ANALI
DENG
PADA LE
P
UN
ISIS POT
GAN MET
EMBAGA
YANG T
PROGRAM
DEPART
FAKU
NIVERSIT
SKRIP
TENSI FIN
TODE AL
A KEUAN
TERDAF
OLEH
SOPIA
080503
M STUD
TEMEN A
ULTAS E
TAS SUM
MEDA
2013
PSI
NANCIAL
LTMAN
NGAN BU
FTAR DI B
H
AN
030
I AKUNT
AKUNTA
EKONOM
MATERA
AN
3
L DISTRE
Z- SCOR
UKAN BA
BEI 2008
TANSI
ANSI
MI
UTARA
ESS
RE
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Potensi Financial Distress dengan Metode Altman Z- score Pada Lembaga Keuangan Bukan Bank yang Terdaftar di BEI 2008 - 2012" adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 16 Juli 2013
Sopian
ABSTRAK
ANALISIS POTENSI FINANCIAL DISTRESS DENGAN METODE ALTMAN Z- SCORE PADA LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK
YANG TERDAFTAR DI BEI 2008 – 2012
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebenaran bahwa rasio keuangan Altman Z-score modifikasi mampu mempengaruhi financial distress pada Lembaga Keuangan Bukan Bank yang terdaftar di BEI tahun 2008 sampai 2012. Rasio keuangan yang digunakan adalah Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, EBIT to Total Assets dan Book Value of Equity to Total Liabilities sebagai variabel independen dan Finacial Distress sebagai variabel dependen. Sebanyak 24 sampel yang diambil dengan metode purpose sampling diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program spss versi 18.0.
Hasil penelitian ini adalah sebanyak 79 % atau 19 perusahaan dikategorikan sehat, dan hanya 8,33 % atau 2 perusahaan yang dikategorikan financial distress. Sisanya yaitu 3 perusahaan dikategorikan grey area. Setelah menjalankan langkah konseptual, keempat rasio keuangan tersebut berpengaruh positif terhadap finacial distress baik secara parsial maupun secara simultan.
ABSTRACT
ANALYSIS POTENTIAL OF FINANCIAL DISTRESS WITH ALTMAN Z- SCORE'S METHOD
IN NON- BANK FINANCIAL INSTITUTION THAT REGISTERED IN BEI 2008 – 2012
This research aimed to analyse truth that Altman z-score's ratio finance modification able to impact financial distress in Non-Bank Financial Institution that registered in BEI year 2008 to 2012. Ratio finance used is Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, EBIT to Total Assets and Book Value of Equity to Total Liabilities as independent variable and Finacial Distress as dependent variable. As much 24 sample taken with purpose sampling method cultivated by using descriptive statistic by using spss program version 18.0.
This result research is totalled 79 % or 19 company categorized healthy, and only 8,33 % or 2 company that categorized by financial distress. The rest namely 3 company categorized by grey area. After run conceptual move, fourth ratio finance effectuate positive to good finacial distress by partial as well as by simultaneous.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “ANALISIS POTENSI FINANCIAL DISTRESS DENGAN METODE ALTMAN Z- SCORE PADA LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK YANG TERDAFTAR DI BEI 2008 – 2012”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr. H.Azhar Maksum, MEc., Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr.H. Syafruddin Ginting Sugihen, Mafis., Ak selaku Ketua
Departemen S-1 Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak
selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif M.Si., Ak. Selaku Ketua Program Studi
S1-Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail , M.M., Ak selaku Sekretaris
Program Studi S1 Akuntansi.
4. Ibu Risanty, SE,M.SI, Ak. selaku Dosen Pembimbing dan Ibu Dra. Mutia
5. Kedua orangtua penulis yaitu ayahanda Idham dan ibunda Maswannur
dan Saudara-saudaraku tersayang serta teman-teman seperjuangan.
Terimakasih yang tak pernah cukup penulis ucapkan untuk segala kasih
sayang, do’a, pengorbanan, serta dukungan selama ini selalu diberikan.
6. Terkhusus kepada teman-teman di Masjid Nurul Hidayah serta Jema’ah
yang juga ikut mendoakan. Semoga kita semuanya sukses, penuh cinta,
dan mendapat pertolongan Allah selalu.
Penulis tahu bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai masukan
yang berharga. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang berkepentingan.
Medan, 16 Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 6
1.3Tujuan Penelitian ... 8
1.4Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Teoritis ... 10
2.1.1 Prediksi ... 10
2.1.1.1Pengertian prediksi ... 10
2.1.1.2Kendala-kendala dalam membuat Prediksi ... 10
2.1.1.3Efektivitas prediksi ... 11
2.1.1.4Manfaat prediksi ... 12
2.1.1.5Metode prediksi ... 12
2.1.2 Financial Distress ... 13
2.1.2.1Pengertian finacial distress ... 13
2.1.2.2Indikator Terjadinya financial Distress ... 15
2.1.2.3Faktor-faktor Penyebab financial Distress ... 16
2.1.3 Metode Altman Z-score ... 18
2.1.3.1Model Altman Lama (1968) ... 18
2.1.3.2Model Altman Z-score Baru (1995) . 24 2.1.3.3Model Altman untuk Lembaga Keuangan ... 28
2.1.4 Lembaga Keuangan Bukan Bank ... 29
2.1.5 Bursa Efek Indonesia ... 31
2.1.5.2Misi ... 31
2.1.5.3Sejarah ... 32
2.2Kerangaka Konseptual ... 34
2.2.1 Hubungan Antara Net Working Capital to Total Assets dengan FinancialDistress ... 36
2.2.2 Hubungan Antara Retained Earning to Total Assets dengan Financial Distress ... 36
2.2.3 Hubungan Antara Earning Before Interest and Tax to Total Assets dengan Financial Distress ... 36
2.2.4 Hubungan Antara Book Value of Equity to Total Liability dengan Financial Distress ... 37
2.3Hipotesis... ... 37
2.4Penelitian Terdahulu ... 38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 42
3.2Populasi dan Sampel Penelitian ... 42
3.3Jenis Data dan Sumber Data ... 46
3.3.1 Jenis data ... 46
3.3.2 Sumber data ... 46
3.4Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5Variabel Penelitian ... 47
3.6Teknik Analisis Data ... 48
3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 48
3.6.1.1Uji Normalitas ... 48
3.6.1.2Uji Multikolinearitas ... 48
3.6.1.3Uji Heteroskedastisitas ... 48
3.6.1.4Uji Autokorelasi ... 49
3.6.2 Pengujian Hipotesis ... 49
3.6.2.1Analisis Altman Z-score ... 49
3.6.2.2Koefisien Determinasi (R)... 49
3.6.2.3Uji-t ... 49
3.6.2.4Uji-F ... 49
3.7Jadwal Penelitian ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian ... 52
4.2Analisis dan Hasil Penelitian ... 55
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 55
4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 57
4.2.2.1Uji Normalitas Data ... 57
4.2.2.2Uji Multikolinearitas ... 61
4.2.2.3Uji Heteroskedastisitas ... 63
4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 67
4.2.3.1Analisis Altman Z-score ... 67
4.2.3.2Koefisien Determinasi (R) ... 68
4.2.3.3Uji-F ... 70
4.2.3.4Uji-t ... 72
4.3Pembahasan Hasil Penelitian ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 79
5.2Keterbatasan Penelitian ... 81
5.3Saran... ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Sejarah Perkembangan Bursa Efek Indonesia 33
2.2 Penelitian Terdahulu 38
3.2 Perusahaan Asuransi 43
3.3 Perusahaan Lembaga Pembiayaan 43
3.4 Perusahaan Efek 44
3.5 Subsektor Lainnya 45
3.6 Teknik Pengambilan Sampel 45
3.7 Jadwal Penelitian 51
4.1 Nama-nama perusahaan beserta nilai Z-score 53 4.2 Hasil Statistik Deskriptif 55
4.3 Uji Normalitas 57
4.4 Uju Multikolinearitas 61
4.5 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi 64 4.6 Uji Autokorelasi Durbin-Watson 65 4.7 Uji Autokorelasi The Run Test 66 4.8 Hasil penilaian Z-score untuk sampel 67 4.9 Nilai Koefisien Determinasi 68
4.10 Uji Simultan (F-Test) 71
4.11 Uji Signifikan Parsial ( T-Test) 73
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka konseptual 35
3.1 Langkah-langkah metode analisis 50
4.1 Grafik Histogram 58
4.2 Grafik Normal P-P Plot 59
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Lampiran Judul Halaman
1 Daftar Populasi dan Sampel Lembaga Keuangan Bukan Bank Tahun 2008-2012
85
2 Data Asli dari 24 perusahaan terpilih beserta rasio dan tahun
86
3 Tabel Z 89
4 Tabl distrbusi T 90
5 Tabl distribusi (F) 93
6 Hasil Statistik Deskriptif 94
7 Uji Normalitas 94
8 Histogram 96
9 Normal p-p plot of regresion standardized residual 96
10 Uji Multikolinearitas 96
11 Grafik Scatter Plot 97
12 Uji Autokorelasi Durbin-Watson 97 13 Uji Autokorelasi The Run Test 98 14 Nilai Koefisien Determinan (R) 98
15 Uji Simultan (F-Test) 99
ABSTRAK
ANALISIS POTENSI FINANCIAL DISTRESS DENGAN METODE ALTMAN Z- SCORE PADA LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK
YANG TERDAFTAR DI BEI 2008 – 2012
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebenaran bahwa rasio keuangan Altman Z-score modifikasi mampu mempengaruhi financial distress pada Lembaga Keuangan Bukan Bank yang terdaftar di BEI tahun 2008 sampai 2012. Rasio keuangan yang digunakan adalah Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, EBIT to Total Assets dan Book Value of Equity to Total Liabilities sebagai variabel independen dan Finacial Distress sebagai variabel dependen. Sebanyak 24 sampel yang diambil dengan metode purpose sampling diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program spss versi 18.0.
Hasil penelitian ini adalah sebanyak 79 % atau 19 perusahaan dikategorikan sehat, dan hanya 8,33 % atau 2 perusahaan yang dikategorikan financial distress. Sisanya yaitu 3 perusahaan dikategorikan grey area. Setelah menjalankan langkah konseptual, keempat rasio keuangan tersebut berpengaruh positif terhadap finacial distress baik secara parsial maupun secara simultan.
ABSTRACT
ANALYSIS POTENTIAL OF FINANCIAL DISTRESS WITH ALTMAN Z- SCORE'S METHOD
IN NON- BANK FINANCIAL INSTITUTION THAT REGISTERED IN BEI 2008 – 2012
This research aimed to analyse truth that Altman z-score's ratio finance modification able to impact financial distress in Non-Bank Financial Institution that registered in BEI year 2008 to 2012. Ratio finance used is Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, EBIT to Total Assets and Book Value of Equity to Total Liabilities as independent variable and Finacial Distress as dependent variable. As much 24 sample taken with purpose sampling method cultivated by using descriptive statistic by using spss program version 18.0.
This result research is totalled 79 % or 19 company categorized healthy, and only 8,33 % or 2 company that categorized by financial distress. The rest namely 3 company categorized by grey area. After run conceptual move, fourth ratio finance effectuate positive to good finacial distress by partial as well as by simultaneous.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat persaingan yang
sengit antara perusahaan. Banyak inovasi-inovasi baru yang ditemukan agar
perusahaan dapat bertahan. Perusahaan yang tidak mampu untuk bersaing dan
tidak dapat menemukan inovasi-inovasi baru akan tereliminasi dari lingkungan
industrinya dan mengalami kebangkrutan. Agar kelangsungan hidup suatu
perusahaan tetap terjaga, maka pihak manajemen harus dapat mempertahankan
atau terlebih lagi memacu peningkatan kinerjanya. Kinerja keuangan dan kondisi
perusahaan diinterpretasikan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan itu
berguna bagi bankir, kreditor, pemilik, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan
dalam menganalisis serta mengimpretasikan kinerja keuangan dan kondisi
perusahaan (Warren, 2005 : 28).
Laporan keuangan juga berguna untuk menunjukan seberapa besar
persahaan tersebut akan mengalami kesehatan dan seberapa besar pula berpotensi
bangkrut. Jika ternyata perusahaan mengalami liquidasi dan semua asset yang
ada telah terjual, namun belum mampu melunasi kewajibannya maka kondisinya
akan memburuk. Kondisi keuangan seperti inilah yang disebut kondisi financial
justru bertambah serta kewajiban terpenuhi, maka kondisinya akan membaik.
Kondisi keuangan seperti inilah yang disebut kondisi financial healthy
Untuk menentukan apakah terjadi kondisi financial distress atau financial
healthy, dapat menggunakan metode Altman Z-score. Metode Altman Z-Score
sendiri merupakan sebuah alat prediksi financial distress yang dibuat oleh Dr.
Edward I. Altman pada tahun 1968. Metode ini menggunakan rasio-rasio tertentu
dalam rangka memprediksi resiko financial distress sebuah perusahaan. Z-Score
adalah skor yang diberikan pada tiap-tiap variabel yang di analisis. Jika skor yang
diberikan besar, maka kemungkinan besar variabel yang memiliki koefisien itu
berpengaruh besar.
Ada lima rasio yang digunakan sebagai indikator yaitu Net Working
capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, EBIT to Total Assets,
Market Value Equity to Total Liabilities, dan Sales to Total Assets. Kelima rasio
tersebut dikombinasikan menjadi model prediksi dengan teknik statistik yaitu
analisis diskriminan yang digunakan untuk memprediksi financial distress
perusahaan dengan metode Altman Z-Score.
Metode ini terus berkembang dan telah mengalami revisi dengan
mengubah beberapa variabel dalam formula Z-Score nya. Alasannya adalah untuk
menutupi kekurangan dan juga menambah tingkat akurasi yang lebih baik sesuai
dengan jenis perusahaan yang diteliti.
Beberapa peneliti mengukur financial distress dengan cara yang
berbeda-beda, seperti S. Christina Sheela meneliti kesehatan perusahaan farmasi dengan
mengalami financial distress apabila nilai Z-score dibawah 1,8. Bhusan Perdeshi
et all. (2012) melihat financial distress dengan satu tolok ukur juga yaitu bahwa
perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila persuahaan tersebut
memilikki nilai Z lebih kecil daripada 1,1. Perusahaan yang diteliti adalah Indian
Airline. Selain itu, menurut Dagmar CAMSKA (2012) menggunakan model
Altman untuk meneliti perusahaan keuangan dengan menetapkan tolok ukur
bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila persuahaan
tersebut memiliki nilai Z lebih kecil daripada 1, 23.
Namun terdapat masalah dalam pemakaian sampel yang digunakan.
Masing-masing peneliti hanya meneliti pada beberapa perusahaan saja. Sementara
untuk mendapatkan keakuratan hasil, diperlukan banyak tahun dan banyak sampel
serta penggunaan rasio yang cocok. Artinya, rasio tersebut harus tepat digunakan
untuk meneliti perusahaan yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula.
Banyak peneliti-peneliti terdahulu yang ingin membuktikan kebenaran
teori Altman Z-Score original (1968). Fauziah Kumala Sari (2011) meneliti bank
dengan metode Altman Z- score dan ingin mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel-variabel Altman terhadap harga saham pada perusahaan perbankan.
Dengan menguji secara asumsi klasik, maka diperoleh hasil bahwa ada hubungan
yang signifikan antara variabal-variabel Altman Z- score pada harga saham
tersebut.
Yosafat M. Tarigan (2011) meneliti bank dengan metode Altman Z- score
dan ingin mengetahui apakah variabel-variabel Altman mampu memprediksi
variabel-variabel Altman terhadap harga saham pada perusahaan perbankan. Dengan
menguji secara asumsi klasik, maka diperoleh hasil yang berbeda dengan Fauziah
Kumala Sari yaitu bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
variabal-variabel Altman Z- score pada harga saham tersebut.
Tommy D. Saragih (2011) meneliti pada 9 perusahaan farmasi. Hasilnya
adalah terdapat 2 perusahaan bangkrup pada tahun 2005, 1 perusahaan bangkrup
pada tahun 2006, 2 perusahaan bangkrup pada tahun 2007, 2 perusahaan bangkrup
pada tahun 2008. Untuk yang rawan bangkrup 2 perusahaan pada tahun
2005-2007, dan 1 perusahaan pada tahun 2008 tidak bangkrup.
Harry J.K.P. Sibarani (2008) menggunakan lima variabel bebasnya yaitu
rasio Net Working Capital to Total Assets (X1), Retained Earning to Total Assets
(X2), Earning Before Interest and Tax to Total Assets (X3), Book Value of Equity
to Total Liability (X4), dan Sales to Total Assets (X5). Fungsi diskriminan yang
dihasilkan adalah Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,108 X3 + 0,42 X4 + 0,988 X5.
Harry meneliti perusahaan makanan dan minuman dan menghasilkan tidak ada
perbedaan yang nyata dari yang diprediksi dengan yang diamati.
Chintya Zulfi Arhanu Sari (2010) dan Tika Lestari (2009), meneliti bank
dengan menggunakan metode CAMEL dan menghasilkan tidak ada pengaruh
yang signifikan dalam memprediksi kebangkrutan.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan dan fenomena-fenomena yang terjadi
pada penelitian yang dilakukan oleh Edward I. Altman (1968), Tommy D Saragih
(2008, Harry JKP Sibarani (2008), Chintya Zulfi Arhanu Sari (2010) dan Tika
1995 untuk membuktikan apakah benar rasio-rasio keuangan model Altman
Z-Score modifikasi 1995 berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress
dengan menggunakan analisis diskriminan. Kemudian, pada penelitian terdahulu
hanya menggunakan sampel perusahaan manufaktur, textil dan garmen, bank, dan
perusahaan makanan dan minuman. Peneliti terdahulu belum meneliti masalah
asuransi, lembaga pembiayaan, leasing, dan lainnya yang tergolong ke dalam
lembaga keuangan bukan bank. Padahal peran lembaga keuangan bukan bank juga
menjalankan fungsi intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dan yang
kekurangan dana, mempermudah akses masyarakat untuk melakukan kegiatan
perekonomian, serta menjadi sarana penghubung antara masyarakat agar dapat
lebih dekat dengan kegiatan perekonomian.
Disamping itu masih terdapat permasalahan yang dihadapai bank umum
seperti penyediakan layanan masyarakat di daerah pelosok, kegiatan
perekonomian hanya akan bersentral di perkotaan, kurangnya sosialisasi lembaga
keuangan kepada masyarakat, serta minimnya pengetahuan masyarakat terhadap
bank, serta BPR masih menerapkan suku bunga yang tinggi hingga memberatkan
nasabah.
Hadirnya lembaga keuangan bukan bank membuat masalah tersebut
menjadi ringan karena lembaga keuangan bukan bank dapat mencapai daerah
terpencil, prosedur yang mudah dan tingkat bunga yang rendah. Sehingga para
nasabah banyak yang menggunakan jasa lembaga tersebut dan telah terbukti
dengan terdaftarnya banyak lembaga keuangan bukan bank yang terdaftar di BEI.
dan ada pula yang masuk ke BEI. Masuk dan keluar BEI tidaklah mudah
melainkan apabila lembaga tersebut sehat atau mengalami financial distress.
Oleh sebab itu peneliti akan berupaya meneliti penelitian tentang lembaga
keuangan bukan bank dengan judul :“Analisis Potensi Financial Distress dengan Metode Altman Z-score Pada Lembaga Keuangan Bukan Bank yang Terdaftar di BEI 2008 - 2012 ”.
1.2 Perumusan Masalah
Fenomena-fenomena seperti yang diungkapkan dalam latar belakang
sebelumnya menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan Net Working Capital to
Total Assets, Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Tax
to Total Assets, Book Value of Equity to Total Liability, dan Sales to Total Assets
berpengaruh positif dan penting bagi financialdistress.
Namun untuk rasio yang digunakan cukup dengan empat rasio keuangan
yaitu dengan meniadakan rasio Sales to Total Assets karena perusahaan yang
diteliti adalah perusahan jasa keuangan yang tidak memiliki pengaruh penjualan
yang terlalu besar.
Berdasarkan fenomena-fenomena itu, maka muncul pertanyaan yang akan
dijawab dalam penelitian ini yakni sebagai berikut :
1. Apakah rasio Net Working Capital to Total Assets berpengaruh positif
terhadap financial distress?
2. Apakah rasio Retained Earning to Total Assets berpengaruh positif
3. Apakah rasio Earning Before Interest and Tax to Total Assets
berpengaruh positif terhadap financial distress?
4. Apakah rasio Book Value of Equity to Total Liability berpengaruh positif
terhadap financial distress?
5. Apakah rasio Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to
Total Assets, Earning Before Interest and Tax to Total Assets, dan Book
Value of Equity to Total Liability, secara bersama-sama berpengaruh
positif terhadap financial distress?
1.3 Tujuan Penelititan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis pengaruh rasio Net Working Capital to Total Assets terhadap
financial distress.
2. Menganalisis pengaruh rasio Retained Earning to Total Assets terhadap
financial distress.
3. Menganalisis pengaruh rasio Earning Before Interes and Tax to Total
Assets terhadap financial distress.
4. Menganalisis pengaruh rasio Book Value of Equity to Total Liability
terhadap financial distress.
5. Menganalisis pengaruh rasio Net Working Capital to Total Assets,
Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Tax to
Total Assets, dan Book Value of Equity to Total Liability, terhadap
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan seperti :
1. Bagi peneliti sendiri
Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang financial distress suatu
perusahaan terutama pada lembaga keuangan bukan bank yang
pertumbuhannya sangat banyak pada masa sekarang ini.
2. Manajemen perusahaan
Sebagai pedoman dan acuan untuk meningkatkan semangat dan motivasi
dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan yang dijadikan
sampel atau perusahaan yang sama dapat melihat kondisi perusahaannya
saat ini dan dapat mengambil keputusan setelah melihat hasil peenelitian
ini.
3. Kreditor dan Investor
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan antisipasi
terhadap kemungkinan terburuk sebelum mengambil keputusan untuk
berinvestasi pada perusahaan.
4. Auditor
Sebagai salah satu acuan untuk mengevaluasi apakah ada keraguan yang
mendasar atas kemampuan klien mereka untuk tetap beroperasi (going
5. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam
mengkaji masalah yang sama sehingga segala kekurangan yang ada pada
penelitian ini dapat diperbaiki dan disempurnakan pada penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Teoritis 2.1.1 Prediksi
2.1.1.1 Pengertian Prediksi
Pengertian Prediksi adalah sama dengan ramalan atau
perkiraan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, prediksi
adalah hasil dari kegiatan memprediksi atau meramal atau
memperkirakan. Prediksi bisa berdasarkan metode ilmiah
ataupun subjektif belaka. Kesimpulannya pengertian prediksi
secara istilah akan sangat tergantung pada konteks atau
permasalahannya. Berbeda dengan pengertian prediksi secara
bahasa yang berarti ramalan atau perkiraaan yang sudah menjadi
pengertian yang baku.
2.1.1.2 Kendala–kendala Dalam Membuat Prediksi
Ada beberapa kendala yang membuat prediksi menjadi
terhambat, yaitu:
1. Waktu yang diperlukan untuk melakukan persiapan
melakukan peramalan.
2. Kurangnya data yang relevan, baik dari sumber internal
3. Kualitas data-data yang tersedia.
4. Fasilitas pengolahan data dan tenaga ahli.
Jenis kendala yang disebut pertama, kedua dan ketiga akan
berpengaruh pada kualitas data, sedang kendala yang disebut
terakhir lebih banyak bergantung pada kebijakan pengalokasian
dana untuk kepentingan forecasting.
2.1.1.3 Efektivitas Prediksi
Efektivitas sistem peramalan dalam membantu organisasi
dapat dievaluasi berdasarkan empat kriteria berikut:
1. Accuracy. Ini merupakan aspek terpenting dari forecast,
karena perbedaan antara aktual dan forecast berarti biaya.
2. Stability vs Responsiveness. Artinya forecast harus mampu
mengkover kompleksitas dan ketidakpastian lingkungan
baik yang disebabkan oleh long term growth trend maupun
seasonal influences.
3. Objectivity. Kadang-kadang kondisi yang diramalkan tidak
ada kaitannya dengan data historis yang digunakan dalam
forecasting.
4. Timing. Agar sistem forecasting dapat efektif, maka forecast
5. Benefit to Cost Ratio. Merupakan rasio yang dapat dijadikan
sebagai kriteria tunggal bagi perlu tidaknya sistem
forecasting dalam perusahaan.
2.1.1.4 Manfaat Prediksi
Manfaat prediksi adalah :
1. Mengetahui kondisi masa mendatang.
2. Perencanaan produksi, pemasaran, keuangan, dan lain-lain.
3. Keperluan investasi pada sebuah perusahaan
2.1.1.5Metode Prediksi
1. Analisis Trend
Analisis trend terdiri dari Metode tangan bebas (freehand
method) , Metode setengah rata-rata (semi average method),
Metode Moving Average (Rata-rata Bergerak), Metode
kuadrat terkecil (least square method), Metode Kuadratis,
dan Trend Eksponensial.
2. Analisis Variasi Musim
Variasi musim terkait dengan perubahan atau fluktuasi
dalam musim-musim atau bulan tertentu dalam 1 tahun.
3. Analisis Variasi Siklus
Dihitung dengan rumus :
Di mana CI adalah Indeks Siklus.
4. Variasi Yang Tidak Tetap (Irreguler)
Yaitu gerakan yang tidak teratur sama sekali.
2.1.2 Financial Distress
2.1.2.1 Pengertian Financial Distress
Financial distress atau bangkrut adalah suatu masalah besar
bagi perusahaan, karena dengan timbulnya kebangkrutan
perusahaan tidak bisa melanjutkan aktivitas produksinya. Pada
zaman dahulu orang-orang mengistilahkan bangkrut itu apabila
“besar pasak dari pada tiang”, artinya besar pengeluaran dari
pemasukan. Kebangkrutan sangat erat kaitannya dengan
kepailitan. Pailit ialah orang yang berhutang yang telah sampai
tempo membayarnya dan hutangnya lebih banyak dari hartanya
(H M Arsyad Thalib Lubis, 1979: 112).
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan
keuangan dari sebuah perusahaan adalah untuk meramal
kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi akan
kontinuitas perusahaan sangat penting bagi manajemen dan
pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya
potensi kebangkrutan, karena kebangkrutan berarti menyangkut
terjadinya biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk
menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuiditas
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa
arti (Martin et.al, 1995 : 376) :
1. Kegagalan ekonomi (economic failure)
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa pendapatan atas biayahistoris dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
2. Kegagalan keuangan (financial failure)
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk :
1. Insolvensi teknis (tecnical insolvency)
2. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai suatu perusahaan. Likuidasi lebih menekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai suatu badan hukum dengan segala hak-hak dan kewajiban. Likuidasi atau pembubaran perusahaan senantiasa berakibat penutupan usaha akan tetapi likuidasi tidak selalu berarti perusahaan bangkrut.
2.1.2.2 Indikator Terjadinya Kebangkrutan
Sebelum pada akhirnya pada suatu perusahaan dinyatakan
bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan
khususnya yang berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi
operasinya. Indikator yang harus diperhatikan para manajer,
seperti yang dikemukakan oleh Harnanto (1984) bahwa :
1. Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera atau permintaan konsumen.
2. Kenaikan biaya produksi.
3. Tingkat persaingan yang semakin ketat. 4. Kegagalan melakukan ekspansi.
5. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan piutang.
6. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).
7. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.
Suatu perusahaan yang mengandalkan hutang di dalam
menghadapi kegiatan operasi dan kegiatan investasinya akan
perusahaan mengalami penurunan hasil operasi, maka
perusahaan tersebut akan mendapatkan kesulitan untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu, indikator yang dapat
diamati oleh pihak ekstern antara lain :
1. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang
saham.
2. Terjadinya penurunan laba yang terus-menerus, bahkan
sampai terjadinya kerugian.
3. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha
4. Terjadinya pemecatan pegawai.
5. Pengunduran diri eksekutif puncak.
6. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal.
2.1.2.3Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Tidak mudah untuk menentukan secara pasti mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu kebangkrutan
pada suatu perusahaan. Sejauh ini terdapat konsesus bahwa
sumber kegagalan disebabkan oleh ketidakmampuan
manajemen perusahaan. Ketidakmampuan manajemen dapat
diartikan dalam berbagai pengertian. Secara garis besar
faktor-faktor penyebab terjadinya kebangkrutan dibagi menjadi tiga
1. Sistem Perekonomian
Dalam sistem perekonomian dimana roda perekonomian lebih banyak dikendalikan oleh persaingan bebas, maka dunia usaha akan terbagi menjadi dua golongan, yaitu perusahaan tradisional dan perusahaan yang memanfaatkan teknologi. Kemampuan bersaing inilah yang merupakan faktor penyebab kebangkrutan, sehingga efisiensi manajemen sangat berperan dan merupakan alat penangkal yang tangguh terhadap setiap perusahaan pesaing.
2. Faktor Eksternal Perusahaan
Kesulitan dan kegagalan yang mungkin dapat menyebabkan kebangkrutan suatu perusahaan kadang-kadang berada di luar jangkauan manajemen perusahaan. Berbagai faktor tersebut antara lain :
a. Persaingan bisnis yang ketat.
b. Berkurangnya permintaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan.
c. Turunnya harga jual terus-menerus.
d. Kecelakaan atau bencana alam yang menimpa perusahaan.
3. Faktor Internal Perusahaan
Faktor internal yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan dapat dicegah melalui berbagai tindakan dalam perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor internal ini biasanya merupakan hasil dari keputusan dan kebijaksanaan yang tidak tepat di masa lalu dan kegagalan manajemen untuk berbuat sesuatu pada saat yang diperlukan. Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan secara intern adalah :
a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur atau pelanggan.
b. Manajemen yang tidak efisien.
2.1.3 Metode Altman Z- score
2.1.3.1 Model Altman Lama (1968)
Altman (1968) adalah orang yang pertama yang
menerapkan Multiple Discriminant Analysis. Analisa
diskriminan ini merupakan suatu teknik statistik yang
mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang
dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi
suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model
dengan maksud untuk memudahkan menarik kesimpulan dari
suatu kejadian. Analisa diskriminan ini kemudian
menghasilkan suatu dari beberapa pengelompokan yang
bersifat apriori atau mendasarkan teori dari kenyataan yang
sebenarnya. Dasar pemikiran Altman menggunakan analisa
diskriminan bermula dari keterbatasan analisa rasio yaitu
metodologinya pada dasarnya bersifat suatu penyimpangan
yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah sehingga
pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada
pertimbangan para analis keuangan. Oleh karena itu untuk
mengatasi kekurangan dari analisa rasio maka perlu
kombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi
yang berarti (Ramadhani dan Lukviarman : 2009).
penelitian untuk mengembangkan model baru untuk
memprediksikan kebangkrutan perusahaan. Model yang
dinamakan Z-score dalam bentuk aslinya adalah model linier
dengan rasio keuangan yang diberi bobot untuk
memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam
memprediksi. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai
“Z” yaitu nilai yang menunjukkan kondisi perusahaan, apakah
dalam keadaan sehat atau tidak dan menunjukkan kinerja
perusahaan yang sekaligus merefleksikan prospek perusahaan
dimasa mendatang (Ramadhani dan Lukviarman : 2009).
Dalam menyusun model “Z” Altman mengambil sampel 33
perusahaan manufaktur yang bangkrut pada periode 1960
sampai 1965 dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut dengan
lini industri dan ukuran yang sama. Dengan menggunakan data
laporan keuangan dari 1 sampai 5 tahun sebelum kebangkrutan,
Altman menyusun 22 rasio keuangan yang paling
memungkinkan dan mengelompokkannya dalam 5 kategori:
likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas dan kinerja.
Lima macam rasio dari lima variabel yang terseleksi akan di
kombinasikan bersama untuk memperoleh prediksi yang paling
akurat tentang kebangkrutan (Ramadhani dan Lukviarman :
2009). Akhirnya, Altman menghasilkan model kebangkrutan
memprediksi sebuah perusahaan publik manufaktur. Persamaan
dari model Altman pertama yaitu :
Keterangan:
Z = bankrupcy index
X1 = working capital / total asset
X2 = retained earnings / total asset
X3 = earning before interest and taxes/total asset
X4 = market value of equity / book value of total debt
X5 = sales / total asset
Nilai “Z” adalah indeks keseluruhan fungsi multiple
discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka
cut off nilai “Z” yang dapat menjelaskan apakah perusahaan
akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang
dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
b. Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak
dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun
mengalami kebangkrutan).
c. Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak
bangkrut.
Rasio-rasio yang digunakan dalam model Altman original
(1968) adalah sebagai berikut :
a. Net Working Capital to Total Assets
Working capital adalah selisih lebih antara aktiva lancar
atas kewajiban lancar suatu perusahaan, sedangkan asset adalah
sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih
dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini
dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total
aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar
dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang
negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam
menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya
aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut.
Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai
positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi
kewajibannya (Endri : 2009).
Net Working Capital NWC to Total Asset =
b. Retained Earnings to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba
ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para
pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan
berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan
dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham. Laba
ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per
ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi karena pemegang
saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan
kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai deviden.
Dengan demikian, laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca
bukan merupakan kas dan ”tidak tersedia” untuk pembayaran
deviden atau yang lain (Endri : 2009).
c. EBIT to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran
bunga dan pajak (Endri: 2009).
Retained Earnings RE to Total Assets =
d. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibankewajiban dari nilai pasar modal sendiri
(saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan
mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan
harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang
diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan
kewajiban jangka panjang (Endri : 2009).
e. Sales to Total Assets
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan
volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total
aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam
menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba (Endri : 2009). EBIT
EBIT to Total Assets = Total Assets
MVE
MVE to Book Value of Debt = Total Liability
Sales
2.1.3.2 Model Altman Z-Score Baru (1995)
Untuk mengantisipasi kelemahan dari formula asli Altman
Z-score, ada beberapa solusi yang ditawarkan. Untuk
perusahaan non-manufaktur, Altman mengeliminasi variable
X5 (sales/total asset) karena rasio ini sangat bervariatif pada
industri dengan ukuran asset yang berbeda- beda. Altman juga
memodifikasi X4 dari membandingkan Market Value of Equity
menjadi Book Value Of Equity. Berikut persamaan Z-Score
yang di modifikasi Altman dkk (1995) untuk perusahaan
non-manufaktur :
Keterangan:
“Z” = bankruptcy index
X1 = working capital/total assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = earning before interest and taxes/total assets
X4 = book value of equity/total liabilities
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan
pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu:
a. Jika nilai ”Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang
bangkrut.
“Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
b. Jika nilai 1,1 < “Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak
dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun
mengalami kebangkrutan).
c. Jika nilai “Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak
bangkrut.
Rasio-rasio yang diguakan adalah :
a. Net Working Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva
yang dimilikinya.
b. Retained Earnings to Total Assets
Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva,
bukan aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi
karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk
menginvestasikan kembali laba yang belum didistribusikan
sebagai deviden dan tidak berbentuk kas.
Net Working Capital NWC to Total Asset =
Total Assets
Net Working Capital R E to Total Assets =
c. Earning Before Interest and Tax to Total Assets
Earning Before Interest and Tax merupakan pendapatan
sebelum ditambahkan atau dikurangi oleh bunga dan pajak.
d. Book Value of Equity to Total Liabilities
Rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Artinya berapa
besar beban utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan
bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan
dibubarkan atau dilikuidasi (Endri : 2009).
Sementara untuk perusahaan pribadi, variabelnya tetap X1,
X2, X3, X4 dan X5. Namun, koefisien untuk
variabel-variabel dan rasio menentukan X4 mengalami modifikasi. EBIT
EBIT to Total Assets = Total Assets
BVE
Berikut persamaan Z-Score yang di modifikasi Altman dkk
(1995) untuk perusahaan pribadi :
Keterangan:
Z” = bankruptcy index
X1 = working capital/total assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = earning before interest and taxes/total assets
X4 = market value of equity/total liabilities
X5 = sales/total assets
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan
pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu:
1. Jika nilai “Z” < 1,23 maka termasuk perusahaan yang
bangkrut.
2. Jika nilai 1,23 < “Z” < 2,90 maka termasuk grey area
(tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun
mengalami kebangkrutan).
3. Jika nilai “Z” > 2,90 maka termasuk perusahaan yang
tidak bangkrut.
Z” = 0.717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,402X4 +
2.1.3.3Metode Alman Z-score untuk Lembaga Keuangan
Metode Altman yang cocok digunakan untuk
memprediksi financial distress pada lembaga keuangan adalah
metode Alman yang baru, yaitu metode yang digunakan
dalam memprediksi perusahaan non-manufaktur.
Rumusnya adalah :
Keterangan:
Z” = bankruptcy index
X1 = working capital/total assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = earning before interest and taxes/total assets
X4 = book value of equity/total liabilities
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan
pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu:
1. Jika nilai “Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang
bangkrut.
2. Jika nilai 1,1 < “Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak
dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun
mengalami kebangkrutan).
3. Jika nilai “Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak
bangkrut.
2.1.4 Lembaga Keuangan Bukan Bank
Menurut Surat keputusan Mentri Keuangan Republik
Indonesia No. 792 Tahun 1970 tentang “Lembaga Keuangan”
berisikan : Lembaga Keuangan diberi batasan sebagai semua
badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama
guna membiayai investasi perusahaan (Sigit Triandaru at al,
2006: 5). Lembaga Keuangan Bukan Bank menghimpun dana
dari masyarakat tidak dengan secara langsung seperti yang
dilakukan oleh bank. Berdasarkn Undang-undang No. 10 Tahun
1998 tentang “ Perubahan atas Undang-undang No. 7/1992
tentang Perbankan” berisikan : Lembaga Keuangan Bank terdiri
atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Lembaga
Keuangan Bukan Bank dapat berupa lembaga pembiayaan
(perusahaan sewa guna usaha, perusahaan modal ventura,
perusahaan jasa anjak piutang, perusahaan pembiayaan
konsumen, perusahaan kartu kredit, perusahaan perdagangan
surat-surat berharga), usaha persuransian, dana pensiun,
pegadaian, pasar modal dan lain-lain (Sigit Triandaru at al, 2006:
1. Asuransi
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246,
menjelaskan bahwa asuransi atau pertangungan adalah suatu
perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan
diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu
premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan, atau kehilanngan keuntungan
yang diinginkan yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa
tak tertentu (Sigit Triandaru at al, 2006: 177). Perusahaan
asuransi yang terdaftar di BEI sebanyak 11 perusahaan.
2. Lembaga pembiayaan
Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit
yang dibrikan oleh suatu perusahaan kepada debitor untuk
pembelian barang dan jasa yang langsung akan dikonsumsi
oleh konsumen dan bukan untuk tujuan produksi atau
ditribusi (Sigit Triandaru at al, 2006: 203). Lembaga
pembiayaan yang terdaftar di BEI sebanyak 13 perusahaan.
3. Perusahaan efek
Biasanya perusahaan ini produknya adalah pembelian dan
penjualan surat-surat berharga. Perusahaan efek yang
4. Sektor lainnya
Pada perusahaan yang termasuk sektor lainnya terdapat 7
perusahaan di BEI.
2.1.5 Bursa Efek Indonesia (BEI) 2.1.5.1Visi
Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas
tingkat dunia.
2.1.5.2Misi
Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan
emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan,
penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan good
governance.
2.1.5.3Sejarah
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum
Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir
sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di
Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah
Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau
VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912,
perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan
kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan
II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada
pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang
menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali
pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian
pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai
insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara
singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia
[image:46.595.113.513.499.738.2]dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.1 Sejarah Perkembangan Bursa Efek Indonesia
Desember 1912 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda
1914 – 1918 Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
1925 – 1942 Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
1939 Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup
[942 – 1952 Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
1956 – 1977 Perdagangan di Bursa Efek vakum
10 Agustus 1977 Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Sumber : data diolah
1987 Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia
1988 – 1990 Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat
2 Juni 1988 Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer
Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal
16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya
13 Juli 1992 Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ
22 Mei 1995 Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems)
10 November 1995
Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996
1995 Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya
2000 Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia
2002 BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)
2007 Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)
02 Maret 2009
2.2 Ker dapa G indep Earn Asse posit No.1 rangka Kon Berdasark at disimpulk Gambar 2. penden yai
ning to Tot
ets (X3), B
tif dan pent
1 diterangka
nseptual
kan latar bel
kan kerangk
Gambar
1 menjelas
itu : Net W
tal Assets (
Book Value
ting bagi fi
an bahwa, p
lakang masa
ka konseptu
2.1 Kerang
skan tentan
Working Ca
(X2), Earn
of Equity
inancial dis
peneliti ing
alah dan tuj
al sebagai b
gka Konsep
ng hubung
apital to To
ing Before
to Total Li
stress (Y). P
in mengetah uan peneliti berikut: ptual an kausal otal Assets Interest an
iability (X4
Pada gamba
hui secara p
i terdahulu
antara var
(X1), Ret
nd Tax to
4) berpeng
keseluruhan yang diwakili oleh Net Working Capital to Total Assets,
Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Tax to Total
Assets, Book Value of Equity to Total Liability berpengaruh positif dan
penting bagi financial distress. Sedangkan pada No.2 menerangkan bahwa
peneliti ingin mengetahui secara pasti apakah ada hubungan secara parsial
(sendiri-sendri/individu) antara rasio keuangan berikut ini :
2.2.1 Hubungan Antara Net Working Capital to Total Assets dengan Financial Distress
Rasio ini bertujuan untuk mengukur besarnya aset liquid
apabila dibandingkan dengan keseluruhan aset yang dimiliki.
Pemikiran ini didasarkan pada pengamatan Altman terhadap
current ratio dan acid ratio yang kurang baik untuk memprediksi
financial distress suatu perusahaan.
2.2.2 Hubungan Antara Retained Earning to Total Assets dengan Financial Distress
Rasio ini bertujuan untuk mengukur apakah laba ditahan
dalam perusahaan secara kumulatif mampu untuk mengimbangi
2.2.3 Hubungan Antara Earning Before Interest and Tax to Total Assets dengan Financial Distress
Rasio ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva perusahaan,
sebelum pembayaran bunga dan pajak.
2.2.4 Hubungan Antara Book Value of Equity to Total Liability dengan Financial Distress
Rasio ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
berdasarkan nilai bukunya dibiayai dari hutang.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu mengenai akurasi
prediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan berbagai macam
metode Altman Z-Score, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
H1 = Net Working Capital to Total Assets berpengaruh positif terhadap
financial distress.
H2 = Retained Earning to Total Assets berpengaruh positif terhadap
financial distress.
H3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets berpengaruh
H4 = Book Value of Equity to Total Liability berpengaruh positif
terhadap financial distress.
2.4 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah mencoba untuk menguji hasil
analisa dari teori Altman Z-Score original (1968). Penelitian tersebut
diantaranya dilakukan oleh Edward I. Altman. Altman menggunakan 33
perusahaan pailit dan 33 perusahaan tidak pailit sebagai sampel estimasi.
Sebanyak 22 rasio keuangan dipilih sebagai variabel bebas yang
diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu : likuiditas, profitabilitas,
leverage, solvabilitas, dan aktivitas. Rasio dipilih berdasarkan
popularitasnya dalam literature dan potensi relevansinya dengan studi.
Fungsi diskriminan yang dihasilkan adalah Z = 0,012 X1 + 0,014 X2 +
0,033 X3 + 0,006 X4 + 0,999 X5. Dengan X1 = Modal Kerja / Total Aktiva,
X2 = Laba Ditahan / Total Aktiva, X3 = EBIT / Total Aktiva, X4 = Nilai
Pasar Saham / Nilai Buku Total Hutang, X5 = Penjualan / Total Aktiva.
Fungsi diskriminan yang dihasilkan mampu mengklasifikasikan sampel
[image:51.595.109.518.609.753.2]estimasi sebesar 95% dan sampel validasi sebesar 83%.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti Judul
Varia bel
Metode
Analisis Hasil 1 Edward I
Altman (1968)
Corporate financial distress and bankcruptcy
5 Rasio keuan gan
Altman Z-Score Revisi (1968) dengan discriminant analysis
Fungsi diskriminan yang dihasilkan Z = 0,012 X1 + 0,014 X2 + 0,033 X3 + 0,006 X4 + 0,999 X5, fungsi
dihasilkan mampu mengklasifikasikan sampel estimasi sebesar 95% dan sampel validasi sebesar 83%. 2 Putri Nanda Siregar (2011) Penilaian tingkat kebangkrutan perusahaan dengan metode Altman Z-score pede perusahaan konsruksi
bangunan yang terdaftar di BEI 2007-2009. 5 rasio keuan gan Metode Altman Z- score Perusahaan konstruksi bangunan berpotansi mengalami kebangkrutan. 3 Tommy D Saragih (2011) Prediksi kebangkrutan perusahaan berdasarkan analisa model
Z-score Altman
peda perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI
23 rasio keuan gan Model Pendekatan Altman dengan discriminant analysis 2 perusahaan bangkrup pada tahun
2005, 2 pada 2007, 2 pada 2008. 4 Fauziah Kumala Sari (2011) Analisis pengaruh kebangkrutan bank dengan metode Altman Z-score terhadap Harga saham perbankan di BEI
4 rasio kuan gan
Metode Altman Z- score
Ada hubungan signifikan antara variabel-variabel
Altman Z-score
5 Yosafat M. Tarigan (2011) Prediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
4 rasio kuan gan
Metode Altman Z- score
Tidak ada pengaruh
Z-score terhadap
dan pengaruhnya terhadap harga saham
6 Harry J.K.P. Sibarani (2008) Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model
Z-score Altman
Pada Perusahaan Makanan dan Minnuman Yang Terdaftar di BEI.
5 rasio kuan gan
Metode Altman Z- score
Tidak ada perbedaan nyata dari yang diprediksi dengan yang diamati dan perusahaan makanan
dan minuman berpotensi bangkrup pada tahun 2007
7 Chintya Zulfi Arhanu Sari (2010) Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa CAMEL Pada Bank BNI Tbk Yang Terdaftar di BEI.
5 rasio kuan gan Metode CAMEL
Bank BNI Tbk dinilai sehat tahun 2007, 2008 dan 2009
8 Tika Lestari (2009) Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa CAMEL Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI.
5 rasio kuan gan Metode CAMEL
Tiadak ada pengaruh yang signifikan antara Rasio CAMEL dengan kebangkrutan
9 Bhusan Pardhesi (2012)
A study of financial
solvency of Indian Airlines Companies with reference to Z-score. 5 rasio keuan gan Metode Altman Z-score
Kingfisher Airlines Ltd. Deprediksi Grey Zones, Jet Airways Ltd. Diprediksi
Distress Zones,
Spice Zet Ltd. Diprediksi Safe Zones
10 Dagmar CAMSK A (2012) Predicting corporate financial distress 5 rasio keuan Metode Altman Z-score
141 perusahaan safe
zones, 143
in the case of the European Funds
gan perusahaan distress
11 S.
Christina Sheela
Evaluating
financial health of
pharmaceutical industry in India through Z-score model
5 rasio keuan gan
Metode Altman Z-score
Cipla diprediksi too health, Dr. Reddy’s Laboratories
diprediksi too health, Ranbaxy
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah penelitian deskritif. Stastika deskriptif adalah
metode stastika yang digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi
(Ilyda Sudardjat, 2012 : 3).
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah sebuah kumpulan dari semua kemungkinan
orang-orang, benda-benda dan ukuran lain dari objek yang menjadi perhatian
(Ilyda Sudardjat, 2012 :3). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang terdaftar di BEI.
Sampel adalah suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi
perhatian (Ilyda Sudardjat, 2012:3). Bagian yang menjadi perhatian dalam
penelitian ini adalah sebanyak 24 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang
telah memenuhi syarat-syarat penelitian ini.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan data
dengan batasan-batasan dan tujuan tertentu yang diharapkan dari penelitian
ini. Pelaksanaan pengambilan sampel secara purposive ini yaitu dengan
menentukan terlebih dahulu apa kriteria-kriteria sampel yang akan diambil.
anggota populasi menjadi sampel penelitian, sehingga teknik pengambilan
sampel secara porposive ini didasarkan pada kelengkapan laporan keuangan
yang dibutuhkan untuk memenuhi rasio-rasio yang dibutuhkan dalam
analisis model Altman Z-Score Modifikasi (1995)
Adapun syarat-syarat sebuah Lembaga Keunganan dijadikan sampel
adalah :
1. Lembaga tersebut terdaftar di BEI hingga tahun 2008-2012.
2. Perusahaan belum pernah diliquidasi.
3. Laporan keuangan yang ditampilkan mencakup laporan yang telah
diaudit dan lengkap mulai dari tahun 2008 hingga caturwulan III tahun
2012.
Berikut ini adalah daftar nama-nama perusahaan Lembaga Keuangan
Bukan Bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga tahun 2012 :
[image:56.595.149.488.522.704.2]1. Subsektor Asuransi
Tabel 3.1 Perusahaan Asuransi No Kode Saham Nama Emiten
1 ABDA Asuransi Bina Dana Arta Tbk. 2 AHAP Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. 3 AMAG Asuransi Multi Arta Guna Tbk. 4 ASBI Asuransi Bintang Tbk.
5 ASDM Asuransi Dayin Mitra Tbk. 6 ASJT Asuransi Jasa Tania Tbk. 7 ASRM Asuransi Ranayana Tbk. 8 LPGI LIPPO General Insurance Tbk. 9 MREI Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. 10 PNIN Panin Insurance Tbk.
2. Subsektor pembiayaan
Tabel 3.2 Perusahaan Lembaga Pembiayaan No Kode Saham Nama Emiten
1 ADMF Adira Dinamika Multi Finance Tbk 2 BBLD Buana Finance Tbk
3 BFIN BFI Finance Indonesia Tbk 4 BPFI Batavia Prosperindo Finance Tbk 5 CFIN Clipan Finance Indonesia Tbk 6 DEFI Danasupra Erafacific Tbk 7 HDFA HD Finance Tbk
8 INCF Amstelco Indonesia Tbk
9 MFIN Mandala Multifinance Tbk 10 TIFA Tifa Finance Tbk
11 TRUS Trust Finance Indonesia Tbk 12 VRNA Verena Multi Finance Tbk
13 WOMF Wahana Ottomitra Multiartha Tbk Sumber : data diolah penulis
3. Subsektor perusahaan efek
Tabel 3.3 Perusahaan Efek No Kode Saham Nama Emiten
1 AKSI Majapahit Securities Tbk 2 HADE HD Capital Tbk
3 KREN Kresna Graha Sekurindo Tbk 4 OCAP Onix Capital Tbk
5 PANS Panin Securities Tbk
[image:57.595.149.487.447.597.2]4. Subsektor lainnya
Tabel 3.4 Subsektor Lainnya No Kode Saham Nama Emiten
1 APIC Fasific Strategic Financial Tbk 2 ARTA Arthavest Tbk
3 BCAP Bhakti Capital Indonesia Tbk 4 GSMF Equity Development Investment Tbk 5 LPPS Lippo Securities Tbk
6 MTFN Capitalinc Investment Tbk 7 SMMA Sinar Mas Multiartha Tbk Sumber : data diolah penulis
Dari populasi di atas, dapat diambil sampel sebagai berikut :
Tabel 3.5 Teknik Pengambilan Sampel
No. Nama lembaga keuangan bukan bank Kriteria Sampel
1 2 3
1 Asuransi Bina Dana Arta Tbk. √ √ √ 1 2 Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. √ √ √ 2 3 Asuransi Multi Arta Guna Tbk. √ √ √ 3
4 Asuransi Bintang Tbk. √ √ √ 4
5 Asuransi Dayin Mitra Tbk. √ √ √ 5 6 Asuransi Jasa Tania Tbk. √ √ √ 6
7 Asuransi Ranayana Tbk. √ √ √ 7
8 LIPPO General Insurance Tbk. √ √ -
9 Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. √ √ √ 8
10 Panin Insurance Tbk. √ - -
11 Panin Financial Tbk. √ - -
12 Adira Dinamika Multi Finance Tbk √ √ √ 9
13 Buana Finance Tbk √ √ √ 10
14 BFI Finance Indonesia Tbk √ √ √ 11 15 Batavia Prosperindo Finance Tbk √ √ √ 12 16 Clipan Finance Indonesia Tbk √ √ -
17 Danasupra Erafacific Tbk √ - -
18 HD Finance Tbk √ - -
19 Amstelco Indonesia Tbk √ √ -
20 Mandala Multifinance Tbk √ √ √ 13
21 Tifa Finance Tbk √ - -
[image:58.595.126.510.359.754.2]26 HD Capital Tbk - - -
27 Kresna Graha Sekurindo Tbk √ √ √ 14
28 Onix Capital Tbk √ √ √ 15
29 Panin Securities Tbk √ √ √ 16
30 Panca Global Securities Tbk √ √ -
31 Reliance Securities Tbk √ √ √ 17
32 Trimegah Securities Tbk √ √ √ 18
33 Yulie Sekurindo tbk √ √ √ 19
34 Fasific Strategic Financial Tbk √ √ -
35 Arthavest Tbk √ √ √ 20
36 Bhakti Capital Indonesia Tbk √ √ √ 21 37 Equity Development Investment Tbk √ √ √ 22
38 Lippo Securities Tbk √ √ -
39 Capitalinc Investment Tbk √ √ √ 23 40 Sinar Mas Multiartha Tbk √ √ √ 24
Sumber : data diolah penulis
3.3 Jenis Data dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
tergolong data diskret. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari
sampel atau populasi berupa data kuantitatif, data berupa angka (Ilyda
Sudardjat, 2012: 4)
2. Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah dari
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
lain yang sudah dipublikasikan (Ilyda Sudardjat, 2012: 5). Data
sekunder dapat diperoleh dari sumber data seperti BPS, Bank
Indonesia majalah, jurnal, atau melihat dari website yang ada (Ilyda
Sudardjat, 2012: 5). Oleh sebab itu, penyusun mengambil sumber
data dalam penulisan skripsi ini adalah dari berbagai sumber seperti
Sedangkan untuk sumber data yang akan diolah dalam analisis
penelitian dari situs web resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Ada dua metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data,
yaitu :
1. Penelitian Lapangan
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian lapangan ini adalah
mengumpulkan data dari situs www.idx.co.id.
2. Penelitian Kepustakaan
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian kepustakaan ini adalah
melakukan kajian pada sumber bacaan dan berbagai penelitian
terdahulu untuk mengetahui kaitan antara penelitian yang penulis
lakukan dengan penelitian sebelumnya. Data tersebut diperlukan