• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serangan Patogen Dan Gangguan Terhadap Proses Fisiologis Pohon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Serangan Patogen Dan Gangguan Terhadap Proses Fisiologis Pohon"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Serangan Patogen Dan Gangguan Terhadap Proses

Fisiologis Pohon

Oleh

Y U N A S F I

NIP. 132288490

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan berkahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

T e r j a d i n y a p e n y a k i t p a d a p o h o n h u t a n d i s e b a b k a n o l e h i n t e r a k s i a n t a r a p a t o g e n , i n a n g ( p o h o n ) d a n l i n g k u n g a n . P e n y a k i t p a d a p o h o n h u t a n a k a n me m b e r i k a n d a m p a k y a n g me r u g i k a n b a g i p o h o n , k a r e n a t e r g a n g g u n y a p e r t u m b u h a n d a n p e r k e m b a n g a n p o h o n . P e r k e mb a n g a n p o h o n y a n g t i d a k n o r ma l a k i b a t s e r a n g a n p e n y a k i t , me n y e b a b k a n m e n u r u n n y a k u a l i t a s d a n k u a n t i t a s p r o d u k s i k a y u y a n g d i h a s i l k a n . P a t o g e n s e b a g a i s a t u k o mp o n e n p e n y e b a b p e n y a k i t p a d a p o h o n , d a p a t b e r k o n t r i b u s i t e r h a d a p g a n g g u a n p r o s e s f i s i o l o g i s p a d a p o h o n .

D a l a m t u l i s a n i n i d i u r a i k a n p e n g a r u h s e r a n g a n p a t o g e n t e r h a d a p b e r b a g a i p r o s e s - p r o s e s f i s i o l g i s y a n g t e r j a d i p a d a p o h o n . A k i b a t s e r a n g a n p a t o g e n b a n y a k p r o s e s f i s i o l g i s y a n g t e r g a n g g u p a d a p o h o n d i a n t a r a n y a p r o s e s f o t o s i n t e s i s , r e s p i r a s i d a n l a i n -l a i n . D i h a r a p a k n s e mo g a t u -l i s a n i n i b e r ma n f a a t , d a -l a m r a n g k a p e n g e n d a l i a n p e n y a k i t h u t a n .

P e n u l i s ,

(3)

DAFTAR ISI

1.5. Pertumbuhan dan Reproduksi 3

1.6. Pemencaran 3

II. TERGANGGUNYA PROSES FOTOSINTESIS DAN RESPIRASI PADA

POHON YANG TERSERANG PATOGEN 5

2.1. Terganggunya proses fotosintesis pada pohon yang terserang

patogen 5

2.2. Ter ganggunya pr ose s re spira si pa da pohon yang terserang

patogen 6

III HUBUGAN BIOSINTESIS ASAM NUKLEAT, ASAM AMINO DAN PROTEIN ; PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGIS YANG TERJADI PADA POHON YANG SAKIT APABILA METABOLISME N DAN P

NYA TERGANGGU 10

3.1. Perubahan-perubahan fisiologis pada pohon yang sakit apabila metabolisme N dan P nya terganggu 15 IV MEKANISME PENGGUNAAN ENZIM PEKTINASE DAN SELULASE

OLEH PATOGEN DALAM MERUSAK DINDING SEL 16 4.1. Mekanisme penggunaan enzim pektinase 16 4.2. Mekanisme penggunaan enzim selulase 17 4.3. PERAN ENZIM PROKSIDASE DAN POLIFENOLOKSIDASE

PADA INANG SEBAGAI PERTAHANAN TERHADAP

PATOGEN 22

(4)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Komponen penyusun asam nukleat 11 2. Sebagian rantai asam nukleat yang menunjukan ikatan antara

nukleotida-nukleotida penyusunnya.

12 3. Ikatan hidrogen yang berperan dalam pembentukan struktur spiral

ganda molekul DNA, antara pasangan Thimin-Adenin dan Sitosin--Guanin.

13 4. Skema yang mewakili struktur dan komposisi dinding sel 16 5. Perombakan rantai pektin oleh tiga jenis pektinase menjadi

molekul-molekul yang dimodifikasi dan lebih sederhana

17 6. Mekanisme Hidrolisis Selulosa secara Enzimatis (Norkrans, 1967) 29 7. Skema tahap-tahap hidrolisis selulosa secara enzimatis (Sasaki, 1982). 21

8. Bentuk-bentuk akohol lignin 23

(5)

I. PENDAHULUAN

Pada suatu penyakit infektif, terjadi keadaan yang sedikit banyaknya dapat

dibedakan dalam suatu suksesi dan membawa pada perkembangan dan

melestarikan keadaan penyakit dan patogen. Kejadian-kejadian utama yang

terjadi dalam satu siklus penyakit adalah inokulasi, penetrasi, pembentukan

infeksi, penyerangan (invasi), pertumbuhan dan reproduksi patogen,

pemencaran patogen.

1.1. Inokulasi

Inokulasi adalah terjadinya kontak antara patogen tumbuhan.

Patogen--patogen yang sampai dan menyebabkan terjadinya kontak dengan

tumbuhan disebut inokulum. Inokulum adalah bagian patogen yang dapat

memulai infeksi. Pada fungi inokulum dapat berupa spora, sklerotium atau

bagian-bagian miselium. Pada bakteri dan virus selalu berupa keseluruhan

individu bakteri dan virus.

1.2. Penetrasi

Patogen mempenetrasi permukaan tumbuhan secara langsung melalui

lubanglubang alami, atau melalui luka. Fungi ada yang dapat melakukan

penetrasi dengan satu cara dan ada yang dua cara. Bakteri umumnya

masuk melalui luka, jarang melalui lubang alami dan tidak pernah secara

langsung. Adapun virus dapat masuk melalui luka yang dibuat vektornya

dan juga melalui luka-luka mekanik yang disebabkan oleh alat-alat

pertanian.

Proses penetrasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

(6)

mempenetrasi tumbuhan inangnya dengan menggunakan

apresorium.

b. Penetrasi melalui luka, seperti semua bakteri, sebagian besar

fungi dan beberapa virus.

c. Penetrasi melalui lubang-lubang alami, banyak fungi dan bakteri

masuk ke dalam tumbuhan melalui stomata, hidatoda, nektartoda

dan lentisel.

1.3. Infeksi

Infeksi adalah proses saat patogen melakukan kontak dengan sel atau

jaringan tumbuhan yang rentan dan mendapatkan makanan dan tumbuhan

tersebut. Infeksi yang berhasil akan mengakibatkan timbulnya bagian yang

berubah warna, berubah bentuk, atau nekrosis pada tumbuhan inang yang disebut

gejala, dan ada yang tidak menghasilkan gejala yang disebut laten dan gejala ini

akan kelihatan pada waktu berikutnya di saat kondisi lingkungan lebih

menguntungkan.

Interval waktu antara inokulasi dengan munculnya gejala penyakit

disebut periode inkubasi. Lama periode inkubasi berbagai penyakit

bervariasi, khususnya dengan kombinasi inang-patogen, dengan tingkat

perkembangan inang, dan dengan suhu lingkungan tumbuhan yang terinfeksi.

1.4. Penyerangan (Invasi)

Patogen dengan jenis yang berbeda akan menyerang inang dengan

cara yang berbeda pula. Sebagian besar fungi masuk kedalam bagian

organ-organ tumbuhan (daun, batang, akar) yang diinfeksinya, baik

dengan jalan tumbuh menembus selmiselium, atau dengan jalan tumbuh di

antara sel-sel miselium interseluler.

Bakteri menyerang jaringan tumbuhan secara interseluler, namun demikian

(7)

Virus menyerang jaringan tumbuhan dengan berpindah dari sel ke

sel secara intraselular. Banyak infeksi yang disebabkan oleh fungi,

bakteri, virus, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi parasit bersifat lokal yaitu

patogen melibatkan satu sel, beberapa sel atau sebagian kecil sel tumbuhan.

Selain itu ada infeksi alami bersifat sistemik yaitu patogen dan titik awal

infeksi menyebar dan menyerang sebagian besar atau seluruh sel atau jaringan

yang rentan dan seluruh bagian tumbuhan.

1.5. Pertumbuhan dan Reproduksi

Sebagian besar patogen baik yang menghasilkan bercak kecil,

bagian yang terinfeksi lebih meluas atau nekrosis umum yang terdapat

pada tumbuhan, pertumbuhan dan perkembangannya terus berlanjut

terus-menerus di dalam inang yang terinfeksi tanpa henti, sehingga individu patogen

terus menyebar. Sedangkan patogen lain - bakteri, virus - ukurannya tidak banyak

meningkat, karena bentuk dan ukurannya relatif tidak berubah selama masa

hidupnya.

Fungi berkembangbiak dengan spora, yang mungkin terjadi secara

aseksual ataupun secara seksual. Sebagian besar fungi patogenik tumbuhan

menghasilkan miselium hanya dalam tumbuhan yang terinfeksi. Hanya sedikit

fungi yang menghasilkan miselium pada permukaan tubuh inangnya. Bakteri

berkembangbiak dengan cepat di dalam jaringan yang terinfeksi. Di

bawah kondisi makanan dan lingkungan yang optimal bakteri membelah

diri setiap 20 sampai 30 merit.

Virus berkembangbiak di dalam sel-sel inang yang hidup - partikel virus

baru pertama-tama dapat dideteksi beberapa jam setelah infeksi. Setelah

itu partikel-partikel virus akan terakumulasi di dalam sel-sel hidup yang

terinfeksi hingga dapat mencapai 100.000 sampai 10.000.000 partikel virus dalam

(8)

1.6. Pemencaran

Hampir semua penyebaran patogen yang bertanggung jawab terhadap ledakan penyakit tumbuhan, dilakukan secara pasif oleh agensia-agensia seperti udara, air, serangga dan hewan-hewan tertentu serta manusia.

a. Pemencaran oleh udara

Aliran udara melepaskan spora dan biji dan sporofor, atau sewaktu

spora dan biji tersebut dikeluarkan secara paksa atau jatuh pada saat

matang, dan tergantung pada turbulensi dan kecepatan aliran udara.

b. Pemencaran oleh air

Air penting bagi penyebaran patogen dalam tiga hal; (1) Bakteri

nematoda dan spora, sklerotium dan bagian miselium fungi yang terdapat

dalam tanah disebarkan oleh air hujan atau air irigasi, (2) Bakteri dan

spora banyak jenis fungi terlarut ke dalam larutan yang dapat melengket

dan penyebarannya tergantung kepada air hujan dan air irigasi, (3)

Butir-butir hujan yang jatuh atau air irigasi yang disemprot dari atas akan

mengambil spora fungi dan bakteri yang terdapat di udara.

c. Pemencaran oleh serangga

Serangga, khususnya aphid dan wereng, merupakan vektor virus

yang paling penting, disamping itu wereng juga vektor utama mikoplasma

(9)

II. TERGANGGUNYA PROSES FOTOSINTESIS DAN

RESPIRASI PADA POHON YANG TERSERANG

PATOGEN

2.1. Terganggunya proses fotosintesis pada pohon yang terserang patogen

Fotosistesis merupakan proses satu-satunya sumber semua energi yang

dapat dimanfaatkan oleh sel tumbuhan dan hewan. Proses fotosintesis adalah

proses sintesa senyawa organik dari senyawa-senyawa anorganik biasanya

berupa CO2 dan H20 dengan bantuan energi matahari dari sel-sel yang

mengandung klorofil, dapat digambarkan sebagai berikut :

cahaya

6 CO2 + 6 H2O C6 H12 06 + 6 O2

klorofil

Karena pentingnya peranan fotosintesis dalam kehidupan

tumbuhan, maka apabila ada serangan dari patogen pada tumbuhan

mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dan tanaman akan menjadi

sakit.

Gangguan patogen terhadap prses fotosintesis jelas terlihat dari

klorosis yang terjadi pada banyak tumbuhan yang terinfeksi, dari luka

nekrotik atau nekrotik meluas yang dihasilkan patogen pada bagian

tumbuhan hijau dan menurunnya pertumbuhan dan jumlah buah yang

dihasilkan pada tumbuhan yang terinfeksi.

Perubahan utama akibat terserang patogen pada fotosintesis tumbuhan

adalah terjadi perubahan dan fungsi dan kloroplas yang tidak normal, dimana

terjadinya degenerasi yang dapat menghambat perkembangan pada jaringan

(10)

terjadinya penurunan dan aktivitas ribosom. Adapun penyebab dan

ketidak-normalan kloroplas ini diperkirakan karena adanya toksin yang dikeluarkan

oleh patogen, selain itu toksin ini jugs dapat menghambat proses

fotofosforilasi dan menekan sintesis klorofil.

Pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh fungi dan bakteri

fotosintesis menurun karena toksin yang dihasilkannya, seperti

tentoksin dan tabtoksin yang dapat menghambat enzim yang terlibat

baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam proses

fotosintesis.

Infeksi patogen yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan

pada lubang stomata yang dapat mempengaruhi laju asimilasi, karena

terhambatnya laju aliran CO2. Adanya perubahan dalam fiksasi CO2

akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam aktivitas enzim-enzim

yang berperanan dalam proses fotosintesis dan menyebabkan terjadinya

perubahan dalam metabolisme akumulasi asam amino dan asam

organik dalam pelepasan gula dan gula posfat.

Pada bercak daun, hawar, dan berbagai jenis penyakit lain yang

menyebabkan kerusakan jaringan daun atau defoliasi (pengguguran

daun) maka proses fotosintesis akan menurun, karena permukaan yang

berfotosintesis pada tumbuhan menjadi berkurang.

2.2. Terganggunya proses respirasi pada pohon yang terserang patogen

Respirasi (pernafasan) adalah suatu proses dimana sel melalui

oksidasi (pembakaran) yang dikendalikan secara enzimatik terhadap

karbohidrat dan asam lemak berenergi tinggi, membebaskan energi dalam

bentuk yang dapat digunakan untuk berlangsungnya berbagai proses

(11)

langkah yaitu :

1. Perombakan glukosa menjadi pirufat melalui reaksi glikolisis

atau melalui reaksi yang lebih pendek, yaitu rangkaian reaksi

pentosa (pentosa pathway).

2. Perombakan pirufat yang menghasilkan CO2 dan air melalui reaksi yang

dikenal dengan siklus Kreb, yaitu diiringi dengan oksidasi

akhir (terminal oxidation).

Di bawah keadaan normal (aerobik), yaitu apabila terdapat oksigen,

kedua langkah tersebut dapat berlangsung, dan satu molekul glukosa

menghasilkan hasil akhir enam molekul CO2 dan enam molekul air dapat

digambarkan sebagai berikut :

C6 H12 06 + 6 02 6 CO2 + 6 H2 0

Langkah pertama respirasi memberikan dua molekul ATP per

mol glukosa, dan langkah kedua memberikan sisanya. Akan tetapi,

di bawah kondisi anaerob (tanpa oksigen) pirufat tidak dapat

dioksidasi, tetapi mengalami fermentasi dan menghasilkan asam

laktat atau alkohol. Penggandaan oksidasi glukosa dengan

penambahan fosfat ke ADP menghasilkan ATP disebut posforilasi

oksidatif (oxidative phosphorylation). Aktivitas sel yang

membutuhkan energi yang tersimpan pada ATP, secara simultan

merombak ATP menjadi ADP dan posfat arorganik. Selanjutnya

terdapatnya ADP dan posfat di dalam sel, akan merangsang laju

respirasi. Jumlah ADP dan posfat di dalam sel ditentukan oleh laju

penggunaan energi, selanjutnya laju tersebut menentukan laju

respirasi dalam jaringan tumbuhan.

(12)

tumbuhan untuk semua jenis kerja seluler, seperti penumpukan dan mobilisasi senyawasenyawa, sintesis protein, mengaktifkan enzim pertumbuhan dan pembelahan sel, reaksi-reaksi pertahanan dan proses-proses inang lainnya.

Kekompleskan respirasi, jumlah enzim yang terlibat dalam respirasi, kejadiannya dalam setiap sel, dan pengaruhnya yang luas terhadap fungsi dan keberadaan sel maka respirasi merupakan salah satu fungsi pertama yang dipengaruhi di saat tumbuhan diinfeksi patogen. Pada saat tumbuhan diinfeksi patogen, umumnya laju respirasi meningkat, berarti jaringan terserang patogen menggunakan cadangan karbohidratnya lebih cepat dibanding dengan jaringan yang sehat.

Infeksi tumbuhan oleh fungi, bakteri dan virus umumnya

menunjukan gejala yang sama yaitu meningkatnya laju respirasi, yang

dapat dilihat sebagai fenomena yang umum dalam fisiologi penyakit

tanaman. Tapi kondisi ini tidak spesifik disebabkan oleh petogen saja,

tapi juga disebabkan oleh beberapa bahan kimia dan gangguan

mekanik.

Respirasi meningkat lebih cepat pada infeksi yang terjadi varitas

tahan, yang dibutuhkan dan digunakan untuk produksi atau mobilitas

mekanisme pertahanan sel yang lebih cepat. Hal ini terjadi karena

meningkatnya konsumsi 02 yang ditunjukan oleh adanya gejala

nekrotik baik itu disebabkan oleh virus, fungsi atau bakteri.

Selanjutnya pada fase-fase perkembangan penyakit pada tanaman

resisten peningkatan respirasi akan lebih cepat dan akan berkurang

secara perlahan-lahan.

Pada penghilangan effek Pasteur, jaringan tanaman yang diinfeksi

oleh jamur dan bakteri, menunjukan penurunan efisiensi respirasi, hal

ini terjadi karena meningkatnya penyerapan O2. Di sini dapat

dijelaskan bahwa peningkatan respirasi akan mempengaruhi proses

(13)

Peningkatan respirasi kadang-kadang juga diikuti oleh

peningkatan fermentasi secara luar biasa dibanding dengan yang

terjadi pada tumbuhan sehat, mungkin sebagai akibat

meningkatnya kebutuhan energi pada tumbuhan yang sakit karena

pada keadaan respirasi aerob yang normal tidak dapat menyediakan

energi yang mencukupi.

Ada beberapa sebab peningkatan respirasi pada tumbuhan yang

terserang patogen antara lain :

1. Tidak berpasangannya fosforilasi oksidatif

Pada kondisi ini, energi (ATP) yang tidak dapat digunakan,

dihasilkan melalui respirasi yang normal meskipun menggunakan

ATP yang ada dan akumulasi ADP, yang merangsang respirasi.

2. Sebagai akibat peningkatan metabolisme

Pada banyak penyakit tumbuhan, pertama-tama tumbuhan

di-rangsang, aliran protoplasmik meningkat, dan bahan-bahan

disintesis, ditranslokasikan, dan diakumulasikan pada bagian yang

sakit. Energi yang dibutuhkan untuk melaksanakan

aktivitas-aktivitas tersebut berasal dan ATP yang dihasilkan melalui

respirasi. Jika lebih banyak ATP yang digunakan maka lebih

banyak pula ADP yang dihasilkan dan selanjutnya merangsang

respirasi.

Pada proses respirasi juga dapat mengakibatkan terjadinya

perubahan katabolisme glukosa. Perubahan pada lintasan

Embden-Meyerhof-Parnas terjadi perubahan lintasan pentosa posfat pada

jaringan yang diparasit oleh fungi, virus dan bakteri. Perubahan ini

adalah tidak spesifik tergantung pada tipe luka, umur, stress yang

(14)

III. HUBUGAN BIOSINTESIS ASAM NUKLEAT, ASAM

AMINO DAN PROTEIN ; PERUBAHAN-PERUBAHAN

FISIOLOGIS YANG TERJADI PADA POHON YANG

SAKIT APABILA METABOLISME N DAN P NYA

TERGANGGU

Asam nukleat terdiri atas dua jenis, yakni asam ribonukleat

(RNA) dan asam deoksiribonukleat (DAN). Masing-masing tersusun

dan molekul yang disebut nukleotida. Nukleotida terbentuk dan asam

fosfat, gula pentosa, dan senyawa basa purin (adenin dan guanin) atau basa

pirimidin (timin dan sitosin).

Nukleotida RNA mengandung gula ribosa, sedangkan

nukleotida DNA mengandung gula deoksiribosa yang memiliki kurang

satu atom oksigen dibanding ribosa. RNA dijumpai pada seluruh bagian sel,

dimana RNA berperan dalam sintesis protein, sedangkan DNA hanya dijumpai

pada inti sel. DNA merupakan bagian utama kromosom.

Pemecahan asam nukleat menjadi komponen penyusunnya dapat dilihat

pada Gambar 1, sedangkan bentuk ikatan dalam penggabungan nukleotida dapat

dilihat pada Gambar 2. DNA umumnya berbentuk spiral ganda (Double

helix). Bentuk spiral ganda ini terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara atom

H dan 0 atau N dan basa purin dan pirimidin. Pasangan antara basa purin dan

pirimidin yang saling tank menarik oleh ikatan hidrogen dalam struktur

spiral ganda adalah sangat spesifik, dimana adenin selalu berpasangan dengan

timin, sedangkan guanin selalu berpasangan dengan sitosin dapat dilihat pada

(15)

Gambar 1. Komponen penyusun asam nukleat

Penyusun utama protein adalah carbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan

sulfur. Adapun monomer dari protein adalah asam amino, yang mana suatu

molekul asam amino terdiri atas suatu gugusan karboksil (-COOH) dan

gugusan amino (-NH2 ).

Sintesis protein merupakan proses perangkaian asam-asam amino

sehingga membentuk suatu rantai yang panjang. Rantai asam amino ini disebut

polipeptida. Molekul protein dapat terdiri atas satu atau lebih rantai polipeptida

(16)

Gambar 2. Sebagian rantai asam nukleat yang menunjukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusunnya.

Pada DNA, selalu terdapat molekul adenin (kelompok nukleotida

purin) sebanyak molekul timin (kelompok pirimidin) dan molekul guanin

(17)

tersebut bersambungan membentuk rantai panjang dan setiap molekul

DNA terdiri atas dua rantai yang memilin bersama-sama bagaikan dua

pegangan tangga yang berbentuk spiral, sehingga membentuk heliks

rangkap. Struktur nukleotida sedemikian rupa sehingga adenin pada rantai

yang satu selalu berpasangan dengan timin pada rantai kedua yang

berhadapan dan guanin selalu berpasangan dengan sitosin.

(18)

spiral ganda molekul DNA, antara pasangan Thimin-Adenin dan Sitosin-Guanin.

Urutan nukleotida pada DNA menentukan urutan komplementer

nukleotida pada molekul RNA yang dapat dilihat pada proses transkripsi.

Hanya satu dari kedua unting DNA pada gen yang membawa kendali

tersandi untuk mensintesis protein kadang disebut unting bermakna. Pada

transkripsi, kedua rantai DNA terberai dan terpisah : unting bermakna

tersebut berfungsi sebagai tempat untuk sintesis RNA.

Pada sintesis protein, urutan nukleotida yang terdiri dari empat

macam nukleotida di m RNA melaksanakan translasi untuk urutan asam

amino protein. Pada tahap pertama, asam amino berinteraksi dengan ATP

dalam reaksi yang dikatalisatori enzim yang melepaskan pirafosfat dari

ATP dan menggabungkan asam amino tersebut dengan AMP. Pada tahap kedua,

asam amino dipindahkan dari AMP ke molekul RNA pemindah (t RNA) yang

tepat, membentuk komplek aminoasil-t RNA, yang terlepas dari

pembentukannya. Sebagian besar energi awal ATP dipindahkan ke komplek

aminoasil-t RNA jadi ini merupakan pengaktifan asam amino.

Bagian dari molekul t RNA yang terdiri dari tiga nukleotida

membentuk antikodon. Urutan ini terletak pada molekul t RNA, sehingga

terbentuk ikatan komplementer dengan urutan tiga nukleotida yang disebut

kodon pada unting m RNA. Pengaturan posisi tersebut membuat molekul t

RNA, yang masing-masing membawa asam amino khasnya, dapat sebaris

dengan unting m RNA, sehingga asam amino akan berada pada urutan yang

tepat.

Nitrogen merupakan penyusun asam amino, amida, purin dan protein serta

nukleoprotein. Enzim mengandung molekul protein yang berantai panjang

dan kompleks serta kelompok reaktif yang bukan protein yang umumnya suatu

(19)

memiliki N dalam cincinnya seperti pada triptopan. Nitrogen juga merupakan

bahan penyusun dari sekumpulan senyawa yang disebut alkaloid dimana

senyawa ini diperkirakan sebagai senyawa cadangan N.

Fosfor merupakan komponen struktural dan sejumlah senyawa

penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADPH, dan senyawa

sistem informasi genetik DNA dan RNA. Fosfor juga merupakan bahan

penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin, yang memegang peranan penting

dalam integritas membran.

3.1. Perubahan-perubahan fisiologis pada pohon yang sakit apabila metabolisme N dan P nya terganggu

Perubahan-perubahan fisiologis pada pohon apabila metabolisme N

terganggu akan menyebabkan terjadinya defisiensi N yang dapat membatasi

pembesaran sel dan pembelahan sel, dimana pertumbuhan kerdil, dan kuning,

terutama di bagianbagian tanaman yang lebih tua. Gangguan pertumbuhan ini

dapat menyebabkan penimbunan gula dan menyebabkan jaringan basal

berubah warna menjadi ungu karena pembentukan antosianin. Akibat adanya

redistribusi apabila pengambilan N terbatas adalah terjadinya kebakaran

(menguning dan menua) daun-daun sebelah bawah.

Perubahan-perubahan fisiologis pada pohon apabila metabolisme P

terganggu dalam hal ini juga menyebabkan terjadinya defisiensi P yang

akan berpengaruh kepada pertumbuhan tanaman seperti daun berwarna

hijau gelap atau hijau kebiru-biruan. Tanaman kerdil, jumlah dan panjang

akan berkurang, terjadi penimbunan gula yang ditunjukan dalam bentuk

pigmentasi antosianin pada bagian dasar batang dan urat daun. Bila asam

nukleat tidak terbentuk dengan baik akan menghambat pembelahan sel

karena DNA-nya terganggu, menghambat pembentukan jaringan baru,

menghambat pembentukan organ dan secara keseluruhan dapat

(20)

IV. MEKANISME PENGGUNAAN ENZIM PEKTINASE DAN

SELULASE OLEH PATOGEN DALAM MERUSAK

DINDING SEL

4.1. Mekanisme penggunaan enzim pektinase

Zat pektik merupakan komponen penyusun utama lamela tengah,

yaitu semen interseluler yang menempatkan sel-sel pada jaringan

tumbuhan (Gambar 4)

Gambar 4. Skema yang mewakili struktur dan komposisi dinding sel

Zat pektik adalah polisakarida yang terdiri dari molekul

galakturonan yang diselingi dengan sejumlah kecil molekul

rhamnosa dan rantai galakturonan samping sedikit dan beberapa gula

lainnya. Beberapa enzim telah diketahui sebagai pektinase atau enzim

pektolitik yang menguraikan zat pektik. Zat pektik adalah polisakarida yang

terdiri dari molekul galakturonan yang diselingi dengan sejumlah

kecil molekul rhamnosa dan rantai galakturonan samping sedikit

dan beberapa gula lainnya. Beberapa enzim telah diketahui sebagai

pektinase atau enzim pektolitik yang menguraikan zat pektik.

(21)

rantai pektin dan tidak mempunyai pengaruh terhadap panjang rantai

pektin, tetapi e nzi m ter se but me rubah daya lar ut pekt in dan

me mpe ngar uhi l aju penyerangan yang disebabkan oleh

chain-splitting pectinase (enzim yang dapat memotong rantai pektik).

Chain-splitting pectinase memotong rantai pektin dan melepaskan

bagian rantai yang lebih pendek yang mengandung satu atau beberapa

molekul galakturonan. Beberapa chain-splitting pectinase

(poligalakturonase) memotong rantai pektik dengan menambah satu

molekul air dan memutuskan (menghidrolisis) sambungan antara dua

molekul galakturonan enzim yang lain (pektin liase atau transeliminase)

memotong rantai tersebut dengan membuang satu molekul air dari

sambungan dan dengan demikian memutus rantai pektik yang

melepaskan hasil ikatan rangkap yang tidak jenuh (Gambar 5).

Gambar 5. Perombakan rantai pektin oleh tiga jenis pektinase menjadi molekul-molekul yang dimodifikasi dan lebih sederhana

Masing-masing enzim tersebut terdapat dalam bentuk yang

(22)

dan melepaskan rantai yang lebih pendek atau hanya dapat

memutuskan hubungan ujung rantai (ekso-pektinase) dan

melepaskan unit galakturonan tunggal.

Patogen menghasilkan enzim pektolitik dalam jumlah yang

paling rendah pada tempat yang terdapat pektin, dan dan pektin tersebut

dilepaskan sejumlah kecil monomer atau oligomer galakturonan.

Molekul-molekul tersebut apabila diserap oleh patogen, berperan sebagai

pengimbas (inducer) untuk meningkatkan sintesis dan melepaskan

enzim-enzim pektolitik (autocatalytic induction), yang selanjutnya

meningkatkan monomer galakturonan. Monomer galakturonan

dengan mudah diasimilasi oleh patogen, tetapi pada konsentrasi yang

lebih tinggi molekul galakturonan menekan enzim yang sama (catabolite

respession).

Enzim-enzim yang merombak pektin terlibat dalam menyebabkan banyak penyakit, terutama penyakit-penyakit penyebab jaringan busuk lunak. Perombakan pektin menghasilkan kumpulan cairan zat pektik yang menyatukan sel-sel tumbuhan bersamaan dengan melemahnya dinding sel, mendorong maserasi jaringan (jaringan tumbuhan menjadi lunak dan longgar serta terpisahnya sel-sel, dan akhirnya mati). Melunaknya dinding sel dan terjadinya maserasi jaringan tidak diragukan lagi memberi peluang terjadinya penyerangan secara inter atau intra seluler oleh patogen. Enzim pektik juga menyediakan makanan bagi patogen pada jaringan yang

terinfeksi.

4.2. Mekanisme penggunaan enzim selulase

Selulosa terdapat pada semua tumbuhan tingkat tinggi sebagai

zat rangka (skeletal) dinding sel dalam bentuk mikrofibril.

(23)

p-D-glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan

glikosida (1 —> 4). Dalam bantuk kayu dan kapas selulosa mengandung

nilai makanan sebanyak sukrosa, namun selulosa tidak dapat dicerna

oleh manusia karena cairan tubuh hanya dapat menghidrolisis

ikatan tipe a. bukan Namun binatang-binatang tertentu (pemamah

biak) mampu memanfaatkan selulosa sebagai makanannya karena

di dalam saluran pencernaannya terdapat koloni mikroorganisme

yang menghasilkan enzim yang dikenal dengan nama selulase.

Perombakan selulosa secara enzimatik menghasilkan hasil akhir

berupa molekul-molekul glokosa. Glukosa tersebut dihasilkan

dengan serangkaian reaksi enzimatik yang dilakukan oleh sejumlah

selulase dan enzim-enzim lain.

Selulase dihasilkan secara ekstraseluler oleh berbagai cendawan dan

bakteri. Kemampuan masing-masing mikroba untuk menghasilkan selulase

tidak sama. Ada yang mampu menghasilkan enzim dalam jumlah besar

dengan semua enzim penyusun yang lengkap, sebaliknya ada mikroba yang

hanya mampu menghasilkan enzim dalam jumlah sedikit dan tidak lengkap

enzim penyusunnya (Enari, 1983 dalam Ahmad, 1992).

Selulase merupakan enzim yang komplek yang terdiri dan

beberapa enzim yang bekerja secara bertahap atau bersama-sama

menguraikan selulosa menjadi glukosa (Norkrans, 1967 dalam

Ahmad, 1992). Enari (1983 diacu oleh Ahmad 1992) terdapat empat

kelompok enzim utama sebagai komponen penyusun selulase

berdasarkan spesifikasi substrat masing-masing enzim yaitu :

a. Endo- -1.4-glukanase (3-1-4-glukan-4-glukanohidrolase,

EC.3.2.1.4), menghidrolisis ikatan glikosida -1.4, secara acak.

Enzim ini tidak menyerang selabiosa tetapi menghidrolisis

(24)

dan selulosa yang telah disubstitusi seperti CMC dan HES

(Hydroxy Ethyl Cellulose).

b. -1.4-D-glukan selobichidrolase (EC.3.2.1.91), menyerang ujung

rantai selulose non pereduksi dan menghasilkan selobiosa. Enzim

ini dapat menyerang selodekstrin tetapi tidak menyerang

selulosa yang telah disubstitusi serta tidak dapat menghidrolisis

selubiosa.

c. -1.4-D-glukan glukohidrolase (EC.3.2.1.74), menyerang ujung

rantai selulosa non pereduksi dan menghasilkan glukosa. Enzim

ini menyerang selulosa yang telah dilonggarkan dengan asam fosfat,

selo-oligosakarida dan CMC.

d. -1.4-D-glukosidase ( -1.4-D-glukosida glukohidrolase, EC.3.2.1.21),

menghidrolisis selobiosa dan Selo-oligosakarida rantai pendek serta

menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak menyerang selulosa

atau selodekstrin.

Selulase dalam melakukan hidrolisis berlangsung dalam dua tahap

proses, yaitu aktifasi sebagai tahap awal yang diikuti dengan reaksi hidrolisis

(Norkans, 1967). Adapun mekanismenya dapat dilihat pada Gambar 6.

C1 Cx -glukosidase s e l u l o s a s e l u l o s a s e l o b i o s a g l u k o s a

r e a k t i f

Gambar 6. Mekanisme Hidrolisis Selulosa secara Enzimatis (Norkrans, 1967)

Secara rinci konsep mekanisme hidrolisis selulosa secara enzimatis

dapat dilihat pada Gambar 7.

Endoglukonase (EG=Cx ) menyerang daerah "amorfous" serat selulosa,

(25)

kedua enzim tersebut bekerja bahu membahu membebaskan selobiosa dari

serat selulosa. Baik selobiohidrolase maupun endoglukanase tidak mampu

memecah selobiosa, sehingga diperlukan enzim lain yaitu -glukosidase yang

menguraikan selobiosa menjadi glukosa.

Gambar 7. Skema tahap-tahap hidrolisis selulosa secara enzimatis (Sasaki, 1982).

Enzim selulotik yang disekresikan oleh patogen memainkan peranan

penting dalam melunakan dan menguraikan bahan penyusun dinding sel.

Enzim-enzim tersebut memudahkan penetrasi dan penyebaran patogen di dalam

inang dan menyebabkan pecah (kolapse) dan terurainya struktur seluler,

(26)

mungkin berpartisipasi secara tidak langsung dalam perkembangan penyakit

dengan melepaskan, dari rantai selulosa, gula yang dapat larut, yang berperan

sebagai makanan patogen.

4.3. PERAN ENZIM PROKSIDASE DAN POLIFENOLOKSIDASE PADA INANG SEBAGAI PERTAHANAN TERHADAP PATOGEN

Aktivitas enzim phenol-oxidazing (enzim pengoksidasi-fenol)

(polifenoloksidase) lebih tinggi pada jaringan varitas tahan yang terinfeksi

dibanding dengan jaringan varietas rentan yang terfinfeksi. Peranan

aktivitas enzim polifenoloksidase dalam ketahanan penyakit mungkin

berasal dan sifatnya yang dapat mengoksidasi senyawa fenol menjadi

kinon, yang sering lebih beracun bagi mikroorganisme dibanding

dengan fenolnya sendiri. Maka patut diasumsikan bahwa peningkatan

aktivitas polifenol oksidase akan menghasilkan produk toksin yang lebih

tinggi dari basil oksidasi dan oleh karena itu menghasilkan tingkat

ketahanan lebih tinggi terhadap infeksi.

Enzim peroksidase, tidak hanya mengoksidasi fenolik tetapi juga

meningkatkan laju polimerisasi senyawa-senyawa fenolik menjadi

senyawa-senyawa seperti lignin, yang terdeposit dalam dinding sel dan

papila yang selanjutnya menggangu pertumbuhan dan perkembangan

patogen . Secara umum aktivitas peroksidase pada ekstrak daun yang

diinfeksi adanya peningkatan aktivitas dan konsentrasi dan enzim pada

jaringan yang tidak terinfeksi. Peningkatan ini dipengaruhi oleh

(27)

Disini diperkirakan adanya isozim barn sebagai akibat infeksi virus

pada sitoplasma. Peroksidase berperanan dalam degradasi H202

yang berhubungan dengan bertambahnya respirasi pada produksi

etilen.

Peroksidase keberadaannya berkaitan dengan lignin, pada umumnya

lignin engandung tiga alkohol aromatik yaitu alkohol koniferil, yang

banyak terdapat pada ka y u l u n a k , a l k o h o l s i n a p i l , d a n a l k o h o l p

-k u ma r i n , d a p a t d i l i h a t p a d a Gambar 8. Beberapa -kemung-kinan cara

alkohol tersebut berhubungan dalam lignin disajikan pada Gambar 9.

Semua alkohol aromatik dalam lignin berasal dari lintasan asam

sikimat. Fenilalanin diubah menjadi asam aromatik seperti kumarat dan

ferulat, kemudian diubah menjadi ester CoA. Ester ini direduksi

menjadi alkohol aromatik oleh NADPH, dan alkohol tersebut

kemudian dipolimerisasi menjadi lignin oleh mekanisme radikal

bebas. Enzim mengandung besi yang dinamakan peroksidase

mengkatalis dua reaksi terpisah yang kemudian menyebabkan

polimerisasi.

(28)

Peroksidase terdapat dalam bentuk isozim, sedikit diantaranya

terdapat di dinding sel. Isozim mula-mula berfungsi dengan membentuk

H202 dari NADH dan 02. Kemudian, isozim mengambil atom hidrogen

masing-masing satu dari kedua alkohol aromatik, dan menggabungkan

kedua atom hidrogen itu dengan satu H202 untuk melepaskan dua molekul

H20 sebagai produk samping.

(29)

PUSTAKA ACUAN

Achmad. 1992. Cendawan Selulolitik. Kursus Singkat Pemanfaatan Limbah Lignoselulolitik untuk Media Semai Tanaman Kehutanan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Agrios. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Bidwek. R.G.S. 1979. Plant Physiology. Macmillan Publishing Co. Inc. New York. Coller Macmillan Publisher London. London.

Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Jakarta.

Friend. J, D.R. Threlfall. 1976. Bichemical Aspects of Plant-Parasite Relationships. Department of Plant Biology. University of Hull, England. Academic Press London. New York. San Francisco.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan Herawati Susilo). Universitas Indonesia. Jakarta.

Goodman, R.N., Z. Kiraly, K.R. Wood. 1989. The Biochemistry and Phyisiology of Plant Disease. University of Missouri Press. Columbia.

Lakitan, B. 1993 Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Jakarta.

Gambar

Gambar 2. Sebagian rantai asam nukleat yang menunjukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusunnya
Gambar 3. Ikatan hidrogen yang berperan dalam pembentukan struktur
Gambar 5. Perombakan rantai pektin oleh tiga jenis pektinase menjadi molekul-molekul yang dimodifikasi dan lebih sederhana
Gambar 7. Skema tahap-tahap hidrolisis selulosa secara enzimatis (Sasaki, 1982).
+3

Referensi

Dokumen terkait