• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Cendawan Koprofil pada Feses Domba Asal Peternak di Ciampea Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Cendawan Koprofil pada Feses Domba Asal Peternak di Ciampea Bogor"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN CENDAWAN KOPROFILPADA

FESESDOMBA ASAL PETERNAK DI CIAMPEA BOGOR

IKBAR GRAHA LESTARA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

ABSTRAK

IKBAR GRAHA LESTARA. Keanekaragaman Cendawan Koprofil pada Feses Domba Asal Peternak di Ciampea Bogor.Dibimbing olehAGUSTINWYDIAGUNAWANdanSRI LISTIYOWATI.

Cendawan yang tumbuh pada feses herbivora telah diteliti di berbagai negara, namun penelitian untuk mempelajari keanekaragaman cendawan koprofil di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi cendawan pada feses domba segar yang diinkubasikan dalam wadah lembap pada suhu ruang. Cendawan yang diidentifikasi dari feses domba:Arthrobotrys,Cercophora, Coprinus, Dactylaria, Kernia,

Oedocephalum,Pilobolus, dan Saccobolus. Kata kunci: cendawan koprofil, feses domba

ABSTRACT

IKBARGRAHALESTARA. Diversityof Coprophilous FungiinSheepFaecesOrigin

Breeder in Ciampea Bogor. Supervised

byAGUSTINWYDIAGUNAWANandSRILISTIYOWATI .

Fungithat growsonherbivorefaeceshas been investigatedinvarious countries, but researchto study thediversity ofcoprophilous fungiinIndonesiahas not beenmuch done. The objective of this research is toidentify thefungi onfreshsheepfaeceswereincubatedin amoistchamberat room temperature. Funguswasidentified fromsheepfeces:Arthrobotrys, Cercophora, Coprinus, Dactylaria,Kernia,Oedocephalum,Pilobolus, andSaccobolus.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Biologi

KEANEKARAGAMAN CENDAWAN KOPROFIL PADA

FESES DOMBA ASAL PETERNAK DI CIAMPEA BOGOR

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi:Keanekaragaman Cendawan Koprofil pada Feses Domba Asal Peternak di Ciampea Bogor

Nama :Ikbar Graha Lestara NIM : G34062958

Disetujui oleh

IrAgustin Wydia Gunawan, MSPembimbing I

Diketahui oleh

Dr Sri Listiyowati, MSi Pembimbing II

Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah cendawan koprofil, dengan judul Keanekaragaman Cendawan Koprofil pada Feses Domba Asal Peternak di Ciampea Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuIr Agustin Wydia Gunawan, MSdan IbuDr Sri Listiyowati, MSiselaku pembimbing, serta Bapak Dr Iman Hidayat yang telah membantu selama identifikasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 1

HASIL DAN PEMBAHASAN 2

SIMPULAN 7

DAFTAR PUSTAKA 7

(8)

DAFTAR GAMBAR

1 Inkubasi feses domba di dalam wadah lembap 1

2 Perkembangan struktur reproduksi Pilobolus 5

3 Perkembangan struktur reproduksi Coprinus 5

(9)

1

PENDAHULUAN

Cendawan koprofil adalah cendawan saprob yang tumbuh pada substrat berupa feses hewan. Sebagian besar cendawan koprofil diketahui berasal dari feses hewan ternak herbivora seperti domba, kuda, dan sapi. Informasi tentang cendawan koprofil pada kelompok avertebrata dan vertebrata yang lain masih sedikit (Krug et al. 2004). Penelitian tentang cendawan koprofil telah dilakukan di beberapa negara. Cendawan koprofil dilaporkan di Australia (Mc. Carthy 2000); Brasil (Richardson 2001; Santiago et al. 2011); Oman (Elshafie 2005); Kepulauan Karibia (Richardson 2008); dan di Thailand (Mungai et al. 2011). Penelitian tersebut melaporkan beragam genus cendawan yang terdapat pada feses herbivora seperti domba, kambing, kelinci, kuda, rusa, dan sapi. Cendawan koprofil yang umum ditemukan pada feses herbivora tersebut di antaranya Ascobolus, Coprinus, Saccobolus,

Sordaria, Pilobolus, dan Podospora.

Cendawan koprofil memiliki banyak potensi di antaranya penghasil

arachidonic acid (ARA) (Higashiyama et al. 2002), nematisida alami (Luo et al.

2004), metabolit antibiotik (Ridderbusch et al. 2004; Che et al. 2005), dan enzim selulase (Farouq et al. 2012). Oleh karena itu, cendawan koprofil asal hewan ternak yang ada di Indonesia perlu diketahui lebih lanjut, supaya dapat mengungkap banyak potensi dari cendawan koprofil tersebut. Tujuan penelitian ini ialah mengidentifikasi cendawan yang tumbuh pada feses domba asal peternak di Ciampea Bogor.

BAHAN DAN METODE

Feses domba segar yang diteliti diambil dari kandang domba di daerah Ciampea, Bogor. Sampel feses domba diambil dari 3 lokasi berbeda (kode A, B, dan C) dalam satu kandang berukuran 1.5 m x 2.5 m. Sebanyak 30 butir sampel diambil pada setiap lokasi dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selanjutnya, sampel tersebut diinkubasi dalam wadah lembap (Gambar 1).

Gambar 1 Inkubasi feses domba di dalam wadah lembap, (a) alas plastik dan kertas lembap steril, (b) 3 butir feses domba diletakkan di atasnya, (c) feses domba diinkubasi dalamgelas plastik transparan pada suhu ruang.

c b

(10)

6

Inkubasi dilakukan dalam wadah berupa gelas plastik yang disungkupkan pada suatu alas plastik. Alas tersebut diberi lembaran kertas steril yang dilembapkan dengan akuades steril. Feses domba yang diambil dari setiap lokasi, ditempatkan pada 5 wadah. Setiap wadah berisi 3 butir feses yang diinkubasi dan cendawan yang tumbuh diamati selama 21 hari.

Cendawan yang muncul diamati strukturmorfologinya menggunakan mikroskop stereo perbesaran 40 kali.Selanjutnya cendawan tersebut dibuat preparat menggunakan medium akuades steril, biru laktofenol atau media Shears dan diamati menggunakan mikroskop majemuk perbesaran sampai 450 kali. Cendawan diidentifikasi mengikuti Bell (2005) dan Mungai et al. (2011) untuk

Ascomycetes serta Seifert et al.(2011), Carmichael et al. (1980), dan Barron (1968) untuk kelompok cendawan bermitospora (Deuteromycetes).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan,cendawan yang tumbuh pada feseskode A, B, dan C muncul pada waktu yang berbeda. Pada hari ke-2 miselium berwarna putih halus mulai tumbuh di permukaan feses domba. Miselium ini tumbuh dan berkembang membentuk struktur reproduksinya. PilobolusdanArthrobotrysdapat diamati struktur reproduksinya dengan jelas di hari ke-3 pada semua sampel, kecuali pada sampel B muncul di hari ke-5. Coprinus danSaccobolus umumnya muncul di hari ke-5. Selanjutnya, beberapa cendawan pada sampel yang berbeda, awal kemunculannya tidak sama,antara hari ke-5 dan ke-11(Tabel 1).

Cendawan koprofil merupakan cendawan saprob yang menguraikan gula dan selulosa pada feses herbivora.Pilobolus (Zygomycetes) yang merupakan cendawan perombak gula sederhana muncul di awal masa inkubasi dalam jumlah banyak. Pilobolus termasuk cendawan perintis karena biasa ditemukan di awal inkubasi hari ke-3 sampai ke-7 (Richardson 2001). Selain Pilobolus, Mucor juga merupakan Zygomycetes yang ditemukan paling banyak pada feses tapir, agouti, keledai, kuda, unta, rusa, waterbuck, dan llama (Santiago et al. 2011). Pilobolus

termasuk cendawan koprofil obligat karena hanya ditemui pada feses hewan (Krug et al. 2004).

Pilobolus muncul kembali di hari ke-7 sampai 9 dalam jumlah kecil dan tidak merata pada semua sampel. Setelah itu, Pilobolustidak ditemukan lagi sampai waktu inkubasi berakhir. Hal ini menunjukkan masih terdapat kandungan gula pada feses setelah 1 minggu inkubasi yang digunakan oleh Pilobolus tumbuh dan berkembang.

Arthrobotrys muncul bersamaan dengan Pilobolussebelum hari ke-3, berupa miselium halus bersekat dan berwarna putih. Miselium tersebut berkembang menjadi kumpulan koloni Arthrobotrys dan tumbuh dominan di hari ke-10 pada sebagian sampel. Arthrobotrys memiliki konidium berbentuk oval, bersekat, dan berwarna hialin dengan ukuran 10.24–14.08 x 19.20–28.16 µm.

(11)

5

menunjukkan terdapat suksesi atau semacam pergantian dominansi cendawan pada feses. Umumnya suksesi cendawan diawali dengan kemunculan genus dari Kelas Zygomycetesdi awal inkubasi (sekitar 5–14 hari), dilanjutkan denganAscomycetesdanBasidiomycetes, dan diakhiri denganMyxomycetes yang dapat bertahan selama 2 bulan(Krug et al. 2004).

Tabel 1Waktu kemunculan genus cendawan koprofil pada feses domba A, B, dan C

Sampel Cendawan Waktu kemunculan hari ke-

koprofil 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21

*Ditemukan lebih dari 21 hari

Pada penelitian ini,Coprinus yang merupakan anggota Basidiomycetes

muncul bersama Saccobolus anggota Ascomycetes di hari ke-5. Hal yang sama dilaporkan Mc Carthy (2000) bahwa Coprinus dan Saccobolus muncul secara bersamaan di hari ke-14 inkubasi pada feses kuda.Coprinus dan Saccobolusdapat muncul bersamaan karena sebagian besar cendawan Ascomycetes dan

(12)

6

radial konidium berbentuk elips, berwarna kecokelatan, dan berukuran 19.20– 20.48 x 38.40–40.96 µm.

Cercophoraditemukan di hari ke-21 pada semua sampel dan menjadi cendawan yang paling akhir muncul selama masa inkubasi. Cendawan ini memiliki peritesium berbentuk bulat dengan ostiolum di atasnya, berwarna gelap, dan letaknya terbenam sebagian pada permukaan feses. Cercophoramemiliki askus memanjang berukuran 19.20–25.60 x 153.60–204.80 µm dengan ujung yang menyempit dan askospora bersusun di dalamnya sebanyak 8 buah. Askospora berbentuk elips, berwarna hialin ketika masih muda, dan berwarna gelap ketika dewasa serta memiliki embelan di pangkalnya. Askospora berukuran 16.64–19.20 x 25.60–32 µm.

Kernia hanya ada pada sampel C. Hal tersebut dapat disebabkan cendawan yang muncul tidak teramati karena bentuknya terlalu kecil dan terletakagak tersembunyi. Kernia memiliki ciri-ciri, yaitu kleistotesium membulat, berwarna hitam dengan permukaan licin, dan terdapat rambut halus berwarna putih.Askosporanya tersebar berbentuk bulat sampai elips, berwarna hialin, dan berukuran 3.84–5.12 x 3.84–6.40 µm.Pada pengamatan tidak tampak askus, kemungkinan karena askus telah lisis.

Dactylaria tumbuh pada sampel A dan C di hari ke-11. Cendawan tersebut bentuknya kecil dan tumbuh sedikit pada sampel sehingga sulit untuk diamati struktur lengkapnya. Dactylaria memiliki hifa bersekat dan konidium berbentuk memanjang, berukuran 5.12–6.40 x 35.80–39.68 µ m, terdiri atas 5–6 sel.

Cendawan yang diamati pertumbuhan dan perkembangan morfologinya ialah Pilobolus, Coprinus, dan Saccobolus. Struktur tubuhPilobolusdiawali dengan hifa yangmengarah ke udara dibentuk pada hari ke-2 inkubasi dan cepat bersporulasi pada hari ke-3. Sporangium dewasa ditembakkan ke arah cahaya yang terang dan keberadaannya terlihat menempel pada dinding wadah. Hifa tersebut bertambah panjang dengan ujung berwarna kuning pada jam ke-6 (Gambar 2a) dan pada jam ke-12 di ujung sporangiofor terbentuk gelembung lonjong berwarna kekuningan yang disebut vesikel (Gambar 2b).Sporangiumberbentukbulat berwarna hitam dibentukdi atas vesikelpada jam ke-18 dan menjadi dewasa pada jam ke-24 (Gambar 2c).Pilobolus memiliki bentuk spora elips, berwarna hialin, dan berukuran 5.12–6.40 x 8.96–10.24 µm. Sporangiofor memiliki panjang sekitar 1.5–2.3 mm. Trofosis berbentuk oval, berwarna hialin sedikit kekuningan.

(13)

5

Gambar 2 Perkembangan struktur reproduksi Pilobolus. Hifa yang mengarah ke udara memanjang (a), ujung hifa menggelembung membentuk subsporangium berwarna kuning (b), dan terbentuk sporangium berwarna gelap di ujung subsporangium (c). Perbesaran stereo 40 kali pada pengamatan.

Gambar 3 Perkembangan struktur reproduksi Coprinus. Primordium tubuh buah berbentuk lonceng (a), tudung yang telah berkembang tampak atas (b), dan tepi tudung yang mulai lisis (c). Perbesaran stereo 40 kali pada pengamatan.

(14)

6

Gambar 4 Perkembangan struktur reproduksi Saccobolus. Primordium menjadi apotesium (a), apotesium mulai berkembang (b), apotesium membentuk askus (c), dan askus memenuhi permukaan apotesium (d). Perbesaran stereo 40 kali pada pengamatan.

Cendawan koprofil yang ditemukan dari feses domba termasuk cendawan saprob yang berpotensi secara ekonomi. Pilobolus bermanfaat dalam penguraian gula. Arthrobotrys, Coprinus, dan kelompok Ascomycetes dapat menguraikan selulosa dan lignin. Cendawan tersebut perlu diisolasi untuk mendapatkan biakan murninya, diidentifikasi spesiesnya, dan diamati proses fisiologinya. Hal ini bertujuan agar potensi yang ada pada cendawan tersebut dapat dikembangkan.

Beberapa penelitian melaporkan manfaat dan potensi secara ekonomi yang dimiliki cendawan koprofil. Selain memiliki fungsi penting dalam ekosistem sebagai pengurai feses dan pendaur unsur hara (Krug et al. 2004), beberapa genus cendawan koprofil dilaporkan berpotensi sebagai penghasil antibiotik (Ridderbusch et al.2004) dan (Che et al. 2005), enzim selulase (Farouq et al.

2012), dan nematisida alami (Luo et al. 2004). Arthrobotrys memiliki struktur yang dapat memerangkap nematoda dan dapat dikembangkan sebagai nematisida alami (Persson et al. 2000). Trichoderma aureoviride dan Fusarium equiseti yang berasal dari feses gajah memiliki potensi untuk dikembangkan dalam hidrolisis lignoselulosa (Farouq et al. 2012). Coprinus comatus dilaporkan memiliki potensi sebagai bahan nematisida karena mampu melumpuhkan dan membunuh nematoda (Luo et al. 2004). Selain itu, cendawan koprofil dari feses sapi dan unggas dilaporkan berpotensi sebagai pengurai minyak mentah. Cendawan tersebut berasal dari kelompok kapang dan khamir (Obire et al. 2008).

d c

(15)

5

SIMPULAN

Cendawan koprofil pada feses domba asal peternak di Ciampea Bogor ialah

Pilobolus, Arthrobotrys, Coprinus, Saccobolus, Oedocephalum, Dactylaria,

Kernia, dan Cercophora.

DAFTAR PUSTAKA

Barron GL. 1968. The Genera of Hyphomycetes from Soil. Baltimore (US): William & Wilkins.

Bell A. 2005. An Illustrated Guide to The Coprophilous Ascomycetes of Australia. Utrecht (NL): Centraalbureau voor Schimmelcultures.

Carmichael JW, Kendrick WB, Conners IL, Sigler L. 1980. Genera of Hyphomycetes. Edmonton (CA): Univ Alberta Pr.

Che Y, Araujo AR, Gloer JB, Scott JA, Malloch D. 2005. Communiols E-H: new polyketide metabolites from the coprophilous fungus Podospora communis. J Nat Prod. 68(3):435–438.

Elshafie AE. 2005. Coprophilous mycobiota of Oman. Mycotaxon.93(1):355–357. Farouq AA, Abdullah DK, Foo HL, Abdullah N. 2012. Isolation and

characterization of coprophilous cellulolytic fungi from asian elephant (Elephas maximus) dung.J Biol Agric Healthcare. 2(7):44–51.

Higashiyama K, Fujikawa S, Park EY, Shimizu S. 2002. Production of arachidonic acid by Mortierella fungi. Biotech Bioprocess Eng. 7(5):252–262.

Krug JC, Benny GL, Keller HW. 2004. Coprophilous fungi. Di dalam:Mueller GM, Bills GF, Foster MS editor. Biodiversity of Fungi. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 467–499.

Luo H, Mo M, Huang X, Li X, Zhang K. 2004. Coprinus comatus: a

Basidiomycetes fungus forms novel spiny structures and infects nematode.

Mycologia. 96(6):1218–1225.

Mc.Carthy SP. 2000. A coprophilous fruiting sequence on equine dung from Armidale, New South Wales. Aust Mycol. 19(1):10–13.

Mungai P, Hyde KD, Cai L, Njogu J, Chukeatirote K. 2011.Coprophilous

Ascomycetes of Northern Thailand. Curr Res Environ Appl Mycol. 1(2):135– 159.

Obire O, Anyanwu EC, Okigbo RN. 2008. Saprophytic and crude oil degrading fungi from cow dung and poultry droppings as bioremediating agents. J Agric Technol. 4(2):81–89.

Perrson C, Olsson S, Jansson HB. 2000. Growth of Arthrobotrys superbafrom a birch wood resource baseinto soil determined by radioactive tracing. FEMS Microbiol Ecol. 31(1):47–51.

Richardson MJ. 2001. Coprophilous fungi from Brazil. Braz Arch Biol Technol. 44(3):283–289.

(16)

6

Ridderbusch DC, Weber RWS, Ankea T, Sternerb O. 2004. Tulasnein and podospirone from the coprophilous xylariaceous fungus Podosordaria tulasnei. Z Naturforsch. 59(6):379–383.

Santiago ALCMA, Trufem SFB, Malosso E, Santos PJP dos, Cavalcanti MAQ. 2011. Zygomycetes from herbivore dung in the ecological reserve of Dois Irmãos, Northeast Brazil. Braz J Microbiol. 42(1):89-95.

(17)

5

RIWAYAT HIDUP

(18)

Gambar

Tabel 1Waktu kemunculan genus cendawan koprofil pada feses domba A, B, dan C
Gambar 2  Perkembangan struktur reproduksi Pilobolus. Hifa yang mengarah ke
Gambar 4  Perkembangan struktur reproduksi Saccobolus. Primordium menjadi

Referensi

Dokumen terkait