• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Komunikasi Organisasi Nur Mahmudi Sebagai Walikota Depok Dalam Implementasi Kebijakan Publik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Komunikasi Organisasi Nur Mahmudi Sebagai Walikota Depok Dalam Implementasi Kebijakan Publik"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

i

ABSTRAKS

Januar Azhari

Pola komunikasi Politik Nur Mahmudi sebagai walikota depok

Pada pemilu PILKADA pemilihan kepala daerah Depok 2006 Partai Keadilan Sejahtera PKS mengusung nama Nur Mahmudi dan Yuyun yang dipercayakan mampu merubah Depok menjadi kota yang nyaman aman dan merata. Oleh karena itu Nur Mahmudi berjanji akan merubah kondisi Depok jauh lebih baik dari zaman kepala daerah yang sebelumnya. Dari sinilah Nur Mahmudi mengemban amanat yang diberikan oleh warga depok dalam memimpin Depok. Kepercayaan Warga Depok kepada pemimpin baru adalah bagian dari sikap demokratis. Dewan Pimpinan Daerah DPD PKS Depok ataupun Nur Mahmudi sebagai walikota Depok selalu melakukan pola komunikasi kepada public untuk menarik perhatian masyarakat bahwa Nur Mahmudi mampu menjalankan semua proram dan kebijakan yang telah dijanjikan saat kampanye pilkada. Sebagaimana menurut Philipe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.

Depok pada periode kepemimpinan Badru Kamal tidak dirasakan perubahan yang berarti bagi warga Depok. Kemacetan setiap harinya sering kali terjadi, tingkat buta huruf terhitung banyak jumlahnya, kemiskinan, Depok terkenal kotor dan semeraut. Inilah yang dirasaka oleh warga Depok maka saatnyalah warga Depok memilih pemimpin yang mampu membenahi Depok lebih baik lagi. Di samping mempersiapkan segala sesuatu untuk mensosialiasikan program dan kebijakan yang dijanjikan saat kampanye Nur Mahmudi jauh dari dimulainya roda kepemimpinan Nur Mahmudi sebagai walikota Depok sudah melakukan berbagai kegiatan sosial masyarakat, sehingga pencitraan Nur Mahmudi yang dibawa oleh Partai Keadilan Sejahtera tidak dinilai buruk oleh publik.

Dalam melakukan penelitian terhadap kebijakan dan program walikota terpilih 2006 penulis menggunakan metode penelitian diskripsi data. Apa yang dilihat dan disaksikan maupun yang didengar oleh penulis melalui observasi dan wawancara. Maka penulis menuangkan dan menganalisa segala bentuk tingkah laku kepala pemimpin daerah dalam mensosialisasikan atau mengkomunikasikan kebijakan dan program yang dibuat oleh PEMDA Depok atau Nur Mahmudi .

Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi organisasi Nur Mahmudi dalam implementasi kebijakan publik. Melalui wawancara dan observasi ini diketahui bahwa Nur Mahmudi memanfaatkan birokrasi dan teknokrat dengan melakukan pola komunikasi organisasi yang bersifat one way

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya sehinnga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi Politik Nur Mahmudi Sebagai Walikota Depok” ini. Shalawat dan salam semoga Allah SWT limpahkan Kepada nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan semua pengikutnya.

Sekalipun ini masih jauh belum sempurna dari yang diharapkan, namun ini merupakan suatu usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan baik mood penulis dalam mengerjakan penulisan. Kendati demikian support dari dosen pembimbing telah membangkitkan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi dan tak lepas dri pertolongan Allah yang talah memberikan nikmatnya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Muradi, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Drs Wahidin Saputra dan Umi Musyarafah MA, serta seluruh dosen dan staf Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(3)

iii

4. Seluruh karyawan di perustakaan utama dan fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FISSIP UI Depok, yang telah memberikan pelayanan pinjaman buku maupun penulis hanya bisa Foto Copy, sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

5. Dewan Pimpinan Daerah DPD PKS Depok serta staf Pemerintahan Daerah depok terutama kabag Infokom Bapak Dadang dan Kabag BAPEDA Bapak Fitriawan yang telah membantu dalam mencarikan data dan yang telah memberikan informasi data kegioatan Nur Mahmudi. Penulis ucapkan “Syukran ‘alaa Ihtimamikum asaa Allahu yubarikukum jamiian”. 6. Tsumma ta’dziman Alaa hubbikum yaa waalidayya Ummi Al - Hajjah

Suryani wa Abii Al– Hajj Abdullah allazdaani A’thaitaani ikhtimaaman wa tarbiyyatan ilayya, wa bi haazda aquulu lakum syukraan.

7. Sahabat - sahabat angkatan 2003 KPI C: Junaidi saefullah, Anggie habibatun li junaidi, Mbae yang baik hati, Maya imoet, Nasurai “kadir”, M. rosit al – jiili, Wildan Futuhi Al-arabi Dan Komunitas Mahasiswa Kreatif audio Visual (KOMKA). My best Friend F_dly Sentul makasih ye Computernya maaf udah ngerepotin.

8. Nitra Alinda sayang, terimakasih aku ucapkan kepadamu yang telah membantu memberikan semangat dan senyummu yang senantiasa menemaniku dalam menyelesaikan Skripsi, begitu banyak cinta dan kasih sayangmu di tulisan ini.

(4)

iv

yang penulis usahakan kiranya dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya para pembaca pada umunya . amiin

Depok, 3 Juni 2008/1429 H

Penulis

(5)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI………. i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ……….………... iv

DAFTAR TABEL……… v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah …..……….8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…..………...8

D. Metodologi Penelitian..………... .9

E. Sistematika Penulisan………...………...11

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori Komunikasi Organisasi……..……….. 13

B. Pola Komunikasi ………... 22

1. Komunikasi Ke Bawah ... 26

2. Komunikasi Ke Atas... 27

3. Komunikasi Horizontal ... 29

4. Komunikasi Lintas Saluran... 30

5. Komunikasi Informal... 31

C. Hubungan Komunikasi, Dakwah, dan Politik ………... 35

D. Definisi Kebijakan Publik………. 44

BAB III PROFIL NUR MAHMUDI DAN KOTA DEPOK A. Profil Nur Mahmudi sebagai Walikota Depok………….……...48

1. Riwayat Hidup ………...48

2. Visi dan Misi ………....51

(6)

vi

4. Aktivitas Dakwah ………...56

B. Profil Kota Depok ………..58

1. Sejarah.……….58

2. Visi dan Misi.………...61

3. Susunan Organisasi.….………61

4. Demografi.………...62

5. Geografi.………..66

C. Sosialisasi Program dan Kebijakan……….67

BAB IV POLA KOMUNIKASI ORGANISASI NUR MAHMUDI SEBAGAI WALIKOTA DEPOK DALAM IMPLEMENTASI - KEBIJAKAN PUBLIK A. Pola Komunikasi ……….. 76

B. Sarana Komunikasi………91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………... 96

B. Saran-saran……… 97

DAFTAR PUSTAKA………..70

(7)

vii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan agama dengan politik terus menjadi perbincangan yang tak bosan dibahas. Ada yang menyatakan bahwa dakwah Rasulullah SAW hanyalah merupakan gerakan keagamaan yang bersifat ritual, spiritual, dan moral belaka. Namun, realitas menunjukkan bahwa dakwah Nabi SAW juga merupakan dakwah yang bersifat politik.

Dalam sistem sekuler, politik lebih didasarkan pada politik Machiavellis yang ditulis dalam buku The Prince. Machiavelli mengajarkan bahwa: (1) kekerasan (violence), brutalitas, dan kekejaman merupakan cara yang diperlukan penguasa; (2) penaklukan total atas musuh-musuh politik dinilai sebagai kebajikan puncak (summum bonum); (3) dalam menjalankan kehidupan politik seseorang harus dapat bermain seperti binatang buas. Karenanya, praktik politik sistem sekular merupakan homo homini lupus; manusia menjadi serigala terhadap manusia yang lain.

(8)

viii

Siapapun yang menelaah syirah Nabi SAW, baik yang ada dalam as-Sunnah maupun al-Quran akan menyimpulkan, bahwa dakwah yang dilakukan oleh Beliau dan para sahabat, selain bersifat ritual, spiritual dan moral, juga merupakan dakwah yang bersifat politik.1

Allah SWT telah berfirman:

Dan hendaklah ada diantara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada kebajikan dan menyeru kepada ma’ruf serta mencegah dari yang mubgkar. Merekalah orang –orang yang beruntung (QS. Ali – Imran {3}: 104)2

Allah memerintahkan kaum muslimin agar di tengah-tengah mereka terdapat kelompok yang melakukan aktivitas untuk mengemban dakwah kepada Islam serta amar ma’ruf dan nahi munkar. Kata umat pada ayat di atas ditujukan untuk jamaah (bukan sekedar jamaah atau sekelompok orang). Jadi tidak bisa diartikan sebagai jamaah secara mutlak. Sebab (kumpulan) manusia itu sendiri sudah merupakan jamaah. Mereka, pernyataan : waltakum minkum ummatun tidak memiliki arti lain kecuali sebuah perintah bagi kaum muslimin agar mereka membentuk jamaah yang melakukan tugas ini (dakwah kepada Islam, amar ma’ruf dan nahi mungkar).

Hal ini membuktikan pula bahwa Allah memerintahkan untuk mewujud-kan di tengah-tengah kaum muslimin kelompok yang mengajak kepada Islam dan memerintah pada ma’ruf serta mencegah dari munkar. Ayat ini juga merupakan dalil bahwa adanya kelompok tersebut adalah

1

www.vanillamist.com diakses pada tanggal 24 Juni 2008.

2

(9)

ix

untuk mengemban dakwah Islam dan melangsungkan kembali kehidupan Islam. Dengan kata lain memerangi sistem hukum kufur beserta kekuasaannya dan mewujudkan sistem hukum Islam dan kekuasaannya adalah fardhu bagi kaum muslimin. Sebab, dakwah kepada kebajikan adalah dakwah kepada Islam. Dalam tafsir Jalalain dinyatakan “yad’una ilal khairi“ adalah Islam.

Sistem hukum di tengah-tengah kaum muslimin tidak sesuai dengan apa yang diturunkan Allah. itu adalah bentuk kemungkaran yang sangat gamblang. Sedangkan mewujudkan jamah di tengah-tengah mereka untuk melakukan tugas ini adalah dalil, bahwa Allah telah mengharuskan kepada kaum muslimin untuk mewujudkan partai politik yang mengemban dakwah Islam serta bekerja untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam. Ayat ini juga menjadi dalil hanya orang muslim saja yang berada dalam partai politik yang menyeru kepada Islam. Berupaya menghancurkan sistem hukum kufur dan mewujudkan sistem hukum Islam adalah fardhu, sama persis halnya wajibnya shalat. Sedikitpun tidak ada perbedaan antara keduanya. Haram hukumnya bagi mereka untuk tidak berada dalam kelompok (politik) tersebut.

Penyebutan kelompok tersebut dengan sebutan partai (hizb) adalah sesuatu yang alami. Allah menyebutnya di dalam al-Quran dan menyebut orang orang yang menolongnya dengan sebutan ‘hizb’..

(10)

x

aktivitas untuk melangsungkan kehidupan Islam. Dan mereka diharamkan untuk tidak melakukannya sebagaimana haram hukumnya mereka meninggalkan shalat.

Hadits ini menjelaskan bahwa berpolitik adalah fardhu. Politik menurut bahasa adalah, pemeliharaan (dan pengaturan) kepentingan. Dalam kamus dikatakan: Sustu arraiyata siyasatan, ai amartuha wa nahaituha ai ra’itu syu’unaha bil awamir wan nawahi (aku memimpin rakyat denagan sungguh sungguh, yaitu aku memerintah dan melarangnya, atau aku mengatur urusan-urusan mereka dengan perintah dan larangan-larangan tertentu).

Rasullah SAW bersabda

“Bani israil dahulu ( urusannya ) dipimpin oleh para nabi. Tatkala seorang nabi wafat, maka diganti dengan nabi baru, dan sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahku, tetapi akan ada para khalifah yang jumlahnya banyak”.

(11)

xi

adalah mengoreksi akivitas penguasa yang berkolaborasi dengan negara-negara lain.

Tentunya saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) Langsung lalu para calon Kepala Daerah yang dicalonkan dari masing-masing Partai Politik menyampaikan beberapa kebijakan untuk Depok ke depannya. Nur Mahmudi adalah Sosok yang diusung dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat Pilkada di Depok, salah satu sarana komunikasi politik yang pakai oleh PKS dalam memenangkan kampanye pilkada adalah membuat publisitas berupa audio-visual yang mengangkat kebudayan Betawi seperti “Lenong Depok“ berbentuk Compact Disc (CD) yang menginformasikan “siapa“ Nur Mahmudi di mata masyarakat Depok? “Apa yang ingin disampaikan“ oleh calon Walikota depok ini? 3

Tersebutlah daftar janji-janji Nur Mahmudi yang diantaranya yaitu berusaha memperbaiki kesemrawutan transportasi umum, perbaikan pasar-pasar tradisional, pelayanan kesehatan berbiaya murah, nikah gratis, menyantuni keluarga duka sebesar Rp 2 juta.4

Calon Walikota Depok dari PKS menyiapkan 16 program untuk membangun kota Depok agar lebih maju dan tertata lebih baik, dengan memfokuskan kepada tiga hal pokok. Tiga hal pokok yang menjadi fokus adalah meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan infrastruktur, ketertiban dan keamanan.5 Untuk itu, Nur Mahmudi akan merangkul

3

Compact Disc (CD) kampanye Pilkada Depok Nur Mahmudi dan Yuyun

4

http://www.monitordepok.com/berita, 8583,berita-utama.html> janji Nur – Yuyun terus ditagih, tanggal 30 Februari 2007

5

(12)

xii

semua elemen yang ada di kota Depok untuk bersama-sama menjadikan Depok agar dapat berkembang menjadi kota yang lebih baik.6

Akan tetapi peneliti mengutarakan apapun yang ingin disampaikan oleh komunikator politik seperti Nur Mahmudi tentang kebijakan ataupun program untuk Depok ke depannya. Maka langkah yang harus dilakukan adalah memberikan informasinya kepada elemen-elemen masyarakat. Karena jika tidak demikian masyarakat akan selalu menuntut akan janji-janjinya saat pilkada atau kebijakan-kebijakan yang mungkin kontroversi di mata masyarakat. Oleh sebab itu, komunikasi massa harus dilakukan oleh seorang pemimpin massa. Pemimpin atas jabatan politis tentunya dia adalah seorang komunikator politik yang senantiasa didengar dan dinanti pesan-pesan politiknya demi kemajuan bangsa.

Keenambelas program yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Depok di massa kepemimpinan Nur Mamudi sebagai walikota Depok tidak akan berjalan dengan mulus jika tidak ada bantuan atau dukungan moril dari lapisan masyarakat atau elemen politik di Kota Depok. Sementara itu, Noor Syamsa, dosen kebijakan publik dari Lembaga Administrasi Negara (LAN)mengatakan pemimpin daerah yang diusung oleh parpol, sebaiknya mampu memberikan ruang komunikasi dengan masyarakat secara langsung. Dan tiada salahnya pula jika walikota atau gubernur bisa melakukan coffee morning dengan seluruh elemen masyarakat setiap bulannya di sebuah tempat khusus. Sehingga mahasiswa, buruh,

6

(13)

xiii

pedagang kaki lima bisa hadir. Dan yang terpenting seorang pemimpin pada saat itu juga mendengarkan aspirasi para pengusaha agar usahanya terus maju dan banyak menciptakan lapangan pekerjaan di Depok.7

Karena komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomuni-kasi, manusia dapat saling berhubungan dengan satu sama lain, baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, di tempat pekerjaan, di pasar, dalam masyarakat, atau di mana saja. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi8. Baik perorangan maupun perkelompok di dalamnya pasti terbentuk komunikasi. Di mana di dalamnya menurut Goetano Mosca:

“Terdapat sekelompok orang yang memerintah dan orang yang diperintah. Orang yang memerintah yang biasa disebut elite politik, sedangkan yang diperintah adalah masyarakat atau rakyat (kelompok massa). Kelompok elite politik jumlahnya agak sedikit, mengambil peran utama dalam hampir semua fungsi politik nasional, memonopoli kekuatan, dan menikmati keuntungan daripadanya; Sedangkan kelompok massa, dibina, di awasi oleh yang pertama baik secara legal atau tidak, dengan atau tanpa pedoman hukum dan kekerasan. Dengan adanya komunikasi yang baik akan suatu pemerintahan dapat berjalan dengan baik, secara lancar serta berhasil. begitu pula sebaliknya“.

Komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua kalangan. Oleh karena itu, para pemimpin dan para komunikator politik perlu memahami dan menyem-purnakan kemampuan komunikasi mereka. Elite politik juga termasuk ke dalam komunikator bagi suatu negara. Elite politik sangat memengaruhi kebijakan yang akan dibuat untuk masyarakat banyak. Oleh

7

http://www.Pikiran-rakyat.com/cetak/0303/17/0102.htm, diakses pada 12 April 2007

8

(14)

xiv

karena itu, elite politik perlu juga diperhatikan karena sangat berpengaruh saat menyampaikan pesan kepada masyarakat banyak. Apabila pesan yang disampaikannya itu salah akan meng-akibatkan persepsi yang salah juga pada masyarakat.9

Oleh sebab itu berdasarkan latar belakang masalah itu, skripsi ini diberi judul “Pola Komunikasi Organisasi Nur Mahmudi sebagai Walikota Depok dalam Implementasi Kebijakan Publik“.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penulisan skripsi ini akan lebih terarah dengan dibatasi hanya pada masalah pola komunikasi organisasi Nur Mahmudi sebagai Walikota Depok dalam implementasi kebijakan publik selama kurun waktu 3 bulan mulai dari Juni s.d. Agustus 2007.

Kemudian untuk memperjelas masalah yang akan dibahas, maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana pola komunikasi organisasi yang diterapkan Nur Mahmudi dalam menjalankan Pemerintahan Kota Depok dalam implementasi kebijakan publik?”

9

(15)

xv

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah guna mengetahui bagaimana pola komunikasi organisasi Nur Mahmudi dalam menjalankan pemerintahan Kota Depok dalam implementasi kebijakan publik.

Adapun manfaat dari penelitian tersebut, antara lain: 1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan ilmu penge-tahuan, terutama di bidang dakwah dan komunikasi organisasi politik. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, khususnya penelitian dan pada umumnya teoritis, masyarakat, dan praktis. Selain itu juga, diharapkan penelitian ini memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

(16)

xvi

dikumpulkan dalam wujud konsep-konsep. Dengan jenis penelitiannya bersifat deskriptif, yakni berusaha memberikan gambaran selengkapnya.

Bodgan dan Taylor dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif men-definisikan: “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang meng-hasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati”.10

2. Teknik Penelitian

Dalam suatu penelitian, siapapun yang melakukan, dan apapun format penelitian yang digunakan, tentunya akan berlangsung secara bertahap. Menurut Sanapiah Faisal: “tahap-tahap yang lazimnya dilalui pada setiap penelitian adalah; (1) penelitian dan analisa masalah penelitian, (2) penentuan strategi pemecahan masalah, (3) pengumpulan data, (4) pengelolaan, analisis, dan interpretasi data, serta (5) penyusunan laporan penelitian “.11

3. Subjek dan Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Nur Mahmudi sebagai walikota Depok. Sedangkan objek dari penelitian ini adalah pola komunikasi organisasinya dalam implementasi kebijakan publik.

4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui 1) Studi Kepustakaan

10

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999). Cet. Ke – 10 , h. 3.

11

(17)

xvii

Dalam studi kepustakaan ini, ditelaah literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian. Hal tersebut dilakukan dengan cara memanfaatkan perpustakaan guna melakukan penelusuran pustaka dan menelaahnya. 2) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tanya-jawab pada pihak-pihak yang berkaitan dengan topik permasalahan, seperti: walikota Depok dan pihak-pihak yang terkait.

3) Dokumenter

Sumber data yang berupa catatan resmi atau official of form records, juga termasuk dokumen-dokumen ekspresif (expressieve documents), seperti: biografi, autobiografi, surat-surat, dan buku harian, termasuk juga laporan media massa (mass media reports) baik melalui surat kabar, majalah, radio, televisi maupun media cetak dan elektronik lainya yang berkaitan dengan aktivitas Nur Mahmudi.12

5. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa data penelitian ini, digunakan metode analisis kritis-deskriptif, dengan menggunakan proses induktif. Menurut Lexy J. Moleong. “analisis ini lebih merupakan pembentukan abstraktif berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, kemudian di kelompok-kelompokan, jadi penyusunan teori di sini berasal dari bawah ke

12

(18)

xviii

atas, yaitu dari sejumlah bagian yang banyak data yang dikumpulkan dan saling berhubungan.”13

Dengan demikian dalam hal ini mengumpulkan dan menyusun data yang telah ada kemudian dari data tersebut dianalisa hingga menjadi suatu teori. Sebagai landasan teknik penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini disajikan ke dalam lima bab, dengan rincian sebagai berikut:

13

(19)

xix

BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS, berisi tentang teori komunikasi organisasi, hubungan komunikasi dakwah dan politik, dan definisi kebijakan publik. BAB III PROFIL NUR MAHMUDI DAN KOTA DEPOK, berisi profil Nur Mahmudi sebagai walikota Depok, riwayat hidup, visi dan misi, aktivitas politik, aktivitas dakwah, serta profil kota Depok, sejarah, visi dan misi, susunan organisasi, demografi, geografi.

BAB IV POLA KOMUNIKASI ORGANISASI NUR MAHMUDI SEBAGAI

WALIKOTA DEPOK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK,

berisi pola komunikasi, sarana komunikasi, sosialisasi kebijakan, dan kebijakan infrastruktur.

(20)

xx BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Komunikasi Organisasi

Persepsi mengenai komunikasi organisasi perlu diketahui sebagai dasar untuk memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi organisasi.

1) Persepsi Redding dan Sanborn. Komunikasi organisasi adalah pe-ngiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk bidang ini adalah:

a) Komunikasi internal, b) Hubungan manusia,

c) Hubungan persatuan pengelola,

d) Komunikasi downward (komunikasi dari atasan kepada bawahan),

e) Komunikasi upward (komunikasi dari bawahan kepada atasan),

(21)

xxi

g) Keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, me-nulis dan evaluasi program.

2) Persepsi Katz dan Kahn. Komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam organisasi.

3) Persepsi Zelko dan Dance. Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal.

4) Persepsi Thayer. Dia memperkenalkan tiga sistem komunikasi dalam organisasi yaitu :

a) berkenaan dengan kerja organisasi seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi;

b) berkenaan dengan pengaturan organisasi seperti perintah, aturan, dan petunjuk;

c) berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi (hubungan dengan personal dan masyarakat,

pembuat iklan, dan latihan)

(22)

xxii

pribadi dan tujuan organisasi serta masalah menggiatkan aktivitas.

Meskipun bermacam-macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi, tapi ada beberapa hal yang dapat disimpulkan :

1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.

2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah, dan media.

3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilannya.14

Golddhaber memberikan definisi komunikasi organisasi adalah proses penciptaan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Pengertian tersebut mengandung konsep-konsep sebagai berikut15:

1) Proses, Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar informasi diantara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar

14

wordpress.com. Catatan Kuliah: “Persepsi dan Konsep Dasar Komunikasi Organisasi”, diakses pada tanggal 24 Juni 2008.

15

(23)

xxiii

informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada hentinya, maka dikatakan sebagai suatu proses.

2) Pesan, yang dimaksud pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang, obyek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang lain. Dalam komunikasi organisasi kita mempelajari ciptaan dan pertukaran pesan dalam seluruh organisasi. Pesan dalam organisasi dapat dilihat menurut beberapa klasifikasi yang berhubungan dengan bahasa, penerima yang dimaksud, metode difusi, dan arus tujuan dari pesan. Pengklasifikasian pesan menurut bahasa dapat dibedakan, pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal dalam organisasi misalnya; surat, memo, pidato, dan percakapan. Sedangkan pesan nonverbal dalam organisasi terutama sekali yang tidak diucapkan atau ditulis seperti; bahasa gerak tubuh, sentuhan, nada suara, ekspresi wajah, dll.

(24)

xxiv

factor, antara lain hubungan peranan, arah, dan arus pesan, hakikat seri dari arus pesan, dan isi dari pesan.

4) Keadaan Saling Tergantung, Konsep kunci komunikasi organisasi keempat adalah keadaan yang saling tergantung satu bagian dengan bagian lainnya. Hal ini telah menjadi sifat dari suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatu bagian dari organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya dan mungkin juga kepada seluruh sistem organisasi. Implikasinya, bila pimpinan membuat suatu keputusan dia harus memperhitungkan implikasi keputusan itu terhadap organisasinya secara menyeluruh.

(25)

xxv

orang sampai kepada hubungan yang kompleks. Jadi dalam organisasi terjadi hubungan yang sifatnya individual, kelompok, dan hubungan organisasi.

(26)

xxvi

7) Ketidakpastian, adalah perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Untuk mengurangi faktor ketidakpastian ini organisasi menciptakan dan menukar pesan diantara anggota, melakukan suatu penelitian pengembangan organisasi, dan mengadapi tugas-tugas yang kompleks dengan integrasi yang tinggi. Ketidak-pastian dalam suatu organisasi juga disebabkan oleh terjadinya banyak informasi yang diterima daripada sesungguhnya yang diperlukan untuk menghadapi lingkungan mereka. Jadi ketidakpastian dapat disebabkan oleh terlalu sedikit informasi yang didapatkan dan juga karena terlalu banyak yang diterima.

(27)

xxvii

organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.16

Sendjaja menyatakan, fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1) Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.

2) Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: (a) Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk

16

(28)

xxviii

mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau instruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. (b) Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

3) Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan, dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

(29)

xxix

pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.17

Kekuasaaan dalam Organisasi. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.

Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu: 1) Reward Power

Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberikan ganjaran atau Imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.

2) Coersive Power

Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan pada kemampuan untuk memberi hukuman pada orang lain.

3) Referent Power

17

(30)

xxx

Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.

4) Expert Power

Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang punya kekuasaan pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian, dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan tertentu.

5) Legitimate Power

Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya, ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.

B. Pola Komunikasi

(31)

xxxi

dibatasi. Sifat asal organisasi mengisyaratkan pembatasan mengenai siapa berbicara kepada siapa.

Burgess (1969) mengamati bahwa karakter komunikasi yang ganjil dalam organisasi adalah bahwa “pesan mengalir menjadi amat teratur sehingga kita dapat berbicara tentang jaringan atau struktur komunikasi”. Ia juga menyatakan bahwa organisasi formal mengendalikan struktur komunikasi dengan menggunakan sarana tertentu seperti penunjukkan otoritas dan hubungan-hubungan kerja, penetapan kantor, dan fungsi-fungsi komunikasi khusus.

Analisis eksperimental pola-pola komunikasi menyatakan bahwa pengaturan tertentu mengenai “siapa berbicara kepada siapa” mempunyai konsekuensi besar dalam berfungsinya organisasi. Kita akan membandingkan dua pola yang berlawanan –pola roda dan pola lingkaran– untuk menggambarkan pengaruh aliran komunikasi yang dibatasi dalam organisasi. Lihat gambar berikut ini!

Pola Roda Pola Lingkaran

A B

D

E C

A

E B

(32)

xxxii

Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota organisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. Pola lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan pesan. Tidak seorang anggota pun yuang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan. Ada beberapa kombinasi berbeda yang mungkin: A dapat berkomunikasi dengan B dan E tetapi tidak dapat ber-komunikasi dengan C dan D; B dapat berkomunikasi dengan A dan C tetapi tidak dengan D dan E; C dapat berkomunikasi dengan B dan D tetapi tidak dengan A dan E; D dapat berkomunikasi dengan C dan E tetapi tidak dengan A dan B; dan E dapat berkomunikasi dengan D dan B tetapi tidak dengan B dan C. Bila D ingin berkomunikasi dengan A, informasi harus disampaikan melalui E atau C dan B.

(33)

xxxiii

Pola lingkaran –meliputi kombinasi orang-orang penyampai pesan cenderung lebih baik daripada pola roda yang mencakup aliran komunikasi yang amat terpusat– dalam keseluruhan aksesibilitas anggota antara yang satu dengan yang lainnya, moral atau kepuasan terhadap prosesnya, jumlah pesan yang dikirimkan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan-perubahan dalam tugas; di pihak lain, pola roda memungkinkan pengawasan yang lebih baik atas aliran pesan, kemunculan seorang pemimpin bisa lebih cepat dan organisasi lebih stabil, menunjukkan kecermatan tinggi dalam pemecahan masalah, cepat dalam memecahkan masalah, tetapi terlihat cenderung mengalami kelebihan beban pesan dan pekerjaan.

(34)

xxxiv

akan meringkaskan beberapa konsep tentang peranan-peranan jaringan untuk menyoroti perkembangan ini.18

Stewart L Tubbs dan Sylvia Maoss dalam buku Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi.19 Pertama, model komunikasi linier, yaitu pandangan komunikasi satu arah (one-way view of communication). Dalam model ini, komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respons atau tanggapan yang diharapkan, tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Contoh dalam model komunikasi linier ini adalah teori jarum suntik (hypodermic needle theory).

Model komunikasi yang kedua adalah interaksional yang merupakan kelanjutan dari pendekatan linier. Pada model komunikasi interaksional, diperkenalkan gagasan tentang umpan balik (feedback). Dalam model ini, penerima (receiver) melakukan seleksi, interpretasi, dan memberikan respons terhadap pesan dari pengirim (sender). Komunikasi dalam model ini dipertimbangkan sebagai proses dua arah (two-way) ataupun cyclical process, dimana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai sender, namun pada waktu yang lain berlaku sebagai receiver, penerima pesan.

Model yang ketiga adalah transaksional. Dalam pandangan transaksional, komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan

18

R Wayne Pace dan Don F. Faules. Terj. Deddy Mulyana, MA, Phd. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1993), h. 174-176.

19

(35)

xxxv

(relationship) di antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif, tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.

Dalam komunikasi organisasi kita berbicara tentang informasi yang berpindah secara formal dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi kepada orang lain yang otoritasnya lebih rendah, begitu pula sebaliknya. R Wayne Pace dan Don F. Faules dalam tulisannya membagi arah aliran informasi ke dalam: (1) Komunikasi ke bawah, (2) Komunikasi ke atas, (3) Komunikasi horizontal, (4) Komunikasi lintas-saluran, (5) Komunikasi informal, pribadi, atau selentingan.

1. Komunikasi ke bawah

(36)

xxxvi

Ada dua masalah utama: (1) jenis informasi apa yang disebarkan dari tingkat manajemen kepada para pegawai dan (2) bagaimana informasi tersebut disediakan.

Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz & Kahn, 1966): (1) informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, (2) informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, (4) informasi mengenai kinerja pegawai, dan (5) informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).

Para pegawai di seluruh tingkat dalam organisasi merasa perlu diberi informasi. Manajemen puncak hidup dalam dunia informasi. Kualitas dan kuantitas informasi harus tinggi agar dapat membuat keputusan yang bermanfaat dan cermat. Manajemen puncak harus memiliki informasi dari semua unit dalam organisasi, dan harus memperoleh informasi untuk semua unit. Aliran informasi dan manajemen puncak yang turun ke tingkat operatif merupakan aktivitas yang berkesinambungan dan sulit. Pemilihan cara menyediakan informasi yang mencakup tidak hanya pengeluaran sumber daya langsung moneter tetapi juga sumber daya psikis dan emosional. 20

2. Komunikasi ke Atas

20

(37)

xxxvii

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas –yaitu, setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau otoritasnya lebih tinggi daripada dia. Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas.

Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan:

1) Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya (Sharma, 1979).

2) Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka (Planty & Machaver, 1952).

3) Komunikasi ke atas memungkinkan –bahkan mendorong— omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya (Conboy, 1976).

(38)

xxxviii

pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi (Planty & Machaver, 1952).

5) Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah (Planty & Machaver, 1952)

6) Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut (Harriman, 1974).

3. Komunikasi Horizontal

(39)

xxxix

atau batas-batas unit kerja, dan di antara orang-orang yang satu sama lainnya tidak saling menjadi bawahan atau atasan.21

Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakup semua jenis kontak antarpersona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon, memo, dan catatan, kegiatan sosial dan lingkaran kualitas. Lingkaran kualitas adalah sebuah kelompok pekerja sukarela yang berbagi wilayah tanggung jawab. Yang penting, kelompok ini adalah kelompok kerja biasa yang membuat atau memperbaiki sebagian produk.

Hambatan-hambatan pada komunikasi horizontal banyak persamaannya dengan hambatan yang memengaruhi komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah. Ketiadaan kepercayaan di antara rekan-rekan kerja, perhatian yang tinggi pada mobilitas ke atas, dan persaingan dalam sumber daya dapat mengganggu komunikasi pegawai –yang sama tingkatnya dalam organisasi– dengan sesamanya.

4. Komunikasi Lintas Saluran

Dalam kebanyakan organisasi, muncul keinginan pegawai untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Misalnya, bagian-bagian seperti teknik, penelitian, akunting, dan personalia

21

(40)

xl

mengumpulkan data, laporan, rencana persiapan, kegiatan koordinasi, dan memberi nasihat kepada manajer mengenai pekerjaan pegawai di semua bagian organisasi. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan yang mengawasi tetapi bukan atasan atau bawahan mereka. Mereka tidak memiliki otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan-gagasan mereka. Namun, mereka memiliki mobilitas tinggi dalam organisasi, mereka dapat mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal (Davis, 1967).22

Karena terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah yang lain, diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran. Fayol (1916-1940) menunjukkan bahwa komunikasi lintas-saluran merupakan hal yang pantas, bahkan perlu pada suatu saat, terutama bagi pegawai tingkat lebih rendah dalam suatu saluran.23

Pentingnya komunikasi lintas-saluran dalam organisasi mendorong Keith Davis (1967) untuk menyatakan bahwa penerapan tiga prinsip berikut akan memperkokoh peranan komunikasi spesialis staf:

1) Spesialis staf harus dilatih dalam keahlian berkomunikasi.

22

R Wayne Pace dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi, h. 197.

23

(41)

xli

2) Spesialis staf perlu menyadari pentingnya peranan komunikasi mereka.

3) Manajemen harus menyadari peranan spesialis staf dan lebih banyak lagi memanfaatkan peranan tersebut dalam komunikasi organisasi.

5. Komunikasi Informal, Pribadi, atau Selentingan

Bila pegawai berkomunikasi satu sama lainnya tanpa mengindahkan posisinya dalam organisasi, faktor-faktor yang mengarahkan aliran informasi lebih bersifat pribadi. Arah aliran informasi kurang stabil. Informasi mengalir ke atas, ke bawah, horizontal, dan melintasi saluran hanya dengan sedikit –kalau ada– perhatian pada hubungan-hubungan posisional. Karena informasi informal/ personal ini muncul dari interaksi di antara orang-orang, informasi ini tampaknya mengalir dengan arah yang tidak dapat diduga, dan jaringannya digolongkan sebagai selentingan (grapevine). Kiasan ini tampaknya sesuai; grapevine terlihat tumbuh dan menjalar ke segala arah, menangkap dan menyembunyikan buahnya di bawah kerimbunan dedaunan, nyaris menantang penyelidikan, Informasi yang mengalir sepanjang jaringan kerja selentingan juga terlihat berubah-ubah dan tersembunyi.

(42)

xlii

cenderung mengandung laporan “rahasia” tentang orang-orang dan peristiwa yang tidak mengalir melalui saluran perusahaan y formal. Informasi yang diperoleh melalui selentingan lebih memerhatikan “apa yang dikatakan atau didengar oleh seseorang” daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan. Paling tidak sumbernya terlihat “rahasia” meskipun informasi itu sendiri bukan rahasia.24

Selain pola komunikasi yang lima tadi, penting pula memerhatikan sebuah pola komunikasi organisasi dengan memerhatikan gaya komunikasi dari pemimpin organisasi itu sendiri. Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi dan digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respons atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver). Ada enam gaya komunikasi25, yakni :1) The Controlling Style

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa, dan mengatur perilaku, pikiran, dan tanggap orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one way

24

R Wayne Pace dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi, h. 199-200.

25

(43)

xliii

communicators. Namun demikian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.

2) The Equalitarian Style

Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai, dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

3) The Structuring Style

Gaya komunikasi yang terstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas, dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.

4) The Dynamic Style

(44)

xliv

lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah menstimuli atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja lebih cepat dan lebih baik.

5) The Relinguishing Style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat, ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.

6) The Withdrawal Style

Akibat yang muncuk jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Lihat tabel berikut!

Gaya Komunikator Maksud Tujuan

(45)

xlv

C. Hubungan Komunikasi, Dakwah, dan Politik

Komunikasi (dari Latin ”Comunicare”) biasanya diartikan sebagai suatu proses penyampaian lambang-lambang antara dua atau lebih orang (atau sistem) yang dapat diberi makna tertentu oleh kedua belah pihak (encoded-decoded) dan biasanya menghasilkan umpan balik (feedback).26 Adapun Harold D. Lasswell secara sederhana mendefinisikan komunikasi adalah siapa, mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa akibatnya.

Komunikasi melalui berbagai medianya di suatu masyarakat, dapat menciptakan kesenjangan perilaku sosial yang berubah dengan kaidah-kaidah kultural yang normatif (culture lag). Komunikasi yang intensif dan efektif akan menciptakan pengaruh dan perubahan sikap, pendapat bahkan perilaku masyarakat. Masyarakat tidak lagi mau menggunakan pranata sosial yang ada, akibatnya terjadi perubahan mindset pada masyarakat yang dihasilkan dari proses komunikasi. Dalam keadaan

26

(46)

xlvi

seperti ini berarti komunikasi mampu memerankan fungsinya sebagai salah satu alat bagi perubahan masyarakat (social change).

Secara lebih rinci, para praktisi komunikasi, menjelaskan fungsi komunikasi sebagai berikut:

1) Menciptakan kesadaran (awareness) terhadap gagasan/pemilik gagasan (merek/brand).

2) Mengubah persepsi. 3) Mengubah keyakinan.

4) Mengubah sikap (misal: tadinya menolak menjadi menerima). 5) Reminder (mengingatkan kembali).

6) Memperkuat sikap.

7) Mendapatkan respons langsung. 8) Membangun citra.

Adapun dakwah merupakan proses mengubah seseorang maupun masyarakat (pemikiran, perasaan, perilaku) dari kondisi yang buruk ke kondisi yang lebih baik. Secara spesifik, dakwah Islam diartikan sebagai aktivitas menyeru/mengajak dan melakukan perubahan kepada manusia untuk melakukan kema’rufan dan mencegah dari kemunkaran.27

Didasarkan kepada tujuan dan jenis pesan. H. Anwar Arifin dalam tulisannya berusaha membagi komunikasi dalam banyak jenis, diantaranya adalah:

1) Komunikasi Politik (kampanye, agitasi, propaganda),

27

(47)

xlvii

2) Komunikasi Perdagangan (reklame, advertensi, promosi), 3) Komunikasi Kesehatan (penyuluhan keluarga berencana), 4) Komunikasi Agama (dakwah, tabligh, khotbah),

5) Komunikasi Kesenian (drama, puisi, prosa, wayang), 6) Komunikasi Pertanian (penyuluhan panca usaha tani).28

Pada jenis-jenis komunikasi di atas, dijelaskan bahwa dakwah merupakan bagian dari jenis komunikasi agama. Sementara Abdul Muis dalam Komunikasi Islami, menjelaskan bahwa komunikasi agama memang mencakup pula komunikasi Islam, tetapi tidak sama dengan komunikasi Islam karena komunikasi agama meliputi semua agama. Padahal agama Islam berbeda dengan agama-agama lain, khususnya mengenai ajarannya.

Perlu pula disimak perbedaan antara komunikasi Islam dengan komunikasi islami. Komunikasi Islam adalah sistem komunikasi umat Islam. Pengertian yang sederhana itu menunjukkan, bahwa komunikasi Islam lebih fokus pada sistemnya dengan latar belakang filosofi (teori) yang berbeda dengan perspektif komunikasi non-Islam. Dengan kata lain system komunikasi Islam didasarkan pada al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad SAW. Sudah tentu filosofi atau teori yang menjadi landasan sistem komunikasi Islam mempunyai implikasi-implikasi tertentu terhadap makna proses komunikasi, model komunikasi, media massa, jurnalistik, etika, hukum, dan kebijakan media (media law and media policy).

28

(48)

xlviii

Mengenai makna komunikasi islami secara singkat dapat didefinisikan bahwa komunikasi islami adalah proses penyampaian pesan antara manusia yang didasarkan pada ajaran Islam. Pengertian itu menunjukkan, bahwa komunikasi islami adalah cara berkomunikasi yang bersifat islami (tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian pada akhirnya terjadi juga konvergensi (pertemuan) antara pengertian komunikasi Islam dengan komunikasi islami. Boleh dikatakan, komunikasi islami adalah implementasi (cara melaksanakan) komunikasi Islam.29

Politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi (adjective of person) atau sifat perbuatan (adjective of action) di sini politik berarti bertindak bijaksana (acting wisly), dan bijak (wise).30

Kata lain adalah politics (dengan “s”) yang berarti seni atau ilmu tentang pemerintahan (the art of government).31 Asal kata politik adalah dari bahasa latin politicus (greek): politicus yang embrionya adalah kata polis yang berarti negara atau kota.

Dalam bahasa Indonesia, kata politik mempunyai beberapa pengertian :

1) Ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan. 2) Segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)

mengenai pemerintah, Negara, atau terhadap negara lain.

29

Prof. Dr. A. Abdul Muis, SH. Komunikasi Islami. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 65-66.

30

Ft Ap. Cowie. Oxford Leaner’s Dictionary. (Oxford University Press, 1998), h.190

31

(49)

xlix

3) Kebijakan; cara bertindak (adalah menghadapi atau menangani suatu masalah).32

Selain kata politik dalam bahasa indonesia juga dikenal kata “siasat”, yang salah satu artinya adalah politik. Akan tetapi politik di sini adalah dalam maksud: “Muslihat, tindakan, kebijakan, akal,” untuk mencapai suatu maksud”.33

Dalam penggunaannya, istilah politik pertama kali dikenal dari buku Plato yang berjudul ”Politeia” atau yang lebih dikenal dengan “Republik”, berikutnya adalah dalam karya Aristoteles “politein” dari kata-kata tersebut dapat diketahui bahwa kata politik adalah istilah yang digunakan untuk konsep penyatuan kemasyarakatan, sebab yang dibahas dalam kedua buku tersebut adalah soal-soal yang berkenaan dengan masalah bagaimana pemerintah dijalankan agar terwujud atau terciptanya suatu masyarakat politik atau negara yang sempurna, atau yang menurut Plato sebagai “negara ideal”.34

Dakwah dapat melalui politik, tetapi bukan politik praktis melainkan high politik, sebagai politik luhur, bukan yang mengesankan politik elitis. High politik diartikan sebagai pemahaman keagamaan mengenai tauhid yang diletakkan sebagai dasar politik kelembagaan dan sistem maupun perilaku.

32

Departemen P & K. Kamus Bahasa Indonesia. Cet.Ke-8. (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h.694

33

Departemen P & K, h. 649

34

(50)

l

Amien Rais sebagai penggagas High politik menyebutkan cirinya sebagai berikut:

1) Politik sebagai amanah dan sebagai konsep keagamaan.

2) Kesadaran akan tanggung jawab politik baik kepada Allah maupun kepada umat.

3) Keterkaitan politik dengan prinsip ukhuwah yang melampaui batas etnik, ras.

4) Agama dan status sosial ekonomi budaya.35

Memang secara normatif, tujuan pola pengelolaan ataupun prinsip-prinsip perilaku pelaku dakwah sangat jelas dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai rujukan utamanya. Namun, perumusan tujuan dan pola pengelolaan yang menjadi petunjuk operasional merupakan keharusan.

Setiap rumusan mengandung sifat kehistorisan dalam arti dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya yang berkembang pada saat rumusan itu dibuat. Karena itu rumusan tujuan serta pengelolaan dakwah dan politik sebagai hasil pemahaman atas norma-norma prinsipil terus-menerus memerlukan pembaharuan sesuai perkembangan masyarakat dan persoalan yang dihadapi dalam kurun sejarah tertentu. Demikian juga dakwah dan politik pada fase perkembangan masyarakat modern sekarang.

Dalam perspektif kesejarahan, dua kecenderungan dakwah dan politik ditengah perkembangan masyarakat seolah saling bertentangan.

35

(51)

li

Dengan sendirinya, dalam batas kehidupan inilah manusia kehilangan dinamika kesyahduan dan spritualitas. Kurang berkembangnya semangat kemanusiaan dan pengkajian atau intelektualitas, menyebabkan berbagai persoalan kehidupan umat dan bangsa seperti dunia kerja, perubahan, kemiskinan, dan kesehatan serta pemikiran intelektualitas anak kampus memperoleh perhatian. Pada saat yang sama penguasaan iptek modern tidak cukup menggembirakan, sehingga pemikiran segar dan antisipatif belum dikembangkan menjawab persoalan dunia modern.

Memperhatikan hal itu, rekonseptualisasi dakwah dan politik dalam kerangka pemecahan persoalan umat dan masyarakat bangsa menjadi penentu berfungsinya dakwah pada pemahaman yang lebih tepat mengenai realitas obyektif umat dan masyarakat sebagai “demokratisasi pemikiran Ialam” yang merupakan “landasan dasar demokratisasi dakwah” serta memerlukan sistem yang lebih terencana dan terprogram, searah dengan kemajuan masyarakat yang semakin terdidik sesuai tingkat perkembangan intelektualitas dan pemikiran serta kebutuhan masyarakat.

(52)

lii

Sementara itu konseptualisasi demokratisasi dakwah bertujuan (a) menempatkan umat dan masyarakat sebagai pemeran aktif dakwah melalui pembagian kerja sesuai potensi dan kemampuan masing-masing. (b) mendialogkan setiap proses dan pentahapan dakwah dengan seluruh lapisan umat dan masyarakat luas dimana kegiatan dakwah akan dikembangkan.

Secara fungsional, diharapkan mereka yang terlibat langsung dalam aktivitas dakwah dan politik memiliki kemampuan memahami sumber asli ajaran Islam, menguasai dasar pengetahuan modern serta mampu menganalisis persoalan yang sedang dan akan dihadapi umat dan masyarakat dalam kehidupan modern, mungkin pemimpin demikian yang diharapkan lahir dan menjadi suara umat dan masyarakat. Ini menunjukkan benang merah dalam tarikh Islam, baik di masa Rasulullah SAW, Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, hingga kekhalifahan Turki Utsmani, sebelum masa kejayaan Islam mulai pudar.

Jika dilihat dari segi hukumnya, dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim atau sering disebut juga dengan “Wajib ‘Ain”. Pelaksanaan kegiatan dakwah bisa dilakukan secara individual, maupun dilakukan secara kolektif sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran 104:

(53)

liii

Ayat di atas tidak menunjukkan bahwa para juru dakwah saja yang berkewajiban menyampaikan dakwahnya, sementara mereka yang kurang bahkan tidak memiliki kemampuan dalam berdakwah seakan sudah terlepas beban kewajiban itu. Padahal kewajiban tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seorang muslim sesuai dengan kapasitasnya masing-masing baik secara individual ataupun kolektif.

Dakwah dan politik pemecahan masalah dalam pengembangan masyarakat diharapkan menghasilkan tiga kondisi, yaitu pertama, tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian umat serta masyarakat sehingga berkembang sikap optimis. Kedua, tumbuhnya kepercayaan terhadap aktivitas dakwah guna mencapai tujuan hidup yang lebih ideal. Ketiga, berkembangnya suatu kondisi sosio-ekonomi, budaya, politik, serta iptek sebagai landasan peningkatan kualitas hidup.

Ini berarti bahwa dakwah dan politik sebagai pemecahan masalah merupa-kan demokratisasi yang dapat memberikan konstribusi positif pada pengembangan kualitas hidup sebagai bagian pemberdayaan menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia.36

Selain itu dalam komunikasi politik, komunikator politik yang beragam, memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas politik. Komunikator politik adalah individu-individu yang berada dalam suatu institusi, asosiasi, partai politik, lembaga pengelola media massa, dan tokoh-tokoh mayarakat.

36

Radar Sulteng Online. Muhammad Irfan. “Dakwah dan Politik, dalam

(54)

liv

Komunikator politik merupakan bagian integral dalam berlangsungnya proses komunikasi. Komunikator politik memberi warna dominan terhadap proses komunikasi yaitu komunikator yang menduduki struktur kekuasaan, karena merekalah yang mengelola dan mengendalikan lalu lintas transformasi pesan-pesan komunikasi dan mereka yang menentukan kebijaksanaan komunikasi nasional.37

Komunikator politik dapat diidentifikasikan ke dalam tiga kategori: 1) Politikus sebagai Komunikator Politik

Orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik. Kita menamakan calon atau pemegang jabatan ini politikus. 2) Profesional sebagai Komunikator Politik

Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mem-punyai dua dimensi: munculnya media massa yang melintasi batas-batas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah, dan kelas untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan perkembangan serta-merta media khusus yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen infor-masi dan hiburan. Maka komunikator profesional adalah manipulator dan makelar

37

(55)

lv

simbol yang menghubungkan para pemimpin atau sama dengan para pengikut lainnya.38

3) Aktivis sebagai Komunikator Politik

Unsur dasar dalam jaringan komunikasi politikus adalah aparat formal pemerintah; Ia menduduki atau bercita-cita menduduki suatu posisi dalam jaringan itu. Dua tipe komunikator politik utama bertindak sebagai organisasional dan interpersonal.

C. Definisi Kebijakan Publik

Ditemukan 14 definisi kebijakan publik39, yakni sebagai berikut:

1) Carl Friedrich mengembangkan definisi kebijakan publik sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.40

2) Thomas R Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan.41

38

Dan Nimmo. Komunikasi Politik. (Bandung: Rosdakarya, 2005) Cet.Ke-6, h.33

39

www.unitomo.ac.id/artikel/ululalbab/public_polecy_4.pdf diakses pada 24 Juni 2008.

40

Moh.Ilyas Purwo Agomo. Skripsi berjudul “Jaringan Pesantren dan Kebijakan Publik”. (Jurusan Ilmu Pemerintahan, 2006), h. 21.

41

(56)

lvi

3) Robert Eyestone menyatakan kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya.42 4) Erwan Agus Purwanto dalam tesisnya yaitu bahwa kebijakan

publik selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak, dan anggaran-anggaran.43

5) Randall B. Ripley dalam Policy Analysis in Political science meng-anjurkan agar kebijakan publik dilihat sebagai suatu proses dan melihat proses tersebut dalam suatu model yang sederhana untuk dapat me-mahami konstelasi agar aktor dan interaksi yang terjadi di dalamnya.44

6) Guy Peters mengatakan kebijakan publik sebagai keseluruhan dari kegiatan pemerintah baik aktivitas langsung maupun melalui agen-agennya yang memengaruhi kehidupan warga negaranya.45

7) James A. Anderson dalam Public Policy-Making, second edition sendiri menyatakan, kebijakan sebagai “a purposive course of

42

Moh.Ilyas Purwo Agomo. Op.Cit., h. 20.

43

Dian Safrina. Skripsi berjudul “Studi Formulasi Kebijakan”. (Jurusan Ilmu Administrasi Negara, 2003), h. 19.

44

Dian Safrina. Op.Cit.,, h. 19

45

(57)

lvii

action followed by an actor or set of actor in dealing with a problem or matter of concern.”46

8) Graham Alisson (1971) dalam Lele (1999) melihat bahwa kebijakan publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau de-partemen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemerintah sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks, peran, kepentingan, dan kapasitas organisasionalnya.47

9) Menurut Indriani Putri dalam skripsinya, kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau ber-orientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat.48

10) Harold Laswell dan Abraham Kaplon berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.49

11) Richard Rose menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai “serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan be-serta konsekuensi-konsekuensinya bagi

Indriani Putri H. Skripsi berjudul “Implementasi Kebijakan Penataan Reklame Luar Ruang Kota Yogyakarta”. (Jurusan Ilmu Administrasi Negara, 2006), h. 38.

49

Ida Widayati. Skripsi berjudul “Proses Formulasi Kebijakan Perluasan Wilayah”.

(58)

lviii

mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri”.50

12) David Eastone mengatakan bahwa kebijakan publik adalah alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerja-kan atau tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.51

13) William N. Dunn, mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu proses ketatapemerintahan dan administrasi pemerintah yang meng-hasilkan keputusan pemerintah, dimana instansi yang terkait mempunyai wewenang atau kekuasaan dalam mengarahkan masyara-kat dan tanggung jawab melayani kepentingan umum.52

14) W.I. Jenkins, menurutnya kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling terkait, ditetapkan oleh seorang aktor politik atau sekelom-pok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi

50

Inggit Utami. Skripsi berjudul “Pajak Restoran Berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2001 Dalam rangka Meningkatkan PAD Kabupaten Sleman”. (Jurusan Ilmu Administrasi Negara, 2004), h. 24.

51

Inggit Utami. Op.cit., h. 25.

52

(59)

lix

di mana keputusan-keputusan itu pada dasarnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor).53

53

(60)

lx

BAB III

PROFIL NUR MAHMUDI DAN KOTA DEPOK

A. Profil Nur Mahmudi sebagai Walikota

Nur Mahmudi sebagai figur publik mulai dikenal sebagai politisi ketika memulai karirnya dengan memimpin Partai Keadilan (sekarang menjadi PK Sejahtera), yang kemudian diangkat menjadi menteri Kehutanan dan Perkebunan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Ia tidak hanya dikenal sebagai politisi yang paham dalam sektor kehutanan dan perkebunan. Karena eksistensinya dalam partai dakwah yang konsisten memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka tak ada salahnya jika Nur Mahmudi disebut sebagai politisi-da’i.

1. Riwayat Hidup 54

Nama : Dr. Ir. H. Nurmahmudi Ismail, MSc Tanggal lahir : Kediri, 11 November 1961

Keluarga :- Istri Hj. Nur Azizah Tamhid, M.A. (Al-Hafidhah) - Anak 3 (1 pria dan 2 wanita)

Pendidikan : - 1991-1994 Ph.D.,

Bidang: Food Science and Technology, Fakultas Peternakan, Texas A & M University.

Spesialisasi: Teknologi Pengolahan Daging Ayam.

54

(61)

lxi

Lulus dengan predikat Cumlaude - 1988-1991 M.Sc.,

Bidang: Food Science and Technology, Fakultas Peternakan, Texas A & M University.

Spesialisasi: Teknologi Pengolahan Daging Sapi. Lulus dengan predikat Cumlaude

- 1980-1984 Ir.,

Bidang Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Spesialisasi Teknologi Pengolahan Susu - 1977-1980 SMAN 2 Kediri

Sekaligus menjadi santri di Pondok Pesantren Al Ishlah, Bandar Kidul, Kediri, Jawa Timur

Pengalaman Kerja : - 1996 - Sekarang Anggota Tim Pakar Agroindustri, BPPT - 1995 - Sekarang Staf Pengajar Teknologi Pengolahan

Pangan, Jurusan Teknik Industri Makanan, Fakultas Teknik, Universitas Sahid, Jakarta

- 1985 - Sekarang Staf Pengajar Metodologi Penelitian, Fakultas Tarbiyyah, Institut Ilmu Al-Qur’an - Jakarta - 1985 - Sekarang Peneliti bidang: Teknologi Pasca Panen

dan Manajemen Industri Pengolahan Pangan, BPPT - Presiden PK (periode 1998-2000)

- Menteri Kehutanan dan Perkebunan (1999 – 2001) - Walikota Depok, Jawa Barat (periode 2005-2010) Bidang Penelitian

Pilihan : - Diversifikasi Susu dan Pengolahan Produknya - Pengawasan Mutu Makanan dan Program HACCP - Total Quality Control Industri Makanan

- Penelitian Pasar Produk Makanan

- Peningkatan Kualitas Daging Ayam dan Pengolahannya - Peningkatan Kualitas Daging Sapi dan Pengolahannya - Gizi Pangan dan Keamanan Makanan

- Pengembangan Produk Makanan Baru Seminar and Speech

Experiences : - 3-6 Agustus 1997 Pembicara tentang Utilization of Sago Starch on Thigh Chicken Sausage. The Poultry Science Association 1997 Annual Meeting; Athens,Georgia,USA - 27th July 1996 Pembicara tentang Pandangan Alumni

terhadap Pendidikan Tinggi bidang Teknologi Pangan dan Gizi, Bogor Agricultural University.

(62)

lxii

Roentgen , Persatuan Ahli Radigrafi Indonesia (PARI). - 11th October 1995 Pembicara tentang Sifat Organoleptik

Keju Cheddar Menggunakan Bahan Baku Susu dari Petani Peternak Jawa Barat, Presentasi Ilmiah BPP Teknologi.

- 28th August 1995 Pembicara tentang Teknologi Tepat - 1st May 1995 Pembicara tentang Teknologi dan Guna

untuk Menunjang Pembangunan Desa Maju dan Mandiri, Jambore Penerangan VI 1995, Departemen Penerangan, Palembang. Pemanfaatan Daging dalam Peningkatan Gizi Masyarakat., Universitas Andalas, Padang. - 15th January 1995 Pembicara tentang Prinsip-prinsip

Memilih Makanan Bergizi untuk Meningkatan

Kesehatan dan Kecerdasan Anak., pada Seminar Peranan Gizi dalam Meningkatkan Kualitas Generasi, Yayasan Ibu Harapan.

- January 1994 Pembicara tentang Teknologi

Pengempukan Daging Ayam Petelur Pasca Produksi dengan CaCl2, pada The 15th Annual Meeting of the Southern Poultry Science Society, Atlanta, Georgia, the USA

- Disamping itu, telah berbicara di kalangan profesional, akademisi, pegawai negeri, dan masyarakat umum dalam bahasa Indonesia/Inggris, di dalam maupun luar negeri. Keanggotaan

Organisasi Profesi : - 1995 - Sekarang Persatuan Insinyur Indonesia

- 1991 - Sekarang Poultry Science Association, U.S.A. - 1989 - Sekarang Institute of Food Technologists, U.S.A. - 1985 - Sekarang Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan

Indonesia Keanggotaan Organisasi

Kemasyarakatan : - 1998 - Sekarang Manajer Pendidikan Program Beasiswa The International Islamic Forum for Science,

Technology, and Human Resources Development

(IIFTIHAR) & Associate Editor International Journal of IIFTIHAR.

- 1997 - Sekarang Anggota Komisi Fatwa, MAJLIS ULAMA INDONESIA, PUSAT - JAKARTA. - 1996 - Sekarang Humas, Bendahara, dan Peneliti

Institute for Science and Technology Studies (ISTECS). Publikasi : - Tenderizing Spent Fowl Meat with Calcium Chloride. 3.

Gambar

Tabel 1. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 3. Persentase Partisipasi sekolah dan status Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait