik untuk menjadikannya sebuah buku dengan judul Bocah Yang Mengislamkan Ribuan Orang. Buku tersebut mendapat apresiasi yang luar biasa dari masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan menjadi Active Selling Book versi Gramedia Indonesia, penjualan buku tercepat versi Ufuk Publishing House, dan dalam dua minggu buku itu sudah memasuki cetakan kedua. Dalam menyusun kisah tersebut, Mujahidin tentu membuat strategi komunikasi yang tepat agar pembaca dapat memahami dengan baik dan benar isi pesannya. Strategi komunikasi merupakan cara tertentu yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan pesannya agar dapat diterima dengan baik dan memberikan efek sesuai harapan. Karena itu, strategi komunikasi perlu diterapkan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana strategi signing, framing, dan priming Mujahidin Nur dalam menyusun kisah pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah? Bagaimana Mujahidin Nur menghadapi faktor innocently, internality, dan externality?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Konsep strategi yang digunakan adalah konsep Ibnu Hamad yang terdiri dari strategi signing, framing, dan priming. Strategi signing adalah strategi penggunaan tanda-tanda bahasa. Strategi framing adalah strategi pemilahan dan pemilihan fakta yang (tidak) akan dimasukkan kedalam wacana. Strategi priming adalah strategi mengatur tempat untuk pemublikasian dihadapan khalayak. Ketiga strategi tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang disampaikannya dapat memberikan efek yang diharapkan. Untuk menyusun strategi itu, Mujahidin terlebih dahulu mempertimbangkan faktor internal dan eksternal, yakni faktor innocently, internality, dan externality. Karena faktor tersebut dapat memengaruhinya dalam menggunakan strategi.
Dalam menyusun kisah Syarifuddin, Mujahidin menggunakan kata-kata (pesan verbal) yang mengandung makna positif (mengajak kebaikan). Ia juga menggunakan bahasa populis untuk memudahkan pembaca memahami maknanya. Beliau mengungkapkan fakta-fakta yang baik, menakjubkan, dan menginspirasi pembaca, serta meletakkan wacana utama di depan halaman, tempat yang mudah dilihat oleh pembaca. Untuk menghadapi faktor innocently, Mujahidin berusaha semaksimal mungkin untuk mencari informasi tentang Syarifuddin. Minat dan kepentingannya tidak untuk memihak siapa pun, tetapi lebih kepada ideologinya yang Islami, itu terbukti dari strategi signing dan framing-nya. Dalam menyusun kisah ini, tidak ada paksaan dan tekanan dari siapa pun. Karena itu, strategi signing, framing, dan priming penulis terlihat natural.
Keterkaitan antara strategi signing, framing, dan priming sangat erat. Ketiganya mempunyai peran penting untuk memberikan efek tertentu. Strategi inilah yang menjadi salah satu pendukung suksesnya buku tersebut.
KATA PENGANTAR ها مسب رلا نمح رلا ميح
Al-hamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah menganugerahkan nikmat yang tidak terhingga kepada segenap
hamba-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Strategi Komunikasi Penulis dalam
Menyusun Kisah Pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah”.
Betapa pun hambatan dan kesulitan seakan terasa ringan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, sekaligus dosen pembimbing peneliti yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan ini.
2. Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam beserta Umi Musyarofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti.
5. Mujahidin Nur selaku penulis buku yang bersedia meluangkan waktunya
untuk peneliti.
6. Kedua orang tuaku tercinta, H. Chairullah Azhari dan Hj. Munawaroh yang telah banyak berjasa dan berkorban untuk peneliti.
7. Saudara-saudaraku tersayang yang telah memberikan kebahagiaan. Semoga Allah selalu memberkahi kehidupan kalian.
8. Sahabat sejatiku, Neidat Khoir, yang selalu siap membantu peneliti kapan pun, di mana pun, bagaimana pun keadaannya.
9. Segenap sahabat yang telah menemani dan banyak memberikan motivasi kepada peneliti serta dapat menghibur dikala kesedihan datang: Tri Lestari, Devi Ratna Sari, Bintang Nurul Kawakib, Fajrin Dwi Ayu Novani,
Tika Aprilia, Hidayati Nur Fajrina, Khoirunisyah, dan Agnitia Citra Resmi.
10.Seluruh teman KPI angkatan 2009, terutama kelas-D yang telah memberikan warna hidup semasa kuliah. Perjalanan indah bersama kalian tidak akan terlupakan.
11.Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Namun, tidak mengurangi
sedikit pun rasa terima kasih peneliti kepada kalian.
Semoga Allah SWT melipatgandakan pahala atas semua kebaikan kalian. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya,
Aamiin.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….... i
KATA PENGANTAR ………..…… ii
DAFTAR ISI ……….…... iv
BAB I PENDAHULUAN ……….... 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ………... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….... 5
D. Tinjauan Pustaka ………. 6
E. Metodologi Penelitian ………... 8
F. Sistematika Penulisan ……… 10
BAB II KERANGKA TEORI ……… 11
A. Strategi Komunikasi 1. Pengertian Strategi ………... 11
2. Pengertian Komunikasi ……… 16
3. Proses Komunikasi ………... 19
4. Pengertian Strategi Komunikasi ………... 21
5. Tujuan Sentral Strategi Komunikasi ………... 26
B. Strategi Signing, Framing, Priming, dan Faktor Internal-Eksternal 1. Pengertian Strategi Signing ……….. 27
3. Pengertian Strategi Priming ………... 32
4. Faktor Internal dan Eksternal ………... 33
BAB III GAMBARAN UMUM ……… 35
A. Profil Mujahidin Nur 1. Riwayat Hidup ………. 35
2. Latar Belakang Pendidikan ……….. 38
3. Karya-karya ……….. 40
B. Profil Buku Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang …… 42
C. Sinopsis Buku Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang … 44 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN……….... 49
A. Strategi Signing, Framing, dan Priming ………... 49
B. Menghadapi Innocently, Internality, dan Externality …...…. 51
BAB V PENUTUP ………... 55
A. Kesimpulan ……… 55
B. Saran ……….. 55
DAFTAR PUSTAKA ……… 57
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia Islam digemparkan oleh munculnya seorang anak laki-laki yang memiliki kemampuan sangat menakjubkan. Ia berasal dari keluarga nonmuslim.
Kemampuan yang dimilikinya sungguh sulit untuk dipahami oleh akal sehat manusia. Kehadiran anak itu pun telah membawa banyak perubahan pada
kehidupan kedua orang tuanya. Bayi yang terlahir dari sebuah benua bertemperatur hangat, Afrika, akan menjadi pembicaraan jutaan masyarakat di dunia.1
Syarifuddin Khalifah, itulah anak yang memiliki kemampuan luar biasa. Seorang anak dari keluarga nonmuslim dapat menghafal al-Qur’an dan bible, serta
dapat mengerjakan sholat lima waktu saat berumur 1,5 tahun. Sedangkan saat berumur 4-5 tahun, ia sudah menguasai lima bahasa asing dan telah mengislamkan ribuan orang termasuk mengislamkan kedua orang tuanya.2
Bila dipikirkan dengan akal sehat, maka kisah tersebut seakan-akan mustahil terjadi. Akal manusia tidak akan mampu menjangkau berbagai keajaiban
yang ada pada Syarifuddin. Hanya hatilah yang mampu menjangkau dan meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin bagi Allah SWT untuk menunjukkan kebesaran-Nya di muka bumi ini. Sebagaimana Firman-Nya dalam surat
al-Baqarah ayat 117:
1
Mujahidin Nur, Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang, (Jakarta: PT Ufuk Publishing House, 2012), cet. Ke-5, hlm. 33.
2
menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.
Serta dalam surat Yaasiin ayat 82:
Artinya: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: “Jadilah!” maka jadilah ia.
Di saat perkembangan teknologi semakin pesat dan berdampak pada minimnya keimanan masyarakat, Allah SWT menunjukkan tanda-tanda kebesaran
dan kekuasaan-Nya dengan hadirnya seorang anak ajaib di Arusha, Tanzania. Kisah Syarifuddin ini banyak menginspirasi masyarakat dunia khususnya umat muslim untuk lebih yakin akan keagungan-Nya. Ia bagaikan perantara untuk
orang-orang nonmuslim di sekitarnya agar menuju jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.
Kisah fenomenal ini telah diangkat menjadi sebuah buku yang menginspirasi iman umat muslim. Buku dengan judul Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang telah meraih sukses besar dalam perbukuan Indonesia. Sejak tiga
minggu diluncurkan ke pasar, buku ini banyak diminati dan diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Buku tersebut mendapat apresiasi yang sangat baik. Itu
terbukti dengan menjadi Active Selling Book versi Gramedia Indonesia, penjualan buku tercepat versi Ufuk Publishing House, dan dalam dua minggu buku itu sudah memasuki cetakan kedua, serta telah menjadi buku Best Seller di Gramedia.3
3
Apresiasi yang diterima oleh buku ini tidak lepas dari kemampuan
Mujahidin Nur selaku penulis buku dalam membuat strategi untuk mengolah bahasa yang akan digunakan (strategi signing), memilih fakta yang akan dikemukakan (strategi framing), dan mengatur tempat penyampaian (strategi
priming). Strategi tersebut dapat dikatakan strategi komunikasi, karena ketiga
strategi itu dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang disampaikannya
memberi efek yang diharapkan.4 Sebagaimana pengertian komunikasi menurut Lasswell, yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
J.L Thompson seperti dikutip Sandra Oliver menjelaskan strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil akhir.5 Strategi terdiri dari tindakan penting
yang diperlukan untuk mewujudkan arah yang akan dicapai.6 Jadi, strategi komunikasi dapat diartikan sebagai cara tertentu yang dilakukan seseorang untuk
menyampaikan pesannya agar dapat diterima dengan baik dan memberikan efek sesuai harapan.
Strategi komunikasi sama pentingnya dengan komunikasi itu sendiri.
Strategi komunikasi menentukan berhasil tidaknya kegiatan komunikasi itu. Sedangkan komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Karena
sebagian besar hidup ini diisi oleh komunikasi. Sejak bangun dari tidur hingga kembali tidur, manusia melakukan komunikasi.7 Ketika berkomunikasi, manusia memilih kata, gambar, angka, gerakan, atau tanda bahasa lainnya baik verbal
4
Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, (Jakarta: La Tofi Enterprise, 2010), cet. Ke-1, hlm. ix-x.
5
Sandra Oliver, Strategi Public Relations, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 2. 6
Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-1, hlm. 242.
7
maupun nonverbal untuk menyampaikan realitas (berupa gagasan, perasaan,
peristiwa, orang, alam, dan sebagainya). Bila kata, angka, dan gambar itu dituliskan, maka jadilah pesan yang dilihat (visual message). Jika kata, angka, dan gambar itu dikatakan, maka jadilah pesan yang didengar (auditory message).8
Setiap konstruktor (penulis, wartawan, peneliti, dan lain-lain) bisa dipastikan telah dengan sengaja mengatur strategi signing, framing, dan priming.
Ketiga strategi tersebut sengaja diatur untuk memperkuat kepentingannya. Untuk menyusun strategi itu, pengguna strategi terlebih dahulu mempertimbangkan
faktor-faktor internal dan eksternal.9 Karena faktor tersebut merupakan faktor yang memengaruhi penggunanya dalam membuat strategi signing, framing, dan priming.
Mujahidin Nur adalah seorang penulis buku inspiratif yang bernuansa dakwah. Menulis buku bernuansa dakwah tidak semudah menulis buku-buku
lainnya. Efek yang akan timbul dan penggunaan bahasanya harus diperhatikan agar pembaca tidak merasa bosan. Ia sadar akan keindahan bahasa yang bila diatur dengan baik akan memberikan pesan yang bermakna. Karena itu,
Mujahidin membuat strategi tertentu dalam mengolah bahasa yang akan digunakan dan memilih fakta yang akan dikemukakan, serta ia mengatur tempat
penyampaian dalam menyusun kisah Syarifuddin ini. Kisahnya yang menakjubkan, aneh, unik, dan tidak masuk diakal, itulah yang perlu diperhatikan agar pembaca dapat mengerti makna dari pesan itu.
Karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai strategi signing, framing, dan priming Mujahidin dalam menyusun kisah
8
Ibid, hlm. viii-x. 9
Syarifuddin. Peneliti pun mengambil judul penelitian yaitu, “Strategi Komunikasi Mujahidin Nur dalam Menyusun Kisah Pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Peneliti membatasi permasalahan, yaitu fokus pada penggunaan strategi signing, framing, dan priming. Penelitian ini hanya meneliti
komunikator dan medianya yakni, buku Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang. Sebaliknya, tidak fokus meneliti tokoh Syarifuddin, pesan, fans
Syarifuddin, dan efek terhadap pembaca buku tersebut.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, maka pokok permasalahannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Bagaimana strategi signing, framing, dan priming Mujahidin Nur dalam menyusun kisah pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah?
b) Bagaimana Mujahidin menghadapi faktor innocently, internality, dan externality?
C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian 1. Tujuan penelitian:
b. Untuk mengetahui cara Mujahidin menghadapi faktor innocently,
internality, dan externality.
2. Manfa’at penelitian adalah: a. Manfaat Akademik
1) Untuk memberikan kontribusi positif dalam bidang studi Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi mengenai strategi komunikasi,
khususnya mengenai strategi signing, framing, dan priming.
2) Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi mengenai strategi signing, framing,
dan priming Mujahidin dalam menyusun kisah pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah.
b. Manfaat Praktis
Menjadi acuan untuk mahasiswa yang akan meneliti strategi
komunikasi, khususnya mengenai strategi signing, framing, dan priming. Peneliti pun berharap penelitian ini dapat memberi masukan
kepada penulis buku Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang agar
lebih baik dan menarik lagi.
D. Tinjauan Pustaka
Ratna Dwi Guna dalam skripsinya menemukan bahwa strategi komunikasi dinas kebersihan DKI Jakarta dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain;
Recycle) di empat stasiun radio. Persamaan dengan penelitian ini adalah
metodologinya yang menggunakan penelitian kualitatif. Perbedaan dengan penelitian ini dari subjeknya yaitu dinas kebersihan DKI Jakarta dan objeknya adalah segala bentuk strategi komunikasi yang dilakukan bidang pengembang
peranserta masyarakat dan usaha kebersihan.10
Putri Wulandari Tri Rizki Kusuma dalam skripsinya menemukan bahwa
strategi komunikasi jurnalis VOA dalam pemberitaan warga muslim di Amerika dilakukan melalui tiga tahap yaitu; perumusan strategi, implementasi strategi, dan
evaluasi strategi. Perbedaan dengan penelitian ini dari subjeknya yaitu jurnalis VOA dan objeknya ialah strategi komunikasi dalam pemberitaan warga muslim di Amerika.11
Dian Putra dalam skripsinya menemukan bahwa strategi komunikasi yang digunakan oleh rumah busana ranti adalah media dan komunikasi langsung berupa
pelayanan, kesopanan, dan ramah tamah. Strategi komunikasinya pun sudah terealisasi cukup baik dan dapat dikatakan berhasil. Perbedaan dengan penelitian ini dari subjeknya yakni rumah busana dan objeknya yaitu strategi komunikasi
dalam mensosialisasikan busana Islami.12
Oleh karena itu, peneliti mengambil judul Strategi Komunikasi Mujahidin
Nur dalam Menyusun Kisah Pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi tersebut adalah strategi yang diteliti berupa; strategi
10
Ratna Dwi Guna, Strategi Komunikasi Dinas Kebersihan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam Mensosialisasikan Kesadaran Bersih Lingkungan, Skripsi, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.
11
Putri Wulandari Tri Rizki Kusuma, Strategi Komunikasi Jurnalis Voice of America (VOA) dalam Pemberitaan Warga Muslim di Amerika, Skripsi, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.
12
signing, framing, dan priming yang digunakan penulis buku. Dengan demikian,
skripsi ini berbeda dengan skripsi sebelumnya dan layak untuk diajukan sebagai penelitian ilmiah.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan tersebut menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis
statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Menurut Jane Richie, kualitatif sebagai upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Penelitian
kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.13
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah penulis buku Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang. Sedangkan objek dalam penelitian ini ialah strategi komunikasi
penulis.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti melakukan penelitian pada Februari-Mei 2013 dengan mewawancarai Mujahidin Nur selaku penulis buku. Adapun tempat penelitian, peneliti mewawancarai penulis di Poins Square, Lebak Bulus.
13
4. Tahapan Penelitian:
a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian melalui tiga (3) tahap. Pertama, peneliti membaca buku Bocah yang
Mengislamkan Ribuan Orang untuk menentukan strategi signing, framing, dan
priming yang digunakan penulis. Kedua, peneliti mewawancarai penulis. Ketiga,
peneliti mengumpulkan data dari buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap; data dikelompokkan, disederhanakan, dan dikemas kedalam tabel.
Adapun mengenai teknik penulisan ini, peneliti menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.14
c. Analisis Data
Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur uraian data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satu uraian dasar.15 Data
yang terkumpul melalui wawancara mendalam dan dokumen-dokumen diklasifikasikan kedalam kategori tertentu.16
Peneliti menganalisis data dengan menggunakan metode deskriptif yang
melaporkan data dengan menerangkan, memberikan gambaran,
14
Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), (Jakarta: UIN Jakarta Press, Ceqda, 2007), Cet. Ke-1, hlm. 34.
15
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 103. 16
mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan data yang terkumpul, kemudian
disimpulkan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar mempermudah penulisan skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima
bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I : Berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfa’at Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
BAB II : Berisi Pengertian Strategi, Pengertian Komunikasi, Proses Komunikasi, Pengertian Strategi Komunikasi, Tujuan Sentral Strategi Komunikasi, Pengertian Strategi Signing, Framing, Priming, dan Faktor
Internal-Eksternal.
BAB III : Berisi Riwayat Hidup Mujahidin Nur, Latar Belakang Pendidikan, Karya-karya, Profil dan Sinopsis Buku Bocah yang Mengislamkan
Ribuan Orang.
BAB IV : Berisi Strategi Signing, Framing, Priming Mujahidin dalam Menyusun Kisah Pendakwah Syekh Syarifuddin Khalifah dan Cara Mujahidin Menghadapi Faktor Innocently, Internality, Externality.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Strategi Komunikasi 1. Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari akar kata Bahasa Yunani “Strategos” yang secara
harfiah berarti “Seni Umum”. Kata strategos bermakna sebagai:
a) Keputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan
segala akibatnya
b) Penentuan tingkat kerentanan posisi seseorang dengan posisi para pesaing (ilmu perang dan bisnis)
c) Pemanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relatif terbatas terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing
d) Penggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis
e) Penemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan penggunaan sumber daya
dalam pasar informasi.17
Hill dan Jones seperti dikutip Hendrawan Supratikno, dkk., mengemukakan
terdapat dua pendekatan untuk mendefinisikan strategi, yang dikenal sebagai pendekatan tradisional dan pendekatan baru. Dalam pendekatan tradisional, strategi dipahami sebagai suatu rencana ke depan, bersifat antisipatif (forward
looking). Sedangkan dalam pendekatan yang baru, strategi lebih dipahami
sebagai suatu pola dan bersifat reflektif (backward looking).
17
Tabel 1: Hampiran dalam Mendefinisikan Strategi Hampiran Tradisional Hampiran Baru
The determination of the basic long-term goals and objectives of an enterprise, and the adoption of course of action and the allocation of resources necessary for carrying out these goals (Alfred Chandler).
The pattern or plan that integrates an
organization’s major goals, policies,
and action sequences into a cohesive whole (James Brian Quinn).
A unified, comprehensive, and integrated plan designed to ensure that the basic objectives of the enterprises are achieved (William F. Glueck).
A pattern in a stream of decisions or actions (Henry Mintzberg).
Sementara itu, Henry Mintzberg menginventaris lima (5) definisi tentang strategi, yaitu:
1) Rencana; suatu petunjuk, suatu tuntunan atau tindakan yang akan dilakukan, sesuatu yang memberi arah bagi tindakan-tindakan di masa
depan. Strategi adalah sebuah rencana, “bagaimana”, suatu cara untuk mendapatkan sesuatu dari sini atau sana
2) Pola: perilaku yang konsisten antar waktu. Strategi adalah pola tindakan
dari waktu ke waktu, misalnya: sebuah perusahaan yang secara teratur memasarkan produknya yang sangat mahal, sehingga harus menggunakan
3) Posisi: penentuan posisi dalam konteks persaingan. Strategi adalah suatu
posisi yang mencerminkan keputusan untuk menawarkan produk atau jasa tertentu di pasar tertentu
4) Perspektif: bagaimana suatu organisasi menjalankan kegiatannya. Strategi
adalah perspektif terhadap visi dan arah terhadap visi
5) Permainan: kumpulan manuver untuk “menjinakkan” pihak lawan atau
suatu cara yang dilakukan untuk mengecoh pesaing.
Meski demikian, mazab yang dominan adalah mazab yang melihat strategi
sebagai suatu rencana. Kata “strategi” berkonotasi antisipasi, prediksi, dan
hal-hal lain yang mengesankan sifat cerdas dalam menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Strategi pun dipandang sebagai suatu yang
dibuat untuk mengamankan masa depan.18
Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, strategi adalah taktik, ilmu
menggunakan sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam berperang; rencana langkah-langkah yang dilakukan secara sistematis dalam perang.19
J.L Thompson, seperti dikutip Sandra Oliver
menjelaskan strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil akhir; Hasil akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi.20
Strategi adalah konsep yang mengacu pada suatu jaringan yang kompleks dari pemikiran, ide-ide, pengertian yang mendalam, pengalaman, sasaran, keahlian, memori, persepsi, dan harapan yang membimbing untuk menyusun
18
Hendrawan Supratikno, dkk., Advanced Strategic Management, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 1-4.
19
Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality Publisher, 2008), cet. Ke-1, hlm. 605.
20
suatu kerangka pemikiran umum, agar dapat memutuskan tindakan-tindakan
yang spesifik bagi tercapainya tujuan.
Strategi merupakan suatu keputusan yang tepat, jelas, komprehensif, valid atau apa pun namanya, sebagai dasar filosofis dan praksis untuk berpikir,
berperilaku, beraktivitas, dan bertindak. George Steiner mendefinisikan tentang strategi meliputi:
a. Strategi adalah apa yang dilakukan oleh manajemen puncak, karena hal itu sangat penting bagi organisasi
b. Strategi mengacu pada dasar keputusn yang terarah, yaitu demi tercapainya tujuan dan misi
c. Strategi terdiri dari tindakan penting yang diperlukan untuk mewujudkan
arah yang akan dicapai
d. Strategi menjawab pertanyaan: apa yang harus organisasi lakukan?
e. Strategi menjawab pertanyaan: apa yang pada akhirnya harus dicari dan bagaimana mencapainya?
Strategi adalah jembatan yang menghubungkan kebijakan dengan sasaran.
Strategi dan taktik merupakan jembatan yang menghubungkan kesenjangan antara tujuan dan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan.21
Istilah strategi juga mengandung arti sebagai memilih cara yang paling efektif untuk menggunakan sumber-sumber perusahaan atau lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi direncanakan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam dan di luar perusahaan. Artinya,
strategi menunjukkan faktor-faktor mana yang harus mendapatkan perhatian
utama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.22
Onong Uchjana Effendy menjelaskan bahwa strategi pada hakikatnyaadalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu
tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus
mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.23
Keberadaan strategi tidak terlepas dari tujuan yang dicapai. Hal itu
ditunjukkan oleh suatu jaringan kerja yang membimbing tindakan yang akan dilakukan, dan pada saat yang sama, strategi akan memengaruhi tindakan tersebut. Ini berarti bahwa prasyarat yang diperlukan untuk merumuskan
strategi adalah meningkatkan pemahaman tentang tujuan, dalam artian setelah bersama-sama memahami hakikat dan makna suatu tujuan, ditentukanlah
strategi untuk mencapai tujuan. Tanpa tujuan, tindakan yang dibuat semata-mata sekadar suatu taktik yang dapat meningkat cepat namun, sebaliknya dapat merosot kedalam suatu masalah lain.24
Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa strategi adalah cara tertentu yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai
suatu tujuan. Penggunaan strategi yang tepat akan memberikan hasil sesuai harapan. Karena itu, strategi diperlukan dalam hal apa pun guna mendapatkan hasil yang maksimal.
22
Georgr R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), cet. Ke-8, hlm. 58.
23
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-20, hlm. 32.
24
2. Pengertian Komunikasi
Istilah “Komunikasi” merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris, yakni
“Communication”. Roudhonah dalam bukunya Ilmu Komunikasi menjelaskan
bahwa komunikasi secara etimologi berasal dari kata Latin, yaitu:
a. Communicare, yang berarti berpartisispasi atau memberitahukan. b. Communis, yang berarti milik bersama atau berlaku di mana-mana.
c. Communis Opinion, yang berarti pendapat umum atau pendapat mayoritas. d. Communico, yang berarti membuat sama.
e. Communication yang bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya sama arti atau pengertian.
Arti komunikasi secara bahasa ini memberi pengertian bahwa komunikasi
yang dilakukan hendaknya dengan lambang-lambang atau bahasa yang mempunyai kesamaan arti antara orang yang memberi pesan dengan orang
yang menerima pesan.
Sedangkan secara terminologi, pengertian komunikasi menurut beberapa pakar Ilmu Komunikasi adalah:
1) Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator) menyampikan perangsang-perangsang (biasanya
lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan).
2) Berelson dan Steiner, 1964, komunikasi adalah proses penyampaian
3) Harold D. Lasswell, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses
yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”,
“kepada siapa”, dan “dengan akibat atau hasil apa”.
4) Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah laku mereka.25
Seseorang akan dapat merubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif. Untuk memahami pengertian
komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication
in Society. Lasswell mengetakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur, yakni: komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Jadi,
berdasarkan paradigma tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek
tertentu.
Pada umumnya, komunikasi sering didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan dan
kemudian direspon kembali. Komunikasi itu dilakukan secara sengaja dan
25
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. Ke-1, hlm.
mempunyai tujuan tertentu, untuk itu diperlukan partisipasi antara
komunikator dan komunikan, sehingga sifatnya transaksional, dalam pengertian ada yang memberi dan ada yang menerima pesan atau informasi.
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah
bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada
saat ia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi.26 Para ahli komunikasi mengungkapkan terdapat tiga (3) tahapan dalam berkomunikasi, yaitu:
a. Persepsi, yaitu pengindraan suatu gejala di luar dirinya
b. Ideasi, yaitu penataan hasil persepsinya itu ke dalam alam idenya (benaknya)
c. Transmisi, yaitu melontarkannya kepada orang lain dalam bentuk pesan komunikasi.
Jadi, seseorang dalam berkomunikasi pastilah dimulai dengan persepsi, kemudian disimpan dalam alam idenya, dan barulah dapat menyampaikannya sesuai dengan hal yang dibutuhkan.27
Dari pendapat di atas mengenai pengertian komunikasi, dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang
menyampaikan pesannya, baik dengan lambang bahasa maupun isyarat, gambar, gaya yang antara keduanya sudah terdapat kesamaan makna, sehingga keduanya dapat mengerti apa yang sedang dikomunikasikan.
26
H.A.W. Widjaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), cet. Ke-5, hlm. 1.
27
3. Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang
timbul dari lubuk hati. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yakni, secara primer dan sekunder.
a. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, gesture, isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang secara
langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahasa paling banyak dipergunakan dalam komunikasi,
karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang
kepada orang lain; baik berbentuk idea, informasi atau opini; mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang
terjadi pada saat sekarang, melainkan pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang.
Gesture memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga
tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat
terbatas).
Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene, dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu.
Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.
Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi memang melebihi gesture, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan
“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa. Buku
-buku yang ditulis dengan bahasa sebagai lambang untuk “menerjemahkan”
pemikiran tidak mungkin diganti oleh gambar, apalagi oleh lambag-lambang
lainnya. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya.28
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan
komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telefon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan
dalam komunikasi.
28
Pentingnya peranan media yakni media sekunder dalam proses
komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio, atau televisi merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Jelas efisien karena dengan
menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya; bukan saja jutaan, melainkan
puluhan juta, bahkan ratusan juta.
Akan tetapi, oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan
efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Menurut mereka, yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasif adalah komunikasi tatap muka karena
kerangka acuan (frame of reference) komunikan dapat diketahui oleh komunikator, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik
berlangsung seketika, dalam arti kata komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga.29
4. Pengertian Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam pengertian bahwa
29
pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu, bergantung kepada situasi dan
kondisi.30
Alo Liliweri mendefinisikan strategi komunikasi sebagai berikut:
a) Strategi yang mengartikulasikan, menjelaskan, dan mempromosikan suatu
visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam suatu rumusan yang baik
b) Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi
komunikasi
c) Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan konkret dalam rangkaian aktivitas yang berbasis pada satuan teknik bagi
pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah ditetapkan
sebelumnya
d) Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.
Karena itu strategi komunikasi selalu dihubungkan dengan; siapa bicara, maksud apa bicara, pesan apa yang harus disampaikan kepada seseorang, cara
bagaimana menyampaikan pesan kepada seseorang, dan bagaimana mengukur dampak pesan tersebut.31
Strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau
menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan
30
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-6, hlm. 29.
31
komunikasinya, sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah
ditetapkan.32
Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor
penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen komunikasi dan fakor-faktor pendukung dan
penghambat pada setiap komponen tersebut. a. Mengenali Sasaran Komunikasi
Sebelum melancarkan komunikasi, sebagai komunikator haruslah mempelajari siapa-siapa yang akan menjadi sasaran komunikasinya. Sudah tentu ini bergantung pada tujuan komunikasi, apakah agar komunikan hanya
sekedar mengetahui atau agar komunikan melakukan tindakan tertentu. Apa pun tujuannya, metodenya, dan banyaknya sasaran, pada diri komunikan perlu
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1) Faktor Kerangka Referensi
Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada komunikan harus
disesuaikan dengan kerangka referensi (frame of reference)-nya. Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan
pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial, ideologi, cita-cita, dan sebagainya.
2) Faktor Situasi dan Kondisi
Situasi di sini ialah situasi komunikasi pada saat komunikan akan menerima pesan yang kita sampaikan. Situasi yang bisa menghambat jalannya
32
komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat
komunikasi dilancarkan. Kondisi di sini ialah state of personality komunikan, yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif apabila komunikan sedang marah,
sedih, bingung, sakit, atau lapar. Dalam menghadapi komunikan dengan kondisi seperti itu, kadang-kadang bisa menangguhkan komunikasi sampai
datangnya suasana yang menyenangkan. b. Pemilihan Media Komunikasi
Media komunikasi jumlahnya banyak, mulai dari media tradisional sampai yang modern. Untuk mencapai sasaran komunikasi, dapatlah memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang
akan dicapai, pesan yang akan disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan.
c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Ini menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi, teknik persuasi, atau teknik
instruksi. Apa pun tekniknya, pertama-tama komunikasi harus mengerti pesan komunikasi itu.
Pesan komunikasi terdiri atas isi pesan dan lambang. Isi pesan komunikasi bisa satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa macam-macam. Lambang yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan isi komunikasi ialah
menggunakan gabungan lambang, seperti pesan komunikasi melalui surat
kabar, film, atau televisi.
d. Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Ada faktor yang penting pada diri komunikator bila ia melancarkan
komunikasi, yaitu daya tarik sumber (source attractiveness) dan kredibilitas sumber (source credibility).
1) Daya Tarik Sumber
Seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, akan mampu
mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya. Dengan lain perkataan, komunikan merasa ada kesamaan antara komunikator
dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator.
2) Kredibilitas Sumber
Faktor kedua yang bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan komunikan pada komunikator. Kepercayaan ini banyak
bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang komunikator.
Berdasarkan kedua faktor tersebut, seorang komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik, yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Dengan kata lain,
harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan yang
sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, dan sebagainya.33
5. Tujuan Sentral Strategi Komunikasi
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam Techniques for Effective Communication, seperti yang dikutip Onong Uchjana
Effendy mengemukakan, tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu:
a. To secure understanding: memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Tujuan sentral ini sangat terkait dengan pengertian komunikasi, di mana keduanya sudah terdapat kesamaan makna, sehingga
keduanya dapat mengerti apa yang sedang dikomunikasikan.
b. To establish acceptance: Andaikata ia sudah dapat mengerti dan
menerima, maka penerimaannya itu harus dibina. Komunikator harus membina apa yang telah diterima dan dimengerti oleh komunikan. Di saat komunikan dan komunikator telah sepaham dan sepakat mengenai tanda
bahsa yang digunakan, komunikator harus membangun saling pengertian di antara keduanya.
c. To motivate action: Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan.34 Komunikasi yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang menghasilkan kegiatan untuk memberikan motivasi kepada komunikannya.
33
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, 35-39. 34
Setelah komunikan mengerti apa yang disampaikan oleh komunikator,
komunikator pun harus menjaga hubungan baiknya dengan komunikan, komunikator harus membina apa yang telah diterima oleh komunikan, dan akhirnya kegiatan itu pun menjadi kegiatan yang memotivasikan, sebagaimana
komunikator berkomunikasi dengan komunikan dan bertujuan agar komunikan mengikuti apa yang diinginkan oleh komunikator.
Dalam buku Rosady Ruslan, tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas empat tujuan utama, yang keempat adalah The goals which the communicator sought to achieve: bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh
pihak komunikator dari proses komunikasi tersebut.35
Tujuan ini lebih kepada langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh komunikator.
Setelah kegiatan komunikasi menjadi kegiatan yang memotivasikan, komunikator pun mencari cara agar tujuan dari motivasi tersebut dapat
tercapai.
B. Strategi Signing, Framing, Priming, dan Faktor Internal-Eksternal 1. Pengertian Strategi Signing
Ibnu Hamad dalam bukunya Komunikasi Sebagai Wacana menjelaskan
Strategi Signing adalah strategi penggunaan tanda-tanda bahasa, baik bahasa verbal (dalam bentuk kata-kata) maupun nonverbal (dalam bentuk gambar, grafik, gerakan, dan sebagainya). Dalam pembuatan wacana, sistem tanda
merupakan alat utama dalam proses konstruksi realitas. Proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang konstruktor melakukan objektifikasi terhadap
35
suatu kenyataan yakni melakukan persepsi terhadap suatu obyek. Selanjutnya,
hasil dari pemaknaan melalui proses persepsi itu diinternalisasikan kedalam diri seorang konstruktur. Dalam tahap inilah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu obyek yang dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan
internalisasi atas hasil dari proses permenungan secara internal melalui pernyataan-pernyataan. Alat membuat pernyataan tersebut tiada lain adalah
kata-kata atau bahasa. Tampak dalam proses ini bahasa menempati peranan yang sangat sentral. Begitu pentingnya bahasa, maka tidak ada berita, cerita,
ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa.
Secara disadari atau tidak orang-orang menggunakan cara kerja tanda (sign) secara semiotis. Dilihat dari semiotika (ilmu yang mempelajari sistem
tanda dan makna), setiap tanda itu mempunyai cara kerja selain memiliki makna masing-masing.36
Dalam semiotika, segala sesuatu yang dapat diamati
atau dibuat dapat diteramati, mengacu pada hal yang dirujuknya, dan dapat diinterpretasikan, itu semua adalah tanda. Fungsi tanda pertama-tama adalah alat untuk membangkitkan makna. Itu karena tanda selalu dapat dipersepsi
oleh perasaan dan pikiran. Dengan menggunakan akal sehatnya, seseorang biasanya menghubungkan sebuah tanda pada rujukannya (reference) untuk
menemukan makna tanda itu. Tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa penggunaan tanda itu tiada lain karena seseorang memiliki tujuan. Orang tersebut ingin menyampaikan dan atau mencapai sesuatu dalam menggunakan
tanda.37
36
Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, (Jakarta: La Tofi Enterprise, 2010), Cet. Ke-1, hlm. 53.
37
Menurut Pierce, sebuah tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu
yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak
penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya tanda baru dapat berfungsi
sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi.38 Dengan demikian, sebuah tanda memiliki relasi triadik langsung dengan interpretan
dan objeknya.39
2. Pengertian Strategi Framing
Strategi Framing adalah strategi pemilahan dan pemilihan fakta yang (tidak) akan dimasukkan kedalam wacana. Penyebabnya, karena fakta yang
terkait dengan realitas sering lebih banyak dibandingkan dengan tempat dan waktu yang tersedia. Karena itu fakta harus dipilah dan dipilih mana yang akan dimasukkan kedalam wacana dan mana yang dikeluarkan dari wacana.
Pemilahan dan pemilihan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang digunakan oleh si pembuat wacana, baik faktor internal maupun
eksternal.40
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, wacana, serta
38
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), hlm. 11.
39
Kris Budiman, Semiotika Visual, (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004), hlm. 26. 40
yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan realitas.
Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.
Framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagimana perspektif
atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta
hendak dibawa ke mana berita tersebut.41
Salah satu aspek dalam framing adalah memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat
peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded).
Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu, dan melupakan aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi
atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Dari aspek teknis, di dunia media massa, pemilahan dan pemilihan fakta
dilandasi oleh pertimbangan waktu dan tempat. Media cetak memiliki keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman; sementara pada media elektronik terbatas dalam durasi dan jadwal siaran. Karena itu jarang ada
41
media yang mewacanakan peristiwa secara utuh mulai dari detik pertama
kejadian hingga ke detik paling akhir.42
Terdapat dua model realitas media (realitas yang dikonstruksi oleh media) yakni, model peta analog dan model refleksi realitas. Model peta analog yaitu
model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi secara rasional.
Realitas peta analog adalah suatu konstruksi realitas yang dibangun berdasarkan konstruksi sosial media massa, seperti sebuah analogi kejadian
yang seharusnya terjadi, bersifat rasional, dan dramatis. Realitas terkonstruksi itu begitu dahsyat, karena pemberitaan itu Lebih Cepat diterima masyarakat luas, Lebih Luas jangkauan pemberitaannya, Sebaran Merata, karena media
massa dapat ditangkap oleh masyarakat luas secara merata dan di mana-mana, Membentuk Opini Massa, karena merangsang masyarakat untuk beropini atas
kejadian tersebut, Massa Cenderung Terkonstruksi, karena masyarakat mudah
terkonstruksi dengan pemberitaan-pemberitaan yang sensitif, bahkan Opini Masyarakat Cenderung Apriori sehingga mudah menyelahkan berbagai pihak
yang bertangggung jawab atas musibah tersebut, serta Opini Massa Cenderung Sinis, karena peritiwa bencana amat tragis dan sering terjadi di
Indonesia.
Sedangkan model refleksi realitas yaitu model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat.43
Sebagaimana penelitian ini,
strategi framing buku tersebut menggunakan model refleksi realitas. Kisah
42
Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, hlm. 63.
43
seorang anak yang mengislamkan ribuan orang merupakan realitas yang
terjadi di Tanzania, Afrika Timur. Syarifuddin Khalifah, seorang anak yang menjadi perantara Allah untuk menunjukkan jalan yang diridhai-Nya kepada orang-orang di sekitar Syarifuddin. Kemampuannya yang tidak dapat dicerna
oleh akal telah membuat orang-orang meyakini kebesaran Allah dan mempercayai hanya agama Islam yang benar, serta diridhai oleh Allah SWT.
3. Pengertian Strategi Priming
Strategi Priming adalah strategi mengatur ruang atau waktu untuk pemublikasian wacana dihadapan khalayak. Dalam praktik media massa, praktik penonjolan isu ini terlebih dahulu dikenal dengan teori Agenda
Setting. Asumsi teori tersebut adalah perhatian masyarakat terhadap suatu isu sangat bergantung pada kesediaan media massa memberi tempat pada isu itu.
Semakin besar tempat yang diberikan oleh media massa, semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak.44
Konsep priming pada dasarnya konsep yang dikembangkan oleh tradisi
cognitive neoassociation. Tradisi dan perspektif psikologi sosial ini berada
dalam lingkaran teori kognitif dalam konteks ilmu komunikasi. Priming
adalah proses di mana media massa berfokus pada sebagian isu dan tidak pada isu lainnya, dengan demikian mengubah juga standar evaluasi yang digunakan khalayak untuk menilai realitas sosial yang dihadapinya.45
44
Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, hlm. 70-72.
45
4. Faktor Internal dan Eksternal
Terdapat tiga (3) faktor yang memengaruhi pengolahan bahasa, pengungkapan fakta, dan pengaturan pemublikasian. Pertama, faktor innocently yang mencakup kekurangmampuan dan kesalahpahaman. Faktor
tersebut adalah faktor human error. Manusia itu memiliki keterbatasan dalam menguasai realitas. Seorang konstruktor baik wartawan dan peneliti, belum
tentu bisa mendapatkan fakta mengenai sebuah realitas secara lengkap tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun. Hal ini disebabkan karena
kekurangmampuan konstruktor untuk mengendalikan realitas sepenuhnya. Selain itu, kerap kali karena kekurangan pengetahuan dan pengalaman membuat konstruktor salah memahami fakta-fakta tentang suatu realitas.
Kedua, faktor internality terjadi karena ada minat dan kepentingan untuk memihak pada seseorang atau sekelompok orang. Minat dan kepentingan
mungkin saja ada kaitannya dengan nilai dan norma sosial yang dianut sang konstruktor. Sebagai pribadi, seorang konstruktor tidak dapat dipungkiri jika memiliki minat dan kepentingan. Yang jelas, jika kedua aspek ini muncul
dalam pembuatan wacana, maka bahasa, fakta, dan pemublikasian yang dipilih akan bersifat pembelaan kepada pihak yang mendapatkan simpati; bersifat
memojokkan kepada pihak yang tidak disukai.
Ketiga, faktor externality berupa tekanan dari luar. Dalam komunikasi antar individu, tekanan itu bisa datang dari lingkungan sekitarnya atau justru
bicara yang rasional dan argumentatif, pilihan bahasa, fakta, dan penyampaian
akan berbeda kalau menghadapi teman atau lawan bicara yang emosional dan konfrontatif.
Dalam praktik komunikasi melalui media massa (tepatnya dalam industri
media), faktor eksternal itu berupa pemilik modal, sponsor, dan tuntutan pasar. Seorang wartawan sebuah media massa (surat kabar, majalah, radio, tv)
misalnya tidak akan memilih bahasa, fakta, dan cara pemublikasian yang memojokkan si pemilik media tersebut. Ia juga tidak akan sembarang
menyerang pihak yang mensponsori dan pemasang iklan di media tersebut. Setali tiga uang, ia tidak akan menjelek-jelekkan konsumen media tersebut karena khalayak juga menjadi elemen penting dalam industri media.
Berkembang atau matinya sebuah media bergantung pada besar kecilnya sponsor, pengiklan, dan konsumen; disamping kuat lemahnya modal dari
pemilik atau investor.46
46
BAB III
GAMBARAN UMUM
A.Profil Mujahidin Nur 1. Riwayat Hidup
Mujahidin Nur atau lebih dikenal dengan Iding adalah seorang penulis
buku inspiratif yang berbakat. Ia lahir di Indramayu, 11 November 1978. Beliau adalah anak ke-11 dari 12 bersaudara pasangan Alm. H. Nuryadi dan
Almh. Subaechah. Sang ayah pergi saat Iding duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) menginjak MTsN. Sejak kepergiannya, ia pun selalu menuruti apa yang diinginkan oleh ibunya walaupun harus bertentangan dengan keinginannya.
Ketika Iding menginjakkan kaki di MTsN yang berjarak cukup jauh dari rumahnya, ia berkeinginan untuk mempunyai sepeda seperti teman-teman
sebayanya. Namun, Iding hanya bisa menumpang dengan teman-temannya atau menaiki kendaraan umum dikarenakan sang ibu tidak memiliki cukup uang untuk membelikannya sepeda. Iding pun berinisiatif agar ia mempunyai
uang untuk membeli sepeda, sampai akhirnya beliau bekerja menjadi kuli kasar, buruh tani, mencabuti rumput di sawah, mengalirkan air ke kebun dan
lahan-lahan pertanian.
Iding termasuk orang yang beruntung. Walaupun ia tidak memiliki ayah, beliau masih bisa melanjutkan sekolahnya hingga menjadi seorang sarjana
Iding mempunyai pengalaman yang kurang baik dalam perjalanan
kuliahnya. Karena ambisinya yang tidak dapat ditahan, ia pun harus merasakan kekecewaan yang sangat dalam. Dari kejadian yang menimpa dirinya, Iding pun pergi ke Tanah Suci untuk melakukan Ibadah Haji dan
Umroh. Ia pergi ke sana dengan biaya yang terbatas, hingga akhirnya beliau menaik kapal laut selama tiga hari tiga malam.
Di Tanah Suci, Iding banyak merenung akan kehidupan yang telah dijalaninya. Ia merasa bingung dengan pilihan hatinya. Apakah ia akan
mempertahankan keinginannya dengan mengejar cita-citanya ataukah beliau harus mencintai apa yang telah dimilikinya.
“Mencintai apa yang telah dimiliki, mencintai apa yang telah Allah
berikan itu lebih baik daripada mengharapkan yang lebih dan merusak yang
telah dijalani”.47
Berangan-angan yang lebih dapat pula menghancurkan kehidupan sendiri,
karena lupa dengan rasa bersyukur atas takdir Allah. Beliau pun mengambil hikmah dari kejadian yang menimpanya dan bertekat untuk menjadi orang yang lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Setelah kekecewaan yang Iding rasakan mulai pudar sedikit demi sedikit, ia pun mendapat kenang-kenangan dari seorang pengusaha asal Meuretania.
Kenang-kenangan yang beliau dapat bukanlah sebuah barang atau pun benda-benda yang dapat dilihat dengan mata, akan tetapi ia mendapatkan sebuah nama panggilan yang bermakna bagi pemberinya. Saat itu Iding telah
melakukan ibadah Dhuha di Masjidil Haram. Ketika beliau sedang membaca al-Qur’an terjemahan Bahasa Perancis, datanglah seorang laki-laki. Ia
47
mengajak Iding berbicara Bahasa Perancis dan memintanya untuk
menjelaskan mengenai sejarah kenabian berkaitan dengan Makkah dan Madinah. Setelah panjang lebar mendiskusikan hal tersebut, pengusaha itu pun memangilnya dengan sebutan Nabiel. Sejak itu teman-teman kuliah Iding
memanggilnya Nabiel.
Saat ini Iding bertempat tinggal di Bandung bersama seorang istri dan
kedua buah hatinya. Sang istri adalah seorang Embriologis di RS. Hasan Sadikin Bandung. Dari pernikahannya, ia dikarunia seorang anak perempuan
dan laki-laki. Putri pertamanya diberi nama Hanna Aulia Melvana yang berumur 7 tahun. Sedangkan putra keduanya diberi nama Alfian Muhammad yang berumur 6 tahun. Mereka selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang
dilakukan Iding, hingga ia pun merasa ringan dan senang di setiap pekerjaannya.
Iding memiliki aktivitas yang cukup padat. Disela-sela kegiatan menulis dan menjadi peneliti, ia pun aktif di International Conference of Islamic Scholars (ICIS) yakni sebuah organisasi yang fokus menyelesaikan
konflik-konflik yang terjadi di berbagai negara dunia. Organisasi tersebut dimiliki oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang bertempat di Matraman.
Beliau telah aktif di ICIS selama 3 tahun.
Selain itu, ia mengkader anak-anak SMA melalui dunia maya untuk menjadi penulis. Iding mengajarkan mereka pada levelnya masing-masing.
mengkader anak-anak hanya pada satu titik tempat. Paling tidak beliau
mengkader anak-anak di sekolahnya yang biasa disebut writing academy. Ia bersama anak-anak The London School For Public Relations (LSPR) Jakarta, mendirikan Melvana For Translating and Publishing Agency yang
bertempat di Duren Sawit, Jakarta Timur. Iding dan kawan-kawan mendirikan Melvana untuk memayungi para penerjemah, akuisator naskah, dan penulis
pemula. Mereka melakukan akuisasi naskah di Eropa, Amerika, Australia dan menawarkan naskah tersebut ke publishing-publishing di Jakarta, Kuala
Lumpur, Bandung, tepatnya publishing semua negara. Di samping mengurus Melvana, beliau juga tercatat sebagai Chief Editor di Aura Pustaka, Jakarta.
2. Latar Belakang Pendidikan
Iding menempuh pendidikan SD dan MTsN di Sliyeg Indramayu.
Sedangkan pendidikan Aliyahnya di MAN Babakan sambil mengaji di Pondok Pesantren Miftahul Muta’alimin dan Pondok Pesantren Assanusi Ciwaringin Cirebon. Setelah tamat Aliyah, ia pun melanjutkan ke Perguruan
Tinggi International Islamic University Islamabad (IIUI), Pakistan. Beliau masuk ke Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Islam. Iding sendiri
mempunyai cita-cita menjadi Diploma dengan menekuni Jurusan Internasional Law. Namun, ia harus mengikuti kemauan sang ibu yang ketika
itu menjadi ibu-ayah untuknya.
menjadi seorang Ustadz dan guru ngaji. Beliau pun kurang berminat dan
tertarik untuk belajar di Universitas al-Azhar. Bukan karena keilmuan yang diajarkan di Universitas tersebut, melainkan karena cita-citanya yang ingin menjadi seorang Diploma.
Saat di Kairo-Mesir, Iding pun banyak melakukan aktivitas di American University. Ia masih memimpikan belajar Hubungan Internasional. Di situ
pula beliau mengenal dunia tulis-menulis secara real dalam arti mulai berinteraksi dengan media massa lokal dan media massa di Indonesia.
Iding sempat meninggalkan al-Azhar dan tidak mengikuti satu semester. Obsesinya untuk masuk ke Jurusan Internasional Law sangat mantap, sehingga ia pun mengirim aplikasi ke Catan University di Afrika. Perjuangan
Iding tidak sia-sia karena ia berhasil masuk di Universitas tersebut. Akan tetapi, Allah belum mengizinkan niatnya untuk belajar di Afrika karena
kepergiannya terhalang oleh biaya. Setelah itu, beliau meninggalkan Afrika dan pergi ke Arab Saudi untuk melakukan Ibadah Haji dan Umroh sekaligus merenungkan kehidupan untuk ke depannya. Akhirnya, Iding memutuskan
untuk kembali belajar di al-Azhar. Ia pun menerima segala kehendak Allah dengan hati yang ikhlas.
“Manusia memang hanya bisa berencana dan memimpikan apa pun yang ia inginkan, tetapi Allahlah yang menentukan segalanya. Keputusan yang diambil tanpa dipikirkan dengan matang dapat menggagalkan sesuatu yang sudah dijalani”.48
Dari kejadian yang menimpanya, beliau berjanji akan menjadi orang yang lebih bijak dalam memutuskan segala sesuatu. Tahun ke-2 setelah Iding gagal
kuliah di Afrika, ia pun sudah mulai melakukan penulisan-penulisan artikel
48
dan opini di berbagai media di Indonesia. Sejak Aliyah, beliau sudah senang
dengan kegiatan tulis-menulis. Iding pun tidak menyadari bahwa ia mempunyai talenta itu. Beliau sering membuat buletin sekolah dan mading. Iding sudah lama mencintai dunia sastra. Saat Aliyah, ia pun mengambil
Jurusan Bahasa.
Iding sangat terkesima bila mendengarkan seseorang membaca puisi dan
menarasikan sesuatu dengan baik. Beliau menyadari bahwa keindahan bahasalah yang menggerakkan hatinya.
“Segala sesuatu, baik itu masalah atau lain hal yang apabila dinarasikan dengan baik akan mempunyai kesan yang lebih dalam”.49
Ia pun sudah lama mengagumi karya-karya pujangga, seperti Hamka, A. Nafis, Simatupang, dan lain-lain. Ia sangat gemar membaca novel dan ingin menjadi novelis. Di setiap karyanya, ia selalu menulis seperti novel. Karya
beliau selanjutnya pun kemungkinan besar adalah novel dan biografi.
3. Karya-karya
Karya-karya Iding sudah banyak diterbitkan di Jakarta dan Kuala Lumpur. Berikut ini adalah karya-karya beliau:
20 Bidadari Surga diterbitkan oleh Gramedia
Jakarta Selingkuh Club diterbitkan oleh Violet Publishing
The Miracle Of ASI Medina diterbitkan oleh Media Utama
Pelukan Terakhir Ibunda Aminah diterbitkan oleh Ufuk Publishing
Husnudzan Agar Kesedihan Menjadi Kebahagiaan diterbitkan oleh Ufuk
Publishing
49