• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi metode penghitungan populasi bakteri penambat nitrogen pada pupuk hayati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validasi metode penghitungan populasi bakteri penambat nitrogen pada pupuk hayati"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

VALIDASI METODE PENGHITUNGAN POPULASI BAKTERI

PENAMBAT NITROGEN PADA PUPUK HAYATI

ADIAN ROMIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ADIAN ROMIANI. Validasi Metode Penghitungan Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada Pupuk Hayati. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA dan IMAN RUSMANA.

Validasi metode ialah suatu proses pembuktian suatu metode pengujian secara objektif yang dilakukan di laboratorium untuk menyatakan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan tertentu dan sesuai dengan tujuan penggunaaannya (SNI 19-17025-2000 Klausul 5.4.5.1). Penelitian bertujuan melakukan pengujian keabsahan (validasi) metode angka lempeng total (ALT) dan angka paling mungkin (APM) untuk menghitung jumlah bakteri penambat nitrogen Bradryrhizobium japonicum (BJ), Azotobacter, dan Azospirillum dalam pupuk hayati. Penelitian dilakukan delapan tahapan, yaitu peremajaan biakan, perbanyakan biakan, pembuatan spike recovery, akurasi, presisi, uji T, linieritas, dan uji penegasan. Peremajaan biakan pada bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum memperlihatkan hasil yang sama dengan masing-masing biakan awalnya. Berdasarkan hasil dalam pembuatan spike recovery (SR), diketahui bahwa jumlah sel BJ 13 dan Azotobacter yang dijadikan standar berada pada pengenceran 10-5 dengan jumlah sel 4,74.107 dan 4,20.106 sel/ml. Sedangkan Azospirillum, pada pengenceran 10-1-10-3 dengan jumlah sel 120/ml. Persen perolehan pada tahap akurasi telah sesuai dengan pustaka yang digunakan pada rentang 48%-291%. Uji T pada akurasi dan presisi jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum memperlihatkan hasil yang berbeda nyata pada α = 0,1. Analisis linieritas menunjukkan bahwa jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum berbanding lurus dengan konsentrasi pupuk yang diuji. Berdasarkan uji penegasan yang dilakukan untuk menegaskan keberadaan koloni BJ, Azotobacter, dan Azospirillum menunjukkan hasil yang sesuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara teknis metode ALT dan APM absah jika digunakan untuk menghitung jumlah sel bakteri penambat nitrogen dalam pupuk hayati.

Kata kunci: validasi metode, bakteri penambat nitrogen, angka lempeng total, angka paling mungkin, uji T

ABSTRACT

ADIAN ROMIANI. Method Validation Population Calculation of Nitrogen-Fixing Bacteria in Biofertilizers. Under direction of NISA RACHMANIA and IMAN RUSMANA.

Method validation is a verification process of a method by testing objectively in the laboratory to declare that the method has fulfilled certain requirements and in accordance with the proposed aims (SNI 19-17025-2000 Clause 5.4.5.1). This research purposed to test the validity of total plate count (TPC) and most probable number (MPN) methods of nitrogen-fixing Bradryrhizobium japonicum (BJ) bacteria, Azotobacter and Azospirillum in biofertilizers. The research was done in eight stages, namely rejuvenation of culture, culture propagation, spike recovery, accuracy, precision, T-test, linearity, and confirmation test. Rejuvenation cultured of bacteria BJ, Azotobacter, and Azospirillum showed similar results with initial cultures. Based on the results, the cell number of BJ 13 and Azotobacter used as standard was i.e. 4,20x106 and 4,74x107 cells/ml in 10-5 dilution, respectively. While cell number of Azospirillum, was 120/ml in 10-1-10-3 dilution. Recovery percentage of accuracy step in accordance with the references was in the range of 48% until 291%. T-test of the accuracy and precision test showed significantly different at α = 0.1. Linearity analysis showed that the cell number of BJ 13, Azotobacter, and Azospirillum was proportional with the concentration of fertilizer tested. Confirmation test performed on colonies BJ 13, Azotobacter, and Azospirillum showed that the results in accordance with the reference used. Moreover it was concluded that TPC and MPN methods were technically valid for calculating the cell number of nitrogen-fixing bacteria in a biofertilizer.

(3)

VALIDASI METODE PENGHITUNGAN POPULASI BAKTERI

PENAMBAT NITROGEN PADA PUPUK HAYATI

ADIAN ROMIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Validasi Metode Penghitungan Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada

Pupuk Hayati

Nama : Adian Romiani

NIM : G34070082

Menyetujui:

Mengetahui:

Ketua Departemen Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.S.)

NIP 196410021989031002

Tanggal Lulus:

Pembimbing I,

(Dr. Nisa Rachmania, M.Si.)

NIP 196711271993022001

Pembimbing II,

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Validasi Metode Penghitungan Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada Pupuk Hayati. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Nisa Rachmania, M.Si. dan Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si. atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc. sebagai wakil komisi pendidikan atas saran dan diskusi yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta yang senantiasa memberi cinta, doa dan dukungan. Tak lupa juga terima kasih untuk Bu Henny, Pak Jaka, Bu Helyu, atas bantuan dan saran selama penulis melakukan penelitian ini, dan teman-teman yang selalu memberikan bantuan, doa, semangat juga kasih sayang, khususnya Janet, Renny, Susan, Wardud, Ganis, Vianey, Kak Dionita serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 05 September 1989, putri dari pasangan Edison Naibaho dan Mida Sihole. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SDN Aren Jaya Bekasi pada tahun 2001, dilanjutkan dengan pendidikan di SMP Negeri 11 Bekasi dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 27 Jakarta dengan kelulusan tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat ... 1

Bahan ... 2

Metode ... 2

Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) ... 2

Pengujian Angka Paling Mungkin (APM) ... 2

Peremajaan dan Perbanyakan Biakan Standar Bradyrhizobium japonicum (BJ) 13, Azotobacter, Azospirillum ... 2

Pembuatan Spike Recovery (SR) ... 2

Akurasi ... 2

Presisi ... 3

Linieritas ... 3

Uji Penegasan ... 3

HASIL Peremajaan Biakan Standar ... 3

Perbanyakan Isolat ... 3

Pembuatan Spike Recovery (SR) ... 3

Akurasi ... 4

Presisi ... 5

Linieritas ... 5

Uji Penegasan ... 6

PEMBAHASAN ... 7

SIMPULAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Akurasi (a) bakteri BJ pada pupuk Rhiposant, (b) bakteri Azotobacter pada pupuk Miza Plus, dan (c) bakteri Azospirillum pada pupuk Miza Plus ... 4 2 Presisi bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum ... 5 3 Ciri-ciri morfologi koloni dan sel bakteri BJ 13, Azotobacter, dan Azospirilum ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peremajaan biakan standar BJ(a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) ... 3 2 Kurva linieritas bakteri BJ (a) dari pupuk Rhiposant, bakteri Azotobacter (b), dan

Azospirillum (c) dari pupuk Miza Plus ... 6 3 Pewarnaan Gram bakteri BJ(a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) . ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi media yeast mannitol agar dengan merah kongo, LG, dan nitrogen free-bromthimol blue semipadat ...14 2 Rumus untuk menghitung persen perolehan kembali (percent recovery) ...14 3 Data mentah jumlah sel bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum tahap akurasi, presisi,

(9)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Validasi metode ialah suatu proses pembuktian atau konfirmasi suatu metode pengujian secara objektif yang dilakukan di laboratorium untuk menyatakan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan tertentu dan sesuai dengan tujuan penggunaaannya (SNI 19-17025-2000 Klausul 5.4.5.1). Menurut Harmita (2004), parameter-parameter dalam validasi metode antara lain akurasi, presisi, dan liniearitas. Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur dan mendeteksi nilai sebenarnya dari mikroorganisme target dalam contoh. Parameter ini merupakan ukuran ketepatan/kedekatan hasil pengujian dengan hasil yang sebenarnya.

Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata pengujian berulang pada contoh yang sama dengan kondisi pengujian yang sama. Liniearitas adalah kemampuan metode analisis untuk menunjukkan bahwa contoh yang dianalisis memiliki respon analit yang proporsional dengan konsentrasi. Parameter akurasi, presisi, dan liniearitas yang dilakukan pada penelitian ini dianalisis menggunakan metode angka lempeng total (ALT) untuk bakteri Bradyrhizobium japonicum (BJ) dan Azotobacter serta metode angka paling mungkin (APM) untuk Azospirillum.

Keuntungan menggunakan kedua metode ini antara lain, jika digunakan tingkat pengenceran yang telah diketahui dengan tepat jumlah selnya, maka diharapkan dapat menghasilkan jumlah sel yang semakin berdekatan dengan jumlah yang sebenarnya di dalam contoh pupuk (Warburton 2006). Bakteri BJ merupakan mikrob yang mampu mengikat dan mengubah nitrogen bebas yang berada di udara menjadi amonia (NH3) lalu

diubah menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh serta berkembang (Bashan et al. 2002).

Bakteri Azotobacter merupakan bakteri non simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Bakteri ini dapat memicu pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, zat pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikrob lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Rahmawati 2006). Menurut Purwaningsih (2005), bakteri

Azospirillum mempunyai kemampuan

menambat nitrogen baik sebagai mikrob yang hidup bebas atau berasosiasi dengan perakaran tanaman pangan seperti padi dan jagung. Bakteri ini mampu memproduksi fitohormon asam indol asetat (IAA).

Sampai saat ini belum ada metode penghitungan populasi bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang dilengkapi dengan label Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Metode ALT adalah cara yang paling umum untuk menghitung jumlah bakteri yang tumbuh secara langsung. Sampel yang akan dihitung terlebih dahulu diencerkan secara serial dalam garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang bersifat isotonis terhadap bakteri. Pengenceran ini dilakukan hingga didapatkan perkiraan bahwa terdapat satu sel per ml tercapai (Nuchsin 2010). Metode APM merupakan cara untuk menghitung jumlah bakteri yang tumbuh dalam media secara tidak langsung. Metode ini dilakukan untuk memperkirakan kepadatan sel bakteri yang dapat bertahan hidup dalam sebuah percobaan sederhana.

Pelaksanaan metode APM didasarkan pada penerapan teori probabilitas atas observasi dari jumlah bakteri yang tumbuh sebagai respon positif terhadap penempatan inokulum sampel dengan pengenceran standar dalam tabung kultur media. Menurut Waburton (2006), penggunaan metode ini harus disertai dengan pengenceran sampel sampai pada tingkat tertentu dan jumlah bakteri yang tumbuh diharapkan dapat sesuai dengan perkiraan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan melakukan pengujian keabsahan (validasi) dengan menggunakan metode angka lempeng total (ALT) dan angka paling mungkin (APM) untuk menghitung jumlah bakteri penambat nitrogen Bradyrhizobium japonicum, Azotobacter, dan Azospirillum dalam pupuk hayati.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

(10)

2

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan ialah biakan standar Bradyrhizobium japonicum (BJ) 13, Azotobacter (IPBCC.b.11.1145), dan Azospirillum (IPBCC.b.11.1146) yang berasal dari Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC). Pupuk hayati yang digunakan yaitu Rhiposant yang mengandung bahan aktif Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata serta pupuk Miza Plus yang mengandung bahan aktif mikoriza arbuskula (Aucaulaspora tuberculata), bakteri penambat N (Azotobacter dan Azospirillum), bakteri pelarut fosfat, dan bakteri pemacu pertumbuhan yang diproduksi oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.

Metode

Pengujian Angka Lempeng Total (ALT). Sebanyak 10 gram sampel pupuk dihaluskan menggunakan mortar lalu dimasukkan ke dalam 90 ml garam fisiologis 0,85% (pengenceran 10-1). Selanjutnya, campuran ini dihomogenisasi menggunakan mesin penggoyang dengan kecepatan 30 rpm selama 2 jam. Setelah itu, diambil 1 ml suspensi untuk dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis steril dan dihomogenisasi menggunakan vortex. Pengenceran terus dilakukan hingga pengenceran 10-8 (Hadioetomo 1993). Kemudian, diambil 0,1 ml suspensi dari tiap serial pengenceran untuk disebar di atas media selektif bakteri BJ (media yeast mannitol agar atau YMA) dan Azotobacter (media LG). Bakteri yang tumbuh pada setiap tingkat pengenceran dihitung setelah inkubasi pada suhu 30°C selama 8 hari untuk YMA dan 5 hari untuk LG. Metode ALT ini dilakukan duplo.

Pengujian Angka Paling Mungkin (APM). Sebanyak 10 gram sampel pupuk dihaluskan menggunakan mortar lalu dimasukkan ke dalam 90 ml garam fisiologis 0,85% (pengenceran 10-1). Campuran ini dihomogenisasi menggunakan mesin penggoyang dengan kecepatan 30 rpm selama 2 jam. Setelah itu, diambil 1 ml suspensi untuk dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis steril dan dihomogenisasi menggunakan vortex. Pengenceran terus dilakukan hingga 10-8. Kemudian 1 ml suspensi diambil dari setiap pengenceran untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi media nitrogen-free bromthimol blue (NFb) semi padat. Metode APM yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan 5 serial tabung, artinya setiap 1 ml suspensi yang diambil dari setiap tingkat pengenceran, akan dimasukkan ke dalam 5 tabung berisi media NFb yang berbeda (Permentan 2009). Kultur diinkubasi pada suhu 30°C selama 3 hari untuk diamati pertumbuhan Azospirillum yang akan menyebabkan perubahan warna media dan pembentukan pelikel pada permukaan media.

Peremajaan dan Perbanyakan Biakan Standar BJ 13, Azotobacter, dan

Azospirillum. Bakteri BJ 13 ditumbuhkan pada media YMA yang mengandung indikator merah kongo 0,25% dan diinkubasi selama 8 hari pada suhu ruang (±30°C). Bakteri Azotobacter ditumbuhkan pada media LG dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 5 hari. Bakteri Azospirillum ditumbuhkan di dalam medium NFb semi padat dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu 30°C. Setelah selesai inkubasi, isolat-isolat tersebut diperbanyak menggunakan teknik gores pada media YMA dengan merah kongo, media LG, dan media NFb dalam bentuk aga-agar miring, lalu disimpan dalam lemari pendingin (10-15°C) untuk keperluan stok.

Pembuatan Spike Recovery (SR).

Sebanyak 2 lup biakan standar BJ 13 dimasukkan ke dalam 100 ml yeast mannitol broth (YMB) lalu diinkubasi selama 8 hari pada suhu 30°C sambil diamati pertumbuhan bakteri yang terjadi. Bakteri yang tumbuh akan menyebabkan perubahan media dari bening menjadi keruh. Selanjutnya, diambil 1 ml kultur dan dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis 0,85% (pengenceran 10-2) dan dihomogenisasi. Pengenceran dilakukan hingga 10-8 untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode ALT. Hal yang sama dilakukan juga pada biakan standar Azotobacter dan Azospirillum menggunakan media selektifnya pada suhu 30°C, tetapi analisis Azospirillum menggunakan metode APM. Hasil yang diperoleh pada tahap ini akan menentukan tingkat pengenceran yang digunakan pada tahap akurasi dan linieritas.

(11)

dan 6 subkultur untuk campuran 10 gram sampel pupuk Rhiposant dan 1 ml SR dalam 90 ml garam fisiologis 0,85%. Lalu dilakukan dianalisis menggunakan metode ALT pada pengenceran 10-5-10-6. Hal yang sama dilakukan juga pada biakan standar Azotobacter dan Azospirillum. Analisis Azospirillum menggunakan metode APM pada pengenceran 10-1-10-3. Hasil yang diperoleh pada tahap akurasi dihitung nilai P menggunakan software Minitab.

Presisi. Tahapan ini diselesaikan dengan melakukan metode ALT pada pupuk Rhiposant dan Miza Plus untuk validasi bakteri BJ dan Azotobacter. Pengenceran yang digunakan ialah 10-3-10-5 untuk BJ dan 10-5-10-6 untuk Azotobacter. Sedangkan untuk Azospirillum dilakukan metode APM dengan pengenceran 10-1-10-3. Data presisi yang diperoleh dihitung nilai simpangan baku relative (SBR) untuk dibandingkan dengan nilai CV Horwitz. Nilai CV Horwitz dihitung menggunakan rumus yang disampaikan di Lampiran 4.

Linieritas. Sebanyak 5 gram sampel pupuk dihaluskan menggunakan mortar lalu dilarutkan dalam garam fisiologis hingga volume 100 ml (pengenceran 10-1). Kemudian, campuran ini dihomogenisasi menggunakan mesin penggoyang dengan kecepatan 30 rpm selama 2 jam. Lalu dianalisis menggunakan metode ALT dan APM untuk masing-masing bakteri yang divalidasi. Teknik ini kembali dilakukan untuk kontrol (media tanpa SR dan pupuk), 10 gram pupuk, 15 gram pupuk, dan 20 gram pupuk dengan pengenceran yang sama seperti tahapan akurasi.

Uji Penegasan. Pengujian konfirmasi dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi koloni dan sel bakteri BJ, Azotobacter, serta Azospirillum asal pupuk hayati yang telah ditumbuhkan pada media selektif seperti bentuk koloni, warna koloni, juga pewarnaan Gram bakteri (Hadioetomo 1993).

HASIL Peremajaan Biakan Standar

Biakan standar BJ 13, Azotobacter, dan Azospirillum yang ditumbuhkan pada YMA dengan merah kongo, media LG, dan media NFb, menghasilkan koloni tunggal dan murni serta memiliki karakteristik yang khas.

Bakteri BJ 13 tumbuh pada hari kedelapan dengan koloni berwarna putih kekuningan, bentuknya bundar dengan tepian karang, elevasinya cembung, dan berlendir (Gambar 1.a). Koloni Azotobacter yang tumbuh pada hari kelima memiliki koloni berwarna putih, bentuk bundar, tepian seperti benang, dan elevasi datar (Gambar 1.b). Koloni Azospirillum tumbuh pada hari ketiga dengan koloni berwarna putih, bentuk koloni bundar, tepian licin, dan elevasi cembung (Gambar 1.c). Ciri-ciri morfologi bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang diperoleh pada tahap peremajaan, sesuai dengan biakan awal yang digunakan juga pustaka yang digunakan (Holt et al. 1994).

(a)

(b) (c)

Gambar 1 Peremajaan biakan standar BJ(a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c)

Perbanyakan Isolat

Biakan standar ketiga bakteri yang sudah diremajakan perlu diperbanyak untuk keperluan stok. Stok bakteri BJ 13 digores pada agar-agar miring YMA, bakteri Azotobacter digores pada agar-agar miring LG dan bakteri Azospirillum digores pada agar-agar miring NFb.

Pembuatan Spike Recovery

Spike recovery (SR) dibuat

(12)

4

Azospirillum pada pengenceran 10-1-10-3 dengan jumlah sel 120 sel/ml.

Akurasi

Tahapan ini dilakukan menggunakan pupuk Rhiposant yang telah dicampur SR BJ 13 sebagai sumber biakan BJ, dan pupuk Miza Plus yang juga telah dicampur SR Azotobacter maupun Azospirillum sebagai sumber biakan Azotobacter juga Azospirillum. Tahapan ini dilakukan sebanyak 6 ulangan dengan 4 perlakuan yang berbeda menggunakan pengenceran 10-5 untuk bakteri BJ dan Azotobacter, serta 10-1 -10-3 untuk bakteri Azospirillum. Berdasarkan hasil, diketahui bahwa dari enam ulangan campuran SR dan pupuk pada akurasi bakteri BJ 13, didapatkan keakuratan rata-rata sebesar 96,30% dengan jumlah sel/ml rata-rata sebesar 8,67x107 (Tabel 1.a). Selain itu juga diperoleh nilai P = 0,368. Nilai P yang diperoleh menggambarkan penyimpangan kesalahan data (standar eror) yang fungsinya sama dengan α. Dari keenam data persen recovery BJ yang diperoleh terdapat dua data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1, yaitu pada ulangan ke-1 (98,89%), dan ulangan ke-2 (93,89%).

Tabel 1 Akurasi bakteri BJ pada pupuk Rhiposant (a), bakteri Azotobacter pada pupuk Miza Plus (b), dan bakteri Azospirillum pada pupuk Miza Plus (c)

Standar deviasi 1,91.106 2,13

(b)

Standar deviasi 3,59.105 4,66

(c)

Standar deviasi 34,88 10,57

Keterangan:

* : berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1

(13)

5

(89,61%). Analisis akurasi bakteri Azospirillum, memperlihatkan perolehan rata-rata persen keakurata-ratan sebesar 90,40% dengan jumlah sel/ml rata-rata sebesar 298,33 (Tabel 1.c) serta nilai P = 0,019. Sama halnya dengan akurasi Azotobacter, dari enam data akurasi Azospirillum yang diperoleh, terdapat satu data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 yaitu pada ulangan ke-1 (78,79%).

Presisi

Tahapan presisi dilakukan sebanyak lima belas kali ulangan. Sumber biakan yang digunakan berasal dari pupuk Rhiposant yang diencerkan dalam garam fisiologis 0,85% untuk analisis bakteri BJ. Analisis bakteri Azotobacter dan Azospirillum menggunakan sumber biakan dari pupuk Miza Plus yang juga diencerkan dalam garam fisiologis 0,85%. Hasil menunjukkan lima belas data yang diperoleh pada presisi BJ, Azotobacter, dan Azospirillum mempunyai keragaman data yang besar akibat adanya beberapa data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (Tabel 2).

Tabel 2 Presisi Bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum

Ulangan Jumlah sel bakteri (sel/ml)

BJ Azotobacter Azospirillum

1 1,6.106 3,08.107 140 yang dilakukan sebesar 1,2.106 sel/ml dengan SBR 0,499 dan nilai 2/3 CV Horwitz sebesar 0,163. Hasil ini memperlihatkan bahwa nilai SBR > 2/3 CV Horwitz. Hasil presisi BJ yang diperoleh juga memperlihatkan bahwa dari lima belas data yang diperoleh terdapat tujuh data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (Tabel 2). Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa presisi BJ memiliki nilai P sebesar 0,008.

Berdasarkan hasil pada presisi Azotobacter, diperoleh rataan jumlah sel sebesar 2,7.107 sel/ml, nilai SBR sebesar 0,151, dan nilai 2/3 CV Horwitz sebesar 0,101 (SBR > 2/3 CV Horwitz). Hasil presisi Azotobacter, yang diperoleh juga memperlihatkan terdapat lima dari lima belas data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (Tabel 2). Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa presisi Azotobacter memiliki nilai P sebesar 0,397 Hasil presisi Azospirillum, memperlihatkan rataan jumlah sel/ml sebesar 0,236, nilai SBR sebesar 0,151, dan nilai 2/3 CV Horwitz sebesar 0,632 (SBR < 2/3 CV Horwitz). Data presisi Azospirillum yang diperoleh, juga memperlihatkan keberadaan dua data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (Tabel 2). Nilai P hasil presisi Azospirillum memiliki sebesar 0,094.

Linieritas

Tahapan ini menggunakan lima titik pengamatan yang menggambarkan kenaikan konsentrasi pupuk yang dianalisis. Konsentrasi pupuk yang dianalisis digambarkan menggunakan bobot pupuk yang dianalisis, antara lain 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15 gram, dan 20 gram. Kurva dan persamaan linier yang dihasilkan pada linieritas bakteri BJ, Azotobacter, dan

Azospirillum memperlihatkan bahwa

konsentrasi pupuk yang diuji berbanding lurus dengan jumlah sel yang diperoleh. Analisis linieritas bakteri BJ (Gambar 2.a) memperilhatkan bahwa kenaikan 1 gram pupuk Rhiposant yang dianalisis akan menyebabkan pertambahan sel bakteri BJ yang terhitung sebesar 4,09.105 sel/ml. Selain itu juga peroleh nilai R2 sebesar 0,987 yang artinya sebesar 98,70% kenaikan jumlah sel bakteri BJ 13 setelah perlakuan ALT yang disebabkan oleh penambahan konsentrasi pupuk yang dianalisis.

(14)

6

Bobot pupuk Rhiposant (gram)

y = 4.106 x + 3.106

Bobot pupuk Miza Plus (gram)

y = 13,16 x + 26,8

Bobot pupuk Miza Plus (gram)

kenaikan 1 gram pupuk Miza Plus yang dianalisis akan menyebabkan pertambahan sel bakteri Azotobacter yang terhitung sebesar 3.106 sel/ml. Selain itu juga peroleh bahwa nilai R2 sebesar 0,979 (keberhasilan linieritas sebesar 97,90%). Analisis linieritas bakteri Azospirillum (Gambar 2.b) memperilhatkan bahwa kenaikan 1 gram pupuk Miza Plus yang dianalisis akan menyebabkan pertambahan sel bakteri Azospirillum yang terhitung sebesar 26,8 sel/ml. Selain itu juga peroleh bahwa nilai R2 sebesar 0,959.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Kurva linieritas bakteri BJ(a) dari pupuk Rhiposant, bakteri Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) dari pupuk Miza Plus.

Uji Penegasan

(15)

Tabel 3 Ciri-ciri morfologi koloni dan sel

BJ 13 Azotobacter Azospirillum

Waktu

tumbuh 8 hari 5 hari 3 hari

Bentuk berlendir Bundar, Bundar

Bundar,

kekuningan Putih Putih

Tepian Karang Seperti

benang Licin Elevasi Cembung Datar Cembung Bentuk Gram Negatif Negatif Negatif

(a)

(b)

(c)

Gambar 3 Pewarnaan Gram bakteri BJ (a),

Azotobacter (b), dan

Azospirillum (c). Pengamatan dilakukan pada perbesaran 1000x.

PEMBAHASAN

Validasi metode yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan tahapan peremajaan, perbanyakan biakan standar, dan pembuatan spike recovery (SR). Peremajaan biakan adalah kegiatan memindahkan biakan mikroorganisme dari media tumbuh lama ke media tumbuh baru secara berkala. Hal ini dilakukan dengan dua maksud antara lain memelihara sebaik mungkin biakan sehingga diperoleh angka perolehan (recovery) semaksimal mungkin dengan perubahan ciri-ciri seminimal mungkin dan mengurangi laju metabolisme mikroorganisme hingga sekecil mungkin dengan tetap mempertahankan daya hidupnya. Media yang digunakan saat peremajaan antara lain yeast mannitol agar (YMA) ditambah merah kongo untuk bakteri BJ 13, media LG untuk Azotobacter, dan media NFb semipadat (Lampiran 1) untuk Azospirillum. Perbanyakan biakan standar dilakukan dengan menggores ulang biakan BJ 13, Azotobacter, dan Azospirillum hasil peremajaan diatas permukaan agar-gara miring yang berisi media selektifnya masing-masing, kemudian disimpan ke dalam lemari pendingin.

Hasil peremajaan menunjukkan bahwa koloni BJ 13 tumbuh pada hari kedelapan dengan koloni berwarna putih kekuningan, berbentuk bundar dengan tepian karang, elevasi cembung, dan berlendir (Handayani 2009). Lendir ini merupakan polisakarida ekstraseluler yang terbentuk sebagai strategi pertahanan bakteri BJ 13 yang biasa tumbuh di tanah masam dengan kandungan ion H+ dan kadar Al yang tinggi (Habibah 2008). Koloni Azotobacter dalam media LGI tumbuh pada hari kelima memiliki koloni berwarna putih, bentuk bundar, tepian seperti benang, dan elevasi datar (Holt et al. 1994). Koloni Azospirillum dalam media NFb tumbuh pada hari ketiga dengan koloni berwarna putih, bentuk koloni bundar, tepian licin, dan elevasi cembung (Oedjijono et al. 1996). Hasil peremajaan biakan standar yang diperoleh sesuai dengan biakan awal yang digunakan. Hasil peremajaan yang sudah diperbanyak kemudian disimpan dalam lemari pendingin untuk digunakan sebagai stok. Penyimpanan ke dalam lemari pendingin bertujuan agar pertumbuhan bakteri dapat ditekan sehingga berada pada fase stasioner untuk waktu yang lebih lama.

(16)

8

bertujuan untuk pemenuhan aspek selektivitas. Masing-masing media selektif yang digunakan, memiliki ciri khas tertentu sehingga dapat membedakan mikrob target dengan mikrob lain yang kemungkinan tumbuh setelah inkubasi. Bakteri BJ ditumbuhkan pada media YMA ditambah merah kongo karena pewarna merah kongo dalam YMA berfungsi sebagai indikator untuk mempermudah pemilihan bakteri yang tumbuh dalam media setelah inkubasi. Bakteri BJ tidak akan menyerap merah kongo pada YMA sehingga koloni tidak berubah menjadi warna merah (Habibah 2008). Sedangkan bakteri lain yang dapat tumbuh pada YMA selain BJ, akan menyerap merah kongo sehingga koloninya berubah warna menjadi merah. Media LG mengandung sukrosa dan CaCO3 tinggi yang dibutuhkan

oleh Azotobacter untuk memperoleh unsur karbon. Media NFb semipadat memiliki kandungan asam malat dan pH 6,8, yang berperan dalam pembentukan warna biru pada media apabila ada Azospirillum yang tumbuh. Perubahan warna ini muncul karena adanya perubahan pH media dari asam menjadi basa akibat reaksi metabolisme yang dilakukan oleh bakteri Azospirillum (Razie 2003).

Sebelum menganalisis parameter akurasi, terlebih dahulu harus diketahui jumlah sel bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang seharusnya tumbuh pada inkubasi dan pengenceran optimalnya. Jumlah sel standar dapat diketahui dengan membuat SR. Jumlah sel dan pengenceran yang didapatkan berdasarkan hasil yang diperoleh pada pembuatan SR, akan dijadikan standar untuk mengetahui persen perolehan (% recovery) dari bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum setelah perlakuan ALT maupun APM pada tahap akurasi. Pembuatan SR dilakukan menggunakan biakan standar yang sudah diremajakan sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah sel BJ dan Azotobacter yang dijadikan standar berada pada pengenceran 10-5 dengan jumlah sel/ml masing-masing sebesar 4,74.107 dan 4,20.106. Sedangkan untuk Azospirillum, yang dijadikan standar berada pada pengenceran 10-1-10-3 dengan jumlah sel/ml sebesar 120. Hasil ini berarti pada analisis parameter akurasi dan linieritas bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum, pengenceran yang digunakan ialah 10-5 untuk bakteri BJ dan Azotobacter serta 10-1-10-3 untuk Azospirillum.

Tingkat pengenceran optimal sangat perlu untuk diketahui pada validasi metode ini karena metode uji yang digunakan ialah ALT dan APM yang pada pelaksanaannya menggunakan prinsip pengenceran (Waburton 2006). Nilai persen perolehan dihitung untuk mengetahui seberapa banyak bakteri dari kultur awal yang akan kembali tumbuh pada media baru. Nilai tersebut pada akhirnya akan menentukan valid atau tidaknya metode penghitungan yang digunakan. Persen perolehan bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum pada tahap akurasi dihitung menggunakan rumus yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Menurut US-EPA (2005), persen perolehan yang dapat diterima berkisar pada rentang 48-291%. Hasil analisis akurasi keenam ulangan campuran SR dan pupuk pada akurasi bakteri BJ 13, memperlihatkan bahwa keakuratan rata-rata metode ALT yang digunakan sebesar 96,30% (Tabel 1.a). Artinya, metode ALT yang digunakan untuk menghitung jumlah sel BJ dalam campuran SR dan pupuk Rhiposant, dapat menunjukkan jumlah sel BJ dengan ketepatan rata-rata sebesar 96,30% dari jumlah sel terhitung pada kultur awal.

Hasil akurasi bakteri Azotobacter menghasilkan persen keakuratan sebesar 94,48% (Tabel 1.b). Artinya, metode ALT yang digunakan untuk menghitung jumlah sel Azotobacter dalam campuran SR dan pupuk Miza Plus, dapat menunjukkan jumlah sel Azotobacter dengan ketepatan rata-rata sebesar 94,48% dari jumlah sel terhitung pada kultur awal. Analisis akurasi bakteri Azospirillum memperlihatkan perolehan rata-rata persen keakurata-ratan sebesar 90,40% dengan jumlah sel/ml rata-rata sebesar 298,33 (Tabel 1.c). Artinya, metode APM yang digunakan untuk menghitung jumlah sel Azospirillum dalam campuran SR dan pupuk Miza Plus, dapat menunjukkan jumlah sel Azospirillum dengan ketepatan rata-rata sebesar 90,40% dari jumlah sel terhitung pada kultur awal. Nilai persen perolehan yang dihasilkan pada analisis akurasi bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum, sesuai dengan pustaka yang digunakan, artinya metode ALT dan APM yang digunakan memiliki ketepatan yang baik dalam menggambarkan nilai sebenarnya (true value) jumlah sel bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum di dalam pupuk hayati Rhiposant dan Miza Plus.

(17)

9

T yang digunakan ialah uji T contoh independen (bebas). Uji T independen adalah metode uji yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari kumpulan data yang bersifat independen, dengan asumsi peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam populasi (Walpole 1992). Berdasarkan uji T diketahui bahwa dari keenam data persen recovery BJ yang diperoleh, terdapat dua data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1, yaitu pada ulangan ke-1 (98,89%), dan ulangan ke-2 (93,89%). Hasil yang berbeda nyata ini menunjukkan bahwa metode ALT yang digunakan untuk menghitung sel BJ pada pupuk hayati memiliki keragaman data yang besar pada taraf α = 0,1, sehingga nilainya menjadi tidak akurat. Analisis beda nyata yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai P pada data hasil akurasi BJ sebesar menunjukkan keragaman data yang diperoleh. Nilai S juga akan membentuk selang data. Selang data yang terdiri atas batas bawah dan batas atas akan menentukan data-data yang berbeda nyata pada taraf α = 0,1.

Hasil uji T dari enam data hasil akurasi Azotobacter, memperlihatkan adanya satu data yang yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 yaitu pada ulangan ke-1 (89,61%). Sama halnya dengan hasil akurasi BJ, metode ALT dalam akurasi bakteri Azotobacter memiliki data dengan keragaman yang besar pada taraf α = 0,1 sehingga nilainya menjadi tidak akurat (P = 0,111). Keenam data akurasi Azospirillum yang diperoleh, terdapat satu data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 yaitu pada ulangan ke-1 (78,79%), yang menunjukkan bahwa hasil akurasi Azospirillum menggunakan metode APM memiliki keragaman data yang besar pada taraf α = 0,1 sehingga nilainya menjadi tidak akurat (P = 0,019).

Presisi dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang pada sampel. Pengujian dilakukan dengan teknik pengulangan untuk melihat ketepatan jumlah sel yang diperoleh dengan jumlah sel yang sebenarnya dalam contoh pupuk. Semakin konsisten jumlah sel terhitung yang pada setiap ulangan berarti semakin akurat

hasil penghitungan yang diperoleh. Keakuratan ini terjadi karena keragaman data yang diperoleh kecil. Keberterimaan presisi ditentukan setelah simpangan baku relatif (SBR) data yang diperoleh, dibandingkan dengan nilai 2/3 CV Horwitz. Hasil presisi yang diterima ialah data presisi yang memiliki nilai SBR < 2/3 CV Horwitz (US-EPA 2005). Nilai SBR < 2/3 CV Horwitz menunjukkan bahwa keseluruhan data presisi yang diperoleh memiliki konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang yang baik pada taraf α = 0,1. Hasil presisi BJ memiliki nilai SBR sebesar 0,499 dan nilai 2/3 CV Horwitz sebesar 0,163. Hasil ini memperlihatkan bahwa nilai SBR > 2/3 CV Horwitz, yang dapat diinterpretasikan bahwa hasil presisi BJ menggunakan metode ALT memiliki konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang yang kurang baik karena keragaman datanya besar. Selain itu juga terdapat tujuh dari lima belas data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (Tabel 2). Analisis beda nyata yang dilakukan menunjukkan bahwa data presisi BJ memiliki nilai P = 0,008.

Berdasarkan hasil pada presisi Azotobacter, diperoleh nilai SBR dan 2/3 CV Horwitz masing-masing sebesar 0,151, dan 0,101 (SBR > 2/3 CV Horwitz). Senada dengan presisi BJ, hasil presisi Azotobacter menggunakan metode ALT juga memiliki konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang yang kurang baik sehingga data yang dihasilkan memiliki ragam data yang besar. Selain itu juga terdapat lima dari lima belas data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (P = 0,397). Analisis hasil presisi Azospirillum, memperlihatkan bahwa nilai SBR < 2/3 CV Horwitz (0,151 < 0,632). Hasil ini dapat diartikan bahwa penggunaan metode APM untuk presisi Azospirillum memiliki konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang yang baik meskipun terdapat dua data yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 (P = 0,0094).

(18)

10

berbentuk granul. Gambut merupakan bahan pembawa yang paling umum digunakan sebagai bahan pembawa mikrob dalam pupuk hayati (Simanungkalit et al. 2007). Gambut digunakan sebagai bahan pembawa karena memiliki sifat tidak menimbulkan racun pada bakteri yang akan diinokulasi, mudah diaplikasi, memiliki kapasitas penyerapan yang baik, memiliki tektur material yang tidak bergumpal, keberadaannya tersedia di alam, memiliki pelekatan yang baik terhadap biji, dan memiliki kapasitas penyangga pH yang baik (Somasegaran 1994).

Pupuk Miza Plus yang dibuat berbentuk granul bertujuan untuk mempermudah pada saat pengaplikasian ke lapangan. Hanya saja proses granulasi membutuhkan biaya, investasi alat, dan waktu tambahan. Pupuk berbentuk granul menggunakan perekat yang tidak berbahaya bagi tanaman dan mikrob dalam pupuk hayati. Bahan perekat yang biasa digunakan berupa molase, tepung tapioka, bentonit, kaolin, kalsium, gypsum, dan tanah liat. Penggunaan bahan perekat bertujuan agar pupuk hayati yang telah diformulasi dapat merekat sempurna membentuk granul sehingga mikrob yang ada didalamnya dapat bertahan hidup dengan baik dalam bahan pembawanya (Feng et al. 2002). Selain merekatkan, perekat ini juga memberikan sifat keras pada granul. Secara umum semakin banyak perekat akan semakin keras granul yang dihasilkan. Sifat keras ini menjaga granul agar tidak hancur pada saat pengemasan ataupun transportasi. Kekerasan juga mempengaruhi pelepasan mikrob dari granul. Pupuk granul mempunyai diameter rata-rata 3 mm dengan kadar air 9% (Hidayattulah 2011).

Bahan pembawa yang digunakan dalam aplikasi pupuk hayati berhubungan langsung dengan proses ekstraksi pupuk sebelum dianalisis. Proses ekstraksi yang maksimal juga akan memaksimalkan jumlah bakteri yang terhitung. Bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang terikat dalam bahan pembawa kemungkinan susah terlepas sehingga jumlah bakteri yang terhitung menjadi sedikit, tidak konsisten dan berbeda nyata. Pelekatan bakteri BJ, Azotobacter, dan

Azospirillum pada bahan pembawa

kemungkinan semakin diperkuat dengan ciri khas bakteri BJ yang menghasilkan lendir dan penggunaan bahan perekat pada pupuk granul. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan surfaktan lemak yang akan membantu melarutkan lendir yang dihasilkan oleh bakteri BJ maupun bahan perekat yang

digunakan. Surfaktan lemak, misalnya sabun, dapat ditambahkan pada campurkan garam fisiologis 0,85% dan sampel pupuk saat akan diletakkan diatas mesin penggoyang selama 2 jam. Terjadinya pelepasan bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang tidak maksimal terlihat dengan adanya endapan yang terbentuk setelah dikocok selama 2 jam. Selain itu, hasil uji T yang berbeda nyata kemungkinan disebabkan juga oleh morfologi koloni BJ yang berlendir. Koloni BJ yang saling menempel kemungkinan dapat dihitung menjadi satu koloni yang sama akibat lendir yang dihasilkan. Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan penghitungan koloni BJ, Azotobacter, dan Azospirillum menggunakan colony counter yang dilengkapi dengan kaca pembesar (lup). Bakteri yang diinokulasi ke bahan pembawa juga diduga mengalami penurunan jumlah konsentrasi sel bakteri. Penurunan ini dapat terjadi karena adanya fase adaptasi bakteri saat pemindahan ke bahan pembawa.

Analisis linieritas dilakukan menggunakan kurva linier dan persamaan garis yang akan menggambarkan hubungan antara jumlah sel yang diperoleh menggunakan metode peghitungan ALT dan MPN dengan tingginya konsentrasi yang analisis. Selain itu juga akan diketahui nilai R² yang menjelaskan tentang pengaruh kosntrasi pupuk yang dianalisis dengan jumlah bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang terhitung menggunakan metode ALT serta MPN. Nilai R² yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk yang dianalisis berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang terhitung menggunakan metode ALT serta MPN. Kurva dan persamaan linier yang dihasilkan pada linieritas bakteri BJ,

Azotobacter, dan Azospirillum

(19)

sebesar 0,959 (keberhasilan linieritas sebesar 95,90%).

Hasil uji penegasan yang ditampilkan merupakan hasil analisis biakan BJ, Azotobacter, dan Azospirillum dari tahap akurasi. Hasil uji penegasan bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang diperoleh memperlihatkan hasil yang sama dengan tahapan peremajaan. Hasil pewarnaan Gram bakteri BJ menunjukkan sel berbentuk batang (basil), dan termasuk bakteri Gram negatif (Habibah 2008). Hasil pewarnaan Gram bakteri Azotobacter menunjukkan bahwa sel berbentuk basil, dan termasuk bakteri Gram negatif (Simanungkalit et al. 2007). Pewarnaan Gram memperlihatkan sel Azospirillum berbentuk basil, dan termasuk bakteri Gram negatif (Boone et al. 2005).

SIMPULAN

Secara teknis metode ALT dan APM absah jika digunakan untuk menghitung jumlah sel bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang terdapat dalam pupuk hayati. Pada analisis tahap akurasi bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum diperoleh persen rata-rata keakuratan masing-masing sebesar 96,30% (P = 0,368), 94,48% (P = 0,111), serta 90,40% (P = 0,019). Berdasarkan hasil pada analisis presisi disimpulksn bahwa presisi BJ (P = 0,008) dan Azotobacter (P= 0,397) kurang baik karena nilai SBR > 2/3 CV Horwitz. Sedangkan presisi Azospirillum disimpulkan memberikan hasil yang konsisten karena nilai SBR < 2/3 CV Horwitz (P = 0,094). Analisis linieritas menunjukkan bahwa jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum yang diperoleh berbanding lurus dengan konsentrasi pupuk yang dianalisis dengan presentase keakuratan masing-masing sebesar 98,70%, 97,90% dan 95,90%. Uji penegasan yang dilakukan pada koloni BJ, Azotobacter, dan Azospirillum menunjukkan hasil yang sesuai dengan pustaka yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia: Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu serta Hasil Olahannya (SNI 2897:2008). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

Bashan Y, Holguin G, Lifshits R. 2002. Isolation and characterization of plant growth-promoting Probacteria Part C The Alpha, Beta, Delta, and Epsilonprobacteria. Ed. ke-2. New York: Springer Science and Bussiness Media Inc.

Feng L, Roughley J, Copeland L. 2002. Morphological changes of rhizobia in peat culture. Appl Environ Microbiol 68: 1064-1070.

Habibah H. 2008. Efektivitas simbiotik beberapa galur Bradyrhizobium japonicum toleran asam-aluminium pada tanaman kedelai [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hadioetomo. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Handayani L. 2009. Inokulan Bradyrhizobium japonicum toleran asam-al: uji viabilitas dan efektivitas simbiotik terhadap tanaman kedelai [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majal Ilm Kefarm 3:117-135.

Hidayattulah Y. 2011. Formulasi Inokulan Rizobakteria Pemacu Tumbuh Berbentuk Granul dan Keefektifannya pada Tanaman Kedelai di Lahan Pertanian di Garut, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Holt JG et al.1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed. ke-9. New York: Williams & Wilkins.

(20)

12

Nuchsin R. 2010. Modul Pelatihan Pelayaran Kebangsaan Bagi Ilmuwan Muda Mikrobiologi. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Press. Oedjijono et al. 1996. Isolasi Azospirillum

dan uji kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Biosfera 5: 9-18.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian No28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta: Menteri Pertanian Republik Indonesia.

Purwaningsih S. 2005. Isolasi, enumerasi, dan karakterisasi bakteri Rhizobium dari tanah kebun biologi Wamena, Papua. Biodiversitas 2: 82-84. Rahmawati N. 2006. Pemanfaatan

biofertilizer pada pertanian organik. http://library.usu.ac.id/download/fp/ 05013941.pdf [terhubung berkala] (06 Desember 2010).

Razie F. 2003. Karakteristik Azotobacter spp. dan Azospirillum spp. dari rizosfer padi sawah di daerah dataran banjir Kalimantan Selatan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan awal tanaman padi [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Simanungkalit et al. 2007. Characterization and quality assessment of Indonesian commercial biofertilizers. Indones J Agric Sci 8:31-38.

Somasegaran P, Hoben HJ. 1994. Handbook for Rhizobia. New York: Springer-Verlag.

[US-EPA] United States Environmental Protection Agency. 2005. Manual for The Certification of Laboratories Analyzing Drinking Water: Criteria and Procedures Quality Assurance. Edisi ke-5 (EPA 815-R-05-004). Ohio: US International Protection Agency Office of Water.

Walpole R E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Warburton D. 2006. Health Products and Food Branch of Ottawa-Definitions of Terms: Applicable to All Methods in The Compendium of Analytical Methods. http://www.fsis.usda.gov/PDF/MLG _Appendix_2_03.pdf [terhubung berkala] (10 Maret 2011).

(21)
(22)

14

Lampiran 1 Komposisi media yeast mannitol agar (YMA) dengan merah kongo, media LG, dan media nitrogen free-bromthimol blue (NFb) semipadat

a) Media YMA + merah kongo

- 0,5 g K2HPO4

- 0,2 g MgSO4 ·7H2O

- 0,1 g NaCl - 10 g manitol - 0,5 g ekstrak khamir - 15 g agar-agar - 1 liter akuades - 10 ml merah kongo

0,25%

b) Media LG -20 g sukrosa -0,05 g K2HPO4

-0,15 g KH2PO4

-0,01 g CaCl2

-0,20 g MgSO4·7H2O

-2 mg Na2MoO4·2H2O

-15 g agar-agar -2ml bromtimol biru

(0,5% larutan dalam etanol)

-1 g CaCO3

c) Media NFb semipadat - 5 g asam malat - 4 g KOH - 0,5 g K2HPO4

- 0,05 g FeSO4·7H2O

- 0,1 g MgSO4·7H2O

- 0,01 g MnSO4·7H2O

- 0,02 g NaCl - 0,02 g CaCl2

- 0,01 g N2MoO2

- 1,75 g agar-agar bakto - 2ml bromtimol biru

(0,5% larutan dalam etanol)

- - pH 6,8

Lampiran 2 Rumus untuk menghitung persen perolehan kembali (percent recovery)

dengan :

Cx = Jumlah sel hasil ALT pada SR atau sampel pupuk (sel/ml) Co = Jumlah sel hasil ALT pada kontrol (sel/ml)

µ = Jumlah sel hasil ALT pada SR atau jumlah sel hasil ALT SR + sampel (sel/ml)

Lampiran 3 Data mentah jumlah sel bakteri BJ 13, Azotobacter, dan Azospirillum pada tahap akurasi, presisi, dan linieritas

Tabel 1 Jumlah sel BJ 13 (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) pada tahap akurasi a)

Sampel yang dianalisis Pengenceran ∑sel

Kontrol 10-5 41

48

1ml Spike recovery (SR) 10-5 50

(23)

15

b)

Sampel yang dianalisis Pengenceran ∑sel

Kontrol 10-5 44

30

1ml Spike recovery (SR) 10-5 40

40 1ml SR + 10 gram pupuk (1) 10-5 78 60 1ml SR + 10 gram pupuk (2) 10-5 81 81 1ml SR + 10 gram pupuk (3) 10-5 85 50 1ml SR + 10 gram pupuk (4) 10-5 79 70 1ml SR + 10 gram pupuk (5) 10-5 86 76 1ml SR + 10 gram pupuk (6) 10-5 81 78

c)

Sampel yang dianalisis Pengenceran Tabung ke- Hasil akhir

∑sel

1 2 3 4 5

Kontrol

10-1 - - - - -

0 0

10-2 - - - - -

10-3 - - - - -

1ml spike recovery (SR)

10-1 + + + - - 3

1,1

10-2 - - - + - 1

10-3 - - - 0

10 gram pupuk

10-1 + + - + + 4

2,2

10-2 + - + - - 2

10-3 - - - 0

1ml SR + 10 gram pupuk (1)

10-1 + + + + - 4

2,6

10-2 + - - + - 2

10-3 - + - - - 1

1ml SR + 10 gram pupuk (2)

10-1 + + - + + 4

3,3

10-2 - - + - + 3

10-3 - + - - - 1

1ml SR + 10 gram pupuk (3)

10-1 + + + - + 4

2,7

10-2 - + + + - 3

10-3 - - - 0

1ml SR + 10 gram pupuk (4)

10-1 + + - + + 4

3,3

10-2 - + + - + 3

10-3 - - - - + 1

1ml SR + 10 gram pupuk (5)

10-1 - + + + + 4

3,3

10-2 - + + + - 3

10-3 - - + - - 1

1ml SR + 10 gram pupuk (6)

10-1 + - + + + 4

2,7

10-2 - + + - + 3

10-3 - - - 0

(24)

16

Tabel 2 Jumlah sel bakteri BJ 13 (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) pada tahap presisi a)

Ulangan Pengenceran ∑sel

1 10-4 120

133

10-5 39

65

2 10-4 164

125

10-5 67

71

3 10-4 81

63

10-5 37

31

4 10-4 77

52

10-5 49

50

5 10-4 281

192

10-5 97

72

6 10-4 210

211

10-5 89

88

7 10-4 215

290

10-5 145

129

8 10-4 212

193

10-5 74

94

Ulangan Pengenceran ∑sel 144

9 10-4 267

261 10-5 125 113

10 10-4 171

213 10-5 91

88

11 10-4 162

126 10-5 101 74

12 10-4 146

133 10-5 121 114

13 10-4 234

223 10-5 111 108

14 10-4 213

223 10-5 190 140

15 10-4 311

(25)

17

b)

Ulangan Pengenceran ∑sel

1 10-5 135

165

10-6 37

56

2 10-5 213

189

10-6 45

37

3 10-5 107

156

10-6 37

58

4 10-5 158

138

10-6 36

66

5 10-5 181

163

10-6 67

34

6 10-5 160

104

10-6 39

39

7 10-5 148

147

10-6 32

32

8 10-5 60

85

10-6 31

31

Ulangan Pengenceran ∑sel

9 10-5 209

182

10-6 44

45

10 10-5 156

112

10-6 45

39

11 10-5 139

165

10-6 470

410

12 10-5 141

127

10-6 30

36

13 10-5 116

110

10-6 31

44

14 10-5 145

133

10-6 36

36

15 10-5 185

144

10-6 34

(26)

18

c)

Ulangan Pengenceran Tabung ke- Hasil

akhir

∑sel

1 2 3 4 5

1 10-1 + + + - - 3

10-2 - - + + - 2 1,4

10-3 - - - 0

2

10-1 + + + - - 3

1,7

10-2 - - - + + 2

10-3 - - - - + 1

3

10-1 + + - + - 3

1,4

10-2 + - + - - 2

10-3 - - - 0

4

10-1 + - + + - 3

1,4

10-2 + - - + - 2

10-3 - - - 0

5

10-1 + + - + + 4

1,3

10-2 - - - 0

10-3 - - - 0

6

10-1 + - + - + 3

2,1

10-2 - + + + - 3

10-3 - - + - - 1

7

10-1 + + - + - 3

1,4

10-2 - + + - - 2

10-3 - - - 0

8

10-1 - - + + + 3

1,4

10-2 - + - + - 2

10-3 - - - 0

9

10-1 - - + + + 3

1,7

10-2 - + + - + 2

10-3 + - - - - 1

10 10-1 + + + - - 3

1,7

10-2 + - - + - 2

10-3 - + - - - 1

11 10-1 + + - - - 2

1,0

10-2 - - + - - 1

10-3 - + - - - 1

12 10-1 + + - - + 3

1,1

10-2 - + - - - 1

10-3 - - - 0

13 10-1 + - - + + 3

1,7

10-2 - + - - + 2

10-3 - - - - + 1

14 10-1 - - + - + 2

0,7

10-2 - - - + - 1

10-3 - - - 0

15 10-1 + - + + - 3

1,4

10-2 - + - - + 2

10-3 - - - 0

(27)

19

CV Horwitz = 2(1-0,5 log C)

Tabel 3 Jumlah sel bakteri BJ 13 (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) pada tahap linieritas a)

Bobot pupuk (g) Pengenceran ∑sel

0 10-5 0

0

5 10-5 95

104

10 10-5 122

123

15 10-5 185

185

20 10-5 280

296

b)

Bobot pupuk (g) Pengenceran ∑sel

0 10-5 0

0

5 10-5 113

107

10 10-5 144

144

15 10-5 173

195

20 10-5 222

248

c)

Bobot pupuk (g) Pengenceran Tabung ke- Hasil akhir

∑sel

1 2 3 4 5

0

10-1 - - - - -

0 0

10-2 - - - - -

10-3 - - - - -

5

10-1 + - - - - 1

0,061

10-2 - - + + - 2

10-3 - - - 0

10

10-1 + + - - + 3

0,17

10-2 + - + - - 2

10-3 - + - - - 1

15

10-1 + + + + - 4

0,33

10-2 + - + + - 3

10-3 - + - - - 1

20

10-1 + + - + + 4

0,56

10-2 + + + + + 5

10-3 - + - + - 2

Catatan: Jumlah sel yang diperoleh berdasarkan tabel standar APM dikalikan dengan pengenceran tertinggi yang digunakan

Lampiran 4 Rumus menghitung nilai CV Horwitz

dengan :

Gambar

Gambar 1 Peremajaan biakan standar BJ (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c)
Tabel 1 Akurasi  bakteri BJ pada pupuk
Gambar 2 Kurva linieritas bakteri BJ (a) dari pupuk Rhiposant, bakteri Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) dari pupuk Miza Plus
Tabel 1 Jumlah sel BJ 13 (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) pada tahap akurasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kecermatan atau akurasi juga dinyatakan sebagai persen perolehan kembali ( recovery ) analit yang ditambahkan.Hasil uji rekoveri dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian Azolla pinnata dan pupuk hayati yang terdiri dari Azotobacter dan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap total jumlah

[r]

Hal ini sesuai dengan pH tanah, pada perlakuan P5 memiliki pH tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan pemberian pupuk hayati Cyanobacteria memiliki pH tanah

Azotobacter chroococcum selain dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan

bahan pembawa dengan formulasi c8 merupakan formulasi yang sangat mendukung viabilitas inokulan konsorsium Bakteri Penambat Nitrogen dengan populasi sekitar

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati yang mengandung bakteri Azotobacter sp., vermikompos dan pupuk anorganik N, P, K terhadap kandungan N,

padi tidak nyata berbeda akibat pemberian konsentrasi pupuk hayati cair bakteri endofitik penambat N2, tetapi karena perbedaan bobot kering tanaman yang diperoleh akibat