ABSTRAK
ANALISIS POLA INTERFERENSI PADA INTERFEROMETER MICHELSON UNTUK MENENTUKAN INDEKS BIAS BAHAN
TRANSPARAN BERBASIS IMAGE PROCESSING
Oleh
Riza Amelia
Abstrak. Telah dilakukan perancangan Interferometer Michelson yang bertujuan untuk mengukur indeks bias bahan transparan dengan analisis pola interferensi. Bahan transparan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kaca dan akrilik. Indeks bias bahan transparan dapat diketahui dengan cara menganalisis pola interferensi yaitu mengukur jari – jari pusat pola interferensi sebelum dan setelah penyisipan bahan. Analisis pola interferensi dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7 sehingga hasil pengukuran indeks bias bahan transparan dapat ditampilkan secara langsung pada pemrograman dengan melengkapi parameter – parameter perhitungan. Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata - rata indeks bias kaca dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm yaitu masing - masing dan 1,06375 dan 1,09650. sedangkan nilai rata - rata indeks bias akrilik dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm yaitu masing - masing 1,24707 dan 1,30917. Bahan akrilik memiliki indeks bias lebih besar dibandingkan dengan bahan kaca. Kata Kunci. Pola Interferensi, Interferometer Michelson, Indeks Bias, Bahan
Transparan
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE INTERFERENCE PATTERN IN INTERFEROMETER MICHELSON TO DETERMINE THE
REFRACTIVE INDEX OF TRANPARENT MATERIALS BASED IMAGE PROCESSING
By
Riza Amelia
Abstract. Interferometer Michelson has been designed to measure the refractive index of a transparent material with analysis of the interference pattern. Transparent material used in this study are glass and acrylic. Refractive index of transparent materials can be determined by analyzing the interference pattern is measured radius of the center of the interference pattern before and after the insertion of material. Interference pattern analysis performed using Delphi 7 programming language so that the measurement of refractive index of transparent materials can be displayed directly on programming with completing calculation parameters. The result of this study were obtained value average refractive index of glass with a thickness of 2 mm and 3 mm is 1,06375 and 1,09650 whereas value average refractive index of acrylic with a thickness of 2 mm and 3 mm is 1,24707 and 1,30917. Acrylic material has a refractive index greater than that of the glass.
Keyword. Interference Pattern, Interferometer Michelson, Refractive Index, Transparent Material
ANALISIS POLA INTERFERENSI PADA INTERFEROMETER MICHELSON UNTUK MENENTUKAN INDEKS BIAS BAHAN
TRANSPARAN BERBASIS IMAGE PROCESSING
Oleh
RIZA AMELIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Riza Amelia, di lahirkan di Bandar Agung, 5 Juni 1991, anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Hariyadi Siswoko dan Ibu Maesyaroh. Penulis menempuh pendidikan di TK Nurul Huda Bandar Agung dan diselesaikan tahun 1997. Pendidikan dasar di SDN 2 Bandar Agung dan diselesaikan tahun 2003. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SMPN 3 Terusan Nunyai tahun 2006 dan dilanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Terusan Nunyai yang diselesaikan tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis masuk pada Jurusan Fisika FMIPA dengan konsentrasi KBK Fisika Instrumentasi. Selama menempuh pendidikan penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar 1 dan praktikum Elektronika Dasar 1 pada tahun 2012. Penulis pernah aktif kegiatan organisasi ROIS periode 2011-2012 sebagai sekretaris biro Dana dan Usaha serta BIROHMAH periode 20012-2013 sebagai sekretaris bidang Usaha Mandiri. Selain itu penulis juga aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) periode 2013-2014 sebagai wakil ketua dua. Selain itu pada tahun 2012 juga penulis memperoleh hibah Program Kreativitas mahasiswa bidang penelitian serta Program Mahasiswa Wirausaha pada tahun 2013.
Bismillahirrohmanirrohim
Dengan rahmat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Dengan ini saya persembahkan karya ini untuk:
Kedua orangtua tercinta, Bapak Hariyadi Siswoko dan Ibu Maesyaroh (Terima kasih atas semua doa dan pengorbanan yang tiada hentinyasehingga menjadi
penyemangat untuk menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung)
Mas Toni Cahyadi A., Adik Lia Agustin dan Cindy Aprilia serta Keluarga Besar (Terima kasih atas semua doa dan dukungannya)
Serta Almamater Tercinta “UNIVERSITAS LAMPUNG”
“Man Jadda Wajada.”
Barang siapa bersungguh – sungguh maka dia akan berhasil
“Allah beserta orang – orang yang sabar” (QS Al-Anfal : 66)
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Untuk Menentukan Indeks Bias Bahan Transparan Berbasis Image Processing” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di bidang keahlian
Instrumentasi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Semoga shalawat dan salamsenantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah hingga hari kiamat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, September2014 Penulis
Riza Amelia
SANWACANA
Alhamdulillah, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dorongan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Warsito, S.Si., D.E.A. atas tema penelitian, bimbingan dan saran yang diberikan.
2. Bapak Gurum Ahmad pauzi, S.Si.,M.Si. atas bimbingan dan saran yang diberikan..
3. Bapak Arif Surtono, S.Si.,M.Si.,M.Eng. atas bimbingan dan saran yang diberikan.
4. Ibu Dr. YantiYulianti, M.Si selaku pembimbing akademik. 5. Ibu Dr. YantiYulianti, M.Si selaku Ketua jurusan fisika 6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNILA
7. Semua saudara dan sahabat : Febriandi, Imam, Firda, Nurma, Iwan, Rifki, Aptridio, Ningrum, Zaitun, Eko, Kholis, Jono, Juli, Defi, Shofi, Amria, Siti Fadhila, Wahyu, Ely, Melita, Ina, Retna, Vita, Vian, Amin, Adi, Feri, Yudi, Yosse, Rosidah, Taufik, Gusman, Andar, Yessi, Sibas, Nurul dan seluruh angkatan 2009 atas motivasi yang diberikan.
8. Adik - adik tingkat 2010, 2011, 2012, 2013,dan semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan Tugas Akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.Aamiin.
Bandar Lampung, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terkait ... 5
B. Teori Dasar ... 7
1. Indeks Bias ... 7
2. Hukum Snellius ... 9
3. Interferensi ... 11
4. Interferometer Michelson ... 12
5. Pengolahan Citra ... 15
6. Citra warna (True Color) ... 16
7. Citra Skala Keabuan (Grayscale)... 17
8. Delphi ... 18
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
B. Alat dan Bahan ... 22
1. Perangkat Keras (Hardware) ... 22
2. Perangkat Lunak (Software) ... 24
C. Skema Perancangan Hardware ... 25
D. Rancangan Alat ... 26
E. Sketsa Interferometer Michelson ... 26
F. Cara Kerja Hardware ... 27
G. Diagram Alir Perancangan Perangkat Lunak (Software) ... 28
H. Uji Pembanding Alat Ukur Indeks Bias ... 32
BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Hardware ... 34
1. Setup Alat ... 34
2. Kalibrasi Sistem ... 35
B. Akuisisi Citra Pola Interferensi ... 36
C. Cara Kerja Sistem ... 39
D. Analisis Pola Interferensi ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Penurunan temperatur terhadap perubahan frinji ... 5
Gambar 2 (a) Rumbai sebelum proses difusi (b). Rumbai yang terbentuk (c) Rumbai yang terbentuk saat proses difusi berlangsung pada waktu 90 menit (d). Rumbai yang terbentuk setelah proses difusi. ... 6
Gambar 3 Konstruksi dari prinsip Fermat untuk membuktikan hukum pembiasan ... 10
Gambar 4 Skema Interferometer Michelson ... 13
Gambar 5 Citra Grayscale ... 18
Gambar 6 Tampilan Jendela Utama Delphi ... 19
Gambar 7 Skema Perancangan Hardware ... 25
Gambar 8 Rancangan Alat ... 26
Gambar 9 Sketsa Interferometer Michelson ... 26
Gambar 10 Diagram Alir Perancangan Perangkat Lunak (Software) ... 28
Gambar 11 Skema uji pembanding indeks bias ... 32
Gambar 12 Setup alat Interferometer Michelson ... 34
Gambar 13 Tampilan awal program analisis pola interferensi... 37
Gambar 14 Hasil capture ... 39
Gambar 15 (a) Gambar 1 (b) Gambar 2 (c) Hasil blending ... 40
Gambar 16 Tampilan program saat membuka kedua gambar ... 42
Gambar 17 Proses tarik garis... 43
Gambar 18 Tampilan panel pengukuran panjang piksel ... 44
Gambar 19 Grafik hubungan jumlah pixel dengan jarak pengukuran 60 mm ... 46
Gambar 20 Data jarak hasil tarik garis ... 47
Gambar 21 Data jarak hasil tarik garis dengan pengulangan lima kali ... 47
Gambar 22 Parameter perhitungan indeks bias ... 48
Gambar 23 Tampilan perhitungan indeks bias bahan ... 49
Gambar 24 Pola interferensi tanpa sampel ... 50
Gambar 25 Pengukuran jari-jari pusat pola interferensi tanpa sampel dari empat arah (a) kanan (b) kiri (c) atas (d) bawah. ... 51
Gambar 26 Pola interferensi kaca 2 mm ... 52
Gambar 27 Pengukuran jari-jari pusat pola interferensi kaca 2 mm dari empat arah (a) kanan (b) kiri (c) atas (d) bawah. ... 52
Gambar 28 Pola interferensi kaca 3 mm ... 54
Gambar 29 Pengukuran jari-jari pusat pola interferensi kaca 3 mm dari empat arah (a) kanan (b) kiri (c) atas (d) bawah. ... 54
Gambar 30 Pola interferensi akrilik 2 mm ... 56
Gambar 31 Pengukuran jari-jari pusat pola interferensi akrilik 2 mm dari empat arah (a) kanan (b) kiri (c) atas (d) bawah. ... 56
Gambar 32 Pola interferensi akrilik 3 mm ... 57
Gambar 33 Pengukuran jari-jari pusat pola interferensi akrilik 3 mm dari empat arah (a) kanan (b) kiri (c) atas (d) bawah. ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Indeks bias medium ... 9
Tabel 2 Citra warna dan nilai RGB ... 17
Tabel 3 Spesifikasi Teknis ... 23
Tabel 4 Data kalibrasi jarak pengukuran 60 mm ... 45
Tabel 5 Jari – jari pusat tanpa sampel ... 51
Tabel 6 Indeks bias kaca 2 mm ... 53
Tabel 7 Indeks bias kaca 3 mm ... 55
Tabel 8 Indeks bias Akrilik 2 mm ... 57
Tabel 9 Indeks bias Akrilik 3 mm ... 58
Tabel 10 Indeks bias bahan transparan hasil uji pembanding ... 59
Tabel 11 Pengukuran indeks bias bahan dengan Interferometer Michelson . 60 Tabel 12 Pengukuran jari – jari pusat pola interferensi tanpa sampel dari empat arah ... 61
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cahaya memiliki sifat dapat merambat. Apabila cahaya merambat melalui dua medium berbeda akan mengalami pembiasan. Pembiasan merupakan perubahan kecepatan cahaya akibat perbedaan medium yang menyebabkan perubahan lintasan
cahaya (Hidayat dkk, 2011). Indeks bias dari sebuah material didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya dalam ruang hampa terhadap
kecepatan cahaya dalam suatu zat. Dalam bidang industri, pengukuran indeks bias dapat digunakan untuk mengukur parameter fisik seperti konsentrasi, suhu dan tekanan (Apriyanto, 2012).
Pengukuran indeks bias dapat dilakukan dengan metode interferensi. Interferensi merupakan superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu pada satu titik ruang. Interferensi menghasilkan pola – pola interferensi yang digunakan dalam penentuan
indeks bias (Setyaningsih, 2007). Pola interferensi tersebut dapat terbentuk dengan menggunakan interferometer. Interferometer memiliki berbagai macam susunan
2
Penelitian menggunakan metode Interferometer Michelson telah dilakukan
sebelumnya oleh Siagian (2004) untuk menentukan parameter fisis zat cair yaitu karbon tetraklorida. Salah satu parameter yang ditentukan dalam penelitian tersebut
yaitu indeks bias. Nilai indeks bias dipengaruhi oleh panjang gelombang cahaya dan keadaan suatu medium seperti temperatur dan kerapatan. Pada penelitian ini Interferometer Michelson digunakan untuk menganalisa hasil interferensi berupa
cincin – cincin terang gelap konsentris, kemudian menghitung jumlah perubahan frinji (∆m) yang terjadi setiap perubahan temperatur (∆T) pada sampel. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, diperoleh indeks bias karbon tetraklorida pada temperatur kamar yaitu 1,45663.Perhitungan perubahan frnji pada penelitian ini dilakukan secara manual, sehingga dimungkinkan terjadi kekeliruan yang cukup besar.
Metode Interferometer Michelson juga digunakan pada penelitian Apsari dkk (2008) untuk menentukan nilai koefisien difusi larutan transparan ammonium dihidrogen phosphate (NH4)H2P04 dengan berbagai konsentrasi berdasarkan pengamatan
pergeseran fase. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pergeseran fase diamati dengan menggunakan sensor CCD. Perbedaan lintasan optis dapat dilihat dari selisih
jarak pergeseran rumbai antara pusat dua rumbai pada waktu-waktu tertentu selama terjadinya proses difusi berdasarkan hasil foto yang diperoleh. Foto dengan format
JPEG dibuka dalam microsoft word, kemudian dilakukan konversi dari luasan gambar dalam skala pixel diubah ke luasan cm, agar didapatkan besar gambar sesuai
3
dilakukan dengan cara menarik garis lurus pada pusat dua rumbai dengan
memanfaatkan fasilitas line yang ada di Microsoft Word, hasilnya dicetak dan diukur dengan jangka sarong. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai koefisien
difusi larutan transparan ammonium dihidrogen phosphate untuk konsentrasi 0,4981 (gmol/liter), 0,7469 (gmol/liter), 0,9959(gmol/liter), 1,5471(gmol/liter) dan 1,9907 (gmol/liter) masing – masing yaitu 8,66 ± 0,03 (x 10-6 cm2/s), 8,09 ± 0,07 (x 10-6
cm2/s), 7,289 ± 0,11 (x 10-6 cm2/s), 6,70 ± 0,06 (x 10-6 cm2/s) dan 5,57 ± 0,01 (x 10-6 cm2/s). Pada penelitian ini, pengukuran jarak rumbai dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong, diperlukan bahasa pemrograman seperti Delphi untuk menganalisa perbedaan lintasan optis sehingga memudahkan dalam analisis hasil.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, maka
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang penentuan indeks bias bahan transparan zat padat menggunakan Interferometer Michelson dengan cara menganalisis pola interferensi yang terbentuk. Peneliti menggunakan bahasa
pemrograman Delphi 7.0 untuk menganalisis pola interferensi agar hasil indeks bias dapat ditampilkan secara langsung.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
4
2. Bagaimana mengukur indeks bias bahan transparan dengan analisis pola
interferensi berbasis Image Processing.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah merancang dan membuat alat Interferometer Michelson
untuk mengukur indeks bias bahan transparan.
D.Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah dari penelitian ini
sebagai berikut:
1. Jenis Interferometer yang digunakan pada penelitian ini adalah Interferometer Michelson.
2. Bahan transparan yang digunakan pada penelitian ini adalah kaca dan akrilik dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm.
3. Sumber cahaya yang digunakan yaitu laser He-Ne yang memiliki panjang
gelombang 1 x 103 nm.
4. Bahasa pemrograman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Delphi 7.0.
E.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu dihasilkannya cara untuk mengukur indeks bias bahan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terkait
Penelitian menggunakan metode Interferometer Michelson telah dilakukan
sebelumnya oleh Siagian (2004) untuk menentukan parameter fisis zat cair yaitu karbon tetraklorida. Salah satu parameter yang ditentukan dalam penelitian tersebut yaitu indeks bias. Nilai indeks bias dipengaruhi oleh panjang gelombang
cahaya dan keadaan suatu medium seperti temperatur dan kerapatan.Pada penelitian ini lnterferometer Michelson digunakan untuk menganalisa hasil interferensi berupa cincin – cincin terang gelap konsentris, kemudian menghitung
jumlah perubahan frinji (∆m) yang terjadi setiap perubahan temperatur (∆T) pada sampel. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hubungan jumlah
perubahan frinji akibat penurunan temperatur karbon tetraklorida seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Penurunan temperatur terhadap perubahan frinji
0
6
Data pada Gambar 1 digunakan untuk memperoleh nilai koefisien perubahan
indeks bias terhadap temperatur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siagian (2004), diperoleh indeks bias karbon tetraklorida pada temperatur kamar
yaitu 1,45663. Pada penelitian ini perhitungan perubahan frnji dilakukan secara manual, sehingga dimungkinkan terjadi kekeliruan yang cukup besar.
Metode Interferometer Michelson juga digunakan pada penelitian Apsari dkk (2008) untuk menentukan nilai koefisien difusi larutan transparan ammonium
dihidrogen phosphate (NH4)H2P04 dengan berbagai konsentrasi berdasarkan pengamatan pergeseran fase. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pergeseran fase diamati dengan menggunakan sensor CCD. Perbedaan beda lintasan optis dapat
dilihat dari selisih jarak pergeseran rumbai antara pusat dua rumbai pada waktu-waktu tertentu selama tetjadinya proses difusi berdasarkan hasil foto yang diperoleh. Perubahan rumbai pada konsentrasi tertentu ditunjukkan pada Gambar
2.
7
Foto dengan format JPEG dibuka dalam microsoft word, kemudian dilakukan
pengkonversian dari luasan gambar dalam skala pixel diubah ke luasan cm, agar didapatkan besar gambar sesuai ukuran aslinya. Setelah proses konversi,
selanjutnya setiap gambar rumbai dianalisis untuk mendapatkan jarak pusat dua rumbai pada setiap gambamya. Analisis dilakukan dengan cara menarik garis lurus pada pusat dua rumbai dengan memanfaatkan fasilitas line yang ada di
Microsoft Word, hasilnya dicetak dan diukur dengan jangka sarong. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai koefisien difusi larutan transparan
ammonium dihidrogen phosphate untuk konsentrasi 0,4981 (gmol/liter), 0,7469 (gmol/liter), 0,9959(gmol/liter), 1,5471(gmol/liter) dan 1,9907 (gmol/liter) masing – masing yaitu 8,66 ± 0,03 (x 10-6 cm2/s), 8,09 ± 0,07 (x 10-6 cm2/s), 7,289 ± 0,11
(x 10-6 cm2/s), 6,70 ± 0,06 (x 10-6 cm2/s) dan 5,57 ± 0,01 (x 10-6 cm2/s). Pada penelitian ini, pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, diperlukan bahasa pemrograman seperti Delphi untuk menganalisa perbedaan
lintasan optis sehingga memudahkan dalam analisis hasil.
B. Teori Dasar
1. Indeks Bias
Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang memungkinkan kita untuk dapat melihat benda-benda disekitar kita. Cahaya bergerak lurus ke semua arah dan hal
8
Gelombang cahaya merupakan gelombang elektromagnet yang terdiri atas medan
magnet dan medan listrik. Medan magnet dan medan listrik pada gelombang cahaya bergerak saling tegak lurus satu sama lain dan juga tegak lurus dengan
arah perambatannya sering dapat disimpulkan bahwa gelombang cahaya juga merupakan gelombang transversal. Cahaya memiliki kecepatan perambatan dalam ruang hampa sebesar 299.792.459 meter perdetik atau dibulatkan menjadi
300.000.000 meter perdetik atau 3x108m/s dan dilambangkan dengan huruf c. Kecepatan cahaya merupakan hasil kali dari panjang gelombang cahaya dengan
frekuensi gelombang cahaya (Hidayat dkk, 2011).
Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan yang jernih, kecepatannya akan turun karena ditentukan oleh karakteristik bahan yang dinamakan indeks bias. Indeks bias merupakan nilai perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya di
dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya didalam bahan, maka besaran indeks bias tidak memiliki satuan. Dengan indeks bias berperan sebagai faktor pembagi dalam menentukan kecepatan cahaya didalam suatu bahan, hal ini berarti
bahwa semakin rendah nilai indeks bias maka semakin tinggi kecepatan cahaya di dalam bahan terkait (Hasibuan, 2012).
Nilai indeks bias (n) dapat dirumuskan sebagai berikut:
=
� (1)
9
Cahaya yang melewati dua medium dengan indeks bias yang berbeda akan
mengalami penyerapan, pemantulan atau pembiasan. Saat cahaya dari medium udara
melalui medium air akan terjadi pembiasan cahaya (Ermawati, 2012).
Tabel 1. Indeks bias medium (Hasibuan, 2012).
No Medium Indeks Bias
1 Udara Hampa 1,00
2 Air 1,33
3 Kaca Kuarsa lebur 1,46
4 Kaca Korona 1,52
Menurut Giancoli (2001) bahwa cahaya merambat lebih lambat pada suatu zat
dibandingkan dengan di udara hampa dapat dijelaskan pada tingkat atomik akibat serapan dan pemmengemukakan ancaran kembali cahaya oleh atom-atom dan molekul-molekul pada bahan tersebut.
2. Hukum Snellius
Arah perambatan sinar cahaya diukur dengan titik acuan garis normal bidang
perbatasan antara kedua medium. Garis normal merupakan sebuah garis yang mengarah tegak lurus terhadap permukaan bidang perbatasan. Sudut yang dibentuk oleh arah sinar datang ke bidang perbatasan (terhadap garis normal)
disebut dengan sudut datang. Sedangkan sudut yang dibentuk oleh arah sinar meninggalkan bidang perbatasan (terhadap garis normal) disebut dengan sudut
10
Sudut bias memiliki nilai lebih besar dari sudut datang ketika cahaya merambat
dari bahan yang berindeks bias besar ke bahan lainnya yang berindeks bias lebih kecil. Seorang astronom berkebangsaan Belanda bernama Willebrord Snellius
menemukan hubungan matematis antara indeks bias kedua bahan dengan nilai sinus dari sudut-sudut sinar (Hani, 2011). Hukum Snellius menyatakan hubungan
antara sudut datang (��), sudut bias (� ) dan indeks bias kedua medium yang
dinyatakan dalam persamaan 2
� � �� = � � (2)
Berdasarkan persamaan 2, � merupakan indeks bias udara dan �� merupakan
sudut datang. Sedangkan merupakan indeks bias medium dan � merupakan
sudut bias (Ridlo, 2010).
Matematikawan Perancis Pierre de Fermat mengemukakan prinsip umum untuk
membuktikan hukum pembiasan dengsn konstruksi seperti pada Gambar 3
Gambar 3. Konstruksi dari prinsip Fermat untuk membuktikan hukum pembiasan
11
Jika cahaya bergerak lebih lambat dalam medium kedua, seperti yang diasumsikan
dalam Gambar 3, dengan meminimalkan waktu tempuh dari A ke B. Secara matematis waktu tempuh minimal dapat dirumuskan sebagai berikut
=
���
+
����
(3)
Dimana ��
dan
� masing – masing yaitu kecepatan rambat cahaya di udara dankecepatan cahaya di medium. Memanfaatkan teora Pythagoras, jarak didefinisikan
sebagai berikut
medium �= / diperoleh hukum Snellius seperti pada persamaan 2 (Pedrotti
dan Pedrotti, 1993).
3. Interferensi
Interferensi merupakan superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu dalam
satu titik di ruang. Apabila dua gelombang harmonik memiliki frekuensi dan panjang gelombang sama tetapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya bergantung pada perbedaan
12
amplitudo masing-masing. Jika perbedaan fasenya 180º, maka gelombang yang
dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi saling melemahkan disebut dengan interferensi destruktif. Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan
amplitudo masing-masing gelombang (Tipler, 1991).
Koherensi merupakan salah satu sifat gelombang yang dapat menunjukkan interferensi, yaitu gelombang tersebut selalu sama baik fase maupun arah penjalarannya. Koherensi juga merupakan parameter yang dapat mengukur
kualitas suatu interferensi (derajat koherensi). Untuk menghasilkan frinji-frinji interferensi, sangat diperlukan syarat syarat agar gelombang-gelombang yang
berinterferensi tersebut tetap koheren selama periode waktu tertentu. Jika salah satu gelombang berubah fasenya, frinji akan berubah menurut waktu (Laud, 1988).
4. Interferometer Michelson
Sejarah interferometri dimulai pada tahun 1887 ketika fisikawan Amerika Albert
Abraham Michelson pertama kali menunjukkan percobaan interferometer untuk mengukur kecepatan cahaya. Hal ini yang mendasari Teori Relativitas Einstein. Interferometer Michelson disusun oleh sumber cahaya yang koheren, dua cermin,
13
Skema Interferometer Meichelson dapat ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema Interferometer Michelson
Cara kerja Interferometer Michelson yaitu berkas cahaya monokromatis yang berasal dari laser dipecah menjadi dua berkas oleh cermin pembagi berkas atau yang disebut beam splitter. Cermin ini terbuat dari lapisan tipis perak yang hanya
memantulkan setengah dari cahaya yang jatuh pada cermin. Satu bagian berkas ditransmisikan ke cermin tetap M2 dan berkas tersebut dipantulkan kembali. Sebagian berkas yang lainnya ditransmisikan ke cermin bergerak M1 dan
dipantulkan kembali. Kedua berkas sinar dipantulkan oleh beam splitter ke layar. Apabila panjang kedua lintasan sama, maka kedua berkas koheren yang memasuki
layar akan berinterferensi konstruktif (Giancoli, 2001).
Kuswanto (2012) menyatakan bahwa seberkas cahaya melalui suatu celah yang sempit, maka berkas cahaya tersebut akan disebarkan dengan pola tertentu, sehingga jika diproyeksikan pada layar akan terbentuk suatu pola terang-gelap
yang beraturan yang disebut dengan pola frinji. Laser
M1 M2
Layar
14
Interferometer Michelson dapat menghasilkan pola frinji yang dimanfaatkan
untuk aplikasi pengukuran dengan tingkat akurasi tinggi. Pengamatan pola frinji terjadi pada saat adanya perubahan beda lintasan optis (Nugraheni, 2012).
Pengukuran jarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakan cermin pada Interferometer Michelson dan menghitung frinji interferensi bergerak atau berpindah, dengan acuan suatu titik pusat. Sehingga diperoleh perubahan lintasan
optik yang berhubungan dengan perubahan frinji sebesar
Δ
d=
ΔNλ2 (3)
Dengan Δd adalah perubahan lintasan optik, ΔN adalah perubahan jumlah frinji,
dan λ adalah panjang gelombang laser yang digunakan (Phywe, 2006).
Beda panjang lintasan untuk dua gelombang apabila keduanya digabungkan
kembali adalah 2d2-2d1. Sesuatu yang akan mengubah beda lintasan akan menyebabkan perubahan fase.
Perubahan pola interferensi dapat disebabkan oleh adanya penyisipan bahan
transparan yang tipis ke dalam lintasan optis dari satu cermin. Jika bahan memiliki tebal L dan indeks bias n, maka bilangan gelombang sepanjang lintasan cahaya bolak balik yang melalui bahan dengan ketebalan L adalah
� =2λ� =2�λ (7)
15
� = 2λ� (8)
Pada saat bahan disisipkan, cahaya yang dikembalikan ke cermin mengalami
perubahan fase dalam panjang gelombang.
� − � =2�λ −2λ�= 2λ�( −1) (9)
Untuk perubahan fase satu panjang gelombang, pola garis akan mengaami perubahan sebesar satu garis (Halliday dkk, 2012).
5. Pengolahan Citra
Pengolahan citra merupakan teknik pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Data masukan dan informasi keluaran dari proses
pengolahan berupa citra. Sedangkan pengolahan citra digital secara umum dapat didefnisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam
definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi (Ginting, 2009).
Pengolahan citra dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah, menengah dan tinggi. Kategori rendah melibatkan operasi-operasi sederhana
seperti prapengolahan citra untuk mengurangi derau, pengaturan kontras, dan pengaturan ketajaman citra. Pengolahan kategori rendah ini memiliki input dan
16
input. Sedangkan Kategori tinggi melibatkan proses pengenalan dan deskripsi
citra (Putra, 2010).
Penyimpanan citra grayscale dalam bentuk format 8 bit untuk setiap sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Format ini sangat membantu dalam
pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak (AlFatta, 2007).
6. Citra Warna (True Color)
Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna yang spesifik yang merupakan
kombinasi dari 3 warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Format citra ini sering disebut sebagai citra RGB yaitu Red, Green dan Blue (Achmad & Firdausy,
2013). RGB merupakan ruang warna yang langsung mengarah pada warna sesuai dengan ketiga parameter red, green dan blue tanpa memperhitungkan faktor hitam dan putih suatu warna (Prayitno, 2012). Setiap warna dasar mempunyai intensitas
sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit), dan warna minimum adalah putih. Red memiliki warna minimum putih dan warna maksimum merah. Green memiliki warna minimum putih dan warna maksimum hijau. Blue memiliki warna
minimum putih dan warna maksimum biru. Misalnya warna kuning merupakan kombinasi warna merah dan hijau sehingga nilai RGB-nya adalah (255 255 0). Dengan demikian setiap titik (pixel) pada citra warna membutuhkan data 3 byte
17
Tabel 2 Citra warna dan nilai RGB (Situmorang, 2013).
Warna R G B
77 9 13
142 88 45
0 0 0
49 98 205
10 5 1
100 139 60
7. Citra Skala keabuan (Gray scale)
Format citra ini disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang
digunakan adalah antara hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna maksimalnya, sehingga warna antaranya adalah abu-abu. Pada prakteknya
warna yang digunakan tidak terbatas pada warna abu-abu; sebagai contoh dipilih warna minimalnya adalah putih dan warna maksimalnya adalah merah, maka semakin besar nilainya semakin besar pula intensitas warna merahnya. Citra
keabuan memberi kemungkinan warna yang lebih banyak daripada citra biner, karena ada nilai-nilai di antara nilai minimum dan nilai maksimumnya. Banyaknya nilai minimum dan maksimum bergantung pada jumlah bit yang
digunakan. Sebagai contoh untuk skala keabuan 4 bit maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 24 = 16 dan nilai maksimumnya adalah 24 - 1 = 15. Sedangkan
18
menggunakan jumlah bit 8, sesuai dengan satuan memori komputer (Achmad &
Firdausy, 2005). Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan.
Gambar 5. Citra Greyscale
8. Delphi
Delphi merupakan program aplikasi database yang berbasis Object Pascal dari Borland serta memiliki kemampuan membangun aplikasi yang multi- threaded.
Artinya, jika aplikasi database semakin komplek, maka aplikasi tersebut perlu dijalankan dalam beberapa bagian dan masing-masing bagian akan menjalankan fungsi tertentu. Bagian-bagian tersebut dinamakan threads. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa Delphi adalah sebuah program aplikasi yang mendukung pembuatan, pemakaian dan pengontrolan thread.
Delphi dibedakan menjadi 3 versi yaitu Delphi desktop, Delphi developer, dan
19
Versi CS memiliki SQL Link sehingga dapat berhubungan dengan database SQL,
seperti SyBase dan Oracle yang berkecepatan tinggi ( Sugiri dan Supriyadi, 2006).
Program Delphi juga dikenal dengan nama IDE(Integrated development Environment), yaitu lingkungan pengembangan aplikasi terpadu. Melalui IDE ini
dibangun aplikasi-aplikasi dari merancang tampilan untuk pemakai, menuliskan kode sampai mencari penyebab kesalahan(debugging).
Tampilan utama Borland Delphi dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini
Gambar 6. Tampilan jendela utama Delphi Bagian-bagian dari Borland Delphi sebagai berikut:
Menu
20
Untuk menggunakan menu dengan cara mengklik pada menu utama kemudian
memilih sub menu.
Toolbar
Fungsi toolbar sama seperti fungsi menu, namun pada toolbar terdapat pilihan-pilihan yang berupa icon. Icon-icon pada toolbar merupakan pilihan-pilihan-pilihan-pilihan pada menu yang sering digunakan dalam membuat program aplikasi, sehingga
memudahkan pengguna untuk memilih proses yang sering dilakukan tanpa harus memilihnya pada menu.
Component Palette
Component Palette merupakan tempat dimana kontrol-kontrol dan komponen-komponen diletakkan. Untuk membuat object control pada form program aplikasi
diambil dari control-control yang ada pada component palette.
Object TreeView
Object TreeView berfungsi sebagai tempat untuk melihat daftar dari objek-objek
apa saja yang terdapat pada program aplikasi. Tampilan dari objek-objek pada object treeview berbentuk seperti pohon.
Object Inspector
Object Inspector merupakan tempat untuk property dan event dari setiap object
control yang digunakan. Dengan menu ini pengguna dapat membuat dan melihat
event dari setiap object control. Pengguna dapat mengubah property yang
digunakan sebagai default dari object control pada waktu pertama kali program
21
Form Editor
Form Editor merupakan tempat untuk membuat tampilan untuk program aplikasi.
Pengguna dapat meletakkan atau menambahkan objek control maupun komponen
yang diperlukan dalam pengembangan aplikasi. Speed Bar
Speed Bar atau sering juga disebut toolbar berisi kumpulan tombol sebagai
pengganti beberapa item menu yang sering digunakan. Dengan kata lain, setiap tombol pada speed bar menggantikan salah satu item menu.
Form Designer
Form Designer berfungsi sebagai tempat untuk merancang jendela aplikasi.
Perancangan form dilakukan dengan meletakkan komponen-komponen yang
diambil dari component pelette.
Code Explorer
Code Explorer merupakan tempat untuk menuliskan program.
Pernyataan-pernyataan tersebut ditulis dalam bentuk bahasa object Pascal. Kita tidak perlu menuliskan semua kode sumber karena Delphi telah menuliskan kerangka
22
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2013 s/d Mei 2014. Pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di Laboratorium Eksperimen
Fisika Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Perangkat Keras (Hardware)
Tahap awal yang dilakukan pada penelitian ini ialah persiapan alat dan bahan
yang dibutuhkan meliputi: a. Laser He-Ne
Laser He-Ne digunakan sebagai sumber cahaya yang koheren dengan panjang gelombang 1 x 103 nm.
b. Cermin tetap
Cermin ini berfungsi sebagai tempat pantulan berkas sinar. c. Beam splitter
Beam splitter digunakan sebagai pembagi berkas sinar yang berasal dari
23
d. Lensa
Lensa berfungsi untuk memperbesar pola interferensi yang ada pada layar. Peletakan lensa di depan laser dilakukan setelah proses kalibrasi.
e. Layar
Layar berfungsi untuk menangkap pola interferensi dan sebagai filter. f. Laptop
Laptop digunakan sebagai display dari hasil penelitian. Pola frinji akan tampil pada layar monitor karena adanya interfacing dengan kamera.
Adapun spesifikasi laptop yang digunakan dalam penelitian ini seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi Teknis
Deskripsi Spesifikasi
Processor Intel core i3 380 (2,53GHz)
RAM 2 GB
Operating System Microsoft Windows 7
g. Webcam
Jenis webcam yang digunakan ialah Logitech C270h. Webcam ini
digunakan sebagai penangkap pola frinji yang telah di filter menggunakan layar. Adapun spesifikasi dari webcam tersebut adalah sebagai berikut. - Photos: Up to 3.0 megapixels (software enhanced)
- Video capture: Up to 1280 x 720 pixels - Logitech Fluid Crystal™ technology
- Built-in mic noise reduction
24
h. Kaca
Kaca digunakan sebagai bahan transparan yang akan diukur indeks biasnya (sampel).
i. Akrilik
Akrilik digunakan sebagai bahan transparan yang akan diukur indeks biasnya (sampel).
C. Perangkat Lunak (Software)
25
D. Skema Perancangan Hardware
Skema perancangan hardware seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Skema Perancangan Hardware
Laptop
Laser
Lensa
k k
Cermin tetap
Beam splitter Sampel
Cermin tetap Layar
26
E.RancanganAlat
Rancangan alat beserta ukuran ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. RancanganAlat
F. Sketsa Interferometer Michelson
Sketsa Interferometer Michelson dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Sketsa Interferometer Michelson 40 cm
26 cm
27
G. Cara kerja Hardware
Cara kerja alat yaitu cahaya yang berasal dari laser jatuh pada pemisah berkas (beam splitter), beam splitter merupakan cermin setengah yang memiliki sifat mentransmisikan sebagian cahaya datang dan memantulkan yang sebagian lagi.
Beam splitter terbentuk dari lapisan logam yang disisipkan pada plat gelas.
Material logam yang paling banyak digunakan adalah alumunium. Material ini
memiliki sifat refleksi yang baik pada semua panjang gelombang (Herlambang, 2012). Cahaya pada beam splitter akan dibagi menjadi dua gelombang, satu bagian ditransmisikan menuju cermin tetap M1 dan satu bagian lain
ditransmisikan menuju cermin tetap M2. Gelombang – gelombang tersebut dipantulkan kembali oleh masing – masing cermin ke arah datangnya (beam splitter) dan akhirnya gelombang tersebut ditransmisikan ke layar yang
menghasilkan pola interferensi (Halliday dkk, 2012). Agar pola interferensi dapat terlihat dengan jelas pada layar, maka diperlukan lensa konveks yang berfungsi
untuk memperbesar pola. Terdapat lima perlakuan dalam pengambilan data pola interferensi yaitu tanpa sampel, kaca 2 mm, kaca 3mm, akrilik 2 mm dan akrilik 3 mm.
28
H. Diagram Alir Perancangan Perangkat lunak (Software)
Diagram alir perancangan perangkat lunak (software) untuk pengolahan citra
ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Diagram alir perancangan software Tarik garis
Capture Mulai
Selesai Pola interferensi
Berhasil / Tidak
Indeks bias bahan Konversi pixel ke meter
dan perhitungan Grayscale
Blending
Tidak
29
Uraian masing – masing proses adalah sebagai berikut:
Capture
Program capture berfungsi untuk mengambil pola interferensi yang terdapat pada
layar menjadi sebuah citra atau gambar dengan menggunakan webcam yang memiliki resolusi 640 x 480 pixel. Pengambilan gambar dilakukan sebanyak lima kali pada setiap perlakuan, kemudian gambar disimpan setiap proses pengambilan
gambar telah selesai dilakukan.
Blending
Program blending berfungsi untuk menggabungkan gambar. Pada setiap perlakuan, terdapat lima gambar pola interferensi yang akan diolah menjadi satu
gambar saja. Untuk mendapatkan satu gambar tersebut maka dilakukan proses penggabungan citra (blending) yaitu dengan menggabungkan kelima gambar. Pada penelitian ini, proses blending dilakukan dengan cara menggabungkan
gambar pertama dan kedua, kemudian hasilnya digabungkan dengan gambar ketiga, begitu seterusnya sampai gambar kelima. Setelah proses blending selesai
pada setiap perlakuan, maka dilakukan penyimpanan kembali.
Grayscale
Proses selanjutnya yaitu grayscale, pada proses ini citra RGB hasil blending dirubah menjadi citra grayscale (keabuan), hal ini dilakukan untuk mempermudah
30
Tarik Garis
Proses tarik garis dilakukan untuk mendapatkan panjang pixel sebagai representasi dari jari – jari pusat pola interferensi sampel yang digunakan sebagai salah satu
parameter perhitungan indeks bias. Tarik garis dilakukan pada titik pusat pola interferensi, kemudian tarik garis hingga tepi pusat pola interferensi, proses ini dilakukan pada gambar pola interferensi pada setiap perlakuan. Hasil panjang
pixel dari proses tarik garis tersebut akan langsung muncul pada form tampilan
program. Program panjang pixel didasarkan pada persamaan
������������� =�( � − �)2+ ( � − �)2 (10)
Konversi pixel ke meter dan perhitungan
Konversi panjang piksel menjadi satuan meter diperoleh dari proses kalibrasi Proses ini dilakukan dengan cara mengambil gambar mistar dari jarak 4 cm, 5 cm,
6 cm dan 7 cm. Jarak tersebut adalah jarak pengambilan gambar dari mistar terhadap webcam. Gambar yang diperoleh selanjutnya ditarik garis setiap satu milimeter, maka akan terukur panjang pixel yang dihasilkan. Hubungan antara
panjang milimeter yang didapatkan terhadap nilai panjang pixel digambarkan pada grafik sehingga diperoleh persamaan linier, dimana persamaan tersebut digunakan
31
Indeks bias dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
�� − �� =2��λ −2λ�= 2λ�(� −1) (9)
�� − �� =2λ�(� −1) (11)
�� − �� merupakan perubahan fase dalam panjang gelombang yang dialami oleh
pola interferensi. Pada analisis yang dilakukan, perubahan fase ini ditinjau dari perubahan atau selisih jarak jari – jari pusat pola interferensi sebelum diberikan
sampel dengan sesudah diberikan sampel. Perubahan fase dalam panjang gelombang dapat ditunjukkan pada persamaan 7.
�� − �� =Δxλ (12)
Dengan mensubtitusikan persamaan 12 kedalam persamaan 11, sehingga
diperoleh Indeks bias bahan transparan ditunjukkan pada persamaan 13.
�= ��−��.λ
2� + 1 (13) Persamaan 9 akan digunakan pada program untuk menghitung indeks bias bahan yang diuji. Parameter – parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan indeks bias
bahan (�2), diantaranya yaitu jari-jari pusat pola interferensi tanpa sampel (�1),
selisih jari-jari pusat pola interferensi tanpa sampel dengan sampel (∆�), dalam
hal ini sampel yang diuji yaitu kaca dan akrilik. Ketebalan bahan (�) yang
digunakan pada penelitian ini adalah 2 mm dan 3 mm dan indeks bias udara (�1)
yang memiliki nilai = 1. Panjang gelombang laser (λ) diperoleh dengan persamaan
berikut
Δ
d=
ΔNλ32
λ
=
2ΔdΔN
(14)
Dengan Δd adalah perubahan lintasan optik, ΔN adalah perubahan jumlah frinji,
dan λ adalah panjang gelombang laser yang digunakan. Untuk memperoleh
panjang gelombang laser perlu dilakukan percobaan Interferometer Michelson yaitu dengan mencari perubahan lintasan optis yang terjadi saat perubahan frinji
sebanyak 20 kali. Apabila semua parameter sudah lengkap, maka perhitungan indeks bias bahan dapat ditentukan dan hasil perhitungan akan tampil pada form tampilan.
I. Uji Pembanding Alat Ukur Indeks Bias
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur indeks bias bahan transparan sebagai
referensi dari hasil penelitian. Skema pengujian ditunjukkan pada gambar berikut
Gambar 11. Skema uji pembanding indeks bias d
r2 N1
I1
r1
33
Langkah – langkah uji pembanding adalah sebagai berikut:
1. Mengambil kertas dan menempelkan pada styrofoam. 2. Mengukur ketebalan kaca atau akrilik.
3. Meletakkan kaca dan akrilik di atas kertas kemudian menggambar bagian tepinya.
4. Membuat garis normal (N1) dan sudut datang (i1) pada bagian pinggir kaca atau akrilik, selanjutnya menancapkan dua jarum pada ujung sinar datang dan mengamatinya.
5. Menancapkan dua jarum lagi dari sisi lain kaca atau akrilik agar terlihat berimpit dengan jarum yang tertancap pada sinar datang.
6. Mengambil kaca atau akrilik dan menarik garis hubung dua jarum. Kemudian menarik garis hubung antara sinar datang dan sinar pantul.
7. Membuat garis normal (N2) dan mengukur sudut bias (r2), kemudian menggambar garis hubung antara sinar datang dan sinar bias.
8. Mengukur besar sudut i1 dan r2 dengan memanjangkan sinar datang. Menarik garis yang tegak lurus menghubungkan perpanjangan sinar datang dengan sinar bias.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Alat Interferometer Michelson yang telah direalisasikan dapat menghasilkan
pola interferensi yang digunakan untuk menentukan indeks bias bahan transparan seperti kaca dan akrilik.
2. Indeks bias kaca 2 mm yaitu 1,06375, sedangkan kaca 3 mm memiliki indeks
bias yaitu 1,09650.
3. Indeks bias akrilik 2 mm yaitu 1,24707, sedangkan kaca 3 mm memiliki indeks bias yaitu 1,30917.
4. Semakin besar selisih jari – jari pusat pola interferensi antara tanpa sampel dengan sampel, maka semakin besar indeks bias yang dihasilkan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh saran sebagai berikut:
1. Pengambilan gambar sebaiknya menggunakan sistem perekaman (video) dan pengukuran jari – jari pusat pola interferensi sebaiknya dilakukan secara
64
2. Perancangan alat Interferometer Michelson sebaiknya dilengkapi dengan
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, B., & Firdausy, K. (2005). Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta: PT.Mitra Aksara Mulia.
Achmad, B., & Firdausy, K. (2013). Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta: Andi Offset.
AlFatta, H. (2007). Konversi Format Citra RGB ke Format Greyscale Menggunakan Visual Basic. Seminar Nasional Teknologi 2007. ISSN 1978-9777.
Apriyanto, D. K. (2012). Alat Pengukur Indeks Bias Dan Viskositas Cairan Dengan Meneraokan Hukum Snellius Berbasis Mikrokontroler AVR ATMEGA 8535. Skripsi Jurusan fisika Fakultas MIPA. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Apsari, Retna, Trismaningsih, & Salamah, Umi. (2008). Pemanfaatan Sensor CCD dan Interferometer Michelson Untuk Menentukan Koefisien Difusi Larutan Transparan. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol.4 No 1.
Ermawati, N. I. (2012). Pengaruh Perbedaan Posisi Penempatan Lampu Tabung Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Falah, Masrofatul. (2006). Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya. Skripsi. Semarang :Universitas Diponegoro.
Ginting, E. D. (2009). Deteksi Tepi Menggunakan Metode Canny Dengan Matlab Untuk Membedakan Uang Asli Dan Uang Palsu. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Halliday, D., Resnick, R., & Walker, J. (2012). Dasar-Dasar Fisika. jakarta: BINARUPA AKSARA.
Hasibuan, A. H. (2012). Modernisasi jaringan Akses Tembaga Dengan Fiber Optik Sampai Dengan ke Pelanggan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Herlambang, Bambang. (2012). Pembuatan Beam Splitter Dari Lapisan Tipis Alumunium Dengan Metode Evaporasi Vakum Untuk Alat Bidik Senjata. Tesis.Jur Fisika Instrumentasi Fakultas MIPA. Depok: Universitas Indonesia.
Hidayat, W., Drajat, & Setiyono, B. (2011). Simulasi Fenomena Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal dan Celah Ganda. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kuswanto, A. (2012). Penentuan Koefisien Difusi Larutan HCl Menggunakan Interferometer Michelson Berbasis Borland Delphi 7.0. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Laud, B. (1988). Laser dan Optik Non Linear. Jakarta: UI Press.
Mangkulo, H. A. (2005). Membuat Aplikasi Sistem Inventori Dengan Windows Delphi 2005. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.
Nguyen, C., & Kim, S. (2012). Theory, Analysis and Design of RF Interferometric Sensors. London: Springer.
Nugraheni, F. A. (2012). Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson . Skripsi.Surabaya: ITS.
Pedrotti,Frank L, & Pedrotti, Leno S.(1993). Introduction to Optic. New Jersey:Prentice-Hall,Inc.
Phywe. (2006). Fabry Perot Interferometer. Phywe Series of Publication.
Prayitno, Y. P. (2012). Rancang Bangun Aplikasi Pendeteksi Bentuk Dan Warna Benda Pada Mobile Robot Berbasis Webcam. Vol 1 No. 2 .
Putra, D. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Andi.
Ridlo, M. W. (2010). Pemantulan Bolak-Balik Cermin Tak Sejajar. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Setyaningsih, Agustina. (2007). Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan Interferometer Michelson. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Situmorang, M. (2013). Pengenalan Komponen Warna Menggunakan Sensor Warna DT-Sense Berbasis Mikrokontroler ATMEGA 8535. Prosiding Semirata FMIPA , 439-444.
Sugiri, & Moh., S. (2006). Pemrograman Sistem Pengendali dengan Delphi. Yogyakarta: Andi Offset.