Bahwa yang bertandatangan di bawah ini, penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian, Menyetujui:
Nama Lengkap : Dzikri Ahmad Fajari Tempat, Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 8 Juni 1993
Alamat :Jl. Cigadung Raya Barat no. 148 B Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung 40191
Agama : Islam
No Telepon : 085794275219
E-mail : dzikriafz@gmail.com
Pendidikan Formal
1997 – 1999 : TK Al Ikhlas
1999 – 2005 : SDN Cikunir IV
2005 – 2008 : MTsN Sukamanah
2008 – 2011 : MAN Sukamanah
2011 – Sekarang : Universitas Komputer Indonesia Pendidikan Non Formal
1. Pelatihan “Public Speaking” bersama mahasiswa Pascasarjana UPI Bandung 2012 2. Pelatihan Mentoring Keislaman UNIKOM Bandung, 2011
3. Pelatihan Character Building Secapa AD Lembang Bandung 2012 Hobi dan Minat
- Jalan-jalan,
- Menjadi Pengusaha,
Bandung, September 2015
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Bisnis ritel merupakan bisnis yang cukup diminati oleh para investor.
Sepanjang tahun 2014, pasar Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar dalam
konsumen bisnis ritel di Asia Pasifik. Diantara faktor yang menjadi pemicunya
adalah pertumbuhan kelas menengah yang mencapai lebih dari 40 % dan tentu
saja mengubah pola hidup masyarakat. (Kompas, 2012).
Kecenderungan pola hidup masyarakat dalam berbelanja saat ini
ditentukan oleh banyak hal. Seiring dengan perkembangan gaya hidup masyarakat
yang lebih mengutamakan kemudahan dalam berbelanja, tidak bisa dipungkiri
bahwa ritel yang menyediakan kenyamanan, kepastian harga, dan
keanekaragaman barang dalam satu toko akan lebih diminati sehingga konsumen
pun bisa berbelanja lebih banyak lagi. Oleh karena itu, belakangan ini dikenal
dengan cara pengelolaan secara profesional untuk jaringan toko mencakup
departement store, mall, dan supermarket. (Foster, 2008).
Bisnis ritel di Indonesia ada dua macam, yaitu ritel tradisional dan ritel
modern. Arti modern di sini adalah penataan barang menurut keperluan yang
sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil
langsung oleh pembeli. (Ma’ruf, 2005). Pertumbuhan konsumen di Indonesia
studi perilaku belanja remaja 2014, lebih dari 13 – 21 tahun melakukan belanja di
pusat perbelanjaan/mall dalam setahun terakhir. Pertumbuhan ini tidak hanya
dipicu oleh pendapatan masyarakat yang cenderung naik, akan tetapi juga pola
hidup yang sudah berubah dari pengguna pasar tradisional menuju ritel modern.
Ritel modern yang berkembang di Indonesia cukup banyak. Ragam usaha
sangat banyak meliputi pasar modern, pasar swalayan, departement store,
boutique, factory outlet, specialty store, trade centre, dan mall/supermall/plaza.
Format – format ritel modern ini akan terus berkembang sesuai perekekonomian,
teknologi, dan gaya hidup masyarakat. Pada pertengahan tahun 1990 an, muncul
satu gerai baru bernama distro (distribution outlet).
Konsep distro berawal pada pertengahan 1990 an di Bandung. Saat itu
band – band independen (indie) berusaha menjual merchandise mereka seperti
CD/kaset, t-shirt, dan stiker selain di tempat mereka melakukan pertunjukan.
Bentuk awal distro adalah usaha rumahan dan dibuat etalase dan rak untuk
menjual t-shirt. Selain komunitas musik, akhirnya banyak komunitas lain seperti
komunitas punk dan skateboard yang kemudian juga membuat toko – toko kecil
untuk menjual pakaian dan aksesori mereka. Pada tahun 2007 diperkirakan ada
sekitar 700 unit usaha distro di Indonesia dan 300 diantaranya ada di Bandung.
(Wikipedia, 2014).
Bandung merupakan salah satu kota yang mempunyai daya industri di
bidang fashion. Terbukti, dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan distro di
3
kepadatan penduduk dan pertambahan pendapatan juga bisa memacu
berkembangnya bisnis ini. Menurut hasil pengamatan pribadi, salah satu pusat
distro di Bandung adalah distro - distro yang terletak di sepanjang jalan Sultan
Agung. Total ada 19 distro yang berjejeran di sana, seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1 . 1
Distro di Jln. Sultan Agung
No. Nama Distro
ransel, dan asesoris lainnya. Khusus untuk Screamous, penulis mengamati bahwa
distro tersebut mempunyai fasilitas cafe dalam store nya.
Mengamati perkembangan distro yang cukup pesat terutama distro yang
menjual asesoris fashion dan pendukungnya, membuat penulis tertarik untuk
banyaknya distro, justru memberikan lebih banyak pilihan produk disamping
menjadi penyalur hobi bagi yang suka berbelanja. Selain itu, perilaku pembelian
kompulsif memang lebih banyak ditemukan pada barang – barang seperti pakaian,
sepatu, dan asesoris.
Menurut Lorin Koran pembeli kompulsif merupakan konsumen yang
cenderung suka membelanjakan uang untuk membeli barang meskipun barang
tersebut tidak mereka butuhkan. Perilaku semacam ini disebut juga keranjingan
belanja (shopaholics). Pembeli kompulsif disebut sebagai perilaku konsumen
abnormal yang dianggap sebagai sisi gelap konsumsi karena ketidakmampuan
konsumen dalam mengendalikan dorongan hati yang kuat untuk selalu melakukan
pembelian dan terkadang mempunyai konsekuensi yang berat.
Penyebab pasti perilaku pembelian kompulsif tidak diketahui. Namun
Desarbo dan Edwards dalam Tao Sun (2003) menghubungkan beberapa sifat
seperti ketergantungan, materialisme konsumen, perfeksionisme, pengingkaran
kepribadian, pencarian persetujuan, percaya diri rendah, pencarian kesenangan,
dan kurangnya pengendalian hasrat berpengaruh terhadap pembelian kompulsif.
Fenomena pembelian kompulsif sangat erat kaitannya dengan perilaku
“shopaholic”. Banyak diantara para pengunjung yang merasa cemas apabila
mereka tidak berbelanja selama berhari – hari. Dalam hasil wawancara dengan
para responden, mereka setidaknya berbelanja minimal 1 bulan satu kali dan hasil
belanjaanya tersebut justru disimpan berhari – hari, kadang tidak digunakan. Hal
ini didukung dengan pernyataan psikolog, Rustika Thamrin, S.Psi., CHt., CI.,
5
"Biasanya kalau shoppaholic itu hanya lapar mata saja, dan hanya untuk
mencari kesenangan, tanpa peduli harga, membayar dengan kredit, sampai tidak
tahu digunakan untuk apa," (Kompas: 2012).
Pada umumnya, aktivitas pembelian yang dilakukan oleh konsumen
didasari atas dua hal, yaitu pembelian secara rasional dan pembelian secara
emosional. Pada proses pembelanjaan yang sifatnya rasional, konsumen
melakukan pertimbangan yang cermat dan mengevaluasi sifat produk secara
fungsional. Namun tidak selamanya konsumen melakukan pembelian rasional,
terkadang muncul pembelian yang lebih didasari faktor emosi. Pembelian yang
bersifat hedonic, objek konsumsi dipandang secara simbolis dan berhubungan
dengan respon emosi (Hirschman & Holbrook 1995 dalam Ariani 2008:46).
Dengan adanya sifat-sifat yang mendasari pembelian produk, maka
konsumen akan dihadapkan pada situasi dimana konsumen harus melakukan
pengontrolan diri. William dalam anwar (2002:39-48) mengatakan bahwa kontrol
diri merupakan salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi seseorang dalam
melakukan konsumsi.
Di samping itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini Kartika Sari
(2009:6-7) menunjukan bahwa pembelian kompulsif berhubungan positif dengan
motivasi, materialisme, dan kontrol diri. Dalam penelitian tersebut, variabel
kontrol diri lah yang paling besar pengaruhnya dalam pembelian kompulsif. Bagi
perusahaan, pembelian kompulsif merupakan hal yang menguntungkan karena
Termasuk diantara ukuran kontrol diri yang rendah, adalah tingginya
tingkat keranjingan belanja seseorang. Menurut Ahli Perencana Keuangan, Freddy
Pieloor salah satu ukuran “shopaholic” adalah tidak memiliki rencana saat
belanja. Berikut pernyataannya :
“Belanja juga membutuhkan rencana. Kurang bijak bila Anda pergi
berbelanja tanpa perencanaan terlebih dahulu. Ada beberapa poin yang harus diperhatikan, yaitu: Mau belanja di mana? Apa saja yang dibelanjakan? Dan siapkan dananya. Tuliskan itu dalam selembar kertas atau ponsel Anda. Mereka yang tidak memiliki rencana, cenderung akan membelanjakan apa yang dilihat dan diinginkan seketika itu juga. Namun setelahnya, mereka mengalami penyesalan. Apalagi kalau barang yang dibeli adalah barang-barang konsumtif
yang nilainya menyusut dengan sangat cepat dalam waktu singkat”. (Kompas :
2012)
Untuk mengetahui tingkat ke“shopaholic”an konsumen distro di Jln.
Sultan Agung, penulis melakukan wawancara dengan melibatkan 20 responden.
Adapun isi wawancara tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 1 . 2
Survey awal mengenai gambaran kontrol diri pada pengunjung distro
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda selalu membuat daftar belanja sebelum memutuskan untuk berbelanja ?
8 12
2. Apakah anda merasa tergiur untuk berbelanja jika melihat suasana toko yang menyenangkan ?
4 16
Sumber : survey awal (2015) diolah
Beberapa pengunjung distro pada pertanyaan pertama “saya selalu
membuat daftar belanja sebelum memutuskan untuk berbelanja” memperoleh
jawaban “ya” sebanyak 8 orang, sedangkan jawaban “tidak” sebanyak 12 orang .
Ini mengindikasikan bahwa para pengunjung mempunyai tingkat
7
barang yang dibutuhkan dengan barang yang tidak perlu dibeli serta
memungkinkan terjadinya perilaku pembelian kompulsif.
Menurut O’Cass (2004) dewasa ini kebutuhan manusia akan pakaian
telah bergeser, mereka membeli pakaian yang tidak hanya berdasarkan pada
kebutuhan semata dengan model yang biasa, namun bergeser pada mode yang
terjadi pada masyarakat. Selain sebagai kebutuhan, orientasi konsumen pada
pakaian adalah untuk menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang
berhubungan dengan gaya hidup yang disebut sebagai fashion. Produk fashion
yang dimaksud di sini merupakan bentuk identifikasi segmen gaya hidup dalam
berbusana, seperti pakaian pesta, pakaian kantor, kaos, celana, rok, baju, dan lain
sebagainya (Gutman dan Mills, 1982 dalam Park dan Burns, 2005).
Banyak diantara konsumen distro dari kalangan anak muda kelas
menengah ke atas yang ingin dianggap fashionable dan bisa mengikuti trend
kekinian sehingga bisa mengesankan banyak orang. Mayoritas pengunjung
tertarik dengan jenis t-shirt yang digunakan oleh selebriti yang muncul di televisi
seperti halnya yang dilakukan ouval RSCH, Racing Line, Evil Army, Kick Denim
dalam mengendors selebriti tanah air. (Wawancara Survei Awal).
Hal ini menandakan bahwa faktor kepemilikan akan suatu produk
dianggap sangat penting untuk mencapai kepuasan. Sesuai dengan (Fitzmaurice,
2008) bahwa konsumen yang materialistis menganggap kepemilikan barang dan
materi sebagai pusat dari kehidupan mereka, menilai kesuksesan sebagai kualitas
harta seseorang dan melihat harta sebagai bagian yang penting dalam mencapai
Hal tersebut juga sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Krugger (1998 dalam Park dan Burn, 2005) yang menyatakan bahwa orang yang
berperilaku kompulsif cenderung untuk sangat peduli akan penampilannya dan
selalu terlibat dalam pencaharian sesuatu yang tanpa henti terutama terkait dengan
pakaian. Kecenderungan seseorang untuk memiliki penampilan yang menarik
menyebabkan orang tersebut sering melakukan pembelian tanpa direncanakan
untuk produk fashion. Hal ini diperparah lagi saat seseorang secara finansial
memiliki kemampuan untuk membeli produk tersebut.
Materialisme adalah suatu sifat yang menganggap penting adanya
kepemilikan terhadap suatu barang dalam hal menunjukkan status dan
membuatnya merasa senang (Schiffman dan Kanuk, 2008:119). Dalam rangka
memperjelas gambaran awal mengenai materialisme pada konsumen distro di kota
Bandung, penulis melakukan prasurvey terhadap 20 orang dengan hasil sebagai
berikut :
Tabel 1 . 3
Survey awal mengenai gambaran materialisme pada pengunjung distro
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda memiliki keinginan untuk
memiliki barang – barang yang
mengesankan orang di sekitar anda?
15 5
2. Apakah anda merasa bahwa membeli barang yang banyak memberikan kesenangan kepada anda ?
Sumber : survey awal (2015) diolah
Mayoritas pengunjung distro pada tabel diatas menjawab “ya”. Seperti
halnya pernyataan “membeli banyak barang memberikan kesenangan kepada
9
barang – barang yang saya miliki begitu penting bagi saya” sebagian besar
responden menjawab “ya” sebanyak 13 dari 7 orang. Ciri – ciri ini sangat cocok
dengan apa yang diungkapkan oleh Schiffman dan Kanuk. (2008:119)
Berawal dari fenomena – fenomena di atas, maka penulis merasa perlu
untuk melakukan penelitian apakah terdapat pengaruh dari masing – masing
variabel kontrol diri, materialisme dan pembelian kompulsif pada fenomena yang
terjadi di tempat penelitian tersebut. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Kontrol Diri dan Materialisme terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif”
(Survey pada Konsumen Distro di Jalan Sultan Agung Kota Bandung).
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Fenomena “shopaholic” yang menghinggapi sebagian konsumen distro di
Jalan Sultan Agung ditentukan dua hal, tingkat kontrol diri dalam berbelanja dan
tingkat materialismenya. Perilaku pembelian kompulsif juga sangat terkait dengan
tingginya keranjingan belanja seseorang. Dalam penelitian Rini Kartika Sari
disebutkan bahwa pembelian kompulsif berhubungan positif dengan motivasi,
materialisme, dan kontrol diri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat beberapa fenomena
yang terjadi di tempat penelitian, diantaranya :
1. Konsumen distro di Jl. Sultan Agung bandung memiliki kontrol diri yang
rendah dengan ditandai kurangnya perencanaan saat akan membeli produk
2. Tingkat materialisme juga menghinggapi konsumen distro yang relatif
masih remaja ditandai dengan keinginan untuk memiliki banyak barang
yang bisa mengesankan orang serta menganggap kepemilikan adalah suatu
hal yang sangat penting dan menunjang kebahagiaan.
3. Adanya keinginan kuat untuk mengikuti trend fashion selebritis yang
belum tentu cocok dengan budaya kita.
4. Membludaknya pengunujung distro pada akhir pekan menandakan tingkat
keranjingan belanja yang tinggi terjadi pada produk jenis pakaian.
1.2.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti pada pada pengunjung distro
di Jln. Sultan Agung ini antara lain :
1. Bagaimana Kontrol Diri pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung
Bandung
2. Bagaimana Materialisme pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung
Bandung
3. Bagaimana Perilaku Pembelian Kompulsif pada konsumen pada distro
di Jln. Sultan Agung Bandung
4. Seberapa besar pengaruh Kontrol diri terhadap Perilaku Pembelian
Kompulsif pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung Bandung
5. Seberapa besar pengaruh Materialisme terhadap Perilaku Pembelian
11
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Dari penelitian ini penulis dapat menerapkan ilmu yang didapat selama ini
ke dalam dunia kerja, khususnya dalam Kontrol diri dan Materialisme terhadap
Pembelian Kompulsif.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Kontrol diri pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung
Bandung
2. Untuk mengetahui Materialisme pada konsumen distro di Jln. Sultan
Agung Bandung
3. Untuk mengetahui Pembelian Kompulsif pada konsumen distro di Jln.
Sultan Agung Bandung
4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kontrol diri terhadap perilaku
Pembelian Kompulsif pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung
Bandung
5. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Materialisme terhadap perilaku
Pembelian Kompulsif pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi penulis dan
perusahaan.
1. Bagi perusahaan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
informasi dan masukan yang bertujuan untuk menyempurnakan referensi tentang
Perilaku Konsumen dalam penerapan Kontrol diri dan Materialisme dalam
mempengaruhi Pembelian Kompulsif, sehingga mampu bersaing dengan
perusahaan lain.
2. Pihak Lain
Penelitian ini juga ditujukan bagi pihak analis atau siapapun yang ingin
menjadikan penelitian ini sebagai sumber informasi yang bermanfaat.
1.4.2 Kegunaan Akademis
Adapun kegunaan akademis ini penelitian ini adalah :
1. Memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan ilmu ekonomi
dalam bidang manajemen bisnis dan pemasaran khususnya mengenai
Kontrol diri dan Materialisme dalam mempengaruhi perilaku Pembelian
Kompuslif di distro Jln. Sultan Agung Bandung
2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian selanjutnya dan
sebagai bahan referensi yang diharapkan dapat menambah wawasan
13
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah seluruh distro yang terletak di Jln.
Sultan Agung kota Bandung yang berjumlah 20 store. Waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan penelitian ini adalah sejak bulan Februari 2015 sampai bulan
Agustus 2015.
Tabel 1 . 4
Waktu dan Tempat Penelitian
Keterangan
Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Bimbingan
Pembuatan UP Pembuatan
Proposal UP Pengumpulan
Data
Pengolahan dan
Analisis Data Penyusunan
Laporan dan Bimbingan
14 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kontrol Diri
2.1.1.1 Pengertian Kontrol Diri
Setiap individu memiliki suatu kemampuan yang dapat membantu,
mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri. Menurut Chaplin (dalam
Iin Novita dan Harlina, 2008:7) Kontrol diri adalah kemampuan untuk
membimbing tingkah laku sendiri dan kemampuan untuk menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah laku Kompulsif.
Sementara Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron dan Risnawita,
2012:637) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaturan proses-proses fisik,
psikologis, dan perilaku seseorang; dengan kata lain serangkaian proses yang
membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri juga berkaitan dengan mengendalikan
emosi serta dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Seseorang yang memiliki
kontrol diri akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan terjadi
15
2.1.1.2 Indikator Kontrol Diri
Averill (dalam Sarafino, 1990) dan Acep (2013:22) mengungkapkan
beberapa aspek yang terdapat dalam kontrol diri seseorang, antara lain :
a) Aspek kontrol perilaku (behavioral control)
Kemampuan mengontrol perilaku merupakan kesiapan atau terjadinya
respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi
keadaan yang tidak menyenangkan.
b) Aspek kontrol stimulus (cognitive control)
Kemampuan mengontrol stimulus ialah kemampuan untuk menggunakan
proses dan strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh
stressor.
c) Aspek kontrol peristiwa (informational control)
Kemampuan menantisipasi peristiwa adalah kemampuan untuk
mendapatkan informasi mengenai kejadian yang tidak dikehendaki, alasan
peristiwa tersebut terjadi, perkiraan peristiwa selanjutnya yang akan
terjadi, konsekuensi yang akan diterima terkait dengan kejadian tersebut.
d) Aspek kontrol retrospektif (retrospection control)
Kemampuan menilai peristiwa dari segi positif adalah keyakinan tentang
apa dan siapa yang akan menyebabkan peristiwa yang penuh dengan stress
setelah hal itu terjadi, kemampuan individu untuk mengolah informasi
menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai
adaptasi psikologis untuk mengurangi tekanan.
e) Aspek kontrol keputusan (decision control)
Kemampuan mengambil keputusan adalah kemampuan individu untuk
memilih hasil atau tindakan berdasarkan keyakinannya.
Selain itu, Menurut J.P. Chaplin (dalam Rahayu Ginintasasi, p.5-6) dalam
self control terdapat dua dimensi, yaitu:
1) Mengendalikan Emosi
Mengendalikan emosi berarti mampu memahami atau mengenali serta
mengelola emosi. Menurut Daniel Goleman, emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Senada
dengan hal ini, Anthony Robbins menyebutkan bahwa emosi merupakan
sinyal untuk melakukan tindakan. Menurutnya emosi bukan akibat atau
sekedar respon tetapi justru sinyal untuk melakukan sesuatu.
2) Disiplin
John Maxwell mendefinisikan disiplin sebagai suatu pilihan dalam
memperoleh apa yang kita inginkan dengan tidak melakukan apa yang
tidak kita inginkan sekarang.
17
1) Melakukan hal-hal berdasarkan urutan kepentingannya (menetapkan
prioritas).
2) Secara terus menerus melakukan hal-hal tersebut berdasarkan
kepentingan dengan disiplin.
2.1.2 Materialisme
2.1.2.1 Pengertian Materialisme
Materialisme adalah suatu sifat yang menganggap penting adanya
kepemilikan terhadap suatu barang dalam hal menunjukkan status dan
membuatnya merasa senang (Schiffman dan Kanuk, 2008:119; Mowen dalam Sun
dan Wu, 2011; Ahuvia dalam Podoshen dan Andrzejewski, 2012).
Podoshen dan Andrzejweski (dalam Ni Nyoman Ayu, 2013:716)
materialisme biasanya dimulai dari pengumpulan atas barang-barang diluar
kebutuhan pokok. Nilai materialisme yang tinggi membuat konsumen meyakini
bahwa benda material merupakan hal yang sangat penting bagi hidup mereka.
Menurut Watson, seseorang yang memiliki sifat materialisme cenderung memiliki
kemampuan kontrol diri yang rendah dan gemar menghabiskan uangnya dengan
menikmati kegiatan belanjanya.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2009 :119) Materialisme adalah “tingkat
dimana seseorang dianggap materialistis”. Materialism merupakan topik yang
sehari – hari diantara teman. Materialisme disebut sebagai sifat kepribadian yang
membedakan antara individu yang menganggap kepemilikan barang sangat
penting bagi identitas kehidupan mereka, dan orang – orang yang menganggap
kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder.
2.1.2.2 Indikator Materialisme
Para peneliti dalam Schiffman dan Kanuk (2009:119) telah menemukan
hal – hal yang mendukung ciri – ciri orang yang materialis seperti sebagai berikut:
1. Mereka sangat menghargai barang – barang yang dapat diperoleh dan
dipamerkan
2. Mereka sangat egosentris dan egois
3. Mereka mencari gaya hidup dengan banyak barang (misalnya, mereka
ingin mempunyai berbagai “barang”, bukannya gaya hidup yang teratur
dan sederhana.)
4. Kebnyakan milik mereka tidak memberikan kepuasan pribadi dan
kebahagiaan yang lebih besar.
Persoalan dalam materialisme konsumen adalah sebagai berikut (Kanuk,
2009:119) :
1. Sukses : tingkat dimana seseorang merasa baik, sukses, dan ingin
mengesankan orang lain
2. Sentralisasi : tingkat dimana seseorang merasa menikmati aktivitas
19
3. Kebahagiaan : tingkat dimana seseorang merasa bahagia jika dapat
membeli barang yang disukai.
Belk (1985 : 265) menyatakan bahwa materialisme dapat dijelaskan oleh
skala kepemilikan (possessiveness), ketidakmurahan hati (nongenerosity) dan
kecemburuan (envy).
Kepemilikan (possessiveness) adalah kecenderungan dan tendensi untuk
menahan kontrol atau kepemilikan milik seseorang (Belk, 1985:265).
Ketidakmurahan hati (nongenerosity) adalah sebuah ketidak bersediaan untuk
memberikan kepemilikan untuk membagi kepemilikan dengan orang lain (Belk,
1984). Kecemburuan (envy) adalah sesuatu yang tidak puas dan penyakit yang
muncul pada orang lain dalam kebahagiaan, kesuksesan, reputasi, atau
kepemilikan atas segalanya yang diinginkan.
2.1.3 Pembelian Kompulsif
2.1.3.1 Pengertian Pembelian Kompulsif
Menurut O’Guinn dan Faber (1992 : 459) Pembelian kompulsif adalah
pembelian yang kronis berulang-ulang yang menjadi respon utama dari suatu
kejadian atau perasaan yang negatif” sehingga pembelian kompulsif adalah satu
bentuk konsumsi yang merupakan perilaku konsumen abnormal yang dianggap
sebagai sisi gelap konsumsi (Shiffman dan Kanuk, 2000 dalam Park dan Burn,
yang kuat untuk selalu melakukan pembelian, dan terkadang mempunyai
konsekuensi yang berat.
Menurut Lorrin Koran (dalam Raeni Dwi Santy, 2011:13), seorang Guru
Besar Psikiatri dan Keperilakuan dari Stanford University, Pembeli kompulsif
adalah konsumen yang cenderung suka membelanjakan uang untuk membeli
barang meskipun barang tersebut tidak mereka butuhkan dan terkadang tidak
mampu dibeli, dalam jumlah yang berlebihan (Hoyer dan MacInnis, 2001 dalam
Raeni Dwi Santy, 2011:13), perilaku semacam ini disebut juga sebagai
keranjingan belanja (shopaholics).
Menurut kutipan Horizon Surbakti (dalam e-journal uajay, 2009:14),
Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan
dalam berbelanja yang dikarenakan oleh rasa ketagihan, tertekan atau rasa bosan
(Solomon, 2002:15) dan pembelanja kompulsif adalah seseorang yang tidak dapat
mengendalikan atau mengatasi dorongan untuk membeli sesuatu. Park dan Burns
(2005:135).
2.1.3.2 Karakteristik Pembelian Kompulsif
Park dan Burns (2005: 135) menyatakan bahwa, biasanya pembelanja
kompulsif adalah seseorang yang tidak dapat mengendalikan atau mengatasi
dorongan untuk membeli sesuatu. Selanjutnya Park juga menyatakan bahwa,
beberapa di antara konsumen menunjukkan pembelian secara ekstrim atau yang
21
“Compulsive Consumption refers to repetitive shopping, often excessive,
as an antidote to tension, anxiety, depression or boredom” (Konsumsi kompulsif
lebih kepada pembelian berulang, seringkali berlebihan, sebagai obat untuk
ketegangan, kekhawatiran, depresi, atau kebosanan) (Solomon, 2007: 30).
“Compulsive Consumption can be defined as an uncontrolled and obsessive consumption of a product or service frequently and in excessive amounts, likely to ultimately cause harm to consumer or others.”
(Konsumsi kompulsif dapat didefinisikan sebagai konsumsi yang tidak terkontrol
atau obsesif terhadap produk atau jasa dimana seringkali dalam jumlah yang
banyak sehingga mungkin menimbulkan kerugian bagi konsumen atau yang
lainnya.) (Sheth dan Mittal, 2004: 187)
Dimensi Pembelian Kompulsif menurut Shiffman dan Kanuk dalam Raeni
D. S (2011: 128) dikategorikan dalam 3 hal :
1) Tendency to Spend
Yaitu suatu kecenderungan kuat bagi seseorang untuk membeli sebuah
barang dan menghabiskan semua uang yang dimiliki.
2) Reactive Aspect
Yaitu adanya dorongan yang tiba – tiba untuk membeli barang tanpa
diikuti pemikiran yang rasional.
3) Postpurchase Guilt
Pembelian Kompulsif memiliki beberapa karakteristik seperti yang dikutip
dari Krueger, 1998 dan Magee, 1994 dalam Iin dan prima (2006:3) sebagai
berikut:
1) Pembelian produk ditujukan bukan karena nilai guna produk;
2) Konsumen yang membeli produk secara terus-menerus tidak
mempertimbangkan dampak negatif pembelian;
3) Pembelian produk yang tidak bertujuan memenuhi kebutuhan utama dalam
frekuensi tinggi dapat mempengaruhi harmonisasi dalam keluarga dan
lingkungan sosial;
4) Perilaku ini merupakan perilaku pembelian yang tidak dapat dikontrol oleh
individu;
5) Ada dorongan yang kuat untuk mempengaruhi konsumen segara membeli
produk tanpa memperhitungakan risiko, misalnya keuangan;
6) Pembelian dilakukan secara tiba-tiba tanpa mencari informasi terlebih
dahulu;
7) Pembelian dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran atau ketakutan
dalam diri;
8) Perilaku yang ditujukan untuk melakukan kompensasi, misalnya
23
2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya
variabel Y dan pelajar Y di Afrika Selatan
Penulis
Sumber : diolah dari berbagai sumber (2015)
2.1.5 Kerangka Pemikiran
Salah satu keinginan terbesar manusia adalah diberikan kecukupan terhadap
apa yang diinginkannya. Artinya konsumen yang akan membeli barang baik itu
yang sifatnya shopping goods ataupun speciality goods bisa memberikan
kebahagiaan untuk kehidupannya.
Kontrol diri merupakan salah satu trait yang dilakukan oleh konsumen baik
itu sebelum melakukan pembelian, ketika melakukan pembelian, dan
memperkirakan apa yang akan terjadi setelah melakukan pembelian tersebut,
sehingga dapat dipandang bahwa orang yang sanggup mengontrol dirinya
sanggup pula menyesuaikan apa yang dibutuhkan dan yang tidak. Dalam halnya
seseorang sanggup mengontrol dirinya, Averill dalam Acep (2013:39)
memberikan 5 indikator, diantaranya kemampuan mengontrol perilaku, (b)
kemampuan mengontrol stimulus, (c) kemampuan mengantisipasi peristiwa, (d)
25
Seseorang memiliki kontrol diri dalam proses pembelanjaannya, apabila ia
memiliki kontrol diri yang baik maka dia tidak akan terpengaruhi oleh faktor
apapun dalam proses pembeliannya. Apabila seseorang memiliki kontrol diri yang
rendah maka orang tersebut terpengaruhi oleh faktor eksternal untuk membeli
produk yang ada di sekitarnya. Selain itu, trait lainnya yang mempengaruhi proses
pembelian seorang individu adalah sifat materialismenya. Banyak ciri – ciri yang
menggambarkan orang-orang yang materialis, diantaranya (a) mereka sangat
menghargai barang-barang yang dapat diperoleh dan dapat dipamerkan, (b)
mereka sangat egosentris dan egois, (c) mereka mencari gaya hidup dengan
memiliki banyak barang , bukannya gaya hidup yang teratur dan sederhana, (d)
kebanyakan dari apa yang mereka miliki tidak memberikan kepuasan dan pribadi
dan kebahagiaan yang lebih besar.
Menurut penelitian Dittmar, orang yang materialis adalah calon kuat
pembeli kompulsif. Salah satu yang bisa mengaitkan diantra sifat materialisme
dan pembelian kompulsif adalah kecenderungan untuk memperbaiki suasana hati
dan rendahnya tingkat harga diri dan penerimaan sosial apabila individu tidak bisa
membeli barang yang sedang trend misalnya. Kebanyakan pembeli kompulsif
justru banyak ditemukan pada produk sepatu, pakaian, dan asesoris.
Selanjutnya pembelian kompulsif merupakan sifat yang abnormal dalam
perilaku belanja. Para konsumen justru tidak sanggup mengendalikan diri,
kecanduan, dan tindakan mereka bisa merugikan diri sendiri. Barang – barang
pelariannya justru pada berbelanja. Apabila sifat ini tidak dihentikan, justru
kerugian yang besar akan menimpa individu tersebut.
Individu yang baik harus bisa mengontrol dirinya saat berbelanja,
mengendalikan sifat materialismenya supaya tidak melakukan pembelian
kompulsif.
2.2.1 Hubungan Kontrol Diri dengan Pembelian Kompulsif
Persfektif psikologis yang diangkat dalam penelitian ini salah satunya
adalah faktor kontrol diri. Menurut J.P. Chaplin, Self Controladalah “kemampuan
untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah laku kompulsif”.
Salah satu anugerah Tuhan kepada manusia adalah kesadaran diri (self
awareness). Hal ini berarti manusia memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri.
Kesadaran diri membuat seseorang dapat sepenuhnya sadar terhadap seluruh
perasaan dan emosinya. Dengan senantiasa sadar akan keberadaan diri, seseorang
dapat mengendalikan emosi dan perasaannya. Dalam kaitan antara kontrol diri dan
keinginan pembelian sebuah produk. Hirschman (1992) dalam Naomi dan
Mayangsari (2006 : 2-8) berpendapat bahwa individu yang memiliki kontrol diri
yang rendah, cenderung tidak mampu mengalihkan perhatian untuk memiliki
27
Rini Kartika Sari, (2009:7) dalam penelitiannya terhadap mahasiswa
universitas Muhamadiyah Purworejo menyatakan bahwa setiap konsumen harus
memiliki kontrol diri terutama bagi yang memiliki kecenderungan untuk mencoba
hal-hal baru dengan frekuensi tinggi untuk berusaha menjadi konsumen yang
hati-hati dalam menentukan pilihan pembelian. Diantara trait yang diteliti adalah
variabel kontrol diri, motivasi, dan materialisme.
Berdasarkan beberapa pernyataan pakar dan penelitian sebelumnya dapat
dinyatakan adanya hubungan antara kontrol diri dengan perilaku pembelian
kompulsif.
2.2.2 Hubungan Materialisme dengan Pembelian Kompulsif
Menurut Wikipedia, kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia materi adalah bahan, benda dan segala
sesuatu yang tampak. Materialis adalah pengikut paham (ajaran) materialisme
atau juga orang yang mementingkan kebendaan (harta, uang, dan sebagainya).
Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang
termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Desarbo dan Edwards dalam Tao Sun (2003) dalam Raeni (2011:112)
menghubungkan beberapa sifat seperti ketergantungan, materialisme konsumen,
perfeksionisme, pengingkaran, depresi, pencarian persetujuan, pencarian
kompulsif. Kwak et al (2004) mengusulkan bahwa konsumen yang menunjukan
kegigihan dalam kegiatan berebelanja cenderung untuk terlibat dalam pembelian
kompulsif.
Materialisme adalah salah satu trait kepribadian yang berkaitan dengan
kepemilikan barang atau materi (Richin dan Dawson dalam ejournal uajay : 18).
Menurut studi Dittmar (2005 : 467 - 488) menunjukkan bahwa, nilai materialisme
yang dimiliki oleh individu menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan
untuk melakukan pembelian secara kompulsif.
Dittmar et al dalam Raeni (2011:113) menyelidiki hubungan antara
kecenderungan membeli kompulsif dan pertimbangan penggunaan pembelian
spesifik (misalnya harga, produk, antisipasi suasana menambah pembelian
berikutnya), penggunaan barang-barang yang dibeli dalam strategi simbolis
penyelsaian diri, dan jumlah yang dirasakan perbedaan diri antara kenyataan dan
diri ideal yang kesemuanya merupakan ciri dari perilaku orang yang materialis.
Beberapa teori dan hasil penelitian sebelumnya dapat dijadikan sebagai
dasar untuk menjelasakan adanya hubungan antara materialisme dengan perilaku
pembelian kompulsif. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas maka
dirumuskan paradigma mengenai pengaruh Kontrol diri dan Materialisme
29
Menurut Umi Narimawati (2010:63) definisi Hipotesis adalah sebagai berikut:
“Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan
yang masih belum sempurna”.
Menurut Sugiyono (2011: 64) hipotesis penelitian adalah:
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan”.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis
penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara dimana
belum teruji kebenarannya sehingga harus dilakukan pengujian terlebih dahulu.
Maka hipotesis penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
H1: Konsumen distro di Jalan Sultan Agung belum memiliki kontrol diri yang
baik dalam berbelanja.
H2: Konsumen distro di Jalan Sultan Agung mempunyai sifat materialisme dalam
perilaku belanjanya.
H3: Konsumen distro di Jalan Sultan Agung mempunyai sikap pembelian
kompulsif dalam perilaku belanjanya.
H4: Kontrol diri berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif pada
konsumen distro di Jalan Sultan Agung
31 BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk
mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.
Menurut pendapat Sugiyono (2011:32) mendefinisikan objek penelitian
sebagai berikut:
“Objek Penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan”.
Objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) dalam Umi
Narimawati (2010:29) adalah sebagai berikut:
“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek
penelitian, juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga ditambahkan
hal-hal lain jika dianggap perlu”. Penulis menjadikan Kontrol diri dan
Materialisme sebagai acuan pada perilaku pembelian kompulsif pada konsumen
3.2 Metode Penelitian
Metode ialah suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan, atau
suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang beraturan, berarah dan
berkonteks, yang patut (relevant) dengan maksud dan tujuan. Secara ringkas,
metode ialah suatu sistem berbuat. Karena berupa sistem maka metode merupakan
seperangkat unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
verifikatif dengan pendekatan kuantitatif karena penulis ingin mendeskripsikan
pengaruh kontrol diri dan materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif
pada konsumen distro di Jalan Sultan Agung Bandung.
Menurut Sugiyono (2005 : 21): “ Metode Deskriptif adalah metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi
tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.”
Sedangkan metode verifikatif menurut Mashuri (2008 : 45) menyatakan
bahwa “Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan
untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di
tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner
33
3.2.1 Desain Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yang diangkat oleh peneliti yaitu “
Pengaruh Kontrol diri dan Materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif
pada konsumen distro di Jalan Sultan Agung kota Bandung “. maka langkah
-langkah yang akan dilakukan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data-data dari pihak distro di Jln. Sultan Agung.
2. Mengumpulkan data-data mengenai tanggapan para konsumen atas
produk yang diberikan distro-distro tersebut sehingga mereka
membeli produk.
3. Membuat hipotesis untuk membuktikan adanya hubungan atau
dampak antara kontrol diri dan materialisme terhadap perilaku
pembelian kompulsif.
4. Menganalisa data-data yang diperoleh untuk membuktikan
kebenaran hipotesis yang telah dibuat.
5. Membuat kesimpulan terhadap hasil hipotesis.
6. Menyusun Penelitian.
Metode yang digunakan untuk peneliatian ini adalah metode penelitian
survey explanatory yang digunakan untuk menjalankan hubungan kausal antara 3
variabel melalui pengujian hipotesis. Untuk menjawab tujuan penelitian yang
pertama, kedua dan ketiga yaitu untuk mengetahui tanggapan konsumen distro
tersebut mengenai Kontrol diri dan Materialisme terhadap perilaku pembelian
terstruktur, faktual, dan akurat mengenai permasalahan di atas dengan
menggunakan sumber data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
pihak pemilik dan sales mereka serta penyebaran kuisioner kepada konsumen
distro–distro tersebut.
Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian keempat yaitu untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh Kontrol diri dan Materialisme terhadap
perilaku pembelian kompulsif baik secara simultan dan parsial, digunakan
penelitian yang bersifat verifikatif dengan menggunakan data primer yang
diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner kepada para konsumen. Untuk
mempermudah dan memperjelas jalur dan sasaran penelitian yang dilaksanakan,
maka peneliti menggunakan matriks penelitian sebagai berikut:
35
3.2.2 Operasionalisasi Tabel
Operasional variabel dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
pengukuran variabel-variabel penelitian.
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat-sifat atau nilai dari
seseorang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ( Sugiono, 2004 ).
1. Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab atau timbulnya
variabel dependent (terikat). Adapun yang menjadi variabel independent dalam
penelitian ini adalah Kontrol diri dan Materialisme.
2. Variabel terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
Tabel 3 . 2 Operasionalisasi Tabel
Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran
37
Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan
pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:
3.2.3.1 Populasi
Pengertian populasi menurut Narimawati Umi (2008:72), adalah “Populasi
adalah objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu sesuai informasi
yang ditetapkan oleh peneliti, sebagai unit analisis penelitian”.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah konsumen pengguna jasa distro di Jl.
Tabel 3 . 3 Jumlah Pengunjung
No. Nama Distro Jumlah Pengunjung Rata- Rata
Weekday Weekend
1. Gummo Ltd 32 100 66
2. Racing Line 35 100 68
3. Macbeth 10 50 30
4. Dloops 50 100 75
5. Vocuz Evolute 30 100 65
6. Screamous 30 100 65
7. Bloods 50 100 75
8. Evil Army 50 100 75
9. Relac 100 100 100
10. Papersmooth 50 150 100
11. Kick Denim
Black ID 80 80 80
12. Wadezig! 30 100 65
13. Cosmic 50 100 75
14. Blackjack 30 70 50
15. RSCH 210 210 210
16. Blackwear 45 45 45
17. Mooze 35 100 67
18. Flashy 40 80 60
19. Apparel Store 50 150 100
TOTAL 1.471
Sumber : Prasurvey awal 2015 (diolah)
Secara teknis, penyebaran kuesioner dilakukan dengan metode Stratified
Random Sampling. Metode ini dipilih dengan dasar pemikiran bahwa setiap distro
memiliki segmen pasar tersendiri. Hal ini terlihat jelas dari variasi brand
39
3.2.3.2 Sampel
Pengertian sampel menurut Narimawati Umi (2008:77), adalah:
“Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih untuk menjadi unit
pengamatan dalam penelitian”.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengambil
sebagian dari subjek populasi yang dianggap mewakili dari keseluruhan.
Keputusan ini diambil karena adanya keterbatasan dana, waktu, dan tenaga dari
peneliti serta adanya kesulitan jika mengambil data secara keseluruhan atau teknik
sampel jenuh.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
sampling probability sampling, yaitu teknik sampling yang memberikan
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Untuk mengetahui populasinya, maka digunakan teknik sampling
simple random sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pengambilan
sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang
ada dalam populasi itu.
Oleh karena itu, dalam menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini,
peneliti menggunkan rumus Slovin seperti berikut ini :
Rumus :
N = ukuran populasi
n = ukuran sampel
e2 = persen kelonggaran ketidakpastian dengan tingkat kesalahan 10 %
Jumlah populasi berjumlah 1.646 orang dengan tingkat kelonggaran 10% (0,1)
atau tingkat keakuratan sebesar 90 % (0,9) sehingga sampel yang diambil untuk
mewakili populasi tersebut sebesar :
n = 93,63 atau dibulatkan menjadi 94 orang
Dari perhitungan diatas dapat disebutkan bahwa sampel minimal untuk
penelitian ini adalah 94 orang.
Adapun mengenai penentuan responden untuk tiap distro, akan berbeda
sampelnya. Ini dilihat dari besarnya rata-rata pengunjung tiap distro yang
berbeda-beda. Penentuannya dihitung dari rata-rata pengunjung satu distro dikali
jumlah sampel minimal yang sudah dibulatkan dibagi total rata-rata pengunjung.
Mengenai rinciannya, bisa dilihat dari rumus berikut :
Misal distro Gummo Ltd :
41
Rata- rata pengunjung = 66 orang
Sampel minimal = 94 orang
Total seluruh pengunjung = 1.471 orang
Adapun rincian sampel yang akan dialokasikan pada masing – masing
konsumen distro tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 . 4
Sumber : diolah dari berbagai sumber (2015)
Secara teknis, survey lapangan akan dilakukan dalam 5 hari. Adapun 20
akan dilakukan pada pukul 15.00 sampai dengan pukul 18.00. Untuk menentukan
kosnumen mana yang akan dijadikan responden pertama, penulis membutuhkan
angka yang disebut random start. Penentuan random start dilakukan dengan
teknik acak gambar dimana surveyor akan memilih angka mana yang keluar
pertama. Jika misalnya angka yang mucul adalah angka 3, maka konsumen yang
masuk ke distro tertentu pada pukul 15.00 akan menjadi responden pertama.
Dengan cara ini diharap keacakan dalam survey dapat terjamin. Selanjutnya
responden kedua, ketiga dan seterusnya dipilih setelah surveyor selesai melakukan
wawancara dengan responden pertama.
3.2.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
3.2.4.1 Jenis Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah adalah data
primer dan sekunder :
a) Data Primer
Data primer merupakan sumber data dimana data yang diinginkan dapat
diperoleh secara langsung dari subyek yang berhubungan langsung dengan
penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah
seluruh data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah
responden yang sesuai dengan target sasaran dan dianggap mewakili seluruh
populasi data penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah
data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan sebagian besar penjaga atau
43
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data dimana subjeknya tidak berhubungan
langsung dengan objek penelitian tetapi membantu dan dapat memberikan
informasi untuk bahan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data sekunder adalah literatur, artikel, serta situs di internet yang berkenaan
dengan materialisme dan kontrol diri yang berpengaruh pada pembelian
kompulsif.
Data dan sumber yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 3 . 5 Sumber Data
No. Data Jenis Data Sumber
1 Jumlah Pengunjung distro perhari Sekunder Responden
2 Data distro di Jl. Sultan Agung Sekunder Responden
3 Gambaran Self Control Konsumen distro Primer Responden
4 Gambaran Materialisme Konsumen distro Primer Responden
5 Gambaran Pembelian Kompulsif Primer Responden
3.2.4.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan daya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian eksplanatori (Explanatory Research), yang dilakukan dengan cara
mengadakan peninjauan langsung pada instansi yang menjadi objek untuk
mendapatkan data primer dan sekunder (data yang diambil langsung dari Distro Jl.
Sultan Agung). Data primer ini didapatkan melalui teknik-teknik sebagai berikut :
a) Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu untuk memperoleh data dengan
cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan
b) Studi Lapangan (Field Research) yaitu dengan mencari dan memperoleh data
dari perusahaan yang penulis teliti dengan cara :
1) Observasi, yaitu melakukan pengamatan dan mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan penelitian secara langsung dilapangan.
2) Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab pihak-pihak yang
mempunyai kaitan langsung dengan objek yang diteliti.
3) Kuesioner, yaitu alat penelitian berupa daftar pertanyaan yang
digunakan untuk memperoleh keterangan dari sejumlah responden.
Agar peneliti dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya maka harus
dilakukan tahapan analisis dan pengujian hipotesis. Untuk melakukan sebuah
analisis data dan pengujian hipotesis, terlebih dahulu peneliti akan menentukan
metode apa yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian dan
merancang metode untuk menguji sebuah hipotesis.
3.2.5 Metode Analisis dan Perancangan Hipotesis
Pada dasarnya rancangan analisis data yang digunakan terdiri dari dua
bagian yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Menurut Sugiyono
(2006:13), data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan
gambar. Sementara untuk data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau
data kualitatif yang diangkakan (skoring). Analisis kualitatif digunakan untuk
45
materialisme serta pembelian kompulsif konsumen dengan cara mengelompokan
data, ditabulasikan, kemudian diberikan penjelasan. Sedangkan analisis kuantitatif
digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang keempat, yaitu untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh kontrol diri dan materialisme terhadap
pembelian kompulsif pada konsumen distro di Jalan Sultan Agung Bandung.
Untuk mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang diteliti,
diperlukan suatu alat ukur atau skala tes yang valid dan dapat diandalkan, agar
kesimpulan penelitian tidak akan keliru dan memberikan gambaran yang tidak
jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Suatu instrumen ukur yang tidak
valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai
keadaan subjek atau individu yang dikenai tes tersebut. Untuk itu perlu dilakukan
uji validitas dan uji reliabilitas terhadap alat ukur penelitian ini, yaitu kuesioner.
Sugiyono (2004:110) menyatakan bahwa dengan menggunakan instrumen
yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil
penelitian akan valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan
reliabel. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan
3.2.5.1 Uji Validitas
Pengujian validitas digunakan untuk mengukur alat ukur yang digunakan
untuk mendapatkan data menurut Sugiyono (2009:121) menjelaskan mengenai
validitas adalah sebagai berikut :
“Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) di ukur”.
Lebih lanjut uji validitas menurut Cooper dalam Narimawati Umi
(2010:42), validitas adalah
”Validity is a characteristic of measuraenment concerned with the extent that a
test measures what the researcher actually wishes to measure”.
Dari definisi diatas validitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik
dari ukuran terkait dengan tingkat pengukuran sebuah alat tes (kuesioner) dalam
mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk diukur. Suatu alat ukur
disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa
yang seharusnya diukur. Uji validitas dalam penelitian ini yaitu untuk
menggambarkan variabel Kontrol diri (X1), Materialisme (X2) dan Pembelian
Kompulsif (Y).
Tabel 3 . 6
Standar Penilaian untuk validitas Validity
Good 0,50
Acceptable 0,30
Marginal 0,20
Poor 0,10
47
Secara teknis valid tidaknya suatu butir pernyataan dinilai berdasarkan
kedekatan jawaban responden pada pernyataan tersebut dengan jawaban
responden pada pernyataan lainnya. Nilai jawaban responden diukur
menggunakan koefisien korelasi, yaitu melalui nilai korelasi setiap butir
pernyataan dengan total butir pernyatan lainnya. Butir pernyataan dinyatakan
valid jika memiliki nilai koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan 0,30.
Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan rumus korelasi pearson product
moment (r). Seperti dilakukan pengujian lebih lanjut, semua item pernyataan
dalam kuesioner harus diuji keabsahannya untuk menentukan valid tidaknya suatu
item.
Uji validitas dilakukan untuk mengukur pernyataan yang ada dalam
kuesioner. Validitas suatu data tercapai jika pernyataan tersebut mampu
mengungkapkan apa yang akan diungkapkan. Uji validitas dilakukan dengan
mengkorelasikan masing masing pernyataan dengan jumlah skor untuk
masing-masing variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi pearson
product moment. Untuk mempercepat dan mempermudah penelitian ini pengujian
validitas dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan software
SPSS 17.0 for windows dengan metode korelasi untuk mencari koefisien korelasi
Keterangan:
r = Koefisien korelasi pearson
X = Skor item pertanyaan
Y = Skor total item pertanyaan
N = Jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrument
3.2.5.2 Hasil Uji Validitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji kesahihan setiap item pernyataan
dalam mengukur variabelnya. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing pernyataan item yang
ditujukan ke pada responden dengan total skor untuk seluruh item. Teknik
korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dalam
penelitian ini adalah korelasi product moment. Apabila nilai koefisien korelasi
butir item pernyataan yang sedang diuji lebih besar dari r-kritis 0.3. maka dapat
disimpulkan bahwa item pernyataan tersebut merupakan konstruksi (construct)
yang valid. Adapun hasil uji validitas kuesioner untuk variabel yang diteliti
49
Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Variabel Kontrol Diri (X1)
Item Pertanyaan
Koefesien
Validitas r-kritis Keterangan
Item Pernyataan 1 0.670 0.300 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan dengan SPSS version.17
Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Variabel Materialisme (X2)
Item Pertanyaan
Koefesien
Validitas r-kritis Keterangan
Item Pernyataan 1 0.655 0.300 Valid
Item Pernyataan 2 0.648 0.300 Valid
Item Pernyataan 3 0.429 0.300 Valid
Item Pernyataan 4 0.589 0.300 Valid
Item Pernyataan 5 0.235 0.300 Tidak Valid Item Pernyataan 6 0.002 0.300 Tidak Valid Item Pernyataan 7 0.097 0.300 Tidak Valid
Item Pernyataan 8 0.348 0.300 Valid
Item Pernyataan 9 0.623 0.300 Valid
Item Pernyataan 10 0.631 0.300 Valid
Item Pernyataan 11 0.527 0.300 Valid
Item Pernyataan 12 0.272 0.300 Tidak Valid
Item Pernyataan 13 0.453 0.300 Valid
Item Pernyataan 14 0.631 0.300 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan dengan SPSS version.17
Tabel 3.9
Hasil Uji Validitas Variabel Pembelian Kompulsif (Y)
Item Pertanyaan
Koefesien
Validitas r-kritis Keterangan
Item Pernyataan 1 0.523 0.300 Valid
Item Pernyataan 10 0.297 0.300 Tidak Valid
Item Pernyataan 11 0.537 0.300 Valid
Pada ketiga tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar item pernyataan
memiliki koefisien validitas yang lebih besar dari r-kritis 0.3, sehingga item-item
tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.
3.2.5.3 Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2009:3), reliabiltas adalah :
“Derajat konsistensi atau keajegan data dalam interval waktu tertentu”.
Selain memiliki tingkat kesahihan (validitas) alat ukur juga harus memiliki
kekonsistenan. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat
pengumpul data pada dasarnya menunjukan tingkat ketepatan, keakuratan,
kestabilan, atau kekonsistensian alat tersebut dalam mengungkapkan gejala
tertentu dari sekelompok individu, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda.
Uji reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang sudah valid, untuk
mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Dalam penelitian ini, metode
yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Split Half Method
(Spearman-Brown Correlation) Teknik Belah dua. Metode ini menghitung reliabilitas dengan
cara memberikan tes pada sejumlah subyek dan kemudian hasil tes tersebut dibagi
menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan genap-ganil). Cara
kerjanya adalah sebagai berikut :
a) Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian
51
b) Skor untuk masing-masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor
total untuk kelompok I dan kelompok II.
c) Korelasikan skor total kelompok I dan skor total kelompok II.
d) Hitung angka reliabilitas untuk keseluruhan item dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Dimana
Г1 = reliabilitas internal seluruh item
Гb = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua
Tabel 3 . 10
Standar Penilaian Untuk Reliabilitas Validity
Good 0,50
Acceptable 0,30
Marginal 0,20
Poor 0,10
Sumber : Barker et al, 2002:70
Selain valid instrument penelitian juga harus memiliki keandalan,
keandalan instrument penelitiam menunjukan sejauh mana hasil suatu pengukuran
dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum
3.2.5.2 Hasil Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap butir pernyataan yang termasuk
dalam kategori valid. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan cara menguji coba
instrument sekali saja, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode intenal
consistency dengan teknik Split Half. Kuesioner dikatakan andal apabila koefisien
reliabilitas bernilai positif dan lebih besar dari pada 0.7, adapun hasil dari uji
reliabilitas adalah sebagai berikut:
Tabel 3 . 11
Hasil Uji Realibilitas Variabel Penelitian Variabel
Koefesien
Realibilitas r-kritis Keterangan
X1 0.702 0.700 Realibel
X2 0.837 0.700 Realibel
Y 0.839 0.700 Realibel
Sumber : Hasil Pengolahan dengan SPSS version.17
Nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuesioner masing-masing variabel
yang sedang diteliti lebih besar dari 0.7, hasil ini menunjukkan bahwa butir-butir
peryataan pada kuesioner andal untuk mengukur variabelnya.
3.2.4.3 Uji MSI
Sehubungan dengan penelitian ini yang menggunakan data ordinal seperti
dijelaskan dalam operasionalisasi variabel sebelumnya, sedangkan syarat analisis
dengan verifikatif uji statistik menggunakan korelasi pearson minimal berskala
interval, maka semua data ordinal yang terkumpul terlebih dahulu akan
ditransformasi menjadi skala interval dengan menggunakan Method of Successive
53
Langkah-langkah untuk melakukan transformasi data tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Menghitung frekuensi (f) setiap pilihan jawaban, berdasarkan hasil
jawaban responden pada setiap pernyataan.
b) Berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap pernyataan,
dilakukan penghitungan proporsi (p) setiap pilihan jawaban dengan
cara membagi frekuensi (f) dengan jumlah responden.
c) Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pernyataan, dilakukan
penghitungan proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban
d) Menentukan nilai batas Z (tabel normal) untuk setiap pernyataan dan
setiap pilihan jawaban
e) Menentukan nilai interval rata-rata untuk setiap pilihan jawaban
melalui persamaan berikut:
Data penelitian yang sudah berskala interval selanjutnya akan ditentukan
pasangan data variabel independen dengan variabel dependen serta ditentukan
persamaan yang berlaku untuk pasangan-pasangan tersebut. Adapun di dalam
proses pengolahan data MSI tersebut, peneliti menggunakan bantuan program
3.2.6 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis
3.2.6.1 Rancangan Analisis
Menurut Narimawati umi (2010 :41), rancangan analisis dapat di
definisikan sebagai berikut :
“Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dimengerti”.
3.2.6.1.1 Analisis Deskriptif
Dalam pelaksanaan, penelitian ini menggunakan jenis atau alat bentuk
penelitian deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan.
Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan apa yang
terjadi di lapangan berdasarkan fakta-fakta yang ada untuk selanjutnya diolah
menjadi data. Data tersebut kemudian dianalisis untuk memperoleh suatu
kesimpulan. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana
masing masing variabel penelitian. Metode kualitatif yaitu metode pengolahan
data yang menjelaskan pengaruh dan hubungan yang dinyatakan dengan kalimat.
Analisis kualitatif digunakan untuk melihat faktor penyebab. Langkah-langkah
55
a) Setiap indikator yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan dalam
lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang
menggambarkan peringkat jawaban.
b) Dihitung total skor setiap variabel / subvariabel = jumlah skor dari
seluruh indikator variabel untuk semua responden.
c) Dihitung skor setiap variabel/subvariabel = rata-rata dari total skor.
d) Untuk mendeskripsikan jawaban responden, juga digunakan statistik
deskriptif seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel
ataupun grafik.
e) Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian
ini, digunakan rentang kriteria penilaian sebagai berikut:
Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah
diajukan. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden
diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi. Analisis deskriptif dilakukan
mengacu kepada setiap indikator yang ada pada setiap variabel yang diteliti