• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 7 PENYAKIT PASCA PANEN PRODUK HORTIKULTURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 7 PENYAKIT PASCA PANEN PRODUK HORTIKULTURA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 7

PENYAKIT PASCA PANEN

PRODUK HORTIKULTURA

Tujuan Pembelajaran :

Setelah mengikuti perkuliahan atau mempelajari bahan ajar pada bab ini, para mahasiswa dan pembaca diarahkan untuk dapat :

Mampu menjelaskan jenis penyakit pascapanen produk

hortikultura yang meliputi penyakit non-parasiter maupun parasiter,

Mampu menjelaskan tahapan fisiologis perkembangan penyakit

pascapanen,

Mampu menjelaskan beberapa teknik pengendalian penyakit

(2)

Kehilangan hasil akibat busuk merupakan dasar dikembangkannya teknik-teknik penanganan hasil bagi produk panenan hortikultura. Penyakit-penyakit paska panen merupakan kenyataan yang menentukan dipilihnya suatu teknik penanganan diterapkan. Mengetahui organisme penyebab penyakit dan komoditi inang serta teknik-teknik penanganan merupakan tiga hal yang saling terkait bagi suksesnya upaya mempertahankan komoditi panenan tetap segar hingga sampai pada konsumen.

Praktek-praktek penanganan yang diterapkan atau dilakukan mungkin saja juga berpengaruh terhadap kepekaan komoditi panenan terhadap penyebab penyakit. Hal ini dikarenakan karena tingkat kematangan, pemasakan dan senesen (penuaan). Selain daripada itu, bekas-bekas pemotongan, luka memar ataupun lecet membuat kesempatan organisme penyebab penyakit akan lebih mudah menginfeksi komoditi panenan tersebut.. Kondisi tekanan (stress) akibat suhu tinggi atau rendah memungkinkan menyebabkan perubahan dalam aspek fisiologis yang tentunya akan memudahkan bagi berkembangnya penyebab penyakit dan semakin pekanya komoditi terdapat sesuatu jenis penyebab penyakit.

Faktor-faktor utama bagi perkembangan penyakit pasca penen komoditi hortikultura adalah inang (tanaman), penyebab penyakit (microorganisme) dan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri atas suhu, kelembaban relatif dan komposisi atmosfir (ruang) simpan. Jadi terdapat tiga faktor utama yang sering juga dikenal sebagai segi tiga penyakit (pathogen/microorganisme – inang - lingkungan).

Penyakit-penyakit yang muncul pada komoditi pada fase penanganan setelah panen dikenal sebagai Penyakit Pasca Panen atau Postharvest Disease. Kegiatan pasca panen meliputi panen, pengangkutan, pemilihan

(3)

A. Jenis Penyakit Pascapanen Produk Hortikultura

1. Penyakit Non-Parasiter

a. Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis bentuknya bermacam-macam dan dapat terjadi pada berbagai kegiatan paska panen. Benturan-benturan antara individu komoditi panenan merupakan jenis kerusakan mekanis yang sering muncul dan merugikan.

b. Kerusakan Fisiologis

Biasanya kerusakan fisiologis berhubungan dengan proses-proses metabolisme komoditi panenan bersangkutan. Hal dikarenakan organ panenan, walaupun telah dipisahkan dari

pohonnya, masih melakukan kegiatan fisiologis (mempertahankan kehidupan). Aspek fisiologis yang berkaitan dengan kerusakan

fisiologis adalah penguapan (transpirasi), pernapasan (respirasi) dan berubahan biologis lainnya.

Penguapan

Penguapan atau transpirasi pada komoditi panenan secara langsung berpengaruh pada berkurangnya berat dan menurunkannya kualitas terutama bagi sayuran daun. Banyak peneliti mengatakan bahwa terdapat batas kritis kehilangan air bahan yang menentukan terjadinya kelayuan. Kisaran batas kritis kehilangan air bahan adalah 7 – 10 persen.

(4)

mengalami kelayuan yang menyebabkan pengurangan kualitas bahkan mungkin saja sudah tidak layak jual.

Secara tidak langsung, penguapan menyebabkan komoditi panenan lebih mudah mengalami kerusakan mekanis dan juga peka terhadap serangan patogen.

Respirasi

Kerugian atau kehilangan hasil panenan akibat proses fisiologis ini tidak dapat dihindari. Seperti telah dijelaskan, bahwa komoditi panenan, walaupun telah terpisah dengan tanamannya, masih melakukan aktivitas kehidupan. Upaya yang dapat dilakukan hanya menekan laju respirasi sekecil mungkin (seperti menyimpan komoditi panenan pada ruangan yang berkomposisi atmosfir karbondioksida tinggi dan oksigen rendah.

Kerugian akibat respirasi ini dapat diukur dengan menimbang berat bahan atau volume karbondioksida yang dihasilkan dalam aktivitas respirasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan hasil akibat respirasi dapat mencapai 5 persen pada sayuran umbi.

Perubahan biologis lainnya

Perubahan-perubahan yang dimaksud meliputi perubahan tepung menjadi gula (pada umbi kentang). Kentang dengan kandungan gula tinggi (biasanya terjadi pada kentang yang telah lama

disimpan) tidak baik kualitasnya. Selain daripada menyebabkan pengurangan kualitas, kondisi gula yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi penetrasinya mikroorganisme penyebab penyakit seperti jamur dan bakteri.

(5)

Demikian pula halnya pada pisang dan apokat yang mengandung tanin, dan mangga serta jeruk yang mengandung bahan-bahan asam menentukan perkembangan penyakit. Kandungan yang rendah dari bahan-bahan tersebut membuat komoditi panenan tersebut peka terhadap infeksi jamur maupun bakteri.

Perubahan-perubahan tersebut di atas merupakan perubahan biologis yang terjadi pada isi sel. Perubahan juga terjadi pada dinding sel, seperti halnya perubahan protopektin yang sukar larut dalam air menjadi asam pektanat dan selanjutnya menjadi asam pektat yang lebih mudah larut dalam air. Dengan adanya perubahan ini, dinding sel akan lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme penyebab penyakit.

c. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik akibat adanya pengaruh negatif daripada suhu, kelembaban relatif maupun cahaya merupakan jenis penyakit komodidi panenan yang tergolong non-parasit.

Pengaruh Suhu

Suhu dapat merupakan penyebab penyakit. Suhu yang dimaksud adalah suhu yang berada dalam kondisi ekstrim tinggi ataupun ekstrem rendah. Hal ini dikarenakan, komodi panenan maupun tanaman memiliki batasan toleransi terhadap suhu (suhu maksimal, optimal dan minimal).

(6)

Penyaimpanan umbi kentang pada suhu tinggi akan menyebabkan penyakit busuk hati hitam (Black Heart Rot).

Penyimpanan buah dan sayuran tropika pada suhu rendah akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini dikenal sebagai Freezing Injury apabila suhu yang berpengaruh jauh di bawah titik bekunya,

dan dikenal sebagai Chilling Injury apabila suhu yang berpengaruh sedikit di atas titik bekunya dalam waktu yang lama. Gejala keruskan ini akan nampak bilamana komoditi panenan ini dikembalikan pada kondisi atmosfir normal setelah mengalami penyimpanan beberapa lama.

Mekanisme terjadinya Chlling Injury meliputi tahapan-tahapan :

 Peracunan - Suhu yang rendah mengakibatkan air sel

tanaman mengalir ke luar sel, akibatnya kadar bahan-bahan terlarut relatif menjadi lebih tinggi. Kadar yang semakin tinggi (bagi bahan-bahan tertentu) merupakan racun bagi sel tersebut.

 Kerusakan mekanis - Air sel yang keluar akan mengisi

ruang-ruang antar sel, sehingga ruang-ruang tersebut akan penuh terisi air sel. Bila hal ini terus berlangsung akan menyebabkan pecahnya dinding sel sehingga cairan sel akan menyatu dan membeku membentuk atau menyebabkan volume air sel membesar.

 Perusakan struktur plasma sel – Dengan adanya air yang

keluar, volume sel akan berkurang yang diikuti pula dengan mengecilnya volume dinding sel, yang memaksa terjadinya plasmolisis sehingga pada akhirnya sel akan rusak.

Pengaruh Kelembaban Relatif

Langsung maupun tidak langsung kelembaban relatif udara berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan fisik pada komoditi

(7)

penguapan. Sedangkan kelembaban udara tinggi secara langsung memberikan kondisi yang baik bagi berkembangnya patogen.

Umumnya kelembaban relatif udara akan sangat efektif berpengaruh terhadap berkembangnya kerusakan fisik bilamana diikuti dengan tingkat kadar air bahan yang jauh berbeda pada saat dimasukkan dalam ruang simpan. Perbedaan kandungan air dan kelembaban relatif yang tinggi akan menyebabkan mudahnya kerusakan maupun serangan patogen terjadi.

Pengaruh Udara (komposisi)

Udara yang dimaksud adalah perbandingan antara oksigen dan karbondioksida. Selain daripada itu, gas etilen yang dihasilkan oleh bahan simpanan itu sendiri ataupun yang berasal dari luar.

Perbandingan oksigen dan karbondioksida yang tinggi (berarti cukup banyak tersedia oksigen), memberikan kegiatan respirasi berjalan lancar, begitu pula proses metabolisme lainnya. (Respirasi merupakan indikator bagi proses metabolisme lainnya).

Sebaliknya bilamana oksigen tidak tersedia dalam keadaan cukup, menyebabkan akan terjadi respirasi an-aerob. Kondisi ini

menyebabkan terjadi oksidasi senyawa fenol oleh enzim fenolase (pada brokoli dan selada akan nampak pucat), hilanganya kloropil pada sayuran daun, melunaknya buah akibat pemasakan dan sebagainya.

Gas etilen akan terbentuk pada buah maupun sayuran yang sedang mengalami proses pemasakan dan senesen. Jumlah etilen yang dihasilkan berhubungan langsung dengan suhu lingkungan simpan. Selain suhu, etilen yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh oksigen dan etilen yang telah ada dalam udara.

(8)

kerusakan akibat gas ini. Penyakitnya dikenal sebagai Scald,

dengan gejala diawali perubahan warna pada permukaan kulit yang dapat meluas ke seluruh permukaan dan diikuti rusaknya jaringan di bagian dalamnya.

Pengaruh Bahan Kimia

Kerusakan ini umumnya disebabkan karena adanya residu dari bahan kimia yang digunakan (pengendalian hama-penyakit, bahan kimia perlakuan pemasakan ataupun bahan kimia polutan udara). Gas-gas tersebut meliputi gas Amoniak, gas dari bahan fumugasi, SO2, NCL3 dan Ozon (O3).

Gas Amoniak berpengaruh negastif pada bawang. Bawang merah akan menjadi hitam kehijauan dan bawang putih menjadi hijau kekuningan. Hal ini disebabkan karena gas Amoniak berpengaruh terhadap perubahan zat warna, terutama anthosianin. Perubahan ini juga terjadi pada apel, pear dan pisang; bahkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan di bawah kulit.

Ozon merupakan gas lain yang berpengaruh terhadap kualitas warna komoditi panenan. Akibat lebih jauh dari gas ozon ini adalah perusakan permeabilitas membran sel dan perangsangan

pembentukan auksin.

2. Penyakit Parasiter

(9)

mendukung bagi berkembangnya atau aktifnya patogen tersebut, barulah terjadi perkembangan penyakit yang ditandai terlebih dahulu dengan adanya tanda-tanda penyakit (sympton).

a. Penyakit yang disebabkan Jamur

Jamur merupakan mikroorganisme penting bagi suatu penyakit pasca panen buah dan sayuran serta tanaman hias bunga potong. Jamur yang sering merupakan patogen pasca panen tergolong Klas Ascomycetes dan berhubungan dengan Fungi Imperfecti (jamur Tidak

Sempurna). Sedangkan Klas Phycometeces yang sering merupakan patogen meliputi genus Rhizopus, Phytopthora, dan Pythium. Sedangkan Klas Basidomycetes merupakan jamur yang paling jarang sebagai patogen pasca panen komoditi hortikultura.

Beberapa Penyakit Pada Beberapa Komoditi Hortikultura Panenan Yang Disebabkan oleh Jamur

Nama Penyakit (Gejala) Patogen

Kisaran Suhu Perkembangan

( OC ) A p e l

Kapang abu Botrytis cinerea -2

Kapang Biru Penicellium expansum -2

Busuk antraknose Gloesporium perennans -4

Colletotrichum gloesporiodes 3 - 9

(10)

Penicillium digitatum 3

Diplodia natalensis 2

Alternaria citri -2

Trichoderma lignorum 15

Apokad

Busuk pangkal tangkai Diplodia natalensis 2

Alternaria 2

Dothiorella gregaria 2

Antraknose Colletotricum gloesporiodes 3 - 9

Pisang

Antraknose Colletotrichum musae 7 – 9

Busuk pangkal buah (sisiran) Thielaviopsis paradoxa 5 Botryodiplodia theobromae 8

Fusarium roseum 3

Nanas

Busuk basah hitam Thielaviopsis paradoxa 5

Busuk Fusarium moniforme 6

Pepaya

Antraknose Colletotricum gloesporiodes 3 - 9

Busuk pangkal tangkai buah Phytophthora nicotiana 10 Botryodiplodia theobromae 8

Busuk basah (berbau) Geotrichum candidum 2

Buncis

Antraknose – bercak polong dengan pusat berwarna coklat tua atau hitam dengan tepi bercak merah muda

Colletotricum linde muthianum

Selada dan Sawi

Becak daun – berwarna coklat Stemphulium botryosum 2

b. Penyakit yang disebabkan Bakteri

Penyakit pasca panen yang disebabkan oleh bakteri dapat terjadi akibat infeksi bakteri sejak di lapang (pertanaman) maupun saat

(11)

pengangkutan dan penyimpanan. Berikut adalah beberapa contoh penyakit pasca panen yang disebabkan oleh bakteri,

Beberapa Penyakit Pada Beberapa Komoditi Hortikultura Panenan Yang Disebabkan oleh Bakteri

Nama Penyakit (Gejala) Patogen

Kisaran Suhu

Busuk lunak Xanthomonas solanacearum 10

Kudis (scab) - becak Actinomycetes scabies

Busuk cincin Corynebacterium sepedonicum

Busuk kaki hitam Erwinia atrosetica

Kobis

Busuk coklat – gejala pada

pangkal daun Pseudomonas margina 7 - 9

Busuk lunak – gejala busuk pada

tulang daun Erwinia carotovora

Busuk hitam Xanthomonas campestris 6 - 9

Busuk coklat Erwinia ananas

Sayuran Daun

Busuk lunak Erwinia carotovora

Cucurbetacea (Timun, Semangka, Melon)

Busuk lunak Erwinia sp. dan

Pseudomonas sp.

Tomat

Kangker Corynebacterium michigenese

Busuk lunak Erwinia carotovora

(12)

B. Fisiologi Perkembangan Penyakit Pasca Panen

Terinfeksinya komoditi hortikultura panenan oleh patogen terjadi dari saat di lapang hingga saat pemasaran. Infeksi pada tahapan panen hingga penanganan atau pada periode pasca panen, biasanya dibantu oleh karena adanya luka-luka pada komoditi panenan bersangkutan. Luka-luka tersebut dapat terjadi akibat benturan, lecet oleh kuku saat panen atau pemilihan dan pembersihan, luka-luka akibat tusukan hama (serangga) ataupun luka potongan. Selain daripada itu, perkembangan fisiologi dan kondisi lingkungan serta perkembangan morfologi dan anatomi juga berperan penting pada kemudahan terjadinya infeksi patogen.

Oleh karena itu, mengetahui pola-pola proses infeksi patogen pada komditi panenan sangat penting. Hal ini terkait erat dengan pemilihan teknik pengendalian penyakit pasca panen tersebut.

1. Infeksi Saat di Lapang (Preharvest Diseases)

Infeksi patogen di lapang bagi pada buah, sayuran maupun tanaman hias (bunga potong) dapat terjadi melalui penetrasi langsung patogen ke kulit permukaan komoditi, infeksi melalui lubang-lubang alami (seperti hidatoda, lenti sel dan mulut daun) dan infeksi melalui luka-luka

(13)

2. Infeksi Setelah Panenan (Postharvest Diseases)

Komoditi panenan tidak akan terlepas dari luka-luka mekanik ataupun pengaruh buruk keadaan fisik (suhu, kelembaban relatif). Keberadaan luka memar, luka potongan, lecet akibat gesekan maupun lubang alami pada permukaan komoditi merupakan jalan masuknya (infeksi) patogen baik jamur maupun bakteri. Ini akan semakin tinggi tingkat kemungkinannya, bilamana komoditi panenan sempat diletakkan di permukaan tanah tanpa alas sewaktu dilakukan pengumpulan sementara saat panen. Namun demikian bagi jamur Sclerotium dan Colletotricum, penetrasi langsung ke permukaan kulit komoditi merupakan cara yang efektif bagi terjadinya penyakit paska panen beberapa jenis buah dan sayuran tropika.

3. Penetrasi Patogen

Proses penetrasi patogen khususnya jamur pada komoditi

panenan dapat melalui luka-luka atau lobang-lubang alami maupun penetrasi langsung (direct penetration) ke permukaan kulit melalui

pembentukan suatu badan khusus yang disebut Appressoria. Tentunya, peristiwa ini diawali oleh proses perkecambahan spora jamur dan pembentukan suatu badan berupa buluh kecambah. Bilamana keberadaan atau posisi spora jamur tepat pada bagian luka pada komoditi panenan, maka proses perkecambahan spora berjalan lancar dan langsung berkembang membentuk koloni jamur. Akibat dari itu, maka perkembangan penyakit juga cepat.

(14)

maupun aktinya sel bakteri. Namun bilamana terdapat luka, yang pada dasarnya luka mengeluarkan cairan, maka kelembaban dan subtrat nutrisi bagi jamur ataupun bakteri terjamin yang pada akhirnya mendukung terjadinya perkecambahan spora.

Penetrasi langsung kulit atau permukaan komoditi panenan oleh jamur diawali dengan jatuhnya atau terposisikannya spora jamur di

permukaan komoditi. Bilamana keadaan suhu dan kelembaban mendukung terjadinya perkecambahan spora bersangkutan, hal itu akan terjadi dalam beberapa jam saja. Perkecambahan diawali dengan pembentukan buluh kecambah. Setelah pembentukan buluh kecambah sempurna, maka dibentuklah suatu badan yang dikenal sebagai Appressorium. Tubuh jamur ini melekat erat di permukaan komoditi karena

adanya cairan yang diproduksi oleh jamur tersebut. Pada bagian tengah appresorium terbentuk suatu badan yang menyerupai jarum dan tumbuh menembuh ke bawah permukaan kulit komoditi. Melalui dihasilkannya beberapa enzim yang berpengaruh terhadap pelunakan jaringan kulit komoditi, maka jaminan lingkungan tumbuh jamur mendukung bagi perkembangan normal jamur. Perkembangan normal jamur ditandai dengan nampaknya mycelia jamur di permukaan jaringan kulit komoditi yang nampak dari ukuran becak semakin hari semakin membesar atau melebar.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infeksi

(15)

Suhu lingkungan yang tinggi dan demikian juga kelembaban relatif merupakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi terjadikan pembusukan pada komoditi hortikultura panenan. Sebaliknya bilamana suhu rendah, kandungan oksigen juga rendah dan tinggi karbondioksida serta kondisi kelembaban relatif pada keadaan yang baik (cocok), maka kondisi ini dapat melawan bahkan meniadakan pembusukan akibat infeksi patogen. Hal ini dikarenakan, kondisi dimaksud merupakan kondisi yang baik bagi penundaan proses pemasakan dan senesen. Sebaliknya bagi patogen baik jamur maupun bakteri, kondisi tersebut merupakan kondisi yang dapat menekan perkembangan patogen bagi terjadinya infeksi dan perkembangan penyakit.

Kondisi keasaman jaringan (sel) komoditi juga mempengaruhi perkembangan patogen. Biasanya jaringan buah memiliki tingkat pH di bawah 4,5. Kondisi ini baik bagi terjadinya infeksi dan perkembangan penyakit busuk oleh jamur. Sedangkan jaringan kebanyakan sayuran umumnya memiliki pH di atas 4,5. Kondisi ini baik bagi terjadinya infeksi dan perkembangan penyakit

busuk bakteri.

Pengaturan komposisi udara ruang simpan seperti suhu, kelembaban relatif, kandungan oksigen dan karbondioksida baik upaya menekan laju metabolisme komoditi panenan, juga merupakan pengaturan kondisi yang menekan perkembangan penyakit. Keadaan kondisi atau komposisi udara ruang simpan untuk masing-masing jenis komoditi berbeda satu dengan lainnya.

C. Pengendalian Penyakit Pasca Panen

(16)

perkembangan penyakitpun sangat tergantung pada jenis-jenis teknik pengelolaan atau pelaksanaan selama sejak panen hingga pengangkutan ataupun penyimpanan pada tingkat konsumsi.

Atas dasar tahapan perkembangan penanganan, maka pengendalian

penyakit pasca panen juga mengikuti pertimbangan-pertimbangan tersebut. Adapun pengendalian penyakit pasca panen adalah :

1. Prapanen (di lapang)

Pengendalian penyakit saat di lapang sangat beragam tekniknya. Teknik-teknik pada dasarnya bertujuan mengendalikan penyakit baik itu pada

bagian tanaman yang nantinya merupakan organ panenan, maupun seluruh total tanaman.

Fungsisida ataupun bakterisida yang digunakan bersifat kontak ataupun sistemik. Aplikasi ditujukan secara langsung pada organ panenan ataupun ke tubuh tanaman secara keseluruhan.

Banyak jenis-jenis jamur ataupun bakteri yang berpotensi menginfeksi organ panenan saat di lapang tidak nampak, namun setelah organ panenan tersebut di panen, selama penanganan periode pasca panen patogen tersebut mulai aktif dan nampaklah gejala penyakit pada organ panenan tersebut.

Penanganan pemeliharaan di lapang sangat perlu hati-hati. Penanganan yang asal sudah memberikan peluang luka-luka mekanik ataupun fisik terjadi pada organ panenan sehingga peluang jalan penetrasi patogen semangkin tinggi. Saat dan cara panenan juga berpengaruh positif terhadap kecepatan munculnya penyakit paska panen.

2. Pasca-Panen

(17)

maupun fisik. Efektifitas teknik-teknik bersangkutan sangat ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu :

a. Kemampuan daripada perlakuan (teknik – agen kendali) mencapai patogen

b. Tingkat dan kepekaan infeksi

c. Kepekaan inang (organ/komoditi panenan)

Pengendalian Secara Fisik

Kerusakan komoditi panenan baik kerusakan fisik ataupun fisiologis dan patogenis dapat melalui pengaturan ruang simpan ataupun menyediaan jaminan kebersihan lingkungan kerja dan lingkungan simpanan. Beberapa aspek yang dapat merupakan pengendalian fisik penyakit pasca panen adalah

a. Pengaturan suhu rendah

b. Pengaturan kelembaban relatif yang cocok baik masing-masing komoditi c. Modifikasi atmosfir ruang simpan

d. Perlakuan panas (udara panas ataupun pencelupan) e. Radiasi

Pengendalian Secara Kimiawi

Merupakan dan dianggap teknik yang maling efektif. Penerapannya sangat tergantung pada jenis pemasaran dan tipe infeksi yang terjadi. Contoh pada

jeruk yang memiliki masa pasca panen panjang, sebaiknya perlakuan kimia diarahkan pada pencegahan percekambahan spora jamur, sehingga jeruk tidak terkontaminasi bahan kimia pengendali penyakit. Sebaliknya bagi strwoberri yang memiliki umur pasca panen sangat pendek, nampaknya perlakuan pengendalian penyakit pasca panen diutamakan pada pengendalian saat menjelang panenan di lapang.

(18)

a. Jumlah keberadaan spora

b. Kedalaman luka infeksi pada jaringan inang c. Laju tumbuh infeksi (penyakit)

d. Suhu dan kelembaban relatif udara

e. Kedalaman bahan kimia dapat penetrasi ke jaringan inang

Sebagai perhatian serius dalam pengendalian penyakit paska panen secara kimiawi adalah bahwa bahan kimia pengendali tidaklah bersifat Pitotoksis, artinya tidak merusak jaringan komoditi panenan tetapi hanya mematikan (mengendalikan) patogen.

Beberapa Bahan Kimia dan Fungisida Pengendali Penyakit Pasca Penan

Nama dan Formulasi Pengendali Patogen Inang

Sodium tetraborate (Borax)

Sodium carbonat Sodium hydroxide

Penecillium Jeruk

Gas Ammonia Penecillium, Diplodias, Rhizopus

Jeruk, Apel

Dicloran Rhizopus, Botrytis Wortel Benzimidazole –

benomyl,

thiabenzodazole, carbendazim

Penecillium. Colletotricum Pisang, apel, nanas, pear

Triazoles Penecillium Jeruk

Nitrogen trichloride Penecillium Jeruk, tomat

Tepung Sulfur Monillia Peach, Anggur

(19)

P e n u t u p

Teknik-teknik penanganan paska panen yang berpengaruh positif terhadap aspek fisiologi komoditi panenan akan dapat menekan perkembangan penyakit terutama busuk. Beberapa aspek penting dalam penanganan pasca panen yang dapat memperpanjang umur pasca panen di satu sisi dan di sisi lain dapat menekan perkembangan penyakit fatogenis adalah :

a. Pemanenan dilakukan pada tingkat kematangan optimum

a. Menghindari pemotongan atau pelukaan pada kulit (permukaan) komodoti panenan. Luka merupakan alternatif mudah penetrasi patogen, dan luka mempercepat tingkat respirasi dan pembentukan etilen

b. Pendinginan komoditi dapat merupakan alternatif penekanan perkembangan patogen

c. Upaya nomor c akan efektif bila dikombinasikan dengan pengaturan kelembaban udara yang cocok bagi masing-masing komoditi (pada

kebanyakan komoditi berkisar 90 – 95 persen)

d. Penggunaan pengendalian atau memodifikasi atmosfir ruang simpan akan

memperpanjang umur paska panen komoditi

DAFTAR PUSTAKA

Kader, Adel A., et al., 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extension Univ. Of California

Wills, R.B.H., et al., 1989. Postharvest – An Introduction to The Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. An AVI Book.

Martoredjo, Toekidjo, 1983. Ilmu Penyakit Lepas Panen. Ghalia Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait