• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Manajemen Sumberdaya Dan Kesejahteraan Keluarga Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Manajemen Sumberdaya Dan Kesejahteraan Keluarga Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN MANAJEMEN SUMBERDAYA

DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

LINA NAJWATUR RUSYDI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis

Perbandingan Manajemen Sumberdaya dan Kesejahteraan Keluarga pada

Keluarga Miskin dan Tidak Miskin” adalah benar-benar hasil karya sendiri

dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya

ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

(3)

ABSTRACT

LINA NAJWATUR RUSYDI. Comparation Analysis of Family Resource Management and Family Well-Being on Poor and Prosperous Family. Under direction of EUIS SUNARTI and MEGAWATI SIMANJUNTAK.

Poverty is one of the problems in Indonesia. To overcome poverty, Indonesian government creates many programs, such as Program Keluarga Harapan (PKH), Program Pemberdayaan Peran Keluarga, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), etc. But any support from the government wouldn’t give good impact to family’s living if it isn’t well-managed. The research was conducted to analyze the comparation rate of family resource management and family well-being in poor family and prosperous family in Laladon Village, Bogor. The society in this village has various social demography characteristic. Family resource management is important to increase the well-being of the poor family or to increase value and productivity for the prosperous family. The results show that there was a difference between poor family characteristics and prosperous family. Based on types of problem that had been around, poor family claimed that housing aspect was the major problem whereas prosperous family claimed that self developing aspect was major problem. Prosperous family’s life goal was fulfilled by the spiritual necessity whereas poor family’s life goal was fulfilled by housing necessity. Human resource management of prosperous family was better than poor family, whereas time management and financial management in two groups were distinct. Physical well-being of prosperous family was better than poor family, whereas social well-being and psychological well-being in two groups were’nt distinct. Family resource management was related to physical well-being. So that, the government was expected to include family resource management as substance in family effort and resistance program.

(4)

RINGKASAN

LINA NAJWATUR RUSYDI. Analisis Perbandingan Manajemen Sumberdaya Keluarga dan Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis perbandingan manajemen sumberdaya keluarga dan kesejahteraan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin. Adapun tujuan khususnya adalah 1) menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, masalah yang dirasakan, dan tujuan keluarga yang hendak dicapai antara keluarga miskin dan tidak miskin; 2) menganalisis manajemen sumberdaya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan antara keluarga miskin dan tidak miskin; 3) menganalisis kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis pada keluarga miskin dan tidak miskin; 4) menganalisis hubungan antara manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan dengan karakteristik keluarga serta tingkat masalah keluarga; dan 5) menganalisis hubungan antara kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis dengan karakteristik keluarga, masalah keluarga, manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan.

Disain penelitian ini adalah cross sectional study. Desa Laladon dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang cukup heterogen. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin yaitu 31 orang keluarga miskin dan 39 orang keluarga tidak miskin. Pada proses pengumpulan data terdapat 2 orang contoh dari keluarga tidak miskin drop out sehingga total jumlah contoh adalah 68 orang. Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji beda Independent Sample T-Test, dan uji korelasi Pearson.

(5)

yang dimilikinya. Hasil perhitungan rasio utang terhadap pendapatan per bulan menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh keluarga miskin memiliki tingkat rasio kurang dari atau sama dengan 50%, sedangkan lebih dari separuh contoh keluarga tidak miskin memiliki tingkat rasio lebih dari 50%. Hal ini berarti keluarga miskin mampu melunasi utang dengan pendapatan yang diterima per bulan, sedangkan keluarga tidak miskin sebaliknya. Berdasarkan pemaparan tersebut, terdapat perbedaan nyata antara usia suami, usia isteri, lama pendidikan suami, lama pendidikan isteri, besar keluarga, pendapatan, pengeluaran, dan rasio utang terhadap aset pada keluarga miskin dan tidak miskin.

Seluruh contoh keluarga tidak miskin memiliki tingkat masalah yang rendah. Adapun pada keluarga miskin lebih dari separuh (54.8%) contoh memiliki tingkat masalah yang sedang. Masalah yang paling banyak dirasakan contoh keluarga miskin adalah masalah perumahan sedangkan pada keluarga tidak miskin adalah masalah pengembangan diri. Seluruh contoh keluarga miskin menjadikan aspek perumahan sebagai tujuan, sedangkan pada keluarga tidak miskin lebih dari separuh (56.7%) menjadikan aspek spiritual sebagai tujuan.

Hampir seluruh contoh (90.3%) keluarga miskin kurang melakukan manajemen sumberdaya manusia, sedangkan tiga perempat (75.7%) keluarga tidak miskin cukup baik manajemen sumberdaya manusianya. Seluruh contoh keluarga miskin dan tiga perempat keluarga tidak miskin kurang melakukan manajemen waktu. Meskipun demikian rataan keluarga tidak miskin lebih besar dibandingkan rataan keluarga miskin, artinya manajemen waktu keluarga miskin lebih baik dibandingkan keluarga tidak miskin. Secara keseluruhan contoh kurang melakukan manajemen keuangan, namun manajemen keluarga tidak miskin lebih baik dibandingkan keluarga miskin.

Seluruh contoh keluarga tidak miskin memiliki kesejahteraan fisik yang baik, sedangkan proporsi terbesar kesejahteraan fisik keluarga miskin berada pada kategori cukup. Sebagian besar contoh memiliki kesejahteraan sosial yang baik. Adapun kesejahteraan psikologis keluarga miskin lebih baik dibandingkan keluarga tidak miskin.

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diperoleh variabel yang berhubungan nyata dengan manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan yaitu usia istri, usia suami, lama pendidikan istri, lama pendidikan suami, serta besar keluarga. Tingkat masalah berhubungan nyata dengan manajemen sumberdaya manusia dan waktu. Adapun variabel yang berhubungan nyata dengan kesejahteraan fisik yaitu usia istri, usia suami, lama pendidikan istri, lama pendidikan suami, besar keluarga, tingkat masalah, manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

(7)

ANALISIS PERBANDINGAN MANAJEMEN SUMBERDAYA DAN

KESEJAHTERAAN KELUARGA

PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

LINA NAJWATUR RUSYDI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul : Analisis Perbandingan Manajemen Sumberdaya dan Kesejahteraan

Keluarga pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin

Nama : Lina Najwatur Rusydi

NIM : I24061886

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Diketahui,

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Tanggal ujian: Tanggal lulus: Dr. Ir. Euis Sunarti, MS

Pembimbing 1

(9)

PRAKATA

Segala puji serta syukur senantiasa dihaturkan pada Allah SWT, Sang

Pencipta Kehidupan. Dialah yang Maha Berkehendak sehingga akhirnya penulis

dapat menyelesaikan salah satu karya terbaiknya, yaitu skripsi yang berjudul

“Analisis Perbandingan Sumberdaya dan Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga

Miskin dan Tidak Miskin”. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilantunkan

bagi suri teladan kita, Rasulullah SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan

Konsumen.

Skripsi ini tidak akan pernah dapat penulis selesaikan tanpa bantuan orang

lain. Oleh karena itu, sebagai bentuk penghargaan, penulis ingin menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen yang telah memberikan arahan, waktu,

ilmu, rasa pengertian dan kesabaran serta kritikan yang membangun selama

penulis berada di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, baik ketika

beliau menjadi dosen pembimbing skripsi maupun dosen pembimbing

akademik.

2. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, waktu, ilmu, rasa pengertian dan kesabaran kepada

penulis.

3. Tin Herawati, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar, Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

selaku dosen penguji atas masukan yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi

ini, dan dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) yang telah

memberikan ilmu kepada penulis.

4. Kepala Desa Laladon, kader Posyandu RW 03 dan RW 10 atas segala

kemudahan dan bantuan selama penulis mengambil data penelitian.

5. Motivator terbesar penulis, yaitu ayahanda Ir. Rusdiono dan ibunda Susi

Wilayatu NZ. Terimakasih atas doa, motivasi, dan pengertian yang selalu

diberikan kepada penulis. Kepada adik-adik (Faris, Muna, Nufus, Syahna,

Aufa, dan Daffah) yang telah rela mengurangi waktu kebersamaannya

dengan penulis selama penyusunan skripsi ini. Kepada kedua saudaraku,

Fajar Santiabudi dan Juandi atas segala doa, motivasi, dan perhatian yang

(10)

6. Irma dan Avi yang telah berkenan mengajarkan pengolahan data &

mengoreksi format penulisan skripsi, Yuku, dan Uniella yang menjadi teman

berbagi saat penyusunan proposal, serta rekan-rekan IKK 43 yang lainnya.

Terimakasih atas segala rasa dan peristiwa yang menemani kehidupan

penulis selama di IKK. Sahabat-sahabat seperjuangan Deputi BKIM IPB yang

telah memahami kesibukan penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi

ini. Kepada Jamiler’z crew (Fitria, Uni Siska, Teh Pera, Mbak Mul, Neneng, Nana, Indah), Kak Isni, Uni Izik, dan Mbak Cin terimakasih atas segala

nasehat, kritik, dan canda yang telah diberikan. Kebersamaan kita bukan

tanpa konflik, namun itulah yang kian menjadikan hati kita kaya makna dan

mengeratkan ukhuwah kita. Semoga Allah kian mengokohkan iman dalam

dada kita dan mengumpulkan kita kelak di syurga-Nya. Amiin. Terakhir,

ucapan terimakasih kepada Parsell Crew (Juandi, Fajar, Ihsan, Ahyar, Ahya, Kanta, Yusuf, Rizky, Zaenal, Huda, dan Desi), MAGIC 43 (Hapshoh, Nida,

Sasa, Citra, Nengchan, Nong, Azzah, Sist, Upik, Desi, Asma, dan Ling-ling)

serta kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu

disini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini

yang berasal dari keterbatasan penulis sebagai seorang manusia. Meskipun

demikian, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan masyarakat.

“Ya Rabb-ku, berilah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang yang shaleh. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang-orang-orang yang mewarisi syurga yang penuh kenikmatan. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan” (TQS Asy-Syu’araa: 83-85 dan 87)

Bogor, 4 Mei 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis berasal dari keluarga sederhana pasangan Rusdiono-Susi Wilayatu

NZ, dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 November 1988. Penulis merupakan

anak pertama dari delapan bersaudara. Masa kecil penulis dihabiskan di

berbagai kota di Indonesia, di antaranya Bandung, Jakarta dan Kupang, NTT.

Saat berumur delapan tahun orangtua penulis memilih untuk menetap di Bogor

sehingga sampai saat ini penulis tinggal di Bogor.

Penulis menamatkan SD pada tahun 2000 di SDN Cibening 1 Bogor.

Kemudian melanjutkan studi ke jenjang berikutnya hingga tahun 2003 di SMPN 1

Cibungbulang Bogor. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi ke SMAN 1

Leuwiliang Bogor hingga tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis mendapat

kesempatan masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).

Ketertarikan penulis terhadap sosiologi dan psikologi mendasari pilihan jurusan di

IPB. Akhirnya, pada tahun kedua di IPB, penulis berhasil mendapatkan

kesempatan untuk menimba ilmu di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

Saat menjadi mahasiswa, penulis cukup aktif mengikuti berbagai organisasi

dan kepanitiaan. Tahun 2007/2008 penulis menjadi staf Kebijakan Publik dan

Ekologi BEM FEMA, anggota IPB Student Politic Centre (ISPC), dan koordinator

PPSDM Dapartemen Keputrian (Deputi) BKIM IPB. Tahun 2008, penulis

dipercaya untuk memegang amanah sebagai ketua Masa Perkenalan

Departemen (MPD) 44 IKK dan ketua penyambutan mahasiswa baru Deputi

BKIM. Tahun 2009/2010, penulis diamanahkan sebagai Ketua Departemen

Keputrian BKIM IPB.

Pada tahun 2008 dan 2010, bersama-sama dengan beberapa teman di IKK,

penulis mendapatkan dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa

Pemberdayaan Masyarakat (PKMM). Pada tahun 2009, penulis terpilih menjadi

nominator pendamping POSDAYA terbaik se-Indonesia dalam acara ulang tahun

Yayasan Damandiri. Sejak tahun 2009, penulis mendapatkan beasiswa regular

(12)

DAFTAR ISI

Kesejahteraan Keluarga ... 10

Masalah Keluarga ... 12

Tujuan Keluarga ... 13

Manajemen Sumberdaya Keluarga ... 13

Manajemen Sumberdaya Manusia ... 15

Manajemen Waktu ... 16

Manajemen Keuangan ... 17

Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODE PENELITIAN ... 23

Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 23

Populasi dan Teknik Penarikan Contoh ... 23

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

Pengolahan dan Analisis Data ... 25

Definisi Operasional ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

Karakteristik Keluarga ... 32

Usia ... 32

Manajemen Sumberdaya Keluarga ... 46

Manajemen Sumberdaya Manusia ... 46

Manajemen Waktu ... 56

Manajemen Keuangan ... 61

Manajemen Sumberdaya Keluarga ... 63

(13)

Kesejahteraan Fisik ... 64

Kesejahteraan Sosial ... 66

Kesejahteraan Psikologis ... 68

Kesejahteraan Keluarga ... 71

Hubungan Antara Variabel-variabel Penelitian ... 71

Manajemen Sumberdaya Keluarga ... 71

Kesejahteraan Keluarga ... 74

Keterbatasan Penelitian ... 76

SIMPULAN DAN SARAN ... 77

Simpulan ... 77

Saran ... 78

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Variabel penelitian, skala, dan kategori yang digunakan ... 26

2 Sebaran usia contoh dan statistiknya ... 32

3 Sebaran usia suami contoh dan statistiknya... 33

4 Sebaran jenjang pendidikan contoh dan koefisien uji bedanya... 33

5 Sebaran jenjang pendidikan suami contoh dan koefisien uji bedanya ... 34

6 Sebaran lama pendidikan contoh dan statistiknya ... 34

7 Sebaran lama pendidikan suami contoh dan statistiknya ... 35

8 Sebaran jenis pekerjaan contoh ... 36

9 Sebaran jenis pekerjaan suami contoh... 36

10 Sebaran contoh dan statistik besar keluarga ... 37

11 Sebaran contoh dan statistik pendapatan ... 38

12 Persentase pengeluaran pangan dan non pangan ... 39

13 Sebaran contoh dan statistik pengeluaran per kapita ... 40

14 Sebaran contoh dan statistik kepemilikan utang, rasio utang-aset, dan rasio utang-pendapatan ... 40

15 Sebaran contoh berdasarkan jenis masalah keluarga ... 41

16 Sebaran contoh dan statistik tingkat masalah keluarga ... 43

17 Sebaran contoh berdasarkan tujuan keluarga ... 44

18 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator MSDM dalam aspek pangan ... 47

19 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator MSDM dalam aspek perumahan ... 49

20 Sebaran contoh dan koefien uji beda indikator MSDM dalam aspek pengasuhan ... 50

21 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator MSDM dalam aspek pendidikan ... 53

22 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator MSDM dalam aspek kesehatan ... 55

23 Sebaran contoh dan statistik kategori manajemen sumberdaya manusia .. 56

24 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator manajemen waktu ... 58

25 Sebaran contoh dan statistik kategori manajemen waktu ... 60

26 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator manajemen keuangan .... 61

(15)

28 Sebaran contoh dan statistik kategori manajemen sumberdaya keluarga .. 63

29 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator kesejahteraan fisik ... 65

30 Sebaran contoh dan statistik kategori kesejahteraan fisik ... 66

31 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator kesejahteraan sosial ... 67

32 Sebaran contoh dan statistik kategori kesejahteraan sosial ... 68

33 Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator kesejahteraan psikologis . 69 34 Sebaran contoh dan statistik kategori kesejahteraan psikologis ... 70

35 Sebaran contoh dan statistik kategori kesejahteraan keluarga ... 71

36 Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, masalah, dan manajemen sumberdaya keluarga ... 72

37 Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, masalah, dan manajemen sumberdaya keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin . 73 38 Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, masalah manajemen sumberdaya keluarga, dan kesejahteraan keluarga ... 75

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka berpikir manajemen sumberdaya keluarga pada keluarga

miskin dan tidak miskin ... 22

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebanyak 189 negara mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan

Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat pada September 2000. MDGs

merupakan komitmen bersama negara-negara maju dan negara-negara

berkembang dalam menangani permasalahan utama pembangunan termasuk di

dalamnya kemiskinan dan hak asasi manusia (HAM). Dalam KTT tersebut

seluruh perwakilan negara yang hadir sepakat untuk menurunkan proporsi

penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1 per hari menjadi setengahnya

antara periode 1990-2015. Dengan kata lain, salah satu nota kesepakatan MDGs

adalah menanggulangi kemiskinan.

Berdasarkan data pada tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Indonesia

mencapai 15.4 persen dari jumlah penduduk nasional Indonesia. Sebagian besar

penduduk miskin (63.5%) berada di daerah pedesaan. Provinsi Jawa Barat

berada pada urutan ketiga dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di

Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebanyak 15.2 persen

penduduk miskin Indonesia berada di Jawa Barat dengan proporsi terbesar

(50.8%) di wilayah pedesaan (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat

2009).

Dalam pengertian umum dan sederhana, miskin diartikan sebagai kondisi

yang tidak berkecukupan secara ekonomi, khususnya berkenaan dengan

kebutuhan konsumsi dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Dalam

cakupan yang lebih luas, pengertian kemiskinan juga meliputi ketidakmampuan

memenuhi kebutuhan dasar lainnya seperti gizi, kesehatan, pendidikan, air

bersih, dan transportasi (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan

Ekonomi Sosial 2006). Secara umum, ada dua kategori kemiskinan, yaitu

kemiskinan relatif dan absolut. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin

karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau

seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan disteribusi

pendapatan. Adapun kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan

ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan,

sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa

(18)

miskin adalah penduduk yang memiliki rataan pengeluaran per kapita per bulan

dibawah Garis Kemiskinan (BPS 2008).

Sebagai salah satu negara yang menandatangani nota kesepakatan

MDGs, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi angka kemiskinan. Upaya

pengentasan kemiskinan diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan

pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan peluncuran program-program

pengentasan kemiskinan. Pada hakikatnya program-program pengentasan

kemiskinan merupakan program peningkatan kesejahteraan keluarga seperti

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Tabungan Keluarga

Sejahtera (Takesra), Kredit Usaha Keluarga Pra Sejahtera (Kukesra), Kelompok

Usaha Bersama (KUBE), dan lain-lain (Sunarti 2010).

Menurut Suharto (2005) orang miskin bukanlah orang yang pasif melainkan

manajer seperangkat aset yang ada di seputar diri dan lingkungannya. Sebesar

apa pun bantuan pemerintah atau sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga, jika

tidak diatur secara baik dalam manajemen sumberdaya keluarga, maka tidak

akan efektif. Hasil penelitian Firdaus dan Sunarti (2009) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan nyata antara manajemen keuangan dengan kesejahteraan

keluarga. Semakin baik manajemen keuangan, maka semakin baik pula

kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, manajemen sumberdaya keluarga

menjadi hal penting dalam kehidupan keluarga, baik pada keluarga miskin

maupun tidak miskin. Bagi keluarga miskin, manajemen sumberdaya perlu

dilakukan agar keluarga tersebut dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang

lebih baik. Adapun bagi keluarga tidak miskin, manajemen perlu dilakukan agar

sumberdaya yang sudah ada ditingkatkan nilai atau produktivitasnya. Manajemen

sumberdaya keluarga dikatakan berhasil jika keluarga dapat mencapai tujuan

dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Secara umum, tujuan dari

keluarga adalah terciptanya kesejahteraan keluarga. Sebagai suatu output, Sunarti (2001) mengelompokkan kesejahteraan keluarga ke dalam tiga jenis,

yaitu kesejahteraan fisik, kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan psikologis.

Saat ini penelitian mengenai manajemen sumberdaya keluarga pada

keluarga tidak miskin masih sangat sedikit. Selain itu, belum ada penelitian yang

menganalisis hubungan manajemen sumberdaya keluarga dengan

kesejahteraan fisik, kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan psikologis. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti manajemen sumberdaya keluarga pada

(19)

sumberdaya keluarga pada keluarga miskin. Selanjutnya, menganalisis

hubungan manajemen sumberdaya keluarga dengan kesejahteraan fisik, sosial,

dan psikologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

umum manajemen sumberdaya keluarga yang dilakukan oleh keluarga miskin

dan tidak miskin dan hubungannya dengan kesejahteraan untuk kemudian

dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan program pemberdayaan dan

ketahanan keluarga yang tepat, baik bagi keluarga miskin ataupun tidak miskin.

Rumusan Masalah

Keluarga merupakan institusi terkecil dari sebuah masyarakat (basic unit of society) yang memiliki delapan fungsi, yaitu: 1) fungsi agama; 2) fungsi sosial budaya; 3) fungsi cinta kasih; 4) fungsi perlindungan; 5) fungsi reproduksi; 6)

fungsi sosialisasi dan pendidikan; 7) ekonomi; dan 8) fungsi pemeliharaan

lingkungan. Kondisi suatu keluarga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

lingkungan di luar keluarga yaitu mesosistem, eksosistem, dan makrosistem.

Dengan demikian, keberfungsian keluarga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

ketiga sistem tersebut. Keluarga berkualitas akan mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh lingkungan yang berkualitas, begitu pula sebaliknya. Agar

fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pengelolaan

keluarga yang baik, termasuk pengelolaan sumberdaya keluarga.

Manajemen sumberdaya keluarga adalah penggunaan sumberdaya

keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting

oleh keluarga. Ada tiga komponen dalam proses manajemen, yaitu input, proses, dan output. Input merupakan segala sesuatu yang dimiliki atau dapat diakses oleh keluarga dan ditransformasi dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan.

Proses terdiri atas perencanaan dan implementasi. Adapun output adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari sistem manajemen (Deacon dan Firebaugh 1988).

Bagi keluarga miskin, keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh sebuah

keluarga menyebabkan perlunya suatu pengelolaan yang baik agar tujuan hidup

yang diinginkan dapat tercapai (Iskandar 2003). Bagi keluarga tidak miskin

pengelolaan sumberdaya diperlukan agar sumberdaya yang ada dioptimalkan

fungsi produksinya agar kesejahteraan keluarga kian meningkat.

Sebagai proses yang dinamis, salah satu dari karakteristik manajemen

adalah tidak kaku, artinya, proses manajemen yang dilakukan dapat disesuaikan

(20)

karena itu, setiap keluarga memiliki pola manajemen yang berbeda-beda. Begitu

pula yang terjadi pada keluarga miskin dan tidak miskin.

Keluarga tidak miskin diduga memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi,

pendapatan dan jumlah aset yang lebih besar, tingkat masalah yang lebih rendah

serta tujuan keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga miskin. Oleh

karena itu, keluarga tidak miskin diduga menerapkan manajemen sumberdaya

keluarga yang lebih baik dibandingkan keluarga miskin. Penerapan manajemen

yang lebih baik diduga menciptakan kesejahteraan keluarga yang lebih baik pula.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan karakteristik keluarga, masalah yang

dirasakan, dan tujuan keluarga yang hendak dicapai antara keluarga

miskin dan tidak miskin?

2. Apakah terdapat perbedaan manajemen sumberdaya manusia,

manajemen waktu, dan manajemen keuangan antara keluarga miskin dan

tidak miskin?

3. Apakah terdapat perbedaan kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis

pada keluarga miskin dan tidak miskin?

4. Apakah terdapat hubungan antara manajemen sumberdaya manusia,

waktu, dan keuangan dengan karakteristik contoh serta masalah

keluarga?

5. Apakah terdapat hubungan antara kesejahteraan fisik, sosial, dan

psikologis dengan karakteristik contoh, masalah keluarga, manajemen

sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan?

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan

manajemen sumberdaya keluarga dan kesejahteraan keluarga pada keluarga

miskin dan tidak miskin. Adapun tujuan khususnya, adalah:

1. Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, masalah yang dirasakan,

dan tujuan keluarga yang hendak dicapai antara keluarga miskin dan

tidak miskin

2. Menganalisis manajemen sumberdaya manusia, manajemen waktu, dan

manajemen keuangan antara keluarga miskin dan tidak miskin

3. Menganalisis kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis pada keluarga

(21)

4. Menganalisis hubungan antara manajemen sumberdaya manusia, waktu,

dan keuangan dengan karakteristik keluarga serta masalah keluarga

5. Menganalisis hubungan antara kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis

dengan karakteristik keluarga, masalah keluarga, manajemen

sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi bagi institusi

pendidikan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menerapkan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu mengabdi pada

masyarakat. Selanjutnya, bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan

wawasan baru bagaimana sebaiknya mengelola sumberdaya keluarga untuk

mencapai tujuan keluarga. Akhirnya, bagi pemerintah, penelitian ini memberikan

gambaran bagaimana pengelolaan sumberdaya keluarga pada masyarakat

miskin dan tidak miskin dan bagaimana hubungan antara manajemen dengan

kesejahteraan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Keluarga

Menurut Soekanto (1990), keluarga kecil (nuclear family) merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, isteri beserta anak-anaknya yang

belum menikah. Sedangkan menurut Saleha (2003) keluarga merupakan satuan

dasar dari sumberdaya manusia yang berperan dalam masyarakat pada

berbagai bentuk kegiatan. Sebagai satuan dasar, maka keluarga merupakan

instansi pertama yang memberikan pengaruh terhadap sosialisasi diri dan

pembentukan pribadi manusia (Soedarsono 1997). Hal ini senada dengan yang

dikemukakan oleh Sunarto (2006) bahwa keluarga sebagai wahana utama dan

pertama untuk 1) mengembangkan potensi keluarga; 2) mengembangkan aspek

sosial dan ekonomi keluarga; dan 3) penyemaian cinta kasih sayang. Rice dan

Tucker mengelompokkan fungsi keluarga dalam dua bagian, yaitu fungsi

ekspresif dan fungsi instrumental. Fungsi ekspresif berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhan emosi dan perkembangan, termasuk moral, loyalitas, dan sosialisasi

anak, sedangkan fungsi instrumental berkaitan dengan manajemen sumberdaya

untuk mencapai berbagai tujuan keluarga melalui a) prokreasi dan sosialisasi

anak serta b) dukungan dan pengembangan anggota keluarga. Adapun fungsi

keluarga menurut Roberta Berns yaitu fungsi reproduksi, sosialisasi/pendidikan,

penetapan peran sosial, dukungan ekonomi, dan dukungan emosi (Sunarti

2001). Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk membahas

keluarga,diantaranya adalah teori struktural fungsional dan sosial konflik.

Teori Struktural Fungsional

Teori ini mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial yang

menjadi sumber adanya struktur masyarakat. Struktur masyarakat tersebut

menciptakan fungsi dan peran yang berbeda-beda dalam masyarakat. Dengan

kata lain, teori ini memandang bahwa keseimbangan dalam masyarakat akan

terwujud jika masyarakat mampu menjalankan kehidupan sesuai dengan peran

dan fungsinya masing-masing. Teori ini muncul sebagai kritikan terhadap sosial

konflik yang menginginkan kehidupan egaliter (tanpa struktur).

Perspektif fungsionalisme dicetuskan oleh August Comte (Megawangi

2001) yang menginginkan terciptanya kesepakatan/konsensus dalam

(23)

melahirkan teori pembagian kerja (division of labor). Menurutnya, masyarakat bersatu jika memiliki kesadaran akan kebersamaan. Kesadaran kebersamaan

didefinisikan sebagai sebuah kepercayaan yang diterima oleh rata-rata individu

(common beliefs) yang dapat menyatukan seluruh sistem kemasyarakatan. Asas rasionalitas dan self-interest justru dapat menciptakan persaingan, penipuan dan

kekacauan sosial. Maka, Emile Durkheim menganggap penting diciptakan suatu

mekanisme untuk menginstitusionalisasi peraturan moral dan nilai sehingga

menjadi common values atau nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang atau disakralkan oleh masyarakat.

Tokoh lain yang berperan dalam mengembangkan teori struktural

fungsional yaitu Talcott Parsons. Parsons mencetuskan “teori aksi sukarela”

(voluntaristic theory of action). Menurutnya, tidak ada seseorang yang ‘dipaksa’ untuk melakukan sesuatu karena seseorang bertindak sesuatu berdasarkan

keputusannya sendiri. Keputusan ini dipengaruhi oleh kondisi situasional di

sekitarnya dan kondisi normatif yang berlaku di masyarakat. Setiap tindakan

disebut “unit aksi” (unit act) yang dilakukan oleh satu aktor atau lebih. Dalam konteks sosial, beberapa unit aksi dapat bergabung menjadi satu “sistem aksi”

dimana setiap aktor mempunyai peran sesuai dengan kondisi situasional dan

norma-norma yang diyakininya.

Konsep kesatuan aksi tersebut dapat terlaksana jika memenuhi dua syarat

berikut: 1) sebuah sistem sosial harus mempunyai komponen aktor dalam jumlah

yang memadai, dimana tingkah lakunya dimotivasi oleh tuntutan-tuntutan peran

yang diatur oleh sistem sosialnya; dan 2) sistem sosial harus dapat menolak

pengaruh budaya yang dapat mempengaruhi ketertiban sistem sosialnya, atau

yang dapat menimbulkan deviasi dan konflik. Untuk memenuhi syarat tersebut,

maka diperlukan proses institusionalisasi agar pola relasi yang stabil antar aktor

yang mempunyai status dan peran berbeda, dapat terwujud. Melalui proses

institusionalisasi ini, maka proses internalisasi norma, kebiasaan, dan peran

dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan kepribadian aktor yang dapat

menghasilkan pola relasi sosial yang stabil yang akan menciptakan ketertiban

sosial. Proses internalisasi norma inilah yang membuat seseorang merasa

“sukarela” dalam melakukan sesuatu.

Perspektif struktural fungsional menyebutkan bahwa keseimbangan dalam

keluarga dapat tercapai bila terdapat struktur keluarga. Ada tiga elemen utama

(24)

sosial dimana ketiganya saling berkaitan. Kehidupan seseorang dalam sebuah

sistem sosial (dalam hal ini keluarga) tidak terlepas dari perannya yang

diharapkan karena satus sosialnya. Peran ini berfungsi sebagai menjamin

kelangsungan hidup sebuah sistem. Inilah yang dimaksud dengan keterkaitan

antara aspek struktural dan fungsional dalam keluarga.

Keluarga dapat dipandang sebagai sebuah sistem dimana memiliki pola

interaksi yang hampir sama dengan sistem sosial. Teori struktural fungsional

memandang bahwa keberfungsian keluarga dapat terlaksana jika memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut: 1) Adanya diferensiasi peran; 2) Adanya alokasi

solidaritas; 3) Adanya alokasi ekonomi; 4) Adanya alokasi politik; dan 5) Adanya

alokasi integrasi dan ekspresi. Pembagian peran dalam keluarga bisa dilakukan

dengan mempertimbangkan umur, gender, status ekonomi dan politik dari setiap

anggota keluarga. Alokasi solidaritas merupakan disteribusi relasi antar anggota

menurut cinta, kekuatan, dan intensitas. Alokasi ekonomi menunjukkan adanya

disteribusi barang dan jasa untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini berkaitan

dengan pembagian peran anggota keluarga dalam fungsi produksi, distribusi,

dan konsumsi dalam keluarga. Alokasi politik menunjukkan distribusi kekuasaan

dalam keluarga dan penanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga.

Adapun alokasi integrasi dan ekspresi merupakan distribusi teknik atau cara

untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang

memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.

Teori Sosial Konflik

Landasan teori sosial konflik adalah prinsip materialisme yang

menyebutkan bahwa asal segala sesuatu adalah substansi materi, termasuk

manusia. Kesadaran dan ruh manusia berasal dari adanya gerakan-gerakan

partikel dalam otak. Prinsip materialisme menyatakan bahwa pada dasarnya

manusia bersifat egois. Apapun yang dilakukan manusia semata-mata demi

memenuhi kepentingan pribadinya saja. Oleh karena itu kehidupan masyarakat

diwarnai dengan pola relasi dominasi dan penindasan.

Salah satu tokoh yang berperan dalam pengembangan teori ini adalah Karl

Marx. Menurut Marx pola relasi antar manusia didorong oleh motivasi material

dan ekonomi. Teori Marx meluas dengan semakin gencarnya kritikan terhadap

(25)

berkuasa dipandang akan selalu menindas kelompok yang dikuasai agar

kepentingannya dapat terpenuhi.

Menurut teori sosial konflik, keluarga terdiri atas suami sebagai kaum

borjuis yang selalu menindas kaum proletar yaitu isteri. Pembagian ini

didasarkan pada adanya fakta bahwa suami seringkali berkuasa dan menindas

isteri dalam aspek ekonomi, seksual, dan pembagian properti dalam keluarga.

Keluarga yang ideal dalam perspektif sosial konflik adalah keluarga yang

berlandaskan companionship atau persahabatan yang hubungannya horizontal (Megawangi 2001). Keluarga yang berstruktur justru menimbulkan konflik

keluarga yang berkepanjangan.

Kemunculan kaum feminis yang mengharapkan adanya “kebebasan bagi

wanita” didasarkan pada teori ini. Mereka menuntut adanya penghapusan sistem

patriarkat dalam keluarga. Bahkan mereka berupaya menghilangkan institusi

keluarga atau paling tidak defungsionalisasi keluarga. Salah satu contoh

defungsionalisasi keluarga adalah mengurangi peran keluarga dalam

pengasuhan anak.

Kesejahteraan Keluarga

Menurut UU No. 52 tahun 2009 ketahanan dan kesejahteraan keluarga

adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta

mengandung kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan mengembangkan

diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan

kebahagiaan lahir dan batin (www.hsph.harvard.edu). Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga, yaitu

berdasarkan pendekatan objektif dan subjektif. Pendekatan objektif diturunkan

dari data kuantitatif yang diperoleh dari angka-angka yang langsung dihitung dari

aspek yang telah ditelaah. Pendekatan subjektif diperoleh dari persepsi

masyarakat tentang aspek kesejahteraan sehingga hasilnya merupakan

perkembangan dari aspek kesejahteraan (Iskandar 2007).

Menurut Syarief dan Hartoyo dalam Fahmi (2008), faktor-faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain faktor ekonomi, budaya,

teknologi, keamanan, kehidupan beragama, dan kepastian hukum. Hasil

penelitian Fahmi (2008) menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan ekonomi

keluarga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, usia isteri, tingkat

pendidikan suami, pengeluaran total keluarga, frekuensi perencanaan kegiatan

(26)

BKKBN membagi keluarga dalam lima tahapan, yaitu Keluarga Pra

Sejahtera (Pra KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II),

Keluarga Sejahtera III (KS III), dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus).

Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) dan Keluarga Sejahtera I (KS I) termasuk dalam

kategori miskin. Ada lima indikator yang harus dipenuhi agar suatu keluarga

dikategorikan sebagai Keluarga Sejahtera I, yaitu: 1) Anggota keluarga

melaksanakan ibadah sesuai agama yang dianut masing-masing; 2) Seluruh

anggota keluarga pada umumnya makan 2 kali sehari atau lebih; 3) Seluruh

anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda di rumah, sekolah, bekerja

dan bepergian; 4) Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah; dan 5) Bila

anak sakit atau PUS (Pasangan Usia Subur) ingin mengikuti KB pergi ke

sarana/petugas kesehatan serta diberi cara KB modern. Adapun suatu keluarga

termasuk Keluarga Pra-Sejahtera jika tidak memenuhi salah satu dari lima

indikator tersebut (BPS 2008).

BPS mengukur kesejahteraan keluarga dengan menghitung pola konsumsi

keluarga. Keluarga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk

konsumsi makanan mengindikasikan keluarga yang berpenghasilan rendah.

Makin tinggi tingkat penghasilan keluarga, makin kecil proporsi pengeluaran

untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran keluarga, maka semakin tinggi

tingkat kesejahteraannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa keluarga

akan semakin sejahtera jika persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih

kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan.

Sunarti (2001) melakukan penelitian ketahanan keluarga dengan

menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output). Hasilnya ditemukan

faktor laten ketahanan keluarga, yaitu ketahanan fisik, sosial, dan psikologis.

Ketahanan fisik mencakup kesejahteraan fisik, ketahanan sosial mencakup

kesejahteraan sosial, dan ketahanan psikologis mencakup kesejahteraan

psikologis. Kesejahteraan fisik menggambarkan kondisi tingkat pemenuhan

kebutuhan fisik seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan.

Adapun kesejahteraan sosial dicerminkan dari persepsi dan harapan terhadap

lingkungan yang merupakan hasil dari suatu rangkaian proses interaksi sosial.

Sedangkan, kesejahteraan psikologi terukur dari frekuensi emosi tertentu,

harapan terhadap masa datang, tingkat kepuasan, konsep diri, dan kepedulian

(27)

Masalah Keluarga

Suami isteri akan membuat harapan-harapan saat memulai kehidupan

berumah tangga. Jika dalam perjalanan kehidupan keluarga mereka mengalami

kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, maka pada saat itulah muncul

masalah. Menurut Burgess dan Locke (1980) perbedaan latar belakang keluarga,

gaya pengasuhan yang didapatkan, dan perbedaan pandangan tentang peran

masing-masing anggota keluarga dapat menimbulkan konflik.

Blood (1972) menyebutkan bahwa krisis dalam keluarga bisa disebabkan

oleh gangguan eksternal atau pergesekan internal keluarga. Gangguan eksternal

dapat muncul dari adanya orang asing di rumah, misalnya seorang anak akan

menganggap ayah atau ibu tiri mereka sebagai orang asing. Pertemanan yang

terlalu dekat dengan lawan jenis dari luar keluarga juga dapat memicu konflik.

Oleh karena itu, gangguan eksternal dapat muncul jika keluarga terlalu terbuka

terhadap orang-orang di luar keluarga.

Konflik internal muncul ketika terjadi pergesekan antara salah satu anggota

keluarga dengan anggota keluarga yang lainnya. Menurut Taylor (2002), konflik

keluarga yang paling banyak terjadi adalah konflik internal. Meskipun seseorang

menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah (berada di tempat kerja atau

berkumpul dengan komunitasnya), namun pada hakikatnya mereka tinggal

dengan keluarga dan akan kembali ke rumah. Lewicki, Saunders, dan Minton

membagi konflik keluarga dalam 4 level, yaitu: 1) konflik intrapersonal (konflik

karena adanya dua ‘kubu’ pemikiran dalam diri seseorang); 2) konflik

interpersonal (konflik antar anggota keluarga); 3) konflik intragroup (terbentuknya kubu-kubu dalam internal keluarga); dan 4) konflik intergroup (perselisihan keluarga dengan komunitas di luar keluarga). Menurut Burgess dan Locke

(1960), konflik interpersonal diantaranya adalah konflik orangtua-anak dan konflik

suami-isteri. Konflik anak biasanya berkaitan dengan perilaku anak, gangguan

emosional, dan keremajaan. Konflik yang terjadi antara orangtua-anak

menunjukkan ketidakmampuan orangtua dalam membangun hubungan

demokratis dengan anak. Adapun konflik suami isteri bersumber dari hubungan

kasih sayang, seks, perbedaan pola budaya, peran sosial, kesulitan ekonomi,

dan adanya persahabatan yang saling menguntungkan. Goldsmith

mengelompokkan tiga area interaksi suami isteri yang merupakan sumber konflik

(28)

konflik keluarga bisa berupa frustasi, penolakan, pengkhianatan, dan rendahnya

self esteem (Sunarti 2001).

Sunarti (2001) melakukan studi ketahanan keluarga dengan menggunakan

pendekatan input-proses-output. Masalah yang dirasakan oleh seseorang merupakan komponen proses yang akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga.

untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga (output), keluarga harus mampu menanggulangi masalah (proses) dengan menggunakan sumberdaya yang

dimiliki (input). Masalah ada yang bersifat fisik dan non fisik. Masalah fisik

mencakup kondisi ekonomi, kesehatan, dan peristiwa kehilangan materi. Adapun

masalah non-fisik berupa konflik dengan suami, keluarga, kesulitan pengasuhan

anak, dan peristiwa kehilangan.

Tujuan Keluarga

Tujuan didefinisikan sebagai hasil akhir yang dituju dari suatu tindakan,

biasanya berkaitan dengan tenggat waktu, pencapaian prestasi, penyelesaian,

dan kesuksesan. Orientasi tujuan masuk ke dalam proses manajemen melalui

sistem personal yang berasal dari nilai yang dianut. Semakin absolut nilai yang

dianut seseorang, makin spesifik tujuan hidupnya. Misalnya, jika ketertarikan

musik seseorang hanya pada musik country dan barat, maka keinginan untuk menyaksikan pertunjukan langsung menjadi fokus tujuannya. Seseorang yang

menikmati semua jenis musik, memiliki lebih banyak alternatif pilihan untuk

memenuhi keinginannya (Deacon dan Firebaugh 1988).

Nilai berkembang menjadi tujuan melalui berbagai cara, seperti

pengalaman, pengetahuan baru, informasi timbal balik, dan perubahan

lingkungan. Misalnya, nilai akan kesehatan diwujudkan ke dalam tujuan untuk

meningkatkan vitalitas fisik (Deacon dan Firebaugh 1988). Ada tiga tipe tujuan,

yaitu: 1) berdasarkan waktu (tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang); 2)

berdasarkan peran (pribadi, profesional, keluarga, dan masyarakat); dan 3) jenis

(tujuan primer dan sekunder).

Manajemen Sumberdaya Keluarga

Deacon dan Firebaugh (1988) mendefinisikan sumberdaya sebagai segala

sesuatu yang berada dalam kontrol keluarga yang dapat memenuhi tuntutan

keluarga atau menghantarkan keluarga untuk mencapai tujuan. Sumberdaya

dapat berasal dari dalam keluarga atau merupakan hasil interaksi keluarga

(29)

bisa memenuhi keinginan (Gross et al 1973). Dengan demikian segala sesuatu yang ada di sekitar kita dapat digolongkan menjadi sumberdaya jika dapat

diakses dan sudah diketahui potensi atau kegunaannya.

Berdasarkan jenisnya, sumberdaya dibagi menjadi dua, yaitu sumberdaya

manusia dan sumberdaya materi (Deacon dan Firebaugh 1988). Sumberdaya

manusia mencakup keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan anggota

keluarga. Terdapat tiga aspek sumberdaya manusia, yaitu aspek kognitif, afektif,

dan psikomotorik. Keberfungsian ketiga aspek sumberdaya manusia tersebut

dipengaruhi oleh energi yang dimiliki manusia dan kemampuannya untuk

mengelola waktu. Sumberdaya energi dan waktu digolongkan sebagai

sumberdaya non-manusia/materi. Dengan demikian, terdapat kaitan yang erat

antara sumberdaya manusia dan sumberdaya materi.

Sumberdaya materi mencakup barang/benda, jasa, waktu, dan energi

(Deacon dan Firebaugh 1988). Waktu sifatnya tetap, tidak bisa ditambah,

dikurangi atau diakumulasi. Penggunaan waktu yang efektif berkaitan dengan

pencapaian kesejahteraan psikologis. Energi merupakan sesuatu yang

fundamental bagi kelangsungan hidup manusia karena manusia selalu

membutuhkan energi dalam setiap aktivitas. Sumberdaya energi dapat dihasilkan

oleh manusia sendiri melalui proses konsumsi pangan atau berasal dari

lingkungan seperti energi matahari, energi angin, dan lain-lain.

Manajemen merupakan alat dasar (basic tool) utnuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Suatu proses manajemen

dikatakan berhasil jika mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dengan

melakukan manajemen kehidupan seseorang bisa teratur dan efektif (Deacon

dan Firebaugh 1988). Menurut Gross dan Crandall (1973) sumberdaya keluarga

terdiri atas serangkaian pengambilan keputusan dalam penggunaan sumberdaya

keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Dengan kata lain, manajemen

sumberdaya keluarga mencakup semua bentuk perilaku untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Sistem manajemen menunjukkan saling ketergantungan

dan saling keterhubungan di antara sistem keluarga dengan sistem di

sekelilingnya karena manajemen dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan.

Input mencakup zat, energi, sumberdaya, keinginan, dan informasi yang

dapat ditransformasi untuk mencapai tujuan tertentu (Deacon dan Firebaugh

1988). Proses manajemen mencakup perencanaan dan pelaksanaan.

(30)

masa depan. Pelaksanaan merupakan aktivitas menjalankan perencanaan.

Pelaksanaan juga mencakup pengawasan terhadap aktivitas. Salah satu ciri

manajemen adalah tidak kaku atau dinamis. Oleh karena itu, merupakan

kelaziman jika selama proses manajemen mengalami berbagai penyesuaian dan

adaptasi. Di akhir proses pelaksanaan, ada evaluasi yang menilai pencapaian

tujuan (output). Tujuan dalam manajemen sumberdaya keluarga bisa berasal dari tujuan masing-masing anggota keluarga atau keluarga secara keseluruhan.

Tujuan memberikan arahan bagi proses manajemen. Adapun standar yaitu

ukuran atau kriteria untuk mengukur kapasitas dan cara yang akan ditempuh

untuk mencapai tujuan (Nickell dan Dorsey 1960). Secara umum hasil dari

proses manajemen yaitu tercapainya tujuan dengan menggunakan sumberdaya

yang ada.

Manajemen Sumberdaya Manusia

Manajemen sumberdaya manusia dalam penelitian ini merupakan

pembagian tugas dalam keluarga demi keberfungsian keluarga dalam memenuhi

aspek pangan, perumahan, pengasuhan, pendidikan, dan pengasuhan.

Pembagian kerja dalam rumah tangga dapat dilihat dengan menggunakan empat

hipotesis, yaitu: 1) resource and power hypothesis; 2) time availability hypothesis; 3) sex-role hypothesis; dan 4) preference-for-housework hypothesis. Resource and power hypothesis menyatakan bahwa semakin besar kontribusi pendapatan suami bagi keluarga, maka semakin besar tanggung jawab isteri dalam urusan

rumah tangga. Sebaliknya, semakin besar kontribusi pendapatan isteri bagi

keluarga, maka semakin kecil tanggung jawab isteri dalam urusan rumah tangga.

Time availability hypothesis menyatakan bahwa seorang isteri yang bekerja memiliki alokasi waktu dan tanggung jawab yang lebih sedikit untuk mengerjakan

pekerjaan rumahtangga dibandingkan dengan isteri yang tidak bekerja. Sex-role hypothesis menyebutkan bahwa persepsi gender mempengaruhi pembagian kerja. Adapun preference-for-housework hypothesis menyatakan bahwa preferensi (ketertarikan) suami dan isteri pada jenis pekerjaan tertentu

mempengaruhi pembagian kerja dalam keluarga. Secara umum, seorang isteri

menyukai aktivitas domestik seperti mengasuh anak dan merapikan rumah,

sedangkan ketertarikan suami pada aktivitas domestik lebih rendah dibandingkan

(31)

Manajemen Waktu

Manajemen waktu adalah suatu cara dalam menggunakan dan mengelola

waktu agar aktivitas dapat berjalan efektif dan efisien. Output dari manajemen

waktu adalah jika waktu yang digunakan dapat mencapai tujuan individu dan

keluarga. Dalam mengelola waktu diperlukan kemampuan untuk menempatkan

posisi diri kita dalam lingkungan. Dengan kata lain, aktivitas individu akan

disesuaikan dengan orang lain, baik dalam aspek pemenuhan pangan,

pekerjaan, istirahat, atau rekreasi (Nickell dan Dorsey 1960).

Sebagai aktivitas manajemen, manajemen waktu terdiri atas aktivitas

perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Menurut Gross dan Crandall (1973),

terdapat tiga tipe perencanaan waktu, yaitu: 1) List a job; 2) Series of project; dan 3) Schedule. List a job adalah perencanaan waktu dengan cara membuat daftar aktivitas kegiatan yang akan dilakukan, disertai dengan kata-kata motivasi

sehingga bersemangat untuk mencapai target yang sudah ditentukan. Pada

perencanaan series of project, daftar aktivitas kegiatan disertai dengan urutan waktu, namun tidak ada batas waktu yang jelas. Adapun, dalam tipe

perencanaan yang ketiga, daftar aktivitas disertai dengan urutan waktu dan

perkiraan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan aktivitas tersebut.

Langkah-langkah dalam menyusun schedule adalah; 1) membuat daftar semua aktivitas, kemudian dikelompokkan menjadi aktivitas fleksibel dan tidak fleksibel; 2)

memperkirakan waktu yang diperlukan untuk menjalankan setiap aktivitas; 3)

menyesuiakan total perkiraan waktu yang diperlukan dengan waktu yang

tersedia; 4) menyusun urutan waktu; 5) tuliskan perencanaan; dan 6) jika

terdapat aktivitas yang berkaitan dengan orang lain, maka komunikasikan hal

tersebut kepada orang yang dimaksud.

Perencanaan waktu disusun sedemikian rupa dengan mengalokasikan

waktu tidak terduga (emergencies time). Kemampuan seseorang dalam melakukan penyesuaian dalam pengelolaan waktu merupakan aspek penting

dalam melakukan manajemen waktu (Nickell dan Dorsey 1960). Salah satu cara

untuk meningkatkan kepekaan terhadap waktu adalah dengan membuat daftar

aktivitas yang harus dilakukan dalam waktu yang cukup singkat. Misalnya

merencanakan untuk mengerjakan laporan praktikum dalam waktu setengah jam.

Jika ternyata waktu yang diperlukan lebih dari setengah jam, maka yang harus

dilakukan adalah mengubah konsepsi bahwa mengerjakan laporan praktikum

(32)

digunakan sebagai pengontrol waktu adalah bulletin board, yaitu papan yang berisi daftar aktivitas beserta perkiraan waktu yang diperlukan. Alat bantu lainnya

adalah time record, yaitu mencatat setiap penggunaan waktu. Dengan cara ini, seseorang dapat memeriksa proporsi dalam menggunakan waktu. Adapun

evaluasi dilakukan dengan memeriksa ketepatan metode yang digunakan,

kesesuaian pengambilan keputusan yang diambil dengan nilai yang dianut serta

ketepatan pencapaian target (Gross dan Crandall 1973).

Manajemen Keuangan Keluarga

Manajemen pendapatan atau manajemen keuangan adalah kegiatan

merencanakan, mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penggunaan

pendapatan (Nickell dan Dorsey 1960). Menurut Firdaus dan Sunarti (2009),

manajemen keuangan keluarga mencakup komunikasi bagaimana menggunakan

pendapatan. Ketersediaan sumberdaya lain, seperti waktu dan sumberdaya

manusia, penting dalam melakukan manajemen keuangan karena sumberdaya

tersebut mempengaruhi bagaimana penggunaan keuangan untuk mencapai

tujuan (Deacon dan Firebaugh 1988). Sebagai suatu sistem, manajemen

keuangan mencakup tiga aspek, yaitu input, proses, dan output. Aspek input mencakup tujuan, keinginan, kebutuhan, dan resiko ekonomi. Penentuan tujuan

dan penetapan budget merupakan tahap perencanaan dalam proses manajemen keuangan. Bagi keluarga yang baru menikah, tujuan utama dalam penetapan

budget adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai harga barang dan jasa. Bagi keluarga yang menggunakan kartu kredit, maka yang menjadi

tujuan utama adalah menjaga batas kartu kredit sesuai dengan kemampuan

finansial mereka (Gross dan Crandall 1973). Ada empat langkah yang dilakukan

dalam menetapkan budget, yaitu: 1) memperkirakan jumlah uang yang tersedia; 2) memperkirakan pengeluaran; 3) membandingkan keperluan dengan

sumberdaya yang tersedia; dan 4) mengevaluasi perencanaan dan implementasi

secara menyeluruh.

Penelitian-Penelitian Terdahulu

Samon (2005) meneliti pelaksanaan manajemen keuangan pada dua

populasi, yaitu keluarga nelayan dan keluarga petani tambak. Dari hasil

penelitian ditemukan bahwa pengeluaran terbesar keluarga nelayan adalah

pangan, sebaliknya pengeluaran terbesar keluarga petani tambak adalah non

pangan. Jika suatu keluarga memiliki pengeluaran terbesar untuk pangan, maka

(33)

keluarga nelayan tergolong keluarga miskin dan keluarga petani tambak

termasuk keluarga sejahtera. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan

manajemen keuangan, baik keluarga nelayan maupun petani tambak masih

tergolong rendah.

Hasil penelitian Firdaus dan Sunarti (2009) menunjukkan bahwa semakin

besar jumlah anggota keluarga, maka semakin tinggi tekanan ekonomi dan

semakin rendah kesejahteraannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, makin baik

pula manajemen keuangan keluarga sehingga kesejahteraannya semakin

meningkat. Meskipun demikian hanya sedikit (12.6%) keluarga yang memiliki

manajemen dalam kategori baik. Hal ini membuktikan bahwa jenjang pendidikan

yang tinggi belum pasti memiliki manajemen keluarga yang baik. Terbatasnya

keuangan keluarga dan terbatasnya tindakan pilihan untuk menggunakan uang,

menyebabkan pengelolaan keuangan menjadi sederhana.

Hasil penelitian Sunarti (2001) menunjukkan bahwa masalah yang paling

banyak dihadapi oleh keluarga adalah masalah ekonomi keluarga (50-60%) yang

mencakup kekurangan uang untuk membeli pangan, biaya anak sekolah, dan

untuk pelayanan kesehatan. Masalah perkawinan yang terjadi adalah konflik

suami isteri (40%), bahkan terdapat 10 persen contoh yang mengetahui

suaminya selingkuh. Pada umumnya contoh merasa tertekan dengan kejadian

tersebut, namun ada contoh yang mencoba menekan perasaan tersebut dengan

berusaha memahami kejadian dan kondisi sulit yang dialami suaminya.

Saleha melakukan penelitian sumberdaya keluarga pada keluarga nelayan

di Bontang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas domestik seperti

mengurus anak dan pemeliharaan rumahtangga banyak dilakukan oleh isteri.

Meskipun demikian, aktivitas mendampingi anak belajar lebih banyak dilakukan

oleh suami. Hal ini terjadi karena ada anggapan bahwa pendidikan suami lebih

memadai dalam melakukan pendampingan belajar. Selain itu, keterlibatan suami

dalam merawat anak yang sakit, cukup tinggi yaitu sebesar 78.3 persen. Hal ini

karena mereka menyadari pentingnya kesehatan sehingga harus ditangani

dengan lebih serius bersama-sama. Adapun untuk aktivitas publik dalam sektor

ekonomi dan sosial kemasyarakatan, terdapat pembagian peran antara suami

dan isteri. Dalam sektor ekonomi, aktivitas persiapan melaut dan pemasaran

hasil laut banyak dilakukan oleh suami, sedangkan isteri banyak terlibat dalam

aktivitas pengolahan hasil ikan. Dalam sektor sosial kemasyarakatan, isteri lebih

(34)

sedangkan suami lebih banyak menghadiri kegiatan gotong royong. Suami dan

isteri secara bersama-sama banyak menghadiri kegiatan sosial kemasyarakatan

seperti acara selamatan (Saleha 2003).

Hasil penelitian Kusumo dan Simanjuntak (2009) menyebutkan bahwa

keluarga berpenghasilan rendah belum merasa puas dengan sumberdaya fisik

yang dimiliki karena hanya dapat memenuhi separuh dari harapan contoh atau

dengan kata lain sumberdaya tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan

keluarga. Meskipun demikian secara umum keluarga berpenghasilan rendah

merasa puas dengan sumberdaya non fisik yang tersedia. Kepuasan sangat

berhubungan dengan bagaimana keluarga tersebut mengatur pendapatannya

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut Iskandar (2003) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

manajemen sumberdaya keluarga terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan

eksternal. Faktor internal meliputi jumlah anggota keluarga, usia kepala keluarga,

usia isteri, pendidikan kepala keluarga dan isteri, pendidikan, dan kepemilikan

aset, sedangkan faktor eksternal berupa lokasi tempat tinggal. Keluarga miskin

membiarkan tujuan hidup mengalir seperti apa adanya, sedangkan keluarga

yang tidak miskin memiliki perencanaan agar tujuan hidup dapat dicapai. Pada

keluarga miskin dan tidak miskin, sebagian besar tugas seorang ibu adalah

mengurus anak dan keluarga. Meskipun demikian, suami juga berperan dalam

kegiatan domestik (pengasuhan anak) walaupun dengan rataan alokasi waktu

yang jauh lebih sedikit.

Suandi (2007) meneliti mengenai modal sosial dan kesejahteraan ekonomi

keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial, seperti tingkat

partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, manfaat asosiasi lokal, dan

keterpercayaan masyarakat berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan

ekonomi objektif keluarga. Selain itu, manajemen keuangan dan manajemen

anggota keluarga pun berpengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi

objektif. Adapun karakteristik sosio-demografi, seperti pendidikan suami dan

pendidikan non-formal suami tidak berpengaruh signifikan. Meskipun demikian,

karakteristik sosio-demografi tidak berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan

ekonomi subjektif keluarga. Begitu pula dengan manajemen sumberdaya

keluarga dan faktor modal sosial, tidak berpengaruh terhadap tingkat

(35)

Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa manajemen keuangan

pada keluarga miskin maupun keluarga tidak miskin tergolong rendah. Meskipun

terdapat kecenderungan semakin tinggi jenjang pendidikan maka sumberdaya

keluarga semakin baik, namun jenjang pendidikan yang tinggi belum pasti

memiliki manajemen keluarga yang baik. Faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap manajemen sumberdaya keluarga, yaitu besar keluarga, usia suami,

usia isteri, pendidikan suami, pendidikan isteri, kepemilikan aset, dan lokasi

tempat tinggal. Karakteristik sosio-demografi, modal sosial, dan manajemen

sumberdaya keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan

objektif keluarga. Masalah yang paling banyak dirasakan oleh keluarga yaitu

(36)

KERANGKA PEMIKIRAN

Sumberdaya keluarga adalah segala sesuatu yang dimiliki keluarga yang

dapat digunakan untuk mencapai tujuan keluarga. Sumberdaya yang dimiliki

keluarga merupakan input dalam proses manajemen sumberdaya keluarga. Oleh

karena itu, karakteristik keluarga yang mencakup karakteristik demografi (usia

suami-isteri dan besar keluarga), sosial (jenjang pendidikan dan lama

pendidikan), ekonomi (pendapatan, pengeluaran, pekerjaan, kepemilikan utang

dan rasio utang terhadap aset) merupakan input bagi proses manajemen. Selain

itu, masalah keluarga yang ingin diselesaikan menjadi tujuan bagi keluarga yang

akan menjadi input juga bagi proses manajemen.

Proses manajemen berlangsung jika ada perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian atas penggunaan input serta evaluasi terhadap tindakan

manajemen secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, manajemen sumberdaya

keluarga yang diteliti adalah manajemen sumberdaya manusia, manajemen

waktu, dan manajemen keuangan. Manajemen sumberdaya manusia mengacu

pada pembagian tugas dan tanggung jawab suami-isteri demi keberfungsian

keluarga dalam aspek pangan, perumahan, pengasuhan, pendidikan, dan

kesehatan. Manajemen waktu mencerminkan kemampuan keluarga

menggunakan waktu dengan efektif dan efisien. .Adapun manajemen keuangan

mencerminkan kemampuan keluarga mengelola sumberdaya materi yang

dimiliki.

Manajemen sumberdaya keluarga dikatakan berhasil jika keluarga dapat

mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Secara umum,

tujuan dari keluarga adalah terciptanya kesejahteraan keluarga. Pada penelitian

ini indikator kesejahteraan yang digunakan adalah indikator kesejahteraan yang

dikembangkan oleh Sunarti, meliputi kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis

(Sunarti 2001). Kesejahteraan fisik mencerminkan ketahanan ekonomi keluarga

karena keluarga mampu memenuhi kebutuhan fisik seperti pangan, perumahan,

pendidikan, dan kesehatan. Kesejahteraan sosial berkaitan dengan persepsi dan

harapan seseorang terhadap lingkungan sosialnya. Adapun kesejahteraan

psikologis diukur berdasarkan intensitas emosi tertentu, konsep diri, dan

kepedulian suami. Secara ringkas, kerangka pemikiran dapat dilihat pada

(37)

Gambar 1 Kerangka berpikir manajemen sumberdaya keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin

OUTPUT

Kesejahteraan Keluarga:

 Kesejahteraan Fisik

 Kesejahteraan Psikologis  Kesejahteraan

Sosial

PROSES

Manajemen Waktu

Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Keuangan

Karakteristik Keluarga:

1. Demografi

- Usia suami & isteri -Besar keluarga 2. Sosial

- Jenjang Pendidikan - Lama Pendidikan 3. Ekonomi

- Pendapatan - Pengeluaran - Pekerjaan

- Rasio utang terhadap aset

 Masalah Keluarga  Tujuan Keluarga

Gambar

Gambar 1  Kerangka berpikir manajemen sumberdaya keluarga pada keluarga
Gambar 2 Bagan penarikan contoh
Tabel 1  Variabel penelitian, skala, dan kategori yang digunakan
Tabel 2  Sebaran usia contoh dan statistiknya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Athanassakos membandingkan rasio finansial suatu perusahaan dengan median dari total sampel dan kedua, Athanassakos memberikan nilai biner 0 untuk value

Hasil uji coba pengembangan buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama memiliki tingkat keefektifan dan kemenarikan yang tinggi berdasarkan hasil

Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya

Pada percobaan pertama posisi kaki yang terlalu ke depan yang mengakibatkan sudut tangan yang terlalu pendek agar bola mendapat tekanan yang berdampak pada

Dollar Circle, 1 Year Team Elite Platinum, 8 Year Team Elite), Dean Nguyen (1 Million Dollar Circle, 3 Year Team Elite Platinum, 7 Year Team Elite), Jennifer Solco (Blue

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan usulan tesis yang berjudul : Pengaruh Secretome

Malah kami memohon daripada-Mu Ya Allah dengan penuh ketaakulan agar majlis anugerah ini akan menjadi katalis dan sumber inspirasi kepada pelajar-pelajar lain supaya

KECAMATAN AN ALALAK ALALAK KABUPA KABUPATEN BARITO KUALA TEN BARITO KUALA TAHUN 2016 TAHUN 2016 OLEH : OLEH : LINAWATI LINAWATI NPM: 12.0.01!6 NPM: 12.0.01!6. UNI"ERSITAS