• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontrol Diri Dan Materialisme Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif (survey pada konsumen Distro di Jalan Sultan Agung Kota Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontrol Diri Dan Materialisme Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif (survey pada konsumen Distro di Jalan Sultan Agung Kota Bandung)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Bahwa yang bertandatangan di bawah ini, penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian, Menyetujui:

(2)
(3)

Nama Lengkap : Dzikri Ahmad Fajari Tempat, Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 8 Juni 1993

Alamat :Jl. Cigadung Raya Barat no. 148 B Kelurahan Cigadung

Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung 40191

Agama : Islam

No Telepon : 085794275219

E-mail : dzikriafz@gmail.com

Pendidikan Formal

1997 – 1999 : TK Al Ikhlas

1999 – 2005 : SDN Cikunir IV

2005 – 2008 : MTsN Sukamanah

2008 – 2011 : MAN Sukamanah

2011 – Sekarang : Universitas Komputer Indonesia Pendidikan Non Formal

1. Pelatihan “Public Speaking” bersama mahasiswa Pascasarjana UPI Bandung 2012 2. Pelatihan Mentoring Keislaman UNIKOM Bandung, 2011

3. Pelatihan Character Building Secapa AD Lembang Bandung 2012 Hobi dan Minat

- Jalan-jalan,

- Menjadi Pengusaha,

Bandung, September 2015

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bisnis ritel merupakan bisnis yang cukup diminati oleh para investor.

Sepanjang tahun 2014, pasar Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar dalam

konsumen bisnis ritel di Asia Pasifik. Diantara faktor yang menjadi pemicunya

adalah pertumbuhan kelas menengah yang mencapai lebih dari 40 % dan tentu

saja mengubah pola hidup masyarakat. (Kompas, 2012).

Kecenderungan pola hidup masyarakat dalam berbelanja saat ini

ditentukan oleh banyak hal. Seiring dengan perkembangan gaya hidup masyarakat

yang lebih mengutamakan kemudahan dalam berbelanja, tidak bisa dipungkiri

bahwa ritel yang menyediakan kenyamanan, kepastian harga, dan

keanekaragaman barang dalam satu toko akan lebih diminati sehingga konsumen

pun bisa berbelanja lebih banyak lagi. Oleh karena itu, belakangan ini dikenal

dengan cara pengelolaan secara profesional untuk jaringan toko mencakup

departement store, mall, dan supermarket. (Foster, 2008).

Bisnis ritel di Indonesia ada dua macam, yaitu ritel tradisional dan ritel

modern. Arti modern di sini adalah penataan barang menurut keperluan yang

sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil

langsung oleh pembeli. (Ma’ruf, 2005). Pertumbuhan konsumen di Indonesia

(5)

studi perilaku belanja remaja 2014, lebih dari 13 – 21 tahun melakukan belanja di

pusat perbelanjaan/mall dalam setahun terakhir. Pertumbuhan ini tidak hanya

dipicu oleh pendapatan masyarakat yang cenderung naik, akan tetapi juga pola

hidup yang sudah berubah dari pengguna pasar tradisional menuju ritel modern.

Ritel modern yang berkembang di Indonesia cukup banyak. Ragam usaha

sangat banyak meliputi pasar modern, pasar swalayan, departement store,

boutique, factory outlet, specialty store, trade centre, dan mall/supermall/plaza.

Format – format ritel modern ini akan terus berkembang sesuai perekekonomian,

teknologi, dan gaya hidup masyarakat. Pada pertengahan tahun 1990 an, muncul

satu gerai baru bernama distro (distribution outlet).

Konsep distro berawal pada pertengahan 1990 an di Bandung. Saat itu

band – band independen (indie) berusaha menjual merchandise mereka seperti

CD/kaset, t-shirt, dan stiker selain di tempat mereka melakukan pertunjukan.

Bentuk awal distro adalah usaha rumahan dan dibuat etalase dan rak untuk

menjual t-shirt. Selain komunitas musik, akhirnya banyak komunitas lain seperti

komunitas punk dan skateboard yang kemudian juga membuat toko – toko kecil

untuk menjual pakaian dan aksesori mereka. Pada tahun 2007 diperkirakan ada

sekitar 700 unit usaha distro di Indonesia dan 300 diantaranya ada di Bandung.

(Wikipedia, 2014).

Bandung merupakan salah satu kota yang mempunyai daya industri di

bidang fashion. Terbukti, dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan distro di

(6)

3

kepadatan penduduk dan pertambahan pendapatan juga bisa memacu

berkembangnya bisnis ini. Menurut hasil pengamatan pribadi, salah satu pusat

distro di Bandung adalah distro - distro yang terletak di sepanjang jalan Sultan

Agung. Total ada 19 distro yang berjejeran di sana, seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 1 . 1

Distro di Jln. Sultan Agung

No. Nama Distro

ransel, dan asesoris lainnya. Khusus untuk Screamous, penulis mengamati bahwa

distro tersebut mempunyai fasilitas cafe dalam store nya.

Mengamati perkembangan distro yang cukup pesat terutama distro yang

menjual asesoris fashion dan pendukungnya, membuat penulis tertarik untuk

(7)

banyaknya distro, justru memberikan lebih banyak pilihan produk disamping

menjadi penyalur hobi bagi yang suka berbelanja. Selain itu, perilaku pembelian

kompulsif memang lebih banyak ditemukan pada barang – barang seperti pakaian,

sepatu, dan asesoris.

Menurut Lorin Koran pembeli kompulsif merupakan konsumen yang

cenderung suka membelanjakan uang untuk membeli barang meskipun barang

tersebut tidak mereka butuhkan. Perilaku semacam ini disebut juga keranjingan

belanja (shopaholics). Pembeli kompulsif disebut sebagai perilaku konsumen

abnormal yang dianggap sebagai sisi gelap konsumsi karena ketidakmampuan

konsumen dalam mengendalikan dorongan hati yang kuat untuk selalu melakukan

pembelian dan terkadang mempunyai konsekuensi yang berat.

Penyebab pasti perilaku pembelian kompulsif tidak diketahui. Namun

Desarbo dan Edwards dalam Tao Sun (2003) menghubungkan beberapa sifat

seperti ketergantungan, materialisme konsumen, perfeksionisme, pengingkaran

kepribadian, pencarian persetujuan, percaya diri rendah, pencarian kesenangan,

dan kurangnya pengendalian hasrat berpengaruh terhadap pembelian kompulsif.

Fenomena pembelian kompulsif sangat erat kaitannya dengan perilaku

shopaholic”. Banyak diantara para pengunjung yang merasa cemas apabila

mereka tidak berbelanja selama berhari – hari. Dalam hasil wawancara dengan

para responden, mereka setidaknya berbelanja minimal 1 bulan satu kali dan hasil

belanjaanya tersebut justru disimpan berhari – hari, kadang tidak digunakan. Hal

ini didukung dengan pernyataan psikolog, Rustika Thamrin, S.Psi., CHt., CI.,

(8)

5

"Biasanya kalau shoppaholic itu hanya lapar mata saja, dan hanya untuk

mencari kesenangan, tanpa peduli harga, membayar dengan kredit, sampai tidak

tahu digunakan untuk apa," (Kompas: 2012).

Pada umumnya, aktivitas pembelian yang dilakukan oleh konsumen

didasari atas dua hal, yaitu pembelian secara rasional dan pembelian secara

emosional. Pada proses pembelanjaan yang sifatnya rasional, konsumen

melakukan pertimbangan yang cermat dan mengevaluasi sifat produk secara

fungsional. Namun tidak selamanya konsumen melakukan pembelian rasional,

terkadang muncul pembelian yang lebih didasari faktor emosi. Pembelian yang

bersifat hedonic, objek konsumsi dipandang secara simbolis dan berhubungan

dengan respon emosi (Hirschman & Holbrook 1995 dalam Ariani 2008:46).

Dengan adanya sifat-sifat yang mendasari pembelian produk, maka

konsumen akan dihadapkan pada situasi dimana konsumen harus melakukan

pengontrolan diri. William dalam anwar (2002:39-48) mengatakan bahwa kontrol

diri merupakan salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi seseorang dalam

melakukan konsumsi.

Di samping itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini Kartika Sari

(2009:6-7) menunjukan bahwa pembelian kompulsif berhubungan positif dengan

motivasi, materialisme, dan kontrol diri. Dalam penelitian tersebut, variabel

kontrol diri lah yang paling besar pengaruhnya dalam pembelian kompulsif. Bagi

perusahaan, pembelian kompulsif merupakan hal yang menguntungkan karena

(9)

Termasuk diantara ukuran kontrol diri yang rendah, adalah tingginya

tingkat keranjingan belanja seseorang. Menurut Ahli Perencana Keuangan, Freddy

Pieloor salah satu ukuran “shopaholic” adalah tidak memiliki rencana saat

belanja. Berikut pernyataannya :

“Belanja juga membutuhkan rencana. Kurang bijak bila Anda pergi

berbelanja tanpa perencanaan terlebih dahulu. Ada beberapa poin yang harus diperhatikan, yaitu: Mau belanja di mana? Apa saja yang dibelanjakan? Dan siapkan dananya. Tuliskan itu dalam selembar kertas atau ponsel Anda. Mereka yang tidak memiliki rencana, cenderung akan membelanjakan apa yang dilihat dan diinginkan seketika itu juga. Namun setelahnya, mereka mengalami penyesalan. Apalagi kalau barang yang dibeli adalah barang-barang konsumtif

yang nilainya menyusut dengan sangat cepat dalam waktu singkat”. (Kompas :

2012)

Untuk mengetahui tingkat ke“shopaholic”an konsumen distro di Jln.

Sultan Agung, penulis melakukan wawancara dengan melibatkan 20 responden.

Adapun isi wawancara tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 1 . 2

Survey awal mengenai gambaran kontrol diri pada pengunjung distro

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda selalu membuat daftar belanja sebelum memutuskan untuk berbelanja ?

8 12

2. Apakah anda merasa tergiur untuk berbelanja jika melihat suasana toko yang menyenangkan ?

4 16

Sumber : survey awal (2015) diolah

Beberapa pengunjung distro pada pertanyaan pertama “saya selalu

membuat daftar belanja sebelum memutuskan untuk berbelanja” memperoleh

jawaban “ya” sebanyak 8 orang, sedangkan jawaban “tidak” sebanyak 12 orang .

Ini mengindikasikan bahwa para pengunjung mempunyai tingkat

(10)

7

barang yang dibutuhkan dengan barang yang tidak perlu dibeli serta

memungkinkan terjadinya perilaku pembelian kompulsif.

Menurut O’Cass (2004) dewasa ini kebutuhan manusia akan pakaian

telah bergeser, mereka membeli pakaian yang tidak hanya berdasarkan pada

kebutuhan semata dengan model yang biasa, namun bergeser pada mode yang

terjadi pada masyarakat. Selain sebagai kebutuhan, orientasi konsumen pada

pakaian adalah untuk menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang

berhubungan dengan gaya hidup yang disebut sebagai fashion. Produk fashion

yang dimaksud di sini merupakan bentuk identifikasi segmen gaya hidup dalam

berbusana, seperti pakaian pesta, pakaian kantor, kaos, celana, rok, baju, dan lain

sebagainya (Gutman dan Mills, 1982 dalam Park dan Burns, 2005).

Banyak diantara konsumen distro dari kalangan anak muda kelas

menengah ke atas yang ingin dianggap fashionable dan bisa mengikuti trend

kekinian sehingga bisa mengesankan banyak orang. Mayoritas pengunjung

tertarik dengan jenis t-shirt yang digunakan oleh selebriti yang muncul di televisi

seperti halnya yang dilakukan ouval RSCH, Racing Line, Evil Army, Kick Denim

dalam mengendors selebriti tanah air. (Wawancara Survei Awal).

Hal ini menandakan bahwa faktor kepemilikan akan suatu produk

dianggap sangat penting untuk mencapai kepuasan. Sesuai dengan (Fitzmaurice,

2008) bahwa konsumen yang materialistis menganggap kepemilikan barang dan

materi sebagai pusat dari kehidupan mereka, menilai kesuksesan sebagai kualitas

harta seseorang dan melihat harta sebagai bagian yang penting dalam mencapai

(11)

Hal tersebut juga sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh

Krugger (1998 dalam Park dan Burn, 2005) yang menyatakan bahwa orang yang

berperilaku kompulsif cenderung untuk sangat peduli akan penampilannya dan

selalu terlibat dalam pencaharian sesuatu yang tanpa henti terutama terkait dengan

pakaian. Kecenderungan seseorang untuk memiliki penampilan yang menarik

menyebabkan orang tersebut sering melakukan pembelian tanpa direncanakan

untuk produk fashion. Hal ini diperparah lagi saat seseorang secara finansial

memiliki kemampuan untuk membeli produk tersebut.

Materialisme adalah suatu sifat yang menganggap penting adanya

kepemilikan terhadap suatu barang dalam hal menunjukkan status dan

membuatnya merasa senang (Schiffman dan Kanuk, 2008:119). Dalam rangka

memperjelas gambaran awal mengenai materialisme pada konsumen distro di kota

Bandung, penulis melakukan prasurvey terhadap 20 orang dengan hasil sebagai

berikut :

Tabel 1 . 3

Survey awal mengenai gambaran materialisme pada pengunjung distro

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda memiliki keinginan untuk

memiliki barang – barang yang

mengesankan orang di sekitar anda?

15 5

2. Apakah anda merasa bahwa membeli barang yang banyak memberikan kesenangan kepada anda ?

Sumber : survey awal (2015) diolah

Mayoritas pengunjung distro pada tabel diatas menjawab “ya”. Seperti

halnya pernyataan “membeli banyak barang memberikan kesenangan kepada

(12)

9

barang – barang yang saya miliki begitu penting bagi saya” sebagian besar

responden menjawab “ya” sebanyak 13 dari 7 orang. Ciri – ciri ini sangat cocok

dengan apa yang diungkapkan oleh Schiffman dan Kanuk. (2008:119)

Berawal dari fenomena – fenomena di atas, maka penulis merasa perlu

untuk melakukan penelitian apakah terdapat pengaruh dari masing – masing

variabel kontrol diri, materialisme dan pembelian kompulsif pada fenomena yang

terjadi di tempat penelitian tersebut. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Kontrol Diri dan Materialisme terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif”

(Survey pada Konsumen Distro di Jalan Sultan Agung Kota Bandung).

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Fenomena “shopaholic” yang menghinggapi sebagian konsumen distro di

Jalan Sultan Agung ditentukan dua hal, tingkat kontrol diri dalam berbelanja dan

tingkat materialismenya. Perilaku pembelian kompulsif juga sangat terkait dengan

tingginya keranjingan belanja seseorang. Dalam penelitian Rini Kartika Sari

disebutkan bahwa pembelian kompulsif berhubungan positif dengan motivasi,

materialisme, dan kontrol diri.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat beberapa fenomena

yang terjadi di tempat penelitian, diantaranya :

1. Konsumen distro di Jl. Sultan Agung bandung memiliki kontrol diri yang

rendah dengan ditandai kurangnya perencanaan saat akan membeli produk

(13)

2. Tingkat materialisme juga menghinggapi konsumen distro yang relatif

masih remaja ditandai dengan keinginan untuk memiliki banyak barang

yang bisa mengesankan orang serta menganggap kepemilikan adalah suatu

hal yang sangat penting dan menunjang kebahagiaan.

3. Adanya keinginan kuat untuk mengikuti trend fashion selebritis yang

belum tentu cocok dengan budaya kita.

4. Membludaknya pengunujung distro pada akhir pekan menandakan tingkat

keranjingan belanja yang tinggi terjadi pada produk jenis pakaian.

1.2.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti pada pada pengunjung distro

di Jln. Sultan Agung ini antara lain :

1. Bagaimana Kontrol Diri pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung

Bandung

2. Bagaimana Materialisme pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung

Bandung

3. Bagaimana Perilaku Pembelian Kompulsif pada konsumen pada distro

di Jln. Sultan Agung Bandung

4. Seberapa besar pengaruh Kontrol diri terhadap Perilaku Pembelian

Kompulsif pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung Bandung

5. Seberapa besar pengaruh Materialisme terhadap Perilaku Pembelian

(14)

11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Dari penelitian ini penulis dapat menerapkan ilmu yang didapat selama ini

ke dalam dunia kerja, khususnya dalam Kontrol diri dan Materialisme terhadap

Pembelian Kompulsif.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Kontrol diri pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung

Bandung

2. Untuk mengetahui Materialisme pada konsumen distro di Jln. Sultan

Agung Bandung

3. Untuk mengetahui Pembelian Kompulsif pada konsumen distro di Jln.

Sultan Agung Bandung

4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kontrol diri terhadap perilaku

Pembelian Kompulsif pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung

Bandung

5. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Materialisme terhadap perilaku

Pembelian Kompulsif pada konsumen distro di Jln. Sultan Agung

(15)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi penulis dan

perusahaan.

1. Bagi perusahaan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan

informasi dan masukan yang bertujuan untuk menyempurnakan referensi tentang

Perilaku Konsumen dalam penerapan Kontrol diri dan Materialisme dalam

mempengaruhi Pembelian Kompulsif, sehingga mampu bersaing dengan

perusahaan lain.

2. Pihak Lain

Penelitian ini juga ditujukan bagi pihak analis atau siapapun yang ingin

menjadikan penelitian ini sebagai sumber informasi yang bermanfaat.

1.4.2 Kegunaan Akademis

Adapun kegunaan akademis ini penelitian ini adalah :

1. Memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan ilmu ekonomi

dalam bidang manajemen bisnis dan pemasaran khususnya mengenai

Kontrol diri dan Materialisme dalam mempengaruhi perilaku Pembelian

Kompuslif di distro Jln. Sultan Agung Bandung

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian selanjutnya dan

sebagai bahan referensi yang diharapkan dapat menambah wawasan

(16)

13

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah seluruh distro yang terletak di Jln.

Sultan Agung kota Bandung yang berjumlah 20 store. Waktu yang dibutuhkan

untuk melakukan penelitian ini adalah sejak bulan Februari 2015 sampai bulan

Agustus 2015.

Tabel 1 . 4

Waktu dan Tempat Penelitian

Keterangan

Bulan

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Bimbingan

Pembuatan UP Pembuatan

Proposal UP Pengumpulan

Data

Pengolahan dan

Analisis Data Penyusunan

Laporan dan Bimbingan

(17)

14 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kontrol Diri

2.1.1.1 Pengertian Kontrol Diri

Setiap individu memiliki suatu kemampuan yang dapat membantu,

mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri. Menurut Chaplin (dalam

Iin Novita dan Harlina, 2008:7) Kontrol diri adalah kemampuan untuk

membimbing tingkah laku sendiri dan kemampuan untuk menekan atau

merintangi impuls-impuls atau tingkah laku Kompulsif.

Sementara Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron dan Risnawita,

2012:637) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaturan proses-proses fisik,

psikologis, dan perilaku seseorang; dengan kata lain serangkaian proses yang

membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri juga berkaitan dengan mengendalikan

emosi serta dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Seseorang yang memiliki

kontrol diri akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan terjadi

(18)

15

2.1.1.2 Indikator Kontrol Diri

Averill (dalam Sarafino, 1990) dan Acep (2013:22) mengungkapkan

beberapa aspek yang terdapat dalam kontrol diri seseorang, antara lain :

a) Aspek kontrol perilaku (behavioral control)

Kemampuan mengontrol perilaku merupakan kesiapan atau terjadinya

respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi

keadaan yang tidak menyenangkan.

b) Aspek kontrol stimulus (cognitive control)

Kemampuan mengontrol stimulus ialah kemampuan untuk menggunakan

proses dan strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh

stressor.

c) Aspek kontrol peristiwa (informational control)

Kemampuan menantisipasi peristiwa adalah kemampuan untuk

mendapatkan informasi mengenai kejadian yang tidak dikehendaki, alasan

peristiwa tersebut terjadi, perkiraan peristiwa selanjutnya yang akan

terjadi, konsekuensi yang akan diterima terkait dengan kejadian tersebut.

d) Aspek kontrol retrospektif (retrospection control)

Kemampuan menilai peristiwa dari segi positif adalah keyakinan tentang

apa dan siapa yang akan menyebabkan peristiwa yang penuh dengan stress

setelah hal itu terjadi, kemampuan individu untuk mengolah informasi

(19)

menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai

adaptasi psikologis untuk mengurangi tekanan.

e) Aspek kontrol keputusan (decision control)

Kemampuan mengambil keputusan adalah kemampuan individu untuk

memilih hasil atau tindakan berdasarkan keyakinannya.

Selain itu, Menurut J.P. Chaplin (dalam Rahayu Ginintasasi, p.5-6) dalam

self control terdapat dua dimensi, yaitu:

1) Mengendalikan Emosi

Mengendalikan emosi berarti mampu memahami atau mengenali serta

mengelola emosi. Menurut Daniel Goleman, emosi merujuk pada suatu

perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan

psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Senada

dengan hal ini, Anthony Robbins menyebutkan bahwa emosi merupakan

sinyal untuk melakukan tindakan. Menurutnya emosi bukan akibat atau

sekedar respon tetapi justru sinyal untuk melakukan sesuatu.

2) Disiplin

John Maxwell mendefinisikan disiplin sebagai suatu pilihan dalam

memperoleh apa yang kita inginkan dengan tidak melakukan apa yang

tidak kita inginkan sekarang.

(20)

17

1) Melakukan hal-hal berdasarkan urutan kepentingannya (menetapkan

prioritas).

2) Secara terus menerus melakukan hal-hal tersebut berdasarkan

kepentingan dengan disiplin.

2.1.2 Materialisme

2.1.2.1 Pengertian Materialisme

Materialisme adalah suatu sifat yang menganggap penting adanya

kepemilikan terhadap suatu barang dalam hal menunjukkan status dan

membuatnya merasa senang (Schiffman dan Kanuk, 2008:119; Mowen dalam Sun

dan Wu, 2011; Ahuvia dalam Podoshen dan Andrzejewski, 2012).

Podoshen dan Andrzejweski (dalam Ni Nyoman Ayu, 2013:716)

materialisme biasanya dimulai dari pengumpulan atas barang-barang diluar

kebutuhan pokok. Nilai materialisme yang tinggi membuat konsumen meyakini

bahwa benda material merupakan hal yang sangat penting bagi hidup mereka.

Menurut Watson, seseorang yang memiliki sifat materialisme cenderung memiliki

kemampuan kontrol diri yang rendah dan gemar menghabiskan uangnya dengan

menikmati kegiatan belanjanya.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2009 :119) Materialisme adalah “tingkat

dimana seseorang dianggap materialistis”. Materialism merupakan topik yang

(21)

sehari – hari diantara teman. Materialisme disebut sebagai sifat kepribadian yang

membedakan antara individu yang menganggap kepemilikan barang sangat

penting bagi identitas kehidupan mereka, dan orang – orang yang menganggap

kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder.

2.1.2.2 Indikator Materialisme

Para peneliti dalam Schiffman dan Kanuk (2009:119) telah menemukan

hal – hal yang mendukung ciri – ciri orang yang materialis seperti sebagai berikut:

1. Mereka sangat menghargai barang – barang yang dapat diperoleh dan

dipamerkan

2. Mereka sangat egosentris dan egois

3. Mereka mencari gaya hidup dengan banyak barang (misalnya, mereka

ingin mempunyai berbagai “barang”, bukannya gaya hidup yang teratur

dan sederhana.)

4. Kebnyakan milik mereka tidak memberikan kepuasan pribadi dan

kebahagiaan yang lebih besar.

Persoalan dalam materialisme konsumen adalah sebagai berikut (Kanuk,

2009:119) :

1. Sukses : tingkat dimana seseorang merasa baik, sukses, dan ingin

mengesankan orang lain

2. Sentralisasi : tingkat dimana seseorang merasa menikmati aktivitas

(22)

19

3. Kebahagiaan : tingkat dimana seseorang merasa bahagia jika dapat

membeli barang yang disukai.

Belk (1985 : 265) menyatakan bahwa materialisme dapat dijelaskan oleh

skala kepemilikan (possessiveness), ketidakmurahan hati (nongenerosity) dan

kecemburuan (envy).

Kepemilikan (possessiveness) adalah kecenderungan dan tendensi untuk

menahan kontrol atau kepemilikan milik seseorang (Belk, 1985:265).

Ketidakmurahan hati (nongenerosity) adalah sebuah ketidak bersediaan untuk

memberikan kepemilikan untuk membagi kepemilikan dengan orang lain (Belk,

1984). Kecemburuan (envy) adalah sesuatu yang tidak puas dan penyakit yang

muncul pada orang lain dalam kebahagiaan, kesuksesan, reputasi, atau

kepemilikan atas segalanya yang diinginkan.

2.1.3 Pembelian Kompulsif

2.1.3.1 Pengertian Pembelian Kompulsif

Menurut O’Guinn dan Faber (1992 : 459) Pembelian kompulsif adalah

pembelian yang kronis berulang-ulang yang menjadi respon utama dari suatu

kejadian atau perasaan yang negatif” sehingga pembelian kompulsif adalah satu

bentuk konsumsi yang merupakan perilaku konsumen abnormal yang dianggap

sebagai sisi gelap konsumsi (Shiffman dan Kanuk, 2000 dalam Park dan Burn,

(23)

yang kuat untuk selalu melakukan pembelian, dan terkadang mempunyai

konsekuensi yang berat.

Menurut Lorrin Koran (dalam Raeni Dwi Santy, 2011:13), seorang Guru

Besar Psikiatri dan Keperilakuan dari Stanford University, Pembeli kompulsif

adalah konsumen yang cenderung suka membelanjakan uang untuk membeli

barang meskipun barang tersebut tidak mereka butuhkan dan terkadang tidak

mampu dibeli, dalam jumlah yang berlebihan (Hoyer dan MacInnis, 2001 dalam

Raeni Dwi Santy, 2011:13), perilaku semacam ini disebut juga sebagai

keranjingan belanja (shopaholics).

Menurut kutipan Horizon Surbakti (dalam e-journal uajay, 2009:14),

Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan

dalam berbelanja yang dikarenakan oleh rasa ketagihan, tertekan atau rasa bosan

(Solomon, 2002:15) dan pembelanja kompulsif adalah seseorang yang tidak dapat

mengendalikan atau mengatasi dorongan untuk membeli sesuatu. Park dan Burns

(2005:135).

2.1.3.2 Karakteristik Pembelian Kompulsif

Park dan Burns (2005: 135) menyatakan bahwa, biasanya pembelanja

kompulsif adalah seseorang yang tidak dapat mengendalikan atau mengatasi

dorongan untuk membeli sesuatu. Selanjutnya Park juga menyatakan bahwa,

beberapa di antara konsumen menunjukkan pembelian secara ekstrim atau yang

(24)

21

Compulsive Consumption refers to repetitive shopping, often excessive,

as an antidote to tension, anxiety, depression or boredom” (Konsumsi kompulsif

lebih kepada pembelian berulang, seringkali berlebihan, sebagai obat untuk

ketegangan, kekhawatiran, depresi, atau kebosanan) (Solomon, 2007: 30).

Compulsive Consumption can be defined as an uncontrolled and obsessive consumption of a product or service frequently and in excessive amounts, likely to ultimately cause harm to consumer or others.”

(Konsumsi kompulsif dapat didefinisikan sebagai konsumsi yang tidak terkontrol

atau obsesif terhadap produk atau jasa dimana seringkali dalam jumlah yang

banyak sehingga mungkin menimbulkan kerugian bagi konsumen atau yang

lainnya.) (Sheth dan Mittal, 2004: 187)

Dimensi Pembelian Kompulsif menurut Shiffman dan Kanuk dalam Raeni

D. S (2011: 128) dikategorikan dalam 3 hal :

1) Tendency to Spend

Yaitu suatu kecenderungan kuat bagi seseorang untuk membeli sebuah

barang dan menghabiskan semua uang yang dimiliki.

2) Reactive Aspect

Yaitu adanya dorongan yang tiba – tiba untuk membeli barang tanpa

diikuti pemikiran yang rasional.

3) Postpurchase Guilt

(25)

Pembelian Kompulsif memiliki beberapa karakteristik seperti yang dikutip

dari Krueger, 1998 dan Magee, 1994 dalam Iin dan prima (2006:3) sebagai

berikut:

1) Pembelian produk ditujukan bukan karena nilai guna produk;

2) Konsumen yang membeli produk secara terus-menerus tidak

mempertimbangkan dampak negatif pembelian;

3) Pembelian produk yang tidak bertujuan memenuhi kebutuhan utama dalam

frekuensi tinggi dapat mempengaruhi harmonisasi dalam keluarga dan

lingkungan sosial;

4) Perilaku ini merupakan perilaku pembelian yang tidak dapat dikontrol oleh

individu;

5) Ada dorongan yang kuat untuk mempengaruhi konsumen segara membeli

produk tanpa memperhitungakan risiko, misalnya keuangan;

6) Pembelian dilakukan secara tiba-tiba tanpa mencari informasi terlebih

dahulu;

7) Pembelian dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran atau ketakutan

dalam diri;

8) Perilaku yang ditujukan untuk melakukan kompensasi, misalnya

(26)

23

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

(27)

variabel Y dan pelajar Y di Afrika Selatan

Penulis

Sumber : diolah dari berbagai sumber (2015)

2.1.5 Kerangka Pemikiran

Salah satu keinginan terbesar manusia adalah diberikan kecukupan terhadap

apa yang diinginkannya. Artinya konsumen yang akan membeli barang baik itu

yang sifatnya shopping goods ataupun speciality goods bisa memberikan

kebahagiaan untuk kehidupannya.

Kontrol diri merupakan salah satu trait yang dilakukan oleh konsumen baik

itu sebelum melakukan pembelian, ketika melakukan pembelian, dan

memperkirakan apa yang akan terjadi setelah melakukan pembelian tersebut,

sehingga dapat dipandang bahwa orang yang sanggup mengontrol dirinya

sanggup pula menyesuaikan apa yang dibutuhkan dan yang tidak. Dalam halnya

seseorang sanggup mengontrol dirinya, Averill dalam Acep (2013:39)

memberikan 5 indikator, diantaranya kemampuan mengontrol perilaku, (b)

kemampuan mengontrol stimulus, (c) kemampuan mengantisipasi peristiwa, (d)

(28)

25

Seseorang memiliki kontrol diri dalam proses pembelanjaannya, apabila ia

memiliki kontrol diri yang baik maka dia tidak akan terpengaruhi oleh faktor

apapun dalam proses pembeliannya. Apabila seseorang memiliki kontrol diri yang

rendah maka orang tersebut terpengaruhi oleh faktor eksternal untuk membeli

produk yang ada di sekitarnya. Selain itu, trait lainnya yang mempengaruhi proses

pembelian seorang individu adalah sifat materialismenya. Banyak ciri – ciri yang

menggambarkan orang-orang yang materialis, diantaranya (a) mereka sangat

menghargai barang-barang yang dapat diperoleh dan dapat dipamerkan, (b)

mereka sangat egosentris dan egois, (c) mereka mencari gaya hidup dengan

memiliki banyak barang , bukannya gaya hidup yang teratur dan sederhana, (d)

kebanyakan dari apa yang mereka miliki tidak memberikan kepuasan dan pribadi

dan kebahagiaan yang lebih besar.

Menurut penelitian Dittmar, orang yang materialis adalah calon kuat

pembeli kompulsif. Salah satu yang bisa mengaitkan diantra sifat materialisme

dan pembelian kompulsif adalah kecenderungan untuk memperbaiki suasana hati

dan rendahnya tingkat harga diri dan penerimaan sosial apabila individu tidak bisa

membeli barang yang sedang trend misalnya. Kebanyakan pembeli kompulsif

justru banyak ditemukan pada produk sepatu, pakaian, dan asesoris.

Selanjutnya pembelian kompulsif merupakan sifat yang abnormal dalam

perilaku belanja. Para konsumen justru tidak sanggup mengendalikan diri,

kecanduan, dan tindakan mereka bisa merugikan diri sendiri. Barang – barang

(29)

pelariannya justru pada berbelanja. Apabila sifat ini tidak dihentikan, justru

kerugian yang besar akan menimpa individu tersebut.

Individu yang baik harus bisa mengontrol dirinya saat berbelanja,

mengendalikan sifat materialismenya supaya tidak melakukan pembelian

kompulsif.

2.2.1 Hubungan Kontrol Diri dengan Pembelian Kompulsif

Persfektif psikologis yang diangkat dalam penelitian ini salah satunya

adalah faktor kontrol diri. Menurut J.P. Chaplin, Self Controladalah “kemampuan

untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau

merintangi impuls-impuls atau tingkah laku kompulsif”.

Salah satu anugerah Tuhan kepada manusia adalah kesadaran diri (self

awareness). Hal ini berarti manusia memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri.

Kesadaran diri membuat seseorang dapat sepenuhnya sadar terhadap seluruh

perasaan dan emosinya. Dengan senantiasa sadar akan keberadaan diri, seseorang

dapat mengendalikan emosi dan perasaannya. Dalam kaitan antara kontrol diri dan

keinginan pembelian sebuah produk. Hirschman (1992) dalam Naomi dan

Mayangsari (2006 : 2-8) berpendapat bahwa individu yang memiliki kontrol diri

yang rendah, cenderung tidak mampu mengalihkan perhatian untuk memiliki

(30)

27

Rini Kartika Sari, (2009:7) dalam penelitiannya terhadap mahasiswa

universitas Muhamadiyah Purworejo menyatakan bahwa setiap konsumen harus

memiliki kontrol diri terutama bagi yang memiliki kecenderungan untuk mencoba

hal-hal baru dengan frekuensi tinggi untuk berusaha menjadi konsumen yang

hati-hati dalam menentukan pilihan pembelian. Diantara trait yang diteliti adalah

variabel kontrol diri, motivasi, dan materialisme.

Berdasarkan beberapa pernyataan pakar dan penelitian sebelumnya dapat

dinyatakan adanya hubungan antara kontrol diri dengan perilaku pembelian

kompulsif.

2.2.2 Hubungan Materialisme dengan Pembelian Kompulsif

Menurut Wikipedia, kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia materi adalah bahan, benda dan segala

sesuatu yang tampak. Materialis adalah pengikut paham (ajaran) materialisme

atau juga orang yang mementingkan kebendaan (harta, uang, dan sebagainya).

Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang

termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan

mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.

Desarbo dan Edwards dalam Tao Sun (2003) dalam Raeni (2011:112)

menghubungkan beberapa sifat seperti ketergantungan, materialisme konsumen,

perfeksionisme, pengingkaran, depresi, pencarian persetujuan, pencarian

(31)

kompulsif. Kwak et al (2004) mengusulkan bahwa konsumen yang menunjukan

kegigihan dalam kegiatan berebelanja cenderung untuk terlibat dalam pembelian

kompulsif.

Materialisme adalah salah satu trait kepribadian yang berkaitan dengan

kepemilikan barang atau materi (Richin dan Dawson dalam ejournal uajay : 18).

Menurut studi Dittmar (2005 : 467 - 488) menunjukkan bahwa, nilai materialisme

yang dimiliki oleh individu menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan

untuk melakukan pembelian secara kompulsif.

Dittmar et al dalam Raeni (2011:113) menyelidiki hubungan antara

kecenderungan membeli kompulsif dan pertimbangan penggunaan pembelian

spesifik (misalnya harga, produk, antisipasi suasana menambah pembelian

berikutnya), penggunaan barang-barang yang dibeli dalam strategi simbolis

penyelsaian diri, dan jumlah yang dirasakan perbedaan diri antara kenyataan dan

diri ideal yang kesemuanya merupakan ciri dari perilaku orang yang materialis.

Beberapa teori dan hasil penelitian sebelumnya dapat dijadikan sebagai

dasar untuk menjelasakan adanya hubungan antara materialisme dengan perilaku

pembelian kompulsif. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas maka

dirumuskan paradigma mengenai pengaruh Kontrol diri dan Materialisme

(32)

29

Menurut Umi Narimawati (2010:63) definisi Hipotesis adalah sebagai berikut:

“Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan

yang masih belum sempurna”.

Menurut Sugiyono (2011: 64) hipotesis penelitian adalah:

(33)

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan”.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis

penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara dimana

belum teruji kebenarannya sehingga harus dilakukan pengujian terlebih dahulu.

Maka hipotesis penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai

berikut :

H1: Konsumen distro di Jalan Sultan Agung belum memiliki kontrol diri yang

baik dalam berbelanja.

H2: Konsumen distro di Jalan Sultan Agung mempunyai sifat materialisme dalam

perilaku belanjanya.

H3: Konsumen distro di Jalan Sultan Agung mempunyai sikap pembelian

kompulsif dalam perilaku belanjanya.

H4: Kontrol diri berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif pada

konsumen distro di Jalan Sultan Agung

(34)

31 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu

penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk

mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Menurut pendapat Sugiyono (2011:32) mendefinisikan objek penelitian

sebagai berikut:

“Objek Penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulan”.

Objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) dalam Umi

Narimawati (2010:29) adalah sebagai berikut:

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek

penelitian, juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga ditambahkan

hal-hal lain jika dianggap perlu”. Penulis menjadikan Kontrol diri dan

Materialisme sebagai acuan pada perilaku pembelian kompulsif pada konsumen

(35)

3.2 Metode Penelitian

Metode ialah suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan, atau

suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang beraturan, berarah dan

berkonteks, yang patut (relevant) dengan maksud dan tujuan. Secara ringkas,

metode ialah suatu sistem berbuat. Karena berupa sistem maka metode merupakan

seperangkat unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan

verifikatif dengan pendekatan kuantitatif karena penulis ingin mendeskripsikan

pengaruh kontrol diri dan materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif

pada konsumen distro di Jalan Sultan Agung Bandung.

Menurut Sugiyono (2005 : 21): “ Metode Deskriptif adalah metode yang

digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi

tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.”

Sedangkan metode verifikatif menurut Mashuri (2008 : 45) menyatakan

bahwa “Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan

untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di

tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yaitu

penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner

(36)

33

3.2.1 Desain Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian yang diangkat oleh peneliti yaitu “

Pengaruh Kontrol diri dan Materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif

pada konsumen distro di Jalan Sultan Agung kota Bandung “. maka langkah

-langkah yang akan dilakukan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data-data dari pihak distro di Jln. Sultan Agung.

2. Mengumpulkan data-data mengenai tanggapan para konsumen atas

produk yang diberikan distro-distro tersebut sehingga mereka

membeli produk.

3. Membuat hipotesis untuk membuktikan adanya hubungan atau

dampak antara kontrol diri dan materialisme terhadap perilaku

pembelian kompulsif.

4. Menganalisa data-data yang diperoleh untuk membuktikan

kebenaran hipotesis yang telah dibuat.

5. Membuat kesimpulan terhadap hasil hipotesis.

6. Menyusun Penelitian.

Metode yang digunakan untuk peneliatian ini adalah metode penelitian

survey explanatory yang digunakan untuk menjalankan hubungan kausal antara 3

variabel melalui pengujian hipotesis. Untuk menjawab tujuan penelitian yang

pertama, kedua dan ketiga yaitu untuk mengetahui tanggapan konsumen distro

tersebut mengenai Kontrol diri dan Materialisme terhadap perilaku pembelian

(37)

terstruktur, faktual, dan akurat mengenai permasalahan di atas dengan

menggunakan sumber data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

pihak pemilik dan sales mereka serta penyebaran kuisioner kepada konsumen

distro–distro tersebut.

Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian keempat yaitu untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh Kontrol diri dan Materialisme terhadap

perilaku pembelian kompulsif baik secara simultan dan parsial, digunakan

penelitian yang bersifat verifikatif dengan menggunakan data primer yang

diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner kepada para konsumen. Untuk

mempermudah dan memperjelas jalur dan sasaran penelitian yang dilaksanakan,

maka peneliti menggunakan matriks penelitian sebagai berikut:

(38)

35

3.2.2 Operasionalisasi Tabel

Operasional variabel dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh

pengukuran variabel-variabel penelitian.

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat-sifat atau nilai dari

seseorang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ( Sugiono, 2004 ).

1. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab atau timbulnya

variabel dependent (terikat). Adapun yang menjadi variabel independent dalam

penelitian ini adalah Kontrol diri dan Materialisme.

2. Variabel terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

(39)

Tabel 3 . 2 Operasionalisasi Tabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran

(40)

37

Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan

pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:

3.2.3.1 Populasi

Pengertian populasi menurut Narimawati Umi (2008:72), adalah “Populasi

adalah objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu sesuai informasi

yang ditetapkan oleh peneliti, sebagai unit analisis penelitian”.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah konsumen pengguna jasa distro di Jl.

(41)

Tabel 3 . 3 Jumlah Pengunjung

No. Nama Distro Jumlah Pengunjung Rata- Rata

Weekday Weekend

1. Gummo Ltd 32 100 66

2. Racing Line 35 100 68

3. Macbeth 10 50 30

4. Dloops 50 100 75

5. Vocuz Evolute 30 100 65

6. Screamous 30 100 65

7. Bloods 50 100 75

8. Evil Army 50 100 75

9. Relac 100 100 100

10. Papersmooth 50 150 100

11. Kick Denim

Black ID 80 80 80

12. Wadezig! 30 100 65

13. Cosmic 50 100 75

14. Blackjack 30 70 50

15. RSCH 210 210 210

16. Blackwear 45 45 45

17. Mooze 35 100 67

18. Flashy 40 80 60

19. Apparel Store 50 150 100

TOTAL 1.471

Sumber : Prasurvey awal 2015 (diolah)

Secara teknis, penyebaran kuesioner dilakukan dengan metode Stratified

Random Sampling. Metode ini dipilih dengan dasar pemikiran bahwa setiap distro

memiliki segmen pasar tersendiri. Hal ini terlihat jelas dari variasi brand

(42)

39

3.2.3.2 Sampel

Pengertian sampel menurut Narimawati Umi (2008:77), adalah:

“Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih untuk menjadi unit

pengamatan dalam penelitian”.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengambil

sebagian dari subjek populasi yang dianggap mewakili dari keseluruhan.

Keputusan ini diambil karena adanya keterbatasan dana, waktu, dan tenaga dari

peneliti serta adanya kesulitan jika mengambil data secara keseluruhan atau teknik

sampel jenuh.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

sampling probability sampling, yaitu teknik sampling yang memberikan

peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih

menjadi sampel. Untuk mengetahui populasinya, maka digunakan teknik sampling

simple random sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pengambilan

sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang

ada dalam populasi itu.

Oleh karena itu, dalam menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini,

peneliti menggunkan rumus Slovin seperti berikut ini :

Rumus :

(43)

N = ukuran populasi

n = ukuran sampel

e2 = persen kelonggaran ketidakpastian dengan tingkat kesalahan 10 %

Jumlah populasi berjumlah 1.646 orang dengan tingkat kelonggaran 10% (0,1)

atau tingkat keakuratan sebesar 90 % (0,9) sehingga sampel yang diambil untuk

mewakili populasi tersebut sebesar :

n = 93,63 atau dibulatkan menjadi 94 orang

Dari perhitungan diatas dapat disebutkan bahwa sampel minimal untuk

penelitian ini adalah 94 orang.

Adapun mengenai penentuan responden untuk tiap distro, akan berbeda

sampelnya. Ini dilihat dari besarnya rata-rata pengunjung tiap distro yang

berbeda-beda. Penentuannya dihitung dari rata-rata pengunjung satu distro dikali

jumlah sampel minimal yang sudah dibulatkan dibagi total rata-rata pengunjung.

Mengenai rinciannya, bisa dilihat dari rumus berikut :

Misal distro Gummo Ltd :

(44)

41

Rata- rata pengunjung = 66 orang

Sampel minimal = 94 orang

Total seluruh pengunjung = 1.471 orang

Adapun rincian sampel yang akan dialokasikan pada masing – masing

konsumen distro tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3 . 4

Sumber : diolah dari berbagai sumber (2015)

Secara teknis, survey lapangan akan dilakukan dalam 5 hari. Adapun 20

(45)

akan dilakukan pada pukul 15.00 sampai dengan pukul 18.00. Untuk menentukan

kosnumen mana yang akan dijadikan responden pertama, penulis membutuhkan

angka yang disebut random start. Penentuan random start dilakukan dengan

teknik acak gambar dimana surveyor akan memilih angka mana yang keluar

pertama. Jika misalnya angka yang mucul adalah angka 3, maka konsumen yang

masuk ke distro tertentu pada pukul 15.00 akan menjadi responden pertama.

Dengan cara ini diharap keacakan dalam survey dapat terjamin. Selanjutnya

responden kedua, ketiga dan seterusnya dipilih setelah surveyor selesai melakukan

wawancara dengan responden pertama.

3.2.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.2.4.1 Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah adalah data

primer dan sekunder :

a) Data Primer

Data primer merupakan sumber data dimana data yang diinginkan dapat

diperoleh secara langsung dari subyek yang berhubungan langsung dengan

penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah

seluruh data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah

responden yang sesuai dengan target sasaran dan dianggap mewakili seluruh

populasi data penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah

data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan sebagian besar penjaga atau

(46)

43

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data dimana subjeknya tidak berhubungan

langsung dengan objek penelitian tetapi membantu dan dapat memberikan

informasi untuk bahan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber

data sekunder adalah literatur, artikel, serta situs di internet yang berkenaan

dengan materialisme dan kontrol diri yang berpengaruh pada pembelian

kompulsif.

Data dan sumber yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Tabel 3 . 5 Sumber Data

No. Data Jenis Data Sumber

1 Jumlah Pengunjung distro perhari Sekunder Responden

2 Data distro di Jl. Sultan Agung Sekunder Responden

3 Gambaran Self Control Konsumen distro Primer Responden

4 Gambaran Materialisme Konsumen distro Primer Responden

5 Gambaran Pembelian Kompulsif Primer Responden

3.2.4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan daya yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian eksplanatori (Explanatory Research), yang dilakukan dengan cara

mengadakan peninjauan langsung pada instansi yang menjadi objek untuk

mendapatkan data primer dan sekunder (data yang diambil langsung dari Distro Jl.

Sultan Agung). Data primer ini didapatkan melalui teknik-teknik sebagai berikut :

a) Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu untuk memperoleh data dengan

cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan

(47)

b) Studi Lapangan (Field Research) yaitu dengan mencari dan memperoleh data

dari perusahaan yang penulis teliti dengan cara :

1) Observasi, yaitu melakukan pengamatan dan mempelajari hal-hal yang

berhubungan dengan penelitian secara langsung dilapangan.

2) Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab pihak-pihak yang

mempunyai kaitan langsung dengan objek yang diteliti.

3) Kuesioner, yaitu alat penelitian berupa daftar pertanyaan yang

digunakan untuk memperoleh keterangan dari sejumlah responden.

Agar peneliti dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya maka harus

dilakukan tahapan analisis dan pengujian hipotesis. Untuk melakukan sebuah

analisis data dan pengujian hipotesis, terlebih dahulu peneliti akan menentukan

metode apa yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian dan

merancang metode untuk menguji sebuah hipotesis.

3.2.5 Metode Analisis dan Perancangan Hipotesis

Pada dasarnya rancangan analisis data yang digunakan terdiri dari dua

bagian yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Menurut Sugiyono

(2006:13), data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan

gambar. Sementara untuk data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau

data kualitatif yang diangkakan (skoring). Analisis kualitatif digunakan untuk

(48)

45

materialisme serta pembelian kompulsif konsumen dengan cara mengelompokan

data, ditabulasikan, kemudian diberikan penjelasan. Sedangkan analisis kuantitatif

digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang keempat, yaitu untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh kontrol diri dan materialisme terhadap

pembelian kompulsif pada konsumen distro di Jalan Sultan Agung Bandung.

Untuk mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang diteliti,

diperlukan suatu alat ukur atau skala tes yang valid dan dapat diandalkan, agar

kesimpulan penelitian tidak akan keliru dan memberikan gambaran yang tidak

jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Suatu instrumen ukur yang tidak

valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai

keadaan subjek atau individu yang dikenai tes tersebut. Untuk itu perlu dilakukan

uji validitas dan uji reliabilitas terhadap alat ukur penelitian ini, yaitu kuesioner.

Sugiyono (2004:110) menyatakan bahwa dengan menggunakan instrumen

yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil

penelitian akan valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel

merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan

reliabel. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan

(49)

3.2.5.1 Uji Validitas

Pengujian validitas digunakan untuk mengukur alat ukur yang digunakan

untuk mendapatkan data menurut Sugiyono (2009:121) menjelaskan mengenai

validitas adalah sebagai berikut :

“Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data

(mengukur) di ukur”.

Lebih lanjut uji validitas menurut Cooper dalam Narimawati Umi

(2010:42), validitas adalah

”Validity is a characteristic of measuraenment concerned with the extent that a

test measures what the researcher actually wishes to measure”.

Dari definisi diatas validitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik

dari ukuran terkait dengan tingkat pengukuran sebuah alat tes (kuesioner) dalam

mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk diukur. Suatu alat ukur

disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa

yang seharusnya diukur. Uji validitas dalam penelitian ini yaitu untuk

menggambarkan variabel Kontrol diri (X1), Materialisme (X2) dan Pembelian

Kompulsif (Y).

Tabel 3 . 6

Standar Penilaian untuk validitas Validity

Good 0,50

Acceptable 0,30

Marginal 0,20

Poor 0,10

(50)

47

Secara teknis valid tidaknya suatu butir pernyataan dinilai berdasarkan

kedekatan jawaban responden pada pernyataan tersebut dengan jawaban

responden pada pernyataan lainnya. Nilai jawaban responden diukur

menggunakan koefisien korelasi, yaitu melalui nilai korelasi setiap butir

pernyataan dengan total butir pernyatan lainnya. Butir pernyataan dinyatakan

valid jika memiliki nilai koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan 0,30.

Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan rumus korelasi pearson product

moment (r). Seperti dilakukan pengujian lebih lanjut, semua item pernyataan

dalam kuesioner harus diuji keabsahannya untuk menentukan valid tidaknya suatu

item.

Uji validitas dilakukan untuk mengukur pernyataan yang ada dalam

kuesioner. Validitas suatu data tercapai jika pernyataan tersebut mampu

mengungkapkan apa yang akan diungkapkan. Uji validitas dilakukan dengan

mengkorelasikan masing masing pernyataan dengan jumlah skor untuk

masing-masing variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi pearson

product moment. Untuk mempercepat dan mempermudah penelitian ini pengujian

validitas dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan software

SPSS 17.0 for windows dengan metode korelasi untuk mencari koefisien korelasi

(51)

Keterangan:

r = Koefisien korelasi pearson

X = Skor item pertanyaan

Y = Skor total item pertanyaan

N = Jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrument

3.2.5.2 Hasil Uji Validitas

Pengujian ini dilakukan untuk menguji kesahihan setiap item pernyataan

dalam mengukur variabelnya. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing pernyataan item yang

ditujukan ke pada responden dengan total skor untuk seluruh item. Teknik

korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dalam

penelitian ini adalah korelasi product moment. Apabila nilai koefisien korelasi

butir item pernyataan yang sedang diuji lebih besar dari r-kritis 0.3. maka dapat

disimpulkan bahwa item pernyataan tersebut merupakan konstruksi (construct)

yang valid. Adapun hasil uji validitas kuesioner untuk variabel yang diteliti

(52)

49

Tabel 3.7

Hasil Uji Validitas Variabel Kontrol Diri (X1)

Item Pertanyaan

Koefesien

Validitas r-kritis Keterangan

Item Pernyataan 1 0.670 0.300 Valid

Sumber : Hasil Pengolahan dengan SPSS version.17

Tabel 3.8

Hasil Uji Validitas Variabel Materialisme (X2)

Item Pertanyaan

Koefesien

Validitas r-kritis Keterangan

Item Pernyataan 1 0.655 0.300 Valid

Item Pernyataan 2 0.648 0.300 Valid

Item Pernyataan 3 0.429 0.300 Valid

Item Pernyataan 4 0.589 0.300 Valid

Item Pernyataan 5 0.235 0.300 Tidak Valid Item Pernyataan 6 0.002 0.300 Tidak Valid Item Pernyataan 7 0.097 0.300 Tidak Valid

Item Pernyataan 8 0.348 0.300 Valid

Item Pernyataan 9 0.623 0.300 Valid

Item Pernyataan 10 0.631 0.300 Valid

Item Pernyataan 11 0.527 0.300 Valid

Item Pernyataan 12 0.272 0.300 Tidak Valid

Item Pernyataan 13 0.453 0.300 Valid

Item Pernyataan 14 0.631 0.300 Valid

Sumber : Hasil Pengolahan dengan SPSS version.17

Tabel 3.9

Hasil Uji Validitas Variabel Pembelian Kompulsif (Y)

Item Pertanyaan

Koefesien

Validitas r-kritis Keterangan

Item Pernyataan 1 0.523 0.300 Valid

Item Pernyataan 10 0.297 0.300 Tidak Valid

Item Pernyataan 11 0.537 0.300 Valid

(53)

Pada ketiga tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar item pernyataan

memiliki koefisien validitas yang lebih besar dari r-kritis 0.3, sehingga item-item

tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.

3.2.5.3 Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2009:3), reliabiltas adalah :

“Derajat konsistensi atau keajegan data dalam interval waktu tertentu”.

Selain memiliki tingkat kesahihan (validitas) alat ukur juga harus memiliki

kekonsistenan. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat

pengumpul data pada dasarnya menunjukan tingkat ketepatan, keakuratan,

kestabilan, atau kekonsistensian alat tersebut dalam mengungkapkan gejala

tertentu dari sekelompok individu, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda.

Uji reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang sudah valid, untuk

mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Dalam penelitian ini, metode

yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Split Half Method

(Spearman-Brown Correlation) Teknik Belah dua. Metode ini menghitung reliabilitas dengan

cara memberikan tes pada sejumlah subyek dan kemudian hasil tes tersebut dibagi

menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan genap-ganil). Cara

kerjanya adalah sebagai berikut :

a) Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian

(54)

51

b) Skor untuk masing-masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor

total untuk kelompok I dan kelompok II.

c) Korelasikan skor total kelompok I dan skor total kelompok II.

d) Hitung angka reliabilitas untuk keseluruhan item dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Dimana

Г1 = reliabilitas internal seluruh item

Гb = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua

Tabel 3 . 10

Standar Penilaian Untuk Reliabilitas Validity

Good 0,50

Acceptable 0,30

Marginal 0,20

Poor 0,10

Sumber : Barker et al, 2002:70

Selain valid instrument penelitian juga harus memiliki keandalan,

keandalan instrument penelitiam menunjukan sejauh mana hasil suatu pengukuran

dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil

yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum

(55)

3.2.5.2 Hasil Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap butir pernyataan yang termasuk

dalam kategori valid. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan cara menguji coba

instrument sekali saja, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode intenal

consistency dengan teknik Split Half. Kuesioner dikatakan andal apabila koefisien

reliabilitas bernilai positif dan lebih besar dari pada 0.7, adapun hasil dari uji

reliabilitas adalah sebagai berikut:

Tabel 3 . 11

Hasil Uji Realibilitas Variabel Penelitian Variabel

Koefesien

Realibilitas r-kritis Keterangan

X1 0.702 0.700 Realibel

X2 0.837 0.700 Realibel

Y 0.839 0.700 Realibel

Sumber : Hasil Pengolahan dengan SPSS version.17

Nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuesioner masing-masing variabel

yang sedang diteliti lebih besar dari 0.7, hasil ini menunjukkan bahwa butir-butir

peryataan pada kuesioner andal untuk mengukur variabelnya.

3.2.4.3 Uji MSI

Sehubungan dengan penelitian ini yang menggunakan data ordinal seperti

dijelaskan dalam operasionalisasi variabel sebelumnya, sedangkan syarat analisis

dengan verifikatif uji statistik menggunakan korelasi pearson minimal berskala

interval, maka semua data ordinal yang terkumpul terlebih dahulu akan

ditransformasi menjadi skala interval dengan menggunakan Method of Successive

(56)

53

Langkah-langkah untuk melakukan transformasi data tersebut adalah

sebagai berikut:

a) Menghitung frekuensi (f) setiap pilihan jawaban, berdasarkan hasil

jawaban responden pada setiap pernyataan.

b) Berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap pernyataan,

dilakukan penghitungan proporsi (p) setiap pilihan jawaban dengan

cara membagi frekuensi (f) dengan jumlah responden.

c) Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pernyataan, dilakukan

penghitungan proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban

d) Menentukan nilai batas Z (tabel normal) untuk setiap pernyataan dan

setiap pilihan jawaban

e) Menentukan nilai interval rata-rata untuk setiap pilihan jawaban

melalui persamaan berikut:

Data penelitian yang sudah berskala interval selanjutnya akan ditentukan

pasangan data variabel independen dengan variabel dependen serta ditentukan

persamaan yang berlaku untuk pasangan-pasangan tersebut. Adapun di dalam

proses pengolahan data MSI tersebut, peneliti menggunakan bantuan program

(57)

3.2.6 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis

3.2.6.1 Rancangan Analisis

Menurut Narimawati umi (2010 :41), rancangan analisis dapat di

definisikan sebagai berikut :

“Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting

dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dimengerti”.

3.2.6.1.1 Analisis Deskriptif

Dalam pelaksanaan, penelitian ini menggunakan jenis atau alat bentuk

penelitian deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan.

Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan apa yang

terjadi di lapangan berdasarkan fakta-fakta yang ada untuk selanjutnya diolah

menjadi data. Data tersebut kemudian dianalisis untuk memperoleh suatu

kesimpulan. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana

masing masing variabel penelitian. Metode kualitatif yaitu metode pengolahan

data yang menjelaskan pengaruh dan hubungan yang dinyatakan dengan kalimat.

Analisis kualitatif digunakan untuk melihat faktor penyebab. Langkah-langkah

(58)

55

a) Setiap indikator yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan dalam

lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang

menggambarkan peringkat jawaban.

b) Dihitung total skor setiap variabel / subvariabel = jumlah skor dari

seluruh indikator variabel untuk semua responden.

c) Dihitung skor setiap variabel/subvariabel = rata-rata dari total skor.

d) Untuk mendeskripsikan jawaban responden, juga digunakan statistik

deskriptif seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel

ataupun grafik.

e) Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian

ini, digunakan rentang kriteria penilaian sebagai berikut:

Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah

diajukan. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden

diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi. Analisis deskriptif dilakukan

mengacu kepada setiap indikator yang ada pada setiap variabel yang diteliti

Gambar

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
Tabel 3.1 Matriks Penelitian
Tabel 3 . 2
Tabel 3 . 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Penyusunan

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen Pada Fakultas Bisnis dan Manajemen. Disusun

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen pada Fakultas Bisnis dan Manajemen. Disusun Oleh : Nama :

Penyusunan Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program starta satu (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam program studi

Perilaku Pernbelian Kornpulsif pada konsumen SOGO di PVJ Bandung termasuk dalarn kategori tinggi yaitu indikator Tendency to Spend yang rnenunjukan bahwa rnayoritas dari

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana Komputer di Program Studi Ilmu Komputer, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Muhammadiyah Surabaya,

SKRIPSI ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah