• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tegangan Induksi Pada Kabel Instalasi Listrik Akibat Arus Petir Pada Kawat Pembumian Penangkal Petir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tegangan Induksi Pada Kabel Instalasi Listrik Akibat Arus Petir Pada Kawat Pembumian Penangkal Petir"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TEGANGAN INDUKSI PADA KABEL INSTALASI LISTRIK AKIBAT ARUS PETIR PADA KAWAT PEMBUMIAN PENANGKAL PETIR

OLEH

BONAR S BANJARNAHOR NIM : 060402092

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan pujian dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah yang penuh kasih karunia atas rahmat dan penyertaanNya yang begitu mengagumkan dalam kehidupan penulis sehingga atas belas kasihanNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul:

TEGANGAN INDUKSI PADA KABEL INSTALASI LISTRIK AKIBAT ARUS PETIR PADA KAWAT PEMBUMIAN PENANGKAL PETIR

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis yang sangat besar bantuannya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(3)

3. Bapak Ir. S. Tarmizi Kasim, Msi. sebagai Pelaksana Tugas Harian Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.

6. Kedua orang tua yang begitu saya cintai Marudut Banjarnahor dan Tio Manuntun Purba. Tiada kata yang dapat menggambarkan cinta saya kepada kedua orang tua saya.

7. Saudara kandung saya ,Pak Henok/Ratna Sidabutar, Parulian/kak Hutapea, Sampe, Emmy/bang Flores, Roma, Nasib dan adik saya satu satunya Citiven yang telah membantu membentuk pribadi saya menjadi lebih kokoh.

8. Saudara saya bersama melayani Tuhan,di UKM KMK USU, teman KTB, abang- abang pembina rohani saya, adik binaaan rohani saya, Kopral 2010, Koordinasi UP FT 2009, Koordinasi UP FT 2010, Koordinasi UP FT 2011, Tim Regenerasi Up FT 2011, dan sinar pelita hati saya atas dukungan mereka semua sehingga pengenalan saya akan Tuhan Yesus semakin kuat.

(4)

Penulis meyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2011 Penulis

(5)

ABSTRAK

(6)

DAFTAR ISI

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 2

1.3 BATASAN MASALAH ... 2

1.4 METODOLOGI PENELITIAN ... 3

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ... 4

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II.1 PETIR ... 6

II.1.1 Mekanisme Terjadinya Petir ... 6

II.1.2 Frekwensi Sambaran Petir Pada Bangunan ... 9

II.2 DAMPAK PETIR ... 11

II.3 PENANGKAL PETIR ... 16

II.4 ARUS PETIR ... 21

BAB III TEGANGAN INDUKSI AKIBAT SAMBARAN PETIR III.1 Pendahuluan ... 25

(7)

III.3 Kapasitansi ... 30

III.4 Rangkaian Ekivalen ... 34

III.5 Persamaan Tegangan Induksi... 35

BAB IV STUDI KASUS IV 1 Pendahuluan ... 41

IV 2 Objek Kasus ... 41

IV 3 Parameter Objek Kasus ... 43

IV 4 Rangkaian Ekivalen Objek Kasus ... 51

IV 5 Beban Terpasang, Sumber Tegangan, dan Arus Petir ... 51

IV 6 Tegangan Induksi ... 56

IV 7 Analisa Data ... 57

IV .7.1 Pengaruh Pertambahan Jarak Terhadap Tegangan Induksi ... 58

IV. 7.2 Laju kenaikan Tegangan ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 65

V.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR GAMBAR

1 Bangunan dengan Instalasi Listrik ... 1

2.1 Mekanisme terjadinya Petir ... 7

2.2 Luas daerah sambaran Petir ... 11

2.3 Sudut proteksi ... 18

2.4 Sudut Proteksi oleh para Peneliti ... 18

2.5 Metode Sangkar Burung ... 20

2.6 Bentuk Gelombang First Short Stroke ... 22

2.7 Long Stroke Current ... 24

3.1 Penghantar Tunggal ... 28

3.2 Penghantar Sejajar ... 29

3.3 Dua Penghantar Dialiri Arus Berlawanan ... 30

3.4 Penghantar Dengan Bumi ... 31

3.5 Penghantar Sejajar ... 32

3.6 Kapasitansi Dua Dielektrik Berbeda ... 33

(9)

3.8 Rangkaian Ekivalen Penghantar Sendiri ... 34

3.9 Rangkaian Ekivalen Dua Penghantar ... 35

3.10 Rangkaian Ekivalen Dialiri Arus Listrik ... 35

4.1 Susunan Kabel Instalasi dengan Kawat Pembumian ... 42

4.2 Kabel Instalasi Dan Kawat Pembumian ... 43

4.3 Kabel Instalasi Listrik... 46

4.4 Rangkaian Ekivalen Kabel Instalasi Listrik ... 49

4.5 Rangkaian Ekivalen Kawat Pembumian ... 50

4.6 Rangkaian Ekivalen Kabel instalasi – Kawat Pembumian ... 50

4.7 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen ... 51

4.8 Rangkaian Ekivalen Beban ... 54

4.9 Tegangan Sesaat ... 55

4.10 Gelombang Arus Petir ... 55

(10)

DAFTAR TABEL

2.1 Jenis Kerusakan Pada Bangunan ... 13

2.2 Jenis kerusakan Berdasarkan Posisi Sambaran... 16

4.1 Spesifikasi Beban ... 42

4.2 Beban Terpasang ... 51

4.3 Puncak Tegangan Induksi Pada Beban Ac ... 56

4.4 Puncak Tegangan Induksi Pada Beban Setrika ... 57

4.5 Puncak Tegangan Induksi Pada Beban Lampu ... 57

4.6 Perhitungan Pada Beban Lampu ... 58

4.7 Perhitungan Pada Beban Setrika ... 59

4.8 Perhitungan Pada Beban AC ... 60

4.9 Laju Kenaikan Teganangan Ac... 62

4.10 Laju Kenaikan Teganngan Setrika ... 62

(11)

ABSTRAK

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada umumnya suatu bangunan yang tinggi selalu dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Penangkal petir ditempatkan pada bagian atap bangunan kemudian dihubungkan ke tanah melalui kawat pembumian penangkal petir yang dipasang pada bagian sisi bangunan tersebut. Di dalam bangunan tersebut terdapat instalasi listrik yang menyalurkan daya listrik untuk semua peralatan listrik yang dipergunakan dalam bangunan itu.

Letak kawat pembumian penangkal petir ada yang sejajar dengan kabel instalasi dan ada juga yang bersilangan dengan kabel instalasi (Gambar 1). Kabel instalasi yang sejajar dengan kawat penangkal petir membentuk gandengan magnetik dan gandengan kapasitif. Jika terjadi sambaran petir pada penangkal petir, arus petir akan mengalir pada kawat penangkal petir. Karena ada gandengan magnetik dan gandengan kapasitif antara kawat penangkal petir dengan kabel instalasi maka akan terjadi tegangan induksi pada kabel instalasi.

c

Kawat penangkal petir Instalasi listrik

Penangkal petir

(13)

I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui besar tegangan induksi pada kabel instalasi yang disebabkan oleh arus petir yang mengalir pada kawat pembumian penangkal petir.

b. Untuk mengetahui pengaruh jarak antara kabel instalasi dengan kawat pembumian penangkal petir terhadap tegangan induksi pada kabel instalasi.

I.3 Batasan Masalah

Kabel instalasi listrik pada suatu bangunan ada yang posisinya sejajar dengan kawat penangkal petir dan ada yang bersilangan. Tegangan induksi yang akan diteliti adalah pada kabel instalasi listrik yang sejajar dengan kawat penangkal petir. Kabel instalasi listrik dan kawat pembumian penangkal petir diantarai oleh beton dan udara.

Ada beberapa jenis kabel instalasi listrik yang digunakan pada suatu bangunan yaitu :

• Untuk kabel lampu : NYA, NYAF, NYAFZA dan NYFAD (luas penampangnya 0,5 mm2 - 0,75 mm2).

• Untuk kabel rumah : NYA dan NYAF.

• Kabel instalasi berselubung : NYM.

(14)

I.4 Metodologi Penelitian

Penelitian ini diaplikasikan pada studi kasus, dimana objek kasus adalah kabel instalasi listrik yang terhubung pada suatu beban dan kabel ini terpasang sejajar dengan kawat pembumian penangkal petir sedang kawat pembumian penangkal petir dipasang pada bagian luar suatu kolom bangunan dan disangga oleh penyangga kawat pembumian.

Penghitungan tegangan induksi dimulai dengan menghitung besar resistansi, induktansi dan kapasitansi masing-masing kabel instalasi listrik dan kawat pembumian. Kemudian digambar rangkaian ekivalen kabel instalasi dan kawat pembumian.

Dari rangkaian ekivalen ini didapatkan persamaan arus pada tiap loop. Setelah arus dari tiap loop telah ditentukan maka tegangan induksi pada terminal beban dapat dihitung dengan mengalikan arus yang mengalir pada beban dengan impedansi beban.

Kemudian perhitungan tegangan induksi diulangi untuk jarak kabel instalasi listrik dengan kawat pembumian diubah-ubah dari 0,4 m, 0,5 m, 0,6 m, 0,7 m, 0,8 m, 0,9 m dan 1 m. Semua proses perhitungan tegangan induksi diselesaikan menggunakan Maple 7 dan berdasarkan hasil penghitungan ini digambar grafik yang menyatakan hubungan :

(15)

• Tegangan induksi dengan waktu untuk berbagai jarak kabel instalasi listrik dengan kawat pembumian penangkal petir.

I.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang dilakukan adalah:

BAB 1. PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang abstrak, latar belakang, judul, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II. ARUS PETIR DAN PENANGKAL PETIR

Bab ini menjelaskan tentang arus petir, dampak dari arus petir, dan sistem penangkal petir yang terpasang pada bangunan.

BAB III. TEGANGAN INDUKSI YANG DIAKIBATKAN OLEH ARUS PETIR

Bab ini membahas tentang tegangan induksi pada kabel instalasi yang diakibatkan oleh petir.

BAB IV. STUDI KASUS

(16)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(17)

BAB II

PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR

II. 1 PETIR

Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan ke bumi dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang tertinggi pada suatu daerah. Beberapa peristiwa petir dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal pada struktur bangunan dan dapat mematikan mahluk hidup.

II.1. 1 Mekanisme Terjadinya Petir

(18)

dielektrik udara yang mengantarai bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan.

Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan. Pelepasan ini disebut dengan pilot leader. Di ujung pilot leader terjadi proses ionisasi sehingga terjadi pelepasan kedua yang disebut dengan downward leader (Gambar 2.1a).

Di ujung downward leader terjadi lagi pelepasan muatan menuju ke bumi. Demikian seterusnya proses pelepasan berlangsung terus sehingga downward leader semakin mendekati bumi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1b. Ujung dari downleader yang terdekat ke bumi disebut leader.

(19)

Ketika leader mendekati bumi terjadi medan listrik yang sangat tinggi antara ujung leader dengan bumi, sehingga terjadi penumpukan muatan di ujung suatu objek yang berada di permukaan bumi. Perpindahan muatan tersebut disebut dengan upward

streamer. Dengan demikian muatan yang berasal dari bumi bergerak menuju ujung

leader. Apabila jarak antara upward streamer dengan leader semakin dekat sehingga

kuat medan listrik di antara ujung leader dengan upward streamer melebihi kekuatan dielektrik udara, maka udara di antara upward streamer dengan leader tembus listrik. Sehingga terbentuk connecting leader yaitu busur yang menghubungkan leader dengan

upward streamer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1b. Dengan demikian leader

terhubung dengan objek yang berada di permukaan bumi tadi. Peristiwa inilah yang disebut dengan petir. Dengan terhubungnya leader dengan objek yang disambar petir maka muatan dari bumi mengalir menuju awan. Peristiwa ini disebut return stroke.

Return stroke ini menghasilkan cahaya yang sangat terang (Gambar 2.c). Peristiwa ini

merupakan pelepasan muatan dari bumi ke awan dimana lintasannya melalui downward leader.

Kemudian terjadi sambaran susulan (subsquent stroke) yang bergerak dari awan menuju bumi. Sambaran susulan ini tidak memiliki lidah panah, dan disebut dengan dart

leader. Pergerakan dart leader ini bergerak 10 kali lebih cepat daripada downward

leader pertama.

(20)

waktu yang dibutuhkan adalah dengan kamera Boys. Kamera Boys bekerja dengan pemotretan dengan waktu yang sangat cepat sehingga pergerakan objek yang dipotret dapat diambil pada waktu yang berbeda-beda.

II.1. 2 Frekwensi Sambaran Petir Pada Suatu Bangunan

Jika suatu bangunan memiliki ukuran seperti pada Gambar 2.2 maka banyaknya sambaran petir pada bangunan (Nd) itu pertahun dapat dihitung dengan perkalian kepadatan kilat ke bumi per tahun (Ng) dengan luas daerah perlindungan efektif bangunan (Ae)

Nd = Ng. Ae ...2.1

Dimana :

Nd = sambaran petir pertahun. ( sambaran/ tahun)

Ae = luas daerah efektif sambaran (km2).

Ng = kerapatan sambaran petir ke tanah (sambaran / km2 / tahun).

Luas daerah efektif sambaran adalah luas daerah dimana bangunan suatu gedung berdiri yang memiliki sambaran petir sebesar Nd, yaitu luas daerah yang dibatasi oleh

garis tebal pada Gambar 2.2.

Besar luas Ae (Gambar 2.2) dapat dihitung sebagai berikut:

(21)

= ab + 2(3h x a) + 2 (3h x b) + 4 π ¼ (3h)2

Gambar 2.2 Luas Daerah Sambaran Bangunan

Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata-rata pertahun di daerah tersebut. Hubungan ini ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:

(22)

Dimana T adalah hari guruh rata-rata per tahun yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika dimana satuannya adalah sambaran/ km2/tahun. (sumber SNI 03-7015-2004).

II. 2 Dampak Petir

Sambaran petir pada suatu bangunan dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur bangunan itu sendiri, merusak peralatan-peralatan dalam bangunan dan membahayakan mahluk hidup yang berada di dalam bangunan tersebut. Kerusakan juga bisa meluas ke daerah sekeliling bangunan. Besarnya kerusakan ini tergantung dari dari struktur bangunan dan juga besarnya arus petir.

II. 2. 1 Pengaruh Petir Terhadap Struktur Bangunan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melihat pengaruh sambaran petir pada suatu bangunan adalah :

a. Konstruksi bangunan (bata, kayu, beton, baja).

b. Fungsi bangunan (tempat tinggal, perkantoran, sekolah, hotel, tempat ibadah dll).

c. Penghuni atau isi (manusia, binatang, peralatan elektronik, bahan kimia, bahan industri).

(23)

Pada Tabel 2.1 ditunjukkan beberapa jenis kerusakan yang dapat diakibatkan oleh petir pada bangunan.

Tabel 2.1. Jenis Kerusakan Pada Bangunan Akibat Sambaran Petir Jenis bangunan Dampak sambaran petir

Perumahan Kerusakan instalasi listrik. Kerusakan material. Bahaya api.

Kerusakan pada peralatan listrik. Perkebunan Bahaya kebakaran oleh api. Teater, sekolah,

hotel

Kerusakan pada instalasi listrik. Menimbulkan kepanikan. Dapat merusak fire alarm.

Bank, perusahaan komersial

Kegagalan pemrosesan data.

Kegagalan komunikasi dan kerusakan komputer.

Mengakibatkan kerusakan pada intalasi listrik dan fire alarm. Rumah sakit,

poliklinik

Kerusakan pada intalasi listrik dan fire alarm. Kesulitan dalam pelayanan kesehatan.

Industri Merusak isi bangunan. Kehilangan produksi. Museum, tempat

ibadah

Kehilangan benda bersejarah. Menimbulkan kepanikan.

(24)

Lokasi sambaran petir berpengaruh terhadap jenis kerusakan yang ditimbulkan pada bangunan.

Berikut ini akan diberi penomoran huruf berdasarkan posisi titik sambaran terhadap bangunan :

S1 : sambaran pada bangunan.

S2 : sambaran ke tanah dekat bangunan.

S3 : sambaran ke jaringan listrik terhubung ke bangunan.

S4 : sambaran dekat ke jaringan listrik yang terhubung ke bangunan.

Sambaran yang terjadi pada bangunan dapat mengakibatkan :

• Kebakaran. Hal ini diakibatkan oleh percikan api yang ditimbulkan oleh sambaran petir tersebut.

• Kerusakan fisik pada konduktor. Hal ini terjadi karena timbulnya panas pada konduktor yang dialiri arus petir.

• Melukai manusia atau mahluk hidup lainnya yang menyentuh atau memegang bagian yang bertegangan lebih akibat adanya tahanan pembumian dan tegangan lebih akibat gandengan induksi.

Sambaran yang terjadi dekat bangunan mengakibatkan kegagalan sistem internal

(fire alarm, instalasi listrik dan instalasi telekomunikasi) akibat dari LEMP (lightning

(25)

instalasi (fire alarm, instalasi listrik dan instalasi telekomunikasi) yang berdekatan dengan konduktor yang dialiri arus petir.

Sambaran yang terjadi pada jaringan listrik yang terhubung pada bangunan mengakibatkan :

• Kebakaran atau ledakan yang dipicu oleh api akibat tegangan lebih dan arus petir yang mengalir melalui jaringan listrik.

• Kecelakaan pada manusia atau mahluk hidup lainnya yang menyentuh sesuatu yang terdapat di dalam bangunan yang terhubung dengan jaringan listrik yang dialiri arus petir.

• Kerusakan sistem instalasi listrik akibat tegangan lebih dari jaringan listrik.

Sambaran dekat ke jaringan listrik yang terhubung ke bangunan dapat mengakibatkan kegagalan sistem akibat dari tegangan induksi pada pada jaringan listrik kemudian diteruskan ke bangunan.

Sebagai kesimpulan secara umum kerusakan yang diakibatkan oleh arus petir dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

D1. Kecelakaan terhadap nyawa mahluk hidup.

D2. Kerusakan fisik (api, mekanik, ledakan).

(26)

Tiap-tiap kerusakan yang diakibatkan dapat menimbulkan kerugian yang berbeda-beda. Beberapa kerugian yang dapat diakibatkan di antaranya :

L1 : kerugian nyawa manusia atau mahluk hidup.

L2 : kerugian pelayanan kepada publik.

L3 : kerugian pada benda benda budaya.

L4 : kerugian ekonomi (termasuk keterlambatan produksi, harga isi dari bangunan dan pelayanan).

Hubungan antara sumber sambaran, kerugian dan jenis kerusakan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jenis Kerusakan Berdasarkan Posisi Sambaran (sumber BS EN 62305-1:20)

Titik sambaran

Gambar Sambaran Jenis

kerusakan

hanya pada bangunan yang memililiki resiko ledakan dan rumah sakit****hanya pada bangunan yang di dalamnya binatang di pamerkan atau perjual belikan.

(27)

II. 3. Penangkal Petir

Penangkal petir pertama kali dikenalkan oleh Benjamin Franklin. Penangkal petir tidak dapat menghindari terjadinya petir jadi istilah umum yang lebih cocok adalah penyalur arus petir.

Pada Bab II.1 telah dijelaskan mekanisme terjadinya sambaran petir. Saat

leader mendekati penangkal petir, muatan dari bumi merambat naik melalui sistem

pentanahan penangkal petir kemudian ke kawat penghantar sampai ke batang penangkal petir. Di ujung penangkal petir terjadi pelepasan pertama yang disebut upward streamer

dimana muatan pada bumi mendekati leader. Karena leader semakin dekat dengan batang penangkal petir yang menyalurkan muatan dari bumi maka terjadilah pelepasan muatan dari leader ke pengangkal petir. Dengan demikian sambaran petir tidak mengenai bangunan tetapi penangkal petirlah yang disambar.

Ada 3 bagian utama sistem penangkal petir yaitu:

a. Batang penangkal petir (finial atau splitzer).

b. Kawat pembumian penangkal petir (down conductor). c. Pembumian (grounding).

ad. a. Batang Penangkal Petir

(28)

mengkonsentrasikan muatan pada ujung batang penangkal petir. Umumnya bagian ini terbuat dari batang baja yang ujungnya runcing namun ada juga terbuat dari bahan radioaktif (early streamer) yang bertujuan untuk mempercepat pelepasan muatan oleh bahan radioaktif tersebut.

Kehandalan penangkal petir untuk melindungi suatu objek harus mempertimbangkan zona proteksi dari penangkal petir di bangunan tersebut. Zona proteksi adalah daerah di sekitar penangkal petir yang dapat di lindungi oleh penangkal petir terhadap sambaran petir. Zona proteksi tergantung kepada besarnya sudut proteksi batang penangkal petir.

Penelitian mengenai sudut proteksi dimulai pada tahun 1777. Kebanyakan tulisan menggunakan sudut proteksi pada sudut 300 - 450 (Gambar 2.3). Namun sesungguhnya tidak ada suatu kebenaran yang pasti mengenai sudut proteksi untuk batang penangkal petir yang vertikal (R.H Golde).

30-45

Gambar 2.3 Sudut Proteksi

(29)

B D F H I G E C

Keterangan : Sudut yang dibentuk BAC oleh DeFonville (1892) Sudut yang dibentuk DAE oleh komisi di Paris (1875) Sudut yang dibentuk LFGM oleh Chapman (1875) Sudut yang dibentuk FAG oleh Adam (1881).Sudut yang dibentuk HAI oleh Melsen

(Sumber R. H. Golde)

Gambar 2.4 Sudut Proteksi oleh Para Peneliti

Ad. b. Kawat Pembumian Penangkal Petir (down conductor)

Batang penangkal petir (finial) harus dihubungkan ke tanah melalui kawat pembumian penangkal petir. Jadi fungsi utama dari kawat pembumian penangkal petir ini adalah untuk menyalurkan arus dari batang penangkal petir ke tanah

Panjang kawat diusahakan sependek mungkin untuk menghindari tegangan induksi di sepanjang kawat pembumian. Jika bangunan cukup luas maka kawat pembumian dipasang di dalam bangunan tersebut agar panjang dari kawat pembumian sependek mungkin.

(30)

Pada keadaan tertentu suatu bangunan dilindungi dengan konduktor yang ”dililit” pada bangunan tersebut (Gambar 2.5). Cara ini biasa disebut dengan metode sangkar burung. Konduktor ini dapat berfungsi sebagai penyalur arus petir dan penerima sambaran petir seperti halnya batang penangkal petir. Jadi konduktor ini dapat melindungi hampir seluruh area bangunan.

Konduktor dililitkan pada

gedung Batang penangkal petir

Gambar 2.5 Metode Sangkar Burung

Kawat baja atau besi pilinan dapat digunakan sebagai material kawat pembumian.

Ad. c. Pentanahan (grounding)

(31)

pembumian semakin kecil. Tahanan jenis tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya kedapan air di dalam tanah tersebut.

Tabel 2.3 di bawah menunjukkan beberapa tahanan jenis dari tanah dan air yang berbeda.

Tabel 2.3 Tahanan Jenis dari Tanah dan Air Jenis tanah atau perairan Tahanan jenis ( m)

Air tanah atau sumur 10÷150

Danau atau sungai 100÷ 400

Air hujan 800÷1300

Tanah liat 25÷70

Tanah gambut 50÷250

Pasir 1000÷ 3000

Rawa 2÷2.7

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada elektroda pembumian penangkal petir adalah:

a. Sifat kimiawi elektroda pembumian sendiri. Dimana hal ini dapat menurunkan tahanan pembumian elektroda.

(32)

II. 4. Arus Petir

Besarnya arus petir sangatlah penting untuk diketahui karena arus petir menimbulkan kerusakan pada objek yang disambar petir tersebut. Karakteristik dari arus petir yang mempengaruhi kerusakan adalah :

• arus puncak petir ( I max)

• pelepasan muatan ( Q = i dt

• spesifik energi ( W/ R =∫ i2 dt

• kecuraman rata rata arus petir ( )max

Besarnya arus petir sangat perlu diketahui untuk menentukan sistem proteksi yang digunakan. Bentuk gelombang arus petir yang sesungguhnya tidak sama antara satu petir dengan petir yang lain. Tiap-tiap sambaran petir menghasilkan bentuk gelombang yang berbeda-beda. Sehingga untuk keperluan penghitungan dibuatlah standar yang telah disetujui oleh suatu badan kelistrikan (IEC). Menurut IEC ada tiga bagian utama dari arus petir yaitu:

a. sambaran pertama singkat (first short stroke current)

(33)

Sambaran pertama singkat terjadi pada saat return stroke sambaran ke bawah terjadi. Pada saat inilah besaran arus puncak dan pelepasan muatan paling besar terjadi. Adapun bentuk gelombangnya dapat digambarkan seperti Gambar 2.6:

Gambar 2.6 Bentuk Gelombang First Short Stroke Current

Arti simbol pada Gambar 2.6 adalah :

I = arus puncak petir (A).

T1 = waktu muka (s).

T2 = waktu ekor (s).

Adapun bentuk persamaan gelombang menurut Gambar 2.6 adalah :

I = Ip/k ( e-αt– e-βt) ...2.4

Dimana :

Ip = arus puncak (A).

(34)

α = konstanta waktu muka.

β = konstanta waktu ekor.

Perbedaan antara first short stroke dengan subsquent short stroke adalah pada saat terjadinya, sedangkan bentuk gelombangnya sama. First short stroke terjadi pada saat return stroke dan subsequent short stroke terjadi pada saat subsequent.

Bentuk gelombang dari sambaran petir lama (long stroke current) dapat digambarkan seperti Gambar 2.7 :

100% i

10%

(35)

BAB III

TEGANGAN INDUKSI AKIBAT SAMBARAN PETIR

III. 1 PENDAHULUAN

Pada saat petir menyambar batang penangkal petir, arus petir disalurkan ke tanah melalui kawat pembumian penangkal petir. Di dalam bangunan terdapat kabel-kabel instalasi yang sejajar dan bersilangan terhadap kawat pembumian petir. Adanya arus petir ini akan menginduksikan tegangan pada kabel instalasi yang berada di dalam bangunan tersebut.

Kabel-kabel instalasi ini memiliki kapasitansi dan induktansi terhadap kawat pembumian penangkal petir.

Berikut ini akan dibahas mengenai induktansi dan kapasitansi antara dua penghantar dan pengaruhnya terhadap tegangan yang diinduksikan oleh arus petir yang mengalir pada kawat pembumian petir. Kemudian resistansi, induktansi dan kapasitansi dua penghantar digambarkan dalam rangkaian ekivalen. Setelah itu penyederhanaan rangkaian ekivalen akan mempermudah penghitungan tegangan induksi akibat sambaran petir.

III. 2 INDUKTANSI

(36)

dengan kecepatan perubahan fluks yang meliputi suatu rangkaian yang dapat dinyatakan dengan :

e = ………...………3.1

Jika arus pada rangkaian ubah, medan magnet yang ditimbulkan akan berubah-ubah juga.

i

Sebab itu banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus, dengan demikian tegangan imbasnya juga berbanding lurus dengan kecepatan perubahan arus. Jadi persamaan yang kedua adalah

e = L ………..………3.2

di mana L = konstanta kesebandingan atau induktansi (H).

e = tegangan imbas (V).

= kecepatan perubahan arus(A/s).

Jika persamaan (3.1) dan persamaan (3.2) diselesaikan untuk mendapat nilai L maka hasil akhirnya adalah:

(37)

Untuk mendapatkan nilai induktansi yang sangat teliti baik fluks internal maupun eksternal harus diperhitungkan. Induktansi internal disebabkan oleh adanya sebagian dari medan magnet yang berada di dalam penghantar. Sedangkan induktansi eksternal disebabkan medan yang berada di luar penghantar.

Berikut ini akan diberikan nilai induktansi untuk penghantar tunggal, dua penghantar sejajar dan dua penghantar sejajar yang di aliri arus yang berlawanan.

a. Induktansi Internal

Besarnya induktansi internal dari suatu penghantar dapat dihitung dengan persamaan 3.4.

………....3.4

μ = permeabilitas bahan (H/m).

b. Induktansi Penghantar yang Tersendiri

Suatu penghantar tunggal yang ditunjukkan seperti Gambar 3.1 memiliki nilai induktansi yang dinyatakan sebagai berikut:

…….……….3.5

di mana L = induktansi (H).

(38)

r = jari-jari penghantar (m).

μ = permeabilitas bahan (H/m).

r l

Gambar. 3.1 Penghantar Tunggal

c. Induktansi Penghantar yang Sejajar

Nilai induktansi penghantar sejajar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 adalah :

…………....………3.6

di mana

L = induktansi bersama(H).

l = panjang penghantar (m).

d = jarak antara dua penghantar(m)

(39)

l

d

Jari jari

a Jari jari

b

Gambar 3.2 Penghantar Sejajar dengan Jari-jari a

d. Pengaruh Arus yang Berlawanan Arah pada Penghantar Sejajar.

Dua penghantar yang dialiri arus listrik yang berlawanan ditemukan pada kabel instalasi listrik yang menghubungkan sumber tegangan dengan peralatan listrik. Arus mengalir di kabel fasa ke peralatan listrik dan arus kembali melalui kabel netral seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Arah arus listrik yang berlawanan ini menghasilkan medan magnetik yang berlawanan pula sehingga total medan magnetnya adalah nol

l

Gambar 3.3. Dua Penghantar dialiri Arus Listrik yang Berlawanan

III. 3 KAPASITANSI

(40)

bahan dielektrik yang terdapat diantara dua penghantar. Perbandingan antara harga mutlak muatan pada penghantar dengan harga mutlak beda tegangan antara kedua penghantar didefenisikan sebagai kapasitansi :

......3.7

Berikut ini akan diberikan kapasitansi penghantar tunggal ke bumi dan kapasitansi dua penghantar yang sejajar.

a. Kapasitansi Satu Penghantar dengan Bumi

Besar kapasitansi satu penghantar dengan bumi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4 adalah:

(F/m)...3.8

jika a << h kapasitansi dinyatakan dengan:

(F/m)...3.9

di mana = kapasitansi per satuan panjang (F/m).

(41)

r = jari-jari penghantar (m).

h = jarak penghantar dengan bumi (m).

h

Penghantar Arah medan

listrik

Gambar 3.4 Penghantar dengan Bumi

b. Kapasitansi Dua Penghantar Sejajar

Besar kapasitansi antara dua penghantar sejajar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5 adalah :

(F/m)...3.10

= kapasitansi per satuan panjang (F/m).

= permitivitas antara penghantar.

r = jari-jari penghantar (m).

(42)

A B

d

Gambar 3.5

Jika jari-jari penghantar A tidak sama dengan jari-jari penghantar B maka kapasitansi didapat dengan persamaan berikut:

(F/m)...3.11

Dimana ra = jari-jari penghantar a (m).

rb = jari-jari penghantar b (m).

c. Kapasitansi Antara Dua Dielektrik yang Berbeda

Jika dua buah penghantar diantarai dua dielektrik yang berbeda yang ditunjukkan seperti pada Gambar 3.6 maka besar kapasitansinya dapat dihitung dengan

………..….3.12

(43)

Jadi jika dua penghantar seperti yang dilihat pada Gambar 3.7 nilai kapasitansinya dihitung dengan :

...3.13

Dimana dan adalah permitivitas bahan

d1 d2

ra rb

Gambar 3.7 Dua Penghantar diantarai Dua Dielektrik

III. 4. RANGKAIAN EKIVALEN

Untuk membuat rangkaian ekivalen dari dua penghantar yang memiliki kapasitansi dan induktansi maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah membuat rangkaian ekivalen dari masing-masing penghantar kemudian kedua rangkaian ekivalen tersebut digabungkan menjadi satu rangkaian ekivalen.

(44)

1/2(La)

1/2Ra 1/2Ra 1/2(La)

C ao

dimana Ra = resistansi , La = induktansi Ca0 = kapasitansi

Gambar 3.8 Rangkaian Ekivalen Penghantar Tersendiri

Dua penghantar memiliki kopling induktif, kopling kapasitif dan kopling resistif. Kopling resistif adalah tahanan yang mengantarai kedua penghantar tersebut. karena kopling resitif ini sangat besar maka kopling resitif diabaikan. Dengan menggabungkan dua rangkaian ekivalen seperti pada Gambar 3.8, diperoleh rangkaian ekivalen dua penghantar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9 Rangkaian ekivalen dua penghantar sudah menggambarkan pengaruh kapasitansi dan induktansi antara dua penghantar tersebut.

Dimana Ra = resistansi penghantar A, Rb = resistansi penghantar B, La = induktansi penghantar A, Lb = induktansi penghantar B,

Lab = induktansi bersama penghantar A dan B, Ca = kapasitansi penghantar A, Cbo = kapasitansi penghantar B, Cab = kapasitansi

antara penghantar A dan penghantar B.

(45)

III. 5. PERSAMAAN TEGANGAN INDUKSI AKIBAT ARUS PETIR

Pada Gambar 3.10 ditunjukkan rangakian ekivalen penghantar yang dialiri arus petir dan kabel instalasi listrik yang dialiri arus frekwensi daya. Arus petir berasal daru suatu sumber arus impuls (Gi) mengalir melalui kawat pembumian menuju sistem pembumian yang tahanannya Rbumi. Arus pada kabel instalasi listrik berasal dari sumber

tegangan 220V/50 Hz. Arus ini tergantung kepada beban impedansi di beban Zb.

V(t)

Gambar 3.10 Rangkaian Ekivalen Dialiri Arus Listrik

Untuk mendapatkan tegangan induksi pada ujung beban (antara titik 5 dan 0) maka harus terlebih dahulu dihitung arus tiap loop. Adapun persamaan arus pada tiap loop adalah sebagai berikut :

Loop1:

V(t) = i1(t) ½ Ra + Lao + + ½ Lab +

(46)

Persamaan loop 2

= i2(t) ½ Ra + ½ Lao + +½ Lab -- + i2(t)Zbeban – i3(t) ½

Ra + ½ Lao –i3(t)Zbeban………..………..3.15

Persamaan loop 3 :

= i3(t)Zbeban + i3(t) ½ Ra + ½ Lao + + ½ Lbo + i3(t) ½ Rb + i3(t)

Rbumi – i2(t)Zbeban - i2(t) ½ Ra - ½ Lao -½ Lbo - i4(t) ½ Rb – i4(t) Rbumi..…..3.16

Persamaan loop 4:

0 = + ½ Lbo + i4(t) ½ Rb + i4(t) Rbumi + ½ Lab - ½ Lbo - i3(t) ½

Rb - i3(t) Rbumi - ……….………3.17

= + ½ Lbo + i4(t) ½ Rb + i4(t) Rbumi + ½ Lab - ½

Lbo - i3(t) ½ Rb - i3(t) Rbumi ………..3.18

Kemudian persamaan arus pada tiap loop ditransformasikan ke persamaan Laplace menjadi:

Loop1:

(47)

= I1(s)( ½ Ra +s Lao + ) - I2(s)……….……3.19

Loop 2

I(2)0Lao = I2(s) ½ Ra + ½ s Lao I2(s) + I2(s)+ I2(s)Zbeban +½ s LabI4(s) - I1(s)– I3(s) ½ Ra

+ ½ s Lao I3(s) –I3(s)Zbeban

= I2(s)( ½ Ra + ½ s Lao + + Zbeban )+½ s LabI4(s) - I1(s)– I3(s)( ½ Ra + ½ s

Lao+Zbeban)………3.20

Loop 3 :

- I(2)0Lao = I3(s)(Zbeban + ½ Ra + ½ s Lao + + ½ s Lbo + ½ Rb + Rbumi )– I2(s)(Zbeban +

½ Ra + ½ s Lao) - I4(s)(½ s Lbo+½ Rb+Rbumi……..………...……..3.21

Persamaan loop 4:

I (s) = I4(s) + ½ s Lbo I4(s) + I4(s) ½ Rb + I4(s) Rbumi + ½ s Lab I2(s) - ½ s Lbo I3(s) -

I3(s) ½ Rb - I3(s) Rbumi

=I4(s) ( + ½ s Lbo + ½ Rb + Rbumi) + I2(s)( ½ s Lab) - I3(s) (½ s Lbo+½ Rb +

Rbumi) ………..………3.22

Persamaan 3.21 – 3.23 di atas dibentuk dalam matriks sebagai berikut :

(48)

Z11 Z12 Z13 Z14 I1 V1

Z21 Z22 Z23 Z24 X I2 = V2

Z31 Z32 Z33 Z34 I3 V3

Z41 Z42 Z43 Z44 I4 V4

Dimana :

Z11 = )( ½ Ra +s Lao + )

Z12 = Z21 = -

Z13 =Z14 = Z31 = Z41

Z22 = ½ Ra + ½ s Lao + + Zbeban

Z23 = Z32 = ( ½ Ra + ½ s Lao+Zbeban)

Z24 = Z42 = ½ s Lab

Z33 = Zbeban + ½ Ra + ½ s Lao + + ½ s Lbo + ½ Rb + Rbumi

Z34 = Z43 = ½ s Lbo+½ Rb + Rbumi

Z44 = + ½ s Lbo + ½ Rb + Rbumi

V1 = V(s) - ½ s LabI(s)

(49)

V4 = I (s)

Matriks [Z] adalah matriks dari beban, matriks [I] merupakan matriks dari arus dan matriks [V] adalah matriks dari persamaan tegangan maka matriks [I] didapat dengan :

[I] = [Z]-1[V]………..……….……..3.24

Matriks [I] mempunyai komponen I1, I2, I3, dan I4. Komponen matriks [I] yang melewati

beban adalah I2 dan I3. Sehingga total dari arus yang melewati beban adalah

Itot = I2 + I3 ………...……….3.25

Persamaan arus loop diinverslaplacekan untuk mendapatkan arus menurut fungsi waktu (t).

I (t) = invlaplace (Itot)………..………3.26

Kemudian arus yang mengalir ini dikalikan dengan beban yang terpasang menghasilkan tegangan (antara titik 5 dan titik 0 pada Gambar 3.9) sebesar :

V = I(t) Z beban.

(50)

BAB IV

STUDI KASUS

IV. 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diberikan contoh kasus perhitungan tegangan induksi pada instalasi kabel listrik yang berada di sekitar kawat pembumian penangkal petir sebagai akibat adanya arus petir pada kawat pembumian tersebut.

Hal-hal yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah : objek kasus, parameter listrik dari objek kasus, rangkaian ekivalen listrik dari objek kasus dan perhitungan tegangan induksi pada kabel instalasi listrik akibat arus petir. Bab ini akan ditutup dengan analisis terhadap hasil pengamatan.

IV. 2 . OBJEK KASUS

Objek kasus adalah suatu rumah beton yang dilengkapi dengan instalasi listrik dan instalasi penangkal petir. Kolom rumah terbuat terbuat dari beton bertulang yang tulangannya dianggap sebagai elektroda yang dibumikan.

(51)

dan beton pada kolom bangunan. Dimisalkan juga bahwa ada kabel instalasi listrik yang sejajar dengan kawat pembumian penangkal petir seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

(a) tampak atas (b) tampak samping

Gambar 4.1 Susunan Kawat Pembumian dan Kabel Instalasi

Dalam prakteknya jenis kabel instalasi rumah pada umumnya adalah NYA 2,5 mm2, sedang kawat pembumian instalasi penangkal petir adalah kawat termbaga 50 mm2. Adapun spesifikasi dari kabel instalasi listrik dan kawat pembumian penangkal petir dapat dilihat dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Spesifikasi Kabel Instalasi Listrik dan Kawat Pembumian Penangkal Petir Spesifikasi Kabel instalasi listrik Kawat pembumian penangkal

petir

Jenis penghantar NYA BCC

(52)

Tulang pada kolom dan kabel netral pada instalasi listrik diasumsikan memiliki potensial yang sama dengan bumi. Sehingga dengan demikian tegangan induksi yang diteliti hanyalah tegangan induksi pada penghantar fasa kabel instalasi listrik yang terisolasi dengan bumi.

IV. 3. PARAMETER OBJEK KASUS

Adapun parameter dari objek kasus adalah resistansi, induktansi dan kapasitansi dari kabel instalasi listrik dan kawat pembumian penangkal petir. Sebelum memulai penghitungan induktansi dan kapasitansi perlu diketahui panjang tulangan mendatar (ds)

adalah 20 cm, jarak antara kolom dengan permukaan plesteran adalah (d1 dan d2)= 5 cm,

dan jarak kabel instalasi dengan kawat pembumian yaitu sebesar d = (ra + di + d1 + ds +

(53)

a. Resistansi

Nilai resistansi dari masing-masing penghantar sudah ditentukan seperti yang terdapat pada Tabel 4.1 sebelumnya.

b. Induktansi

Nilai induktansi dihitung dengan mengunakaan persamaan induktansi yang telah diberikan pada Bab III.

Induktansi sendiri penghantar kabel instalasi listrik dan kawat pembumian penangkal petir dihitung dengan Persamaan 3.5.

Induktansi sendiri kabel instalasi didapat dengan memasukkan nilai jari-jari kabel instalasi ra = 0,89 . 10-3 m ke Persamaan 3.5 sehingga diperoleh induktansi per satuan

panjangnya sebagai berikut :

= 1,34 10 -6 H/m

Induktansi sendiri kawat pembumian penangkal petir didapat dengan memasukkan nilai jari-jari kawat pembumian rb = 3,98. 10-2 m ke Persamaan 3.5

(54)

= 1,04 10-6 H/m

Induktansi bersama kawat pembumian penangkal petir dengan penghantar fasa instalasi listrik dihitung dengan Persamaan 3.8.

Dengan jarak tengah kabel instalasi dengan kawat pembumian d = 0,3657 m ke Persamaan 3.6 sehingga didapat induktansi per satuan panjang:

= 0,20 10 -6 H/m

c. Kapasistansi

(55)

1. Kapasitansi Penghantar Fasa Instalasi Listrik Terhadap Bumi

Penghantar netral pada instalasi listrik dianggap memiliki potensial yang sama dengan bumi sehingga yang mengantarai penghantar fasa dengan bumi adalah isolasi kabel instalasi itu sendiri. Jarak antara penghantar fasa adalah dua kali tebal isolasi kabel instalasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.

fasa netral 2di

isolasi

inti

Gambar 4.3 Kabel Instalasi Listrik

Nilai kapasitansinya diperoleh dengan memasukkan nilai permitivitas relatif PVC = 4,5 permitivitas ruang hampa = 8.85 10 -12 F/m, jarak kabel fasa dengan netral 2di

= 1.4 mm dan jari-jari kabel fasa instalsi listrik ra = 0.89 mm ke Persamaan 3.9 sehingga

kapasitansi persatuan panjang adalah:

(56)

2. Kapasitansi Kawat Pembumian Penangkal Petir dengan Bumi

Potensial tulang kolom sama dengan potensial bumi dengan demikian dielektrik yang mengantarai bumi dengan kawat pembumian penangkal petir adalah beton dan udara.

Kapasitansi kawat pembumian dapat dihitung dengan menggunakan dengan memasukkan permitivitas relatif beton = 4,5, permitivitas relatif udara = 1, tebal beton d2 = 5 cm, tebal udara yang mengantarai kawat pembumian dengan

kolom du = 1 cm dan jari-jari kawat pembumian rb = 0,398 cm ke dalam persamaan

berikut sehingga kapasitansi persatuan panjangnya adalah :

= 0,15 10-9 F/m

3. Kapasitansi Kawat Pembumian Penangkal Petir dengan Penghantar Fasa Instalasi Listrik

(57)

kawat pembumian dengan kolom. Tebal udara yang mengantarai kawat pembumian dengan kolom adalah du = 1 cm. Beton terdapat pada kolom bangunan memiliki tebal

(d1+d2) = 10 cm dan isolasi PVC terdapat pada kabel instalasi listrik dengan tebal (di)

0,07 cm. Karena PVC memiliki permitivitas yang sama dengan beton maka tebal beton dan PVC digabung menjadi ( d1+d2+di) 10,07 cm dengan permitivitas relatif 4,5.

Nilai kapasitansi dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.13:

= 0,27. 10-9 F/m

IV. 4. RANGKAIAN EKIVALEN OBJEK KASUS

Untuk memudahkan penjelasan mengenai rangkaian ekivalen ini semua parameter dinyatakan dalam satuan per satuan panjang dan model rangkaian yang digunakan adalah model rangkaian T.

a. Rangkaian Ekivalen Kabel Instalasi Listrik

(58)

AC

1/2(La+Lab)

1/2Ra 1/2Ra 1/2(La+Lab)

C ao

Rbeban

Keterangan Ra = resistansi kabel instalasi, La = induktansi sendiri kabel instalasi, Lab = induktansi bersama, Ca0 = kapasitansi kabel

instalasi terhadap bumi, AC = sumber tegangan, Rbeban= beban yang terpasang.

Gambar 4.4 Rangkaian Ekivalen Penghantar Kabel Instalasi Listrik

b. Rangkaian Ekivalen Kawat Pembumian Penangkal Petir

Adapun rangkaian ekivalen dari kawat pembumian dapat dilihat pada Gambar 4.5.

1/2Rb

Keterangan :Lb = induktansi kawat pembumian penangkal petir, Rb = tahanan kawat pembumian penangkal petir, Lab = induktansi

bersama kawat pembumian dan kabel instalasi, Cb0 = kapasitansi kawat pembumian dengan bumi, Rbumi = tahanan pembumian, g =

grounding

Gambar 4.5 Rangkaian Ekivalen Kawat Pembumian Penangkal Petir

Rangkaian ekivalen dari sistem yang dibentuk kawat pembumian dan kabel instalasi ditunjukkan pada Gambar 4.6.

f

Keterangan Cab =kapasitansi kawat pembumian dengan kabel instalasi

(59)

Kemudiaan Gambar 4.6 disederhanakan menjadi seperti Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen Gambar 4.6

IV.5 BEBAN TERPASANG, SUMBER TEGANGAN DAN ARUS PETIR

1. Beban Terpasang

Beban yang terpasang pada instalasi listrik di suatu bangunan pada umumnya adalah lampu, seterika dan pendingin. Spesifikasi dari beban dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Table 4.2 Beban yang Terpasang

Beban Merek V (volt) I (ampere) P (watt)

Lampu Hannocs 220 1,165 18

AC LG 220 3,16 700

Setrika Maspion 220 350

Untuk membuat rangkaian ekivalen dari suatu beban dihitung terlebih dahulu impedansi beban tersebut dengan cara sebagai berikut:

(60)

Z = dan cos Ф =

R = Z cos Ф

X = Z sin Ф

L= X/jω = X /j2πf

= X /j314

Berdasarkan rumus di atas dihitung parameter ketiga jenis beban pada Tabel 4.2.

a. Beban Lampu

Dengan tegangan sumber adalah 220 V dan frekwensi 50 Hz.

cos Ф =

= 0,5

Sin Ф = 0,83

Z = = 2688∠Ф ohm

R1 = Z cos Ф = 2688 x 0,5

= 1344 ohm.

(61)

= j2328 ohm

Le = Xl / j 314 = j2328/j314

= 7,41 henry

b. Air conditioner

P = 700 W ,220 V, I = 3,16 A

cos Ф =

= 0,97

Sin Ф = 0,23

Z = = 69,62∠Ф ohm

RAC = Z cos Ф = 69,62 cos Ф

= 67,68 ohm.

XAC= Z sin Ф = 69,62 sin Ф

= j16,29 ohm

L ac = X ac/ 314 = 16,29/314

(62)

c. Setrika

P = 350 W ,V = 220 Volt

Z = = 138,28 ohm

Rs = 138,28 ohm.

Rangkaian ekivalen ketiga beban di atas adalah seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.8:

R1

jX1

R2

jX2

R3

(a)Lampu (b)air conditioner (c)setrika

Gambar 4.8 Rangkaian Ekivalen Beban

2. Sumber Tegangan dan Arus Petir

Jika V adalah tegangan efektif, maka tegangan sesaat instalasi listrik adalah

v = V sin 2πft, sehingga untuk V = 220 Volt, f = 50Hz tegangan sesaatnya adalah

(63)

Gambar 4.9 Tegangan Sesaat 0 < t <0,001 s

Sedangkan persamaan arus petir telah diberikan pada Persamaan 2.4 yaitu:

I = Ik( e-αt - e –βt) ...2.4

Dimana untuk arus petir 100 kA, Ik =102,546.103, α = 1300, dan β = 22.750 dan bentuk

gelombangnya dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(64)

VI.6 TEGANGAN INDUKSI

Penghitungan tegangan induksi dilakukan dengan menggunakan nilai-nilai resistansi, induktansi, kapasitansi, sumber tegangan dan sumber arus petir seperti yang telah ditentukan di atas. Nilai – nilai ini dimasukkan ke dalam Persamaan 3.21 s/d Persamaan 3.27 kemudian Persamaan 3.21 s/d Persamaan 3.27. Semua persamaan diselesaikan dengan menggunakan Maple 7. Data yang diperoleh diberikan pada Lampiran 1.

Pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 diberikan puncak tegangan induksi pada setiap jenis beban dengan jarak kabel-kawat pembumian yang diubah-ubah. Pada tabel tersebut ditunjukkan juga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak tegangan terhitung dari saat dimulai terjadinya sambaran petir.

Tabel 4.3 Puncak Tegangan Induksi pada Beban AC

Jarak (m) V puncak (Volt) Waktu mencapai puncak (µs)

(65)

Tabel 4.4 Puncak Tegangan Induksi pada Beban Setrika

Jarak (m) V puncak (Volt) Waktu mencapai puncak (µs)

0.3567 7264.45 0.026

Tabel 4.5 Puncak Tegangan Induksi pada Beban Lampu

Jarak (m) V puncak (Volt) Waktu mencapai puncak (µs)

0.3567 9906.30 0.025

IV.7 ANALISIS DATA

Berikut ini akan diberikan analisis data tentang :

• Pengaruh pertambahan jarak kabel instalasi listrik - kawat pembumian penangkal petir terhadap tegangan induksi.

• Laju kenaikan tegangan.

(66)

Hubungan antara kenaikan pertambahan jarak kabel kawat pembumian dapat dinyatakan dengan :

V (r) = αβr...4.1

Atau sama dengan:

log V(r) = log α + r log β………4.2

Dimana V (r) menyatakan tegangan, α dan β merupakan konstanta kemudian r adalah

jarak antara kawat pembumian - kabel instalasi listrik. Masing-masing harga α dan β didapat dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Log α = ………4.3

Log β = ……….………4.4

Berikut ini akan diberi analisa data untuk tiap beban:

a. Beban Lampu

Untuk mendapatkan α dan β semua data ditabulasikan seperti yang terlihat pada

(67)

Tabel 4.6 Perhitungan Beban Lampu

∑r=5.256 31.72767 3.84 20.81764

log β = = -0.07887

diperoleh β = 0,83

log α = = 4.017781

diperoleh α = 10417.93.

Jadi hubungan pertambahan jarak dengan tegangan induksi pada beban lampu dapat dinyatakan dengan:

(68)

b. Beban Seterika

Untuk mendapatkan α dan β untuk beban seterika semua data ditabulasikan

seperti yang terlihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Perhitungan Beban Seterika

Jarak (m) Vpuncak(Volt) log V r 2 r x logV

0.3567 7264.45 3.861203 0.127235 1.377291 0.4 7178.08 3.856008 0.16 1.542403

5.2567 30.70513 3.837235 20.15266

log β = = -0,06

diperoleh β = 0,86

log α = = 3,86

diperoleh α = 7552,742.

Jadi hubungan pertambahan jarak dengan tegangan induksi pada beban setrika dapat dinyatakan dengan :

(69)

3. Beban AC

Untuk mendapatkan α dan β untuk beban AC semua data ditabulasikan seperti

yang terlihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Perhitungan Beban AC

Jarak(m) Vpuncak(Volt) log V r2 r x log V

0.3567 9958.39 3.998189 0.127235 1.426154 0.4 9809.49 3.991646 0.16 1.596659

5.2567 31.76118 3.837235 20.84171

log β = = -0,07

diperoleh β = 0,84

log α = = 4,018

diperoleh α = 10433,8.

Jadi hubungan pertambahan jarak dengan tegangan induksi pada beban AC dapat dinyatakan dengan :

(70)

Kemudian masing- masing persamaan yang menyatakan hubungan tegangan sebagai fungsi jarak pada tiap beban dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Gelombang Tegangan Induksi sebagai Fungsi Jarak

Berdasarkan gambar di atas hal yang paling mempengaruhi tegangan induksi adalah induktansi yang dimiliki oleh beban tersebut.

IV 7.2 Laju Kenaikan Tegangan Pada Terminal Beban

Laju kenaikan tegangan dihitung dengan :

Lv = ……….4.5

(71)

Tabel 4.9 Laju Kenaikan Tegangan Pada Beban AC

(72)

Tabel 4.11 Laju Kenaikan Tegangan Pada Beban Lampu

Berdasarkan perhitungan di atas rata-rata laju kenaikan tegangan puncak pada tiap terminal beban adalah :

a. Lampu = 383532.5 V/μs b. Seterika = 265086.2 V/μs c. AC = 385156.4 V/μs

Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tegangan puncak adalah :

a. Lampu = 0,024 μs b. Seterika = 0,026 μs

(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah

a. Induktansi beban mempengaruhi induksi tegangan. b. Laju kenaikan tegangan pada terminal beban adalah:

• Lampu = 383532.5 V/μs

• Seterika = 265086.2 V/μs

• AC = 385156.4 V/μs

c. Semakin jauh jarak antara kabel instalasi listrik dengan kawat pembumian semakin kecil tegangan induksi pada kabel instalasi listrik.

V.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian ini adalah

a. Disarankan dibahas pengaruh permitivitas dan permeabilitas dielektrik terhadap tegangan induksi dengan bentuk gelombang petir yang berbeda.

(74)

DAFTAR PUSTAKA

1. Golde. R. H., "Lightning" Academic Press, New York 1977

2. Paul , Clayton R. " Inductance" A John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey 2010

3. Hutauruk, T. S. " Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja " Penerbit Erlangga, Jakarta 1988

4. Cooray, Vernon. " Lightning Protection" IET Power and Energy, United Kingdom 2010

5. E M Bazelyan and Yu P Raker. " Lightning Physics and Protection" IoP Publishing , United Kingdom 2000

6. ……" PUIL 2000" Yayasan Puil, Jakarta 2000

7. Uman, Martin ." The Art and Science of Lightning Protection" Cambridge University Press 2008

Gambar

Gambar 2.5 Metode Sangkar Burung
Tabel 2.3 Tahanan Jenis dari Tanah dan Air
Gambar 2.6 Bentuk Gelombang First  Short Stroke Current
Gambar 2.7 Long Stroke Current
+7

Referensi

Dokumen terkait