• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

RAHMAT ALFIANTO

A14070017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Husks by Silica Dissolution Technique. Under supervision of BASUKI SUMAWINATA and DARMAWAN.

Rice husk is an agricultural waste, which is continuosly produced in large amounts in the world. Up to present time, rice husk is utilized for limited uses with a low economic value. One product that can be developed from rice husk and has a high economic value is activated carbon. Activated carbon which is also called as activated charcoal is a form of carbon that has been processed to make it extremely porous and thus to have a very large surface area.Pore has the size of molecules and is probably slit-shaped. Rice husk ash are known to contain about 20% chemically active SiO2, which if it is dissolved it will increase its surface

area and potentially will become as active carbon with high specific area. This research was aimed to producing of activated carbon from rice husk by silica dissolution technique for increase economic value of rice husk.

The processing of activated carbon basically involves of combustion (carbonisation) and activation. Combustion was done by low oxygen in order to get quality rice husk ash. Activation was done by soaking rice husk ash with three types of solutions, i.e. distilled water, NaOH, and HCl at various concentrations. The activated carbon was characterized and tested in term of capacity of methylene blue absorption using UV-Visible Spectrophotometer, identification of structure using a Scanning Electron Microscope, measurement of acidity using a pH-meter, and measurement of water content gravimetrically. It was also tested as potential carriers of micro fertilizer by using a CuSO4 solution.

Optimal dissolution of silica from the raw rice husk ash was observed for dissolution using 2N NaOH. Identification with a Differential Thermal Analysis (DTA) obtained weight loss of 97.98%, showing that the silica and other compounds on the rice husk ash has been washed properly. Activated carbon which is produced from rice husk has produced 2.11% of ash content, methylene blue absorption of 278,43 mg/g, pH of 6.2, and 4.22% moisture content. Characteristics of activated carbon from rice husk has acceptable by the Indonesian National Standard (SNI) for activated carbon. The result of testing on activated carbon by soaking it in a solution of CuSO4 showed that Cu content

(3)

RINGKASAN

RAHMAT ALFIANTO. Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika. Dibawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA dan DARMAWAN.

Sekam padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup banyak di dunia. Sampai saat ini pemanfaatan sekam padi masih terbatas dan memiliki nilai ekonomi yang rendah. Salah satu produk yang dapat dikembangkan dari sekam padi dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah arang aktif. Arang aktif adalah senyawa karbon hasil pembakaran bahan alami yang mengandung karbon dan memiliki ruang pori. Pori tersebut berukuran sangat kecil dan dapat berbentuk seperti celah panjang. Sekam padi yang telah dibakar mengandung 20% ruang yang berisi SiO2, yang apabila dapat dilarutkan akan meningkatkan luas

permukaan dan berpotensi sebagai arang aktif. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat arang aktif dari sekam padi dengan metode pelarutan silika guna meningkatkan nilai ekonomi sekam padi.

Pembuatan arang aktif dari sekam padi dilakukan secara eksploratif di laboratorium meliputi tahap pembakaran, aktivasi, karakterisasi, dan pengujian. Pembakaran dilakukan dengan oksigen rendah agar diperoleh arang sekam berkualitas. Sedangkan aktivasi merupakan perendaman arang sekam menggunakan tiga jenis larutan, yaitu akuades, NaOH, dan HCl pada berbagai konsentrasi. Karakterisasi arang aktif meliputi daya serap terhadap biru metilena menggunakan Spektrofotometer UV-Visible, pengamatan struktur dengan

Scanning Electron Microscope, pengukuran kemasaman dengan pH-meter, dan pengukuran kadar air secara gravimetri. Selain itu juga dilakukan uji potensi sebagai carrier pupuk mikro dengan menggunakan larutan CuSO4.

Larutan yang mampu melarutkan silika paling baik pada sekam padi adalah larutan NaOH 2N. Dari hasil pengukuran dengan Differential Thermal Analysis (DTA) diperoleh kehilangan bobot arang sekam padi yang dibakar pada suhu hingga 1000ºC sebesar 97.89%, menunjukkan bahwa dengan larutan NaOH 2N, silika dan senyawa lain pada arang sekam telah tercuci dengan baik. Arang aktif dari sekam padi yang dihasilkan memiliki kadar abu 2.11%, daya serap terhadap biru metilena 278.43 mg/g, pH sebesar 6.2, dan kadar air 4.22%. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan dari sekam padi telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif. Hasil pengujian pada arang aktif yang direndam larutan CuSO4

menunjukkan kandungan Cu yang terdapat pada arang aktif sebesar 2.78%, sehingga selain sebagai absorben arang aktif juga berpotensi digunakan sebagai

(4)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

RAHMAT ALFIANTO

A14070017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika

Nama Mahasiswa : Rahmat Alfianto NRP : A14070017

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr Dr. Ir. Darmawan, M.Sc NIP. 19570610 198103 1 003 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

Penulis dilahirkan di Kalianda, Lampung Selatan pada tanggal 7 Oktober 1989 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Suparmin dan Ibu Sainah (Alm).

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 3 Sukaraja pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan ke MTsN 1 Palas. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Kalianda. Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(7)

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi dengan Teknik Pelarutan Silika” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku dosen pembimbing atas pengarahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

2. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari, M.Appl, M.Sc selaku dosen penguji dan memberikan banyak masukan bagi penulis.

3. Staf Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan yang telah membantu penulis untuk melakukan kegiatan penelitian.

4. Staf Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian.

5. Bapak dan ibuku tercinta, kakak serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.

6. Khoirul Muna yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan penelitian, serta semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi banyak pihak.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Sekam Padi ... 3

2.2 Silika ... 5

2.3 Arang Aktif (Activated Carbon) ... 6

2.4 Jenis Karbon Aktif ... 7

2.4.1 Karbon aktif serbuk ... 7

2.4.2 Karbon aktif granul ... 8

2.4.3 Karbon aktif fiber ... 8

2.4.4 Karbon aktif molecular sieves ... 8

2.5 Standar Kualitas Arang Aktif ... 8

2.6 Kegunaan Arang Aktif ... 9

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 10

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Bahan dan Alat ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 10

(9)

3.3.2 Proses Aktivasi (pelarutan silika pada arang sekam) ... 12

3.3.3 Proses Karakterisasi dan Pengujian ... 12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi ... 15

4.2 Hasil Pelarutan Silika ... 15

4.3 Analisis Sifat Panas (TG/DTA) ... 16

4.3 Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif ... 20

4.4 Daya Serap terhadap Larutan Berwarna ... 22

4.5 Kadar Air dan pH ... 23

4.6 Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro ... 25

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia abu sekam ... 3

Tabel 2. Standar mutu arang aktif... 9

Tabel 3. Hasil pelarutan silika pada arang sekam padi ... 15

Tabel 4. Daya serap arang aktif dari sekam terhadap biru metilena ... 23

Tabel 5. Data pengukuran kadar air arang aktif dari sekam padi ... 24

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang melintang sekam utuh yang belum dibakar ... 4

Gambar 2. Permukaan sekam padi yang dibakar pada suhu 850˚C ... 4

Gambar 3. Tipe phytolits berukuran 10-20 µm. ... 6

Gambar 4. Diagram alir tahapan pembuatan arang aktif dari sekam padi ... 11

Gambar 5. Skema proses pembakaran sekam ... 11

Gambar 6. Arang aktif dari bahan baku sekam padi ... 15

Gambar 7. Kurva TG/DTA arang sekam kontrol ... 16

Gambar 8. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan akuades ... 17

Gambar 9. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl ... 18

Gambar 10. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N ... 19

Gambar 11. Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol) ... 20

Gambar 12. Hasil SEM arang aktif dari sekam padi ... 21

Gambar 13. Hasil SEM arang aktif komersial ... 22

Gambar 14. Hasil uji daya serap arang aktif dari sekam padi ... 23

Gambar 15. Hasil SEM arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4 ... 25

Gambar 16. Perbandingan arang aktif sebelum dan sesudah perendaman ... 26

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kurva TG/DTA arang sekam (kontrol) ... 32

Lampiran 2. Kurva TG/DTA arang sekam + akuades ... 33

Lampiran 3. Kurva TG/DTA arang sekam + HCl 1N ... 34

Lampiran 4. Kurva TG/DTA arang sekam + NaOH 1N ... 35

Lampiran 5. Kurva TG/DTA arang sekam + NaOH 2N ... 36

(13)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi merupakan salah satu bahan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Berdasarkan data Departemen Pertanian, konsumsi beras penduduk Indonesia hingga saat ini mencapai 139 kilogram (kg) per kapita per tahun (Deptan, 2011). Hal ini mendorong perluasan lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menyebutkan bahwa luas panen padi di Indonesia mencapai 13,24 juta ha dengan produksi sebesar 66.40 juta ton/ha (BPS, 2011).

Nilai ekonomi dari usaha padi saat ini masih terfokus pada peningkatan kuantitas padi yang dihasilkan, sedangkan untuk pemanfaatan limbah produksi padi belum terlalu diperhatikan. Salah satu limbah produksi padi yang jumlahnya sangat banyak adalah sekam padi. Xiong et al. (2009) menyatakan bahwa tiap ton produksi padi akan menghasilkan 200 kg (20%) sekam padi. Hingga saat ini sekam padi belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan sekam padi seperti untuk abu gosok dan media tumbuh tanaman masih bernilai ekonomi rendah. Untuk itu dibutuhkan suatu cara baru agar sekam padi dapat dirubah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan sekam padi yang selama ini sudah dikembangkan di Indonesia antara lain sebagai bahan pengeras batu bata, bahan campuran pembuatan beton, dan sebagai bahan amelioran. Pemanfaatan lain yang dapat dikembangkan dari sekam padi dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah arang aktif.

(14)

tangga maupun industri. Hal ini membuat kebutuhan terhadap karbon aktif akan semakin meningkat.

Pemilihan sekam padi sebagai bahan baku arang aktif didasari oleh kandungan silika di dalamnya. Sekam padi yang telah dibakar mengandung 20-25% ruang yang berisi silika, dan pengamatan dengan mikroskop polarisasi menunjukkan bahwa arang sekam padi mengandung pori-pori yang berisi silika berukuran sangat kecil dan jumlahnya cukup banyak. Bila silika tersebut dapat dilarutkan maka diharapkan pori-pori yang sebelumnya tertutup oleh silika menjadi terbuka sehingga memiliki luas permukaan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa arang sekam padi berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku arang aktif.

Pada umumnya silika dapat dilarutkan pada kondisi pH sangat rendah atau pada pH yang sangat tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menentukan metode yang tepat guna melarutkan silika pada arang sekam agar mampu membentuk pori-pori sehingga luas permukaanya semakin besar dan dapat berfungsi sebagai arang aktif.

1.2 Tujuan

(15)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekam Padi

Sekam padi adalah kulit buah padi berupa lapisan keras yang meliputi

kariopsis, terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Di Indonesia, jumlah sekam dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun (Deptan, 2011).

Sekam memiliki Bulk Density (BD) rendah dengan kadar abu tinggi, berkisar 18 sampai 22% (Bharadwaj, Wang, Sridhar, and Arunachalam, 2004). Menurut Houston (1972) sekam padi mengandung 13.2-29.0% bahan inorganik, dimana komponen utama bahan inorganik ini merupakan abu sekam padi yang sebagian besar tersusun dari silika (SiO2). Hasil analisis komposisi kimia abu

sekam padi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia abu sekam

(16)

Hasil analisis dari Sardi (2006) menunjukkan bahwa kandungan silika (SiO2) pada sekam padi memiliki kandungan tertinggi setelah karbon (C). Ketika

dibakar sekam tidak mengalami penyusutan sampai suhu 200°C. kemudian menyusut dengan cepat pada suhu 200-4000C, menyusut perlahan pada 400-800°C, dan pada 800°C keatas sudah tidak mengalami penyusutan. Hasil pengamatan Bharadwaj et al. (2004) dalam Pyrolysis of Rice Husk

memperlihatkan hasil Scanning Electron Microscopic (SEM) mengenai partikel sekam padi yang belum dibakar (Gambar 1) dan yang telah mengalami degradasi karena pengaruh suhu akibat proses pembakaran (Gambar 2).

Gambar 1. Penampang melintang sekam utuh yang belum dibakar

(17)

Pada Gambar 1 merupakan penampang melintang dari sekam yang belum dibakar dimana terlihat jelas tidak ada pori karena seluruh pori antar matrik terisi oleh silika, terlihat serat yang mengisi ruang antar matrik. Penyusun serat adalah silika, sedangkan matrik terdiri dari selulosa dan lignin. Pada Gambar 2 adalah permukaan sekam padi yang dibakar pada suhu 850˚C yang menunjukkan pori dan benjolan-benjolan yang cukup banyak.

2.2 Silika

Silika merupakan istilah yang digunakan untuk campuran satu atom silikon dengan dua atom oksigen. Hurlbut dan Klein (1977) menyatakan bahwa silika (SiO2) diklasifikasikan kedalam kelas silikat, yaitu masuk dalam kelompok

tektosilikat. Silikat merupakan kelas mineral yang sangat besar dan kelompok penting dari mineral. Silika di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu kristalin dan non-kristalin (amorf). Kuarsa merupakan bentuk silika kristalin yang paling umum dan berlimpah dalam sebagian besar jenis batuan, khususnya granit, batu pasir, kuarsit, dan di dalam pasir. Kristobalit dan tridimit ditemukan dalam batuan volkan. Sementara itu silika non-kristalin (amorf) ditemukan di alam sebagai biogenik silika dan silika gelas yang berasal dari abu volkan.

Shelke, Bhagade, dan Mandavgane (2010) menyebutkan bahwa silika dapat diperoleh dari sekam padi. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa silika yang terdapat pada arang sekam merupakan

mesoporous silika (berdiameter 2-50 nm), memiliki luas permukaan yang besar dan ukuran partikel yang kecil. Sedangkan menurut Satish (1997) silika pada sekam padi merupakan silika non-kristalin dan sebagian besar memiliki struktur

microporous. Silika memiliki berbagai kegunaan, seperti untuk bahan katalis, campuran pada tinta, bahan pengeras beton, komponen deterjen dan sabun, serta sebagai unsur pengeras pada pembuatan batu bata.

(18)

tanaman. Silika pada tanaman memiliki karakteristik membentuk benjolan-benjolan. Macam-macam bentuk phytolits dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tipe phytolits berukuran 10-20 µm.

Neethirajan et al. (2009) dalam Potential of silica bodies (phytoliths) for nanotechnology menyatakan bahwa silika amorf dapat diperoleh dari pembakaran sekam padi, jerami atau dari kulit luar buah-buahan. Silika amorf pada umumnya berukuran antara 10-30 µm dan adakalanya berukuran sampai 200 µm. Silika pada sekam padi dapat dipecahkan atau dilepaskan di dalam larutan yang mengandung alcohol [NR4)8, (R=Me,CH2CH2OH), dan secara normal akan

membentuk anion octasilicat.

Mengingat komponen arang sekam padi yang mengandung sebagian besar silika dan tersebar secara merata, maka jika silika tersebut dapat dilarutkan diharapkan akan menghasilkan ruang kosong atau pori dalam jumlah besar sehingga luas permukaan yang dihasilkan akan lebih besar. Proses serapan (absorpsi) akan meningkat dengan semakin besarnya luas permukaan karena kontak antar permukaan satu partikel dengan partikel lainnya semakin tinggi (Tan, 1998).

2.3 Arang Aktif (Activated Carbon)

(19)

berukuran sangat kecil (berdimensi atom) dan sulit digambarkan karena bentuknya sangat beragam. Efektivitas karbon aktif sangat tergantung dengan porositasnya. Pori tersebut terbentuk dari atom karbon yang saling berikatan sehingga membentuk celah diantara iktan-ikatan tersebut (Marsh dan Fransisco, 2006).

Pada dasarnya seluruh bahan yang mengandung karbon yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau bahan mineral dapat dirubah menjadi arang aktif. Proses pembentukan arang aktif melalui dua tahap yaitu karbonisasi kemudian diikuti tahap aktivasi. Pada tahap karbonisasi akan menghasilkan arang aktif dengan daya absorban rendah, karena ruang pori yang dihasilkan masih kecil. Selain itu juga menghasilkan senyawa tar yang dapat menutup pori. Pada arang aktif berbahan aktif kayu, bahan aktivasi yang sering digunakan antara lain asam fosfat, seng klorida, dan kalium sulfida (Kurniadi dan Hasani, 1996).

Mengolah arang menjadi arang aktif pada prinsipnya adalah membuka pori-pori arang agar menjadi luas. Arang aktif disusun oleh atom karbon yang terikat secara kovalen dalam kisi heksagonal dimana molekulnya berbentuk amorf

yaitu merupakan pelat-pelat datar. Konfigurasi molekul berbentuk pelat-pelat ini bertumpuk satu sama lain dengan gugus hidrokarbon pada permukaannya. Dengan menghilangkan hidrogen dan bahan aktif (gugus hidrokarbon), maka permukaan dan pusat aktif menjadi luas. Hal ini mengakibatkan kemampuan absorben arang aktif juga semakin meningkat (BSN, 2011).

2.4 Jenis Karbon Aktif

Menurut Manocha (2003) karbon aktif merupakan produk yang kompleks dan sulit untuk diklasifikasikan berdasarkan perilaku, karakteristik permukaan, dan cara pembuatannya. Namun, beberapa klasifikasi secara umum telah dibuat berdasarkan karakteristik fisik karbon aktif.

2.4.1 Karbon aktif serbuk

(20)

yang berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan.

2.4.2 Karbon aktif granul

Jenis ini biasanya diproduksi dari bahan baku yang memiliki struktur keras seperti tempurung kelapa, tulang, dan batubara. Ukuran partikel karbon aktif granul berbeda-beda tergantung pada aplikasinya. Biasanya digunakan untuk proses pada fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, pemisahan, dan pemurnian gas. Untuk aplikasi pada fase gas ukuran granul yang sering digunakan adalah 4 mm – 6 mm.

2.4.3 Karbon aktif fiber

Karbon aktif fiber memiliki ukuran yang lebih kecil dari karbon aktif serbuk. Sebagian besar memiliki ukuran diameter rata-rata 7 µm – 15 µm. Aplikasi karbon aktif fiber biasanya digunakan dalam bidang perlakuan udara seperti penangkapan larutan.

2.4.4 Karbon aktif molecular sieves

Aplikasi utama karbon aktif jenis ini adalah pada proses pemisahan nitrogen dan oksigen dalam udara. Karbon aktif molecular sieves merupakan suatu material yang menarik sebagai model karbon aktif karena memiliki ukuran yang kecil dan seragam.

2.5 Standar Kualitas Arang Aktif

(21)

Tabel 2. Standar mutu arang aktif

Jenis Pengujian Persyaratan

Kadar Abu Maksimum 2,5% Kadar Air Maksimum 10%

pH 6-8

Daya Serap Biru Metilena Minimum 120 mg/g Bagian yang tidak diperarang Tidak Nyata

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI 1995)

2.6 Kegunaan Arang Aktif

Arang aktif merupakan material yang unik dan serbaguna, karena memiliki luas permukaan yang besar dan derajat reaktivitas permukaan yang tinggi. Aplikasi penting karbon aktif senantiasa digunakan untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan zat-zat yang tidak diharapkan pada pengolahan air untuk air minum dan air limbah pada industri, pemurnian gas pada lingkungan tertentu seperti industri kimia dan industri makanan. Selain itu arang aktif juga digunakan dalam bidang kedokteran untuk membasmi bakteri yang sudah diketahui jenisnya (Manocha, 2003).

(22)

BAB III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga berkerja sama dengan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi, larutan HCl, larutan NaOH, akuades, biru metilena, arang aktif komersial, asam asetat, CuSO4, Ba(OH)3, dan bahan – bahan pendukung lainnya. Peralatan untuk

pembuatan arang aktif meliputi mortar, neraca digital, ayakan 65 mesh (210µm),

drying oven, muffle furnance, shaker, peralatan bantu lainnya seperti botol plastik, kertas saring, kain lap dan lain-lain. Sedangkan peralatan karakterisasi arang aktif adalah Diferential Thermal Analysis (DTA), Mikroskop polarisasi, Scanning Electron Microscope (SEM), Spektrofotometri UV-Vis, pH-meter, Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX), serta peralatan pendukung lainnya.

3.3 Metode Penelitian

(23)

Gambar 4. Diagram alir tahapan pembuatan arang aktif dari sekam padi

3.3.1 Proses Pembakaran

Pembakaran sekam dilakukan dengan oksigen rendah agar dihasilkan arang sekam berkualitas. Teknik pembakaran diilustrasikan pada Gambar 5.

Keterangan gambar: A : Pipa berlubang B : Posisi sekam C : Penyangga pipa D : Posisi api

Gambar 5. Skema proses pembakaran sekam

Pembakaran sekam dilakukan dengan oksigen terbatas agar dihasilkan arang sekam berkualitas. Untuk menjaga agar tidak terjadi pembakaran sempurna, maka

A

D B C

Bahan Baku (Sekam Padi)

Pembuatan Arang

Arang Sekam Telah Dilarutkan Silikanya

Karakterisasi dan Pengujian

Kadar Abu, DTA, SEM, Uji Absorpsi, Kadar Air, pH

Arang Aktif Pelarutan Silika:

(24)

sekam dijaga agar tetap dalam kondisi lembab. Arang sekam kemudian dicuci dan dikeringkan pada ruangan terbuka.

3.3.2 Proses Aktivasi (pelarutan silika pada arang sekam)

Sebelum diaktivasi, arang sekam terlebih dahulu dihaluskan dengan menggunakan mortar dan disaring dengan ayakan 65 mesh (210 µm). Proses aktivasi dilakukan secara eksplorasi dan kualitatif untuk menemukan larutan pereaksi yang paling efektif dalam melarutkan silika. Perlakuan yang diberikan yaitu: kontrol (arang sekam tanpa perlakuan), arang sekam + akuades, arang sekam + HCl, dan arang sekam + NaOH. Perbandingan arang sekam dengan larutan masing-masing yaitu 50 g dalam 250 mL.

3.3.3 Proses Karakterisasi dan Pengujian

3.3.3.1 Analisis Sifat Panas dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis (TG/DTA)

Tahap ini merupakan percobaan eksplorasi dan kualitatif untuk menemukan konsentrasi pereaksi yang paling efektif melarutkan silika dengan melihat bobot yang hilang (weight loss). Semakin tinggi nilai weight loss, menunjukkan bahwa pencucian silika semakin efektif. Nilai yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan TG/DTA cukup tepat dan selain itu juga dapat diketahui kadar abunya.

3.3.3.2 Pengamatan Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi dan

Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat karakteristik pori-pori yang terdapat pada arang sekam sebelum dan sesudah pelarutan silika. Spesimen yang diamati meliputi arang sekam padi, arang aktif dari sekam padi, dan arang aktif komersial sebagai pembanding.

3.3.3.3 Pengujian Absorpsi Arang Aktif

(25)

alat uji Spektrofotometri UV-Vis. Larutan yang digunakan dalam pengujian adalah biru metilena. Prosedurnya sebagai berikut :

a. Contoh yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 60 menit, ditimbang sebanyak 0,1 g ke dalam erlenmeyer 100 mL.

b. Ditambahkan 25 mL larutan biru metilena 1200 ppm ke dalam contoh. c. Larutan tersebut dikocok selama 30 menit, dan disaring dengan kertas saring

berabu.

d. Filtrat dipipet sebanyak 1 mL ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditera dengan akuades.

e. Diukur serapan contoh dengan spektrofotometer pada λ 620 nm. Daya Serap Biru Metilena (mg/gram)

= ( ) Keterangan :

C = Konsentrasi methylene blue setelah diserap dengan arang aktif (mg/L)

3.3.3.4 Kadar Air

Arang sekam yang telah berhasil menjadi arang aktif kemudian diukur kandungan airnya secara gravimetri. Prosedurnya sebagai berikut :

a. Cawan porselin kosong dimasukkan dalam oven 105ºC selama 60 menit, kemudian disimpan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik.

b. Contoh ditimbang sebanyak 3 kali ulangan di dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya.

c. Cawan berisi contoh dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ºC selama 3 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator.

d. Cawan berisi contoh ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar Air (%) = ! ("# #$%& "#"%'())*#+,#-.+,(+ ! / +! ) x 100%

3.3.3.5 Penetapan pH

(26)

15 menit, setelah larutan menjadi dingin, dilakukan penyaringan dan diukur pH filtratnya menggunakan pH-meter.

3.3.3.6 Uji Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro

Arang aktif yang telah dihasilkan direndam dengan menggunakan larutan CuSO4 1N kira-kira selama 3 jam dengan perbandingan 5 g arang aktif dalam 25

mL, kemudian dicuci dengan akuades hingga bebas sulfat. Untuk mengetahui apakah arang aktif telah bebas sulfat digunakan larutan Ba(OH)3 sebagai

indikator. Bila sudah tidak terbentuk endapan saat hasil pencucian diberi Ba(OH)3

maka arang aktif telah terbebas dari sulfat.

(27)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi

Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah sebelumnya dilakukan penggerusan dan penyaringan, seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Arang aktif dari bahan baku sekam padi

Kemurnian arang aktif sebagai absorben merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas absorben dalam hal kemampuan daya absorpsi. Untuk itu dibutuhkan arang aktif yang permukaannya bersih dari kotoran dan kontaminan.

4.2 Hasil Pelarutan Silika

Hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 3. Semakin tinggi nilai kehilangan bobot yang dihasilkan menunjukkan bahwa proses pelarutan silika semakin efektif.

Tabel 3. Hasil pelarutan silika pada arang sekam padi dengan berbagai perlakuan

(28)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa kehilangan bobot (weigth loss) terbesar terdapat pada perlakuan NaOH yakni 97.89%. Hal ini menggambarkan bahwa kandungan silika pada arang sekam dengan perlakuan NaOH telah tercuci dengan baik. Hasil tersebut juga menggambarkan bahwa larutan NaOH merupakan larutan yang paling efektif dalam melarutkan silika pada sekam padi. Kadar abu yang diperoleh dari pengukuran pada perlakuan NaOH sebesar 2.11%, telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 1995) yang mensyaratkan bahwa kadar abu pada arang aktif adalah maksimum 2.5%.

4.3 Analisis Sifat Panas (TG/DTA)

Pengukuran dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis

(TG/DTA). Hasil analisis TG/DTA kontrol (arang sekam) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva TG/DTA arang sekam kontrol

(29)

mempunyai kehilangan bobot sebesar 54.37% yang berarti mempunyai kandungan abu 45.63%. Proses kehilangan bobot terjadi dalam tiga bentuk, yakni kehilangan air yang terjadi pada suhu sekitar 30-150ºC, kemudian kehilangan bahan organik pada suhu sekitar 150-450ºC, dan kehilangan bahan lainnya pada suhu diatas 450ºC. Proses kehilangan air pada pengukuran merupakan reaksi endotermik yang ditunjukkan oleh kurva dan mempunyai puncak endotermik pada daerah sekitar 81ºC. Sedangkan puncak eksotermik pada daerah sekitar 425ºC.

Hasil pengukuran TG/DTA pada arang sekam dengan perlakuan akuades tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kontrol. Kurva TG/DTA disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan akuades

(30)

Pada umumnya senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada arang sekam akan larut dengan menggunakan akuades. Namun, senyawa-senyawa tersebut masih tertutupi oleh lapisan phytolits sehingga akuades belum mampu melarutkan senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada bagian dalam arang sekam. Sedangkan hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl menunjukkan nilai kehilangan bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan akuades dan kontrol (Gambar 9).

Gambar 9. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl

(31)

Pada arang sekam dengan perlakuan NaOH, awalnya digunakan larutan NaOH 1N. Namun, hasilnya belum begitu memuaskan karena nilai kehilangan bobot tidak jauh berbeda dengan kontrol, sehingga NaOH yang digunakan ditingkatkan menjadi 2N. Peningkatan konsentrasi tersebut mengakibatkan nilai kehilangan bobot yang dihasilkan juga meningkat dengan signifikan. Hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N

Dari hasil analasis pada Gambar 10 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N mempunyai nilai kehilangan bobot sebesar 97.89% dan secara visual tidak terlihat sisa pada hasil pengukuran. Nilai kehilangan bobot tersebut menunjukkan bahwa NaOH 2N mampu melarutkan silika pada arang sekam (bahkan cenderung semuanya larut). Menurut Markovska et al. (2010) kondisi optimal untuk ekstraksi SiO2 pada sekam padi adalah dalam bentuk

Na2SiO3. Kadar abu yang terdapat pada arang sekam dengan perlakuan NaOH

(32)

4.3 Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif

Hasil dari ekstraksi silika dalam bentuk sodium silikat memberikan kemungkinan untuk melihat bagian dalam dari struktur arang sekam. Spesimen yang diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah kontrol (arang sekam), arang aktif dari sekam (setelah diaktivasi dengan NaOH), dan arang aktif komersial sebagai pembanding. Hasil SEM kontrol dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol), bagian yang berbentuk bulat dan tajam merupakan silika pada arang sekam

Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa sekam padi mengandung cukup banyak silika dan tersusun teratur, telihat saling berhubungan seperti membentuk suatu rangkaian yang panjang. Silika merupakan komponen utama pada arang sekam setelah karbon, dan sebagian besar dalam bentuk silika amorf. Menurut Xiong et al. (2009) kandungan silika dan senyawa kimia pada sekam padi berbeda-beda, tetapi tidak signifikan. Adanya perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis padi, variasi iklim, kondisi geografi, dan pemupukan yang digunakan.

(33)

silikanya dapat dilihat pada Gambar 12. Kemampuan NaOH melarutkan silika mengakibatkan bagian-bagian pada arang sekam yang sebelumnya tertutup oleh silika menjadi terbuka dan senyawa lainnya juga ikut terlarutkan. Hal ini mengakibatkan luas permukaan arang sekam menjadi lebih besar karena memiliki lubang atau pori-pori yang jumlahnya cukup banyak. Dengan luas permukaan yang semakin besar, maka kemampuan arang sekam sebagai absorban juga semakin meningkat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif.

Gambar 12. Hasil SEM arang aktif dari sekam padi, merupakan hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan larutan NaOH 2N

(34)

Gambar 13. Hasil SEM arang aktif komersial

Pada Gambar 13 terlihat bahwa arang aktif komersial (arang aktif buatan Jerman yang banyak digunakan pada skala laboratorium) mempunyai jumlah pori-pori yang sedikit, tidak sebanyak pada arang aktif dari sekam padi. Hal ini menunjukkan bahwa luas permukaan arang aktif komersial masih bergantung terhadap ukuran partikel. Berbeda dengan arang aktif komersial, arang aktif dari sekam padi tanpa terlalu bergantung terhadap ukuran partikel telah memiliki permukaan yang luas disebabkan oleh banyaknya jumlah pori-pori di dalamnya. Oleh sebab itu untuk meningkatkan kualitas arang aktif dari sekam padi dapat dilakukan dengan hanya memodifikasi ukuran partikelnya saja.

4.4 Daya Serap terhadap Larutan Berwarna

(35)

Gambar 14. Ha

. Hasil uji daya serap arang aktif dari sekam padi larutan biru metilena

erap arang aktif dari sekam padi terhadap enggunakan Spectrofotometri UV-Vis. Hasil pe ri sekam disajikan pada Tabel 4.

aya serap arang aktif dari sekam terhadap biru m

Sampel Daya serap (mg/g) Rata-rata (

langan 1 285.05 r Nasional Indonesia untuk serapan arang akt inimal 120 mg/g, sehingga arang aktif dari se

menuhi spesifikasi yang disyaratkan tersebut.

dan pH

dan pH dapat menggambarkan kualitas ar menjaga agar arang aktif tetap dalam keadaa penyimpan yang kedap air dan udara. Hasil pe

ekam padi disajikan pada Tabel 5.

(36)

Tabel 5. Data pengukuran kadar air arang aktif dari sekam padi padi adalah 4.22 ± 3.17 %. Kadar air yang disyaratkan oleh SNI untuk arang aktif adalah maksimum 10 %, sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar air arang aktif telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan.

Data pengukuran pH pada Tabel 6 menunjukkan bahwa arang aktif dari sekam padi memiliki nilai pH yang sama dengan arang aktif komersial, sedangkan arang sekam (kontrol) memilki pH yang lebih rendah.

Tabel 6. Data perbandingan pH arang aktif dari sekam padi terhadap arang sekam dan arang aktif komersial

(37)

yang tidak terbakar secara merata sehingga dapat mempengaruhi pH arang aktif dari sekam padi.

Hasil karakterisasi dan pengujian menunjukkan adanya beberapa perubahan pada arang sekam dari hasil perlakuan aktivasi dengan NaOH. Perubahan tersebut dapat digolongkan menjadi perubahan kimia dan perubahan fisik (struktur). Perubahan kimia ditunjukkan oleh berubahnya silika (SiO2)

menjadi sodium silikat (Na2SiO3). Sedangkan perubahan struktur dapat dilihat

pada warna arang sekam yang semakin gelap, menunjukkan kandungan karbon yang tinggi. Selain itu, struktur arang sekam menjadi semakin lebih elastis.

4.6 Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro

Pengukuran kadar abu terhadap arang aktif yang telah direndam dengan larutan CuSO4 selama 3 jam menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan

dengan kadar abu arang aktif yang tidak direndam (kontrol). Kadar abu arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4 memiliki bobot 7% lebih besar dibandingkan

dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif telah mampu mengikat unsur mikro yang diberikan berupa Cu. Hasil SEM pada arang aktif yang telah direndam larutan CuSO4 dapat dilihat pada Gambar 15.

(38)

Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa lubang-lubang yang terdapat pada arang aktif sebagian besar telah terisi oleh unsur mikro berupa Cu. Dengan terikatnya unsur mikro pada arang aktif menunjukkan bahwa arang aktif berpotensi untuk digunakan sebagai carrier pupuk mikro sehingga pupuk dapat lebih bersifat slow release. Perbandingan arang aktif sebelum direndam CuSO4

dengan arang aktif setelah direndam disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Perbandingan arang aktif sebelum dan sesudah direndam larutan CuSO4

Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa arang aktif sebelum direndam dengan larutan CuSO4 memiliki lubang yang cukup banyak dengan berbagai ukuran.

Setelah dilakukan perendaman terlihat sebagian besar lubang-lubang tersebut telah tertutup karena terisi oleh unsur Cu. Untuk membuktikan bahwa partikel yang menutupi lubang-lubang pada arang aktif adalah unsur Cu, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX).

Pengujian EDX merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi komposisi elemen pada suatu spesimen. Penggunaan EDX ditujukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat pada suatu partikel. Hasil pengujian arang aktif sebagai carrier pupuk mikro yang telah direndam dengan larutan CuSO4

(39)

Gambar 17. Hasil pengujian arang aktif dari sekam sebagai carrier pupuk mikro menggunakan EDX

Dari Gambar 17 diketahui bahwa elemen yang terkandung pada arang aktif setelah direndam dengan larutan CuSO4 meliputi C (63.69%), O (33.53%),

(40)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sekam padi dalam bentuk arang dapat diproses menjadi arang aktif melalui teknik pelarutan silika dengan menggunakan larutan NaOH. Arang aktif yang diperoleh memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain dapat berfungsi sebagai absorban, arang aktif dari sekam padi hasil proses ini juga berpotensi untuk digunakan sebagai media penyimpan/pembawa (carrier), seperti untuk pupuk mikro. Teknologi pembuatan arang aktif ini berpotensi meningkatkan nilai ekonomi limbah pertanian berupa sekam padi.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap komposisi kimia (meliputi silika dan unsur hara) hasil pelarutan silika dari arang sekam padi untuk mengetahui pemanfaatan lain yang dapat diaplikasikan. Hal ini akan menjadi nilai tambah yang dihasilkan dari pembuatan arang aktif berbahan baku sekam padi.

(41)

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn (17 Maret 2011). Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Buku Arang Aktif. 29-57.

Bharadwaj, A., Y. Wang, S. Sridhar, and V.S. Arunachalam. 2004. Pyrolysis of rice husk. Research Comunication. 07. 981-986.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian Indonesia. 2011.

http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/komoditi/detail/20. (30

Agustus 2011).

Gracia. 2009. Characterization of lignin obtained by selective precipitation.

Separation and Purification Technology. 68. 193-198.

Houston, D.F. 1972. Rice Hulls. dalam: D.F. Houston (ed). Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc., St. Paul, Minnesota. 04. 301-342.

Hurblut J.R. and C. Klein. 1972. Manual of Mineralogy (After Janes D. Dana). John Wiley and Sons, Inc. U.S.A.

Kurniadi, M. dan A. Hasani. 1996. Studi pembuatan karbon aktif dari arang kayu.

Prosiding Pemaparan Hasil Litbang Ilmu Pengetahuan Teknik. Bandung. 123-129.

Manocha, S.M. 2003. Porous Carbon. Sadhana. 28. 335-348.

www.ias.ac.in/sadhana/Pdf2003Apr/Pe1070.pdf. (15 Juni 2011).

Markovska, I.G., B. Bogdanov, N.M. Nedelchev, K.M. Gurova, M.H. Zgorcheva, and L.A. Lyubchev. 2010. Study on the thermochemical and kinetic characteristics of alkali treated rice husk. Journal of the Chinese Chemical Society. 57. 411-416.

Marsh, H. and R.R. Fransisco. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science and Technology Books.

Nethirajan, S., R. Gordon, and L. Wang. 2009. Potential of silica bodies (phytoliths) for nanotechnology. Trends Biotechnol. 27. 461-467.

Sardi, I. 2006. Identifikasi Silika Amorf dari Sekam Padi. Skripsi. Jurusan Tanah. Institut Pertanian Bogor.

(42)

Shelke, V.R., S.S. Bhagade, and S.A. Mandavgane. 2010. Mesoporous silica from rice husk ash. Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis. 5. 63-67.

Tan, K.H. 1998. Principles of Soil Chemistry third edition, revised, and expanded. Marcel Dekker, Inc. New York.

(43)
(44)

3

(45)

3

(46)

3

4

(47)
(48)

3

(49)
(50)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi merupakan salah satu bahan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Berdasarkan data Departemen Pertanian, konsumsi beras penduduk Indonesia hingga saat ini mencapai 139 kilogram (kg) per kapita per tahun (Deptan, 2011). Hal ini mendorong perluasan lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menyebutkan bahwa luas panen padi di Indonesia mencapai 13,24 juta ha dengan produksi sebesar 66.40 juta ton/ha (BPS, 2011).

Nilai ekonomi dari usaha padi saat ini masih terfokus pada peningkatan kuantitas padi yang dihasilkan, sedangkan untuk pemanfaatan limbah produksi padi belum terlalu diperhatikan. Salah satu limbah produksi padi yang jumlahnya sangat banyak adalah sekam padi. Xiong et al. (2009) menyatakan bahwa tiap ton produksi padi akan menghasilkan 200 kg (20%) sekam padi. Hingga saat ini sekam padi belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan sekam padi seperti untuk abu gosok dan media tumbuh tanaman masih bernilai ekonomi rendah. Untuk itu dibutuhkan suatu cara baru agar sekam padi dapat dirubah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan sekam padi yang selama ini sudah dikembangkan di Indonesia antara lain sebagai bahan pengeras batu bata, bahan campuran pembuatan beton, dan sebagai bahan amelioran. Pemanfaatan lain yang dapat dikembangkan dari sekam padi dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah arang aktif.

(51)

tangga maupun industri. Hal ini membuat kebutuhan terhadap karbon aktif akan semakin meningkat.

Pemilihan sekam padi sebagai bahan baku arang aktif didasari oleh kandungan silika di dalamnya. Sekam padi yang telah dibakar mengandung 20-25% ruang yang berisi silika, dan pengamatan dengan mikroskop polarisasi menunjukkan bahwa arang sekam padi mengandung pori-pori yang berisi silika berukuran sangat kecil dan jumlahnya cukup banyak. Bila silika tersebut dapat dilarutkan maka diharapkan pori-pori yang sebelumnya tertutup oleh silika menjadi terbuka sehingga memiliki luas permukaan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa arang sekam padi berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku arang aktif.

Pada umumnya silika dapat dilarutkan pada kondisi pH sangat rendah atau pada pH yang sangat tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menentukan metode yang tepat guna melarutkan silika pada arang sekam agar mampu membentuk pori-pori sehingga luas permukaanya semakin besar dan dapat berfungsi sebagai arang aktif.

1.2 Tujuan

(52)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekam Padi

Sekam padi adalah kulit buah padi berupa lapisan keras yang meliputi

kariopsis, terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Di Indonesia, jumlah sekam dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun (Deptan, 2011).

Sekam memiliki Bulk Density (BD) rendah dengan kadar abu tinggi, berkisar 18 sampai 22% (Bharadwaj, Wang, Sridhar, and Arunachalam, 2004). Menurut Houston (1972) sekam padi mengandung 13.2-29.0% bahan inorganik, dimana komponen utama bahan inorganik ini merupakan abu sekam padi yang sebagian besar tersusun dari silika (SiO2). Hasil analisis komposisi kimia abu

sekam padi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia abu sekam

(53)

Hasil analisis dari Sardi (2006) menunjukkan bahwa kandungan silika (SiO2) pada sekam padi memiliki kandungan tertinggi setelah karbon (C). Ketika

dibakar sekam tidak mengalami penyusutan sampai suhu 200°C. kemudian menyusut dengan cepat pada suhu 200-4000C, menyusut perlahan pada 400-800°C, dan pada 800°C keatas sudah tidak mengalami penyusutan. Hasil pengamatan Bharadwaj et al. (2004) dalam Pyrolysis of Rice Husk

memperlihatkan hasil Scanning Electron Microscopic (SEM) mengenai partikel sekam padi yang belum dibakar (Gambar 1) dan yang telah mengalami degradasi karena pengaruh suhu akibat proses pembakaran (Gambar 2).

Gambar 1. Penampang melintang sekam utuh yang belum dibakar

(54)

Pada Gambar 1 merupakan penampang melintang dari sekam yang belum dibakar dimana terlihat jelas tidak ada pori karena seluruh pori antar matrik terisi oleh silika, terlihat serat yang mengisi ruang antar matrik. Penyusun serat adalah silika, sedangkan matrik terdiri dari selulosa dan lignin. Pada Gambar 2 adalah permukaan sekam padi yang dibakar pada suhu 850˚C yang menunjukkan pori dan benjolan-benjolan yang cukup banyak.

2.2 Silika

Silika merupakan istilah yang digunakan untuk campuran satu atom silikon dengan dua atom oksigen. Hurlbut dan Klein (1977) menyatakan bahwa silika (SiO2) diklasifikasikan kedalam kelas silikat, yaitu masuk dalam kelompok

tektosilikat. Silikat merupakan kelas mineral yang sangat besar dan kelompok penting dari mineral. Silika di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu kristalin dan non-kristalin (amorf). Kuarsa merupakan bentuk silika kristalin yang paling umum dan berlimpah dalam sebagian besar jenis batuan, khususnya granit, batu pasir, kuarsit, dan di dalam pasir. Kristobalit dan tridimit ditemukan dalam batuan volkan. Sementara itu silika non-kristalin (amorf) ditemukan di alam sebagai biogenik silika dan silika gelas yang berasal dari abu volkan.

Shelke, Bhagade, dan Mandavgane (2010) menyebutkan bahwa silika dapat diperoleh dari sekam padi. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa silika yang terdapat pada arang sekam merupakan

mesoporous silika (berdiameter 2-50 nm), memiliki luas permukaan yang besar dan ukuran partikel yang kecil. Sedangkan menurut Satish (1997) silika pada sekam padi merupakan silika non-kristalin dan sebagian besar memiliki struktur

microporous. Silika memiliki berbagai kegunaan, seperti untuk bahan katalis, campuran pada tinta, bahan pengeras beton, komponen deterjen dan sabun, serta sebagai unsur pengeras pada pembuatan batu bata.

(55)

tanaman. Silika pada tanaman memiliki karakteristik membentuk benjolan-benjolan. Macam-macam bentuk phytolits dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tipe phytolits berukuran 10-20 µm.

Neethirajan et al. (2009) dalam Potential of silica bodies (phytoliths) for nanotechnology menyatakan bahwa silika amorf dapat diperoleh dari pembakaran sekam padi, jerami atau dari kulit luar buah-buahan. Silika amorf pada umumnya berukuran antara 10-30 µm dan adakalanya berukuran sampai 200 µm. Silika pada sekam padi dapat dipecahkan atau dilepaskan di dalam larutan yang mengandung alcohol [NR4)8, (R=Me,CH2CH2OH), dan secara normal akan

membentuk anion octasilicat.

Mengingat komponen arang sekam padi yang mengandung sebagian besar silika dan tersebar secara merata, maka jika silika tersebut dapat dilarutkan diharapkan akan menghasilkan ruang kosong atau pori dalam jumlah besar sehingga luas permukaan yang dihasilkan akan lebih besar. Proses serapan (absorpsi) akan meningkat dengan semakin besarnya luas permukaan karena kontak antar permukaan satu partikel dengan partikel lainnya semakin tinggi (Tan, 1998).

2.3 Arang Aktif (Activated Carbon)

(56)

berukuran sangat kecil (berdimensi atom) dan sulit digambarkan karena bentuknya sangat beragam. Efektivitas karbon aktif sangat tergantung dengan porositasnya. Pori tersebut terbentuk dari atom karbon yang saling berikatan sehingga membentuk celah diantara iktan-ikatan tersebut (Marsh dan Fransisco, 2006).

Pada dasarnya seluruh bahan yang mengandung karbon yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau bahan mineral dapat dirubah menjadi arang aktif. Proses pembentukan arang aktif melalui dua tahap yaitu karbonisasi kemudian diikuti tahap aktivasi. Pada tahap karbonisasi akan menghasilkan arang aktif dengan daya absorban rendah, karena ruang pori yang dihasilkan masih kecil. Selain itu juga menghasilkan senyawa tar yang dapat menutup pori. Pada arang aktif berbahan aktif kayu, bahan aktivasi yang sering digunakan antara lain asam fosfat, seng klorida, dan kalium sulfida (Kurniadi dan Hasani, 1996).

Mengolah arang menjadi arang aktif pada prinsipnya adalah membuka pori-pori arang agar menjadi luas. Arang aktif disusun oleh atom karbon yang terikat secara kovalen dalam kisi heksagonal dimana molekulnya berbentuk amorf

yaitu merupakan pelat-pelat datar. Konfigurasi molekul berbentuk pelat-pelat ini bertumpuk satu sama lain dengan gugus hidrokarbon pada permukaannya. Dengan menghilangkan hidrogen dan bahan aktif (gugus hidrokarbon), maka permukaan dan pusat aktif menjadi luas. Hal ini mengakibatkan kemampuan absorben arang aktif juga semakin meningkat (BSN, 2011).

2.4 Jenis Karbon Aktif

Menurut Manocha (2003) karbon aktif merupakan produk yang kompleks dan sulit untuk diklasifikasikan berdasarkan perilaku, karakteristik permukaan, dan cara pembuatannya. Namun, beberapa klasifikasi secara umum telah dibuat berdasarkan karakteristik fisik karbon aktif.

2.4.1 Karbon aktif serbuk

(57)

yang berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan.

2.4.2 Karbon aktif granul

Jenis ini biasanya diproduksi dari bahan baku yang memiliki struktur keras seperti tempurung kelapa, tulang, dan batubara. Ukuran partikel karbon aktif granul berbeda-beda tergantung pada aplikasinya. Biasanya digunakan untuk proses pada fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, pemisahan, dan pemurnian gas. Untuk aplikasi pada fase gas ukuran granul yang sering digunakan adalah 4 mm – 6 mm.

2.4.3 Karbon aktif fiber

Karbon aktif fiber memiliki ukuran yang lebih kecil dari karbon aktif serbuk. Sebagian besar memiliki ukuran diameter rata-rata 7 µm – 15 µm. Aplikasi karbon aktif fiber biasanya digunakan dalam bidang perlakuan udara seperti penangkapan larutan.

2.4.4 Karbon aktif molecular sieves

Aplikasi utama karbon aktif jenis ini adalah pada proses pemisahan nitrogen dan oksigen dalam udara. Karbon aktif molecular sieves merupakan suatu material yang menarik sebagai model karbon aktif karena memiliki ukuran yang kecil dan seragam.

2.5 Standar Kualitas Arang Aktif

(58)

Tabel 2. Standar mutu arang aktif

Jenis Pengujian Persyaratan

Kadar Abu Maksimum 2,5% Kadar Air Maksimum 10%

pH 6-8

Daya Serap Biru Metilena Minimum 120 mg/g Bagian yang tidak diperarang Tidak Nyata

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI 1995)

2.6 Kegunaan Arang Aktif

Arang aktif merupakan material yang unik dan serbaguna, karena memiliki luas permukaan yang besar dan derajat reaktivitas permukaan yang tinggi. Aplikasi penting karbon aktif senantiasa digunakan untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan zat-zat yang tidak diharapkan pada pengolahan air untuk air minum dan air limbah pada industri, pemurnian gas pada lingkungan tertentu seperti industri kimia dan industri makanan. Selain itu arang aktif juga digunakan dalam bidang kedokteran untuk membasmi bakteri yang sudah diketahui jenisnya (Manocha, 2003).

(59)

BAB III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga berkerja sama dengan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi, larutan HCl, larutan NaOH, akuades, biru metilena, arang aktif komersial, asam asetat, CuSO4, Ba(OH)3, dan bahan – bahan pendukung lainnya. Peralatan untuk

pembuatan arang aktif meliputi mortar, neraca digital, ayakan 65 mesh (210µm),

drying oven, muffle furnance, shaker, peralatan bantu lainnya seperti botol plastik, kertas saring, kain lap dan lain-lain. Sedangkan peralatan karakterisasi arang aktif adalah Diferential Thermal Analysis (DTA), Mikroskop polarisasi, Scanning Electron Microscope (SEM), Spektrofotometri UV-Vis, pH-meter, Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX), serta peralatan pendukung lainnya.

3.3 Metode Penelitian

(60)

Gambar 4. Diagram alir tahapan pembuatan arang aktif dari sekam padi

3.3.1 Proses Pembakaran

Pembakaran sekam dilakukan dengan oksigen rendah agar dihasilkan arang sekam berkualitas. Teknik pembakaran diilustrasikan pada Gambar 5.

Keterangan gambar: A : Pipa berlubang B : Posisi sekam C : Penyangga pipa D : Posisi api

Gambar 5. Skema proses pembakaran sekam

Pembakaran sekam dilakukan dengan oksigen terbatas agar dihasilkan arang sekam berkualitas. Untuk menjaga agar tidak terjadi pembakaran sempurna, maka

A

D B C

Bahan Baku (Sekam Padi)

Pembuatan Arang

Arang Sekam Telah Dilarutkan Silikanya

Karakterisasi dan Pengujian

Kadar Abu, DTA, SEM, Uji Absorpsi, Kadar Air, pH

Arang Aktif Pelarutan Silika:

(61)

sekam dijaga agar tetap dalam kondisi lembab. Arang sekam kemudian dicuci dan dikeringkan pada ruangan terbuka.

3.3.2 Proses Aktivasi (pelarutan silika pada arang sekam)

Sebelum diaktivasi, arang sekam terlebih dahulu dihaluskan dengan menggunakan mortar dan disaring dengan ayakan 65 mesh (210 µm). Proses aktivasi dilakukan secara eksplorasi dan kualitatif untuk menemukan larutan pereaksi yang paling efektif dalam melarutkan silika. Perlakuan yang diberikan yaitu: kontrol (arang sekam tanpa perlakuan), arang sekam + akuades, arang sekam + HCl, dan arang sekam + NaOH. Perbandingan arang sekam dengan larutan masing-masing yaitu 50 g dalam 250 mL.

3.3.3 Proses Karakterisasi dan Pengujian

3.3.3.1 Analisis Sifat Panas dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis (TG/DTA)

Tahap ini merupakan percobaan eksplorasi dan kualitatif untuk menemukan konsentrasi pereaksi yang paling efektif melarutkan silika dengan melihat bobot yang hilang (weight loss). Semakin tinggi nilai weight loss, menunjukkan bahwa pencucian silika semakin efektif. Nilai yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan TG/DTA cukup tepat dan selain itu juga dapat diketahui kadar abunya.

3.3.3.2 Pengamatan Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi dan

Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat karakteristik pori-pori yang terdapat pada arang sekam sebelum dan sesudah pelarutan silika. Spesimen yang diamati meliputi arang sekam padi, arang aktif dari sekam padi, dan arang aktif komersial sebagai pembanding.

3.3.3.3 Pengujian Absorpsi Arang Aktif

(62)

alat uji Spektrofotometri UV-Vis. Larutan yang digunakan dalam pengujian adalah biru metilena. Prosedurnya sebagai berikut :

a. Contoh yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 60 menit, ditimbang sebanyak 0,1 g ke dalam erlenmeyer 100 mL.

b. Ditambahkan 25 mL larutan biru metilena 1200 ppm ke dalam contoh. c. Larutan tersebut dikocok selama 30 menit, dan disaring dengan kertas saring

berabu.

d. Filtrat dipipet sebanyak 1 mL ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditera dengan akuades.

e. Diukur serapan contoh dengan spektrofotometer pada λ 620 nm. Daya Serap Biru Metilena (mg/gram)

= ( ) Keterangan :

C = Konsentrasi methylene blue setelah diserap dengan arang aktif (mg/L)

3.3.3.4 Kadar Air

Arang sekam yang telah berhasil menjadi arang aktif kemudian diukur kandungan airnya secara gravimetri. Prosedurnya sebagai berikut :

a. Cawan porselin kosong dimasukkan dalam oven 105ºC selama 60 menit, kemudian disimpan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik.

b. Contoh ditimbang sebanyak 3 kali ulangan di dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya.

c. Cawan berisi contoh dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ºC selama 3 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator.

d. Cawan berisi contoh ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar Air (%) = ! ("# #$%& "#"%'())*#+,#-.+,(+ ! / +! ) x 100%

3.3.3.5 Penetapan pH

(63)

15 menit, setelah larutan menjadi dingin, dilakukan penyaringan dan diukur pH filtratnya menggunakan pH-meter.

3.3.3.6 Uji Potensi sebagai Carrier Pupuk Mikro

Arang aktif yang telah dihasilkan direndam dengan menggunakan larutan CuSO4 1N kira-kira selama 3 jam dengan perbandingan 5 g arang aktif dalam 25

mL, kemudian dicuci dengan akuades hingga bebas sulfat. Untuk mengetahui apakah arang aktif telah bebas sulfat digunakan larutan Ba(OH)3 sebagai

indikator. Bila sudah tidak terbentuk endapan saat hasil pencucian diberi Ba(OH)3

maka arang aktif telah terbebas dari sulfat.

(64)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi

Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah sebelumnya dilakukan penggerusan dan penyaringan, seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Arang aktif dari bahan baku sekam padi

Kemurnian arang aktif sebagai absorben merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas absorben dalam hal kemampuan daya absorpsi. Untuk itu dibutuhkan arang aktif yang permukaannya bersih dari kotoran dan kontaminan.

4.2 Hasil Pelarutan Silika

Hasil pelarutan silika pada arang sekam dengan berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 3. Semakin tinggi nilai kehilangan bobot yang dihasilkan menunjukkan bahwa proses pelarutan silika semakin efektif.

Tabel 3. Hasil pelarutan silika pada arang sekam padi dengan berbagai perlakuan

(65)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa kehilangan bobot (weigth loss) terbesar terdapat pada perlakuan NaOH yakni 97.89%. Hal ini menggambarkan bahwa kandungan silika pada arang sekam dengan perlakuan NaOH telah tercuci dengan baik. Hasil tersebut juga menggambarkan bahwa larutan NaOH merupakan larutan yang paling efektif dalam melarutkan silika pada sekam padi. Kadar abu yang diperoleh dari pengukuran pada perlakuan NaOH sebesar 2.11%, telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 1995) yang mensyaratkan bahwa kadar abu pada arang aktif adalah maksimum 2.5%.

4.3 Analisis Sifat Panas (TG/DTA)

Pengukuran dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis

(TG/DTA). Hasil analisis TG/DTA kontrol (arang sekam) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva TG/DTA arang sekam kontrol

(66)

mempunyai kehilangan bobot sebesar 54.37% yang berarti mempunyai kandungan abu 45.63%. Proses kehilangan bobot terjadi dalam tiga bentuk, yakni kehilangan air yang terjadi pada suhu sekitar 30-150ºC, kemudian kehilangan bahan organik pada suhu sekitar 150-450ºC, dan kehilangan bahan lainnya pada suhu diatas 450ºC. Proses kehilangan air pada pengukuran merupakan reaksi endotermik yang ditunjukkan oleh kurva dan mempunyai puncak endotermik pada daerah sekitar 81ºC. Sedangkan puncak eksotermik pada daerah sekitar 425ºC.

Hasil pengukuran TG/DTA pada arang sekam dengan perlakuan akuades tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kontrol. Kurva TG/DTA disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan akuades

(67)

Pada umumnya senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada arang sekam akan larut dengan menggunakan akuades. Namun, senyawa-senyawa tersebut masih tertutupi oleh lapisan phytolits sehingga akuades belum mampu melarutkan senyawa-senyawa oksida yang terdapat pada bagian dalam arang sekam. Sedangkan hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl menunjukkan nilai kehilangan bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan akuades dan kontrol (Gambar 9).

Gambar 9. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl

(68)

Pada arang sekam dengan perlakuan NaOH, awalnya digunakan larutan NaOH 1N. Namun, hasilnya belum begitu memuaskan karena nilai kehilangan bobot tidak jauh berbeda dengan kontrol, sehingga NaOH yang digunakan ditingkatkan menjadi 2N. Peningkatan konsentrasi tersebut mengakibatkan nilai kehilangan bobot yang dihasilkan juga meningkat dengan signifikan. Hasil analisis TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N

Dari hasil analasis pada Gambar 10 diketahui bahwa arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N mempunyai nilai kehilangan bobot sebesar 97.89% dan secara visual tidak terlihat sisa pada hasil pengukuran. Nilai kehilangan bobot tersebut menunjukkan bahwa NaOH 2N mampu melarutkan silika pada arang sekam (bahkan cenderung semuanya larut). Menurut Markovska et al. (2010) kondisi optimal untuk ekstraksi SiO2 pada sekam padi adalah dalam bentuk

Na2SiO3. Kadar abu yang terdapat pada arang sekam dengan perlakuan NaOH

(69)

4.3 Struktur dan Bentuk Permukaan Arang Aktif

Hasil dari ekstraksi silika dalam bentuk sodium silikat memberikan kemungkinan untuk melihat bagian dalam dari struktur arang sekam. Spesimen yang diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah kontrol (arang sekam), arang aktif dari sekam (setelah diaktivasi dengan NaOH), dan arang aktif komersial sebagai pembanding. Hasil SEM kontrol dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol), bagian yang berbentuk bulat dan tajam merupakan silika pada arang sekam

Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa sekam padi mengandung cukup banyak silika dan tersusun teratur, telihat saling berhubungan seperti membentuk suatu rangkaian yang panjang. Silika merupakan komponen utama pada arang sekam setelah karbon, dan sebagian besar dalam bentuk silika amorf. Menurut Xiong et al. (2009) kandungan silika dan senyawa kimia pada sekam padi berbeda-beda, tetapi tidak signifikan. Adanya perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis padi, variasi iklim, kondisi geografi, dan pemupukan yang digunakan.

Gambar

Gambar 9. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan HCl
Gambar 10. Kurva TG/DTA arang sekam dengan perlakuan NaOH 2N
Gambar 11.   Hasil SEM arang sekam tanpa perlakuan (kontrol), bagian yang
Gambar 12.  Hasil SEM arang aktif dari sekam padi, merupakan hasil pelarutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Kompilasi Hukum Keluarga terhadap pandangan Kiai terhadap pernikahan pernikahan istri tanpa putusan cerai dari Pengadilan Agama yang terjadi di Desa

Bagaimana pimpinan merangsang ide baru yang terkait dengan produk..

Kurang dari 120 menit tidak tersedia per satu bulan kalender Tidak ada restitusi Lebih dari 120 menit dan kurang dari 240 menit per satu bulan kalender 20% dari biaya layanan

Sebagai contohnya adalah bawang merah.Meskipun saat ini desa Duwel telah dielu-elukan oleh orang-orang sebagai desa paling potensial dalam pemasokan Bawang merah unggul

Imunitas (kekebalan tubuh) ikan akan berkurang apabila ikan berada pada suhu yang rendah, sedangkan ikan akan mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh

63,235,000 RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG PEKERJAAN KONSTRUKSI.. KODAM VI/MULAWARMAN

Pengaruh Store Atmosphere Dan Pelayanan Ritel Terhadap Nilai Hedonik Dan Pembelian Impulsif Pelanggan ZARA Tunjungan Plaza. Surabaya

Kemudian dapat ditentukan nilai konsentrasipada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan dengan mensubstitusikan nilai I/C