Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Judul Tesis : Penentuan Kualitas Air dan Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas , Kota Pontianak.
Nama : Lasmi Yulistiana
NIM : P052050201
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing Ketua
Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Anggota
Diketahui,
Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Etty Riani, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia3Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun tesis ini.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
tak terhingga kepada :
1. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing, sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Nastiti
Siswi Indrasti, sebagai anggota komisi pembimbing, Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo,
MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
periode 2005 – 2007 dan Bapak/Ibu staf pengajar beserta karyawan Program Studi
Pengelolaan SDA dan Lingkungan IPB, yang telah memberikan pengarahan,
bimbingan, saran dan pelayanan.
2. Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan dan penguji luar komisi yang telah memberikan
masukan bagi perbaikan tesis ini.
3. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan dan izin
kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Pengelolaan
SDA dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB.
4. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis untuk
melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Pengelolaan SDA dan
Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB.
5. Keluarga tercinta, ibu, suami dan anak3anak, serta seluruh keluarga besar dan
saudara3saudaraku, atas doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dan
semangat dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
6. Teman3teman angkatan 2005 Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan
Sekolah Pasca Sarjana, teman3teman tugas belajar dari Kalbar, Pondok Khanza
dan keluarga pengasuh Pondok Khanza serta semua pihak yang telah memberikan
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, namun demikian penulis
berharap agar tesis ini bermanfaat bagi pihak3pihak yang terkait, khususnya bagi
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Pontianak.
Bogor, Agustus 2007
LASMI YULISTIANA, dilahirkan di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat pada
tanggal 8 Oktober 1970, sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan
Suanda (almarhum) dan Hj. Alisma, SE, MM.
Pada tahun 1983, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
Muhammadyah II Pontianak. Pendidikan Menengah Pertama penulis selesaikan di SMP
Negeri 1 Pontianak tahun 1986. Tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pontianak, pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai Mahasiswa Pertanian Jurusan Agronomi Universitas Tanjungpura Pontianak
lulus pada tahun 1995. Kesempatan melajutkan program S2 pada Program Studi
Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB) di peroleh pada tahun
2005 atas beasiswa Pemda Provinsi Kalimantan Barat.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan
jabatan terakhir sebagai kepala sub bidang konservasi dan sumber daya air.
Penulis menikah pada tahun 1997 dengan Syarif Rabuansyah dan dikarunai
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul ”Penentuan Kualitas Air dan
Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas, Kota Pontianak” ini merupakan karya saya
sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi
yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bagor, Agustus 2007
LASMI YULISTIANA. #$ %& '( ) $ # % * % #'# + , $
%& + -'(. % / $. ' . Under Supervision of
SUPRIHATIN and NASTITI SISWI INDRASTI
The development of West Kalimantan especially in the surrounding area of
Kapuas River contributes significantly to the pollution of the river. Some measures have
undertake for reducing the pollutant load entering into the river. The objectives of this
study are to determine the water quality and to analyze the pollutant – loaded capacity
of Kapuas River, Pontianak. Samples were taken from five different stations, along the
river in Pontianak City. Results of laboratory analysis were compered to the water
quality standard (PP No. 82 /2001). STORET Method was used to determine the water
quality status of each sampling station. The result of laboratory analysis showed that
concentrations of TDS were approximately 21 – 1233 mg/L, Hg 16.41327.01 ppb,
Ammonia 0.3 – 0.98 mg/L, BOD 3.06 – 3.99 mg/L, COD 15 – 25 mg/L and Fecal
Coliform 0.1 – 12 x 105 MPN/100 ml. These results show that the water quality of Kapuas River do not meet the stated water quality standard including physical, chemical
and the microbiology parameters.
Water of Kapuas River is no longer proper to be used as raw water for drinking
water. The study of industrial waste water shows that the waste water is treated and met
the waste water standard (KepMenLH No. 51/1991). Other pollutant sources may the
cause of the Kapuas River pollution. Local Government Policies should be undertaken
immediately to solve the pollution problem of Kapuas River, because the water of the
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang3undang
! " #
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Judul Tesis : Penentuan Kualitas Air dan Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas , Kota Pontianak.
Nama : Lasmi Yulistiana
NIM : P052050201
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing Ketua
Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Anggota
Diketahui,
Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Etty Riani, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia3Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun tesis ini.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
tak terhingga kepada :
1. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing, sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Nastiti
Siswi Indrasti, sebagai anggota komisi pembimbing, Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo,
MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
periode 2005 – 2007 dan Bapak/Ibu staf pengajar beserta karyawan Program Studi
Pengelolaan SDA dan Lingkungan IPB, yang telah memberikan pengarahan,
bimbingan, saran dan pelayanan.
2. Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan dan penguji luar komisi yang telah memberikan
masukan bagi perbaikan tesis ini.
3. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan dan izin
kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Pengelolaan
SDA dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB.
4. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis untuk
melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Pengelolaan SDA dan
Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB.
5. Keluarga tercinta, ibu, suami dan anak3anak, serta seluruh keluarga besar dan
saudara3saudaraku, atas doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dan
semangat dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
6. Teman3teman angkatan 2005 Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan
Sekolah Pasca Sarjana, teman3teman tugas belajar dari Kalbar, Pondok Khanza
dan keluarga pengasuh Pondok Khanza serta semua pihak yang telah memberikan
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, namun demikian penulis
berharap agar tesis ini bermanfaat bagi pihak3pihak yang terkait, khususnya bagi
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Pontianak.
Bogor, Agustus 2007
LASMI YULISTIANA, dilahirkan di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat pada
tanggal 8 Oktober 1970, sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan
Suanda (almarhum) dan Hj. Alisma, SE, MM.
Pada tahun 1983, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
Muhammadyah II Pontianak. Pendidikan Menengah Pertama penulis selesaikan di SMP
Negeri 1 Pontianak tahun 1986. Tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pontianak, pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai Mahasiswa Pertanian Jurusan Agronomi Universitas Tanjungpura Pontianak
lulus pada tahun 1995. Kesempatan melajutkan program S2 pada Program Studi
Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB) di peroleh pada tahun
2005 atas beasiswa Pemda Provinsi Kalimantan Barat.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan
jabatan terakhir sebagai kepala sub bidang konservasi dan sumber daya air.
Penulis menikah pada tahun 1997 dengan Syarif Rabuansyah dan dikarunai
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul ”Penentuan Kualitas Air dan
Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas, Kota Pontianak” ini merupakan karya saya
sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi
yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bagor, Agustus 2007
LASMI YULISTIANA. #$ %& '( ) $ # % * % #'# + , $
%& + -'(. % / $. ' . Under Supervision of
SUPRIHATIN and NASTITI SISWI INDRASTI
The development of West Kalimantan especially in the surrounding area of
Kapuas River contributes significantly to the pollution of the river. Some measures have
undertake for reducing the pollutant load entering into the river. The objectives of this
study are to determine the water quality and to analyze the pollutant – loaded capacity
of Kapuas River, Pontianak. Samples were taken from five different stations, along the
river in Pontianak City. Results of laboratory analysis were compered to the water
quality standard (PP No. 82 /2001). STORET Method was used to determine the water
quality status of each sampling station. The result of laboratory analysis showed that
concentrations of TDS were approximately 21 – 1233 mg/L, Hg 16.41327.01 ppb,
Ammonia 0.3 – 0.98 mg/L, BOD 3.06 – 3.99 mg/L, COD 15 – 25 mg/L and Fecal
Coliform 0.1 – 12 x 105 MPN/100 ml. These results show that the water quality of Kapuas River do not meet the stated water quality standard including physical, chemical
and the microbiology parameters.
Water of Kapuas River is no longer proper to be used as raw water for drinking
water. The study of industrial waste water shows that the waste water is treated and met
the waste water standard (KepMenLH No. 51/1991). Other pollutant sources may the
cause of the Kapuas River pollution. Local Government Policies should be undertaken
immediately to solve the pollution problem of Kapuas River, because the water of the
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang3undang
! " #
0
Halaman
DAFTAR TABEL……….... iii
DAFTAR GAMBAR……… iv
DAFTAR LAMPIRAN……… v
I PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang………. 1
1.2 Perumusan Masalah………. 3
1.3 Kerangka Pemikiran……….... 4
1.4 Tujuan Penelitian………. 6
1.5 Hipotesis……….. 7
1.6 Manfaat Penelitian………... 7
II TINJAUAN PUSTAKA……….... 8
2.1 Ekologi Sungai……… 8
2.2 Pencemaran Perairan………. 11
2.3 Sumber Pencemaran Perairan………..……… 12
2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air………..……….. 13
III METODE PENELITIAN...……… 15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………. 15
3.2 Bahan dan Alat……….... 16
3.3 Pengumpulan data Sekunder………. 18
3.4 Metode dan Analisis Data……… 18
3.4.1 Kualitas Air Sungai dan Status Pencemar……….. 18
3.4.3 Analisis Daya Tampung Sungai...……….. 20
IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 21
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian……….. 21
4.1.1 Jumlah Penduduk……… 24
4.1.2 Iklim……… 25
4.1.3 Hidrologi……… 26
4.2.1 Parameter Fisika……… 31
4.2.1.1 Suhu Air………. 31
4.2.1.2 Padatan Terlarut Total (TDS)……….. 34
4.2.1.3 Padatan Tersuspensi Total (TSS)………. 36
4.2.2 Parameter Kimia……… 38
4.2.2.1 pH……… 38
4.2.2.2 Merkuri (Hg)……….. 39
4.2.2.3 Ammoniak……….. 42
4.2.2.4 Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)....………... 43
4.2.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)………... 45
4.2.3 Parameter Mikrobiologi……….. 47
4.2.3.1 Fecal Coliform……….. 47
4.3 Daya Tampung Sungai Kapuas………. 49
4.4 Status Mutu Air Sungai Kapuas di Kota Pontianak…..……….. 50
4.5 Kajian Pencemaran Limbah Cair Industri…...………... 56
4.5.1 Kualitas Limbah Cair………... 56
4.5.2 Beban Pencemaran Limbah Cair ………... 57
4.5.3 Debit Air Sungai Kapuas ………. 58
V SIMPULAN DAN SARAN……….. 60
5.1 Simpulan... 60
5.2 Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA………. 62
0
Halaman
1 Parameter fisik, kimia, biologi air dan metode analisisnya…………... 17
2 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status lingkungan……….. 20
3 Penentuan status mutu perairan……… 20
4 Kecamatan dan Kelurahan di Kota Pontianak yang berada
di tepian Sungai Kapuas……….. 23
5 Kepadatan penduduk berdasarkan luas (Km2)………... 24
6 Data iklim Kota Pontianak Tahun 1995 32004……… 26
7 Sungai dan parit di Kota Pontianak………. 27
8 Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas di Kota Pontianak……….. 30
9 Tingkat pencemaran perairan berdasarkan DO dan BOD………. 44
10 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan)
Sungai Kapuas untuk baku mutu Kelas I………. 51
11 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan)
Sungai Kapuas untuk baku mutu kelas II………... 52
12 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan)
Sungai Kapuas untuk baku mutu kelas III………. 53
13 Daya tampung perhitungan Konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan)
Sungai Kapuas untuk baku mutu kelas IV……… 54
14 Nilai Status Mutu IKA3Storet Air Sungai Kapuas di Kota Pontianak. 56
15 Karakteristik Limbah Cair Industri yang ada di Sepanjang
Sungai Kapuas di Kota Pontianak………... 57
16 Beban Pencemaran Limbah Cair Industri yang ada di Sepanjang Sungai
0 1
Halaman
1 Bagan alir kerangka pemikiran………..……… 6
2 Peta lokasi penelitian Kota Pontianak………... 15
3 Peta kondisi administrasi di kawasan Sungai Kapuas……… 21
4 Hasil pengukuran suhu air (oC) 00332007……….. 33
5 Hasil analisis TDS (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak……… 35
6 Hasil analisis TSS (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak ……… 38
7 Hasil Pengukuran pH air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak………. 39
8 Hasil analisis Hg air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak………. 41
9 Hasil analisis Ammoniak air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak………. 43
10 Hasil analisis BOD (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak………. 45
11 Hasil analisis COD (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007
di Kota Pontianak……….. 46
0 1
Halaman
1 Peta pengambilan sampling air Sungai Kapuas di Kota Pontianak … 66
2 Hasil analisis air Sungai Kapuas di Kota Pontianak……… 67
3 Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas Tahun 200332005……….. 69
4 Perhitungan status mutu air (IKA3STRORET) Sungai Kapuas
di Kota Pontianak……… 70
5 Baku mutu air menurut peruntukkannya berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001……….. 75
6 Letak pengambilan sampling air di lima titik air
Sungai Kapuas di Kota Pontianak Tahun 2007……….. 77
"2" ( ' / 3
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu
daerah tersebut. Pembangunan daerah merupakan akumulasi dari semua kegiatan
pembangunan sektoral, daerah dan swasta serta masyarakat yang berlangsung di daerah
termasuk didalamnya adalah pembangunan lingkungan hidup. Sejalan dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan daerah, permasalahan lingkungan di daerah juga
semakin meningkat. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diikuti dengan peningkatan
kapasitas pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengendalian dampak lingkungan
oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tercantum dalam Undang3Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat akan menimbulkan resiko
suatu pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, sehingga struktur dan fungsi dasar
ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Karena itu diperlukan suatu
usaha dalam meminimalisasikan kerusakan tersebut. Agar lingkungan hidup dapat
serasi, selaras dan seimbang perlu dilakukan pengawasan, pengendalian dan pemulihan
lingkungan dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup itu sendiri. Salah satu
sumberdaya yang merupakan bagian dari ekosistem adalah sumberdaya air.
Air merupakan salah satu faktor yang penting bagi makhluk hidup dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Walaupun demikian tidak semua air dapat langsung
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi
kriteria dalam setiap parameter yang telah ditetapkan. Sebagian besar air untuk
keperluan sehari3hari berasal dari sungai, baik untuk keperluan bahan baku air minum,
pengairan sawah, perikanan, peternakan, industri, tempat hidup satwa liar, transportasi
dan rekreasi.
Selain itu masyarakat yang berada di pinggiran atau tepian sungai
sungai untuk keperluan berbagai sektor tersebut, menyebabkan sifat fisik, kimia dan
biologi air dalam badan air sungai sering mengalami perubahan karena adanya
pencemaran. Sumber3sumber pencemaran menurut Sastrawijaya (2000), dibedakan
menjadi sumber domestik (perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit dan
sebagainya) dan sumber non domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan,
perikanan, transportasi dan sumber pencemar lainnya).
Daerah Provinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat
dijuluki Provinsi julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang
mempunyai ratusan sungai besar dan sungai kecil yang diantaranya dapat dan sering
dilayari. Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi
sumberdaya air yang sangat besar karena dialiri oleh Sungai Kapuas. Sungai Kapuas
merupakan sungai terpanjang di Indonesia yaitu 1.086 Km dan juga daerah aliran
sungai memiliki luas 98.249 Km2, dimana terdapat 33 sungai induk dan 11
cabang. Sungai Kapuas ini memiliki nilai dan fungsi strategis bagi masyarakatnya serta
mempunyai peran yang sangat besar dalam era pembangunan di daerah Provinsi
Kalimantan Barat.
Beberapa masalah lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat telah
menjadi issu pokok lingkungan yang berpengaruh terhadap penciptaan kualitas
lingkungan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat
umumnya, diantaranya kualitas peranan badan air Sungai Kapuas. Saat ini trennya
menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kualitas sebagai akibat adanya buangan
limbah industri, buangan limbah domestik (perumahan), pembukaan lahan,
ekstensifikasi perkebunan dan hasil akhirnya berupa residu pupuk, pestisida dan lain
sebagainya. Hal ini akan berakibat menurunnya daya tampung perairan sungai tersebut.
"2 '( 1 4
Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. Peningkatan pemakaian
sumberdaya air yang tidak terkendali cenderung akan meningkatkan potensi terjadinya
pencemaran sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ketersediaan
sumberdaya air. Pertumbuhan ekonomi dapat tercapai apabila adanya pembangunan
secara berkesinambungan, sementara pembangunan pada hakekatnya dapat dilakukan
melalui pemanfaatan sumberdaya alam oleh kegiatan industri. Disamping menghasilkan
produksi industri juga menghasilkan produk samping yang disebut limbah. Setiap
produk diperlukan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, sementara limbah
merupakan ancaman bagi ekosistem karena dapat merugikan atau mengurangi
kesejahteraan.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk baik untuk
memasak, minum, mencuci maupun mandi. Bagi kebanyakan penduduk secara
tradisional penggunaan air bersih masih bersumber dari sungai dan air hujan. Daerah
Provinsi Kalimantan Barat, khususnya Kota Pontianak penggunaan air bersih masih
bersumber dari sungai/danau dan air hujan.
Berkenaan dengan fungsi Daerah Aliran Sungai Kapuas, bahwa ketergantungan
masyarakat akan keberadaannya sangat tinggi. Tetapi ketergantungan masyarakat yang
sangat tinggi tidak diikuti dengan perilaku masyarakat yang baik terhadap fungsi dan
keberadaan Sungai Kapuas. Hal ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air yang
pada akhirnya akan menurunkan nilai dan fungsi strategisnya sehingga menimbulkan
kerugian bagi masyarakat itu sendiri.
Dalam pemanfaatannya Daerah Aliran Sungai Kapuas masyarakat sering
melupakan untuk menjaga kelestarian fungsinya dan seringkali menjadikan badan
Sungai Kapuas tersebut menjadi terminal akhir dari pembuangan limbah kegiatan yang
berada di sepanjang perairan Sungai Kapuas. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Barat (2003), disebutkan bahwa sebanyak 28% masyarakat Kalimantan
Barat pada umumnya menggunakan air sungai sebagai sumber air untuk kebutuhan
Tahun 2002 bahwa sebanyak 12.996 kasus penyakit yang sebabkan antara lain dari
pemanfaatan sumber air sungai.
"25 '( 3/ ' / (
Pembangunan, pertumbuhan dan pemanfaatan Sumberdaya yang menunjang
berbagai kepentingan pembangunan di wilayah Kota Pontianak dan sekitarnya
memberikan kontribusi yang besar terhadap beban pencemaran yang masuk melalui
sungai dan perairannya. Beban pencemaran di Sungai Kapuas bertambah berat baik
yang disebabkan oleh alam maupun aktifitas manusia. Berbagai kegiatan pembangunan
seperti pariwisata, pertanian, pertambangan, industri, perhubungan dan lain3lain
menambah kompleksnya permasalahan pencemaran yang terjadi.
Masyarakat daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya Kota Pontianak,
Sungai Kapuas layak disebut sebagai jantung kehidupan mereka. Pemanfaatannya
bukan hanya untuk cuci, mandi, dan minum, melainkan juga sebagai sumber nafkah.
Sungai Kapuas bersama anak sungainya telah menjadi urat nadi kehidupan masyarakat
Kalimantan Barat.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kalimantan Barat Tahun 2000, sampai
saat ini sebanyak 1.031 unit perahu motor serta 156 unit speed boad melayani
pengangkutan sungai di daerah itu. Daya angkut perahu motor yang ada berkisar 5 ton 3
20 ton. Rute yang dilayani antara lain dari Kota Pontianak – Sanggau – Sintang 3
Putussibau pergi pulang untuk mengangkut barang kebutuhan pokok. Kehadirannya
setidaknya telah mampu meminimalisasi kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat
kota serta desa. Hubungan antar mereka menjadi lebih dekat, hasil pertanian bisa
dipasarkan, kebutuhan pokok dapat dibeli. Semuanya itu berkat jasa perahu motor yang
setiap hari melayani angkutan barang dan penumpang menyusuri alur sungai dari serta
ke kawasan pedalaman, terpencil dan hulu sungai.
Pemakaian air sungai untuk keperluan berbagai sektor tersebut, menyebabkan
sifat fisik, kimia dan biologi air dalam badan air sungai sering mengalami perubahan
karena adanya pencemaran. Air buangan yang berasal dari aktivitas kegiatan industri,
perdagangan, permukiman dan transportasi yang di buang ke perairan sungai sangat
dengan peruntukannya akan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, terutama
bagi masyarakat yang berada pada sepanjang pinggiran atau tepian Sungai Kapuas,
dengan kondisi demikian pengelolaan sungai secara berkelanjutan dapat diwujudkan.
Kualitas perairan sungai merupakan suatu alat yang dapat menduga dan
mengevaluasi terjadinya perubahan lingkungan. Kualitas air dari suatu perairan dapat
dinyatakan baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai
dengan peruntukannya, seperti bahan baku air minum, prasarana/sarana rekreasi,
industri, perikanan, peternakan dan pertanian. Suatu perairan dikatakan telah tercemar
apabila beban pencemarnya telah melampaui kriteria baku mutu air yang ditentukan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Kondisi ini bila tidak dikelola
dengan baik akan segera menimbulkan dampak yang negatif terhadap masyarakat Kota
Pontianak, khususnya masyarakat yang berada di pinggiran Sungai Kapuas tersebut.
Gambaran tentang kualitas air Sungai Kapuas dapat diketahui dengan
melakukan suatu pengamatan terperinci yang berkaitan dengan keadaan, kondisi
lingkungan sekitar daerah aliran Sungai Kapuas serta mengumpulkan data sekunder dan
data primer hasil analisis parameter fisik, kimia dan biologi, kemudian dibandingkan
dengan baku mutu air minum Kelas I berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Hasil analisis
ini nantinya akan menggambarkan apakah telah terjadi penurunan kualitas air atau tidak.
Kerangka pemikiran yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini dapat dilihat
6
7 ( " 3 ( /'( 3/ +' / (
3333 : Ruang Lingkup Penelitian
"28 9 ' '
Tujuan dari penelitian adalah:
1. Menentukan tingkat kualitas air dan status mutu air Sungai Kapuas di Kota
Pontianak.
2. Menentukan daya tampung Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
3. Mengkaji pencemaran limbah cair dari kegiatan industri yang berada di pinggiran
Sungai Kapuas, Kota Pontianak.
Aktivitas Masyarakat di Sekitar Sungai Kapuas Kota Pontianak
Permukiman Pabrik/Industri Transportasi/perhubungan Perdagangan
Analisis Air Sungai Kapuas
Analisis Kualitas Air Sungai Kapuas (PP No.82 Tahun 2001)
Penentuan Daya Tampung Penentuan
Status Pencemaran
Pengendalian Pencemaran Perairan Sungai Kapuas, Kota Pontianak
PENCEMARAN LIMBAH
"2! +% '
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Kualitas air Sungai Kapuas di Kota Pontianak sudah melewati baku mutu untuk
berbagai keperluan.
2. Daya tampung Sungai Kapuas di Kota Pontianak sudah terlewati.
"2: 1 & ' '
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan kepada pihak pemerintah dan pihak terkait dalam
mengelola lingkungan diperairan Sungai Kapuas.
2" /% %3 3
Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan
memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan
untuk menekan masalah yang timbul sebagai akibat dari perubahan global yang
disebabkan manusia (Forman, 1996). Sungai terdiri dari bagian3bagian yang berperan
penting secara ekologis. Maryono (2003) menyatakan bahwa sempadan sungai sering
juga disebut dengan bantaran sungai namun sebenarnya ada sedikit perbedaan, karena
bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir (%
).
Bantaran sungai bisa juga disebut bantaran banjir, sedangkan sempadan sungai
adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai ( ) yang
mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang diperlukan terkait
dengan letak sungai (misal areal permukiman dan non permukiman). Sempadan sungai
(terutama di daerah bantaran banjir) merupakan daerah ekologi dan sekaligus hidrolis
sungai yang sangat penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan
sungai nya (alur sungai) karena secara hidrolis dan ekologis merupakan satu kesatuan.
Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi
memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga
kecepatan air ke hilir dapat dikurangi.
Sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat
mekanisme % ke sungai dan % ke air tanah. Proses % % tersebut
merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Secara
ekologis sempadan sungai merupakan habitat dimana komponen ekologi sungai
berkembang. Jika sistem ekologi dan hidrolis sempadan sungai ini terganggu, misalnya
dengan adanya bangunan di atasnya, maka fungsi ekologis dan hidrolis yang sangat
vital tersebut akan rusak.
Ekosistem sungai merupakan bagian dari ekosistem perairan mengalir.
Ekosistem perairan mengalir ini bervariasi ukurannya mulai dari sungai yang memiliki
m3/detik) hingga sungai dengan debit sangat kecil (beraliran tenang). Berdasarkan panjangnya, sungai bervariasi mulai dari anak3anak sungai dipegunungan hingga
sungai3sungai yang besar. Kondisi sungai seperti di atas merupakan faktor3faktor
abiotik dari ekosistem perairan mengalir yang akan memberikan respon terhadap
komunitas biotiknya (Basmi, 1999).
Sungai mentransportasikan bahan3bahan yang tererosi (terlarut maupun
tersuspensi) dalam jumlah yang sangat besar dari lahan bagian atas menuju dataran yang
lebih rendah dan akhirnya bermuara di lautan (Wetzel, 2001). Sungai dicirikan oleh arus
yang searah dan relatif kencang. Kecepatan arus berkisar antara 0,1 3 1,0 m/detik.
Kecepatan arus ini sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase.
Sungai merupakan tempat terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh
sehingga pada sungai tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan
tergenang (lentik). Kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan
sedimentasi merupakan empat hal yang paling berperan dalam ekosistem perairan
mengalir dan dalam pengklasifikasian perairan mengalir (Effendi, 2003).
Secara garis besar sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Reid, 1961):
1. Sungai Bagian Hulu. Pada bagian ini /kemiringan dasar sungai cukup besar
sehingga air bergerak dengan arus yang cepat. Substrat dasar pada bagian ini
umumnya terdiri dari bebatuan dan kerikil, namun pada bagian dimana arusnya
cukup pelan ( ) ditemukan juga substrat pasir dan detritus organik dalam jumlah
yang sedikit.
2. Sungai Bagian Tengah. Pada bagian ini /kemiringan dasar sungai tidak
terlalu besar sehingga air bergerak dengan arus yang lebih pelan dibandingkan pada
bagian hulu. Substrat dasar pada sungai bagian ini umumnya didominasi oleh
material kasar seperti pasir, sedangkan lumpur hanya ditemukan pada bagian sungai
yang sedikit tergenang ( ) dan pinggiran sungai.
3. Sungai Bagian Hilir. Bagian ini terletak dekat mulut sungai. Substrat dasar
umumnya terdiri dari lumpur dan deritus organik. Batas garis pantai pada bagian ini
tidaklah jelas karena sungai memiliki daerah dataran banjir yang luas. Sungai pada
Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu (Reid, 1961):
a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang senantiasa berair sepanjang tahun.
b. Sungai Intermitten, yaitu sungai yang dapat mengering (terutama pada musim
kemarau yang panjang).
c. Sungai Episodik, yaitu sungai yang hanya berair sewaktu hujan.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya
terjadi suatu proses interaksi antara faktor3faktor biotik, abiotik dan manusia. DAS
merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung3punggung
bukit atau gunung, maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan
yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik control ( ).
Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan ( ) ke dalam DAS, proses yang
terjadi dan berlangsung didalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran ( ) dari
ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan,
sedangkan komponen keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen. Komponen3
komponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan saluran/sungai dalam hal ini bertindak
sebagai prosesor (Suripin, 2001).
Lingkungan sungai merupakan suatu bentuk lingkungan ekologis yaitu
lingkungan (air mengalir) yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran, turbiditas dan
suhu serta kedalaman air (Nurisjah, 2001). Selanjutnya Nurisjah (2001) menyatakan
sungai merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan pada suatu alur
yang panjang di atas permukaan bumi dan merupakan salah satu badan air lotik yang
utama. Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban
manusia di dunia ini, yakni dengan menyediakan banyak daerah subur yang umumnya
terletak di bagian lembahnya.
Sungai juga merupakan sebagai salah satu elemen kehidupan manusia yang
paling utama dan sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas dan
komunikasi antar manusia. Sungai juga berhubungan erat dengan kehidupan sehari3hari
manusia. Di daerah pegunungan, air digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik,
bermanfaat sebagai tempat rekreasi berbasis air sungai (bersampan, memancing, arung
jeram, dan lain3lain), pariwisata dan kegiatan perikanan.
Ruang3ruang sungai yang melintas areal pemukiman padat biasanya dipelihara
dengan baik sebagai suatu bentuk ruang terbuka. Ruang3ruang sungai memiliki manfaat
lingkungan yang tinggi, terutama dalam upaya mengendalikan kualitas lingkungan dan
untuk areal rekreasi. Ruang3ruang sungai juga digunakan sebagai saluran pembuangan
air selokan kota dan air buangan dari areal pertanian.
Sifat dan karakter suatu sungai dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah aliran
sungai (DAS) serta kemiringannya. Lokasi anak sungai dalam suatu DAS terutama
ditentukan oleh keadaan daerahnya (Nurisjah, 2001). Bagian dari ekologi sungai adalah
badan air yaitu lingkungan perairan sungai sebagai suatu ekosistem, habitat dan sumber
daya alam yang selain merupakan objek yang dipengaruhi manusia juga merupakan
subyek yang dapat mempengaruhi kehidupan dan perikehidupan manusia. Sebagai suatu
ekosistem, kualitas dan kuantitas air sungai pada suatu sub sistem akan dipengaruhi oleh
sub sistem lainnya, yaitu dari sub sistem hulu sampai dengan sub sistem hilir antara sub
sistem airnya dan sub sistem sempadan sungai serta sub sistem daratan tangkapan airnya
(Tim Prokasih, 2004).
2 ' ,' ( '( (
Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan
biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni
(1989), pencemaran adalah peristiwa adanya penambahan bermacam3macam bahan
sebagai hasil dari aktivitas manusia, kedalam lingkungan yang biasanya dapat
memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungannya. Pencemaran juga
terjadi apabila ada gangguan terhadap daur suatu zat, sehingga terjadi pembuangan
(Soemarwoto,1992).
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, menyatakan pencemaran air
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain
ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai peruntukkannya (Anonim, 2001).
bahan oleh manusia kedalam perairan, sehingga merusak atau membahayakan
kehidupan organisme di dalamnya, berbahaya bagi kesehatan manusia, mengganggu
aktivitas perairan termasuk penangkapan ikan, merusak daya guna air dan mengurangi
keindahan. Menurut Kristanto (2002), pencemaran air adalah penyimpangan sifat3sifat
air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya.
Harsanto (1995), mengatakan bahwa air dikatakan tercemar jika mengalami hal3
hal berikut :
1. Air mengandung zat, energi dan atau komponen lain yang dapat merubah fungsi air
sesuai peruntukkannya atau disebut parameter pencemaran.
2. Kandungan parameter pencemaran didalam air telah melampaui batas toleransi
tertentu atau disebut baku mutu hingga menimbulkan gangguan terhadap
pemanfaatannya. Dengan kata lain tidak sesuai dengan peruntukannya.
25 7'( ' ,' ( '( (
Di Indonesia banyak sungai yang telah mencapai taraf pencemaran yang
merugikan, khususnya sungai3sungai yang alirannya melalui daerah perkotaan (daerah
padat penduduk) dan wilayah perindustrian (Saeni, 1989). Penyebab pencemaran
sebenarnya berasal dari sisa3sisa benda yang dibuat, dipakai dan dibuang oleh manusia.
Selain itu pencemaran juga berasal dari lolosnya sebagian/sisa bahan baku yang
digunakan dalam proses suatu produksi. Pencemaran meningkat bukan hanya
disebabkan oleh meningkatnya pemakaian lahan oleh manusia, tetapi juga disebabkan
oleh meningkatnya tuntutan hidup manusia dari tahun ke tahun (Odum, 1971).
Pembuangan limbah industri dan domestik ke badan air merupakan penyebab
utama pencemaran air. Ekosistem dalam badan air mempunyai kapasitas pemurnian
tertentu. Dalam aliran yang alamiah terjadi siklus yang seimbang antara kehidupan flora
dan fauna air. Pencemaran akibat pembuangan limbah industri maupun limbah domestik
akan mengganggu sistem yang ada. Air mempunyai kemampuan untuk memurnikan
dirinya sendiri secara biologis selama beban pencemar yang diterimanya tidak melebihi
batas (Suripin, 2001).
Kegiatan pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
pestisida (Sutamihardja, 1992). Di dalam suatu daerah aliran sungai, penurunan kualitas
air terutama disebabkan oleh limbah domestik, limbah industri, kegiatan pertambangan
dan limbah pertanian. Penggunaan lahan untuk bidang pertanian yang melampaui batas
di daerah hulu sungai akan mempengaruhi kualitas daerah perairan hilir dan muara
sungai (Mahbub, 1986).
Menurut Manan (1977), masalah kualitas air sungai terutama disebabkan oleh
kandungan sedimen dalam air sungai akibat terjadinya erosi pada bagian DAS, terutama
di bagian hulu. Kualitas perairan merupakan tingkat kesesuaian air terhadap
penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk
memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau
pertanian, peternakan, rekreasi dan transportasi. Kualitas perairan yang dapat digunakan
untuk menentukan tingkat pencemaran air mencakup tiga karakteristik yaitu:
1. Sifat3sifat fisik air, seperti suhu, daya hantar listrik, kekeruhan, konsentrasi padatan
terlarut dan tersuspensi.
2. Sifat3sifat kimia air, seperti nilai pH, oksigen terlarut, BOD, COD, minyak dan
lemak, logam berat dan bahan pencemar lainnya.
3. Sifat3sifat biologis air, seperti adanya bakteri & yang merupakan
salah satu indikator yang menunjukkan pencemaran air (Suripin, 2001).
28 ( '( # / 1 (
Kualitas air sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan pencemar di dalam air.
Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, menggolongkan air berdasarkan
peruntukannya menjadi 4 (empat) kelas yaitu :
1. Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
3. Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang di tegang
keberadaannya di dalam air. Baku mutu air ini ditetapkan pemerintah berdasarkan
peraturan undang3undang dengan mencatumkan pembatasan konsentrasi dari berbagai
parameter kualitas air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan suatu badan
air, sedangkan baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang akan masuk ke
1
52" / # ' +
Penelitian ini dilakukan di daerah aliran Sungai Kapuas di Kota Pontianak, yang
mana banyak dijumpai berbagai aktivitas manusia seperti industri, pelayaran (dermaga),
pasar, pemukiman di daerah tersebut. Pengambilan sampel dilakukan di lima stasiun
pengamatan di aliran Sungai Kapuas di Kota Pontianak, Stasiun I Muara Jungkat
terletak antara 00o03’ 48,4” LS hingga 109o11’ 30,0” BT, Stasiun II TPI terletak antara 00o 00’ 06,2” LS hingga 109o18’ 05,8” BT, Stasiun III Depan Korem terletak antara 00o01’ 15,4” LS hingga 109o20’ 22,6” BT, Stasiun IV Simpang Sungai Landak Hilir terletak antara 00o 01’ 07,2” LS hingga 109o 21’ 54,3” BT dan Stasiun V Sudarso terletak antara 00o 03’ 27,0” LS hingga 109o 22’ 03,4” BT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Ke Lima stasiun pengamatan tersebut adalah :
1. Stasiun 1 : Muara Jungkat .
2. Stasiun 2 : TPI (aktivitas manusia yang dijumpai adalah dermaga, pasar
dan permukiman Kecamatan Sei. Kakap Kota Pontianak)
3. Stasiun 3 : Korem (aktivitas manusia yang dijumpai adalah industri
crumb rubber, tempat hiburan, penginapan dan pemukiman
di Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak)
4. Stasiun 4 : Simpang Sungai Landak Hilir (aktivitas manusia yang
dijumpai adalah industri playwood dan permukiman di
Kecamatan Sei Raya Kota Pontianak)
5. Stasiun 5: Sudarso (aktivitas manusia dijumpai adalah industri
playwood, Rumah Sakit dan permukiman Kecamatan
Sei.Raya Kota Pontianak)
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2006 sampai dengan Maret 2007,
pengambilan sampling ulangan I dilakukan pada tanggal 3 Januari 2007, ulangan II
pada tanggal 6 Februari 2007, ulangan III pada tanggal 15 Februari 2007 dan ulangan
IV pada tanggal 7 Maret 2007.
52 4 #
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dan bahan yang
digunakan untuk mengukur paramater pH, DO, BOD dan TSS. Adapun alat yang
digunakan meliputi: botol sampel, cawan Goch atau penyaring yang dilengkapi
penghisap atau penekan, kertas saring berpori 0,45 Lm, alat pendingin (" ' ! ), oven pemanas, desikator, neraca analitik kapasitas 200 gram ketelitian 0,1 mg, penjepit, pH
meter, labu ukur 1 liter, , DO meter, Botol BOD 300 ml, pengaduk otomatis,
lemari pengeram BOD, aerator, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, labu ukur 100 ml dan
1000 ml, gelas piala 100 ml dan 2000 ml, tabung COD, buret, pipet 10 ml, labu
erlemeyer 100 ml, tabung reaksi, tabung durham, kapas, pembakar bunsen, GPS (( ) ), alat tulis menulis, label dan alat pengambil contoh air. Bahan yang digunakan meliputi : sampel air sungai, air suling, larutan buffer pH, larutan campuran
Teknik sampling untuk pengambilan contoh air yang dianalisis dilaksanakan
secara komposit pada musim kemarau. Pengambilan contoh ini dilakukan pada tiga
lapisan, yaitu pada permukaan, tengah dan bagian bawah sungai. Contoh air dari ketiga
lapisan tersebut dicampur sampai homogen. Contoh air tersebut dimasukkan ke dalam
botol polietilen sampai penuh dengan diberi pengawet HNO3 untuk logam berat,
kemudian di tutup rapat, diberi label dan di bungkus dengan menggunakan alumunium
foil, setelah itu dimasukkan ke dalam ' dan siap dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Analisis air dilakukan di Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
yang merupakan salah satu laboratorium lingkungan daerah. Penentuan parameter yang
diteliti berdasarkan jenis3jenis kegiatan yang terdapat sepanjang aliran Sungai Kapuas.
Metode analisis yang digunakan disesuaikan dengan parameter yang diteliti
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter fisik, kimia, biologi air dan metode analisisnya
%
mg/L Gravimetri SNI M 30331989
2. Padatan Terlarut mg/L Gravimetri SNI M 30331989
3. Suhu 0C Termometer SNI 063241331991
4. DHL L mhos/cm Konduktometri SNI M 30331989
5. pH 3 pH meter SNI 063241331991
6. Air Raksa ppb AAS SNI M 3 83 31990
7. BOD mg/L Winkler,inkubasi SNI M 3 69 31990
8. COD mg/L Bikromat,Refluks SNI M3 70 3 1990
9. Khlorida mg/L Titrimetri SNI M3 70 3 1990
10. Nitrit mg/L Spektofotometrik SNI M3 53 3 1990
11. Ammoniak mg/L Spektofotometrik SNI M3 70 3 1990
12. Timbal mg/L AAS SNI M 3 83 31990
13. fenol ug/L Amino Antipirin SNI M 3 83 31990
% %3
525 ' 3 + '/ #'(
Data pendukung dikumpulkan dari perbagai instansi terkait yang ada di Kota
Pontianak dan Provinsi Kalimantan Barat seperti BPS, Bappeda, Bapedalda, Dinas Tata
Kota, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kantor Kecamatan Kota Pontianak,
Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, BMG, Dinas Pertambangan dan Energi
Sumberdaya Mineral. Data pendukung meliputi data kependudukan, data iklim, data
kualitas air Sungai Kapuas hasil pemantuan tahun 2002 – 2005, data debit air sungai
dan potensi pertambangan emas.
528 1' %#'
Untuk mengevaluasi apakah kualitas air Sungai Kapuas layak dimasukkan ke
dalam klasifikasi Kelas I, maka tiap parameter kualitas air hasil analisis dibandingkan
dengan mutu air Kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Parameter3
parameter kualitas air yang telah melewati batas maksimum yang diperbolehkan,
dipelajari sejauh mana penyimpangannya dari baku mutu yang telah ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang3undangan yang berlaku.
5282" ( 3 # +' ,' (
Hasil pengukuran karakteristik kualitas air (fisika, kimia dan biologi) yang
diperoleh dibandingkan dengan standar baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Pencemaran Air. Status kualitas lingkungan Sungai Kapuas ditetapkan dengan
menggunakan metode Storet. Status kualitas lingkungan perairan ditetapkan untuk
setiap titik stasiun pengamatan. Pada prinsipnya metode ini membandingkan antara data
kualitas dengan baku mutu yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan
Tahapan analisis data untuk menentukan indeks STORET adalah sebagai
berikut :
1. Data hasil pengukuran untuk tiap parameter dibuat tabulasi nilai kadar
maksimum, minimum maupun rerata yang kemudian dibandingkan dengan data
hasil pengukuran dan nilai baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya.
2. Jika hasil pengukuran pengukuran memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran
≤ baku mutu) maka diberi skor 0.
3. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu (hasil pengukuran > baku
mutu ) maka diberi skor sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.
4. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya
dari jumlah skor yang diperoleh dengan menggunakan Sistem EPA
(& + ) yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status lingkungan
( ' '( 4
+' 0 / % %3
Maksimum 31 32 33
Minimum 31 32 33
< 10
Rerata 33 36 37
Maksimum 32 34 36
Minimum 32 34 36
≥ 10
Rerata 36 312 318
Sumber : KepmenLH No. 115 Tahun 2003
Tabel 3 Penentuan status mutu perairan
' /%( (' '(
A = 0 Baik Sekali
B 31 s/d 310 Baik
C 311 s/d 330 Sedang
D > 330 Buruk
5282 $ + 3 3
Analisis daya tampung dilakukan dengan pengukuran secara langsung pada
stasiun pengamatan yang menuju ke muara sungai (KepMenLH Nomor 110 Tahun
2003). Cara perhitungan daya tampung didasarkan atas pengukuran langsung debit
sungai dan konsentrasi parameter3parameter yang diamati didalam sungai dengan
persamaan sebagai berikut :
; 7 * ... ( persamaan 1)
; < ) = " < " >:< 5 < 8 < 5: ?....( persamaan 2)
KDTi= Daya tampung sungai dalam satuan konsentrasi (mg/L)
BPTi= Daya tampung sungai parameter ke3i dalam satuan beban (kg/bulan)
Cbmi = Konsentrasi baku mutu parameter ke3i untuk kelas tertentu ( I, II, III atau IV)
Q = Debit sungai ( m3/s)
@
1
82" ' # %/ ' '
Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat dengan luas
wilayah 107,82 km2. Secara geografis Kota Pontianak terletak pada 0 02’24” LU3
0 01’37” LS dan 109 16’25”BT 3 109 23’04” BT dan berada pada ketinggian antara
0,10 meter sampai 1,50 meter di atas permukaan laut. Wilayah penelitian adalah Sungai
Kapuas yang merupakan bagian dari wilayah Kota Pontianak dengan sempadan 100
meter di kiri kanan sungai (Gambar 3).
Ket: = Sungai Kapuas di batas wilayah penelitian
Kota Pontianak secara keseluruhan berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Pontianak, yaitu :
Bagian Utara : Kecamatan Siantan
Bagian Selatan : Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai Kakap dan
Kecamatan Siantan
Bagian Barat : Kecamatan Sungai Kakap
Bagian Timur : Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai
Ambawang.
Adapun batas wilayah penelitian adalah:
Bagian Utara : areal/kawasan industri, perdagangan dan pemukiman
Bagian Selatan : areal/kawasan industri, perdagangan dan pemukiman
Bagian Barat : areal/kawasan perdagangan, jasa dan pemukiman
Bagian Timur : areal/kawasan pemukiman dan industri.
Sejak Tahun 2002 Kota Pontianak dibagi menjadi lima kecamatan dengan
Peraturan Daerah Kota Pontianak No.5 tahun 2002, di mana hampir seluruh kelurahan
di lima kecamatan tersebut berada di tepian Sungai Kapuas. Terdapat 16 kelurahan
(67%) dari 24 kelurahan Kota Pontianak, dan sekitar 25,40% bagian wilayah Kota
dialiri Sungai Kapuas. Secara administratif dan geografis terlihat besarnya peran dan
kontribusi Sungai Kapuas terhadap kota dan masyarakat, baik sebagai sarana
transportasi, pemukiman, industri, mata pencaharian serta sebagai sumber air bersih
kota yang dikelola oleh PDAM. Penggunaan lahan yang terdapat di tepian sungai
didominasi oleh kegiatan industri, bangunan umum dan pemukiman penduduk serta
Tabel 4 Kecamatan dan kelurahan di Kota Pontianak yang berada di tepian 2. Benua Melayu Laut 3. Benua Melayu Darat 4. Parit Tokaya
13. Sungai Jawi Dalam 14. Sungai Jawi Luar 15. Sungai Beliung
Bagian Kota yang dialiri Sungai Kapuas
82"2" 4 ' # # /
Penduduk Kota Pontianak pada tahun 2003 mencapai 492.990 jiwa dengan tingkat kepadatan 4.572 jiwa/km2(Tabel 5).
Tabel 5 Kepadatan penduduk berdasarkan Luas (km2)
% ', A ' ( 4 =/ ? 4 02. Benua Melayu Laut
03. Benua Melayu
13. Sei Jawi Dalam 14. Sei Jawi Luar 15. Sungai Beliung
KOTA PONTIANAK " .D 8C 2CC 82!
Konsentrasi penduduk berada pada Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak
Selatan. Selama periode 200032003 populasi mengalami pertumbuhan rata3rata 2% per
tahun. Pertumbuhan yang tinggi terjadi pada Kecamatan Pontianak Timur dan
Kecamatan Pontianak Barat bila dibandingkan dengan Kecamatan Pontianak Selatan
dan Kecamatan Pontianak Utara, namun secara detil ada wilayah kelurahan di
kecamatan tersebut yang padat dan ada yang longgar. Hal ini disebabkan oleh peranan
dua kecamatan tersebut sebagai pusat administrasi, perdagangan dan jasa antara lain
dengan banyaknya kantor3kantor pemerintahan dan swasta serta area perdagangan.
82"2 /
Kota Pontianak beriklim tropis dengan suhu rata3rata berkisar antara
26,2 3 27,5 °C, kelembaban udara rata3rata 86,17%, lama penyinaran matahari rata3rata
59,16%, serta curah hujan rata3rata pertahun 3101 mm/tahun. Menurut klasifikasi iklim
Schmidt dan Ferguson kawasan Sungai Kapuas termasuk ke dalam tipe iklim B dengan
jumlah curah hujan pertahun 3096 mm/tahun, kecepatan angin rata3rata 4,833 knot/jam.
Berdasarkan data iklim pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Kota Pontianak termasuk
kota yang memiliki suhu dan kelembaban yang cukup tinggi.
Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus,
sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Januari. Kota
Pontianak sering mengalami hujan dengan jumlah yang besar, sehingga menyebabkan
timbulnya permasalahan banjir dan erosi untuk bulan3bulan tertentu pada daerah3daerah
yang peka seperti daerah bantaran sungai. Pengaruh suhu, penyinaran dan kelembaban
relatif juga berperan dalam kenyamanan manusia.
Suhu udara pada siang hari relatif tinggi yaitu berkisar antara 26°C–27°C dan
penyinaran matahari berkisar antara 53%362%. Kelembaban udara berkisar antara 83%–
89% dan kecepatan angin rata3rata sebesar 4,8 knots/jam menunjukkan kecepatan yang
cukup lembut. Kecepatan angin juga berguna untuk mengimbangi terik matahari pada
Tabel 6 Data iklim Kota Pontianak Tahun 199532004
1995 253,8 26,6 85,5 56,1 1011,0 4,8
1996 256,3 26,4 83,7 57,4 1010,7 4,9
1997 225,3 26,3 82,9 53,2 1012,0 4,6
1998 325,7 26,9 87,4 56,9 1011,1 5,3
1999 243,3 26,3 87,3 62,6 1009,9 5,3
2000 262,9 26,5 89,0 61,8 1009,9 4,9
2001 264,9 26,5 86,2 61,3 1010,1 5,0
2002 228,4 26,9 86,7 61,4 1010,8 4,3
2003 265,6 26,8 86,1 59,6 1010,6 4,5
2004 258,8 26,7 86,9 61,3 1010,5 4,8
Sumber : Stasiun BMG Supadio Pontianak, 2005.
82"25 #(% %3
Kota Pontianak terletak diantara dua buah sungai yaitu Sungai Kapuas dan
Sungai Landak dengan lebar bervariasi berkisar antara 170 – 1.400 m. Badan air
Sungai Kapuas terdiri dari 3 bagian yaitu ; (1) Sungai Kapuas Besar dengan panjang
5,7 Km, lebar 600 31150 m dan lebar rata3rata 8,3 m, (2) Sungai Kapuas Kecil dengan
panjang 4,8 Km, lebar 190 – 245 m dan rata3rata 16 m, (3) Sungai Landak dengan
panjang 4,6 Km lebar sungai 210 – 220 m, lebar rata3rata 253 m, kedalaman sungai
antara 7 – 12 m atau rata3rata 8,3 m. Sungai Kapuas berfungsi sebagai sarana
transportasi, mata pencaharian masyarakat, sumber air bersih, , dan
sebagai drainase kota.
Pada Sungai Kapuas dan Sungai Landak terdapat sungai3sungai serta parit3parit
yang terletak tersebar di beberapa wilayah kecamatan, fungsinya antara lain sebagai
drainase kota dan tranportasi. Parit3parit tersebut yaitu Parit Sungai Jawi yang terletak
Kecamatan Pontianak Selatan, Parit Sungai Selamat dan Parit Malaya di Kecamatan
Pontianak Utara. Penyebaran parit dan sungai di Kota Pontianak tertera pada Tabel 7.
Tabel 7 Sungai dan Parit di Kota Pontianak
%2 ', ' ( 4 3 A ( ' '( 3
="? = ? =5? =8? =!?
1. Pontianak Utara Batu Layang 3 SungaiKapuas Besar 3 Parit Sungai Kunyit
Sungai Utama 3 Sungai Kapuas Besar Sungai Utama 3 Parit Makmur
3 Parit Sungai Pulut
3 Parit Sungai Selamat 3 Panjang 6 Km Siantan Hilir
3 Parit Sungai Sahang
Sinatan Tengah 3 Sungai Kapuas Besar Sungai Utama 3 Parit Wan Salim
3 Parit Pekong 3 Parit Makmur 3 Parit Banseng
Siantan Hulu 3 Sungai Landak Sungai Utama 3 Parit Jawa
3 Parit Malaya 3 Panjang 5.96 Km 3 Parit Nenas
3 Parit Pengeran
2. Pontianak Selatan BangkaBelitung 3 Sungai Kapuas Kecil Sungai Utama 3 Parit Sungai Raya
3 Parit H. Husin 3 Parit Bangka 3 Parit Bansir
Benua Melayu Laut 3 Sungai Kapuas Kecil Sungai Utama 3 Parit Bansir
3 Parit Tokaya 3 Parit Setia Budi 3 Parit Besar Benua Melayu
Darat
3 Sungai Kapuas Kecil Sungai Utama 3 Parit Tokaya 3 DAS > 1.00 Ha 3 Parit Besar
Parit Tokaya 3 Parit Tokaya 3 Panjang 7,5 Km 3. Pontianak Timur Parit Mayor 3 Sungai Kapuas Kecil Sungai Utama
3 Parit Mayor
Banjar Serasan 3 Sungai Kapuas Kecil 3 Parit H. Yusuf Karim Saigon 3 Parit H. Yusuf Karim
3 Parit Semerangkai
Tanjung Hulu 3 Sungai Landak Sungai Utama 3 Parit Daeng Lasibe
3 Parit Langgar
Tanjung Hilir 3 Sungai Landak Sungai Utama 3 Parit Kongsi
="? = ? =5? =8? =!?
Dalam Bugis 3 Sungai Kapuas Besar Sungai Utama 3 Parit Semerangkai
3 Parit Wan Bakar Kapur 3 Parit Beting
3 Parit Tembelan 3 Parit Kongsi 3 Parit Pangeran Pati
Tembelan Sampit 3 Sungai Kapuas Kecil Sungai Utama 3 Parit Tembelan
3 Parit Wan Bakar Kap 3 Parit Pangeran Pati 4. Pontianak Barat Pal Lima 3 Parit Sungai Jawi
3 Parit Nipah Kuning Sungai Jawi Dalam 3 Parit Sungai Jawi
Sungai Jawi Luar 3 Sungai Kapuas Besar Sungai Utama 3 Parit Sungai Jawi
3 Sungai Beliung
5. Pontianak Kota Mariana 3 Sungai Kapuas Besar Sungai Utama 3 Parit Sungai Jawi 3 DAS > 1.00 Ha 3 Parit Syahbandar 3 Panjang 7,11 Km 3 Parit Mariana
Tengah 3 Parit S. Bangkong
Darat Sekip 3 Sungai Kapuas Besar Sungai Utama 3 Parit Besar
Sungai Bangkong 3 Parit S. Bangkong Sungai Jawi 3 Parit Sungai Kakap
Sumber : BPS Kota Pontianak, 2003
Tabel 7 diatas dapat dijelaskan bahwa parit Tokaya dengan panjang 7,5 Km dan
Parit Sungai Jawi dengan panjang 7,11 Km ( panjang keseluruhan 19,68 Km mencakup
Kabupaten Pontianak), merupakan saluran drainase perkotaan dengan kategori besar,
DAS lebih dari 1,00 Ha. Kedua parit ini merupakan saluran drainase induk dan daerah
tangkapan air dari hulu kawasan ini didominasi oleh jenis tanah gambut yang mudah
tererosi. Parit3parit ini sebelumnya dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana
transportasi, dan sampai sekarang kadang3kadang masih dijumpai untuk membawa
produksi pertanian dari daerah lain ke Kota Pontianak, sehingga pada kawasan
Parit Sungai Selamat panjang 6 Km dan Parit Malaya panjang 5,96 Km di
Kecamatan Pontianak Utara merupakan drainase yang meliputi kawasan tangkapan air
lahan gambut di bagian hulu. Parit3parit ini juga kadang3kadang dimanfaatkan
masyarakat sebagai sarana transportasi namun alat angkut yang digunakan jenis perahu
(sampan) yang kecil, sehingga tidak menimbulkan abrasi sepanjang bantaran sungai.
Pada bantaran Sungai Kapuas Besar yang terdapat di Kecamatan Pontianak Utara
(Kelurahan Batu Layang, Kelurahan Siantan Hilir) dan Kecamatan Pontianak Barat
(Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kelurahan Sungai Beliung) sepanjang bantaran sungai
yang bervegetasi mangrove sebagai kawasan konservasi berubah menjadi kawasan
pergudangan, pelabuhan dan permukiman (Bappeda Kota Pontianak, 2004). Bantaran
sungai ini telah terabrasi akibat gelombang dan kikisan ombak, karena sungai
merupakan sarana transportasi air.
82 ( 3 +
Hasil analisis kualitas air di perairan Sungai Kapuas di Kota Pontianak (Tabel 8)
menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Kapuas telah tercemar secara fisika, kimia dan
biologi. Tercemarnya perairan Sungai Kapuas tersebut disebabkan oleh adanya berbagai
macam aktivitas kegiatan seperti kegiatan domestik, transportasi laut (kapal3kapal
nelayan, kapal angkutan), industri dan kegiatan penambangan emas tanpa izin dari
daerah perhuluan yang bermuara ke Sungai Kapuas. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai
konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara 16,41 – 27,01 ppb yang terdapat pada semua
stasiun pengamatan telah melebihi baku mutu Kelas I, II, III dan IV.
Konsentrasi TDS ( ) sebesar 1233 mg/L pada Stasiun
Muara Jungkat telah melebihi baku mutu Kelas I, II dan III, sedangkan konsentrasi TSS
( ) sebesar 250 mg/L yang juga terdapat pada Stasiun Muara
Jungkat telah melebihi baku mutu Kelas I dan II. Konsentrasi ammoniak pada Stasiun
Muara Jungkat sebesar 0,98 mg/L, Stasiun Depan Korem sebesar 0,75 mg/L dan Stasiun
Simpang Landak Hilir sebesar 0,68 mg/L telah melebihi baku mutu Kelas I.
Konsentrasi BOD berkisar antara 3,06 – 3,9 mg/L dan konsentrasi COD berkisar
15 – 25 mg/L telah melebihi baku mutu Kelas I dan II. Hasil analisis untuk parameter
Stasiun lainnya telah melebihi baku mutu Kelas I, bahkan untuk Stasiun Muara Jungkat,
TPI dan Sudarso telah melebihi baku mutu Kelas II sampai dengan Kelas IV.
Nilai konsentrasi polutan tertinggi umumnya terdapat pada stasiun Muara
Jungkat. Hal ini dikarenakan pengaruh yang sangat besar dari daerah hulu terhadap
daerah hilir aliran sungai. Perubahan yang terdapat pada daerah aliran sungai di bagian
hulu, tidak hanya berdampak pada tempat kegiatan berlangsung (daerah hulu), tetapi
juga berdampak pada daerah hilir diantaranya dalam bentuk perubahan/fluktuasi debit
dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air sungai. Untuk
kosentrasi polutan pada stasiun TPI, Korem, Simpang Landak Hilir dan Sudarso secara
lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas di Pontianak
/ 1
4 DHL Lmhos/cm t.a t.a t.a t.a 2,175 0,032 0,012 0,020 0,020
KIMIA AN
8 Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (3) 0,0185 0,0168 0,0125 0,0235 0,0150
9 Ammoniak mg/L 0,5 t.a t.a t.a 0,98 0,40 0,57 0,68 0,43
10 Pb mg/L 0,03 0,03 0,03 1 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
11 Fenol ug/L 1 1 1 t.a 0,348 0,365 0,365 0,255 0,209
12 BOD mg/L 2 3 6 12 3,99 3,55 3,06 3,55 3,25
13 COD mg/L 10 25 50 100 25,00 15,00 18,75 21,25 24,00
Biologi
14 Fecal Coliform MPN/100
mL
100 1000 2000 2000 8 x 107 7 x 10
6
470 1 12 x 106
Dalam hubungannya dengan pencemaran air sungai, aliran air mempunyai
peranan yang sangat penting, karena aliran air (baik dalam bentuk aliran
permukaan/ % * %% maupun aliran bawah permukaan/ % %%)
merupakan agen/media utama pengangkutan, pemindahan dan penyebaran bahan3bahan
pencemar. Pencemaran di daerah aliran sungai selain ditentukan oleh jumlah (ada
tidaknya) bahan pencemar, juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar persentase air
yang jatuh dalam daerah aliran sungai yang berubah. Oleh karena itu diperkirakan pada
Stasiun Muara Jungkat merupakan daerah bertemunya arus Sungai Kapuas sehingga
terjadinya akumulasi penumpukan limbah cair/zat beracun yang berasal dari kegiatan
yang terdapat pada bagian hulu sungai ke bagian hilir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Sungai Kapuas yang dilakukan oleh
Bapedalda Provinsi Kalimantan Barat tahun 200332005 menunjukkan terjadinya
peningkatan konsentrasi beberapa paramater kualitas air Sungai Kapuas. Parameter3
parameter kualitas air yang telah melebihi baku mutu antara lain fisik ( TDS dan TSS ),
Kimia ( Nitrat, Nitrit, Ammoniak, Total fosfat, BOD dan COD ) dan Biologi (, %
dan , ) seperti terlihat pada Lampiran 3. Hal ini, mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas air dan meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke dalam
badan Sungai Kapuas (Lampiran 3).
82 2" ( ' '( & /
82 2"2" 4 (
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena
cahaya matahari yang di serap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan. Di
perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu
air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar
perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada
umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat
perkembangbiakan organisme perairan (Odum, 1993).
Suhu air sungai dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan air hujan, luas
menerima air limpasan. Kemudian suhu air sungai memperlihatkan perbedaan yang
nyata antara lapisan permukaan dan dasar perairan, suhu air di permukaan akan lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu air di lapisan dasar. Selain itu topografi juga akan
mempengaruhi suhu sungai, suhu di daerah hulu yang topografinya lebih tinggi
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di bagian hilir (Nybakken, 1988).
Hasil pengukuran suhu yang dilakukan pada lima stasiun pengamatan dengan
empat kali ulangan menunjukkan bahwa suhu air yang terendah terjadi pada stasiun 3
yaitu depan Korem sebesar 24,7 oC (ulangan I), dan suhu tertinggi pada Stasiun Soedarso sebesar 33 oC (ulangan III), seperti terlihat pada Gambar 4. Tabel 8 menunjukkan bahwa suhu air Sungai Kapuas berkisar 27,7 – 29,2 o C. Suhu terendah terdapat pada Stasiun Simpang Landak Hilir sedangkan suhu tertinggi pada Stasiun
Sudarso.
Catatan:
Baku mutu menurut Kls. I, Kls. II, dan Kls. III: deviasi 3oC dari keadaan alaminya
Baku mutu menurut Kls. IV: deviasi 5oC dari keadaan alaminya
Gambar 4 Hasil pengukuran suhu air (oC) Sungai Kapuas di Pontianak
Gambar 5 Curah hujan Kota Pontianak Tahun 2003 – 2007
Kisaran suhu ini sesuai dengan keadaan yang terdapat di perairan Sungai Kapuas
yaitu bulan Januari sampai dengan bulan April (Gambar 5), yang merupakan musim
hujan. Dimana pada kisaran suhu ini terdapat curah hujan yang tidak menentu dan
intensitas penyinaran matahari masih tinggi sehingga akan mempengaruhi suhu air
Sungai Kapuas. Menurut Wetzel (2001), bahwa perubahan suhu air sungai yang tinggi
pada ekosistem perairan di daerah tropika dengan arus yang cukup deras dan permukaan
air yang meningkat menunjukkan perubahan yang cepat dalam metabolisme hewan
akuatik, sehingga dapat menyerap/melarutkan senyawa kimia yang berasal dari buangan
limbah cair.
Selanjutnya di perjelas oleh pendapat Klein (1972) Yusuf (1994),
menyatakan bahwa suhu air yang tinggi dapat menambah daya racun senyawa3senyawa
beracun seperti NO3, NH3, dan NH3N terhadap hewan akuatik. Suhu yang tinggi ini juga #
$
! "
#$ $" %&# &#% & # & & & # '"
# (# &% &% & (% && #$ #$ $ &( '& #
' $& &%% '% #& &%( &' &' $ ' ( $ &#&
% &(# #' &" % ( &( #& #& &"& & $" #""
" (& $&)" )' &#)
* +