Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian
a. Karet Sintetis EPDM b. Serat Waru
c. Poliol d. Toluena
Lampiran 2. Peralatan Penelitian
a. Internal Mixer b. Cetakan Spesimen Uji
c. Hot Press d. Alat Uji tarik
-
Lampiran 3. Hasil Penelitian
- Komposit IPN Karet Sintetis EPDM dan Poliuretan
0 :10 90 : 10 80:20 70:30 60:40 50:50
- Komposit IPN Karet EPDM-Poliuretan dan Serat Waru
90 : 10 80 :20
70 :30 60 : 40
Lampiran 4. Perhitungan
1. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik
Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara Karet Sintesis EPDM
dan PU pada perbandingan 100 : 0 phr.
Sampel spesimen uji mempunyai
Tebal = 2,65 mm
Lebar = 6 mm
Load Max = 0,01 Kgf
Kekuatan tarik dihitung dengan menggunakan rumus :
Dimana :
σ = kekuatan tarik (MPa) F = beban tarik (N)
A = luas penampang (m2)
Dan
A= tebal x lebar spesimen
= 2,65 mm x 6 mm
Satuan tegangan dari kgf/mm2 diubah menjadi N/m2 dimana, 1 kgf=
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil
pengujian tarik yang lain.
2. Perhitungan Nilai Strain (Regangan)
Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara Karet Sintesis EPDM :
Poliuertan Sampel spesimen uji mempunyai Δl = 48,12 mm
lo = 45 mm
maka niai regangan diperoleh :
Regangan (ε) = ∆��ₒ� 100% = 8��
55 �� � 100 % = 106,94 %
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil
pengujian tarik yang lain.
3. Perhitungan Nilai Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara Karet Sintetis EPDM :
Poliuretan Sampel spesimen uji mempunyai
Tegangan (σ) = 2,48 MPa
Regangan (ε) = 106,94%
Maka nilai Modulus Elastisitas diperoleh :
Modulus Elastisitas (E) = �ε = 2,45 � 10−3���
1,6069 = 2,32 ���
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil
4. Perhitungan Persen Ikat Silang
Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis Komposit IPN antara
Karet Sintetis EPDM dengan Poliuretan dengan perbandingan
komposisi 90 : 10 . Sampel specimen uji mempunyai
Berat sebelum diektraksi (W0) = 0,4431 gram
Berat sesudah diektraksi (We) = 0,2472 gram
Persen Ikat Silang = ��
�0 � 100 % =
0,4431
0,2472� 100 % = 44,21%
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi
lainnya.
5. Perhitungan Daya Redam
Pengukuran koefisien seSerap bunyi dihitung sesuai dengan standar ISO
10543-2:1998 dan ASTM E-1050 untuk tabung impedensi 2 mikropon.
Untuk memudahkan perhitungan serap bunyi dignakan sofware
MATLAB. Dengan kode MATLAB sebagai berikut.
f. Relection dan Absorption coefficients measurements%
- freq=[] adalah Frequency vector (Hz)
- c= 343 adalah speed of sound in air at 23 Celcius
- x2 = 0.2 adalah distance between the sample and the
closer microphone
- s = 0.075 adalah microphone spacing (m)
g. Sound Pressure at mic 1 & MIC 2
p2=(A*exp(-j.*k.*x2))+(B*exp(j.*k.*x2))
h. H21 is Transfer Fuction measured between two mic
H21=p1/p2
i. % Reflection coeffisient
r=(H21-exp(-j.*k.*s))./(exp(j.*k.*s)-H21).*exp(2.*j.*k.*x1)
j. % absoprption coefficient
alpha=1-abs(r).^2
Berdasarakan uraian diatas maka dapat diketahui nilai % absorption
coefficient atau daya serap bunyi. Untuk daya serap bunyi pada
campuran komposit IPN Karet EPDM-PU dan Serat waru pada
perbandingan campuran 60: 40 untuk frekuensi 250 Hz sebagain berikut
k=(2*pi*freq)/c
A = 8,866584
B = 2,801531
x1 = 0.275
x2 = 0.2
s = 0.075
p1=(A*exp(-j.*k.*x1))+(B*exp(j.*k.*x1))
p2=(A*exp(-j.*k.*x2))+(B*exp(j.*k.*x2))
H21=p1/p2
r=(H21-exp(-j.*k.*s))./(exp(j.*k.*s)-H21).*exp(2.*j.*k.*x1)
alpha=1-abs(r).^2
freq = 250
c = 343
k = 4.5796
B = 2,801531
Hal yang sama juga dilakukan unttuk komposisi IPN Karet Sintetis
EPDM –PU dengan penambahan Serat Waru untuk perbandinagn
komposisi lainnya.
6. Perhitungan Kerapatan
Untuk sifat fisis papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan (ρ). Rapat massa suatu bahan yang homogen didefenisikan sebagai massa persatuan volume. Contoh : untuk mengetahui kerapatan dari spesimen
Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU : Serat waru padaa variasi %
berat 90 : 10.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi
lainnya
7. Perhitungan Daya Serap Air
Pengujian daya serap air dilakukan untuk menentukan besarnya
perendaman selama 2 jam dan selama 24 jam pada campuran komposit
IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan dan serat waru
k. Untuk perndaman sampel selama 2 jam
Mk = 0,6322
Mb =0,6785
Daya Serap Air = ��−�� �� =
0,6785−0,6322
0,6322 = 7,3%
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada
variasi lainnya.
2. Untuk perndaman sampel selama 24 jam
Mk = 0,6801
Mb =0,7742
Daya Serap Air =��−�� �� =
0,7742−0,6801
0,6801 = 13,83 %
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, N.H. 2008. Pembuatan Komposit Pelat Bipolar Dengan Matriks Polipropilena (PP) Dengan Penguat Karbon dan Aditif Polyvinylidene Flouride (PVDF). Jakarta : Universitas Indonesia.
Arif, D. 2008. Komposit. Jurnal Terknik Kimia UI. Jakarta .
ASTM D638. 1995. Standard Test Method for Tensile Impact. America Society for testing Materials.
ASTM E1050.1998. Standard Test Method for Impedance and Absorption of Acoustical Materials Using A Tube, Two Microphones and A Digital Analysis Symtem. America Society for testing Materials.
Batiuk, 1976. Thermoplastic Polymer Blends of EPDM Polymer, Polyethylene and Ethylene-Vinyl Acetate Copolymer.United States Patent.New York. Bhatnagar, M.S.2004. A Textbook of Polymers. Volume 2. S.Chand & Company
LTD. New Delhi.
Blackley, D.C. 1983. Syntetic Rubber : Their Chemistry and Technology. New York : Applied Science Publishers.
Chernaianu,A.C. 1992. Cardiac Surgery. Springer Science Business Media. New York. First Edition.
Cheremisinoff, P. Nicholas. 1989. Handbook of Polymer Science and Technology. Vol.2
Cowd,M.A.1991. Kimia Polimer. ITB. Bandung.
Dinata, F. 2014. Analisis Sifat Fisis Dan Koefisien Serap Bunyi Material Komposit Polymeric Foam Dengan Variasi Polyurethane Untuk Pembuatan Badan Pesawat UAV. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Doelle., Leslie L. 1993. Akustik Lingkungan.Terjemahan Lea Prasetyo. Erlangga : Jakarta
Egan, M.D. 1972. Concepts in Architectural Acoustic. Prentice-Hall Inc., New Jersey, hal. 91-93.
Farina., Angelo., Fausti., Patrizio. 2000. Standing wave tube techniques for measuring the normal incidenceabsorption coefficient: Comparison ofdifferent experimental setups. Universitas di Parma, Italy.
Giancoli, D. C. 1999. Fisika. Edisi Kelima. Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Hartomo, A.J.1996. Memahami Polimer dan Perekat. Andi Offset. Yogyakarta.
ISO 10534-2.1998. Determination of Sound Absorption Coefficient and Impedance Tubes. Part 2 : Transfer Funcion Method.
ISO 11654. 1997. Acoustical Sound Absorbers for Use in Buildings-Rating of Sound Absorbtion. Australian Standard.
Istiqomah, L., Herdian, HA., Febrisantosa., D.Putra. 2011. Waru Leaf (Hibiscus Tiliaceus) as Saponi Source On In Vitro Ruminal Charactheristic. Research Unit For Developent of Chemical Engineering Processes, Indonesian Institute of Science (LIPI). Surakarta.
Jamasri, I. 2008. Prospek Pengembangan Komposit Serat Alam Komposit di Indonesia. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kharisov., Kharissova O.V., Mendez U.O, 2013. Radiation Synthesis of Material
and Compounds. CRC Press. Francis. New York. Hal. 281
Khuriati, A. 2006. Desain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. Jurnal Fisika. 9: 15-25.
Kricheldrof, H.R.2005. Handbook of Polymer Synthetis.New York : Marcel Dekker. Hal. 37-38.
Kumar, P.L,. Mirzan, T., Rivera A. 2013. Interpenetrating Polymer Network (IPN) Microparticles An Advancement IN Novel Drug Delivery System. A Review. Hal.53-57.
Kusumastuti, A. 2009. Aplikasi Serat Sisal Sebagai Koomposit Polimer Teknologi jasa dan produksi . Jurnal Universitas Negeri Semarang.
Marjuki, I.2013. Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Peredam Suara Dari Campuran Resin Poliester Dan Jerami Padi. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Michael., Surya,E., Halimatuddahliana. 2013. Daya Serap Air Dan Kandungan Serat (Fiber Content) Komposit Poliester Tidak Jenuh ( Unsaturated Polyester) Berpengisi Serat Tandan Kosong Sawit Dan Selulosa. Jurnal Teknik Kimia USU. 2: 19- 20.
Milawarni. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Komposit Polimer Dari campuran Resin Polipropilen, Aspal, Pasir dan Serat Panjang Sabut Kelapa. [Tesis]. FMIPA. Medan : Universitas Sumatera Utara
Morton, M. 1987. Rubber thecnology .Van Nonstrand Reinhold. New York.
Nasution, A. 2014. Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Dari Campuran Searat Kulit Rotan dan Perekat Provinil Asetat.[Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Nurudin,A, Achmad A.S., Winarno Y.A. 2011. Karakterisasi Kekuatan Mekanik Komposit Berpenguat Serat Kulit Waru (Hibiscus Tiliaceus) Kontinyu Laminat Dengan Perlakuan Alkali Bermatriks Polyester. Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Cirebon.
Odian, G. 2003. Principles of Polymerization. Wiley Interscience. New York.
Rujigrok ,G.J.J. 1993. Elemen of Aviation Acoustics. Delft University Press
Saragih, D.N. 2007. Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Beton yang Dibuat dari Pulp Serat Daun Nenas-Semen Portland Pozolan. [Skripsi] FMIPA. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sembiring, S. 2007. Diktat Sintesa Anorganik Edisi Revisi. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Sears, Zemansky. 1982. Fisika Untuk Universitas 1. Cetakan keempat. Binacipta: Bandung.
Sidik, M. 2003. Kimia Polimer. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Sihotang, S.H. 2016. Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Montmorillonit Sebagai Bahan Pengisi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sipayung, S.D. 2016. Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi .[Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sperling, L.H. 1981. Polimer Networks and Related Materials. Plenum Pess. New York. Hlm.5-8.
Sperling, L.H. 2006. Introduction Physical Polymer Science. Fourth Edition. Canada.John Wiley & Sons, Inc.
Sperling, L.H. 1981. Polymer Networks and Related Materials. Plenum Press. New York. Pages 5-8
Stevens, M. P. 2007. Polymer Chemistry An Introduction. Cetakan Kedua. PT. Pradnya Paramita. Jakarta
Stevens, M.P. 2001. Kimia Polmer. Cetakan Pertama. Jakarta : Pradya Paramita.
Surbakti, E.J. 2001. Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Serat Kulit Jagung Dengan Matriks Epoksi. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara. Thamrin, 2003. Saling Tembus Polimer Antara Karet Alam (SIR–20) dan
Poliuretan Thermoplastik. Medan . USU-Press.
Trisna., Mahyudi, A. 2012. Analisis Sifat Fisis Dan Mekanik Papan Komposit Gipsum Serat Ijuk Dengan Penambahan Boraks ( Dinatrium Tetraborat Decahydrate). Jurnal Fisika Unand . 1: 32.
Wijaya, I.2015. Pengujian Koefisien Absorbsi Dari Material Akustik Serat Alam Limbah Ampas Tempe Untuk Pengendali Kebisingan. Jurnal Fisika Unand. 4: 103-104.
Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakteristik Polimer.USU Press. Medan.
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Alat
- Seperangkat Alat Uji Redam ISO 10543-2-98
- Cetakan daya Redam ASTM E-1050
- Seperangkat Alat FT-IR Shimadzu
- Seperangkat Alat Uji Tarik Torsee
- Internal Mixer
- Ekstruder
- Cetakan Spesimen ASTM D638
- Termometer Fisher
- Neraca Analitik Mettler-Toledo
- Gelas Beaker Pyrex
- Batang pengaduk Pyrex
- Hot Plate Stirer Corning PC
- Corong Pisah Pyrex
- Oven Carbolite
3.2 . Bahan
- Karet Sintetis EPDM
- Serat Waru E.Merck
- Asam Stearat E.Merck
- Sulfur E.Merck
- Zink Oksida E.Merck
- Dibenzothiazyl Disulfida (MBTS) E.Merck
- Toluen Diisosianat E.Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Preparasi Serat Waru
Serat Waru direndam dalam NaOH 5% selama 24 jam, kemudian dikeringkan.
Serat selanjutnya dipotong dengan ukuran ±1 cm.
3.3.2. Ekstruksi Karet EPDM
Karet Sintesis EPDM dipotong kecil-kecil kemudian karet EPDM diekstruksi
dengan melelehkan dalam alat ekstruder pada suhu 80oC. Lelehan EPDM didinginkan dan ditimbang masing-masing sebanyak 30 gram.
3.3.3. Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan Toluen Diisosianat dan Polipropilen Glikol 1000
Berdasarkan reaksi pembuatan poliuretan dengan perbandingan isosianat dan
polipropilen glikol yang digunakan adalah 2 : 1 mol, dan apabila isosianat yang
digunakan adalah 0,02 mol dan polipropilen glikol 0,01 mol maka dapat dihitung
sebagai berikut :
Mr Isosianat = 174,2 g/mol
Maka isosianat yang dipakai adalah sebanyak :
mol = gram
Mr (3.1)
0,02 mol = gram
174,22 g/mol
Gram = 0,02 mol x 174,2 g/mol
= 3,484 gram
Dengan menggunakan persamaan (3.1.) maka, polipropilen glikol (PPG) yang
dibutuhkan adalah sebanyak :
Mr PPG : 1000 g/mol
Maka,
mol = gram
Mr (3.2)
0,01 mol = gram
1000 g/mol
gram = 0,01 mol x 1000 g/ mol
= 10 gram
Sebanyak 10 gram polipropilena glikol 1000 dimasukkan kedalam glass
beaker 250 mL lalu ditambahkan toluen diisosianat sebanyak 3,484 gram,
3.3.4. Sintesis IPN antara Poliuretan dan Karet Sintesis EPDM
Karet Sintesis EPDM yang telah diekstruksi dimasukkan sebanyak 90 phr kedalan
internal mixer lalu diputar selama 5 menit pada suhu 80 oC kemudian ditambahkan 2 pbr asam stearat lalu diputar selama 1 menit, kemudian
ditambahkan 2 phr ZnO dan diputar selama 1 menit, lalu ditambahkan 0,5 phr
sulfur dan diputar selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 phr poliuretan lalu
diputar selama 15 menit sehingga diperoleh keadaan yang homogen, selanjutnya
campuran dikompres dengan menggunakan hot kompresor menggunakan cetakan
ASTM D638 tipe IV dengan ketebalan 3,2 mm dengan suhu 140 oC selama 15 menit dan didinginkan pada suhu kamar. Cetakan uji mekanik komposit IPN
menurut ASTM D638 tipe IV dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :
Gambar 3.1. Spesimen Uji berdasarkan ASTM D638 Tipe IV (Abdillah, 2008)
Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara Poliuretan dan
Karet Sintesis EPDM seperti pada tabel 3.1. berikut ini :
Tabel 3.1. Perbandingan Penambahan Poliuretan dan Karet Sintesis EPDM
Karet Sintesis
EPDM (phr) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Poliuretan
3.3.5. Pembuatan Komposit IPN dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Bahan Pengisi
Campuran Karet sintesis EPDM dan Poliuretan (PU) yang optimum ditambahkan
dengan Serat Waru, penambahan EPDM-PU dengan waru berdasarkan
perndingan % berat. EPDM-PU yang ditambahkan sebanyak 5,5 gram dan Serat
Waru ditambahkan sebanyak 5,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam internal
mixer lalu diputar pada suhu 80oC kemudian dikompress dengan menggunakan hot kompresor menggunakan cetakan daya redam menggunakan cetakan ASTM
E1050-98 dengan ukuran diameter spesimen 98 mm dengan ketebalan spesimen
10 mm.
Gambar 3.2. Cetakan uji daya redam berdasarkan ASTM E-1050
Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara
EPDM-PU dan Serat Waru seperti pada tabel 3.2. berikut ini :
Tabel 3.2. Perbandingan Penambahan EPDM-PU dan Serat Waru
EPDM-PU (dalam %
berat 100 90 80 70 60 50
Serat Waru (dalam %
berat) 0 10 20 30 40 50
3.4. Karakterisasi Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat
mekanik dan analisa morfologi serta gugus fungsi dengan spektroskopi
inframerah fourier transform (FT-IR)
3.4.1. Spektroskopi Inframerah Fourier Transform (FT-IR)
Spesimen dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar
infra merah. Hasilnya akan direkam kedalam kertas berskala aluran kurva
bilangan gelombang terhadap intensitas sinar berupa grafik spektrum. Dalam hal
ini spesimen yang dianalisa adalah Poliuretan.
3.4.2 . Uji Tarik
Mula-mula dihidupkan alat Torsee Electronic System dan dibiarkan selama 1 jam.
Spesimen dijepit menggunakan griff pada alat tersebut, kemudian diatur tegangan,
regangan dan satuannya. Tekan tombol start untuk memulai uji pada spesimen
sampai putus. Dilakukan perlakuan yang sama untuk tiap sampel. Dari data load
(tegangan) dan stroke (regangan) yang diperoleh dapat dihitung kekuatan tarik
dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.3. dan dihitung kemuluran
3.4.3. Uji Koefisien Serap Bunyi dengan Metode Tabung Impedansi
Pengukuran koefisien serap bunyi dihitung sesuai standar ISO 10543-2:1998 dan
ASTM E-1050 untuk tabung impedansi 2 mikropon. Peralatan yang digunakan
dapat digambarkan dalam bentuk diagram alat seperti ditunjukkan pada gambar
3.3. berikut ini :
Gambar 3.3. Diagram alat pengukuran koefisien serap bunyi dengan tabung
impedansi (Dinata, 2014)
Set Up alat pengujian koefisien serap bunyi dapat dilihat pada gambar
3.4. berikut ini :
Prosedur Pengujian adalah sebagai berikut :
1. Siapkan semua peralatan uji dengan diatur sesuai gambar set up peralatan
pengujian.
2. Masukkan spesimen uji dalam tabung impedansi, yaitu ditengah ruang uji
dengan posisi tegak lurus terhadap arah ruang tabung.
3. Pengukuran dilakukan pada frekuensi 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz dan
2000Hz.
4. Hubungkan mikropon 1 dan mikropon 2 pada pre-amp mic channel 1 dan 2
Untuk frekuensi dibawah 228Hz yaitu frekuensi 125Hz dipakai mikropon 1 dan 2.
Agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.5. berikut ini :
Gambar 3.5 Posisi mikropon 2, 1 dan 1' (Dinata, 2014).
5. Hubungkan output channel pre-amp mic ke channel 1 dan channel 2 pada
Labjack.
6. Hubungkan Labjack ke port USB pada Laptop lalu buka software DAQFactory
untuk menganalisis sinyal.
7. Pada DAQFactory buka program Sound Recorder 4ch.
8. Untuk membangkitkan sinyal bunyi, buka program ToneGen. Bunyi yang dikeluarkan
berupa pure tone,
9. Atur frekuensi pada ToneGen lalu buka kembali DAQFactory untuk melihat grafik
10. Klik Start/Stop Save untuk Logging data. Data grafik akan otomatis tersimpan dalam
drive (D:) pada laptop,
11. Ambil nilai tegangan rata-rata pada masing-masing mikropon (A dan B) untuk
dihitung koefisien absorpsinya dengan bantuan MATLAB.
12. Dengan bantuan MATLAB hitung tekanan suara pada masing masing micropone
dengan mengunakan rumus pada persamaan (2.8) dan (2.9). Kemudain hitung faktor
releksi dan koefisien serap bunyi dengan menggunakan rumus (2.11) dan (2.13). Ulangi
prosedur diatas untuk frekuensi dan sampel yang berbeda.
3.4.4. Uji Kerapatan
Penentuan kerapatan dengan menggunakan contoh uji spesimen berukuran 2 cm × 2 cm
× 0,2 cm . Contoh uji tersebut ditimbang spesimennya diukur dimensi panjang, lebar, dan
tebalnya. Kemudian dihitung kerapatannya (ρ) dengan menggunakan persamaan (2.14.)
3.4.5. Uji Persentasi Ikat Silang
Derajat ikat silang ditentukan dengan cara ekstraksi. Sampel direndam
ke dalam Toluene selama 24 jam. Selanjutnya dikeringkan didalam oven pada
suhu 110°C Selanjutnya, berat kering sebelum perendaman dan berat kering
setelah perendaman ditentukan secara gravimetri. Persen derajat ikat silang
(degree of crosslinking) dapat ditentukan dengan rumus (2.15)
3.4.6. Uji Daya Serap Air
Sampel kering terlebih dahulu ditimbang. Kemudian ampel direndam didalm air
dengan perendaman selama 2 jam dan 24 jam. Kemudian ditimbang massa
3.5. Bagan Penelitian
3.5.1. Preparasi Serat Waru
Serat Batang Waru
Direndam dalam NaOH 5% Dikeringkan
Serat Waru
Dipotong kecil - kecil dengan ukuran ±1 cm
Hasil
3.5.2. Ekstruksi Karet EPDM
Karet EPDM
Dipotong kecil-kecil
Diekstruksi dengan alat ekstruder pada suhu 80°C
Didinginkan
Ditimbang sebanyak 50 gram
3.5.3. Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan Toluena Diisosianat dan Polipropilen Gikol 1000
10 gram PPG 1000
Poliuretan
Dimasukkan kedalam beaker glass 250 ml Ditambahkan 3,484 gram Toluena Diisosianat
Diaduk selama 15 menit pada suhu 40 Co
Dikarakterisasi
Uji FT-IR
3.5.4. Sintesis IPN antara Poliuretan dan Karet Sintetis EPDCatatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran karet EPDM
3.5.5. Pembuatan Komposit IPN EPDM-PU dengan Penambahan Serat Waru sebagai Bahan Pengisi
Dimasukkan kedalam internal mixer
Diputar pada suhu 140°C
Diputar selama 15 menit sampai homogen
5,5 gram EPDM-PU
Ditambahkan 5,5 gram serat waru
Dipress dengan menggunakan hot press pada suhu 140°C
Spesimen
Dikarakterisasi
Uji Kerapatan
Uji Koefisien serap bunyi Uji Daya Serap Air
Catatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara karet
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Gugus Fungsi Poliuretan dengan FT-IR
Analisa FT-IR digunakan untuk melihat perubahan gugus fungsi dari poliuretan
yang dihasilkan. Terjadinya perubahan gugus fungsi dalam pembentukan
poliuretan yang dihasilkan dari reaksi antara Toluen Diisosianat (TDI) dengan
Polipropilen glikol (PPG) ditunjukkan pada gambar 4.1. berikut ini:
Gambar 4.1. Hasil Spektrum FT-IR Poliuretan
Hasil identifikasi gugus fungsi poliuretan yang diuji dengan FT-IR dapat
ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Serapan FT-IR Poliuretan
Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi
3417,86 Serapan gugus N-H terikat
1604,77 Serapan C=O dari NCO
1705,07 Serapan C=O dari ester
1234,44
1512,19
Serapan C-N amina
Hasil karakterisasi poliuretan dengan teknik spektroskopi FT-IR
menunjukkan pita serapan pada daerah yang karakteristik untuk poliuretan.
Identifikasi terhadap FT-IR tersebut menunjukkan pita serapan pada 3417,86 cm-1 yang merupakan daerah ulur N-H terikat,terjadi perubahan gugus isosianat
(N=C=O) setelah dipolimerisasi pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dan pada bilangan gelombang 1705,07 cm-1 adalah puncak C=O uretan yang merupakan ciri khas poliuretan.
Puncak serapan N=C=O yang lemah masih tampak pada bilangan
gelombang 1604,77 cm-1 menunjukkan masih adanya gugus isosianat yang belum habis bereaksi dengan poliol. Hal ini disebabkan karena waktu reaksi yang terlalu
cepat dihentikan pada saat pembuatan Poliuretan atau dikarenakan jumlah gugu
isosianat yang tersedia jauh lebih banyak gugusnya dibandingkan gugus poliol
yang ada.
Pembuatan poliuretan dalam penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan
polipropilena glikol sebagai sumber poliol dengan Toluena Diisosianat (TDI)
dapat dilihat pada gambar 4.2. Reaksi umum :
R' N C O + R" OH R' N C O R"
H O
Isosianat Hidroksil Uretan
Mekanisme reaksi
4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN Karet Sintesis Etilene Propilene Diene Monomer Dengan Poliuretan
Pengujian sifat mekanik dilakukan pada Torses Elektronik Sistem (Universal
System Mechine). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik seperti kekuatan tarik dan regangannya.. Kekuatan tarik dapat didefenisikan
sebagai besarnya beban maksimum (Ϝ) yang dibutuhkan untuk memutuskan
spesimen bahan kemudian dibandingkan dengan luas penampang. Selanjutnya
perpanjangan tarik (regangan) ɛ, adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan
panjang awal.
Hasil pengujian sifat mekanik IPN Karet Etilen Propilen Diene Monomer
(EPDM) dengan Poliuretan yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 4.2. berikut
ini :
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN Karet Sintetis EPDM dan
Dari Tabel 4.2. dapat dilihat hasil pengujian sifat mekanik dari IPN
Karet Sintesis EPDM dan Poliuretan. Pada campuran dengan komposisi 10 phr
karet sintetis EPDM dan 90 phr Poliuretan memiliki karakteristik sifat mekanik
yang optimum, dimana nilai stress (tegangan) yang dihasilkan sebesar 2,887 MPa,
nilai strain (regangan) sebesar 20,75% dan nilai Modulus Elastisitas yang
dihasilkan sebesar 13,91 MPa. Sedangkan nilai terendah terdapat pada variasi
karet sintetis EPDM:PU 0:100 phr, dimana nilai stress (tegangan) yang dihasilkan
sebesar 1,04 MPa, nilai strain (regangan) sebesar 6,76% dan nilai Modulus
Elastisitas yang dihasilkan sebesar 1,43 MPa.
Pada variasi 10:90 phr campuran antara Karet Sintetis EPDM dengan PU
mencapai keserasian dan terjadi peningkatan sifat sinergik dari IPN dengan kata
lain saling menembus diantara komponen – komponen telah mencapai
kesimbangan. Thamrin (2003) sifat mekanik optimum dari percampuran Karet
Alam (SIR-20) dengan Poliuretan terdapat pada penambahan 24%, hal ini
dikarenakan pada penambahan 24% Poliuretan Thermoplastik mencapai
keserasian dan terjadi peningkatan sifat sinergik dari IPN dengan kata lain saling
menembus diantara komponen –komponen telah mencapai kesimbangan.
Sedangkan sifat mekanik yang rendah dihasilkan pada variasi 0:100 phr, hal ini
disebabkan Karet Sintetis EPDM tidak digunakan dan hanya menggunakan
poliuretan saja, sehingga dihasilkan komponen dengan sifat yang lembut,
Hasil uji tarik Komposit IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan dapat
dilihat pada Gambar 4.3. di bawah ini :
Gambar 4.3. Grafik Uji Kekuatan Tarik (Stress) Komposit IPN Karet Sintetis
EPDM dan Poliuretan(PU)
Hasil uji regangan tarik Komposit IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan
dapat dilihat pada Grafik 4.4. di bawah ini :
Gambar 4.4. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit IPN Karet Sintetis
EPDM dan Poliuretan (PU) 2,48
100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 0:100
S
100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 0:100
Hasil uji modulus elastisitas Komposit IPN Karet sintetis
EPDM-Poliuretan dapat dilihat pada Grafik 4.5. di bawah ini :
Gambar 4.5. Grafik Modulus Elastisitas Komposit IPN Karet Sintetis
EPDM dan Poliuretan (PU)
4.3. Hasil Persentase Ikat Silang Komposit IPN antara Karet Sintetis EPDM Dan Poliuretan
Penentuan derajat ikat silang ditentukan dengan cara ekstraksi yaitu dengan
perendaman sampel sdengan toluene selama 48 jam. Kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 110°C. Selanjutnya, berat kering sebelum perendaman
dan berat kering setelah perendaman ditentukan secara gravimetri. Selanjutnya
dapat ditentukan derajat ikat silang sampel menggunakan persamaan (2.14).Untuk
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran. 2,32
100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 0:100
Maka diperoleh persen ikat silang komposit IPN EPDM-PU pada tabel 4.3.
berikut ini
Tabel 4.3. Persentase ikat silang komposit IPN EPDM-PU
Komposisi
Suatu polimer akan mengalami perubahan setelah terikat silang, jika
sebelumnya suatu polimer bersifat larut dalam suatu pelarut maka polimer
tersebut tidak dapat larut setelah terikat silang. Polimer yang terikat silang akan
menggembung ketika direndam dengan pelarut, karena molekul – molekul dalam
pelarut akan menembus jaringannya. Tingkat Penggembungan inilah yang
bergantung pada pengikat silangnya. Berdasarkan tabel 4.3 ditunjukkan bahwa
persentase ikat silang optimum terdapat pada perbandingan 10 : 90 phr yaitu
sebesar 86,76% hal ini menujukkan komponen campuran karet sintetis EPDM
dengan poliuretan menadakan interaksi yang kuat pada campuran tersebut, dimana
komponen pada perbandingan ini sedikit molekul – molekul pelarut yang
menembus jaringannya sehingga dapat dijelaskan bahwa hasil analisa sifat
mekanik yang paling optimum berbanding lurus dengan analisa persentase ikat
silang yang didapat sehingga interaksi yang kuat dari komponen campuran yang
4.4. Hasil Uji Koefisien Serap Bunyi Kompsoit Karet EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Filler
Pengujian ini menggunakan metode pengambilan data dengan alat tabung
impedansi. Penggunaan metode ini untuk menunjukkan sifat serapan yang
dimiliki oleh sebuah material.. Untuk menentukan koefisien absorbsi suatu bahan
dirancang alat pengukur berupa tabung impedansi dua mikrofon. Tabung
impedansi dua mikrofon dibuat sebagaimana mungkin sehingga dapat sesuai
dengan literatur Bruel and Kjaer pada Impedance Tube. Dimana suatu sumber
bunyi yang diberikan berupa puretone pada frekuensi 250Hz, 500 Hz, 1000 Hz,
1500 Hz, dan 2000 Hz yang berada dalam tabung impedansi yang kemudian
ditangkap oleh kedua mikrofon dan terekam menggunakan adobe audition dan
selanjutnya diolah untuk diketahui berapa besar nilai amplitudo (P
max dan Pmin)
untuk menentukan koefisien absorbsi (nilai α) suatu bahan dengan bahan coba
kayu, ubin dan dinding. Data dari penelitian ini berupa hasil rekaman gelombang
bunyi dalam tabung impedansi dan nilai amplitude yang digunakan untuk
menentukan nilai α. Nilai amplitudo yang didapat adalah nilai P
max dan Pmin yang
akan digunakan sebagai perhitungan untuk menentukan nilai α Nilai amplitudo dapat diketahui dengan menggunakan Matlab sehingga dapat ditentukan nilai α
suatu bahan. Hasil data perhitungan koefisien absorbsi yang didapat pada
4.4.1. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100:0
Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.6. di
bawah ini :
(a) (b)
Gambar 4.6. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100 : 0 (a)
mikropon 1 dan (b) mikropon 2
Gambar 4.6. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar
komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari
spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b)
mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga
maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pengukuran koifisein serap bunyi ditunjukkan pada gambar 4.6.
Dimana A1 dan A2 merupakan harga amplitudo maksimal dari mikropon pada
channel 1 dan channel 2. Kemudian nilai koefisein serap bunyinya dapat dengan
bantuan MATLAB berdasarkan persamaan (2.13.) .Untuk perhitungannya dapat
Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
dengan Serat Waru (b/b) 100: 0 dapat dilihat pada tabel 4.4. di bawah ini :
Tabel 4.4. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100: 0
Dari Tabel 4.4. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.7. berikut ini :
Gambar 4.7 . Grafik koefisien Serap Bunyi komposit IPN Karet EPDM-PU
dengan Serat Waru (b/b) 100 : 0
Dari Gambar 4.7. di atas menunjukkan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan serat waru 0:100 memiliki koefisien serap optimum pada
frekuensi 250 Hz yaitu sebsesar 0,51 sedangkan daya serap bunyi terendah pada
4.4.2. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10
Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.8. di
bawah ini :
(a) (b)
Gambar 4.8. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10 (a)
mikropon 1 dan (b) mikropon 2
Gambar 4.8. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng
digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang
digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2.
Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum
mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
Tabel 4.5. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10
Frekuensi
Dari Tabel 4.5. di atas dapat juga ditunjukkan dengan Gambar 4.9. di bawah ini :
Gambar 4.9. Grafik Koefisien Serap Bunyi komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10
Pada Gambar 4.9. di atas menunjukkan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
dengan serat waru 90 : 10 memiliki nilai koefisien serap yang tinggi pada
frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,7689 dan koifisien terendahnya pada frekuensi
4.4.3. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru
(b/b) 80 : 20
Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada gambar 4.10.
dibawah ini:
(a) (b)
Gambar 4.10. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) (b/b) 80 : 20
(a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2
Gambar 4.10. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer
yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang
digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2.
Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum
mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
Tabel 4.6. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-Dari Tabel 4.6. di atas dapat juga ditunjukkan dengan Gambar 4.11 di bawah ini :
Gambar 4.11. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20
Pada Gambar 4.11 di atas menunjukkkan bahwa komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan serat waru memiliki koefisien serap bunyi yang tinggi pada
frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,8711 dan daya serap bunyi yang terendah pada
4.4.4. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru
(b/b) 70 : 30
Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.12
dibawah ini :
(a) (b)
Gambar 4.12. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30 (a)
mikropon 1 dan (b) mikropon 2
Gambar 4.12. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer
yanng digunakan buntuk mendeteksi koefisien serap bunyi dari spesimen yang
digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2.
Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum
mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran
Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
Tabel 4.7. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan (b/b) Serat Waru 70 : 30.
Frekuensi
(Hz) A1 A2 Koefisien serap (α)
250 9,624716 2,561806 0,9202
500 4,44365 3,3049 0,4468
1000 2,59177 1,93852 0,4406
1500 5,738186 4,965053 0,2513
2000 11,27368 10,89123 0,1736
Dari Tabel 4.8. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.13. di bawah ini :
Gambar 4.13. Grafik Koefisien Serap Bunyi komposit IPN EPDM-PU dengan
Serat Waru
(b/b) 70 : 30
Pada gambar 4.13. di atas menunjukkan bahwa komposit IPN EPDM-PU dengan
serat waru menunjukkan hasil koefisien serap bunyi yang tinggi pada frekuensi
250 Hz yaitu sebesar 0,9202. Sedangkan koefissien serap bunyi terendah terdapat
4.4.5. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40
Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.14.
di bawah ini:
(a) (b)
Gambar 4.14. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40 (a)
mikropon 1 dan (b) mikropon 2
Gambar 4.15 merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng
digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang
digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2.
Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum
mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
Tabel 4.8. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-Dari Tabel 4.8. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.15 di bawah ini :
Gambar 4.15. Grafik Koefisien Serap Bunyi komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40
Pada gambar 4.15. diatas menunjukkan bahwa komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan serat waru memiliki koefisien serap bunyi tertinggi berada
pada frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,9375 sedangkan koefisien serap bunyi
4.4.6. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50
Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.16.
di bawah ini:
(a) (b)
Gambar 4.16. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50 (a)
mikropon 1 dan (b) mikropon2
Gambar 4.16. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer
yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang
digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2.
Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum
mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU
Tabel 4.9. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50.
Frekuensi (Hz) A1 A2
Dari Tabel 4.9. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.18 di bawah ini :
Gambar 4.17. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50
Pada Gambar 4.17. di atas menunjukkkan bahwa komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan serat waru memiliki koefisien serap bunyi yang tertinggi pada
frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,9665. Dan koefisien serap yang paling rendah
pada frekuensi 2000 Hz yaitu sebesar 0,440.
Secara keseluruhan nilai koefisien serap bunyi komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan penambahan Serat Waru untuk masing masing variasi dan
frekuensi dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 4.18. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis EPDM–
PU dengan penambahan Serat Waru sebagai Filler
Dari Gambar 4.18. hasil yang diperoleh menunjukan Komposit Karet
Sintetis EPDM–PU dengan serat waru sebagai filler didapat hasil koefisien serap
bunyi optimun pada frekuensi 250 Hz pada percampuran EPDM-PU dengan Serat
Waru pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,9665 dan terendah pada
perbandingan 0:100 yaitu sebesar 0,51. Untuk frekuensi 500 Hz koefisien serap
bunyi optimum berada pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,6055 dan
terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebesar 0,36. Untuk frekuensi 1000 Hz
koefisien serap bunyi optimum berada pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar
0,5724 dan terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebesar 0,3056. Untuk
frekuensi 1500 Hz hasil koifisien serap bunyi optimum pada perbandingan 50:50
yaitu sebesar 0,5662 dan terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebsear 0,1736 0,51
Dan koefisien serap bunyi optimum pada frekuensi 2000 Hz berada pada
perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,4406 dan terendah pada perbandingan 0 : 100
yaitu sebesar 0 : 100 yaitu sebesar 0,1597.
Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa nilai optimum koefisien serap
bunyi didapatlah hasil koefisien serap bunyi optimum ketika penambahan
EPDM-PU dan Waru pada perbandingan komposisi berat 50:50 untuk frekuensi
250 Hz, 500Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, 2000 Hz. Dimana perbandingan ini adalah
perbandingan serat yang paling banyak digunakan dibandingkan perbandingan
komposisi serat lain yang dingunakan.Sehinnga didapatlah hasil, dengan
bertambahnya jumlah serat yang digunakan pada pembentukan komposit
EPDM-PU dan Serat Waru maka bertambah pula nilai koefisien serap bunyi. Secara
keseluruhan hasil serapan bunyi untuk keseluruhan sampel telah memenuhi
standard ISO 11654 :1997 memiliki nilai minimum sebesar 0.15
Koefisien serap bunyi akan bertambah jika jumlah serat ditambah. Hal
ini disebabkan komposisi sampel mempunyai serat yang lebih banyak sehingga
membentuk pori – pori yang lebih banyak pula. Hal ini menyebabkan gelombang
lebih mudah diserap oleh bahan yang dapat meningkatkan nilai koefisien
4.5. Hasil Uji Kerapatan Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Filler
Salah satu sifat fisis yang menunjukkan perbandingan antara massa benda
terhadap volumenya dianamakan dengan kerapatan (density). Hasil penelitian dari
uji kerapatan komposit IPN EPDM-PU dengan penambahan serat waru sebagai
bahan pengisi disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :
Hasi Uji Kerapatan Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Waru
Sebagai Filler dapat dilihat pada tabel 4.10. di bawah ini :
Tabel 4.10. Data Hasil Pengujian Kerapatan Komposit IPN Karet Sintetis
EPDM-PU dengan Waru Sebagai Filler
EPDM-PU
Berdasarkan Tabel 4.10. diatas dapat dilihat bahwa kerapatan paling
tinggi dihasilkan dari komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU tanpa Serat Waru
yaitu sebesar 1,0041 g/cm3. Sedangkan kerapatan rendah dihasilkan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU : Waru pada perbandingan % berat 50 : 50 yaitu sebesar
0,5875. Surbakti (2013) mengatakan jika semakin banyak serat yang digunakan
maka matriksnya semakin sedikit. Berkurangnya matriks menyebabkan massa
komposit yang dihasilkan semakin kecil. Massa komposit semakin kecil
menurun. Dari tabel dapat dilihat bahwa semakin banyak penggunaan serat maka
nilai kerapatannya semakin menurun sedangkan semakin sedikit serat yang
digunakan maka kerapatannya semakin bertambah.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006 Papan
Partikel menetapkan nilai kerapatan papan parktikel sebesar 0,50 g/cm3 - 0,90 g/cm3. Berdasarkan hasil diperoleh kerapatan rata- rata ke enam komposit lebih dari 0,50 g/cm3. Dari hasil rata – rata papan partikel yang telah diteliti menunjukkan bahwa papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar yang
telah di tetapkan.
4.6 Uji Daya Serap Air Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Filler
Pengujian daya serap air dilakukan untuk menentukan besarnya persentase air
yang terserap oleh sampel. Pengujian daya serap air dilakukan dengan
perendaman selama 2 jam dan 24 jam. Dimana perendaman sampel selama 2
jam dilakukan untuk mengetahui daya serap air secara lansung, sedangkan
perendaman sampel selama 24 jam dimasukkan untuk mengetahui daya serap air
secara perlahan – lahan pada sampel. Selanjutnya daya serap air dapat dihitung
menggunakan rumus pada persamaan (2.15). Untuk perhitungannya dapat dilihat
pada lampiran. Berikut ini adalah tabel pengujian daya serap air komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru sebagai bahan filler.
4.6.1. Uji Daya Serap Air Selama 2 Jam
Hasil uji daya serap air yang dilakukan selama 2 jam dapat dilihat pada Tabel
Tabel 4.11 Uji Daya Serap Air komposit IPN Karet EPDM-PU dengan Serat
Waru Sebagai filler selama 2 Jam
Komposisi
Berdasarkan Tabel 4.11. di atas daya serap air yang dilakukan secara
lansung dalam waktu 2 jam memiliki daya serap air yang tinggi pada campuran
Komposit IPN-PU dan serat waru pada perbandinga 60 : 40 yaitu sebesar 18,67%
sedangkan daya serap air yang kecil terdapat pada variasi komponen komposit
EPDM-PU dan serat waru pada komposisi 0 : 100 yang tidak ada semakali serat
waru yaitu sebesar 0,42%.
Penyerapan air oleh suatu komposit disebabkan karena adanya ikatan
hidrogen yang terbentuk antara gugus OH pada serat alam di dalam air. Molekul
air pertama kali diserap pada gugus hidrofilik dalam serat dan setalah itu
molekul air yang lain juga tertarik ke gugus hidrofilik yang lain sehigga nantinya
molekul – molekul ini dapat membentuk lapisan dia atas molekul air yang telah
Berikut ini adalah gambar pengikatan molekul air oleh serat alam
Gambar 4.19. Pengikatan molekul air oleh serat alam (Michael dkk, 2013).
Penambahan serat yang melebihi batas maksimum menyebabkan
porositas semakin besar, sehingga menyebabkan daya serap air semakin besar
(Trisna dkk, 2012 ). Berdasarkan tabel 4.12 diatas semakin banyak serat yang
digunakan maka daya serap airnya pun akan bertambah. Namun pada
perbandingan % berat 50 : 50 terjadi pengecualian daya serap air sedikit
menurun yaitu sebesar 11,76%. Ini disebabkan lemahnya ikatan hidrogen yang
dibentuk oleh serat antara gugus OH pada serat alam di dalam air. Akibatnya
berkurangnya gugus hidrofilik untuk menyerap air, sehingga terjadi penurunan
daya serap air pada komposisi % berat 50 : 50 yang seharusnya semakin besar.
4.6.2. Uji Daya Serap Air Dalam Selama 24 Jam
Hasil uji daya serap air yang dilakukan selama 2 jam dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12. Uji Daya Serap Air komposit IPN Karet EPDM-PU dengan Serat
Berdasarkan tabel 4.12 diatas daya serap air yang dilakukan secara
perlahan – lahan dalam waktu 2 4 jam memiliki daya serap air yang tinggi pada
campuran Komposit IPN-Poliuretan dan Serat Waru pada perbandinga 60 : 40
yaitu sebesar 30,41%. Sedangkan daya serap air yang kecil terdapat pada variasi
komponen komposit EPDM-PU dan Serat Waru pada komposisi 100 : 0 yang
tanpa penambahan serat waru yaitu sebesar 4,55 %.
Sesuai dengan keterangan tabel 4.11. uji daya serap air dalam
perendaman 2 jam. Penambahan serat akan maka daya serap airnya akan
semakin bertambah. Penambahan serat Waru menghasilkann daya serap air juga
semakin meningkat, namun pada percampuran Komposit IPN EPDM-PU : Waru
pada perbandingan % berat 50 : 50 mengalami penurunan. Ini disebabkan
lemahnya ikatan hidrogen yang dibentuk oleh serat antara gugus OH pada serat
alam di dalam air. Akibatnya berkurangnya gugus hidrofilik untuk menyerap air,
sehingga terjadi penurunan daya serap air pada komposisi % berat 50 : 50 yang
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Campuran yang tepat hasil IPN Komposit antara Karet Sintetis EPDM dengan
Poliuretan yaitu pada perbandingan 10 : 90 phr dengan nilai stress (Tegangan)
sebesar 2,887 MPa, nilai strain (Rengangan) sebesar 20,75% dan Modulus
Elastisitas sebesar 13,91 MPa.
2. Persentase ikat silang paling tinggi Komposit IPN EPDM-PU pada
perbandingan komposisi 10 : 90 phr yaitu sebesar 86,76%.
3. Daya redam optimum yang dihasilkan dari campuran komposit IPN Karet
sintetis EPDM-PU dengan penambahan Serat Waru sebagai filler pada frekuensi
250 Hz pada percampuran EPDM-PU dengan serat waru dengan perbandingan %
berat 50 : 50 yaitu sebesar 0,9665. Kerapatan paling optimum komposit IPN
Karet Sintetis EPDM-PU dengan penambahan serat waru adalah dalam
perbandingan % berat 90 : 10 yaitu sebesar 0,7902. Daya serap air paling optimun
perendaman sampel selama 2 dan 24 jam terdapat pada perbandingan % berat 60
5.2. Saran
1. Diharapkan peneliti selanjutnya yang meneliti tentang komposit sebagai
peredam suara agar menambah ketebalan spesimen sehingga diharapkan dapat
menghasilkan perendeman suara yang lebih besar.
2. Diharapkan peneliti selanjutnya yang meneliti tentang komposit sebagai
peredam suara agar meggunakan filler serat alam yang lebih kuat dan tebal
sehingga diharapkan dapat menghasilkan perendeman suara yang lebih besar.
3. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan uji mekanik komposit IPN yang
digunakan sebagai peredam suara untuk menghasilkan komposit IPN bermanfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polimer
Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan
sederhana monomernya. Beberapa sistem polimer yang paling penting secara
industri adalah karet, plastik, serat, pelapis sampai adhesif (Hartomo, 1996).
Istilah polimer dihubungan dengan molekul besar suatu makromolekul yang
strukturnya bergantung pada monomer atau monomer-monomer yang dipakai
dalam preparasinya. Jika hanya ada beberapa unit monomer yang tergabung
bersama, polimer dengan berat molekul rendah yang terjadi, disebut oligomer
(bahasa Yunani oligos,”beberapa”). Karena semua polimer sintetis dipreparasi
melalui monomer- monomer yang terikat bersama, maka beberapa unit kimia
akan berulang sendiri terus-menurus. Unit demikian ditulis dalam tanda kurung
dianggap sebagai unit ulang (Stevens, 2001).
2.2. Interpenetrasi Jaringan Polimer
Interpenetrasi jaringan polimer adalah gabungan dari dua polimer jaringan yang
berbeda dengan ikatan kovalen antara dua jaringan. Suatu IPN dapat terjadi secara
serentak ataupun berurutan melalui dua sistem polimer yang berbeda (Odian,
2003).
Rantai polimer dapat juga bercabang (gambar 2.1.b.). Beberapa rantai
lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan silang membentuk
polimer bersambung silang. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka
terbentuk polimer bersambung-silang. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai
arah maka terbentuk polimer sambung-silang tiga dimensi yang sering disebut
Gambar bagan rantai polimer melingkar, bercabang, dan membentuk
jaringan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :
(a) (b) (c)
Gambar 2.1. Bagan (a) rantai lurus melingkar secara acak, (b) rantai bercabang
dan (c) polimer jaringan (Cowd, 1991).
Banyak sistem polimer sifatnya sangat ditentukan oleh pembentukan
jaringan tiga dimensi,seperti misalnya baekelit yang merupakan damar mengeras
bahang fenol- metanal. Dalam sistem polimer seperti itu pembentukan sambungan
silang tiga dimensi terjadi pada tahap akhir produksi. Proses ini memberikan sifat
kaku dan keras kepada polimer (Cowd, 1991) .
2.2.1. Klasifikasi IPN
2.2.1.1. Berdasarkan Ikatan Kimia
Berdasarkan ikatan kimia interpenetrasi jaringan polimer (IPN) terbagi atas dua
yaitu ikatan kovalen berupa Semi IPN dan ikatan non kovalen terdiri dari Semi
IPN dan Full IPN.
- Kovalen Semi IPN : kovalen Semi IPN mengandung dua sistem polimer terpisah yang terikat silang untuk membentuk jaringan polimer tunggal.
- Non-kovalen Semi IPN : non-kovalen Semi IPN hanya mengandung satu
sistem polimer yang terikat silang.
Gambar Klasifikasi IPN berdasarkan ikatan kimia dapat dilihat pada Gambar 2.2.
berikut ini :
(a) (b) (c)
Gambar 2.2. (a) non-kovalen semi IPN, (b) kovalen semi IPN, (c) non-kovalen
full IPN (Kumar et al. 2013).
2.2.1.2. Berdasarkan Pola
- Novel IPN yaitu polimer yang terdiri dari dua atau lebih jaringan polimer yang sebagian molekulnya bertautan tetapi salah satunya tidak terikat
secara kovalen dan tidak dapat dipisahkan kecuali jika ikatan kimianya
patah.
- Sequential IPN ( IPN berurutan) pada IPN jenis ini komponen polimer jaringan kedua dipolimerisasi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan polimerisasi komponen polimer jaringan pertama.
- Simultaneous IPN ( IPN Serentak ) dipreparasi melalui proses dimana kedua komponen polimer jaringan dipolimerisasi secara bersamaan.
- Semi IPN terjadi apabila hanya salah satu komponen saja yang terikat silang dan meninggalkan yang lain dalam bentuk linear (Kumar et al.
2.3. Komposit
Komposit adalah material yang dibentuk oleh kombinasi dari dua atau lebih
komponen yang berbeda (Bhatnagar, 2004).
Pada umumnya komposit tersusun atas dua komponen material yaitu
material matrik dan subastrat (reinforcment) ataupun penguat, kedua bagian
material ini saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya berdasarkan atas
fungsi masing-masing bagian tersebut. Substrat ataupun bahan pengisi berfungsi
memperkuat matrik karena pada umumnya substrat jauh lebih kuat dari pada
matrik dan nantinya akan memperkuat pembentukan bahan dengan mempengaruhi
sifat fisik dan mekanik bahan yang terbentuk. Sedangkan matrik polimer
berfungsi sebagai pelindung substrat dari pada efek lingkungan dan kerusakan
akibat adanya benturan (Arif, 2008).
2.4. Karet Sintetis
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak
bumi. Berdasarkan pemanfaatannya, ada dua macam karet sintetis yaitu karet
sintetis yang digunakan secara umum dan karet sintetis yang digunakan secara
khusus. Jenis karet sintetis untuk keperluan khusus karena memiliki sifat yang
khusus yang tidak dimiliki karet sintetis jenis umum, seperti ketahanan terhadap
minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, serta kedap terhadap gas.
Ada beberapa alasan yang melatar belakangi diproduksinya karet sintetis:
1. Untuk mencapai kemandirian dalam membentuk produk yang sampai sekarang
hanya didapat dari produk alam
2. Untuk memenuhi permintaan yang semakin besar
3. Untuk memperoleh sifat karet yang tidak dimiliki oleh produk alam, seperti
ketahanan menggembung dalam minyak, ketahanan terhadap temperatur ekstrim
Mengenai alasan yang pertama berkaitan dengan kenyataan bahwa karet sintetik
merupakan produk yang patut diciptakan, dimana keberadaan karet sintetis ini
dapat meningkatkan keuntungan baik di bidang politik maupun ekonomi.
Mengenai alasan yang kedua berkaitan dengan pengembangan industri karet yang
sangat dekat dengan industri transportasi dimana diperkuat oleh mesin
pembakaran internal yang kemungkinan membutuhkan bantuan karet sintetis.
Mengenai alasan ketiga kekurangan dari karet alam dalam aplikasinya dalam
keperluan alat-alat yang bersifat elastis yang berasal dari karet alam, mampu
ditutupi dengan adanya karet sintetis. Meskipun permintaan karet alam memiliki
sifat lebih baik untuk ban, karet sintetis ini menjadi meningkat kepentingannya
misalnya untuk industri pesawat terbang (Blackley, 1983).
2.5. Karet EPDM
Karet etilen propilen monomer EPM diperkenalkan di United State dalam jumlah
yang terbatas pada tahun 1962. Ada dua jenis karet etilen propilen, EPM dan
EPDM. Desain dari EPM meliputi kopolimer sederhana dari etilen dan propilen
(“E” untuk etilena, “P” untuk propilena, dan “P” untuk polimetilena (- (CH2)x -)
jenis tulang belakang. Pada kasus EPDM, “D” adalah komonomer ketiga, suatu
diena, yaitu molekul tak jenuh dalam molekul EPDM. EPDM adalah struktur tak
jenuh EPM. Ketidakjenuhan ini ditandai dengan kopolimerisasi etilena dan
propilena dengan komonomer ketiga, yaitu suatu diena nonkonjugasi. Diena
terstruktur hanya pada satu ikatan rangkap yang akan terpolimerisasi dan ikatan
rangkap tak bereaksi berperan sebagai sisi untuk ikat-silang sulfur (Morton,
Struktur karet sintetis EPDM dapat dilihat pada Gambar 2.3. di bawah ini :
Gambar 2.3. Struktur Karet Sintetis EPDM (Batiuk, 1976).
Polimer EPDM memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan elastromer
padat. EPDM memiliki nilai viskositas larutan encer (Dilute Solution
Viscosity/DSV) 1,6 – 2,5, yang diukur dengan 0,2 g EPDM per desiliter toluena pada temperatur 25ºC. Karet EPDM memiliki nilai kekuatan tarik kira-kira
800-1800 psi (sekitar 5,51-12,40 MPa) dan kemuluran sebesar 600% (Batiuk, 1976).
2.6. Poliuretan
Gugus isosianat,-NCO merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat
membentuk uretan dengan alkohol. Reaksi gugus isosianat dengan alkohol dapat
dilihat pada Gambar 2.4. berikut ini :
R.NCO + R'OH R.NH.COO.R'
Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau polidiol (senyawa
polihidrat), akan terjadi poliuretan. Reaksi diisosianat dengan polidiol dapat
dilihat pada Gambar 2.5. di bawah ini :
OCN
R
NCO
+ OH
R'
OH
OCN R NH CO O R' OHBereaksi dengan monomer-
monomer berikutnya
CO NH CO O R' O
Gambar 2.5. Reaksi Diisosianat dengan Polidiol Membentuk Poliuretan
(Cowd,1991)
Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Upaya pertama
untuk membuat poliuretan niaga dialkukan oleh Bayer di Jerman yang membuat
polimer dari heksana-1,6- diisosianat ( heksametila diiosianat) dari buatana
-1,4-diol (-1,4-butan-1,4-diol). Kesatuan berulangnya mempunyai struktur seperti gambar
2.6 berikut ini :
O
C N (CH2)6 N C (CH2)4 O
H H O
Gambar reaksi antara gugus isosianat dengan alkohol dapat dilihat pada
Gambar 2.7. Reaksi isosianat dengan alkohol membentuk Uretan (Cheremisinoff
et al. 1989)
Jika gugus isosianat bereaksi dengan air akan membentuk asam karbanat
seperti terlihat pada gambar 2.8. berikut ini :
N
Gambar 2.8. Reaksi Isosianat dengan air akan membentuk asam karbanat
(Cheremisinoff et al. 1989)
Ketika isosianat bereaksi dengan air akan membentuk asam karbanat akan
membentuk asam karbanat yang tidak stabil yang kemudian akan terdekomposisi
amin dan karbon dioksida sesuai dengan Gambar 2.9. berikut ini :
R1
Gambar 2.9. adalah asam karbanat yang terdekomposisi membentuk amin dan
Kemudian, ketika suatu isosianat bereaksi dengan suatu amin akan
membentuk urea seperti terlihat pada Gambar 2.10. berikut ini :
N C O
Gambar 2.10. Reaksi isosianat dengan amin akan membentuk urea
(Cheremisinoff et al. 1989).
Pada umumnya semua pelarut yang dibeli dipasaran mengandung sedikit
oksigen dan air yang diabsorbsi dari udara selama penyimpanan. Keberadaan
oksigen dan air ini tidak diiginkan dalam reaksi-reaksi yang melibatkan zat-zat
yang peka udara dan air, oleh karena itu pelarut yang digunakan harus bebas udara
dan air. Maka pelarut tersebut dapat dihilangkan dengan mengalirkan gas nitrogen
(bubbling) kedalam pelarutnya, selama beberapa waktu ( misalnya 5 - 10) menit (Sembiring, 2007)
2.7. Serat
Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, getas. Karena serat yang terutama
menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya yaitu :
perekatan (bonding) antara serat dan matriks (intervarsial bonding) sangat baik
dan kuat sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding), kelangsingan
(aspec ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat cukup
besar. Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatannya yang sangat tinggi, elongasi
(daya rentang yang baik ), stabilitas panas yang baik, kemampuan untuk diubah
menjadi filamen – filamen dan sejumlah sifat – sifat lain yang bergantung pada
2.7.1. Serat Sebagai Penguat
Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai penguat bahan
untuk memperkuat komposit sehingga sifat mekaniknya lebih kaku, tangguh dan
lebih kokoh dibandingkan dengan tanpa serat penguat, selain itu serat juga
menghemat penggunaan resin. Dalam penggabungan antara serat dan resin, serat
akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement) yang biasanya mempunyai
kekuatan dan kekakuan tinggi, sedangkan resin berfungsi sebagai perekat atau
matrik untuk menjaga posisi serat, mentransmisikan gaya geser dan juga berfungsi
sebagai pelapis serat. Matriks biasanya mempunyai kekuatan relatif rendah tetapi
ulet, karena itu serat secara dominan akan menentukan kekuatan dan kekakuan
komposit. Sifat mekanik komposit sangat dipengaruhi oleh orientasi seratnya,
komposit bisa bersifat quasi-isotropic ketika digunakan serat pendek yang
diorientasikan secara acak, anisotropic ketika digunakan serat panjang yang
diorientasikan pada beberapa arah, atau orthotropic ketika digunakan serat
panjang yang diorientasikan terutama pada arah yang saling tegak lurus. Kekuatan
komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri, arah,
distribusi, dan kandungan serat (Jamasri, 2008).
2.8. Serat Kulit Pohon Waru
Waru (Hibiscus Tiliaceus), merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal oleh
penduduk Indonesia. Jenis ini biasanya dapat ditemukan dengan mudah karena
tersebar luas di daerah tropik dan terutama tumbuh berkelompok di pantai
berpasir atau daerah pasang surut. Oleh karena sering ditemukan hidup di tepi
pantai maka tanaman ini juga biasanya disebut waru laut. Waru (Hibiscus
Tiliaceus), suku kapas - kapasan atau Malvaceae, juga dikenal sebagai waru laut telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan
pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru disukai
karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di
Kayu terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus dan
tidak begitu keras, kelabu kebiruan, semu ungu atau coklat keunguan, atau
kehijau-hijauan. Liat dan awet bertahan dalam tanah, kayu waru ini biasa
digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang perkakas,
ukiran, serta kayu bakar. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada
tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun -
daunnya lebih lebar. Pohon, tinggi 5 – 15 meter. Batang berkayu, bulat,
bercabang, warnanya cokelat. Gambar serat kulit waru dapat dilihat pada gambar
2.11. di bawah ini :
Gambar 2.11. Serat Kulit Waru (Nurudin dkk, 2011)
2.8.1. Komposisi Kimia Kulit Waru
Hasil uji karakterisasi permentasi kulit waru dapat dilhat pada tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1. Waru Leaf Saponin on Ruminal Fermentation (Istiqomah et al. 2011).
No Nama Komposisi % Berat
1 Protein Mentah 17,08
2 Ekstrak Ester 3.45
3 Serat Mentah 22,77
4 % Abu 10,79
5 Karbohidrat 45,91
6 Tannin (%) 8,93
7 Saponin (mg/g) 12,90
2.9. Vulkanisasi
Vulkanisasi merupakan istilah umum yang diterapkan ke reaksi ikat silang
polimer-polimer, khususnya elastomer. Tidak semua polimer-polimer vinil bisa
diikat silang dengan peroksida, sebagai contoh polipropilena dan poli (vinil
klorida) lebih mudah mengalami degadrasi dari pada ikat silang.
Pada prinsipnya mekanismenya berupa mekanisme ionik, yang
melibatkan adisi ke ikatan rangkap dua untuk membentuk suatu zat antara ion
sulfonium yang kemudian mengabstraksi ion hidrida atau menyerahkan proton
untuk membentuk kation-kation baru yang mempropagasi reaksi tersebut.
Terminasi terjadi melalui reaksi antara anion sulfenil dan karbokation. Laju
vulkanisasi dengan belerang, pada umumnya dinaikkan dengan menambah
akselerator-akselerator seperti garam-garam seng dari asam ditiokarbamat atau
senyawa-senyawa organobelerang seperti disulfide. Senyawa-senyawa lain,
khususnya seng oksida dan asam stearat, juga ditambahkan sebagai aktivator
(Stevens, 2001).
2.10. Bahan Tambahan
Tujuan bahan tambahan yaitu untuk mengubah sifat-sifat polimer dan untuk
meningkatkan kemampuan prosesnya. Bahan tambahan untuk mengubah sifat dari
pigmen dan odoran yang dipakai karena alasan estetis terhadap bahan-bahan