• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN HEAT EXCHANGER PADA BINARY POWER PLANT KAPASITAS 100 KW YANG MEMANFAATKAN UAP SISA PLTP ULU BELU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN HEAT EXCHANGER PADA BINARY POWER PLANT KAPASITAS 100 KW YANG MEMANFAATKAN UAP SISA PLTP ULU BELU"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DESIGN OF HEAT EXCHANGER FOR BINARY POWER PLANT CAPACITY 100 KW BY USING

THE RESIDUAL STEAM OF PLTP ULU BELU BY

RENDY DWI A. P.

Binary power plant is power plant system in which using the geothermal fluid as the primary heat source to boil the working fluid which has a low boiling point by using the heat exchanger from the liquid phase to the gas phase. The purpose of this research is to design a heat exchanger for binary power plant capacity 100 KW, to calculating and to determine the dimensions of heat exchanger component, to knowing longitudinal stress, circumferential stress, and thermal stress that occurs in the heat exchanger.

The standard TEMA and ASME section VIII division 1 were used in the design, with the following stages: determining the type of heat exchanger that will be designed, calculating the dimensions of each component, specifyng the type of material used, calculating the stress occurs in each component, drawing design with using solidwork, and making the calculations program in heat exchanger design.

Results of the research showed that the dimensions of the heat exchanger, uch as 0,5 m in diameter, 3,6 m length, and the wall thickness is 9,5 x 10-3 m. The total maximum stress occurs in circumferential direction of the shell, that is 163,5 Mpa. The stresses is still smaller than the material allowable stress, which suits to the safety factor SF  1,5 that was planned.

(2)

ABSTRAK

PERENCANAAN HEAT EXCHANGER PADA BINARY POWER PLANT KAPASITAS 100 KW YANG MEMANFAATKAN

UAP SISA PLTP ULU BELU OLEH

RENDY DWI A. P.

Binary power plant adalah sistem pembangkitan listrik yang mana fluida panas bumi, dimanfaatkan sebagai sumber panas utama untuk memanaskan fluida kerja yang memiliki titik didih rendah dengan menggunakan alat penukar panas dari fase cair menjadi fase gas. Tujuan dari penelitian ini yaitu merencanakan heat exchanger pada binary power plant kapasitas 100 KW, menghitung dan menentukan dimensi-dimensi tiap komponen dari heat exchanger, mengetahui besar longitudinal stress, circumferential stress dan thermal stress yang terjadi pada heat exchanger.

Perencanaan ini menggunakan standar TEMA dan ASME Section VIII Divisi 1 dengan tahapan yaitu sebagai berikut, menentukan jenis heat exchanger yang akan didesain, menghitung dimensi tiap komponen, menentukan jenis material yang digunakan, menghitung tegangan yang terjadi pada tiap komponen heat exchanger, menggambar desain menggunakan software solidwork, serta membuat program perhitungan dalam perencanaan heat exchanger.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa dimensi dari heat exchanger yaitu berdiameter 0,5 m, panjang 3,6 m, dan tebal dinding yaitu 9,5 x 10-3 m. Tegangan total yang paling besar yaitu tegangan total arah circumferential yang terjadi pada komponen shell dengan nilai sebesar 163,5 Mpa. Tegangan-tegangan yang terjadi pada tiap komponen lebih kecil dibandingkan nilai tegangan ijin material pada nilai SF 1,5 yang direncanakan.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Juni 1992, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Parmono dan Ibunda Nurziana.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanan-kanak (TK) Taruna Jaya Bandar Lampung pada tahun 1998, SD Al-Azhar Bandar Lampung pada tahun 2004, SMPN 29 Bandar Lampung pada tahun 2007, SMAN 5 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Kemudian pada September 2013, penulis melakukan Kerja Praktek (KP) di PT. Krakatau Steel, Cilegon, Banten, dengan judul “Analisis Efektivitas Plate Heat Exchanger Mould Slab Steel Plant di PT. Krakatau Steel”.

(8)

DENGAN RASA SYUKUR KEPADA ALLAH SWT

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK :

Kedua Orang Tuaku Tercinta

Parmono

&

Nurziana

Mba Devi, Adek Feni, Adek Ricky, serta Adek Ilham

Untuk segala perhatian, kesabaran, keikhlasan dan kasih sayangnya

Rekan-Rekan Seperjuangan

Almamater Tercinta

(9)

Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslimin dan muslimat.

(HR. Ubnu Abdil Bari)

Jangan iri atas kesuksesan orang lain, Karena kamu tidak mengetahui apa yang telah dia korbankan untuk mencapai kesuksesannya itu.

(Mario Teguh)

Kadang masalah adalah sahabat terbaikmu. Mereka membuatmu jadi lebih kuat, lebih tegar

dan membuatmu dekat dengan Allah. (MarioTeguh)

Seperti indahnya pelangi sehabis hujan, itulah janji setianya Allah,

Dibalik duka yang kita alami, pasti ada Kebahagian yang telah menanti.

(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul Perencanaan Heat Exchanger Pada Binary Power Plant Kapasitas 100 KW Yang Memanfaatkan Uap Sisa PLTP Ulu Belu” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan motivasi serta dukungan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Eng. Shirley Savetlana, S.T., M.Met., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung

(11)

ii

5. Bapak Ahmad Su’udi, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Kedua dalam tugas akhir yang telah memberikan banyak ide serta pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Amrizal, S.T., M.T., selaku Dosen Pembahas dalam tugas akhir yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Ibu Novri Tanti, S.T., M.T., selaku Koordinator Skripsi Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

8. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

9. Kedua Orang Tuaku, Papa dan Mama yang selalu memberikan dukungan semangat, kasih sayang, sabar menunggu dan mendo’akan atas harapan akan kesuksesan penulis hingga dapat menyelesaikan studi. 10.Mba Devi, Adek Ricky, dan Adek Ilham yang selalu menjadi motivasi

penulis untuk mencapai kesuksesan di waktunya.

11.Kepada “Feni Yulia Sari” yang selalu menenangkan hati penulis disaat merasa bingung akan skripsi, dan terima kasih atas perhatiannya.

(12)

iii

13.Rekan-rekan angkatan 1998-2009 dan 2010-2013 Teknik Mesin Unila dan semua pihak yang telah membantu penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, November 2014 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………

1.2. Tujuan Penelitian………

1.3. Batasan Masalah ………

1.4. Sistematika Penulisan ………

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ………

2.2. Teknologi Siklus Biner ……… 2.2.1. Kriteria Dalam Pemilihan Fluida Kerja ………

2.3. Heat Exchanger ………

(14)

v

2.4. Shell and Tube Heat Exchanger ……… 2.5. Desain Shell and Tube Heat Exchanger ……… 2.6. Komponen Shell and Tube Heat Exchanger ………

2.6.1. Shell ………

2.6.2. Tube………

2.6.3. Baffle ………

2.6.4. Tubesheet ………

2.6.5. Tie Rods ………

2.7. Perhitungan Desain Shell and Tube………

2.7.1. Menentukan Panjang Tube ……… 2.7.2. Perhitungan Dimensi Tebal Komponen Shell and Tube ……… 2.8. Tegangan – tegangan Yang Terjadi Pada Shell and Tube Heat

Exchanger ………

BAB III. METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ……… 3.2. Tahapan Pelaksanaan ………

3.3. Alur Tahapan Pelaksanaan ………

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Fluida Heat Exchanger ……… 4.1.1. Perhitungan Besar Panas Untuk Fluida Propana Data ………… 4.1.2. Perhitungan Temperatur Keluar Fluida Panas ………

(15)

vi

4.1.3. Perhitungan Nilai TLMTD pada Heat Exchanger ……….…… 4.1.4. Perhitungan Panjang Tube Pada Heat Exchanger …………

4.1.5. Tekanan Yang Terjadi Pada Tiap Komponen ……… 4.2. Menentukan Jenis Material Komponen Shell and Tube ………

4.3. Perhitungan Dimensi Komponen Shell and Tube ………

4.3.1. Dimensi Shell ………

4.3.2. Dimensi Tube ………

4.3.3. Dimensi Tubesheet ………

4.3.4. Dimensi Baffle ………

4.3.5. Dimensi Tie Rods ………

4.3.6. Dimensi Front Head dan Rear Head ……… 4.3.7. Dimensi Nozzle Shell ……… 4.3.8. Dimensi Nozzle Tube ……… 4.4. Perhitungan Tegangan Pada Komponen ………

4.4.1. Tegangan Pada Shell ……… 4.4.2. Tegangan Pada Front Head ……… 4.4.3. Tegangan Pada Rear Head ……… 4.4.4. Tegangan Pada Tube ……… 4.4.5. Tegangan Pada Noozle Shell ……… 4.4.6. Tegangan Pada Noozle Tube ……… 4.5. Tegangan Total Yang Terjadi Pada Komponen Sheel and Tube

Head Exchanger ………

(16)

vii

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ………

5.2. Saran ………

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Diagram proses binary-cycle secara umum ……… 2.2. Diagram pressure-enthalpy untuk PLTP siklus biner ………

2.3. Shell and tube ………

2.4. Komponen shell and tube ………

2.5. Tipe-tipe front head, shell and rear head ………

2.6. Tube ………

2.7. Jenis susunan / pola tube ………

2.8. Baffle ………

2.9. Tubesheet ………

2.10. Daerah aliran lapisan batas plat rata ………

2.11. Diagram aliran dalam tabung ……… 2.12. Arah Tegangan Circumferential pada pipa ………

2.13. Arah Tegangan Longitudinal………

3.1. Diagram alur tahapan pelaksanaan ……… 4.1. Skema temperatur heat exchanger ……… 4.2. Dimensi blind flanges shell ………

(18)

ix

4.3. Dimensi blind flange untuk tubesheets ……… 4.4. Dimensi untuk komponen front dan rear head ……… 4.5. Dimensi blind flanges untuk front dan rear head ……… 4.6. Dimensi blind flanges untuk nozzle shell ………

4.7. Dimensi flanges untuk nozzle tube ………

4.8. Tampilan pertama program ………

4.9. Tampilan kedua program ………

4.10. Tampilan ketiga program ……… 4.11. Tampilan keempat program ………

4.12. Tampilan kelima program ………

4.13. Tampilan keenam program ………

4.14. Tampilan ketujuh program ………

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Beberapa senyawa yang memiliki potensi sebagai fluida kerja yang ideal ……… 2.2. Dimensi standar ketebalan pipa ………

(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

A Luas permukaan m 2

CA Faktor korosi m

Cp Panas spesifik Kj/kgK

Din Diameter dalam m

Dout Diameter luar m

E Modulus elastisitas Pa

I Faktor I

L Panjang m

N Jumlah tube

Nu Bilangan nusselt

P Tekanan desain Pa

Pcond Tekanan Kondisi Pa

Pcritic Tekanan kritis Pa

Pr Bilangan prandlt

Q Debit pompa m

3 /s

R Jari-jari m

(21)

xii

Rcond,ins Thermal resistance konduksi K/W

Rconv,i Thermal resistance konveksi bagian dalam K/W Rconv,o Thermal resistance konveksi bagian luar K/W

S Tegangan material pada suhu tertentu Pa

ST Jarak pitch m

U Koefisien perpindahan panas menyeluruh W/m2K

V Kecepatan aliran m/det

Vmax Kecepatan aliran maksimum m/det

in

h Koefisien perpindahan panas bagian dalam W/m2K

out

h Koefisien perpindahan panas bagian luar W/m2K

1

h Enthalpy masuk Kj/Kg

2

h Enthalpy keluar Kj/Kg

k Konduktifitas W/mK

m Laju aliran massa Kg/det

conv

q Transfer panas konveksi Kj/det

max

q Transfer panas maksimum Kj/det

min

(22)

xiii

 Koefisien ekspansi termal /oC

 Efektivitas Penukar Panas %

 Viskositas Ns/m

 Massa jenis Kg/m3

H

 Tegangan circumferential Pa

L

 Tegangan longitudinal Pa

ijin

 Tegangan ijin material Pa

termal

Tegangan thermal Pa

y

 Tegangan yield material Pa

υ Volume spesifik fluida m3/kg

ΔL Elongasi pada material m

ΔP Pressure drop Pa

T

 Perubahan temperatur K

LMT D T

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi panas bumi (Geothermal) merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Saat ini energi panas bumi mulai menjadi perhatian dunia. Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, telah memacu negara‐negara lain untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi untuk menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas bumi sudah dimanfaatkan oleh 24 negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Italia, Swedia, Swiss, Jerman, Selandia Baru, Australia, Jepang, termasuk Indonesia. Negara yang terbesar di dunia dalam hal kapasitas instalasi energi panas bumi adalah Amerika Serikat. Pada tahun 2010 Amerika Serikat memiliki 77 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang memproduksi lebih dari 3000 MW.

(24)

2

dan Maluku. Berdasarkan data dari Badan Geologi pada tahun 2011, potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi Indonesia adalah 29.308 MW. Namun, sampai dengan saat ini baru sekitar 1.196 MW (4%) dari total potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.

Provinsi lampung sendiri memiliki potensi panas bumi yang cukup tinggi yang saat ini telah dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Salah satunya yang terletak di Ulu belu Kabupaten Tanggamus, yang memiliki kapasitas sebesar 110 MW. Dengan kapasitas yang besar tersebut, diharapkan pembangkit listrik ini dapat sedikit mengatasi kekurangan akan kebutuhan energi listrik yang terjadi saat ini.

(25)

3

sehingga dapat menambah efisiensi pembangkit listrik tenaga panas bumi tersebut.

Dalam siklus binary, fluida sekunder (pentana, isobutana atau ammonia) dipanasi oleh fluida panas bumi melalui alat penukar kalor atau heat exchanger. Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari

temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Uap tersebut mengalir ke turbin sekunder dan menggerakan generator sehingga menghasilkan listrik dalam skala kecil dibandingkan pembangkit primer. Setelah dimanfaatkan, uap fluida sekunder ini dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil massanya, tetapi hanya panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi baru diinjeksikan kembali ke perut bumi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat “Perencanaan Heat Exchanger Pada Binary Power Plant Kapasitas 100 KW Yang

Memanfaatkan Uap Sisa PLTP Ulu Belu” sebagai tugas akhir.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah:

(26)

4

2. Menghitung dan menentukan dimensi-dimensi tiap komponen dari heat exchanger ini.

3. Mengetahui besar longitudinal stress, circumferential stress dan thermal stress, yang terjadi pada heat exchanger.

1.3. Batasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil yang lebih terarah, maka pada tugas akhir ini diberikan batasan masalah sebagai berikut:

1. Heat exchanger yang akan dirancang merupakan jenis shell and tube. 2. Perencanaan heat exchanger akan disesuaikan dengan Turbin uap

dengan kapasitas 100 KW.

3. Perancangan menggunakan standar TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association) dan ASME Section VIII Divisi 1.

4. Pada perancangan ini proses produksi tidak dibahas.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah:

I. PENDAHULUAN

(27)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan landasan teori yang berisikan teori-teori dasar untuk mendukung tugas akhir ini.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas akhir, yaitu waktu dan tempat pelaksanaan, tahapan pelaksanaan dan diagram alur pelaksanaan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan hasil perhitungan, gambar desain heat exchanger serta pembahasan.

V. SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan tentang simpulan yang dapat ditarik serta memberikan saran yang dapat menyempurnakan tugas akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat referensi yang dipergunakan penulis untuk menyelesaikan laporan tugas akhir.

LAMPIRAN

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)

Pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah pembangkit listrik yang menggunakan panas bumi (geothermal) sebagai energi penggeraknya. Indonesia dikaruniai sumber panas bumi yang berlimpah karena banyaknya gunung berapi dari pulau-pulau besar yang ada, hanya pulau Kalimantan saja yang tidak mempunyai potensi panas bumi (Carin, 2011). Keuntungan teknologi ini antara lain, bersih, dapat beroperasi pada suhu yang lebih rendah daripada PLTN, dan aman, bahkan geothermal adalah yang terbersih dibandingkan dengan nuklir, minyak bumi dan batu bara. Pada umumnya pembangkit listrik panas bumi berdasarkan jenis fluida kerja panas bumi yang diperoleh dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Vapor dominated system (sistem dominasi uap) b. Flushed steam system

c. Binary cycle system (sistem siklus biner)

(29)

7

system dimana uap dari panas bumi langsung digunakan utuk memutar turbin. Jika bertemperatur sekitar 170 oC sampai dengan 370 oC, maka menggunakan flushed steam system dimana uap masih mengandung cairan dan harus dipisahkan dengan flush separator sebelum memutar turbin. Dalam binary-cycle system uap panas bumi digunakan untuk memanaskan gas dalam heat exchanger, kemudian gas ini yang akan memutar turbin (Kevin, 2007).

2.2. Teknologi Siklus Biner

Teknologi siklus biner adalah sistem pembangkitan listrik yang mana fluida panas bumi, baik berupa uap maupun air panas, dimanfaatkan sebagai sumber panas utama untuk memanaskan fluida kedua (atau disebut juga fluida kerja) dengan menggunakan alat penukar panas dari fase cair menjadi fase gas. Fase gas dari fluida kerja ini kemudian dialirkan ke dalam turbin yang dikopel dengan generator untuk membangkitkan listrik. Fluida kerja ini bekerja pada siklus tertutup.

Teknologi siklus biner dikembangkan untuk memanfaatkan sumber panas bumi yang mempunyai kondisi dan karakteristik sebagai berikut:

(30)

8

teknologi siklus biner, dengan memanfaatkan fluida panas bumi temperatur rendah sebagai sumber panas utama untuk memanaskan fluida kerja kedua yang mempunyai titik didih rendah, maka lebih banyak energi bisa dibangkitkan sehingga sistem ini bisa menjadi ekonomis. Selain itu, di sumber panas bumi dengan karakteristik water dominated sistem, teknologi geotermal siklus biner bisa diaplikasikan

untuk meningkatkan pemanfaatan sumber panas dengan cara mengekstrak panas buangan yang terkandung di dalam air panas hasil separasi (brine) dari separator, yang mana uapnya digunakan untuk memutar turbin pembangkit konvensional.

(31)

9

Proses kerja PLTP siklus biner dapat dilihat pada diagram alir di Gambar 2.1. Sistem ini terdiri dari sumur produksi dan sumur reinjeksi termasuk jaringan pipanya, evaporator, kondensor dan sistem pendinginannya, pompa fluida kerja, turbin generator dan peralatan pendukung pembangkit. Pada proses kerjanya, fluida panas bumi, dalam contoh ini adalah brine, dialirkan kedalam preheater atau evaporator, dimana energi panas ditransfer kepada fluida kerja. Setelah keluar dari alat penukar panas, brine tersebut akan direinjeksi kedalam bumi.

Gambar 2.1 Diagram proses binary-cycle secara umum (Yari, 2009)

(32)

10

sebuah cooling tower. Media pendingin ini bisa juga menggunakan udara. Fluida kerja yang telah terkondensasi ini kemudian akan dipompakan kembali ke dalam alat penukar panas sehingga proses ini berlangsung terus menerus di dalam siklus yang tertutup.

Pada teknologi pembangkit panas bumi, jenis rankine cycle yang biasa diterapkan pada sistem siklus biner adalah subcritical rankine cycle. Secara termodinamika, proses kerja PLTP siklus biner dapat dilihat melalui diagram Ph (Pressure vs Enthalpy) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Diagram pressure-enthalpy untuk PLTP siklus biner (DiPippo, 2008)

2.2.1. Kriteria Dalam Pemilihan Fluida Kerja

(33)

11

siklus biner dikarenakan fluida brine tidak bisa digunakan langsung untuk menggerakkan turbin. Hal tersebut bisa disebabkan oleh fluida brine mengandung senyawa-senyawa (baik berupa padatan, cairan, gas) yang dapat merusak turbin ataupun karena kondisi brine (tekanan dan temperatur sumur) yang tidak cukup tinggi untuk memutar turbin konvensional/uap.

Dalam aplikasi PLTP siklus biner, tidak ada fluida kerja ideal yang dapat memenuhi seluruh kriteria, namun begitu ada beberapa kriteria utama yang harus dipenuhi diantaranya:

a. Properti termodinamik yang cocok 1. Suhu kritis

Suhu kritis adalah suhu dimana fase cair dan fase gas suatu senyawa tidak dapat dibedakan lagi. Fluida kerja yang baik memiliki suhu kritis yang lebih rendah dari suhu kritis brine, karena akan memberikan driving force perpindahan panas yang baik.

2. Tekanan kondensasi

(34)

12

3. Faktor I

Faktor I adalah suatu parameter yang menjelaskan kondisi fasa fluida ketika meninggalkan turbin, parameter ini didefinisikan oleh Kihara dan Fukunaga (1975) dalam bentuk persamaan berikut:

vap

Dimana, Tcond = Temperatur fluida T

 = Perubahan temperatur

s

 = Perubahan entropy

Bila nilai faktor I < 1, kondisi fluida kerja keluar turbin masih dalam kondisi superheat. Namun jika faktor I > 1, sebagian fluida tersebut sudah mulai terkondensasi. Selain dapat menurunkan efisiensi turbin, fluida kerja yang terkondensasi juga dapat menimbulkan kerusakan serius pada turbin.

b. Tidak mengotori (non fouling) c. Tidak korosif

d. Tidak beracun

e. Tidak mudah terbakar f. Harga terjangkau

(35)

13

Tabel 2.1. Beberapa senyawa yang memiliki potensi sebagai fluida kerja yang ideal (Danang, 2010).

Fluida Berat

Heat exchanger atau alat penukar panas adalah alat yang digunakan untuk

mempertukarkan panas secara kontinue dari suatu medium ke medium lainnya dengan membawa energi panas. Menurut T. Kuppan (2000) suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai inti

(36)

14

Menurut Changel (1997) hampir disemua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri heat exchanger dan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu double-pipe heat exchanger akan berbeda dengan cros-flow heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger untuk berbeda temperatur yang sama. Secara umum ada 2 tipe penukar panas, yaitu:

a. Direct heat exchanger, dimana kedua medium penukar panas saling kontak satu sama lain.

b. Indirect heat exchanger, dimana kedua media penukar panas dipisahkan oleh sekat/ dinding dan panas yang berpindah juga melewatinya.

2.3.1. Prinsip Kerja Heat Exchanger

Heat exchanger bekerja berdasarkan prinsip perpindahan panas, dimana

(37)

15

2.4. Shell and Tube Heat Exchanger

Shell and tube merupakan jenis alat penukar panas yang banyak digunakan

pada suatu proses kimia. Shell and tube mengandung banyak tube sejajar di dalam shell. Shell and tube digunakan saat suatu proses membutuhkan fluida untuk dipanaskan atau didinginkan dalam jumlah besar. Shell and tube memiliki area penukaran panas yang besar sehingga efisiensi

perpindahan panas menjadi lebih tinggi. Pada jenis alat penukar kalor ini, fluida panas mengalir di dalam tube sedangkan fluida dingin mengalir di luar tube atau di dalam shell. Karena kedua aliran fluida melintasi penukar kalor hanya sekali, maka susunan ini disebut penukar kalor satu lintas (single-pass). Jika kedua fluida itu mengalir dalam arah yang sama, maka penukar kalor ini bertipe aliran searah (parallel flow) . Jika kedua fluida itu mengalir dalam arah yang berlawanan, maka penukar kalor ini bertipe aliran berlawanan (counter flow) (Kreith, 1997).

Gambar 2.3. Shell and tube

(38)

16

2.5. Desain Shell and Tube Heat Exchanger

Standar yang banyak dipergunakan dalam masalah desain shell and tube yaitu TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association) yaitu suatu asosiasi para pembuat penukar kalor di Amerika dan ASME (American Society of Mechanical Engineers). TEMA lebih banyak membahas

mengenai jenis penukar kalor, metode perhitungan kinerja dan kekuatannya (proses perancangan), istilah bagian-bagian dari penukar kalor (parts), dan dasar pemilihan dalam aplikasi penukar kalor dalam kehidupan sehari-hari khususnya di industri. Sedangkan ASME lebih memuat masalah prosedur dasar bagaimana membuat penukar kalor serta standard bahan yang akan atau biasa dipergunakan. Kedua aturan atau prosedur tersebut tidak lain bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan, kegagalan operasi, serta kemanan dan dengan alasan

apa apabila terjadi “complaint” terhadap masalah yang terjadi. Hal ini

dapat dimengerti karena pada umumnya penukar kalor bekerja pada temperatur dan tekanan yang tinggi serta kadang-kadang menggunakan fluida yang bersifat kurang ramah terhadap kehidupan manusia.

Berdasarkan TEMA secara garis besar jenis shell and tube dibagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan pemakaiannya di industri yaitu:

(39)

17

b. Kelas C : HE yang didesign dan difabrikasi untuk kondisi yang lebih ringan dan untuk keperluan industri umum.

c. Kelas B : HE yang didesign dan difabrikasi untuk keperluan proses-proses kimia.

Ada beberapa fitur desain termal yang akan diperhitungkan saat merancang tabung di shell dan penukar panas tabung. Ini termasuk:

a. Diameter pipa : Menggunakan tabung kecil berdiameter membuat penukar panas baik ekonomis dan kompak.

b. Ketebalan tabung: Ketebalan dinding tabung biasanya ditentukan untuk memastikan:

1. Ada ruang yang cukup untuk korosi

2. Itu getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan 3. Axial kekuatan

4. Kemampuan untuk dengan mudah stok suku cadang biaya

Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan tekanan maksimum di dinding.

(40)

18

memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan.

d. Tabung pitch : ketika mendesain tabung, adalah praktis untuk memastikan bahwa tabung pitch tidak kurang dari 1,25 kali diameter luar tabung .

2.6. Komponen shell and Tube Heat Exchanger

Dalam penguraian komponen-komponen heat exchanger jenis shell and tube akan dibahas beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada

konstruksi heat exchanger. Untuk lebih jelasnya disini akan dibahas beberapa komponen dari heat exchanger jenis shell and tube.

Gambar 2.4. Komponen shell and tube (Nuryaman, 2011)

Seperti gambar konstruksi heat exchanger diatas, komponen utama dari

HE jenis ini ada adalah shell, tube (pipa) dan sekat (baffle). Kontruksi shell

(41)

19

Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam

yang di-roll. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana didapat

tube bundle. Untuk temperatur yang sangart tinggi kadang-kadang shell

dibagi dua disambungkan dengan sambungan ekspansi.

Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang

mengalir didalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas.

Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih pada tekanan operasi fluida

kerjanya. Selain itu bahan pipa tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja.

Susunan dari tube ini dibuat berdasarkan pertimbangan untuk

mendapatkan jumlah pipa yang banyak atau untuk kemudahan perawatan

(pembersihan permukaan pipa).

2.6.1. Shell

Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tubes yang akan ditempatkan didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang dirol. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana didapat tube bundle. Untuk temperatur yang sangat

(42)

20

Berdasarkan konstruksinya, STHE dapat dibagi atas beberapa tipe, masing masing tipe diberi kode berdasarkan kombinasi tipe Front Head, Shell, dan Rear Head. Seperti ditampilkan sebelumnya, berikut jenis-jenis konstruksi

Shell & Tube Heat Exchanger berdasarkan standar TEMA kelas RCB.

Gambar 2.5. Tipe-tipe front head, shell and rear head (TEMA, 2007)

2.6.2. Tube

Tube (pipa) merupakan media mengalirnya salah satu dari dua fludia yang

(43)

21

merupakan bidang pemisah dari kedua fluida dan sekaligus berfungsi sebagai bidang perpindahan panas. Bahan dan ketebalan dinding tube harus dipilih agar diperoleh penghantaran panas yang baik dan juga mampu pada tekanan operasi fluidanya serta tidak mudah terkorosi atau tererosi oleh fluida kerjanya.

Gambar 2.6. Tube (Nuryaman, 2011)

Diameter tube merupakan faktor penting dalam perancangan panas jenis shell and tube. Pemilihan diameter pipa akan mempengaruhi beberapa

(44)

22

Pemilihan ketebalan pipa biasanya digunakan untuk menahan tekanan dalam pipa dan memberikan penyisihan korosi yang memadai. Standar diameter dan ketebalan dinding pipa untuk penukar panas jenis shell and tube seperti pada Tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2. Dimensi standar ketebalan pipa (ASME, 2004)

Outside diameter (in) Wall thickness

0.405 0.068

0.540 0.088

0.675 0.091

0.840 0.109

1.050 0.113

1.315 0.133

1.660 0.140

1.900 0.145

2.375 0.154

2.875 0.203

Susunan berkas pipa merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan penukar panas. Adapun beberapa tipe susunan tube terbagi atas:

a. Susunan Segitiga (Triangular Pitch)

b. Susunan Segitiga Diputar 30 (Rotated Triangular Pitch) c. Susunan Bujur Sangkar (Square Pitch)

(45)

23

Gambar 2.7. Jenis susunan / pola tube (Nuryaman, 2011)

Pola staggered dan pola rotated square memberikan tingkat perpindahan panas yang lebih tinggi, tetapi dengan penurunan tekanan yang lebih tinggi daripada pola persegi. Pola persegi (square), atau pola persegi putar (rotated square), digunakan untuk cairan fluida yang berat, dimana perlu mekanisme pembersihan dibagian luar pipa.

Jarak antar pipa (pitch) yang disarankan bervariasi mulai dari 1,25 kali diameter luar pipa hingga 3 kali diameter luar pipa. Pemilihan jarak pipa biasanya memperhitungkan penggunaan penukar panas dan penurunan tekanan maksimum yang diijinkan.

Tabel 2.3. Jarak antar tube (TEMA, 2007)

Square Arrays Triangular Arrays Tube Diameter Pt, Pitch Tube Diameter Pt, Pitch ¾ in (19 mm) 1 in (25 mm) ¾ in (19 mm) 1 5/16 in (24 mm) 2 in (25 mm) 1 ¼ in (32 mm) ¾ in (19 mm) 1 in (25 mm) 1 ¼ in (32 mm) 1 9/16 in (40 mm) 1 in (25 mm) 1 ¼ in (32 mm) 1 ½ in (39 mm) 1 7/8 in (48 mm) 1 ¼ in (32 mm) 1 9/16 in (40 mm)

(46)

24

2.6.3. Baffle / Sekat

Baffle berfungsi untuk mengubah arah aliran fluida didalam shell dan

sebagai pendukung dari berkas tube. Bentuknya berupa piringan yang dilubangi untuk penempatan tube, dibentuk sedemikian rupa agar aliran fluida dalam shell dapat menyentuh permukaan tube secara efektif untuk perindahan panas. Parameter pemilihan bentuk baffle ditentukan oleh penurunan tekanan yang diizinkan, bentuk dan distribusi aliran yang ingin dicapai. Jarak minimum sekat (baffle) adalah 1/5 diameter shell atau 51 mm namun dengan desain khusus jarak minimum dapat lebuh dekat (TEMA, 2007). Baffle cut bervariasi antara 15-45% (luas piringan baffle), namun baffle yang optimum adalah 25% (TEMA, 2007).

Ditinjau dari segi konstruksinya baffle dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu Sekat plat bentuk segmen, sekat bintang (rod baffle), Sekat mendatar, Sekat impingement (Agus Nuryaman, 2011).

(47)

25

Adapun fungsi dari pemasangan sekat (baffle) pada heat exchanger ini antara lain adalah untuk :

a. Sebagai penahan dari tube bundle

b. Untuk mengurangi atau menambah terjadinya getaran.

c. Sebagai alat untuk mengarahkan aliran fluida yang berada di dalam tubes.

2.6.4. Tubesheet

Tubesheet merupakan tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tubesheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side. Tubesheet merupakan bagian yang penting pada penukar kalor.

Tubesheet ini dibuat tebal dan pipa harus terpasang rapat tanpa bocor pada

tub sheet. Dengan konstruksi fluida yang mengalir pada badan shell tidak

akan tercampur dengan fluida yang mengalir didalam tube.

Tubesheet terbagi dalam dua jenis, yaitu:

a. Fixed tubesheet, dimana tubesheet dipasang kokoh pada shell. Biasanya tubesheet ini dipasang dengan cara compression fitting (dengan

(48)

26

b. Floating tubesheet; tubesheet ini tidak dikatkan pada shell, tetapi terpasang dengan baik pada tube bundle (berkas pipa). Pemakaian floating tubesheet biasanya dimaksudkan untuk mengatasi ekspansi

termal pada operasi temperatur tinggi. Untuk mencegah tercampurnya fluida di dalam penukar kalor, pada bagian saluran pipa dipasang tutup tubesheet.

Gambar 2.9. Tubesheet (Nuryaman, 2011)

2.6.5. Tie Rods

Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle yang satu dengan lainnya tetap.

2.7. Perhitungan Desain Shell and Tube

(49)

27

2.7.1. Menentukan Panjang Tube a. Koefisien Perpindahan Panas

Aliran di dalam celah adalah tertutup sempurna, maka kesetimbangan energi dapat digunakan untuk menentukan temperatur fluida yang bervariasi dan nilai total transfer panas konveksi Qconv tergantung dari laju aliran massa. Jika perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan, maka pengaruh yang signifikan adalah perubahan energi thermal dan fluida kerja. Sehingga kesetimbangan energi dapat dirumuskan sebagi berikut (Incropera, 1996) :

)

Dimana, qconv = total transfer panas (W)

mch = aliran massa yang melalui celah (kg/s)

p

C = koefisien perpindahan panas (Kj/kg.K)

(50)

28

Setiap aliran fluida mempunyai nilai bilangan Reynold yang merupakan pengelompokan aliran yang mengalir, pada plat datar dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.10. Daerah aliran lapisan batas plat rata (Incropera, 1996)

Pengelompokan aliran yang mengalir tersebut dapat diketahui dengan bilangan Reynold, sebagai berikut (Incropera, 1996):

 D

m   4

Re (2.4)

Dimana, D = Diameter pipa

m = Laju aliran massa  = Viskositas kinematic

Transisi dari aliran laminar menjadi turbulen terjadi bila Re > 5.105, untuk aliran sepanjang plat rata, lapisan batas selalu turbulen untuk Re  4.106. Untuk aliran dalam tabung dapat dilihat pada gambar di bawah

(51)

29

Gambar 2.11. Diagram aliran dalam tabung (Incropera, 1996)

Pada aliran dalam tabung, aliran turbulen biasanya pada (Incropera, 1996):

Parameter yang menghubungkan ketebalan relatif antara lapisan batas hidronamik dan lapisan batas termal adalah maksud dari angka Prandtl, angka ini dapat ditentukan dengan menggunakana tabel, maupun dengan menggunakan persamaan. Persamaan dibawah ini untuk menentukan besar bilangan Nusselt (Incropera, 1996):

3

d. Koefisien perpindahan panas menyeluruh

(52)

30

pada bagian dalam pipa dan bagian luar pipa, dimana persamaannya dapat ditulis seperti berikut ini (Incropera, 1996):

U = dapat ditulis dalam persamaan berikut:

hin =

e. Menentukan Log Mean Temperature Difference

Persamaan log mean temperature difference dapat digunakan pada aliran fluida dengan properti temperatur keluar dan masuk baik fluida panas dan dingin diketahui, sehingga persamaannya seperti berikut ini (Incropera, 1996):

f. Menentukan Panjang Pipa

Dalam merancang suatu heat exchanger, panjang merupakan hal yang sangat menetukan berapa lama dan berapa laju yang digunakan dalam heat exchanger tersebut, untuk menentukan panjang tersebut dapat menggunakan persamaan berikut ini (Incropera, 1996):

(53)

31

2.7.2. Perhitungan Dimensi Tebal Komponen Shell and Tube Heat Exchanger

Shell merupakan komponen utama pada shell and tube heat exchanger, dimana pada shell ini akan di desain dengan tekanan yang besar. Untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam proses desain, maka tebal shell harus diperhitungkan.

Tebal (t) dan tekanan (P) shell pada dimensi bagian dalam (ASME, 2004):

t =

Tebal (t) dan tekanan (P) shell pada dimensi bagian luar (ASME, 2004):

(54)

32

yang sederhana ini ada dua buah istilah yang harus dipahami dengan benar, yaitu tegangan dalam pipa dan tegangan batas yang diizinkan.

Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan dan pemuaian termal, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa. Sedangkan tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material, dan metode produksinya. Kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan teori kegagalan (failure theory) yang ada. Tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni:

a. Tegangan Geser (Shear Stress)

b. Tegangan Normal (Normal Stress)

Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yaitu:

1. Tegangan Radial (Radial Stress), yaitu tegangan yang searah dengan

jari-jari penampang pipa.

2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stress

atau Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah dengan garis singgung

penampang pipa. Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa,

dan bernilai positif jika tegangan cenderung membelah pipa menjadi

(55)

33

Besarnya circumferential stress dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Khurmi, 1991):

H

 =

t PD

2 (2.13)

Gambar 2.12. Arah Tegangan Circumferential pada pipa

(Khurmi, 1991)

3. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang

searah dengan panjang pipa. Tegangan longitudinal pada sistem pipa

disebabkan oleh gaya-gaya tekanan dalam pipa dan bending.

Besarnya longitudinal stress yang terjadi (Khurmi, 1991):

L

=

t PD

4 (2.14)

Gambar 2.13. Arah Tegangan Longitudinal

(56)

34

Salah satu komponen dari Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress)

terjadi karena beban thermal yang dialami oleh pipa. Jika pipa dengan

panjang awal L0 mengalami peningkatan temperatur sebesar (dT).

maka besarnya elongasi (dL) yang dialami oleh pipa adalah (Risal, 2013) :

T

 : perubahan temperatur (K)

Regangan yang dihasilkan akibat penambahan panjang adalah sebagai

berikut (Risal, 2013):

Sementara itu, besarnya tegangan thermal yang dialami oleh pipa adalah

(Risal, 2013) :

Tegangan thermal = E * reg (2.17)

Dimana, E : modulus elastisitas (N/m2 atau Pa)

(57)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Proses desain tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Lampung pada bulan April 2014 sampai Juli 2014.

3.2. Tahapan Pelaksanaan

Adapun tahapan pelaksanaan yang dilakukan dalam tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk memahami teori dasar yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas akhir. Penulis melakukan studi litertur tentang Binary power plant, heat exchanger desain TEMA, ASME Section VIII Divisi 1, dan Tegangan pada vessel. Adapun literatur tersebut diperoleh dari sumber buku, referensi serta browsing.

2. Pengumpulan Data

(58)

36

Ulu Belu, penulis melakukan wawancara dan observasi langsung ke lapangan. Sedangkan untuk pengumpulan data karakteristik fluida sekunder (Propana) dan karakteristik yang dibutuhkan untuk turbin uap binary berkapasitas 100 KW, penulis melakukan studi literatur terhadap

sumber buku dan referensi.

3. Perhitungan aliran, tekanan dan energi panas

Perhitungan ini dilakukan untuk memperoleh panjang tube yang digunakan sebagai pemanas dalam heat exchanger. Adapun persamaan yang digunakan dalam perhitungan manual yaitu persamaan (2.2) sampai persamaan (2.10).

4. Penentuan jenis material

Dalam menentukan jenis material yang digunakan untuk tiap komponen shell and tube yaitu shell, tube, baffle, nozzle, front head dan rear head.

Penulis memilih jenis-jenis material berdasarkan ASME Section VIII Divisi 1.

5. Perhitungan Dimensi

(59)

37

6. Analisa tegangan

Menghitung besar nilai tegangan yang terjadi pada komponen-komponen shell and tube dengan menggunakan persamaan (2.13) sampai (2.17). Jika komponen heat exchanger tidak aman, maka kembali ke tahapan penentuan jenis material. Namun jika sebaliknya, maka tahapan pelaksanaan dapat dilanjutkan.

7. Detail drawing

Menggambar 2 dimensi dan 3 dimensi secara detail komponen-komponen shell and tube yang telah didesain dengan menggunakan Software Solidwork.

8. Pembuatan program perencanaan heat exchanger

Program ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah dalam proses perhitungan pada perencanaan shell and tube heat exchanger. Pada program ini dibuat dengan menggunakan Software Visual Basic.

9. Pembahasan dan kesimpulan

(60)

38

3.3. Alur Tahapan Pelaksanaan

Studi literatur

1. Binary Power Plant

2. Heat Exchanger desain TEMA

3. ASME Section VIII Divisi 1

4. Tegangan pada vessel

Pengumpulan Data

1. Karakteristik uap sisa PLTP Ulu Belu 2. Karakteristik fluida sekunder propana

3. Karakteristik yang dibutuhkan untuk turbin uap

binary kapasitas 100 KW

Perhitungan aliran, tekanan dan panas yang dibutuhkan pada heat exchanger secara manual

Analiasa tegangan-tegangan yang terjadi pada tiap komponen shell and tube

A

Penentuan Jenis Material Sesuai dengan ASME Section VIII Div 1

Perhitungan dimensi- dimensi tiap komponen

heat exchanger

Tidak sesuai jenis material

Memenuhi kriteria jenis material pilihan

Detail Drawing menggunakan

(61)

39

Gambar 3.1 Diagram alur tahapan pelaksanaan Pembahasan

SELESAI Kesimpulan

A

Pembuatan Program Menggunakan

Software Visual Basic

Analisa hasil perhitungan program

dengan hasil perhitungan manual

Error melebihi 10 %

(62)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dimensi shell and tube heat exchanger yang akan didesain berdasarkan standar TEMA dan ASME Section VIII Divisi 1 yaitu: a. Panjang heat exchanger : 3,6 meter

b. Tinggi heat exchanger : 0,84 meter c. Tebal shell : 9,5 x 10-3 meter d. Tebal front dan rear head : 9,5 x 10-3 meter

e. Diameter tube : 15,8 x 10-3 meter (5/8 inch) f. Tebal tube : 1,2 x 10-3 meter

g. Diameter tubesheet : 0,481 meter h. Tebal tubesheet : 1 x 10-2 meter i. Tebal baffle : 6,4 x 10-3 meter

j. Diameter nozzle shell : 50,8 x 10-3 meter (2 inch) k. Tebal nozzle shell : 3,6 x 10-3 meter

(63)

85

2. Tegangan longitudinal yang paling besar terjadi pada komponen shell yaitu sebesar 32 x 106 Pa, hal ini disebabkan karena besarnya tekanan yang terjadi pada komponen shell yaitu 25 x 105 Pa.

3. Tegangan circumferential yang paling besar terjadi pada komponen shell, dimana besar nilai tegangan yang didapatkan yaitu 65 x 106 Pa. Tegangan circumferential ini juga berpengaruh terhadap tekanan yang terjadi pada komponen shell.

4. Tegangan termal yang paling besar terjadi pada komponen tube yaitu sebesar 155 x 106 Pa. Akibat dari besarnya tegangan termal ini akan mengakibatkan penambahan panjang dari material tube yang didesain sebesar 4 x 10-3 meter. Besarnya nilai tegangan termal dan penambahan panjang tersebut berpengaruh terhadap temperatur tinggi yang terjadi pada komponen tube.

5. Tegangan total yang paling besar yaitu tegangan total arah circumferential yang terjadi pada komponen shell dengan nilai sebesar

163,5 Mpa.

6. Tegangan-tegangan yang terjadi pada tiap komponen shell and tube heat exchanger lebih kecil dibandingkan nilai tegangan ijin material

yang digunakan pada SF 1,5, sehingga dapat dikatakan hasil perencaanan tiap komponen telah aman.

(64)

86

5.2. Saran

Adapun saran yang diberikan untuk perencanaan heat exchanger type shell and tube ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut, misalnya dengan memproduksi hasil perencanaan heat exchanger type shell and tube yang telah ada.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

ASME Committe. 2004. “ASME Boiler and Pressure Vessel Code, Section VIII Rule for Construction of Pressure Vessel, Division 1, 2004 Edition I”.

The American Society of Mechanical Engineers Three Park Avenue, New York.

DiPippo, R. 2007. “Ideal Thermal Efficiency For Geothermal Binary Plants. Geothermics 36 : 276-285.

Hall, Carin. 2011. “Indonesia‟s Geothermal Potential Being Hamstrung by Regional Polictics”. Energy Digital.

Incropera, F.P. 1990. “Fundamentals of Heat and Mass Transfer”. John willey & Son,Inc. New York.

Kementerian ESDM. 2011. “Handbook Of Energy & Economic Statistics Of Indonesia”.

(66)

Kuppan, T. 2000. “Heat Exchanger Design Handbook”. Maercel Deker Inc. New York.

Khurmi, R.S. 1982. “A Text Book of Machine Design. Eurasia Publishing House (Pvt) LTD. New Delhi.

Nuryaman, Agus. 2011. “Heat Exchanger”. Tersedia di:

http://id.scribd.com/doc/46494853/Heat-Exchanger-Bab-1-2. Diunduh tanggal 02 Mei 2014.

Rafferty, Kevin D. 2000. “Geothermal Power Generation”. Geo-Heat Center Klamats Falls. Oregon.

Tubular Exchanger Manufacturers Association (TEMA). 2007. “Standards of the Tubular Exchanger Manufacturers Association, 9th edition”. TEMA Inc. New York.

Yari M. 2009. “Performance Analysis of The Different Organic Rankine Cycles (ORCs) Using Dry Fluids”. International Journal of Exergy 6 (3) : 323-342.

Yogisworo, Danang. 2010. “Pengembangan Turbin Hidrokarbon Tipe Radial

Flow Untuk PLTP Siklus Biner oleh lndustri Lokaldalam Negeri”.

(67)

Gambar

Gambar
Gambar 2.1  Diagram proses binary-cycle  secara umum
Gambar 2.2.
Tabel 2.1. Beberapa senyawa yang memiliki potensi sebagai fluida kerja yang ideal (Danang, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait