T E S I S
OLEH
NAWAWI JUHAN 027015012/TM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KAJIAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS
PADA RUANG SISTEM PENGERING/PENGASAPAN DENGAN
ENERGI PANAS DARI BAHAN BAKAR
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
dalam Program Studi Teknik Mesin
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
NAWAWI JUHAN 027015012/TM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : KAJIAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA RUANG SISTEM PENGERING/PENGASAPAN
DENGAN ENERGI PANAS DARI BAHAN BAKAR
Nama Mahasiswa : NAWAWI JUHAN Nomor Induk : 027015012/TM Program Studi : TEKNIK MESIN
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ahmad Syuhada, MSc Ketua
Prof. Dr. Ir. Farel Napitupulu, DEA Ir. Zamanhuri, MT Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur SPs-USU,
Tanggal Lulus:
TESIS
MODEL B
E
NTUK K
EP
A
LA DA
RI
BAH
AN
KOMP
OSIT
POLIMER DAN RESP
ONN
YA
TERHA
DAP
BEBA
N IMPAK
INDR
A MA
WARDI
ABSTRAK
ABSTRAC
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas karunia dan rahmat yang telah dilimpahkanNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Kajian Karakteristik Perpindahan Panas pada Ruang Sistem Pengering/Pengasapan dengan Energi Panas dari Bahan Bakar”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Bapak prof. Dr. Ir. Ahmad Syuhada, M.Sc (ketua), Dr. Ir. Farel Napitupulu, DEA (Anggota), Ir. Zamanhuri, MT (Anggota), selaku komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian sampai tersusunnya tesis ini.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala yang telah banyak membantu dan bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian untuk penulisan tesis ini.
Terimakasih terkhusus penulis sampaikan kepada isteri tercinta Ir. Yenni Syarif, MT., dan anak-anak tersayang Muhammad Syaukani, Muhammad Nur Rahmat, dan Mutia Rahmah yang telah banyak mendorong dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Serta doa yang tak terputus penulis sampaikan kepada Allah SWT agar kedua orang tua penulis Almarhum ayahanda T. Djohan Amin dan almarhumah ibunda Laibah binti Mahmud serta almarhum anak sulung Amri Nur Syahrul mendapat ampunan dan berbahagia disisiNya.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dari penulisan tesis ini, untuk itu saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaannya. Penulis berharap agar tesis ini bermamfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan khusus dalam bidang pengeringan.
Akhirnya kepada Allah SWT. jugalah kita berserah diri, karena tiada satupun dapat terjadi kecuali atas kehendak-Nya.
Medan, Februari 2008
DAFTAR ISI
DAFTAR ISTILAH xv
1. PENDAHULUAN
2.1 Proses Perpindahan Massa Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 2.2 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida pada Pelat Miring
2.3 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida pada Pelat Vertikal 2.4 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida pada Saluran Vertikal 2.5 Kurva Pengeringan/Pengasapan
2.6 Proses pengeringan/Pengasapan pada Diagram Psikometrik
2.7 Kerangka Konsep 3. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
3.2 Bahan, Peralatan, dan Metode 3.3 Rancangan Peralatan Pengujian 3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.5 Variabel yang Diamati
3.6 Teknik Pengukuran, Pengolahan, dan Analisa Data
4.1 Pengaruh Pengarah Awal Terhadap Distribusi Temperatur 4.1.1 Pengaruh Pengarah Awal Terhadap Distribusi
Temperatur pada Saluran pengarah
4.1.2 Pengaruh Pengarah Awal Terhadap Distribusi Temperatur pada Ruang Pengering
4.1.3 Pengaruh Pengarah Awal Terhadap Distribusi Temperatur pada Cerobong
4.2 Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap Distribusi Temperatur 4.2.1 Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap Distribusi
Temperatur pada Saluran Pengarah/Pemanas 4.2.2 Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap Distribusi
Temperatur pada Ruang Pengering
4.2.3 Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap Distribusi Temperatur pada Cerobong
4.3 Penentuan Sudut Cerobong pada Sistem Peralatan Pengering Yang Dirancang
4.4 Analisa Karakteristik Perpindahan Panas
4.4.1 Karakteristik Perpindahan Panas pada Saluran Pengarah 4.4.2 Karakteristik Perpindahan Panas pada Ruang Pengering 4.4.3 Karakteristik Perpindahan Panas pada Cerobong
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Konsep positip dan negatif pada pelat miring ... 11
2.2 Aliran yang terjadi akibat gaya apung pada pelat miring ... 12
2.3 Konveksi Alamiah pada pelat vertikal ... 14
2.4 Saluran vertikal dengan pelat isothermal ... 17
2.5 Kurva Periode pengeringan ... 19
2.6
Proses pengeringan/pengasapan pada diagram psikometrik
………..
20 2.7 Kerangka Konsep ... 213.1 Desain Peralatan Pengasapan Pisang Sale ... 25
3.2 Desain Ruang Pembakaran ... 26
3.3 Desain Pengarah Awal Aliran ... 27
3.4 Saluran Uadara Panas dan Lemari Pengasapan ... 28
3.5 Cerobong dengan sudut 15o ... 29
3.6 Cerobong dengan sudut 25o ... 20
3.7 Cerobong dengan sudut 35o ... 30
3.8 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ... 31
3.9 Titik –Titik Pengukuran Temperatur Pada Peralatan Pengering ... 33
4.1 Titik Pengukuran temperatur pada peralatan pengering ... 35
4.2 Distribusi temperatur pada saluran pengarah dengan cerobong bersudut atap 15o dan pengarah awal tidak berlubang ... 37
berlubang ... 39 4.5 Pengaruh pengarah awal berlubang terhadap distribusi temperatur di
ruang pengering pada posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan
sudut cerobong 15o ... 40 4.6 Distribusi temperature di cerobong dengan sudut 15o dan pengarah awal
tidak berlubang ... 41 4.7 Pengaruh pengarah awal berlubang terhadap distribusi temperature di
cerobong dengan sudut 15o ... 41 4.8 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada saluran
pengarah (pemanas) dengan pengarah awal tidak berlubang ... 43 4.9 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada saluran
pengarah (pemanas) dengan pengarah awal berlubang ... 43 4.10 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperature pada ruang
pengering di posisi 5 cm dari dinding saluran pengarah dan dan pengarah awal tidak berlubang ... 45 4.11 Pengaruh sudut cerobong dan pengarah awal tidak berlubang terhadap
distribusi temperature pada ruang pengering di posisi 5 cm dari dinding
saluran pengarah ... 45 4.12 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperature pada ruang
pengering di posisi 25 cm dari dinding saluran pengarah dan dan
pengarah awal tidak berlubang ... 47 4.13 Pengaruh sudut cerobong dan pengarah awal tidak berlubang terhadap
distribusi temperature pada ruang pengering di posisi 25 cm dari dinding saluran pengarah ... 47 4.14 Distribusi temperatur di titik 4 pada cerobong dengan pengarah awal
tidak berlubang ... 48 4.15 Distribusi temperatur di titik 4 pada cerobong dengan pengarah awal
berlubang ... 49 4.16 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding
luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 15o dan pengarah tidak
awal berlubang ... 50 4.17 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding
luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 15o dan pengarah awal
berlubang ... 51 4.18 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding
luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 25o dan pengarah awal
tidak berlubang ... 52 4.19 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding
luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 25o dan pengarah awal
berlubang ... 52 4.20 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding
luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 35o dan pengarah awal
4.21 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 35o dan pengarah awal
tidak berlubang ... 54 4.22 Daerah perhitungan karakteristik perpindahan panas local pada Peralatan
Pengering ... 55 4.23 Distribusi Grashof number dan Rayleigh number disepajang ketinggian
saluran pengarah ... 59 4.24 Distribusi Nusselt number dan koeffisien perpindahan panas disepajang
ketinggian saluran pengarah ... 59 4.25 Distribusi Grashof dan Rayleigh number disepajang ketinggian ruang
pengering ... 64 4.26 Distribusi Nusselt number dan koeffisien perpindahan panas disepajang
ketinggian ruang pengering ... 65 4.27 Cerobong dengan sudut 15o ... 66 4.28 Distribusi Grashof number dan koeffisien perpindahan panas disepajang
ketinggian cerobong ... 70 4.29 Distribusi Nusselt number dan koeffisien perpindahan panas disepajang
ketinggian cerobong ... 71 4.30 Proses berlangsungnya pengasapan ... 73 4.31 Grafik distribusi temperatur pengeringan pisang pada tiap rak ... 74 4.32 Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengasapan dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Data Hasil Peneltian ... 84
2 Sifat Bahan ………. 108
DAFTAR ISTILAH
Satuan
Qud out
= Energi panas yang keluar dari daru udara pengering W
E mud
= Massa udara pengering yang dialirkan ke ruang pengering
Kg/s
Cp
= Panas jenis udara J/kg.oC
dT
= Beda temperatur udara masuk dan keluar alat pengering oC
Qair in
= Energi yang dibutuhkan untuk menguapkan kadar air
didalam bahan yang dikeringkan W
mair
= Massa kadar air yang dikeringkan/diasapkan Kg/s
Lhair
= Panas laten penguapan air J/kg. oC
Q
konveksi
= laju perpindahan panas konveksi W
hc
= koeffisien perpidahan panas konveksi W/m2. oC
A
= luas permukaan perpindahan panas kovesi m2
dT = beda temperatur antara fluida dan permukaan padat oC
C = angka dari hasil penelitian
Re = angka Reynold
n = bilangan hasil penelitian
m = bilangan hasil penelitian
Pr = anka Prantl
U = kecepatan udara m/s
Q = Perpindahan panas konveksi W
qs Perpindahan panas rata-rata W
ΔT = Beda temperatur = Tw - T∞ oC
β = Koefisien Ekspansi termal Volumetrik K
g = percepatan gravitasi m2/s
ρ = Massa jenis Kg/m3
µ = Viskositas Kg/s.m
L = Panjang karakteristik m
Nu = Angka Nusselt
v = Viskositas kinematik m2/s
Ra = Angka Rayleigh Gr = Angka Grashof
x = Posisi lokal terhadap koordinat x
α = Difusifitas termal m2/s
Bo = Angka Boussinesg
H = Ketinggian m
θ = Sudut koordinat rad
MCdb = Kadar air berdasarkan dry basis %
a = Berat bahan sebelum pengeringan/pengasapan kg b = Berat bahan setelah pengeringan/pengasapan kg MCwb = Kadar air bahan berdasarkan wet basis %
ABSTRAK
ABSTRAC
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terletak di daerah tropis yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), fluktuasinya hasil pertanian dan tangkapan ikan yang dipengaruhi oleh musim dan kodisi alam sulit untuk diprediksi oleh banyak pihak, sehingga pada musim panen raya banyak hasil pertanian/perikanan tidak termanfaatkan, tetapi pada musim paceklik hasilnya sangat minim dan harganya menjadi melambung. Pada sisi lain waktu panen raya ini, sering terjadi bersamaan banyak daerah, sehingga terjadilah penumpukan hasil-hasil alam ini di berbagai daerah sentra pruduksi. Hal ini menyebabkan produk petani dan nelayan tidak layak jual, yang akhirnya pendapatan mereka menurun tajam.
Berbagai hasil pertanian, perkebunan dan perikanan hanya akan dapat bertahan lama bila dilakukan proses pengawetan. Salah satu proses pengawetan yang umum digunakan adalah proses pengawetan fisis adalah dengan cara pengeringan [1]. Pengeringan dapat dilakukan dengan 3 sistem, yaitu sistem pengeringan
terbuka di bawah sinar matahari dimana bahan dihamparkan di lantai semen, atau anyaman bambu, atau tikar telah lama dipergunakan. Disamping itu, sistim pengering surya dengan menggunakan kolektor terus dikembangkan. Kelebihan alat ini adalah bahan yang dikeringkan ketika hujan dan malam tiba tidak perlu dipindahkan. Kekurangannya adalah tengantung cuaca, temperatur pengeringan tidak konstan dan sulit untuk dikontrol. Sistem peralatan pengeringan dengan energi pemanas listrik biasanya digunakan untuk pengeringan pakaian, kertas dan pada industri tertentu. Kelebihanya adalah praktis dan kelemahannya adalah mahal [2].
dihindari jika teknologi ruang bakar, penyalur panas, aliran fluida panas yang ada pada sistim pengering lebih dipertimbangkan [4]. Selain itu pemamfaatan energi hasil pembakaran juga menghadapi kendala, yaitu energi panas pembakaran tidak efektif jika dimamfaatkan pada ruang terbuka. Panas yang dihasilkan dari pembakaran akan menyebar keluar dari daerah pemanasan yang diinginkan. Hal ini dapat diatasi jika pembuatan suatu peralatan penukar panas (Lemari Pengering) yang dapat
menglokalisir energi pembakaran dan mengarahkannya kedaerah objek pengeringan [5].
Dewasa ini, penggunaan udara panas semangkin meningkat untuk mengeringkan produk-produk pertanian dan perikanan, banyak institusi maupun perorangan telah melakukan studi pengeringan untuk hasil-hasil pertanian dan perikanan. Syuhada, A. [4], telah mencoba mendesain dan menguji saluran udara panas untuk pengering dengan menggunakan Bahan Bakar Gas, sebagai energi pengering. Syuhada, A. [3] meningkatan studinya dengan penambahan peralatan penyeragam temperatur untuk perataan temperatur di dalam lemari pengering yang menggunakan bahan bakar briket batu bara dan bahan bakar ampas serbuk kayu untuk peralatan pengering kayu. Selanjutnya Syuhada, A. [5] melanjutkan
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan Syuhada, A., dapat disimpulkan bahwa, karakteristik distribusi aliran udara panas dalam ruang pengering/pengasapan sangat mempengaruhi efisiensi dan penyebaran panas pada peralatan penyalur panas pengering untuk pengeringan [3], [4], [5], [6], [7],[8],[9],[10].
Penggunaan lemari pengering untuk pengeringan juga masih mempunyai kelemahan, yaitu temperatur pengering di dalam lemari pengering sering tidak seragam atau tidak sama di setiap rak yang terdapat dalam lemari pengering, dimana temperatur udara panas pada rak-rak pengering yang bejauhan dengan sumber panas atau pada rak-rak makin ke atas semakin menurun. Jika ketidaksamaan temperatur fuida pengering pada setiap rak dalam lemari pengering tersebut tidak teratasi, maka hasil pengering akan menurun kualitasnya yang diakibatkan oleh tidak meratanya suhu pengering yang diterima setiap produk yang dikeringkan. Masalah ini diyakini dapat diatasi dengan menahan laju gas panas keluar dari ruang pengering dengan membuat sudut cerobong gas panas keluar yang sesuai. Pengkajian lebih lanjut dilakukan terhadap karakteristik perpindahan panas fluida pengengering pada
peralatan pengering untuk mendapatkan sistim dan peralatan pengering yang optimal dengan menggunakan energi bahan bakar dan temperatur yang lebih merata pada setiap rak di dalam lemari pengering.
pengeringan/pengasapan dengan 7 buah rak pengeringan, dan cerobong 3 buah dengan sudut masing-masing 15o, 25o, dan 35o.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan berapa sudut cerobong gas panas keluar peralatan pengering yang tepat sehingga didapat keseragaman temperatur di setiap rak yang terdapat dalam lemari pengering. Disamping itu juga untuk melihat pengaruh pengarah awal terhadap distribusi temperatur di dalam saluran peralatan pengering. Pengujiannya dilakukan dengan membuat suatu sistem peralatan
pengering/pengasapan dengan sistem aliran gas panas alamiah, yang terdiri atas lima bagian utama yaitu ruang pembakaran, pengarah awal 2 buah tidak berlubang dan berlubang dibuat berbentuk V dengan sudut 30o, saluran aliran udara panas, ruang pengeringan/pengasapan dengan 7 buah rak pengeringan, dan cerobong 3 buah dengan sudut masing-masing 15o, 25o, dan 35o. Untuk menganalisa sistem tersebut digunakan teori perpindahan panas konveksi alamiah.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
pertanian dan perikanan dengan Energi Panas dari Bahan Bakar. Dengan diketahuinya karakteristik perpindahan panas dan pola aliran fluida akan diperoleh peralatan yang optimum.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Terciptanya suatu alat pengering/pengasapan praktis yang distribusi temperatur di setiap rak pengeringan dari yang paling bawah sampai yang paling atas seragam dan merata di setiap rak yang ada dalam lemari pengeringan sehingga tidak diperlukan lagi membolak-balikan bahan seperti yang dilakukan pada proses pengeringan/pengasapan secara tradisional dan kebanyakan dewasa ini, efisien dan dapat digunakan untuk mengeringkan hasil-hasil pertanian seperti pengasapan pisang (penyalean pisang).
2. Memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem teknologi pasca panen untuk hasil pertanian, perikanan, perkebunan dan kehutanan, yang akhirnya mampu meningkatkan penghasilan disektor tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini nantinya adalah :
2. Mempopulerkan dan mengaplikasikan hasil penelitian (rekayasa) alat pengering yang optimal dan efisisen.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan
Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi dikarenakan kandungan air di udara mempunyai kelembaman yang cukup rendah [7].
Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses, yaitu:
- Proses perpindahan massa, proses perpindahan massa uap air atau pengalihan kelembaban dari permukaan bahan ke sekeliling udara.
- Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpidahan) energi panas terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap.
Makin panas udara yang dihembuskan mengeliling bahan, maka banyak pula uap air yang dapat di ditarik oleh udara panas pengering [2].
Energi panas yang berasal dari hasil pembakaran menyebabkan naiknya temperatur ruang pembakaran. Karena adanya perbedaan temperatur antara ruang pembakaran dengan lemari pengering, maka terjadi perpindahan panas konveksi alamiah di dalam alat pengering. Udara panas didalam lemari pengering mempunyai densitas yang lebih kecil dari udara panas di ruang pembakaran sehingga terjadi aliran udara [6].
Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing-masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi.
gumpalan-gumpalan fluida melintasi garis aliran. Partikel-partikel ini berperan sebagai pembawa energi dan memindahkan energi dengan cara bercampur dengan partikel fluida tersebut. Karena itu, kenaikan laju pencampuran (atau turbulensi) akan juga menaikkan laju perpindahan panas dengan cara konveksi [11].
Pengaruh aliran laminar dan turbulen telah diselidiki dalam konveksi alamiah, aliran laminar terjadi bila (104 < Ra < 109), transisi dari aliran laminar ke turbulen terjadi pada (Ra ~ 109) dan aliran turbulen terjadi bila (109 < Ra < 1012), bergantung pada sistem geometrik [12] dan [13].
Karakteristik perpindahan panas alamiah dapat dinyatakan dengan menggunakan Angka Rayleigh dan Angka Nusselt [14].
Untuk menganalisa distribusi temperatur dan laju perpindahan panas pada Peralatan pengeringan, diperlukan neraca energi disamping analisis dinamika fluida dan analisis lapisan batas yang terjadi. Setelah kita melakukan neraca energi terhadap sistem aliran itu, dan kita tentukan pengaruh aliran itu terhadap beda temperatur dalam fluida maka distribusi temperatur dan laju perpindahan panas dari permukaan yang dipanaskan ke fluida yang ada diatasnya dapat diketahui [15].
Keseimbangan energi panas dapat di lihat dari rumusan berikut :
Qudout =mudCpdT =Qin =mairLhair (2-1)
Perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam bentuk :
Pada sistem konveksi bebas dikenal suatu variabel tak berdimensi baru yang sangat penting dalam penyelesaian semua persoalan konveksi alami, yaitu angka Grashof Gr yang peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam sistem konveksi paksa, didefenisikan sebagai perbandingan antara gaya apung dengan gaya viskositas di dalam sistem aliran konveksi alami [15] ;
Grf = 2
Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi :
Nuf = L
k hc.
= C (Grf Prf )m (2-4)
dimana subskrip f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus dievaluasi pada suhu film,
Produk perkalian antara angka grashof dan angka Prandtl disebut angka Rayleigh : Ra = Gr . Pr (2-6)
2.2 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Miring
membuat perbedaan ini Fuji dan Imura [15] memberikan tanda sudut θ seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut :
a. Sudut θ adalah negatif jika permukaan panas menghadap keatas. b. Sudut θ adalah positif jika permukaan panas menghadap kebawah.
Menurut Fuji dan Imura untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap kebawah pada jangkauan + θ < 80o ; 105 < Gr.Pr < 10 11 bentuk korelasinya adalah :
Nu = 0.56 (GrL.Pr cos θ)1/4 (2-7)
Gambar 2.1 Konsep positif dan negatif pada plat miring
(Sumber : Raldi A. Kastoer)
Untuk plat dengan kemiringan kecil (88o < θ < 90o) dan permukaan panas menghadap ke bawah maka persamaannya :
Untuk Plat miring dengan permukaan panas menghadap keatas dalam jangkauan GrL.Pr < 1011 ; GrL > Grc ; dan -15o < θ < -75o bentuk korelasinya adalah
Nu = 0.145 [(GrL.Pr)1/3 – (Grc.Pr)1/3] + 0,56 (Grc.Pr cos θ)1/4 (2-9)
Untuk plat miring, panas (atau dingin) relatif terhadap temperatur fluida, plat sejajar dengan vektor gravitasi, dan gaya apung yang terjadi menyebabkan gerakan fluida ke atas atau ke bawah. Bagaimanapun, jika platnya membentuk sudut terhadap gravitasi, gaya apung mempunyai komponen normal terhadap permukaan plat.
Dengan adanya pengurangan gaya apung yang paralel terhadap plat, juga terjadi penurunan kecepatan fluida sepanjang plat, dan bisa diperkirakan bahwa juga terjadi penurunan pada perpindahan panas konveksi. Tetapi penurunan itu terjadi apakah perpindahan panasnya berasal dari atas atau bawah permukaan dari plat.
θ
y
Plat,Ts
x Fluida, T∞
(a)
z
Plat, Ts
Fluida, T∞
(b)
Fluida, T∞
θ
g Plat, Ts
Gambar 2.2 Aliran yang terjadi akibat gaya apung pada plat miring : (a) pandangan samping dari aliran di atas dan bawah permukaan plat dingin
)
(Ts<T∞ , (b) pandangan ujung plat dari aliran di bawah permukaan plat dingin, (c) pandangan samping dari aliran di atas dan bawah permukaan plat panas
)
(Ts>T∞ , (d) pandangan ujung plat dari aliran di bawah permukaan plat panas. (Sumber : Incropera, 497).
Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2a, komponen y yang merupakan gaya apung, normal terhadap plat, beraksi untuk menjaga penurunan aliran lapisan batas yang bersentuhan dengan permukaan atas plat. Karena komponen x dari percepatan gravitasi menjadi gcosθ , kecepatan fluida sepanjang plat menurun dan sehingga menyebabkan penurunan perpindahan panas konveksi pada permukan atas pelat.
lapisan batas fluida dingin dengan fluida yang lebih panas dapat meningkatkan perpindahan panas konveksi pada bagian bawah permukaan. Fenomena yang sama terjadi pula pada plat panas (Gambar 2.2c, d), tetapi aliran tiga dimensi terjadi pada permukaan atas.
2.3 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Vertikal
Ketika suatu plat rata vertikal dipanaskan maka akan terbentuklah suatu lapisan batas konveksi bebas, Profil kecepatan pada lapisan batas ini tidak seperti profil kecepatan pada lapisan batas konveksi paksa [15]. Pada gambar 2.3 dapat dilihat profil kecepatan pada lapisan batas ini, dimana pada dinding, kecepatan adalah nol, karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip); kecepatan itu bertambah terus sampai mencapai nilai maksimum, dan kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas. Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar, tetapi suatu jarak tertentu dari tepi depan, bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara dinding dan lingkungan, terbentuklah pusaran-pusaran ke lapisan batas turbulen pun mulailah terjadi. Selanjutnya, pada jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas menjadi turbulen sepenuhnya.
Mc. Adams [16] mengkorelasikan nilai Nusselt rata-rata dengan bentuk :
n L
Gr C k
L h
Konstanta C ditentukan pada tabel 2.1. Sifat-sifat fisik dievaluasi pada suhu film Tf. Untuk perkalian antara bilangan Grashof dengan bilangan Prandtl disebut dengan bilangan Rayleigh (Ra) yaitu :
RaL = GrL.Pr =
Gambar 2.3 Konveksi Alamiah pada Pelat Vertikal.
Tabel 2.1 Konstanta C dan n untuk persamaan 2-10.
Sedangkan untuk daerah turbulen yang berlaku pada jangkauan 10-1 < RaL < 1012
bentuknya adalah :
Sifat-sifat fisik fluida pada kedua persamaan diatas dievaluasi pada suhu film.
Konveksi Bebas danAliran Fluida Pada Saluran Vertikal
Elenbaas [17], telah mempelajari secara ekstensif untuk plat-plat vertikal simetris dan asimetris yang dipanasi dengan kondisi permukaan yang isothermal. Untuk plat isothermal, dia mendapatkan hubungan semi empiris berikut :
dimana angka rata-rata untuk Nusselt dan Rayleigh didefenisikan :
Gambar 2.4 menunjukkan dua buah saluran yang berbeda, yaitu saluran dengan jarak lebar dan saluran dengan jarak sempit. Plat dimodelkan isothermal (Tw) dan
T∞ sebagai diluar saluran. Plat diasumsikan lebih panas (Tw > T∞) dan fluida
bergerak naik melalui awal saluran [3].
Saluran memiliki dua skala panjang, Tinggi plat (H) dan jarak antara plat (L). Ketika lapisan batas thermal melapisi setiap plat (δT) lebih tipis dari jarak antar
plat, laju perpindahan panas dari setiap plat ke fluida dapat dihitung dengan persamaan (2-12 dan (2-13) diatas. Namun untuk saluran lebar yang
dilambangkan dengan δT < L ditunjukkan dengan
4
temperatur fluida T (x,y) hampir sama temperatur plat Tw . Keadaan ini bisa dikataan dengan :
Tw – T(x,y) < Tw - T∞ (2-18)
Dalam aliran laminar, kecepatan vertikal dan laju aliran massa adalah bebas didalam saluran. Total laju perpindahan panas didalam saluran yang dibentuk oleh dua dinding plat adalah :
q = m Cp (Tw - T∞) =
v L T
12 ) (
ρgβcp Δ 2 3
(2-19)
T∞
T≅Tw
Tw
H
T∞
L
Profil Kecepatan V(x)
0
Tw
x y
Gambar 2.4 Saluran Vertikal dengan pelat isothermal Sumber : Adrian Bejan [13], hal. 365.
2.5 Kurva Proses Pengeringan/Pengasapan
Jika sejumlah bahan dikeringkan pada tingkat udara tertentu dan
kandungan air dicatat setiap selang waktu tertentu, maka akan didapat kurva seperti diperlihatkan pada gambar 2.5.
Dari kurva pengeringan dapat dilihat bahwa selama proses pengeringan terdapat tiga periode pengeringan yang berlainan yaitu :
-Daerah [A – B], merupakan periode laju permukaan dimana penguapan air pada permukaan bahan masuk pada kesetimbangan termodinamik dengan udara.
-Daerah [B – C], merupakan periode laju konstan, dimana penguapan air hanya terjadi pada permukaan bahan dan bersifat seperti pada penguapan permukaan air bebas. Saat kejadian ini jumlah air dari bahan yang naik ke lapisan atas oleh aksi-aksi kapiler sama banyaknya dengan air yang hilang karena penguapan pada permukaan bahan.
-Daerah [C – E] , merupakan periode laju jatuh dimana penguapan air bahan berbeda dengan penguapan air bebas. Daerah ini terbagi atas daerah [C – D] dimana penguapan air terjadi pada seluruh permukaan yang merupakan periode laju jatuh pertama dan daerah [D – E] dimana penguapan hanya terjadi pada
sebagian permukaan bahan karena laju difusi air dari dalam bahan kepermukaannya sangat lambat. Daerah ini merupakan periode laju jatuh kedua.
MenurutWinarno [18] kandungan kadar air suatu bahan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan bahan basah (wet basis) dan berdasarkan bahan kering (dry basis).Kadar air kering adalah jumlah air yang diuapkan per berat bahan setelah pengeringan/pengasapan. Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan/pengasapan dikurangi berat bahan setelah pengeringan/ pengasapan atau dapat ditulis sebagai berikut :
x 100
b b a
MCdb = − % (2-20)
Sedangkan kadar air basah (wet basis) dinyatakan sebagai jumlah air yang diuapkan per berat bahan sebelum pengeringan/pengasapan atau,
100 x a
b a
MCwb = − % (2-21)
M %
A
B
C
D
MΘ E
Periode pengeringan, t (jam)
Gambar 2.5 Kurva Periode pengeringan.
2.6 Proses pengeringan/Pengasapan pada Diagram Psikometrik
Pada proses pengeringan/pengasapan harus diketahui sifat-sifat udara yang diperlukan oleh proses ini agar dapat diperoleh hasil yang optimum. Proses pengeringan pada diagram psikometrik dapat dilihat seperti dalam gambar 2.6.
Proses 1 – 2 adalah pemanasan udara secara sensibel pada tekanan uap atau kelembaban absolut konstan dan kelembaban relatif dari udara masuk turun ketika memasuki lapisan bahan. Sedangkan proses 2-3 adalah pengeringan bahan dimana udara menyerap air dari bahan pada enthalpi konstan dan perbandingan kelembabannya naik.
Dari kadar air dalam bahan mula-mula dan kadar air yang diharapkan, massa air yang harus dikeluarkan dapat diketahui. Massa udara yang diperlukan untuk me- menyerap air dalam bahan adalah massa air di bagi dengan perbandingan kelembaban (kg udara / kg udara kering) yang dapat diperoleh dari diagram psikometrik tersebut.
3
idi
ty
r
a
ti
o
Gambar 2.6 Proses pengeringan/pengasapan pada diagram psikometrik.
2.7 Kerangka Konsep
Gambar 2.7 Kerangka Konsep. Tidak Meratanya
Temperatur pada setiap rak di dalam lemari Pengering/Pengasapan
Prototipe Peralatan Pengering/Pengasapan Dengan Energi Panas Dari Bahan Bakar
Peralatan pendukung - Termokopel - Termometer - Animometer - Timbangan digital Variabel penelitian
- Sudut cerobong - Pengarah awal - Temperatur - Berat bahan uji
Hasil yang diinginkan - Profil temperature
- Pola aliran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboraterium Thermal dan Fluida Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, baik perencanaan alat, pembuatan, pengambilan data maupun pengolahan data.
3.1.2 Waktu
Waktu penelitian dimulai dari persetujuan yang diberikan oleh komisi pembimbing, perencanaan alat, pengambilan data hingga pengolahan data sampai dinyatakan selesai.
3.2 Bahan, Peralatan, dan Metode
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan penelitian yang diperlukan terdiri atas : 1. Pelat seng 2 mm
6. Kaca dengan ketebalan 5 mm 7. Karet isolasi
8. Cat
9. Bahan bakar gas
10.Bahan bakar serbuk gergaji kayu 11.Pisang monyet (pisang uwak).
3.2.2 Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :
1. 1 unit peralatan pengering 2. 2 unit kompor gas
3. 2 unit tabung gas
4. Thermocouple Type K serta Display Digital-Multimeter 5. Sejumlah Thermometer
6. 1 unit timbangan digital 7. 1 unit stop watch.
3.2.3 Metode
Sebagai langkah awal untuk pengujian ini dilakukan persiapan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan peralatan pengujian, perancangan peralatan,
dan stop watch, persiapan bahan yang akan diuji pada uji sampel, pemasangan thermocouple dan termometer, penyediaan timbangan dan stop watch.
Pengujian di lakukan dengan tanpa bahan uji untuk masing-masing variasi sudut cerobong yaitu 15o, 25o, 35o. Pengujian dengan variasi sudut tersebut dilakukan dua perlakuan dengan menggunakan pengarah awal tanpa berlubang dan dengan menggunakan pengarah awal berlubang. Pengambilan data meliputi data
distribusi temperatur dan penurunan berat bahan uji pada pengujian sampel.
3. 3 Rancangan Peralatan Pengujian
Peralatan untuk pengujian dirancang seperti diperlihatkan pada gambar 3.1. Konstruksi Peralatan ini dibuat dengan dua material utama yaitu kayu dan pelat seng. Alat ini terdiri atas lima bagian utama yaitu ruang pembakaran, pengarah awal, saluran udara panas, ruang pengeringan/pengasapan, dan cerobong.
1. Ruang Pembakaran
ukuran yang lebih besar dari ruang pengasapan ini bertujuan agar proses pembakaran dapat berlangsung dalam ruang yang cukup oksigen. Pada bagian depan, belakang, kiri dan kanan ruang pembakaran dibuat pintu yang dapat dibuka tutup, pintu ini berfungsi untuk memasukkan bahan bakar dan untuk mensuplai udara sebanyak-banyaknya jika sewaktu-waktu temperatur didalam ruang pengasapan terlalu tinggi. Pada keempat sisi pintu diberi sekat karet untuk mencegah kebocoran panas dari ruang pembakaran.
Keterangan:
1. Ruang Bakar 2. Pengarah Awal
5
3
2
3. Saluran Aliran Gas Panas dan Pengarah Kecepatan 4. Ruang Pengering/Pengasapan dan Rak
5. Cerobong
Gambar 3.1. Desain Peralatan Pengasapan Pisang Sale Sumber : Hasil Perancangan.
Gambar 3.2 Desain Ruang pembakaran.
2. Pengarah awal
Pengarah awal dibuat berbentuk V dengan sudut 30o seperti diperlihat pada Gambar 3.3, berfungsi untuk meningkatkan keseragaman distribusi panas dan kecepatan alirannya, membuat aliran udara panas menjadi turbulen, serta mengarahkan aliran udara panas dari ruang pembakaran sebelum masuk ke dalam ruang pengering/pengasapan. Bagian ini di letakan di atas ruang pembakaran,
65 cm 65 cm
65 cm
10 cm
150 cm
dibuat dari pelat seng 2 mm, dan dalam dua bentuk. Bentuk pertama tanpa dilubangi dan bentuk yang kedua dilubangi dengan diameter 2 cm dan berjarak 4 cm antara tiap lubang.
Gambar 3.3 Desain pengarah awal aliran.
3. Saluran Aliran Udara Panas dan Pengarah kecepatan
untuk mengarahkan dan menyeragamkan kecepatan aliran udara panas yang masuk dari ruang pembakaran sehingga didapat temperatur yang seragam ditiap rak. Jumlah pengarah disetiap saluran udara pemanas adalah 8 buah yang jarak pemasangan 10 cm disepanjang saluran.
Gambar 3.4 Saluran uadara panas dan Lemari Pengasapan.
4. Ruang Pengering/Pengasapan dan Rak
Ruang Pengering/Pengasapan seperti terlihat pada gambar 3.4 adalah tempat untuk mengeringkan/mengasapkan pisang yang akan disale, yang memiliki dimensi 100 x 100 x 100 cm dan terbuat dari pelat 2 mm. Pada sisi kanan dan kiri bagian luarnya dilapisi dengan papan yang memiliki ketebalan 2 cm, yang bertujuan untuk mengisolasi perpindahan panas keluar dari lemari pengering. Sedangkan pada sisi depan dan belakang dipasang kaca yang mempunyai
Keterangan Gambar : 1. Saluran tengah 2. Saluran tepi 3. Pengarah awal 2
1
ketebalan 5 mm supaya cahaya dari luar dapat masuk sehingga proses pengeringan/pengasapan dapat diamati dengan jelas. Sedangkan Rak disini berfungsi untuk tempat dudukan bahan yang akan dikeringkan/diasapkan, rak ini dibagi dua bagian, dimana tiap bagiannya terdapat 7 rak yang masing-masing berukuran 92 x 40 x 3 cm dengan jarak 10 cm tiap rak, yang terbuat dari kawat jaring.
5. Cerobong
Gambar. 3.5. Cerobong dengan sudut 15o.
Gambar. 3.7 Cerobong dengan sudut 35o.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis. Pelaksanaan penelitian dimulai dari penelusuran literatur dan penyusunan
proposal penelitian, pemeriksaan ketersediaan peralatan, pembuatan prototipe alat uji, pengujian peralatan dan dengan menggunakan sampel uji. Semua hasil pengujian akan diolah dan didapat kesimpulan yang berupa jawaban dari tujuan penelitian. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram alir pelaksanaan penelitian, gambar 3.8 berikut ini.
Mulai Penelusuran literatur & penyusunan proposal
Pemeriksaan ketersediaan peralatan & bahan
Pembuatan prototipe alat uji
Pengujian
Pengolahan data hasil pengujian
Gambar 3.8 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian. 3.5 Variabel Yang Diamati
Variabel yang akan diamati adalah sebagai berikut : 1. Temperatur pada saluran pengarah
2. Temperatur pada rak penering pada bagian tepi dan tengah 3. Temperatur luar dinding pengarah, ruang pengering dan cerobong 4. Temperatur proses pengeringan pisang dan penurun berat pisang.
3.6 Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode pengukuran temperatur secara eksperimental. Titik-titik pengukuran diperlihatkan seperti pada gambar 3.9. Pengambilan data pertama adalah data distribusi temperatur dalam lemari pengering tanpa beban uji untuk melihat cerobong mana yang terbaik antara tiga cerobong tersebut. Selanjutnya lemari pengering diberi beban berupa bahan uji dan dilakukan pengambilan data distribusi temperatur dan penurunan berat bahan uji.
Prosudur pengukuran temperatur tanpa sampel uji
Prosedur pengukuran temperatur tanpa sampel uji dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Peralatan ditempatkan di tempat terbuka, agar udara lembab hasil pengasapan
2. Pengukuran temperatur dilakukan terhadap masing-masing cerobong yaitu cerobong sudut 15o, 25o, dan 35o. Pengujian terhadap cerobong-cerobong tersebut dilakukan dua kali pengulangan dengan menggunakan pengarah awal tanpa berlubang dan dengan menggunakan pengarah awal berlubang. Setiap kali pengulangan dengan pengarah awal tersebut, pengukuran temperatur dilakukan pada tiga temperatur referensi yaitu pada temperatur referensi 85o C, 75o C, dan 65o C.
3. Untuk mengukur Temperatur digunakan Thermocouple Type K serta Display Digital-Multimeter dan termometer, diletakkan pada titik-titik pengukuran. 4. Pembacaan suhu pada Thermocouple dan Thermometer dilakukan setiap 15
menit sekali.
1 1 3 3
4
6
1
4 6
Gambar 3.9 Titik –Titik Pengukuran Temperatur Pada Peralatan Pengering.
Prosudur pengukuran dengan sampel uji
Prosedur pengukuran temperatur dengan sampel uji dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Peralatan pengeringan/pengasapan ditempatkan di tempat terbuka, agar udara
lembab hasil pengasapan akan langsung keluar ke udara bebas.
2. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengeringan/pengasapan terhadap pisang monyet (pisang uwak).
3. Ruang pengasapan diberi beban penuh sehingga bahan uji disusun memenuhi seluruh rak.
4. Untuk mengukur suhu didalam ruang pengeringan/pengasapan, Thermocouple Type K serta Display Digital-Multimeter dan termometer diletakkan pada titik-titik pengukuran.
5. Bahan uji dimasukkan kedalam ruang pengasapan setelah suhu di dalam ruang pengeringan/pengasapan benar-benar stabil, dan sebelum dimasukkan bahan uji ditimbang terlebih dahulu Timbangan digital.
6. Pembacaan suhu pada Thermocouple dan Thermometer dilakukan setiap 30 menit sekali.
7. Pengukuran berat bahan uji juga dilakukan tiap 1 jam sekali, untuk
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian dan pengukuran distribusi temperatur gas panas panas di dalam saluran aliran pada peralatan pengeringan telah diperoleh. Pengukuran temperatur ini dilakukan di beberapa bagian tertentu yang diangap mempegaruhi prestasi peralatan pengeringan selama waktu 2-3 jam dengan selang waktu pengukuran 15 menit. Titik pengukuran tersebut dapat dilíhat seperti pada gambar 4.1 di bawah ini.
1 1 3
Gambar 4.1 Titik Pengukuran temperatur pada peralatan pengering.
Pada penulisan ini distribusi temperatur pada daerah yang akan di kaji merupakan daerah saling mempengaruhi antar daerah tesebut yaitu:
1. Distribusi temperatur pada saluran pengarah 2. Distribusi temperatur pada ruang pengering 3. Distribuísi temperatur pada corobong.
4.1 Pengaruh Pengarah Awal Terhadap Distribusi Temperatur
Pengaruh pengarah awal yang berlubang dan tidak berlubang ádalah sangatlah nyata terutama pada saluran pemanas dan ruang pengering.
4.1.1 Pengaruh pengarah awal terhadap distribusi temperatur pada saluran pengarah
Pengaruh pengarah awal terhadap distribusi temperatur pada saluran pengarah diperlihatkan pada gambar 4.2 dan gambar 4.3. Gambar 4.2 menjelaskan pengaruh pengarah awal tidak berlubang terhadap pola distribusi temperatur pada saluran pengarah dan gambar 4.3 menjelaskan pengaruh pengarah awal berlubang terhadap pola distribusi temperatur pada saluran pengarah.
Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 15, Pengarah Awal berlubang
dan Temperatur referensi 85 C
0
turbulensi aliran yang tinggi. Turbulensi aliran yang tinggi ini selain disebabkan kecepatan aliran tinggi di dalam saluran juga oleh gangguan aliran oleh sudut pengarah aliran ke ruang pengeuaing dan sudut corobong gas panas keluar. Hal ini terlihat sangat jelas pada titik 1 pada Gambar 4.2, dimana belum tercapainya kestabilan temperatua sehingga pada selang waktu 30 s.d 75 menit terjadi penurunan temperatur.
Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 15, Pengarah Awal tidak
berlubang dan Temperatur referensi 85 C
62
Gambar 4.3 Pengaruh pengarah awal berlubang terhadap distribusi temperatur pada saluran pengarah dengan cerobong bersudut atap 15o.
Sedangkan dengan pengarah awal belubang aliran di saluran pemanas lebih laminar sehingga distribusi temperatur sangat teraturdan hampir mendekati seragam pada semua titik, hal ini dapat terjadi karena sebahagian besar massa gas panas hasil pembakaran bahan bakar naik menuju ke pengering melewati lubang-lubang pengarah awal yang dipengaruhi oleh gaya apung. Sehingga massa aliran melalui saluran pemanas sudah sedikit dan menyebabkan aliran menjadi laminar. Karena massa gas panas yang mengalir melalui saluran pengarah kecil dari pada peralatan dengan pengarah awal tidak berlubang dan panas yang di bawa oleh gas panas juga sedikit, maka bedat temperatur antara titik 1 dan titik 6 juga tidak begitu besar di bandingkan dengan yang terjadi pada saluran dengan pengarah awal tidak berlubang.
4.1.2 Pengaruh pengarah awal terhadap distribusi temperatur pada ruang pengering
dari saluran pemanas, dengan demikian pengaruh terhadap pola aliran dan distribusi temperatur di dalam ruang pengaring.
Pengaruh pengarah awal terhadap distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi titik pengukuran 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 15o ditunjukkan oleh gambar 4.4 dan 4.5. Gambar 4.4, menjelaskan pola distribusi temperatur di ruang pengering dengan pengarah awal tidak berlubang dan gambar 4.5 menjelaskan pola distribusi temperatur di ruang pengering dengan pengarah awal berlubang. Dari gambar 4.4 dapat kita lihat bahwa keseragaman tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlubang dicapai setelah pemanasan 90 menit, yang mana pada pemanasan bedat temperatur antara rak 1 dan rak 6 mencapai 6-7o C.
Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengerin tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur
referensi 85 C
Sedangkan keseragaman temperatur dengan pengarah awal berlubang dapat dicapai setelah pemanasan 50 menit, seperti terlihat pada gambar 4.5. Bedat temperatur antara rak 1 dan rak 6 pada pemanasan awal sama dengan gadien pada pengarah awal tidak berlubang. Keseragaman temperatur ini yang diinginkan untuk proses pengeringan dan hal ini merupakan pengaruh sudut atap cerobong pembuangan gas buang. Keseragaman temperatur antar rak di ruang pengeringan ini merupakan hal yang di tuju pada kakian ini.
Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15
dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C
Gambar 4.5 Pengaruh pengarah awal berlubang terhadap distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan sudut
cerobong 15o.
4.1.3 Pengaruh pengarah awal terhadap distribusi temperatur pada cerobong
pada gambar 4.6 dan gambar 4.7. Gambar 4.6 memperlihatkan pola distribusi temperatur pada cerobong dengan pengarah awal tidak berlubang dan gambar 4.7 menjelaskan pola distribusi temperatur untuk pengering dengan pengarah awal berlubang. Dari gambar 4.6 nampak bahwa beda temperatur antara titik 1 sampai titik 6 dengan pengarah awal tidak berlubang mencapai capai 15-21 oC.
Distribusi Temperatur Pada Cerobong 15 dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C
0
Distribusi Temperatur Pada Cerobong 15 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur
referensi 85 C
Gambar 4.7 Pengaruh pengarah awal berlubang terhadap distribusi temperatur di cerobong dengan sudut 15o.
Gambar 4.7 menunjukkan distribusi temperatur pada cerobong dengan pengarah awal berlubang yang mana distribusi temperatur agak teratur dengan temperatur titik 1 dan 4 agak sama, sedang dengan temperatur di titik 6 jauh di bawah temperatur titik di titik 1 dan 4. Bedat temperatur antara titik 1 dan titik 6 mencapai 12-15 oC.
4.2 Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap Distribusi Temperatur
cerobong ini juga menentukan besarnya beda temperatur antara titik yang berbeda letaknya secara vertikal di dalam saluran pemanas, di ruang pengering maupun di dalam cerobong gas panas sisa.
4.2.1 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada saluran pengarah/pemanas
Gambar 4.8 memperlihatkan distribusi temperatur titik 4 di dalam saluran pengarah/pemanas dengan pengarah awal tidak berlubang dan sudut atap cerobong buang gas panas yang berbeda. Sedangkan Gambar 4.9 memperlihatkan distribusi temperatur titik 4 di dalam saluran pengarah/pemanas dengan pengarah awal berlubang dan sudut atap cerobong buang gas panas yang berbeda.
Gambar 4.8. Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada saluran pengarah (pemanas) dengan pengarah awal tidak berlubang.
Ditribusi Temperatur pada Titik 4 di Saluran Pengarah dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur
referensi 85 C.
65 70 75 80 85 90
15 45 75 105 135 165
Waktu pengukuran (menit)
Temper
atur pengukur
an
(C)
Cerobong 15
Cerobong 25
Dis tribus i Te m pe ratur pada Titik 4 di Saluran Pe ngarah
Gambar 4.9. Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada saluran pengarah (pemanas) dengan pengarah awal berlubang.
Dengan pengarah awal tidak berlubang distribusi temperatur di dalam saluran pengarah/pemanas pada sudut atap 15o agak teratur dan pola aliran laminar. Akan tetapi berbeda dengan sudut atap 25o dan 35o dimana distribusi temperatur tidak teratur dan pola aliranpun agak turbulensi. Sedangkan dengan pengarah awal berlubang distribusi temperatur di dalam saluran pengarah/pemanas pada sudut atap 15o, 25o dan 35o agak teratur dan pola aliran laminar.
4.2.2 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada ruang pengering
Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap distribusi temperatur pada posisi pengukuran 5 cm dari dinding pemanas
Gambar 4.10 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering de-ngan pengarah awal tidak berlubang di posisi pengukuran 5 cm dari dinding pemanas dengan variasi sudut atap cerobong. Gambar 4.11 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering dengan pengarah awal berlubang di posisi pengukuran 5 cm dari dinding pemanas dengan variasi sudut atap cerobong.
Dis tribus i Te m pe ratur pada Rak 4 di Ruang Pe nge ring
Gambar 4.10 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada ruang
Distribusi Temperatur pada Rak 4 di Ruang Pengering Tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) dengan Pengarah
Awal berlubang dan Temperatur referenci 85 C
0
Waktu Pengukuran (m e nit)
Te
Gambar 4.11 Pengaruh sudut cerobong dan pengarah awal tidak berlubang terhadap
distribusi temperatur pada ruang pengering di posisi 5 cm dari dinding saluran pengarah.
temperatur ini setelah sekian lama pemanasan karena pemanasan ini telah mencapai keadaan stedi. Dengan demikian sebelum keadaan stedi pengaruh besaran sudut atap cerobong mempengaruhi distribusi temperatur diruang pengering pada titik ukur 5 cm dari dinding pemanas. Sedangkan dengan pengarah awal berlubang seperti ditunjukkan gambar 4.11, bahwa pada awal pemanasan distribusi temperatur agak berbeda diantara besaran sudut atap, akan tetapi setelah pemanasan mencapai 55 menit distribusi temperatur pada ketiga variasi besaran sudut cenderung menuju sama. Dengan demikian sebelum keadaan stedi pengaruh besaran sudut atap cerobong dan pengarah awal berlubang juga mempengaruhi distribusi temperatur diruang pengering pada titik ukur 5 cm dari dinding pemanas.
Pengaruh Sudut Cerobong Terhadap distribusi temperatur pada posisi pengukuran 25 cm dari dinding pemanas
Dis tribusi Tem pe ratur pada Rak 4 di Ruang Penge ring Te ngah (25 cm dari Saluran Pengarah) de ngan Pe ngarah Aw al tidak berlubang dan te m peratur
refe re ns i 85 C.
Gambar 4.12 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada ruang
pengering di posisi 25 cm dari dinding saluran pengarah dan dan pengarah awal tidak berlubang.
Distribus i Te m peratur pada Rak 4 di Ruang Penge ring Te ngah (25 cm dari Saluran Pe ngarah) de ngan Pe ngarah
Aw al Be rlubang dan Te m pe ratur re fe re ns i 85 C
Gambar 4.13 Pengaruh sudut cerobong dan pengarah awal tidak berlubang terhadap
distribusi temperatur pada ruang pengering di posisi 25 cm dari dinding saluran pengarah.
15o dan cerobong 25o dan 35o, ini menunjukkan disamping sudut cerobong, pengarah awal berlubang juga mempengaruhi distribusi tempertur di ruang pengering.
4.2.3 Pengaruh sudut cerobong terhadap distribusi temperatur pada cerobong
Gambar 4.14 menunjukkan distribusi temperatur pada ketiga tipe sudut atap cerobong di titik 4 dengan pengarah awal tidak berlubang. Sedangkan gambar 4.15 menunjukkan distribusi temperatur pada ketiga tipe sudut atap cerobong di titik 4 dengan pengarah awal berlubang. Dari kedua gambar tersebut dapat kita lihat bahwa jenis aliran gas panas kurang laminar sehingga distribusi temperatur di ketiga jenis carobong ini kurang teratur.
Dis tribus i Te m pe ratur pada Titik 4 di Ce robong de ngan
Gambar 4.14 Distribusi temperatur di titik 4 pada cerobong dengan pengarah awal
Distribus i Te m peratur pada Titik 4 di Ce robong dengan Pengarah Aw al Be rlubang dan Te m peratur refe re ns i 85
C.
Gambar 4.15 Distribusi temperatur di titik 4 pada cerobong dengan pengarah awal
berlubang.
4.3 Penentuan Sudut Cerobong pada Sistem Peralatan Pengering Yang Dirancang
Distribusi temperatur di ruang Pengering bersudut cerobong 15o
Distribusi temperatur ukur di ruang pengering pada posisi titik 25 cm dari dinding luar saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 15o dijelaskan pada gambar 4.16 dan gambar 17. Gambar 4.16 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.17 menjelaskan pola distribusi temperatur untuk pengering dengan pengarah awal berlubang. Dari gambar 4.16 menjelaskan bahwa keseragaman tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlubang dicapai setelah pemanasan 90 menit, yang mana pada pemanasan awal bedat temperatur antara rak 1 dan ra 6 mencapai 3-4 oC. Sedangkan keseragaman temperatur dengan pengarah awal berlubang seperti ditunjukkan gambar 4.17 dapat dicapai setelah pemanasan 40 menit. Bedat temperatur antara rak 1 dan rak 6 pada pemanasan awal sekitar 1-2. oC.
Distribusi Tem peratur Pada Ruang Pengerin tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Aw al Tidak
berlubang dan Tem peratur referensi 85 C
0
Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengerin tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85
C
Gambar 4.17 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 15o dan pengarah awal berlubang.
Distribusi temperatur di ruang Pengering bersudut cerobong 25o
Gambar 4.18 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 25o dengan pengarah awal tidak berlubang, yang mana keseragaman temperatur belum tercapai hingga pemanasan 150 menit, hal ini terjadi karena pengaruh pemanasan yang dominan terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang. Dari pemanasan awal hinga mencapai 80 menit. bedat temperatur antara rak 1 sampai rak 6 berkisar antara 3-4oC. Setelah pemanasan melewati 90 menit bedat temperatur antara rak 1 sampai rak 6 berkisar antara 2-3oC.
setelah pemnasan 30 menit bedat temperatur mencapai 2-3o C dan setelah pemanasan 70 menit keseragaman temperatur hampir tercapai. Dengan demikian pengaruh lubang pada pengarah awal dan sudut atap cerobong nampak nyata.
Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 25 dengan Pengarah
Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C.
0
. Gambar 4.18 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 25o dan pengarah awal tidak
berlubang.
Distribusi Te mpe ratur Pada Ruang Pe nge ring te pi (5 cm dari Saluran Pe ngarah) Ce robong 25
de ngan Pe ngarah Awal be rlubang dan Te mpe ratur re fe re nsi 85 C.
Distribusi temperatur di ruang Pengering bersudut cerobong 35o
Gambar 4.20 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 35o dengan pengarah awal tidak berlubang, yang mana jelas bahwa bedat temperatur antara rak 1 sampai rak 6 sangat besar yang berkisar antara 7-9 oC hingga pemanasan 90 menit dan distribusi temperatur tidak teratur. Keseragaman temperatur tidak tercapai, hal ini terjadi.karena pengaruh pemanasan yang dominan terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang.yang besar. Setelah pemanasan 100 menit bedat temperatur lebih kecil dari sebelum pemanasan 90 menit yaitu sekitar 2-3 oC.
Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong
35 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C.
. Gambar 4.20 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 35o dan pengarah awal tidak
berlubang.
dari sudut atap cerobang 25o sekitar 8-11 oC dan distribusi temperatur cenderung tidak seragam serta tidak teratur.
..
Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 35 dengan Pengarah
Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C..
65
. Gambar 4.21 Distribusi temperatur di ruang pengering pada posisi 25 cm dari dinding luar saluran pemanas dengan cerobong sudut 35o dan pengarah awal tidak
berlubang.
Berdasarkan distribusi temperatur ukur yang terjadi di dalam ruang pengering untuk ketiga sudut cerobong seperti telah dibahas di atas, maka didapat hasil bahwa peralatan pengering dengan cerobong bersudut 15o dapat menghasikan distribusi temperatur yang teratur, bedat temperatur yang terjadi kecil di awal pemanasan dan setelah kestabilan tercapai distribusi temperatur menjadi seragam di setiap rak dalam ruang pengering.
Komparasi dengan riset sebelumnya.
penelitian sebelumnya [5]. Syuhada, A. [5] yang melakukan penelitiannya dengan membuat sistem pengering ikan menggunakan bahan bakar gas dengan sistem aliran saluran panas menggunakan tube masih terdapat perbedaan temperatur pada setiap rak, meskipun tidak signifikan.
4.4 Analisa Karakteristik Perpindahan Panas
Mengalirnya gas asap hasil pembakaran melalui bagian-bagian sistem pemanas pada peralatan pengering/pengasapan ini, menyebabkan terjadinya karakteristik perpindahan panas. Gas panas mengalir akibat adanya gaya apung, yang terjadi akibat adanya perbedaan densitas fluida gas asap.
1 1 3
4 6 1 4 6
Berdasarkan temperatur yang telah didapatkan pada titik-titk pengukuran, maka dengan menggunakan rumus-rumus yang telah dibahas pada bab 2, dihitung karakteristik perpindahan panas local yang tejadi pada peralatan pengering/pengasapan bersudut atap cerobong 15o dan temperatur referensi 85o disepanjang ketingian karakteristik bahagian-bahagian tersebut (atau dalam arah y), hasilnya ditabelkan dan dibuat dalam bentuk grafik, selanjutnya grafik hasil dikaji daerah yang saling mempengaruhi antar daerah tersebut.
4.4.1 Karakteristik perpindahan panas pada saluran pengarah
Pada Titik Pengukuran 1; Jarak vertikal, y = 0.84 m dan horizoltal, x = 0.025 m Panjang karakteristik, L = 0,9 m
Temperatur fluida, T∞ = 72 oC Temperatur dinding, Tw = 37 oC
Temperatur film, Tf = 2
37 72+
+ 273.15 = 327.65 oC
Sifat-sifat fisik udara pada Tf :
k = 0.028336 W/m.oC
2 v gβ
= 1.008E+00 m3/ oC
Gry = 2
= 2572913864 x 0.7019 = 1.806E+09
Koeffisien perpidahan panas konveksi,
Besarnya perpindahan panas konveksi, Q = hc. A. ΔT
= 4.968724 x (0.84 x 0.025) x (72-37) = 3.652 Watt
Dengan cara yang sama seperti perhitungan di atas dapat dihitung juga untuk Titik Pengukuran 4; Jarak vertikal, y = 0.54 m, jarak horizoltal, x = 0.025 m, Temperatur fluida, T∞ = 75 oC, Temperatur dinding, Tw = 38 oC dan untuk Titik Pengukuran 6; Jarak vertikal, y = 0.34 m dan horizoltal, x = 0.025 m, Temperatur fluida, T∞ = 70 o
C, Temperatur dinding, Tw = 37 oC
Hasil perhitungan karakteristik perpindahan panas yang terjadi pada saluran pengarah dengan posisi pengukuran x = 2,5 cm dari dinding saluran pengarah dalam arah vertikal y, dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Karakteristik Perpindahan Panas pada Saluran pengarah
L y x T∞ Tw hc Q
(m) (m) (m) (˚C) (˚C)
Grl Ral Nu
(W/m2.oC) (Watt)
0.9 0.34 0.025 70 37 995803878 699190747 109.8736 9.132455 2.5617
0.9 0.54 0.025 75 38 1700425021 1192809042 129.5147 6.832491 3.4128
0.9 0.84 0.025 72 37 2572913864 1805971980 147.2949 4.968724 3.652
berbeda di ketinggian saluran 0,54 m. Dari grafik gambar 4.23, juga dapat dilihat bahwa aliran yang terjadi disepanjang ketinggian saluran pengarah adalah dimulai dengan aliran transisi di dasar saluran dan berubah kealiran turbulen. naiknya ketinggian saluran pengarah atau naiknya angka Grashof akan menaikkan angka Rayleigh (Rayleigh number). Angka Rayleigh yang merupakan fungsi Grl dan Pr naik mendekati berbanding lurus dengan meningkatnya tinggi saluran pengarah.
Gambar 4.24 menunjukkan Distribusi Nusselt number dan koeffisien perpindahan panas disepanjang ketinggian saluran pengarah. Dari grafik gambar 4.24, dapat dilihat bahwa naiknya ketinggian ruang dapur meningkatnya kenaikan angka Nusselt (Nusselt number). Angka Nusselt yang merupakan indikator besarnya laju perpindahan panas konveksi bebas, naik dengan naiknya ketinggian karakteristik saluran pengarah.
Distribusi Grashof number dan Rayleigh number disepanjang ketinggian Saluran Pengarah
Tinggi saluran pengarah (m )
G
Distribusi Nuselt number dan koeffisien perpindahan panas disepanjang ketinggian
saluran pengarah
Gambar 4.24 Distribusi Nusselt number dan koeffisien perpindahan panas disepajang ketinggian saluran pengarah.
Dari grafik gambar 4.24, juga dapat dilihat bahwa meningkatnya ketinggian saluran pengarah akan terjadi penurunan besarnya angka koeffisien perpindahan panas konveksi disepanjang ketinggian saluran pengarah. Koeffisien perpindahan panas konveksi yang merupakan indikator besarnya laju perpindahan panas konveksi bebas menurun secara linear yang menyebabkan perpindahan panas yang terjadi juga menurun.
4.4.2 Karakteristik perpindahan panas pada ruang pengering
Analisa Perpindahan Panas pada Ruang Pengering bagian tepi
Pada Titik Pengukuran 1; Jarak vertikal, y = 0.85 m dan horizoltal, x = 0.05 m Panjang karakterristik, L = 0,9 m
Temperatur dinding, Tw = 42 oC
Nu1/2 = 0,825 + 8/27 Besarnya perpindahan panas konveksi, Q = hc. A. ΔT
= 5.065066 x (0.85 x 0.05) x (82-42)
= 8.611 Watt
Dengan cara yang sama seperti perhitungan di atas dapat dihitung juga untuk Titik Pengukuran 4; Jarak vertikal, y = 0.55 m dan horizoltal, x = 0.05 m, Temperatur fluida, T∞ = 84 oC,Temperatur dinding, Tw = 42 oCdan untuk Titik Pengukuran 6; Jarak vertikal, y = 0.35 m dan horizoltal, x = 0.05 m, Temperatur fluida, T∞ = 85 o
C, Temperatur dinding, Tw = 41 oC.
Tabel 4.2 Karakteristik Perpindahan Panas pada Ruang Pengering bagian tepi.
L y x θ T∞ Tw hc
(m) (m) (m) (˚C) (˚C)
Grl Ral Nu
(W/m2.oC)
0.90 0.35 0.050 85 41 1199250905 839531998 116.1821 9.619932 7.4073
0.90 0.55 0.050 84 42 1798876357 1259297997 131.6683 6.937761 8.0131
0.90 0.85 0.050 82 42 2665587102 1866329468 148.7549 5.065066 8.6106
Hasil perhitungan karakteristik perpindahan panas yang terjadi pada ruang pengering bahagian tengah pada x = 20 cm dari dinding dalam saluran pengarah dalam arah vertikal y, dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Karakteristik Perpindahan Panas pada Ruang Pengering bagian tengah.
L y x T∞ Tw hc Q
(m) (m) (m) (˚C) (˚C) Grl Ral Nu (W/m2.oC) (Watt)
0.9 0.35 0.2 84 41 1171995203 820451726 115.3629 9.552105 28.75
0.9 0.55 0.2 84 42 1798876357 1259297997 131.6683 6.937761 32.05
0.9 0.85 0.2 83 42 2713889223 1899850009 149.577 5.099725 35.55