• Tidak ada hasil yang ditemukan

Environmental Management in Fishing Port Case Study in: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Environmental Management in Fishing Port Case Study in: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PELABUHAN PERIKANAN

STUDI KASUS DI:

PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

RISNANDAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis berjudul pengelolaan lingkungan di Pelabuhan Perikanan Studi Kasus di: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

RINGKASAN

RISNANDAR. Pengelolaan Lingkungan di Pelabuhan Perikanan Studi Kasus di: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Dibimbing oleh Dr. Ir SIGID HARIYADI M.Sc dan Dr. Ir. BUDHI HASCARYO ISKANDARM.Si.

Peningkatan jumlah produksi dan banyaknya kapal yang keluar-masuk pelabuhan perikanan akan berkorelasi positif terhadap peningkatan potensi limbah yang dihasilkan baik dari aktivitas darat maupun aktivitas laut. Aktivitas darat diantaranya berasal dari kegiatan perkantoran, pembuatan dan/atau perbaikan kapal dan jaring, warung dan pertokoan serta aktifitas industri dan sebagainya. Aktivitas laut diantaranya berasal dari kegiatan bongkar muat di laut, ceceran/tumpahan bahan bakar dan minyak pelumas (oli), sampah maupun air limbah dari sisa kegiatan di laut, dan sebagainya.

Beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu 1) Mendapatkan gambaran mengenai mekanisme pelaksanaan pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu baik secara teknis, institusi dan sosial; 2) Mengetahui status kualitas perairan di lingkungan PPN Palabuhanratu; 3) Merumuskan strategi pengelolaan limbah di PPN Palabuhanratu. Untuk memperoleh tujuan tersebut metode yang digunakan adalah dengan metode purposive sampling melalui obervasi langsung dilapangan, wawancara mendalam dengan pelaku aktivitas pelabuhan, studi pustaka terkait, dokumentasi serta analisis data yang digunakan adalah dengan SWOT.

Hasil pengamatan terhadap fasilitas pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu belum sesuai dengan keharusan sebagaimana disampaikan dalam peraturan perundangan yang ada. PPN Palabuhanratu, belum memiliki fasilitas pengelolaan dan penampungan limbah yang memadai seperti adanya fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) serta pengelolaan dan penampungan limbah (reception facilities). Fasililitas pengelolaan limbah yang ada di PPN Palabuhanratu saat ini berupa tempat sampah, tempat penampungan pelumas bekas, tempat penampung sampah sementara dan unit pengangkut sampah.

(5)

Limbah-limbah tersebut membawa dampak pada menurunnya kualitas air dan sedimen di kolam pelabuhan yang berimplikasi pada komunitas biota air (plankton dan benthos). Berdasarkan analisis yang dilakukan (pengambilan sampel pada beberapa stasiun pengamatan) terdapat beberapa parameter fisika dan kimia yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya, yaitu diantaranya tingkat kecerahan, timbulan sampah, kebauan, adanya lapisan minyak serta kadar amoniak yang tinggi.Berdasarkan penentuan status mutu air menggunakan Indeks Pencemaran (IP) dan STORET, kategori kualitas air pada ST.1, ST.3 yang berada di lokasi kolam pelabuhan II dan ST. 4 yang berada di luar kolam pelabuhan termasuk kategori tercemar ringan. Sementara itu ST.5 ST.6 dan ST.7 yang terdapat di kolam pelabuhan I termasuk dalam kategori cemar sedang. Parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu dalam perhitungan IP dan STORET adalah amoniak dan kecerahan.

Hasil analisis sedimen menunjukkan tipe subtrat dasar perairan berupa pasir berlempung, lempung dan lempung berpasir. Berdasarkan acuan kandungan logam berat dalam sedimen dari konsensus Krauskopt, kandungan sedimen yang tidak memenuhi standar tersebut adalah tembaga (Cu), Timbal (Pb) dan Seng (Zn). Hal ini erat hubungannya dengan aktivitas yang ada di sekitar pelabuhan yaitu perbaikan dan/atau perawatan kapal, aktivitas industi, perdagangan dan pertokoan. Berdasarkan hasil identifikasi plankton diketahui bahwa jenis diatom sentris dan cillita yang ditemukan mendominasi pada struktur komunitas pada badan perairan. Kondisi ini dapat menjadi indikator adanya tekanan terhadap lingkungan (Verlecar et al., 2006).

Berdasarkan hasil analisis SWOT dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal, arahan strategi pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu meliputi: 1) Strategi SO (pelaksanaan prosedur K3 dan program K5, mengoptimalkan fasilitas dan petugas kebersihan yang ada, Memberikan reward kepada masyarakat yang melakukan pengelolaan lingkungan); 2) Strategi WO (pengadaan fasilitas pengelolaan limbah, Pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pengelolaan lingkungan, pembentukan organisasi dan SOP pelaksanaan pengelolaan lingkungan di pelabuhan); 3) Strategi ST (memaksimalkan fungsi petugas kebersihan pelabuhan, Sosialisasi kepada masyarakat pelabuhan pentingnya pengelolaan lingkungan, Sosialisasi standar K3 dan program K5); dan 4) Strategi WT (penempatan dan penyediaan fasilitas penampungan limbah disesuaikan dengan pusat aktivitas masyarakat pelabuhan, perencanaan program pengelolaan lingkungan lebih awal, pemberlakuan denda dan sanksi bagi masyarakat yang membuang limbah sembarangan). obat yang banyak digunakan dalam mengobati berbagai penyakit, termasuk diabetes. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh

(6)

SUMMARY

RISNANDAR. Environmental Management in Fishing Port Case Study in: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Supervised by Dr. Ir SIGID HARIYADI M.Sc dan Dr. Ir. BUDHI HASCARYO ISKANDARM.Si.

Increasing amount of production and number of fishing vessel into the fishing port positively correlation with increased potential of waste generated, arising from land based activities and marine activities. Land activities activities include originating from the office, manufacturing and/or repair of boats and nets, stalls and shops as well as industrial activities and so on.

Several objectives of this study are 1) Get an overview of the implementation of environmental management mechanism in PPN Palabuhanratu both technically, and social institutions; 2) Knowing the status of water quality in the PPN Palabuhanratu; 3) Formulating waste management strategies in PPN Palabuhanratu. To obtain this goal is the method used purposive sampling method through direct field observation, in-depth interviews with actors port activities, related literature, documentation and analysis of data used is the SWOT.

Observations on environmental management facilities in accordance with the PPN Palabuhanratu not necessary as presented in the existing legislation. PPN Palabuhanratu, do not have adequate waste management facilities such as a waste water treatment plant (IPAL) and reception facilities. Existing of waste management facilities in PPN Palabuhanratu are trash bins, container of used oil, temporary trash container and trash hauler unit.

Wastes generated from 1) Activities office which includes domestic waste as well as organic and inorganic, hazardous and toxic waste (B3) generated from office activity that uses a number of office equipment such as paper, printer and lighting facilities; 2) Activities added which includes washing vessel anchoring, hatch, Bilge water discharge vessel and packaging waste and leftover supplies that are not used; 3) fish landings and sales activities of the catch which includes waste water ice is used as a pickling fish, cleaning fish and fish waste itself coming into port through the drainage pond, 4) supplies replenishment activities which include waste from spills of oil and / or oil, leftover bait fish fillet results in the form of fish heads and bones ± 50% of the number of fish used for bait are generally discharged directly into in the port basin; 5) Activity repair /ship building (docking) and repair nets which includes domestic waste from workshop workers, waste used oil, scrap metal, rags and scrap material; 6) Activity Store (shop) which includes a waste leftovers , packaging waste and waste drainage from washing / kitchen activities; 7) industrial activities that include domestic waste from activities worker accommodation, ice from fish waste, building waste drainage and leaching residual waste packaging materials.

(7)

contaminated category. Meanwhile ST.5 ST.6 and ST.7 located in port basin I in moderate pollution category. The parameter value exceeds the quality standards calculated with IP and STORET are ammonia and brightness.

Sediment analysis results indicate the condition of the substrate is sand clay, loam and sandy loam. Based on the Krauskopt consensus, concentration of copper (Cu), Lead (Pb) and Zinc (Zn) exceed the reference value. This condition is closely related to the existing activity around port which repair and/or maintenance of the ship, industry, activity, trade and shopping area. Based on plankton indentification, dominant presence is from centric diatom and cilliate which is indicating stress to the environment (Verlecar et al., 2006).

Based on SWOT analysis by identification of internal and external factor, direction for environment management strategy in PPN Palabuhanratu are: 1) Strategy SO (implementation K3 procedure and K5 programs, facilities and optimizing existing janitor, give rewards to people who commit environmental management); 2) WO Strategy (Procurement of waste management facilities, implementation, supervision and monitoring of environmental management, organization and implementation SOP establishment of environmental management at the port); 3) ST Strategy (Maximizing function janitor port, socialization to the community the importance of environmental management port, standard Socialization Program K3 and K5), and 4) WT Strategy (placement and provision of waste containment facilities tailored to the port community activity center, planning environmental management program early, enforcement fines and penalties for people who dump waste carelessly).

Keywords: environmental management, fishing port, waste management

Eugenia polyantha known as salam in Indonesia is widely used as herbal medicinal plant to treat various diseases, including diabetes. The objectives of this research are to obtain the active fraction of ethanolic salam leaves extract, which is inhibitory against -amylase activity, and to identify phytochemical constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions. All fractions showed inhibitory activity against -amylase and water fraction showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity against -amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of 57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins were the chemical constituents of the active fraction.

(8)

Etiam vel suscipit erat. Aliquam erat volutpat. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Sed vulputate neque sit amet nibh gravida scelerisque. Nam mattis euismod facilisis. Ut sit amet nunc sem, vel imperdiet risus. Pellentesque iaculis tempus nunc accumsan porttitor. Sed eget odio nec enim ornare feugiat. Quisque viverra sapien a felis molestie dictum. Donec malesuada porttitor sagittis. In hac habitasse platea dictumst. Morbi at justo at tellus tincidunt volutpat sed vel enim.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PELABUHAN PERIKANAN

STUDI KASUS DI:

PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)

Judul Tesis : Pengelolaan Lingkungan di Pelabuhan Perikanan Studi Kasus di: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

Nama : Risnandar NIM : P052090261

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, MSc Ketua

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

a.n Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc

Tanggal Ujian: (31 Juli 2013)

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2013 ini ialah Pengelolaan Lingkungan di Pelabuhan Perikanan, Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu .

Terima kasih penulis ucapkan kepada kepada Dr. Ir. Sigid Hariyadi, MSc dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar M.Si selaku komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(15)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ii

SUMMARY iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Pelabuhan Perikanan 6

Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Perikanan 8

Pencemaran Lingkungan Pelabuhan Perikanan 11

Analisis SWOT dalam Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Perikkanan 14

3 METODE 17

Waktu dan Tempat 17

Bahan dan Alat 18

Prosedur Analisis Data 18

Metode Pengumpulan Data 18

Metode Analisis Data 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Kondisi Umum PPN Palabuhanratu 29

Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan PPN Palabuhanratu 36

Kualitas Lingkugan PPN Palabuhanratu 52

Stategi Pengelolaan Lingkungan PPN Palabuhanratu 73

5 KESIMPULAN DAN SARAN 79

Kesimpulan 79

Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 80

(16)

DAFTAR TABEL

1. Koordinat lokasi pengambilan sampel kualitas air, biota air dan

sedimen. 18

2. Parameter kualitas air yang di analisis. 21

3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air 22 4. Matriks strengths weaknesses opportunities threats 28

5. Fasilitas pelabuhan di PPN Palabuhanratu 31

6. Jumlah perahu motor tempel dan kapal motor di PPN Palabuhanratu

tahun 2001 – 2011 33

7. Perkembangan alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu

Tahun 2001 – 2011 33

8. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun 2001-2011 34 9. Produksi dan nilai ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun

2001-2011. 34

10. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun 2001-2011 35 11. Tekstur sedimen pengambilan sampel musim barat 58 12. Kandungan logam sedimen pengambilan sampel musim peralihan 58 13. Tekstur sedimen pengambilan sampel musim peralihan 59

14. Kandungan Logam Sedimen Musim Peralihan 59

15. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks fitoplankton musim barat. 65 16. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks fitoplankton musim peralihan. 65 17. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks zooplankton musim barat. 67 18. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks zooplankton musim peralihan. 68 19. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks benthos musim barat. 70 20. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks benthos musim peralihan. 71 21. Matriks IFAS untuk pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu 75 22. Matriks EFAS untuk pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu 75 23. Matriks SWOT pengembangan pengelolaan lingkungan di PPN

(17)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 5

2. Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004) 16

3. Peta lokasi penelitian 17

4. Segitiga tekstur sedimen (Wentworth, 1922) 23

5. Matriks internal- eksternal (David, 2003) 27

6. Struktur organisasi UPT-PPN Palabuhanratu (PPNP, 2011) 30 7. Tempat sampah, tempat pelumas bekas dan unit pengangkut sampah di

PPN Palabuhanratu. 38

8. Kegiatan pencucian palka dan pembuangan air bilge kapal. 41 9. Limpasan air drainase dan sampah dari pasar ikan sekitar TPI. 42 10. Kegiatan penyiapan umpan ikan dan perbekalan melaut. 44

11. Kegiatan perbaikan dan perawatan kapal. 46

12. Kegiatan pertokoan. 47

13. Hasil analisis indeks pencemaran 55

14. Dendrogram kualitas air musim barat. 56

15. Dendrogram kualitas air musim peralihan. 57

16. Dendrogram kualitas sedimen musim barat 62

17. Dendrogram kualitas sedimen musim peralihan 62 18. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks fitoplankton musim barat 65 19. jumlah taksa, kelimpahan dan indeks fitoplankton musim peralihan. 65

20. Dendrogram fitoplakton musim barat 66

21. Dendrogram fitoplakton musim peralihan 66

22. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks zooplankton musim barat 67 23. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks zooplankton musim peralihan. 68

24. Dendrogram zooplakton musim barat 69

25. Dendrogram zooplakton musim peralihan 69

26. Jumlah taksa, kelimpahan dan indeks benthos musim barat. 70 27. jumlah taksa, kelimpahan dan indeks benthos musim peralihan 71

28. Dendrogram benthos musim barat 72

29. Dendrogram benthos musim peralihan 73

30. Kurva hasil analisis SWOT strategi pengelolaan lingkungan di PPN

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis laboratorium kualitas air, biota dan sedimen musim barat 86 2. Hasil analisis laboratorium kualitas air, biota dan sedimen musim

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Lubis (2006) pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pelabuhan perikanan merupakan komponen yang sangat penting dalam pengembangan industri perikanan. Fungsi pelabuhan perikanan mempunyai yaitu mendukung semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan serta lingkungannya. Fungsi dukungan pelabuhan perikanan tersebut mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran.

Berdasarkan data survey tahun 2011, terdapat 826 pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang terdapat di Indonesia (Pane and Lubis, 2012). Sementara itu berdasarkan data Kementerian Kelautan Perikanan tahun 2010 terdapat 6 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 14 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 47 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), 749 pusat pendaratan ikan (PPI) dan 2 pelabuhan perikanan swasta yang sebagian besar terdapat di wilayah Indonesia bagian Barat, utamanya di Jawa dan Sumatera.

Menurut Sari (2003) kehadiran dan pembangunan pelabuhan perikanan selain menimbulkan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya. Dampak positifnya adalah dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan bagi nelayan pengguna pelabuhan perikanan. Dampak negatif yang timbul diantaranya yaitu terakumulasinya limbah di lingkungan pelabuhan sebagai akibat kegiatan pelelangan hasil tangkapan, perkapalan dan aktivitas pengunjung. Limbah yang dihasilkan tersebut berupa limbah padat dan limbah cair yang dapat menyebabkan masalah kebersihan, estetika dan penurunan kualitas air. Masalah tersebut muncul karena tidak adanya prosedur pelaksanaan standar operasi pengelolaan lingkungan dari masing-masing unit yang terlibat dalam lingkungan kerja pelabuhan perikanan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan, menyebutkan salah satu fasilitas fungsional pelabuhan terdiri atas fasilitas kebersihan dan pengolahan limbah seperti Instalasi Pengolahan Air imbah (IPAL) dan Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Namun demikian berdasarkan data dan fakta yang ada, pelabuhan perikanan di Indonesia umumnya belum dilengkapi dengan fasilitas dan standar operasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Kondisi infrastruktur pelabuhan belum sesuai dengan kententuan ketersediaan fasilitas pelabuhan yang ada. Umumnya kondisi fisik pelabuhan kumuh serta tidak tertata dengan baik.

(20)

2

Sehingga dapat diketahui mengenai kondisi pengelolaan lingkungan dan arahan strategi yang dapat dilakukan, dalam upaya pengelolaan lingkungan di pelabuhan perikanan. Diketahuinya kondisi dan arahan tersebut, dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan yang berkelanjutan. Dalam penelitian ini diambil studi kasus di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

Perumusan Masalah

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) yang terletak di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu dari 14 Pelabuhan Perikanan Nusantara di Indonesia. PPN Palabuhanratu, sejak tahun 2010 ditetapkan sebagai kawasan minapolitan pertama di Indonesia oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (PPNP, 2010).

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sangat potensial bagi perikanan tangkap, hal ini ditunjukan dengan kenaikan produksi sumberdaya ikan yang ada di Palabuhanratu pada tahun 2009 didapatkan 3.950.257 kg menjadi 6.744.292 kg pada tahun 2010 (Hapsari et al., 2013) dan tingginya frekuensi kapal keluar-masuk pelabuhan yang mencapai 13 ribu unit pada tahun 2010. Peningkatan jumlah produksi dan banyaknya kapal yang keluar-masuk pelabuhan pelabuhan tersebut dimungkinkan berkorelasi positif terhadap peningkatan potensi limbah yang dihasilkan.

Adanya aktivitas di pelabuhan perikanan, akan timbul tekanan atau pengaruh terhadap lingkungan sekitar. Pengaruh yang timbul berasal dari aktivitas darat maupun aktivitas laut. Aktivitas darat diantaranya berasal dari kegiatan perkantoran, pembuatan dan/atau perbaikan kapal dan jaring, warung dan pertokoan serta aktifitas industri dan sebagainya. Aktivitas laut diantaranya berasal dari kegiatan bongkar muat di laut, ceceran/tumpahan bahan bakar dan minyak pelumas (oli), sampah-sampah maupun air limbah dari sisa kegiatan di laut, dan sebagainya.

Siar et al. (2011) menetapkan terdapat 129 jenis limbah yang bersifat sifat racun dan bio-akumulatif terhadap lingkungan. Selain itu, terdapat juga jenis limbah yang dapat berdampak terhadap lingkungan, namun tersebut tergantung pada karakteristik dan lokasi wilayahnya. Telah diketahui secara luas, pencemaran limbah di laut telah menimbulkan gangguan terhadap lingkungan ekosistem laut. Dahuri et al. (1996) menyampaikan pencemaran laut (pencemaran pesisir) didefinisikan sebagai dampak negatif terhadap kehidupan biota, sumber daya dan kenyamanan (aminities) ekosistem laut serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut.

(21)

3 Pendekatan terkait dengan permasalahan pencemaran di pelabuhan perikanan dilakukan melalui analisis dan identifikasi terhadap fasilitas pengelolaan limbah yang ada, aktivitas penghasil limbah, peranan intitusi pelabuhan serta kondisi kualitas air, biota dan sedimen di lingkungan perairan pelabuhan. Mora et al. (2005), dalam pengelolaan pelabuhan berkelanjutan tahapan analisis yang dilakukan yaitu meliputi identifikasi aktivitas pelabuhan, identifikasi dampak terhadap aspek lingkungan dari masing-masing aktivitas tersebut, evaluasi terhadap pentingnya dampak, pengurutan dampak dan penyusunan data.

Penelitian mengenai pengelolaan lingkungan di pelabuhan perikanan dilakukan dengan studi kasus di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Stavakouli and Wooldridge (2004) menyebutkan setiap pelabuhan memiliki kondisi geofrafis, sosial ekonomi, hidrografi dan kegiatan operasi yang berbeda. Walaupun demikian informasi mengenai pelabuhan telah diketahui secara umum dalam kegiatan pembangunan dan pengembangannya memiliki dampak yang sama terhadap lingkungan. Dengan demikian kondisi permasalahan pengelolaan lingkungan di Pelabuhan perikanan nusantara Palabuhanratu, dapat menjadi informasi tentang pengelolaan pelabuhan perikanan, khususnya pelabuhan perikanan tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara).

Secara khusus berdasarkan uraian tersebut diatas, permasalahan pengelolaan limbah di Pelabuahn perikanan dengan studi kasus di PPN Palabuhanratu dapat dirumuskan melalui telaahan terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana kondisi eksisting pelaksanaan pengelolaan lingkungan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu?

2) Bagaimana kondisi kualitas perairan di wilayah Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu?

3) Bagaimana pendekatan yang harus dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi serta kualitas lingkungan di pelabuhan perikanan agar berwawasan lingkungan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1) Mendapatkan gambaran mengenai mekanisme pelaksanaan pengelolaan lingkungan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu baik secara teknis, institusi dan sosial.

2) Mengetahui status kualitas perairan di lingkungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

3) Merumuskan strategi pengelolaan lingkungan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu:

(22)

4

2) Sebagai acuan bagi seluruh pihak yang berkepentingan di kawasan PPN Palabuhanratu untuk meningkatkan peran serta dan kepedulian mendukung pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan.

3) Tersedianya arahan untuk pengembangan PPN Palabuhanratu agar kawasan pelabuhan lebih tertata dan berwawasan lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini didasari atas adanya aktivitas yang dilakukan di lingkungan Pelabuhan Perikanan baik di darat maupun di perairannya. Aktivitas didaratan meliputi kegiatan perkantoran, perbaikan dan perawatan kapal serta jaring, penjualan hasil tangkapan, pertokoan dan industri. Sementara itu, aktivitas di perairan/kolam pelabuhan meliputi kegiatan tambat labuh dan bongkar muat. Secara keseluruhan, aktivitas yang terdapat di lingkungan pelabuhan perikanan tersebut dapat menimbulkan limbah baik berupa limbah padat maupun cair.

Limbah tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan pelabuhan. kebersihan, estetika lingkungan dan kualitas lingkungan terutama kualitas air, biota dan sedimen di kolam pelabuhan. Berdasar hal tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait dengan pengelolaan lingkungan di pelabuhan perikanan dengan melihat aspek ketersediaan fasilitas, kebijakan dan peraturan pelaksanaan dan kondisi kualitas lingkungannya. Dalam hal ini kondisi kualitas air, biota dan sedimen.

(23)

5

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Limbah Padat dan Cair

Aktivitas dan Ketersediaan

Fasilitas

Pengelolaan Lingkungan Eksisting Aktivitas di Pelabuhan Perikanan

Aktivitas Daratan Aktivitas Perairan

Kebijakan dan Peraturan Perundangan

Kualitas Lingkungan

Pelabuhan

Strategi Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Perikanan Analisis

Kesesuaian

Analisis Isi

Analisis Pencemaran

(24)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pelabuhan Perikanan

Mengacu pada definisi yang tercantum dalam International Maritime Dictionary, Murdiyanto (2004) membuat pengertian untuk istilah harbour dengan yaitu suatu tempat di pinggir laut yang dapat digunakan untuk berlabuh dengan aman bagi kapal-kapal. Istilah harbour sebenarnya terbatas pada bagian daerah laut tempat kapal berlabuh dengan segala keperluan pekerjaan untuk mempersiapkan, melindungi dan memeliharanya seperti pengadaan penahan gelombang, dermaga dan sebagainya. Istilah port yaitu merupakan suatu tempat untuk membongkar dan memuat barang atau penumpang dari kapal-kapal yang dating dan dikenal sebagai kegiatan maritim dan dikelola oleh otoritas pemerintah. Pengertian dalam istilah ini termasuk pula luasan daerah atau bagian perkotaan tempat melayani keperluan pelaut dan anak buah kapal di darat serta kegiatan perniagaan didaratan tersebut.

Menurut UU No 45/2009 tentang perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/2012 Tentang Kepelabuhanan Perikanan definisi pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

Fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan meliputi:

a. Fasilitas pokok, yaitu fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar ke luar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok meliputi: (1) pelindung seperti breakwater,

revetment, dan groin; (2) tempat tambat seperti dermaga dan jetty; (3) perairan seperti kolam, dan alur pelayaran; (4) penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan; dan (5) lahan pelabuhan perikanan. b. Fasilitas fungsional, yaitu fasilitas yang berfungsi untuk meningkatkan nilai

guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan, yang terdiri dari: (1) tempat pelelangan ikan sebagai tempat pemasaran hasil perikanan; (2) navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas; (3) suplai air bersih, es, listrik; (4) pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti

dock/slipway, bengkel dan tempat perbaikan jaring; (5) penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu; (6) perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; (7) transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; serta (8) pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah (IPAL).

(25)

7 MCK; (4) kios IPTEK; serta (5) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Fasilitas penyelenggaraan fungsi pemerintahan antara lain meliputi: keselamatan pelayaran; kebersihan, keamanan dan ketertiban; kesehatan masyarakat; dan lain-lain.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 pasal 16 tentang Pelabuhan Perikanan, dijelaskan bahwa Pelabuhan Perikanan diklasifikasikan menjadi 4, dengan kriteria masing-masing tipe pelabuhan sebagai berikut:

1. Samudera (A) dengan kriteria :

a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan laut lepas;

b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT;

c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6000 GT kapal perikanan sekaligus; e) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

f) Terdapat industri perikanan.

2. Nusantara (B) dengan kriteria :

a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI);

b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT;

c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus; e) Ikan yang didaratkan sebagian untuk ekspor

3. Pantai (C) dengan kriteria:

a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial;

b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;

c) Panjang dermaga sekurng-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (D) denagn kriteria:

a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perirn pedalaman dan perairan kepulauan;

b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT;

c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam minus 2 m;

(26)

8

Berdasarkan fungsinya menurut Lubis (2006), terdapat dua jenis pengelompokkan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan dari segi aktivitasnya, namun kedua jenis kelompok tersebut pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut:

1) Fungi maritim, yaitu pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya.

2) Fungsi pemasaran, yaitu suatu tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan.

3) Fungsi jasa, yaitu meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan.

Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Perikanan

Peningkatan pelayanan pelabuhan perikanan kepada pengguna pelabuhan dalam upaya meningkatkan mutu produktivitas ikan yang dapat berkompetisi secara internasional, maka perlu dilakukan pengelolaan pelabuhan perikanan yang berwawasan Iingkungan (Sari, 2003).

Hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, maka upaya dan langkah-langkah yang bisa ditempuh, yaitu:

1) Menciptakan Pelabuhan Perikanan yang bersih dan sehat

2) Menyempurnakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan mutu ikan, termasuk di dalamnya penyediaan laboratorium untuk pemeriksaan mutu ikan dan kualitas air.

3) Menyediakan fasilitas pengolahan Iimbah

4) Menjaga kelestarian ekosistem perairan yang menjadi prioritas utama dalam mengambil langkah kebijakan dalam rangka meningkatkan fungsi dan peranan pelabuhan perikanan

5) Menyelaraskan pengelolaan pelabuhan perikanan dengan program pantai lestari terpadu yang dicanangkan oleh pemerintah

6) Penyiapan sumberdaya manusia pengelola pelabuhan perikanan yang profesional sesuai dengan bidangnya.

Untuk melakukan pengelolaan, perlu diperhatikan berbagai kendala yang biasa timbul pada sistem pengelolaan yang biasa terjadi selama ini. Permasalahan-permasalahan yang ada, misalnya (JICA, 2002):

1) Kelembagaan/struktur organisasi pelabuhan perikanan yang ada belum berfungsi secara optimal karena belum ada rincian tugas masing-masing petugas.

2) Sumber daya manusia pelabuhan perikanan saat ini kualitas dan kuantitasnya belum memenuhi kebutuhan yang diharapkan. Belum terpenuhinya penempatan SDM sesuai latar belakang pendidikan dan keahlian.

3) Fasilitas pelabuhan perikanan pada saat ini belum memenuhi standar pelayanan. Sehingga sering menjadi masalah dalam optimalisasi pengelolaan pelabuhan perikanan.

(27)

9 5) Kurangnya kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam mendukung pengelolaan pelabuhan perikanan karena minimnya pengetahuan mereka dan kurangnya sosialisasi pemahaman tentang pengelolaan pelabuhan perikanan. 6) Tata kerja pengelolaan pelabuhan perikanan pada umumnya baru dilaksanakan

pada tahap sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada tapi belum diperjelas dengan prosedur operasional standar (SOP) untuk masingmasing kegiatan, misalnya SOP bongkar, SOP muat, SOP tambat labuh dan SOP pelelangan.

7) Kurangnya kesadaran pihak pengelola pelabuhan terhadap pelestarian ekosistem perairan, sehingga faktor lingkungan tidak terintegrasi ke dalam kebijakan pengelolaan pelabuhan.

Pelabuhan berwawasan lingkungan merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah Republik Indonesia mendukung kesepakatan internasional pada

Deklarasi Johannesburg Summit tentang pembangunan berkelanjutan. Indonesia telah memiliki program dan strategi pembangunan berkelanjutan, merupakan Agenda 21 Nasional. Dimana di dalamnya termasuk pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan, salah satu kegiatannya adalah kegiatan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian pelabuhan (Siahaan, 2012).

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (2004) dalam konsep pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan harus dibenahi beberapa standar dan kualitas pengelolaan lingkungan yaitu:

1) Menurunnya beban pencemaran yang masuk ke pelabuhan, terutama limbah cair, sampah, sedimen, minyak dan limbah B3 (Bahan Berbahaya beracun), sehingga dapat terwujud peningkatan kualitas kebersihan sisi daratan dan perairan pelabuhan.

2) Meningkatnya kenyamanan dan keamanan pelabuhan termasuk kebersihan, keteduhan, dan keasrian lingkungan dalam kawasan pelabuhan.

3) Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pengelola lingkungan di kawasan pelabuhan.

4) Meningkatnya kinerja pelayanan dan keselamatan kerja di pelabuhan.

5) Diimplementasikannya peraturan dan pedoman teknis mendukung pengelolaan lingkungan pelabuhan.

6) Meningkatnya peran aktif stakeholders dalam mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan.

Ravikumar (1993) menyampaikan, secara umum pengoperasian pelabuhan perikanan dilakukan oleh pihak swasta baik perseorangan maupun perusahaan dan pemerintah. Dalam beberapa kasus operasional pelabuhan perikanan dikelola oleh pihak swasta melalui system kontrak. Namun demikian, apapun tipe kepemilikan/pengelolaan pelabuhan, bukan menjadi hambatan bahwa pencemaran pelabuhan merupakan masalah yang harus ditangani secara serius dan perlu diawasi secara khusus melalui pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang tepat, sesuai dengan peraturan perundang undangan dan pendidikan tentang lingkungan terhadap pengguna pelabuhan. Selanjutnya dalam upaya memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pengelola pelabuhan harus menyediakan fasilitas penampungan dan pengolahan limbah yang memadai (reception facilities).

(28)

10

fasilitas pokok lainnya diyatakan juga bahwa fasilitas pokok pelabuhan termasuk fasilitas penampungan dan pengolahan limbah serta tempat penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3) atau dikenal dengan istilah reception facilities. Selanjutnya disampaikan juga dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, bahwa pengelola dapat menyediakan fasilitas pengelolaan limbah untuk seluruh atau sebagian jenis limbah.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan pada pasal 3 ayat (5) huruf k menyebutkan bahwa fungsi pemerintahan dipelabuhan perikanan adalah pengendalian lingkungan. Sebagai salah satu faktor untuk menunjang pengendalian lingkungan tersebut dilaksanakan aktivitas yang terkait dengan keamanan, ketertiban dan kebersihan (K3) di pelabuhan perikanan. Hal ini sekanjutnya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No. 16/KEP.DJPT/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban (K3).

Ketentuan keamanan, ketertiban dan kebersihan (K3) di pelabuhan perikanan tersebut meliputi:

1. Setiap unit kerja/usaha yang beroperasi yang beroperasi di kawasan pelabuhan perikanan berkewajiban menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing dan dalam pelaksanaannya dapat membentuk satuan keamanan (satpam internal);

2. Setiap kejadian atau kasus yang berkaitan dengan masalah keamanan/ketertiban yang timbul di masing-masing unit kerja/usaha di kawasan pelabuhan perikanan wajib dilaporkan kepada kepala pelabuhan perikanan;

3. Setiap orang dilarang melakukan hal-hal yang dapat mengganggu dna membahayakan kepentingan umum seperti bahaya kebakaran dan pencemaran lingkungan;

4. Kegiatan K3 dilakukan setiap hari

5. Kegiatan keamanan dilakukan selama 24 jam;

6. Dilakukan kegiatan pembinaan dan pelatihan kepada petugas dan para pemangku kepentingan secara berkala;

7. Aparat pelabuhan perikanan melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan.

8. Untuk menunjang pelaksanaan K3 dilakukan pengadaan dan pemeliharaan peralatan penunjang kegiatan.

Menurut Siar et al. (2011) pencemaran di lingkungan pelabuhan yang berasal dari limbah perkotaan harus ditangani oleh pengelola pelabuhan yang paham dan kompeten terkait pencemaran, terutama dari kegiatan perikanan dan khususnya terhadap limbah dari kapal. Hal ini mengacu kepada International Maritime Organization’s International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973, yang umum dikenal dengan MARPOL 73/78. Tujuan secara umum, agar pengelola pelabuhan perikanan mengetahui peraturan MARPOL 73/78 beserta lampirannya, termasuk dampak dari kegiatan penangkapan ikan. Ravikumar (1993) menyampaikan bahwa peraturan pencegahan pencemaran dari kapal telah ditetapkan secara Internasional. International Marine Orgasization

(29)

11 Negara. Negara-negara yang telah meratifikasi MARPOL 73/78 hendaknya menerapkan peraturan ini termasuk lampirannya secara terintregrasi. Lampiran I, IV dan V dapat diterapkan pada kegiatan kapal penangkap ikan dan industri perikanan. Lin dan Jong (2007) menyampaikan kegiatan kapal penangkap ikan dalam operasinya harus mengacu pada MARPOL 73/78.

Peraturan MARPOL 73/78 diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 tahun 1986 tentang International Convention for the Prevention of Pollution from the Ship 1973 and Protocol of 1978 Relating to the International Convention for the Prevention of Pollution from the ship 1973 (MARPOL, 1973-1978. Selain itu, pengaturan mengenai laut secara umum diatur dalam United Nations Convertion on the Law of Sea 1982 (UNCLOS, 1982) yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 dan dikenal dengan hukum laut (Law of The Sea, 1982). Secara umum negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut serta harus mengambil semua tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut dari sumber apapun.

Pencemaran Lingkungan Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan, merupakan salah satu sumber pencemar terhadap lingkungan pesisir dan lautan. Sidabutar (2008) bahwa salah satu sumber pencemar di lingkungan pesisir dan laut adalah berasal dari lingkungan laut dan dominan berasal dari kegiatan aktivitas kapal yang ada di pelabuhan. Kegiatan ini menyebabkan pencemaran minyak terutama minyak yang berasal dari kegiatan yang dihasilkan oleh kapal, baik limbah ceceran-ceceran oli bekas maupun bahan bakar mesin dan dari sistem bilga kapal.

Menurut Chen dan Liu (2013), limbah di laut merupakan masalah pencemaran global yang telah menjadi permasalahan lingkungan utama di berbagai benua. Hal tersebut bersumber dari berbagai kegiatan seperti industri atau kegiatan pembuangan limbah ke laut dari berbagai sumber. Secara umum, telah diketahui bahwa limbah seperti plastik, unit penangkapan ikan yang tidak terpakai/rusak, akan memberikan dampak negatif terhadap berbagai aspek diantaranya kesehatan manusia, habitat ekosistem laut, kelimpahan biota, keindahan pantai, keamanan navigasi dan kegiatan perikanan. Secara keseluruhan, lebih dari 80% limbah di laut berasal dari kegiatan/aktivitas di darat yang masuk melalui system drainase, sungai, angin atau kelalaian manusia. Namun demikian, terutama Sebagian besar berasal dari kegiatan di laut terutama kapal.

(30)

12

Siar et al. (2011) menyampaikan bahwa secara khusus, pencemaran limbah di pelabuhan perikanan berasal dari tiga sumber utama:

1. Limbah perkotaan, (lbuangan limbah kota yang bermuara menuju pelabuhan) 2. Kegiatan perikanan (oli, solar, limbah di darat, limbah cair dan padat,

anti-fouling dan lain sebagainya).

3. Industri (buangan limbah pada saluran air).

Pencemaran pesisir dan laut didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) terhadap kualitas perairan, kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan (amenities) ekosistem laut serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut. Dampak negatif tersebut disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan limbah-limbah kedalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (GESAMP, 1986).

Masuknya bahan pencemar ke dalam badan perairan yang berlebihan dan terus menerus secara cepat mengakibatkan beban pencemaran (pollution load) meningkat melebihi kapasitas asimilasi (assimilative capacity). Bila kecenderungan ini terus terjadi maka degradasi kondisi lingkungan akan terjadi dan perairan tersebut menjadi tercemar. Selain kerugian ekonomis, kerugian lain yang dapat timbul adalah kerugian kesehatan manusia dari lingkungan sekitar. Tingginya tingkat konsentrasi bahan berbahaya beracun (B3) yang mencemari perairan akan berakumulasi pada ikan, kerang maupun biota laut lainnya yang dikonsumsi oleh manusia, dan apabila dikonsumsi akan menyebabkan gangguan kesehatan. Dampak lain yang dapat ditimbulkan dari pencemaran perairan adalah adanya dampak estetika (pariwisata), air yang tercemar akan mengalami perubahan pada bentuk fisiknya, seperti menimbulkan bau, berubah menjadi keruh atau berwarna hijau gelap karena blomming algae (Sidabutar, 2008). Selain itu, Dahuri et al. (1996) menyampaikan juga bahwa limbah industri, limbah cair pemukiman, limbah cair perkotaan, pertambangan, pelayaran, pertanian dan perikanan budidaya, dapat menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang.

Tercemarnya suatu perairan akan menyebabkan perubahan struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya. Untuk mengetahui dan sebagai dasar penilaian terhadap adanya pengaruh/dampak lingkungan (pencemaran laut) yang telah terjadi di perairan/pelabuhan dapat dilihat dari pengambilan sampel dengan menggunakan nilai ambang batas (NAB) yang merupakan kriteria Baku Mutu Air Laut, sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 51 tahun 2004 Lampiran 1 untuk pelabuhan.

(31)

13 kelas kualitas air dalam satu lokasi sampling dapat menyebabkan kesulitan dalam penentuan kualitasnya pada lokasi tersebut.

Danulat et al. (2002) menyebutkan bahwa limbah dari aktivitas manusia yang masuk keperairan pesisir dan pelabuhan yang berlangsung dalam waktu lama, dapat menyebabkan beberapa dampak pada biota plankton dan benthos. Perkembangan plankton dan organisme patogen, dapat juga mengganggu aktivitas lainnya seperti pariwisata penangkapan ikan dan kesehatan manusia. Selain terhadap kualitas air dan biota, limbah dari aktivitas manusia yang masuk keperairan pesisir dan pelabuhan dapat mengkontaminasi sedimennnya. Buruaem

et al. (2012) kontaminasi terhadap sedimen oleh logam berat berdampak terhadap ekosistem pesisir dan menjadi masalah yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengerukan. Penelitian yang dilakukan di Brazil, diketahui konsentrasi logam berat di lokasi pelabuhan lebih tinggi dibanding dengan di wilayah lepas pantainya. Analisis terhadap sedimen diketahui terdapat peningkatan kandungan logam Hg, Cd, CU, Ni dan Zn.

Ondiveila et al,. (2012) mengemukakan lingkungan pelabuhan merupakan subyek yang tidak dapat diprediksi kondisinya terkait dengan banyaknya parameter fisika kimia atau kontaminan yang masuk perairan. Pada kenyataannya hasil dari suatu kelompok tertentu dari dampak terhadap lingkungan perairan berhubungan dengan (1) sirkulasi air, (2) kualitas air, (3) kualitas sedimen, dan (4) kelimpahan biota. Dengan demikian, jumlah variabel yang harus dianalisis pada lingkungan perairan harus besar. Selain itu, tidak ada pendekatan yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengevaluasi status kondisi lingkungan dan identifikasi hubungannya antara pengaruh aktivitas manusia dan komponen lingkungan yang penting.

Wu et al. (2011) Beberapa tahun terakhir ini, analisis statistik multivariate seperti analisis kluster efektif diterapkan dalam mengevaluasi karakteristik kualitas perairan baik secara temporal maupun spasial. Analisis kluster dengan pola unsupervised yang mengelompokan objek yang mirip dalam satu kelas antara yang satu dengan yang lainnya, merupakan salah satu metode yang diakui.

Menurut Kitsoiu et al. (2011) banyak teknik analisis multivariat yang digunakan untuk menganalisa trend spasial atau hanya sekedar untuk mengeliminasi variabel-variabel dalam penelitian lingkungan. Proses analisis data ini menggunakan data contoh diskrit; faktor-faktor lingkungan seperti parameter kimia, parameter fisika dan parameter biologi. Analisis multivariat yang banyak digunakan dalam kajian dan evaluasi pencemaran laut salah satunya analisis kluster. Para ekologis telah mengumpulkan informasi lebih dari satu abad dalam memprakirakan hubungan antara objek dalam satu wilayah pengambilan contoh termasuk variabel yang menjelaskannya.

Penentuan hubungan antara lokasi dan parameter lingkungan dalam langkah pertama yaitu melakukan analisis numerik terhadap data lingkungannya. Langkah selanjutnya pengelompokan objek berdasarkan kesamaannya. Pengelompokan ini biasanya di ilustrasikan dalam bentuk dendrogram. Pemilihan ukuran kesamaan suatu kelompok dilakukan berdasarkan nilai koofesien jarak euclidian lebih cocok digunakan terhadap variabel air, biota dan variabel abiotik lainnya. Nilai mutlak yang digunakan antara jarak euclidian yaitu d(j,k) = Σi|xij− xik| yang diketahui telah

memberikan hasil terbaik. Dalam analisis tersebut hasil perbandingan antara

(32)

14

TWINSPAN, diketahui ward linkage sebagai agglomerative algorithmic terbaik dalam penentuannya (Kitsoiu et al. 2011).

Perhitungan terhadap analisis kluster dapat dilakukan melalui software, diantaranya yaitu dengan MINITAB. Wahyudi 2007 menyampaikan Piranti lunak ini merupakan piranti untuk kajian statistika. Piranti lunak ini memberikan salah satu fasilitas analisis yaitu anaisis kluster yang merupakan analisis multivariate. Minitab saat ini banyak digunakan untuk membantu kajian similaritas.

Analisis SWOT dalam Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Perikkanan

Pengelolaan lingkungan sebagai usaha sadar untuk memelihara dan/atau melestarikan serta memperbaiki mutu lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia sebaik-baiknya. Pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diatur dalam pasal 1 dinyatakan bahwa kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Pengelolaan lingkungan hidup mempunyai ruang lingkup yang secara luas dengan cara beraneka ragam pula. Menurut Otto Sumarwoto (1989) secara garis besar ada 4 (empat) lingkup pengelolaan lingkungan meliputi:

1. Pengelolaan lingkungan secara rutin.

2. Perencanaan dini dalam pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tutunan bagi perencana pembangunan.

3. Perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang direncanakan.

4. Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan karena alamiah maupun ulah manusia sendiri.

Menurut Chen dan Liu (2013) dalam tataran kebijakan, dalam strategi pengelolaan lingkungan di pelabuhan perikanan hal yang sangat penting dilakukan yaitu untuk mendorong nelayan agar tidak membuang membuang limbah di laut. Limbah yang ada hendaknya dibawa kepelabuhan di darat. Dalam hal ini, strategi yang dapat dilakukan pemerintah sebagai pengelola pelabuhan meliputi:

1. Pengembangan mekanisme pelaksanaan pengelolaan limbah

2. Pendidikan/penyampaian mengenai pencegahan pencemaran lingkungan hidup 3. Penyediaan reception facilities di pelabuhan

4. Pemberian reward

5. Pembuatan peraturan atau SOP

(33)

15 pengelolaan limbah dipelabuhan perikanan, peraturan terkait pengelolaan limbah di pelabuhan perikanan, studi pustaka dan wawancara mendalam dengan pelaku di pelabuhan perikanan.

Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik terhadap kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor internal serta peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari faktor eksternal dari suatu sektor. Analisis SWOT berfungsi untuk mengetahui hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat pula meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Start and Hovland (2004) menyampaikan bahwa analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang terdapat dalam suatu kegiatan. Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

1) Kekuatan: karakteristik kegiatan atau pelaku kegiatan yang memberikan keuntungan.

2) Kelemahan (atau Keterbatasan): karakteristik yang menempatkan pelaku kegiatan dalam kerugian.

3) Peluang: kesempatan eksternal untuk meningkatkan kinerja (misalnya membuat keuntungan yang lebih besar) di lingkungan sekitar.

4) Ancaman: unsur eksternal dalam lingkungan yang dapat menyebabkan masalah.

Pelaksanaan analisis SWOT tersebut melibatkan penentuan tujuan kegiatan dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk mencapai tujuan itu. Identifikasi SWOT sangat penting karena langkah-langkah berikutnya dalam proses perencanaan untuk pencapaian tujuan yang dipilih mungkin diturunkan dari analisis SWOT ini. Pertama, para pembuat keputusan harus menentukan apakah tujuan dapat dicapai. Jika tujuannya tidak dapat dicapai, maka tujuan yang berbeda harus dipilih dan proses SWOT diulang. Hasil SWOT biasanya sering disajikan dalam bentuk matriks. Sebuah perkiraan tentang lingkungan eksternal cenderung difokuskan pada apa yang terjadi di luar organisasi atau pada bidang yang belum tentu mempengaruhi strategi, tetapi dapat saja mempengaruhi strategi, baik secara positif maupun negatif. Gambar 2 merangkum beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan baik faktor internal maupun faktor eksternal.

(34)

16

kekurangan dari sistem yang dapat menyebabkan keuntungan kompetitif, efisiensi atau biaya. Lebih lanjut analisis SWOT membantu dalam pengkategorian faktor internal dan eksternal yang penting dalam pencapaian tujuan.

Menururt Yuan (2013) yang melakukan studi terhadap strategi pengelolaan limbah konstruksi, mengemukakan bahwa pendekatan analisis SWOT merupakan alat yang umum digunakan dalam perencanaan strategi. Analisis SWOT semula digunakan dalam bidang manajemen bisnis dan saat ini telah berkembang luas serta digunakan dalam berbagai bidang. Sebagai contoh dalam strategi perencanaan pengembangan kota, strategi pengelolaan lingkungan dalam kegiatan pertambangan dan strategi pengelolaan limbah perkotaan. Oleh karena itu, digunakan dalam penelitian ini dalam menganalisis strategi pengelolaan lingkungan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

Gambar 2. Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004)

(35)

17

3

METODE

Penelitian mengenai pengelolaan limbah di pelabuhan perikanan dengan studi kasus di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu ini, dilakukan dengan metode survei yang menggali data dan informasi yang diperlukan dari sampel yang mewakili.

Survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 2002). Penelitian ini bersifat analisis deskriptif korelasional yaitu berusaha untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara tepat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti.

Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai pengelolaan limbah di pelabuhan perikanan dengan kasus di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhan Ratu, dilakukan pada bulan bulan Pebruari – April 2013. Penelitian ini dilakukan di daerah lingkungan kerja dalam Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuharatu yang mencakup kolam pelabuhan I dan kolam pelabuhan II. Peta lokasi penelitian disampaikan pada Gambar 3, sementara itu koordinat lokasi sampling pengambilan sampel kualitas air, biota dan sedimen disampaikan pada Tabel 1.

(36)

18

Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan sampel kualitas air, biota air dan sedimen.

Stasiun Bujur Timur Lintang Selatan

1 106 o 32’ 30.52” 06 o 59’ 22.88”

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh air, biota air dan sedimen yang diambil dari tujuh lokasi titik sampling di wilayah Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Jumlah contoh yang diambil tersebut yaitu sebanyak 7 titik yang terdiri dari 3 titik contoh di kolam pelabuhan I, 3 titik contoh di kolam pelabuhan II dan satu titik contoh di luar lokasi kolam pelabuhan sebagaimana disampaikan pada Gambar 2. Pengambilan contoh tersebut dilakukan pada dua kali ulangan yaitu pada bulan Pebruari dan bulan April 2013, yang mewakili musim barat dan peralihan.

Selain bahan contoh air tersebut, digunakan juga bahan kimia untuk kebutuhan pengawetan contoh dan analisis laboratorium diantaranya larutan asam (H2SO4 dan HNO3) lugol dan formalin.

Peralatan penelitian yang digunakan terdiri dari peralatan pengukuran dan pengambilan kualitas air, biota air, sedimen, serta peralatan pendukung lainnya. Beberapa peralatan yang digunakan antara lain:

1) Perahu/kapal motor

2) GPS (Geografic Position System) untuk menentukan koordinat sampling 3) Peralatan pengukuran insitu kualitas air (DOmeter, pHmeter,

refraktometer, sechi disk, dan termometer).

Peralatan pengambilan sampel air, sedimen, dan biota perairan (Van Dorn primer dan data sekunder. Data primer berupa, sampel kualitas air, biota, sedimen dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang dilakukan di PPN Palabuhanratu. Sedangkan data sekunder meliputi data kondisi lingkungan serta kutipan dari data tertulis penelitian terdahulu terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan pelabuhan dan kondisi lingkungannya.

(37)

19

1. Metode Observasi

Menurut Nasution (2004), metode ini dilakukan dengan mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah.

Metode observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti dengan menggunakan instrumen berupa pedoman penelitian dalam bentuk lembar pengamatan atau lainnya (Umar, 1997). Observasi di lapangan dilakukan untuk mengamati secara langsung bagaimana kondisi di lapangan terkait ketersediaan fasilitas pengelolaan lingkungan dan kondisi lingkungan pelabuhan serta apa saja hal yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu.

2. Metode Wawancara

Menurut Santoso (2005), wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi dengan cara bertanya langsung kepada responden untuk mendapatkan informasi. Menurut Sugiyono (2009), metode wawancara adalah proses pengambilan data atau memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian yang digunakan dengan cara mengadakan tanya jawab serta bertatap muka secara langsung, sepihak dan dikerjakan secara sistematis berdasarkan tujuan yang dicapai.

Responden penelitian yang dilakukan wawancara adalah pihak pengelola pelabuhan (3 orang), pedagang (5 orang), pengolah (2 orang) dan nelayan (15 orang) di PPN Palabuhanratu. Informasi yang digali dalam penelitian ini berupa upaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan serta penanganan limbah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas yang ada di PPN Palabuhanratu.

3. Metode Studi Pustaka

Metode studi pustaka ini dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang mendukung penelitian sehingga diharapkan dengan landasan teori yang kuat akan diperoleh pemahaman yang baik. Metode tersebut dapat digunakan untuk mencari data-data sekunder sebagai data pendukung dari data primer yang didapatkan dari lapangan (Hapsari, 2013). Menurut Suryabrata (2009), metode studi pustaka ini dilakukan mempelajari teori-teori yang mendukung penelitan sehingga diharapkan dengan landasan teori yang kuat akan diperoleh pemahaman yang baik.

4. Metode Dokumentasi

(38)

20

Metode Analisis Data

Prosedur analisis data untuk kepentingan penelitian ini dilakukan dengan analisis terhadap pelaksanaan pengelolaan, kondisi lingkungan dan strategi pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu.

1. Analisis Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan

Analisis terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan di PPN Palabuhanratu dilakukan dengan membandingkan mengenai pelaksanaan pengelolaan lingkungan terkait dengan ketersediaan fasilitas, mekanisme penanganan limbah baik oleh pengelola pelabuhan maupun pihak lain yang terlibat di pelabuhan seperti pedagang dan nelayan, dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan yang diacu dalam analisis ini yaitu:

a. Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21 tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

d. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Per.08/Men/2012 tentang kepelabuhanan perikanan

e. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan

f. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No. 16/KEP.DJPT/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban (K3).

2. Analisis Kualitas Lingkungan

Analisis kualitas lingkungan dilakukan dengan dengan analisis laboratorium dari sampel kualitas air, biota air dan sedimen yang diambil. Selanjutnya data hasil analisis laboratorium tersebut dibandingkan dengan baku mutu lingkungan dan standar yang ada serta dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kualitas lingkungannya. Analisis laboratorium tersebut dilakukan di Laboratorium Proling (Produktivitas Lingkungan)-Institur Pertanian Bogor.

a. Analisis Kualitas Air

(39)

21

demand) untuk mengetahui jumlah oksigen terlarut dan melihat pengaruh biologis yang diamati dari penggunaan oksigen untuk proses respirasi oleh mikroba aerob. Tabel 2. Parameter kualitas air yang di analisis.

No Parameter Satuan BM**) Metode ** baku mutu air laut untuk pelabuhan (KEPMENLH No.51/2004 lampiran I)

*Pengukuran insitu

Penentuan indeks pencemaran kualitas air tersebut dihitung dengan persamaan:

Pij = indeks polusi bagi peruntukan air

Ci = konsentrasi parameter kualitas air

Lij = baku peruntukan air (Ci/Lij)r = nilai rata-rata Ci/Lij

(40)

22

Selanjutnya dalam penentuan kriteria pencemaran kualitas air tersebut apakah termasuk dalam kategori baik ataupun tercemar digunakan skala sebagai berikut:

0 ≤ Pij ≤ 1.0 memenuhi baku mutu 1.0 ≤ Pij ≤ 5.0 tercemar ringan 5.0 ≤ Pij ≤ 10 tercemar sedang Pij > 10 tercemar berat

Analisis dengan metode STORET secara prinsip adalah membandingkan antara

data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya (Debby et

al., 2009). Selanjutnya ditentukan status mutu air sesuai dengan klasifikasi mutu air

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003, yaitu:

(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 (memenuhi baku mutu) (2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 (cemar ringan) (3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 (cemar sedang) (4) Kelas D : buruk, skor diatas -31 (cemar berat)

Penentuan sistem nilai menentukan status mutu air yang digunakan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air

Jumlah contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

Sedimen dianalisis untuk mengamati tekstur dan kandungan logam. Tekstur sedimen dianalisis dengan metode distribusi gradasi butir, sedangkan kandungan logam dianalisis dengan menggunakan spektroskopi serapan atom. Analisis sedimen ini dilakukan di Laboratorium Proling Institut Pertanian Bogor.

(41)

23

Gambar 4. Segitiga tekstur sedimen (Wentworth, 1922)

c. Biota Air

Biota air yang di analisis yaitu meliputi biota plankton (fitoplankton dan zooplankton) serta benthos. Analisis terhadap biota air meliputi kepadatan/kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi. Analisis terhadap biota air ini dilakukan di Laboratorium Proling-Institut Pertanian Bogor.

Kelimpahan fitoplankton dihitung menggunakan alat Sedgwick Rafter Counting Chamber (SRC) pada perbesaran 10x10 dengan 15 strip setiap pengamatan. Pencacahan dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler model Olympus CH-2. Identifikasi morfologi fitoplankton menggunakan acuan buku Yamaji (1976). Kelimpahan fitoplankton dinyatakan dalam individu per m3 yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

N = Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) n = Organisme yang teramati (sel) Vd = Volume air yang disaring (m³)

Vt = Volume air tersaring (ml)

Vsrc = Volume satu SRC (1 ml)

Asrc = Luas penampang SRC

(42)

24

Kepadatan makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu makrozoobenthos per satuan luas (m2) (Brower et al. 1990). Formulasi kepadatan makrozoobenthos adalah sebagai berikut,

Keterangan:

K : Kepadatan (ind/m2)

Ni : Jumlah individu A : Luas bukaan alat (cm2)

Keanekaragaman species dinyatakan dengan indeks keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener (Krebs, 1989):

s

H’ = -∑ pi log pi i =1 Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener s = Jumlah Genus

pi = ni/N

ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu

Catatan = untuk Plankton, Log diganti Ln ( Legendre, 1983)

Keseragaman adalah komposisi individu dalam setiap genus yang terdapat dalam komunitas. Keseragaman didapat dengan membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya. Keseragaman dihitung dengan rumus:

E = H’ = H’ H maksimum log S Keterangan:

E = Indeks Keseragaman populasi H’ = Indeks keragaman

H’maks = indeks Keanekaragaman maksimum = log S S = jumlah spesies

Catatan = untuk Plankton, Log diganti Ln

Dominansi suatu jenis didalam komunitas dapat diduga dengan indeks dominansi Simpson (Krebs, 1989) yaitu sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2. Matriks SWOT (Start and Hovland, 2004)
Gambar 3, sementara itu koordinat lokasi sampling pengambilan sampel kualitas
Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan sampel kualitas air, biota air dan sedimen.
Tabel 2. Parameter kualitas air yang di analisis.
+7

Referensi

Dokumen terkait

B. Implementasi PR Telkomsel dalam Mengelola Media Relations Pada tahap implementasi media relations Telkomsel guna meningkatkan publisitas positif mengenai kualitas

Terdapat tiga aliran yang sangat berpengaruh dalam pemerolehan bahasa yaitu: Aliran Behaviorisme, Aliran Nativisme, dan Aliran Interaksionisme. 1) Aliran Behaviorisme

Terkait dengan putusan Nomor : 210 K/AG1996 dimana dalam putusan Makhamah Agung tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah agama/aqidah merupakan syarat untuk menentukan gugur

Bedasarkan pada tabel 2 terlihat bahwa koefisien regresi kompetensi pedagogik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru karena nilai signifikan 0,001 < 0,05

Dalam mengelola inovasi, juga dibutuhkan pemahaman akan budaya organisasi seta kepemimpinan yang mempunyai visi yang jelas.. Budaya organisasi perlu dipahami secara mendalam,

Percobaan kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan eksplan biji muda cendana yang endospermanya masih meristematis hingga dimungkinkan mengalami morfogenetis membentuk

Dari seluruh responden yang mengalami kelainan refraksi didapatkan sebesar 45,2% pada usia 9 – 10 tahun, sebanyak 34% perempuan, 42,2% pada kelas IV, 31,3% pada

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui kemampuan model pembinaan olimpiade Matematika yang dikembangkan dengan struktur program 30% pemantapan teori, 50% latihan soal, dan