• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enlargement, Marketing Strategies and Development Strategies of Catfish at UD Sumber Rezeki Parung, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Enlargement, Marketing Strategies and Development Strategies of Catfish at UD Sumber Rezeki Parung, West Java"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

IKAN LELE SERTA STRATEGI PENGEMBANGANYA

DI UD SUMBER REZEKI PARUNG, JAWA BARAT

Jaja P054100145

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IKAN LELE SERTA STRATEGI PENGEMBANGANYA

DI UD SUMBER REZEKI PARUNG, JAWA BARAT

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa tugas akhir yang berjudul :

KAJIAN USAHA PEMBESARAN DAN PEMASARAN IKAN

LELE SERTA STRATEGI PENGEMBANGANYA DI UD

SUMBER REZEKI PARUNG, JAWA BARAT

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi dan data yang digunakan berasal atau dikutip dari karya penulis lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2012

(4)

JAJA, Enlargement, Marketing Strategies and Development Strategies of Catfish at UD Sumber Rezeki Parung, West Java and, supervised by Ani Suryani and Komar Sumantadinata.

Consumption and demand for catfish has increased. These conditions open a big opportunities for catfish farming. To be successful in catfish farming, it requires technology and the enlargement of catfish market domination. The purpose of this study was to determine the magnification and technology marketing at UD Sumber Rezeki and get a new breakthrough in marketing efforts and the enlargement of catfish, determine the feasibility and efficiency of marketing efforts and the enlargement of catfish, find the prospect of catfish processed products, know the strengths, weaknesses, opportunities and threats in the enlargement and marketing of catfish and determine the strategy of business development and marketing of catfish enlargement on UD Sumber Rezeki. Technology production processes carried out by following the catfish aquaculture activities at UD Sumber Rezeki Parung, West Java, and then analyzed the feasibility of their business. The analisis through qualitative analysis, quantitative analysis of IFE (Internal Factor Evaluation) and External Factor Evaluation (EFE) Matrix IE and SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats). Catfish farming in the UD Sumber Rezeki Parung, West Java feasible to be implemented with the value of Benefit / Cost (B / C) ratio> 1,26. Break Event Point (BEP) catfish production. Rp. 9631.76 per kg, NPV 14% on the value of Rp. 38,140,956, 17% IRR and PBP 3 years 9 months. Efficiency for catfish enlargement in UD Sumber Rezeki determined by the use of water by gravity, the use of probiotics to save time, use sinking feed and floating feed. Based on the IFE (2.83) and EFE (2.81), then the position at UD Sumber Rezeki phase of growth and stability and are in quadrant 5. Based on the analysis matrix and SWOT matrix IE, then the strategy for developing UD Sumber Rezeki, Parung, West Java are (1) market penetration by selling directly to end customer, (2) diversification of catfish products and (3) improve the competence of human resources. The conclusion of this study is the process of enlargement of catfish conducted by UD Sumber Rezeki good enough, the feasibility and efficient good enough but distribution channel catfish is too long. The most appropriate strategy for development is to penetrate and market development and product diversification. The advice is to develop more diversified products and observations in the distribution channel catfish.

(5)

Jaja, Kajian Usaha Pembesaran dan Pemasaran Ikan Lele Serta Strategi Pengembanganya di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai ketua dan Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc sebagai anggota.

Konsumsi dan permintaan ikan lele semakin meningkat. Hal ini membuka peluang usaha pembesaran ikan lele. Untuk berhasil dalam usaha pembesaran ikan lele diperlukan penguasaan teknologi pembesaran dan penguasaan pasar ikan lele. UD sumber rezeki melakukan usaha pembesaran ikan lele dan cukup berkembang. Hal ini menjadi dasar diperlukanya kajian usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele serta strategi pengembanganya sehingga UD Sumber Rezeki makin maju.

Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui teknologi pembesaran dan pemasaran ikan lele di UD Sumber Rezeki serta mendapatkan terobosan baru dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele, mengetahui kelayakan dan efisiensi usaha dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele, mengetahui prospek pengembangan produk olahan ikan lele, mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele dan menentukan strategi pengembangan usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele di UD Sumber Rezeki.

Pengamatan teknologi proses produksi dilakukan dengan mengikuti kegiatan budidaya ikan lele di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat dan kemudian dianalisis kelayakan usahanya. Faktor internal dan eksternal yang berpengaruh kepada UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat diperoleh dengan melakukan wawancara dan kuesioner. Data dianalis melalui analisis kualitatif, kuantitatif, analisis IFE (Internal Factor Evaluation) dan External Factor

Evaluation (EFE) dan Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan

Threats).

Usaha budidaya ikan lele di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat layak untuk dilaksanakan dengan nilai Benefit/Cost (B/C) ratio > 1,26. Break Event

Point (BEP) Produksi ikan lele Rp. 9.631,76 per kg, NPV pada nilai Rp.

38.140.956, IRR 17% dan PBP 3 tahun 9 bulan. Efisiensi usaha pembesaran ikan lele di UD Sumber Rezeki ditentukan oleh penggunaan air secara gravitasi, penggunaan probiotik untuk menghemat waktu, penggunaan pakan tenggelam dan penggunaan pakan apung.

(6)

kenalan penjual ikan di pasar (0,38); dan (5) Pasar ikan lele masih terbuka (0,16). Urutan faktor ancaman UD Sumber Rezeki, yaitu (1) Fluktuasi harga ikan lele konsumsi (0,17); (2) Penyakit dan hama ikan (0,16); (3) Ketersedian benih ikan (0,09); (4) Perubahan cuaca dan iklim (0,08) dan (5) Tingkat persaingan (0,08). Berdasarkan nilai IFE (2,83) dan EFE (2,81), maka posisi UD Sumber Rezeki berada di fase pertumbuhan dan stabilitas dan berada di kuadran 5. Strategi pengembangan yang paling tepat untuk UD Sumber Rezeki adalah penetrasi dan pengembangan pasar dengan menjual langsung ke konsumen akhir, melakukan diversifikasi produk olahan ikan lele dan meningkatkan kemampuan SDM sehingga lebih memahami proses pembesaran dan pemasaran ikan lele sampai ke pelanggan akhir.

(7)

©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Kajian Usaha Pembesaran dan Pemasaran Ikan Lele serta Strategi Pengembanganya di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Jaja

Nomor Pokok : P054100145

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. H. Komar Sumantadinata, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

(10)
(11)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga laporan akhir yang berjudul Kajian Usaha Pembesaran dan Pemasaran Ikan Lele Serta Strategi Pengembanganya di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan laporan akhir ini.

2. Prof. Dr. Ir. H. Komar Sumantadinata, M.Sc, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan laporan akhir ini.

3. Dr. Sapta Rahardja, DEA, selaku penguji luar komisi pembimbing, atas kritik dan masukan yang memperkaya penulisan laporan akhir ini.

4. Rekan-rekan Magister Profesional Industri Kecil Menengah Angkatan 14, dimana penulis banyak mengadakan diskusi dan menerima masukan.

Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan Rahmat dan Karunia atas segala kebaikan yang telah diberikan.

Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil pada umumnya dan kegiatan pengembangan usaha pembesaran ikan lele pada khususnya. Saran dan kritik atas kajian ini diharapkan, agar kajian ini menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Maret 2012

(12)

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1974 di Kuningan, Jawa Barat. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 1987 di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ledug, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 1990 di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Maleber, serta Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 1993 di SMAN 1 Kuningan. Tahun 1993 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

(13)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...3

1.3 Tujuan...4

1.4 Manfaat ...4

II. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Ikan Lele...5

2.2 Proses Pembesaran Ikan Lele ...5

2.3 Proses Panen dan Pasca panen...10

2.4 Pemasaran... 11

2.5 Analisis Kelayakan Usaha ... 12

2.6 Strategi Pengembangan ... 16

I. METODE KAJIAN... ... 27

3.1 Lokasi dan Waktu kajian...27

3.2 Metode Kerja...27

3.2.1 Pengumpulan Data...27

3.2.2 Analisis Data ...28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...37

4.1 Kondisi Umum ...37

4.2 Teknologi Proses Pembesaran Ikan Lele...38

4.3 Pemasaran ...46

4.4 Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Ikan Lele di UD Sumber Rezeki...51

4.5 Pengembangan Produk Olahan Ikan Lele ...53

4.6 Strategi Pengembangan UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat...55

4.6.1 Analisis Matriks IFE ...61

4.6.2 Analisis Matriks EFE ...63

4.6.3 Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE) ...65

4.6.4 Analisis Matriks SWOT ...66

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...75

5.1 Kesimpulan ...75

5.2 Saran ...75

DAFTAR PUSTAKA...77

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama (ton)

2006-2010... 1

2. Pemberian Pakan per 1000 Ekor per Siklus…... 9

3. Standar Ketinggian Air (Nasrudin, 2010) ………...10

4. Matriks Internal dan Eksternal (IE) (Rangkuti, 2005) …..…………... 19

5. Matriks SWOT (Rangkuti, 2005) ………... 23

6. Matriks Internal dan Eksternal (IE) UD Sumber Rezeki …………... 32

7. Matriks SWOT ………...34

8. Komposisi Pakan yang Diberikan di UD Sumber Rezeki …..……….40

9. Jumlah Pakan Yang Diberikan Sesuai Dengan Perkembangan Bobot Ikan Lele di UD Sumber Rezeki……….………… 41

10.Data Pengukuran Kualitas Air ………. 42

11.Tiga Ukuran Ikan Lele Saat Panen ………..……… 46

12.Dinamika Harga Ikan Lele Saat Musim Hujan/Cuaca Buruk ... 51

13.Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Lele (luas total lahan 2500 M2 14.Faktor Strategik Internal (IFE) UD Sumber Rezeki... 61

)...52

15.Faktor Strategik Eksternal (EFE) UD Sumber Rezeki ... 63

16.Matriks IE UD Sumber Rezeki... ... 65

17.Tingkat Nilai pada Analisis SWOT di UD Sumber Rezeki ...66

18.Matriks SWOT UD Sumber Rezeki ... 68

19.Penentuan Alternatif Strategik Terbaik di UD Sumber Rezeki...71

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 80

2. Lokasi Pembesaran UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat ... 89

3. Persiapan Kolam di UD Sumber Rezeki, Parung, Jawa Barat ... 90

4. Perbedaan Pakan Apung dan Tenggelam ... 91

5. Tabel Pemberian Pakan Harian per 10.000 Ekor Benih……... 92

6. Hubungan pH dan Produksi Ikan Lele ………... 93

7. Hubungan Suhu dan Nafsu Makan Ikan Lele ……… 94

8. Proses Panen Ikan Lele di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat .. 95

9. Data Produksi Ikan Lele per kolam di UD Sumber Rezeki... 96

10.Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Ikan Lele di UD Sumber Rezeki ... 99

11.Analisis Kelayakan Usaha Produk Olahan Ikan Lele (Abon Ikan Lele) ... 100

12.Perhitungan Matriks IFE ... 101

13.Perhitungan Matriks EFE ... 102

14.Tingkat Kepentingan Unsur SWOT ...103

15.Ringkasan Nilai Unsur SWOT ... 104

16.Matriks SWOT UD Sumber Rezeki ... 105

(17)

1.1 Latar Belakang

Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Peningkatan Permintaan ikan lele sebanyak itu berasal dari sekitar 25.000 pedagang warung pecel lele. Selain dari warung pecel lele, peningkatan permintaan ikan lele juga berasal dari rumah makan yang menyediakan menu olahan ikan lele seperti warung tegal, rumah makan padang dan yang cukup terkenal adalah rumah makan lele lela. Melihat peluang yang begitu besar, maka selama kurun waktu 2009-2014, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan akan mengupayakan peningkatan produksi ikan lele sebesar 450% yaitu dari 200.000 ton tahun 2009 menjadi 900.000 ton pada tahun 2014. Pada Tabel 1 dapat dilihat peningkatan produksi ikan lele yang cukup baik dari tahun ke tahun.

Tabel 1. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama (ton), 2006-2010

Jenis

Komoditas 2006 2007 2008 2009 2010* 2006-2010 2009-2010 Ikan Patin 31,490 36,755 102,021 109,685 144,056 58.28 31.34 Rumput laut 1,374,462 1,728,475 2,145,060 2,963,556 3,082,113 23.00 4.00 Ikan Nila 169,390 206,904 291,037 323,389 469,173 29.75 45.08 Ikan Gurame 28,710 35,078 36,636 46,254 74,912 28.8 61.96 Ikan Bandeng 212,883 263,139 277,471 328,288 483,948 23.70 47.42 Ikan Lele 77,272 91,735 114,371 144,755 273,554 39.73 88.98

Ikan Kerapu 4,021 8,035 5,005 8,791 18,805 62.92 113.91 Ikan mas 247,633 264,349 242,322 249,279 374,112 12.84 50.00 Udang 327,610 358,925 409,590 338,061 352,600 2.63 4.3 Ikan kakap 2,183 4,418 4,371 6,400 1,776 18.87 -72.26 Lainnya 206,942 195,122 227,317 190,106 203,015 0.3 6.79 Jumlah Total 2,682,596 3,192,935 3,855,201 4,708,564 5,478,064 19.56 16.34 Keterangan : * angka sementara

Sumber : KKP 2010

T a h u n Kenaikan Rata-rata (%) Satuan : Ton

(18)

menyediakan menu olahan ikan lele terutama di seputaran Jabodetabek. Rasa daging yang khas serta cara memasak dan menghidangkanya secara tradisional, menjadikan menu sajian ikan lele digemari masyarakat luas. Selain dihidangkan dalam bentuk warung pecel lele, saat ini sudah mulai banyak restoran besar dapat menghidangkannya dengan variasi masakan yang sangat beragam.

Nasrudin (2010) menyatakan ikan lele merupakan komoditas budidaya ikan air tawar yang memiliki rasa enak, harga relatif murah, kandungan gizi tinggi, pertumbuhan cepat, mudah berkembangbiak, toleran terhadap kualitas air yang kurang baik, relatif tahan terhadap penyakit dan dapat dipelihara hampir di semua wadah budidaya. Dari keunggulan tersebut, maka usaha budidaya ikan lele dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, peningkatan kemampuan berusaha dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat terutama yang berasal dari ikan.

Pada awalnya, pemeliharaan ikan lele hanyalah sebagai kegiatan sambilan saja. Ikan lele dipelihara di kolam pekarangan dan tempat penampungan limbah rumah tangga karena sifatnya yang tahan hidup dalam lingkungan yang kotor dan kekurangan oksigen. Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan ikan lele, peluang bisnis ini semakin terbuka, sehingga banyak sekali orang yang tertarik mengembangkan usaha ini. Antusias yang tinggi dalam membuka usaha ikan lele sering tidak dibarengi dengan strategi proses produksi dan pemasaran yang baik. Pada akhirnya tidak sedikit dari kalangan pembudidaya ikan lele yang mengalami kerugian.

(19)

diusaha pembesaran ikan lele dapat memperoleh keuntungan sesuai yang diharapkan (Prihartono dkk, 2010).

Untuk saat ini, keuntungan usaha budidaya ikan lele sangat tergantung kepada kemampuan pembudidaya ikan lele mengatur hal-hal sebagai berikut : benih yang bagus dan murah, nilai konversi pakan yang menjadi daging (FCR =

feed conversion ratio) yang rendah sama dengan 1, ukuran panen seragam 6-10 ekor per kg dan waktu budidaya pendek maksimal 60 hari (Nasrudin, 2010). Selain itu penguasaan pasar yang baik sangat berpengaruh kepada keuntungan petani. Penguasaan pasar menjadi penting, mengingat sistem pembayaran bersifat kredit dan bandar ikan memegang peranan dalam hal pemberian modal bagi penjual ikan di pasar (Nugroho, 2007).

Penguasaan teknologi pembesaran ikan lele dan penguasaan pasar menjadi sangat penting apabila ingin melakukan usaha pembesaran ikan lele. Efisiensi dan efektivitas usaha pembesaran ikan lele perlu dipelajari dengan seksama untuk menunjang keberhasilan usaha tersebut. Interaksi dengan sesama pembudidaya ikan lele sangat penting untuk menunjang keberhasilan pembesaran dan pemasaran ikan lele. Hal ini dapat dilakukan dengan bertukar informasi tentang benih yang baik, pakan yang berkualitas dan pasar yang pembayarannya tunai. Selain hal di atas, dalam usaha budidaya lele, diperlukan strategi yang tepat dalam hal persiapan kolam, pemilihan benih, pengisian air, manajeman pakan, manajeman kualitas air, manajemen panen dan pemasaran.

UD Sumber Rezeki merupakan salah satu perusahaan yang sedang berkembang dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele. Hal ini menjadi dasar diperlukanya kajian usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele serta strategi pengembanganya sehingga UD Sumber Rezeki makin maju dan berkembang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut :

(20)

2. Bagaimanakah analisis kelayakan dan efisiensi usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele yang dilakukan oleh UD Sumber Rezeki sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal?

3. Bagaimanakah prospek pengembangan produk olahan ikan lele untuk kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang?

4. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terjadi dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele di UD Sumber Rezeki? 5. Bagaimanakah strategi pengembangan usaha pembesaran dan pemasaran

ikan lele di UD Sumber Rezeki sehingga lebih maju dan berkembang?

1.3 Tujuan

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui teknologi pembesaran ikan lele dan pemasaran ikan lele yang dilakukan di UD Sumber Rezeki serta mendapatkan terobosan baru dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele,

2. Mengetahui kelayakan usaha dan efisiensi usaha dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele

3. Mengetahui prospek pengembangan produk olahan ikan lele untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang.

4. Mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terjadi dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele di UD Sumber Rezeki 5. Menentukan strategi pengembangan usaha pembesaran dan pemasaran

ikan lele di UD Sumber Rezeki

1.4 Manfaat

Manfaat yang bisa diambil dari kajian ini antara lain sebagai berikut : 1. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan

UD Sumber Rezeki sehingga usaha yang digeluti makin berkembang dan maju.

(21)
(22)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele

Menurut Suyanto (2011) ikan lele memiliki bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik, mempunyai 4 pasang kumis, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut abrorescent, sehingga mampu hidup dalam air yang oksigennya rendah. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk dan sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada suasana gelap. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Ikan leletermasukikan

Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ia akan mencari lubang-lubang untuk pemijahan. Pada waktu pemijahan, ikan ini akan menempelkan telurnya pada batu-batuan atau akar-akar tanaman dan menjaganya dari serangan predator (Nasrudin, 2010).

karnivora dan di alam ikan ini menyukai kutu air, seperti cladocera dan copepoda, larva nyamuk dan serangga lainnya, keong-keongan kecil atau bangkai (Nasrudin, 2010). Mufidah dkk, (2009) menyatakan bahwa kelangsungan hidup ikan lele akan meningkat apabila selama masa pemeliharaan larva, ikan lele diberi pakan berupa Daphnia

yang di perkaya oleh viterna. Viterna adalah suplemen yang berasal dari berbagai macam bahan alami yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan nutrisi dan mempercepat pertumbuhan (Mufidah dkk, 2009). Ikan lele juga menyukai pakan buatan yang tidak terlalu tinggi kadar proteinnya (25%). Dalam kondisi di mana sumber makanan kurang, ikan lele ini bisa bersifat kanibal (saling memakan satu sama lain) (Prihartono dkk, 2010).

2.2 Proses Pembesaran Ikan Lele

(23)

demikian dalam budidayanya pemilihan lokasi yang tepat harus diperhatikan. Menurut Suyanto (2011), syarat-syarat lokasi agar proses pembesaran ikan lele dapat berlangsung dengan baik adalah :

a. Lokasi yang cocok untuk ikan lele cepat tumbuh adalah lokasi yang memiliki ketinggihan 10-400 m di atas permukaan laut (dpl). Ikan lele akan lambat tumbuh jika dibudidayakan di lokasi yang memiliki ketinggian lebih dari 800 m dpl.

b. Faktor lain adalah tekstur dan struktur tanah. Tanah merupakan faktor mutlak dalam pembuatan kolam budidaya. Tanah yang baik akan menghasilkan kolam kokoh, terutama bagian pematang atau tanggul. Pematang yang kokoh dapat menahan tekanan air. Dengan kata lain kolam tidak mudah jebol dan dapat menahan air. Salah satu jenis tanah yang baik untuk kolam adalah tanah liat atau lempung berpasir dengan perbandingan 2 : 3. Tanah dengan struktur seperti ini mudah dibentuk dan tidak pecah. Namun, jika kolam pemeliharaan ikan lele ditembok atau dibeton, maka tanah tidak lagi menjadi faktor utama. c. Di lokasi tersebut tersedia air dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi.

Walaupun ikan lele dapat hidup dalam air yang keruh, kualitas air sangat mendukung pertumbuhan ikan lele. Oleh karena itu, air yang digunakan untuk kolam budidaya harus banyak mengandung mineral, zat hara, serta tidak tercemar oleh racun atau limbah-limbah rumah tangga dan industri. Air yang baik untuk pertumbuhan ikan lele adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan dan air sumur. Kualitas air yang baik untuk budidaya pembesaran ikan lele haruslah memenuhi syarat variabel-variabel fisika, kimia dan biologi yang baik, meliputi kejernihan air serta berbagai kandungan mineral di dalamnya. Kondisi optimal air untuk budidaya pembesaran ikan lele adalah : suhu minimum 20°C, suhu maksimum 30°C, suhu optimum 24–27°C, kandungan oksigen minimum 3 ppm, kandungan karbondioksida (CO2) di bawah 15 ppm, NH3 di bawah 0,005 ppm, NO2 sekitar 0,25 ppm dan NO3

Tempat pemeliharaan ikan lele dapat dilakukan di semua media pemeliharaan seperti kolam tanah, kolam terpal, bak, tangki, keramba dan jaring apung (Saparinto, 2010). Selain itu ada juga pembesaran sistem longyam (kolong

(24)

ayam) yaitu pembesaran ikan lele yang dikombinasikan dengan kandang pemeliharaan ayam. Hal ini dilakukan dengan memelihara ikan lele di kolam yang berada di bawah kandang ayam. Sistem pemeliharaan ikan lele di kolong ayam memiliki dua keunggulan, yakni secara ekonomi lebih menguntungkan dan dalam pemanfaatan pakan lebih efisien. Dengan sistem ini, satu lahan digunakan untuk dua jenis usaha sekaligus. Sisa pakan ayam yang jatuh ke kolam bisa menjadi santapan dan pakan tambahan bagi ikan lele. Menurut Nasrudin (2010), kolam terpal lebih baik jadi pilihan karena lebih mudah dan memiliki banyak keuntungan terutama bagi pengusaha membuat satu kolam berukuran 5 m x 2 m dengan kedalaman 125 cm s/d 130 cm, untuk ukuran kolam seperti ini biasanya menggunakan terpal berukuran 8 m x 5 m = 40 m2

Membuat kolam tidak sulit, asalkan prinsip kolam sudah diketahui. Sebuah kolam harus memiliki pematang, pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air (Prihartono dkk, 2010). Pematang berfungsi sebagai penahan air, pematang berbentuk trapezium dengan panjang, tinggi dan lebar yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pintu pemasukan air berfungsi sebagai saluran pemasukan air, dapat dibuat dari paralon atau bamboo yang diameternya tergantung luas kolam, pada umumnya menggunakan paralon 2-4 inci untuk luas kolam 500-1000 M

, mengingat volume air yang cukup banyak, sebaiknya tanah untuk kolam terpal digali sedalam 60 cm, jangan lupa untuk meratakan, menghaluskan, memadatkan tanah dasar kolam dan membuat saluran air pada dasar kolam. Selain berfungsi menahan tekanan air, kolam yang berada di bawah permukaan tanah juga lebih menguntungkan karena lebih mudah untuk mengontrol ikan lele dalam kolam. Tanah hasil galian kolam digunakan untuk tanggul yang mengelilingi kolam, ketinggian tanggul + 40 cm, lebihkan tinggi kolam dari atas tanggul + 50 cm, sehingga total ketinggian kolam mencapai + 150 cm. Dinding kolam bisa dibuat dari bambu atau pasangan batako, tergantung modal yang dimiliki.

(25)

Menurut Nasrudin (2010) , proses produksi yang terjadi dalam pembesaran adalah persiapan kolam, pemilihan dan penebaran ikan, manajeman pakan, manajemen air dan panen. Persiapan kolam mencakup perbaikan parit dan tanggul, pengeringan, penebaran kapur, penebaran bakteri, pengisian air dan pemupukan kolam.

Perbaikan parit dan tanggul dilakukan untuk mencegah kebocoran dan memperbaiki tanggul yang longsor. Pengeringan bertujuan untuk mengoksidasi sisa-sisa bahan organik akibat sisa pakan dan kotoran ikan. Proses pemberian bakteri pengurai bertujuan untuk menguraikan sisa bahan organik dari pakan dan kotoran ikan. Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar kolam, hal ini bertujuan untuk menaikkan pH dasar tanah, pemberian bakteri juga diperlukan untuk menguraikan sisa-sisa bahan organic (Arief dkk, 2010). Kolam dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak. Kolam yang sudah mengalami pengolahan dasar, segera diisi dengan air yang bersih dan memenuhi standar, jangan sampai air tercemar dengan zat-zat yang dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan lele, pengisian air dilakukan hingga mencapai ketinggian 50 cm (Gunadi dkk, 2008). Setelah itu dilakukan pemupukan menggunakan kotoran kambing yang langsung dari kandangnya, dengan takaran 1,5 kg/m2. Jadi untuk kolam berukuran 10 m2

Setelah memasuki hari kedelapan, karung yang berisi kotoran kambing sudah boleh diangkat, injak-injak karung atau dicelup-celupkan sebelum diangkat agar kandungan zat-zat yang berguna untuk kesehatan air kolam dan ikan lele lebih banyak keluar dan menyebar. Kotoran kambing dalam karung yang telah diangkat bisa digunakan untuk memupuk tanaman. Tujuan pemberian kotoran kambing adalah untuk menyediakan makanan alami Ikan lele dumbo berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, serangga air, fitoplankton adalah

Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp (gol. Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).

(26)

Kualitas benih yang akan ditebar sangat mempengaruhi hasil produksi, maka dari itu pemilihan benih haruslah selektif, usahakan mengambil benih dari tempat-tempat yang sudah terpercaya kredibilitasnya sebagai pembenih ikan lele. Tebarkan benih sesuai dengan kisaran tebar yang ideal, penebaran benih sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari.

Tata cara pemberian pakan dalam pembesaran ikan lele diberikan 5 s/d 6 kali setiap hari, dengan catatan pemberian pakan harus diberi jarak, + 2 s/d 3 jam, pemberian pakan pertama dimulai pada jam 9 pagi, hindarkan memberi pakan sebelum jam 9 pagi, karena jika terlalu pagi permukaan kolam yang masih tercemar belum terjemur dengan sinar matahari akan bercampur dengan pakan yang kita berikan sehingga akan berakibat buruk pada ikan lele, mencegah lebih baik dari pada mengobati (Nasrudin, 2010).

Menurut Nasrudin (2010), jika para pengusaha pembesaran ikan lele ingin menggunakan pakan buatan dalam metode pengaturan pakannya maka komposisi yang baik adalah, pakan buatan yang mengapung sebanyak 30 % dan pakan buatan yang tenggelam 70 %. Jika ingin diselingi dengan pakan tambahan maka jatah pakan buatan yang tenggelam yang harus dikurangi. Pada Tabel 2 disajikan pemberian pakan per 1000 ekor benih.

Tabel 2. Pemberian pakan per 1000 ekor per siklus

Kode Pelet Jumlah pakan Jenis Pellet dan Persentasi

Pakan lele 1 ml 3 kg Apung

Pakan lele 2 ml 5 kg Apung

Pakan lele 3 ml 22 kg Apung

Pakan Tenggelam 3 ml 70 kg Tenggelam

TOTAL 100 kg

Sumber : Nasrudin (2010)

(27)

Menurut Nasrudin (2010) hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses pembesaran lele adalah pengaturan ketinggian air. Pada Tabel 3 disajikan standar ketinggian air.

Tabel 3. Standar Ketinggian Air (Nasrudin, 2010)

Kode Pellet

Penambahan Air (setelah pakan jenis tertentu

habis)

Ketinggian air kolam (setelah ditambah

Pada tahap awal pengisian air ketinggiannya adalah 50 cm, jika pakan ikan lele 1 ml telah habis maka tinggi air harus ditambah 20 cm hingga menjadi 70 cm. Lakukan pengisian dengan air baru tanpa pengomposan. Berikutnya jika pakan ikan lele 2 ml telah habis maka ketinggian air ditambah 20 cm lagi sehingga menjadi 90 cm. Ketinggian air tidak ditambah sampai pakan ikan lele 3 ml habis. Jika pakan ikan lele 3 ml telah habis, baru ketinggian air ditambah lagi 30 cm sehingga menjadi 120 cm. Ketinggian air tetap 120 cm sampai pada saat panen.

Najiyati (2010) menyampaikan bahwa salah satu faktor penyebab kegagalan usaha budidaya ikan lele adalah adanya hama dan penyakit ikan. Hama ikan lele mencakup berang-berang, ular, burung, serangga, musang air, ikan gabus dan belut. Penyakit ikan yang sering menyerang ikan lele adalah bakteri Aeromonas dan Pseudomonas, penyakit bintik putih, penyakit yang disebabkan jamur dan penyakit non parasit. Pengobatan penyakit yang disebabkan Aeromoas, Pseudomonas dan jamur adalah dengan perendaman menggunakan PK dosis 3 gr/M3, penyakit bintik putih dan jamur diobati oleh garam dapur 1-20 gram/M3

2.3 Proses Panen dan Pasca Panen

. Bawang putih juga sangat efektif untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh Aeromonas dengan cara mencampurkan bawang putih ke dalam pakan selama proses pengobatan ikan (Novia, 2010). Penyakit non parasit diobati dengan pergantian air atau melakukan penebaran bakteri pengurai.

(28)

perubahan berat badan lele dari 10 gram menjadi 80-170 gram. Panen dilakukan dengan cara menguras dan membersihkan kolam. Pembuangan air kolam dapat dilakukan dengan membuang air lewat pipa pembuangan atau menggunakan pompa, kemudian ditangkap menggunakan serokan dan dikumpulkan dalam tong plastik yang lebih besar untuk penampungan sementara. Grading ukuran lele dilakukan secara manual. Ikan lele yang sudah dipilah dimasukkan ke kolam penampungan sesuai ukurannya untuk dicuci. Penimbangan lele per ukuran hasil

grading dilakukan setelah dicuci (Nugroho, 2007).

2.4 Pemasaran

Menurut Michael Etzel, dkk dalam Saladin (2004) bahwa Marketing is total system of business designed to plan, price, promote and distribute want satiffying product to target markets to achieve organizational objective. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai sasaran serta tujuan organisasi.

Proses pemasarannya sendiri menurut Sarwono (2011) adalah proses menganalisis peluang pemasaran, menyeleksi pasar sasaran, mengembangkan bauran pemasaran dan mengatur usaha pemasaran. Jadi, tugas pemasaran yang penting adalah meyakinkan sebanyak mungkin calon pelanggan untuk mengadopsi produk yang dihasilkan dengan cepat untuk kemudian dapat menurunkan biaya unit produksi dan membantu sejumlah besar pelanggan yang setia sebelum para pesaing masuk ke pasar (Kusumastuti, 2009).

(29)

Nugroho (2007) menyampaikan bahwa dalam suatu sistem agribisnis ikan lele, terjaminanya pasokan ikan lele dan kepastian pemasaran dari produk yang dihasilkan merupakan salah satu kunci yang sangat berperan dalam menjamin kesuksesan dan kesinambungan usaha. Jika pasar tidak dapat menyerap produk yang dihasilkan maka proses berputarnya roda produksi akan terganggu sehingga akan menyebabkan tersendatnya usaha. Karakteristik pemasaran ikan lele sangat khusus, yaitu hanya ikan lele dengan ukuran tertentu yang diterima oleh pedagang dengan harga tinggi. Ikan lele tersebut adalah ukuran 6-12 ekor per kg (ukuran konsumsi). Sementara itu, diluar ukuran tersebut harga ikan lebih murah sekitar Rp, 1000-2000 per kg (Prihartono dkk, 2010). Dalam agribisnis ikan lele, keuntungan semakin besar jika kita dapat memproduksi ikan lele dengan ukuran konsumsi sebanyak dan seseragam mungkin.

Nugroho (2006) menyampaikan untuk pemasaran ikan lele yang lebih menguntungkan perlu adanya segmentasi pasar. Dengan adanya segmentasi pasar, maka perputaran modal dalam aktivitas agribisnis lele akan semakin cepat berputar. Segmentasi usaha lele adalah pembagian suatu kegiatan menjadi beberapa rangkaian unit kegiatan yang menghasilkan produk dan dapat dipasarkan secara terpisah. Segmentasi usaha yang mungkin dilakukan adalah produksi larva ikan lele ukuran 15 hari, produksi benih ikan lele ukuran 3-5 cm, produksi benih ikan lele ukuran 7-10 cm, produksi ikan lele yang berukuran 50-60 ekor/kg dan produksi ikan lele konsumsi yang berukuran 6-12 ekor/kg.

2.5 Analisis Kelayakan Usaha

(30)

1. Net Present Value (NPV)

NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi. NPV merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu (Pramudya, 2006). Menurut Umar (2007) NPV dari suatu usaha merupakan nilai sekarang dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate (DF) tertentu. NPV menunjukkan kelebihan benefit dibandingkan dengan cost. Kriteria NPV (Pramudya, 2006) adalah : NPV > 0 maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan, NPV = 0 maka proyek tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan) dan NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik tidak dilaksanakan.

Menurut Pramudya (2006), nilai NPV ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = cost bruto pada tahun ke-t (Rp)

n = umur ekonomis usaha (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3....n)

(31)

PV = Nilai sekarang (Rp) P = Nilai pada n - tahun (Rp) n = umur ekonomis usaha (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3....n) ( 1 +i)-n

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

= discount factor pada n - tahun

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif (NPV positif) dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif (NPV negatif). Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan (Pramudya, 2006).

Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan, dinotasikan sebagai berikut :

Cara menghitung net B/C menurut Gaspersz (2005) :

CNegatif

BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil

(32)

penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini, maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Pramudya, 2006). Dengan kata lain, tingkat produksi dimana tidak ada kerugian dan keuntungan (Pramudya, 2006), yang dinotasikan sebagai berikut :

Penerimaan Total

Variabel Biaya

1

Tetap Biaya

BEP

− =

Cara menghitung BEP menurut Gasperesz (2005) adalah sebagai berikut : Z = R – TC = 0

Z = Keuntungan (Rp/tahun) R = Penerimaan (Rp/tahun) TC = Total biaya (Rp/tahun) TI = FC / (P-VC)

TI = Break even point (unit produk/tahun) FC = Biaya tetap (Rp/tahun)

P = Harga jual (Rp/unit produk) VC = Biaya variable (Rp/unit produk)

N = Jumlah produk yang dihasilkan (unit/tahun) 4. Internal Rate of Return (IRR)

(33)

NPV1 NPV

= Nilai NPV yang positif (Rp) 2

i

= Nilai NPV yang negatif (Rp) 1

PBP merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 1997). PBP juga merupakan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan. PBP merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2007). Hasilnya merupakan satuan waktu yang pada tahap berikutnya dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima. Menurut Umar (2007), perhitungan PBP adalah :

(

Bn 1 Cn 1

)

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir

M = nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir

Bn+1= nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1 1

n

C + = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1

2.6 Strategi Pengembangan

Hubeis (2011) menyatakan industri kecil merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional karena mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional. Industri kecil menghasilkan produksi senilai Rp. 21, 898 trilyun dan nilai ekspor US$ 2,1

(34)

milyar, 71% lokasi terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, serta 10.187 sentra industri (Hubies, 2011). Di sisi lain, industri kecil memiliki prasarana dan sarana yang terbatas, kurangnya sumber daya manusia (SDM) andal, kompleksnya masalah dunia usaha, benturan pada aspek hukum dan memotong rantai panjang belitan sistem rentenir pada dunia usaha (Hubies, 2011). Selain itu, menurut Hubies (2011), kelemahan dasar industri kecil adalah usaha marjinal, tidak produktif, tidak terorganisir. Situasi eksternal juga kurang mendukung seperti kebijakan pemerintah, perlakuan pelaku ekonomi besar, perkembangan teknologi dan kecenderungan perdagangan berorientasi konsumen (Hubies, 2011).

Kemajuan IKM ditentukan oleh strategi pengembangan yang tepat. Penyusunan strategi ditentukan oleh misi yang komprehensif dan tegas serta penuh keberhati-hatian dalam menilai lingkungan eksternal, keterbukaan institusi dalam menyadari kekuatan dan kelemahan (Hubies, 2007). Kondisi penyusunan startegi sangat ditentukan oleh faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta eksternal (peluang dan ancaman). Hubies (2008) menyatakan bahwa dalam perumusan strategik, perusahaan dapat menggunakan proses manajemen strategik yang terdiri dari enam langkah yaitu : melakukan analisis lingkungan internal, melakukan analisis lingkungan eksternal, mengembangkan visi dan misi yang jelas, menyusun sasaran dan tujuan perusahaan, menentukan pilihan-pilihan strategik dan memilih strategik yang tepat dan menentukan pengendalian. Setelah perumusan strategik selesai, maka tahap selanjutnya adalah penetapan tujuan tahunan, perumusan kebijakan, memotivasi pekerja dan alokasi sumber daya (Hubies, 2008).

Internal Factor Evaluation (IFE) matriks adalah Matrik yang digunakan untuk mengetahui dan mengevaluasi lingkungan internal perusahaan. Dalam matriks IFE terdapat unsur kekutan dan kelemahan dari perusahaan yang dianalisis sehingga kekuatan tersebut dapat dimaksimalkan dan kelemahan dapat dikurangi (Hubies, 2008).

(35)

memuat faktor politik, ekonomi, sosial dan teknologi yang memberi kesempatan organisasi untuk maju (Hubies, 2008).

Dalam membuat matriks IFE dan EFE ini, sebelumnya kita harus mengetahui dan mengelompokkan faktor internal, umum, lingkungan industri dan internasional. Menurut Hubies (2007) tahapan dalam pembuatan matriks EFE/IFE, yaitu :

1. Membuat Critical success factor seperti yang diidentifikasikan dalam faktor-faktor linkungan luar yang menjadi peluang (opportunities) maupun ancaman (threats) dan daftar faktor-faktor penting dari lingkungan internal yang menjadi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses)

2. Menentukan bobot atau timbangan critical success factor dimulai dari 0,0 untuk faktor yang sangat tidak penting sampai 1,0 untuk faktor yang sangat penting.

3. Setiap faktor yang telah diberi bobot, juga diberi peringkat mulai dari angka 1 sampai 4. Nilai 4 (respon yang sangat bagus) artinya jika respon perusahaan terhadap lingkungan eksternal atau internal sangat baik dan optimal dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industri.

4. Pada langkah ini, setiap bobot pada langkah kedua dikalikan dengan peringkat yang telah ditentukan pada langkah ketiga untuk mendapatkan nilai timbangannya.

Jumlah nilai tertimbang untuk setiap variable yang digunakan merupakan total nilai tertimbang perusahaan tersebut.

(36)

Setelah matriks IFE dan EFE ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menentukan startegi bisnis ditingkat korporat yang lebih detail (Rangkuti, 2005). Matriks yang dipergunakan untuk menentukan strategi bisnis di tingkat korporat adalah matrik IE (internal dan eksternal). Pada Tabel 4 disajikan matriks IE (Rangkuti, 2005).

Tabel 4. Matriks Internal dan Ekternal (IE) (Rangkuti 2005) -- Total Skor Faktor Internal --

Sumber : Rangkuti, 2005

Tabel 4 (Rangkuti, 2005) dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yaitu :

1. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2, dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8).

2. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan.

3. Retrenchment strategy (sel 3, 6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan oleh perusahaan meliputi penciutan atau likuidasi.

(37)

1. Strategi pertumbuhan (Growth Strategy)

Dibuat untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, keuntungan atau kombinasi ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara menurunkan harga, mengembangkan produk baru, menambah kualitas produk atau jasa atau meningkatkan akses pasar ke pasar yang lebih luas. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara meminimalkan biaya sehingga meningkatkan keuntungan.

2. Strategi pertumbuhan melalui konsentrasi dan diversifikasi

Ada dua strategi dasar dari pertumbuhan pada tingkat perusahaan yaitu melalui konsentrasi pada satu industri atau ke industri yang lain. Berdasarkan hasil penelitian, perusahaan yang memiliki kinerja cukup baik cenderung melakukan konsentrasi sedangkan perusahaan yang relatif kurang memiliki kinerja yang baik cenderung mengadakan diversifikasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. Jika perusahaan memilih strategi konsentrasi, perusahaan tersebut dapat tumbuh melalui integrasi horizontal dan vertikal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan menggunakan sumber daya dari luar. Perusahaan yang memilih strategi diversifikasi maka akan melakukan diversifikasi produk baru.

3. Konsentrasi melalui integrasi vertikal (sel 1)

Pertumbuhan melalui konsentrasi dapat dicapai melalui integrasi vertikal dengan cara backward integration (mengambil alih fungsi suplier) atau dengan cara forward integration (mengambil alih fungsi distributor). Hal ini merupakan strategi utama untuk perusahaan yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat dalam industri yang berdaya tarik tinggi. Agar dapat meningkatkan kekuatan bisnisnya atau posisi kompetitifnya, perusahaan harus melaksanakan upaya meminimalkan biaya dan operasi yang tidak efisien untuk mengontrol kualitas serta distribusi produk. Integrasi vertikal dapat dicapai melalui sumber daya internal maupun ekternal.

4. Konsentrasi melalui integrasi horizontal (sel 2 dan 5)

(38)

perusahaan berada dalam situasi yang attractive (sel 2), perusahaan dapat memanfaatkan keuntungan economic of scale baik di produksi maupun pemasaran, tujuannya untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Jika perusahaan berada dalam moderate attractive industry, strategi yang diterapkan adalah konsolidasi (sel 5). Tujuannya relatif lebih defensif yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan keuntungan. Perusahaan yang berada di sel ini dapat memperluas pasar, fasilitas produksi dan teknologi pengembangan internal maupun ekternal melalui akuisisi atau joint venture

dengan perusahaan yang lain dalam bidang yang sama. 5. Diversifikasi Konsentrasi (sel 7)

Strategi pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrasi umumnya dilaksanakan oleh perusahaan yang memiliki kondisi competitive position

sangat kuat tetapi nilai daya tarik industrinya sangat rendah. Perusahaan tersebut berusaha memanfaatkan kekuatanya untuk membuat produk baru secara efisien karena perusahaan memiliki kemampuan manufaktur dan pemasaran yang baik.

6. Diversifikasi konglomerat (sel 8)

Startegi pertumbuhan melalui kegiatan bisnis yang tidak saling berhubungan dapat dilakukan jika perusahaan menghadapi competitive position yang tidak begitu kuat dan nilai daya tarik industrinya rendah. Tekanan strategi ini lebih pada sinergi finansial daripada product market strategy.

Analisis matriks Strenghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan (Hubies, 2007). Menurut Hubies (2007) masing-masing komponen penyusun SWOT diartikan :

1. Kekuatan adalah sumber daya atau kapasitas organisasi yang dapat digunakan secara efektif dalam mencapai tujuannya

2. Kelemahan adalah keterbatasan, toleransi ataupun cacat dari organisasi yang dapat menghambat pencapaian tujuanya

(39)

untuk meningkatkan permintaan produk/jasa dan memungkinkan organisasi untuk meningkatkan posisinya melalui kegiatan suplai.

4. Ancaman adalah situasi tidak mendukung (hambatan, kendala, atau berbagai unsur eksternal lainnya) dalam lingkungan organisasi, yang potensial merusak strategi yang telah disusun sehingga menimbulkan masalah, kerusakan atau kekeliruan.

Rangkuti (2005) menyatakan analisis SWOT adalah mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul dan berasal dari intern serta ekstern perusahaan. Menurut Sarwono (2011), teknis perumusan strategi yang digunakan untuk membantu menganalisa, mengevaluasi dan memilih strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) tahap mengumpulkan data yang meringkas informasi input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi, (2) tahap pencocokan, berfokus pada strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal, (3) tahap keputusan, merupakan tahap untuk memilih strategi yang spesifik dan terbaik dari berbagai strategi alternatif yang ada untuk diimplementasikan.

(40)

menyatakan bahwa mencocokan faktor ekternal dan internal kunci merupakan bagian yang paling sulit dalam mengembangkan matriks SWOT untuk menentukan tema-tema strategik dan membutuhkan penilaian yang baik dan pencocokkan yang tepat. Ketepatan memberikan penilaian dan pencocokan sangat menentukan keberhasilan strategi pengembangan yang harus dilakukan.

Rangkuti (2005) menyatakan bahwa ketepatan menentukan kombinasi faktor internal dan ekternal sangat berpengaruh kepada posisi perusahaan dan strategi pengembangan yang harus di lakukan. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Rangkuti, 2005). Kombinasi dari faktor internal dan eksternal dalam Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 5 (Rangkuti, 2005).

Tabel 5. Matriks SWOT (Rangkuti, 2005).

IFE dan menghindari ancaman

(41)

peningkatan dan berorientasi pada pelaksanaan artinya selalu berusaha melakukan perhatian pada apa yang mungkin diperbaiki.

Dengan demikian strategi pengembangan IKM dapat didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha industri kecil dan menengah agar menjadi usaha industri yang tangguh dan mandiri. Jadi dalam hal ini, karena skala usahanya yang masih kecil dan menengah, maka IKM perlu dibimbing dan dibantu oleh setiap

stakeholder, khususnya pemerintah.

Hubies (2011) mengemukakan bahwa strategi pengembangan IKM yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam :

1. Aspek managerial meliputi peningkatan produktivitas/omzet/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan SDM;

2. Aspek permodalan meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5 persen keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20 persen dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU);

3. Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha baik lewat sistem Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak;

4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Permukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri);

5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu melalui KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

(42)

1. Strategi pengembangan horizontal (resource base development), yaitu mengusahakan diversifikasi jenis komoditas yang dihasilkan. Misalnya: budidaya lele yang menghasilkan makanan olahan berbahan baku lele)

2. Strategi pengembangan vertikal (capital base development), yaitu mengusahakan diversifikasi jenis produk yang dihasilkan. Misalnya: industri pembuatan nuggets ikan lele, kerupuk lele, dan lain-lain.

3. Strategi pendalaman usaha (information / knowledge base development), yaitu mengusahakan diversifikasi jenis mutu yang dihasilkan.

Dari sisi pemerintah daerah, strategi pengembangan IKM, antara lain melalui : a) Peningkatan kandungan lokal dan penggunaan produksi dalam negeri dalam

rangka penghematan devisa dan mendorong kemandirian. Strategi ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik kebutuhan dunia usaha maupun kebutuhan masyarakat;

b) Peningkatan keterpaduan antar lembaga pembina, dunia usaha dan masyarakat. Strategi ini untuk mewujudkan kekuatan bersama yang saling mendukung secara sinergi, antara pemerintah (fasilitator, regulator dan dinamisator), dunia usaha (pelaku bisnis, konsumen bahan baku, produsen bahan jadi), dan masyarakat (pemasok bahan baku / input, pelaku bisnis, konsumen barang jadi);

c) Pemanfaatan dan penciptaan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global. Strategi ini untuk menciptakan nilai tambah, melalui sentuhan teknologi, dan penciptaan aglomerasi dengan penyediaan kawasan IKM;

d) Pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Strategi ini untuk terciptanya tenaga kerja berkualitas tinggi dan profesional dan mampu menguasai teknologi dan ketrampilan;

e) Penataan kelembagaan dalam rangka pengamanan proses industrialisasi dalam perdagangan bebas. Strategi ini untuk mereformasi dan merestrukturisasi kelembagaan yang efisien, produktif dan profesional, dengan memperhatikan kesepakatan-kesepakatan internasional.

(43)

industri, meningkatkan IKM berbasis hasil karya intelektual (knowledge-based), meningkatkan persebaran industri dan melestarikan seni budaya kegiatan produktif yang ekonomis.

(44)

3.1 Lokasi dan Waktu Kajian

Lokasi kajian untuk tugas akhir dilaksanakan di UD Sumber Rezeki yang

beralamat di Jalan Pendidikan No. 9, Kecamatan Gunung Sindur-Parung,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Parung merupakan dataran

rendah, tetapi dibeberapa lokasi terdapat bukit dan dilalui aliran sungai. Di daerah

perbukitan, terdapat sumber-sumber mata air yang jernih yang dapat dimanfaatkan

sebagai sumber air untuk pemeliharaan ikan lele. Lokasi UD Sumber Rezeki

terdapat di daerah yang cukup berbukit, kemudian bukit tersebut di buat

kolam-kolam ikan lele. Di lokasi UD Sumber Rezeki terdapat juga sumber mata air

sehingga untuk pemenuhan kebutuhan air buat budidaya ikan dilakukan dengan

cara gravitasi. Air dari sumber mata air dialirkan ke kolam-kolam pemeliharaan

ikan menggunakan pipa paralon ukuran 1,5” dengan cara gravitasi sehingga biaya

untuk penggunaan air sangat hemat.

Pemilihan lokasi kajian didasarkan pada 3 (tiga) pertimbangan, yaitu (1) UD

Sumber Rezeki memiliki pengalaman panjang dalam usaha pembesaran dan

pemasaran ikan lele; (2) Memiliki perkembangan teknologi pembesaran dan

pemasaran yang selalu mengikuti perkembangan terbaru dan inovatif; (3) UD

Sumber Rezeki merupakan usaha daerah yang cukup berkembang dan cukup

maju.

Waktu kajian dilaksanakan pada bulan Oktober –Desember 2011. Lama

waktu kajian disesuaikan dengan periode waktu pembesaran ikan lele yaitu

selama 2 bulan.

3.2 Metode Kerja

3.2.1 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder

yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data dilakukan

dengan cara :

1. Data primer mencakup dua hal yaitu data produksi ikan lele yang diperoleh

dari pengamatan langsung di lapangan dan data yang diperoleh langsung dari

(45)

produksi ikan lele dapat menggambarkan analisa kelayakan usaha ikan lele,

sementara data melalui kuesioner berfungsi sebagai alat untuk mengetahui

teknologi pembesaran ikan lele dan pemasarannya, menggali sejauh mana

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh UD Sumber

Rezeki sehingga secara analisa kelayakan usaha akan mendapat keuntungan.

2. Data Sekunder adalah data yang berasal dari studi pustaka dan berfungsi

sebagai pembanding. Data sekunder dapat mencakup tentang teknologi

pembesaran dan pemasaran ikan lele serta beberapa data dari perusahaan yang

berkaitan dengan usaha budidaya ikan lele seperti pabrik pakan, toko penjual

pakan ikan dan lain-lain.

Data produksi ikan lele diambil pada kolam-kolam yang saat dilakukan

pengamatan terjadi proses produksi dari mulai persiapan kolam hingga terjadinya

panen. Jumlah sampel yang diambil sangat tergantung kepada seberapa banyak

jumlah kolam yang ditebar saat terjadinya pengamatan. Jumlah kolam yang

diamati sebanyak 20 kolam dengan asumsi mewakili kurang lebih 30% kolam

yang dimiliki oleh UD Sumber Rezeki.

3.2.2 Analisis Data

Data diperoleh dari lapangan melalui berbagai teknik pengumpulan data,

yaitu wawancara, diskusi atau observasi lapangan serta mengikuti kegiatan

budidaya secara berkala. Teknologi proses budidaya ikan lele yang terjadi akan

digambarkan secara deskriptif, sementara data pendukung seperti jumlah

pemberian pakan dan data kualitas air digambarkan secara kualitatif dan

kuantitatif dan selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu kualitas air.

Pendekatan secara kuantitatif juga dilakukan untuk mengukur kelayakan usaha

menggunakan beberapa parameter analisa kelayakan usaha sebagai berikut :

1. NPV (Net Present Value)

NPV dari sauatu usaha merupakan nilai sekarang dari selisih antara benefit

(manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate (DF) tertentu. NPV

menunjukkan kelebihan benefit dibandingkan dengan cost. NPV pada usaha

pembesaran ikan lele yang dilakukan oleh UD Sumber Rezeki dihitung

(46)

NPV = ∑ PV ; (n. i%)

PV = F ( 1 +i)

PV = Nilai sekarang (Rp)

-n

P = Nilai pada n - tahun (Rp)

n = umur ekonomis usaha (tahun)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3....n)

( 1 +i)-n

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

= discount factor pada n – tahun

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih (NPV) sekarang yang

positif dengan jumlah nilai bersih (NPV) sekarang yang negatif yang terjadi di

UD Sumber Rezeki Parung. Net B/C dihitung menggunkan rumus (Gasperesz,

2005) sebagai berikut :

CNegatif

PBP dalam usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele yang dilakukan di UD

Sumber Rezeki dihitung menggunakan dengan rumus (Umar, 2007), sebagai

berikut :

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif

Bt-Ct negatif terakhir

M = nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir

1

BEP di UD Sumber Rezeki dihitung menggunakan rumus (Umar, 2007)

(47)

Penerimaan

Nilai IRR di UD Sumber Rezeki dihitung menggunakan rumus (Pramudya,

2006) sebagai berikut :

NPV1

NPV

= Nilai NPV yang positif (Rp)

2

i

= Nilai NPV yang negatif (Rp)

1

Dalam pengamatan pemasaran ikan lele, maka dijabarkan 3 strategi

pemasaran (Sarwono, 2011) yang dilakukan UD Sumber Rezeki mencakup :

1. Segmentasi pasar adalah tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok

pembeli atau konsumen secara terpisah. Masing-masing segmen konsumen

ini memiliki karakteristik, kebutuhan jenis ikan lele dan bauran pemasaran

tersendiri

2. Targeting berhubungan dengan suatu tindakan memilih satu atau lebih

segmen pasar yang akan dimasuki

3. Positioning adalah penetapan posisi pasar untuk membangun dan

mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke dalam

benak konsumen.

4. Jalur distribusi ikan lele dari UD Sumber rezeki sampai ke tangan konsumen

akhir.

Analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman terbagi menjadi 2

(dua) bentuk matriks, yaitu Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal UD Sumber Rezeki dalam menjalankan usaha pembesaran dan pemasaran ikan

lele dan berkaitan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dianggap penting. Sementara matriks EFE digunakan untuk menganalisis

(48)

faktor eksternal UD Sumber Rezeki dalam menjalankan usaha pembesaran dan

pemasaran ikan lele dan berkaitan dengan peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Berbagai faktor yang berasal dari dalam dan luar lingkungan UD Sumber Rezeki tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran dan

pemasaran ikan lele yang dilaksanakan oleh UD Sumber Rezeki. Dari telaah

terhadap matriks IFE dan EFE, maka strategi pengembangan dapat dibuat untuk

memajukan UD Sumber Rezeki.

Setelah faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal diketahui, maka

analisis data terhadap faktor-faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan)

dan eksternal (peluang dan ancaman) terhadap UD Sumber Rezeki dalam

menjalankan usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele dilakukan melalui

beberapa tahapan kerja, yaitu :

1. Menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan sebagai faktor lingkungan internal

dan peluang dan ancaman sebagai faktor lingkungan eksternal pada kolom

pertama di masing-masing matriks (IFE dan EFE).

2. Memberikan rating atau peringkat berdasarkan skala 1-4 masing-masing

atribut kekuatan dan kelemahan maupun peluang dan ancaman tersebut. Rating

atau peringkat berdasarkan skala 1-4 tersebut ditentukan dengan cara

membandingkan fakta yang ada (kondisi obyektif) dengan kinerja ideal

maupun kondisi ideal yang diharapkan.

3. Memberikan bobot tingkat pengaruh kekuatan dan kelemahan maupun peluang

dan ancaman dengan skala 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) dan

semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00.

4. Mengalikan bobot dengan rating atau peringkat untuk memperoleh skor

terbobot.

5. Skor yang diperoleh selanjutnya dijumlahkan untuk menggambarkan total skor

terbobot di masing-masing matriks (IFE dan EFE).

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh kepada UD

Sumber Rezeki dalam melakukan usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele,

tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi itu dalam model-model

(49)

faktor-faktor strategis tersebut adalah matriks internal dan eksternal (IE) dan matriks

SWOT.

Matriks IE berfungsi untuk menentukan posisi UD Sumber Rezeki berada

di kuadran berapa dan berpengaruh kepada strategi pengembangan yang harus

dilakukan. Matriks IE akan menghasilkan gabungan total skor terbobot dari

faktor-faktor internal dan eksternal serta menggambarkan 9 (sembilan) kuadran

alternatif bentuk pengembangan strategi, bila dikelompokkan akan menghasilkan

3 (tiga) bentuk strategi dasar, yaitu :

1. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy), kuadran-kuadran ini merupakan

kondisi pertumbuhan perusahaan (kuadran 1, 2 dan 5) atau upaya untuk

melakukan diversifikasi (kuadran 7 dan 8).

2. Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah suatu bentuk strategi yang diterapkan tanpa harus mengubah arah strategi yang sedang berjalan atau

sedang diterapkan (kuadran 4 dan 5).

3. Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah upaya untuk memperkecil

atau mengurangi usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele yang

dilaksanakan UD Sumber Rezeki (kuadran 3 dan 6) atau upaya untuk

menutup usaha/likuidasi (kuadran 9).

Tabel 6. Matriks Internal dan Eksternal (IE) UD Sumber Rezeki

-- Total Skor Faktor Internal --

(50)

Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman

eksternal yang dihadapi pembudidaya ikan lele dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pembudidaya. Matriks SWOT akan

menghasilkan 4 (empat) tipe strategi berikut :

1. Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pembuat kebijakan, yaitu dengan

memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

sebesar-besarnya.

2. Strategi S-T

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki UD

Sumber Rezeki untuk mengatasi ancaman. Strategi ini mengharuskan UD

Sumber Rezeki melakukan strategi diversifikasi.

3. Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan

cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi ini mengharuskan UD

Sumber Rezeki melakukan strategi turn-around.

4. Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha

meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi ini

mengharuskan UD Sumber Rezeki melakukan strategi defensive.

(51)

Tabel 7. Matriks SWOT

Sumber : Rangkuti, 2005

Dari beberapa strategik matriks SWOT tersebut di atas, selanjutnya akan

dibuat kuadran analisis SWOT sebagai berikut :

1. Kuadran 1 : merupakan situasi yang sangat menguntungkan sehingga UD

Sumber Rezeki memiliki peluang dan kekuatan serta dapat memanfaatkan

peluang tersebut dengan menggunakan kekuatan yang mereka miliki. Strategi

yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan

pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy)

2. Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, UD Sumber

Rezeki masih memiliki kekuatan dari internal. Strategi yang harus diterapkan

adalah menggunakan kekuatan untuk menghadapai peluang jangka panjang

dengan cara strategi diversifikasi.

3. Kuadran 3 : UD Sumber Rezeki menghadapi peluang yang sangat besar,

tetapi di lain pihak, UD Sumber Rezeki juga menghadapi beberapa

kendala/kelemahan internal. Fokus strategi adalah meminimalkan

masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik. Strategi

yang sebaiknya diterapkan adalah mendukung startegi turn-around

4. Kuadaran 4 : merupakan situasi yang cukup sulit yang sangat tidak

menguntungkan, UD Sumber Rezeki menghadapi berbagai macam ancaman

(52)

melakukan strategi defensive untuk bertahan sambil mencari terobosan-terobosan baru.

Berikut adalah Gambar analisis matriks SWOT (Rangkuti, 2005) :

3. Mendukung strategi 1. Mendukung Strategi Turn-around Agresif

4. Mendukung strategi 3. Mendukung strategi Defensif diversifikasi

Gambar 1. Diagram analisis matriks SWOT Berbagai Peluang

Berbagai Ancaman

(53)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum

Pemilik UD Sumber Rezeki Parung bernama Suryana. Beliau memulai

usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele pada tahun 1995 dengan modal awal 5

juta rupiah yang diwujudkan menjadi 1 kolam ikan lele, saat ini telah berkembang

menjadi 188 kolam ikan lele yang tersebar di 3 lokasi. Lokasi kolam terbesar di

daerah Gunung Sindur Jl. Pendidikan no 9 Parung dengan jumlah mencapai 100

kolam ikan lele. Suryana sejak dari kecil sudah diajari berwirausaha oleh orang

tuanya, sejak SD, beliau sudah belajar beternak ayam, dan ketika masih kuliah

beliau mulai menekuni usaha pembesaran ikan lele dengan 1 kolam sebagai modal

awal. Selepas kuliah Suryana sempat menjadi sales mobil disamping mempunyai

satu kolam lele sebagai bisnis sampingan, dan pada akhirnya beliau melihat

adanya peluang besar pada usaha pembesaran dan pemasaran ikan lele. Suryana

melihat banyak terdapat penjual pecel lele yang memerlukan pasokan

semakin tinggi di pasaran dan membuka potensi

menjanjikan. Dalam menjalankan usahanya, Bapak Suryana dibantu oleh 38 orang

karyawan tetap dari masyarakat sekitar kolam miliknya untuk mengelola usaha

budidaya lele dumbonya mulai saat penebaran benih, pemberian pakan, panen dan

penjualan. Untuk merapihkan tanggul kolam jika diperlukan, Suryana biasanya

mengambil tenaga lepas dari masyarakat sekitar kolam miliknya.

Lokasi usaha UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat terletak di daerah

perbukitan sehingga untuk kolam dibuat secara bertingkat. Antara kolam yang

satu dengan kolam yang lain dibatasi oleh tanggul dan setiap kolam dibuat

mengikuti bentuk lokasi. Pola pembuatan kolam mengikuti pola pembuatan petak

sawah sistem Subak Bali (sistem terasering). Di lokasi tersebut juga terdapat sumber mata air yang cukup jernih sehingga untuk proses pembesaran ikan lele,

air dialirkan secara gravitasi dari sumber air / mata air tersebut ke kolam

pembesaran ikan lele. Gambar dan kondisi lokasi pembesaran ikan lele milik UD

Gambar

Tabel 4 (Rangkuti, 2005) dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan,
Tabel 5.  Matriks SWOT (Rangkuti, 2005).
Tabel 6.  Matriks Internal dan Eksternal (IE) UD Sumber Rezeki
Tabel 7.  Matriks SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi yang digunakan adalah strategi tumbuh dan kembangkan yaitu terdiri dari strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau

Karya ilmiah skripsi berjudul “Sistem Penilaian Kepuasan Mahasiswa Terhadap Layanan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan dengan Metode Servqual (Studi Kasus

Wujud campur kode yang terjadi yaitu campur kode intern (campur kode ke dalam). Peristiwa tutur campur kode yang terjadi yaitu pamong sedang duduk di depan kelas

Dengan menggunakan metode DIMO maka sistem interkoneksi Jawa Bali 500 kV dapat direduksi menjadi 9 bus yang terdiri dari 8 pembangkit dan sebuah bus beban.. Untuk

Permasalahan pewarnaan region seperti yang ditunjukkan pada gambar 8 dapat kita bawa ke masalah pewarnaan simpul, dengan kita buat graf dual dari gambar 8 seperti ditunjukkan

Teori Budaya Politik yang telah dikemukakan Gabriel Almond mengenai ide-ide dasar yang terkandung dalam budaya politik, bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh manusia

Artinya, sejak awal kemerdekaan orang-orang yang menginginkan jabatan politik tertinggi di tingkat desa tersebut, harus melewati dan memenangkan sebuah persaingan

Beliau tidak ada pembantu rumah dan terpaksa mengantarkan kedua-dua anaknya yang masih kecil (yang paling besar berumur tiga tahun dan yang kedua baru berusia tujuh bulan) ke