• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Genotipe, Biometrik Dan Performa Silang Luar Potensial Ikan Tengadak Barbonymus Schwanenfeldii (Bleeker 1854) Asal Sumatera, Jawa Dan Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Genotipe, Biometrik Dan Performa Silang Luar Potensial Ikan Tengadak Barbonymus Schwanenfeldii (Bleeker 1854) Asal Sumatera, Jawa Dan Kalimantan"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI GENOTIPE, BIOMETRIK DAN PERFORMA

SILANG LUAR POTENSIAL IKAN TENGADAK

Barbonymus schwanenfeldii

(Bleeker 1854)

ASAL SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN

DENI RADONA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Genotipe, Biometrik dan Performa Silang Luar Potensial Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

DENI RADONA. Karakterisasi Genotipe, Biometrik dan Performa Silang Luar Potensial Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI, ODANG CARMAN dan RUDHY GUSTIANO.

Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) merupakan ikan spesifik lokal yang tersebar di beberapa daerah seperti Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Disamping dikenal sebagai ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi, ikan tengadak juga berpotensi sebagai ikan hias karena bentuknya unik, tubuh bewarna perak kekuningan, sirip punggung dan ekor bewarna jingga atau merah darah. Pengembangan budidaya ikan tengadak dilakukan karena keberadaannya sebagai jenis ikan lokal mulai langka akibat tingginya tingkat penangkapan di alam. Budidaya ikan tengadak di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 2010 tetapi belum dilaksanakan secara intensif. Sejauh ini kemampuan adaptasi ikan tengadak pada lingkungan budidaya masih tergolong rendah dengan nilai kelangsungan hidup <50% dan pertumbuhan pada umur 50-60 hari hanya mencapai ukuran 1-2 cm. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi keragaman dan kekerabatan genetik, biometrik (karakter morfometrik) serta performa silang luar potensial ikan tengadak 3 (tiga) populasi asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Informasi yang diperoleh berguna sebagai acuan untuk pengelolaan mutu sumber genetik ikan tengadak dalam pengembangan budidaya berkualitas dan berkelanjutan serta upaya pemuliaan genetik ikan tengadak. Informasi genetika populasi berdasarkan analisis keragaman genetik ikan tengadak dapat menentukan status dan potensi genetik.

Ikan tengadak yang dianalisa terdiri dari tiga populasi asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Masing-masing populasi terdiri dari 15 sampel spesimen (8 ekor jantan dan 7 ekor betina) untuk analisis RAPD dan 30 sampel ikan uji (15 ekor jantan dan 15 ekor betina) untuk analisis biometrik berdasarkan truss morfometrik. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode Phenol-chloroform dengan menggunakan primer OPA 08, OPA 09 dan OPC 02. Karakterisasi biometrik secara truss morfometrik dilakukan dengan mengukur bentuk tubuh yang meliputi 21 karakter. Silang luar dilakukan secara resiprokal dengan mengawinkan antara individu-individu dari populasi ikan tengadak yang mempunyai jarak genetik yang jauh yaitu populasi asal Jawa dan Kalimantan. Ragam genotipe dan strukturasi genetik hasil silang luar dianalisis dengan RAPD. Performa reproduksi yang diamati adalah fekunditas dan kualitas embrio pada 250 butir telur yang sudah terbuahi dari hasil silang luar ikan tengadak Jawa dan Kalimantan secara resiprokal serta dibandingkan dengan truebreed. Telur ditebar kedalam mangkok plastik berukuran 15x10x5 cm dengan ketinggian air sekitar 2 cm dan diamati derajat pembuahan (%), derajat penetasan (%), waktu inkubasi telur (hari), durasi penyerapan yolk sack (hari) dan sintasan (%).

(5)

at-satiation 3 kali sehari, berupa chlorella hari ke 3-30, Artemia hari ke 31-60, pakan komersil berupa crumble sebanyak 10% dari bobot total ikan hari ke 61-90. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyiponan dan pergantian air sebanyak 50% setiap 5 hari.

Persentase polimorfisme intrapopulasi antara ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan memperlihatkan nilai polimorfisme tertinggi pada populasi ikan jantan asal Jawa dan betina asal Kalimantan (40,54%), sedangkan yang terendah pada populasi ikan betina asal Jawa (18,91%). Demikian juga nilai heterozigositas tertinggi pada populasi jantan asal Kalimantan (0,18) dan terendah pada populasi betina asal Jawa (0,08). Hubungan kekerabatan intrapopulasi berdasarkan jarak genetik menunjukan antara jantan dan betina (0,19-0,24) sedangkan jarak genetik interpopulasi (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) berkisar 0,48-0,55. Secara morfologi (biometrik) dari 21 karakter yang terukur menunjukan perbedaan interpopulasi yaitu pada bagian kepala dan tubuh depan, ujung mulut-sirip ventral (A3) dan ujung operculum bawah-sirip ventral (A5) serta bagian pangkal ekor, akhir sirip dorsal-awal sirip ekor atas (D1) dan awal sirip ekor atas-akhir sirip ekor bawah (D6) yang didukung dengan sebaran fenotipe pada fungsi kanonikal dikuadran yang berbeda. Analisis persentase sharing component intrapopulasi menunjukan nilai tertinggi pada populasi jantan asal Jawa sebesar 86,7% dan terendah pada populasi betina asal Kalimantan dan jantan asal Sumatera sebesar 53,3%, sedangkan sharing component interpopulasi ikan tengadak sebesar 6,7% antara Kalimantan dengan Sumatera dan Jawa namun 0% (tidak terdapat hubungan) antara Jawa dan Sumatera. Dengan demikian silang luar dilakukan antara ikan tengadak asal Kalimantan dan Jawa yang memiliki jarak genetik relatif lebih jauh dibandingkan dengan Sumatera untuk peningkatan ragam genetik populasi.

Kinerja reproduksi pada silang luar secara resiprokal antara ikan tengadak asal Kalimantan dan Jawa memperlihatkan ikan tengadak betina asal Jawa memiliki fekunditas yaitu 73.421 butir, 20% lebih tinggi dibandingkan Kalimantan dengan diameter telur 0,6-1,2 mm. Derajat pembuahan dan sintasan pada hasil silang luar ♀ Kalimantan x Jawa sebesar 94,17% dan 30,15% lebih tinggi dibandingkan dengan ♀ Jawa x Kalimantan dengan derajat penetasan yang tidak berbeda nyata berkisar 73,67-76,41%. Keragaan reproduksi silang luar ♀ Kalimantan x Jawa menunjukan heterosis hingga 17%. Demikian pula pada pertumbuhan hasil silang luar ikan tengadak Kalimantan x Jawa menunjukan pertambahan bobot dan panjang serta laju pertumbuhan spesifik lebih tinggi dibandingkan ♀ Jawa x Kalimantan dan truebreednya (2,85 cm, 0,33 g, 2,35% dan 4,02%). Nilai pertumbuhan tersebut secara statistik berbeda nyata (P<0,05), namun sintasan tidak berbeda nyata berkisar 57,20%. Benih hasil silang luar Kalimantan x Jawa menunjukan nilai heterosis tertinggi pada karakter bobot sebesar 60,98%, sedangkan persentase polimorfisme dan heterozigositas pada populasi hasil silang luar ikan tengadak Jawa x Kalimantan (32,43%) lebih tinggi dibandingkan Kalimantan x Jawa (21,62%). Ikan tengadak betina asal Kalimantan dan jantan asal Jawa dengan keragaman genetik tertinggi potensial dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dan jantan Kalimantan dapat meningkatkan polimorfisme genetik betina Jawa sebesar 10%.

(6)

SUMMARY

DENI RADONA. Genotype characterization, Biometrics and Potential performance outbreed of tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) from Sumatera, Java and Kalimantan. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI, ODANG CARMAN and RUDHY GUSTIANO.

Tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) is a native species distributed in Sumatera, Java and Kalimantan. Species has high price for consumption. Beside known as food, tinfoil barb is also used as ornamental fish due to its unique shape with silver-yellowish colored, red-blood colored on dorsal and caudal fin. So far, the population tends to decrease rapidly nowaday due to intensively captured action. Tinfoil barb aquaculture in Indonesia has been done since 2010 but has not been carried out intensively. The result observed relatively low survival rate (<50%) and slow growth at 50-60 days old only reaching a size of 1-2 cm. This study was to evaluate the diversity of genotypes, biometrics and its relationships among tinfoil barb from Sumatera, Java and Kalimantan as well as the outbreed performance of potential population. The information will be useful as a reference for quality management of genetic resources of tinfoil barb in the future.

Three populations of tinfoil barb were analyzed from Sumatera, Java and Kalimantan. Each population consisted of 15 samples (8 males and 7 females) for RAPD analysis and 30 samples (15 males and 15 females) for biometrics based truss morphometric analysis. DNA extraction was conducted phenol-chloroform using primer OPA 08, OPA 09 and OPC 02. Amplification was performed using Polymerase Chain Reaction (PCR). Biometrics characterization was done by measuring 21 characters on body. Outbreed was done reciprocally using the population from Java and Kalimantan as indicated as potential from genetic distance. Variety genotype and genetic structuration of outbreed result was analyzed with RAPD. Reproductive performance observed includes fecundity and quality of embryo was 250 eggs that have been fertilized from the outbreed result of tinfoil barb from Java and Kalimantan reciprocally compared to truebreed. Eggs are stocked into a plastic bowl sized 15x10x5 cm with a height of 2 cm of water and the parameter observed were fertilization rate (%), hatching rate (%), time of eggs incubation (day), duration of the yolk sack absorption (day) and survival rate (% ).

Observations of growth from the reciprocal outbreed was conducted in aquariums sized 40x30x20 cm with a height of 10 cm of water. The density of larvae for each aquariums was 250 post larvae after yolk sack discharged, and the observation was measured for each growth of length, weight and survival rate for 90 days. Feeding was given at-satiation three times a day, with Chlorella at days 3-30, Artemia at days 31-60, commercial feed (crumble) as much 10% of the total body weight at days 61-90. Management of water quality conducted by siphoning and 50% water changes every 5 days.

(7)

Furthermore, the highest heterozygosity was found on the male population from Kalimantan (0.18) while the lowest in female population from Java (0.08). The genetic relationship of intra-population based on the genetic distance showed males and females ranged from 0.19-0.24, while the genetic distance inter-population (Sumatera, Java and Kalimantan) ranged from 0.48-0.55. The morphometric of 21 measurable characters showed differences of inter-population result that are on the head and front of the body (A3 and A5) as well as the base of the rear body (D1 and D6) which is supported by the distribution of canonical function of phenotypes in a different quadrant. Analysis of the percentage of intra-population sharing component shows the highest value in male intra-population from Java with 86.7% and the lowest in female population from Kalimantan and males from Sumatera amounted to 53.3%, while inter-population sharing component with 6.7% between Kalimantan with Sumatera and Java but 0% (no correlation) between Java and Sumatera. Thus outbreed conducted between tinfoil barb from Kalimantan and Java, which has a genetic distance relatively farther than the Sumatera, could be used to increase the genetic diversity of the population.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

KARAKTERISASI GENOTIPE, BIOMETRIK DAN PERFORMA

SILANG LUAR POTENSIAL IKAN TENGADAK

Barbonymus schwanenfeldii

(Bleeker 1854)

ASAL SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis si Karakterisasi Genotipe, Biometrik dan Performa Silang Luar : Potensial Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) Asal Jawa, Sumatera dan Kalimantan

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah “Karakterisasi Genotipe, Biometrik dan Performa Silang Luar Potensial Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) Asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku Ketua pembimbing, Bapak Dr Ir Odang Carman, MSc dan Dr Ir Rudhy Gustiano, MSc selaku anggota pembimbing, Bapak Dr Ir Dedi Jusadi, MSc dan Ibu Dr Ir Mia Setiawati, MSi yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra Irin Iriana Kusmini, MSi yang telah banyak membantu fasilitas hingga selesainya penelitian ini. Terima kasih juga kepada Bapak Sudarmaji, Fera Permata Putri, SPi dan Sri Sundari, AMd yang telah banyak memberi dukungan di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, istri, anakku tercinta dan seluruh keluarga serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana akuakultur 2014 atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Metode Penelitian 4

Parameter Uji 8

Analisis Data 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Pembahasan 19

4 SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 28

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 il Peta lokasi koleksi ikan tengadak, Sorolangun, Cianjur dan

Pontianak 4

2 Koleksi ikan tengadak dari ketiga populasi 4

3 Pola truss morfometrik pada ikan tengadak 6

4 Dendogram hubungan kekerabatan ikan tengadak jantan dan betina berdasarkan keragaman OPA 08, OPA 09 dan OPC 02 13 5 Analisis fungsi kanonikal karakter morfometrik ikan tengadak

jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan 15 6 Dendrogram hubungan kekerabatan hasil silang luar resiprokal ikan

tengadak populasi asal Jawa dan Kalimantan berdasarkan

keragaman OPA 08, OPA 09 dan OPC 02 19

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi 21 karakter morfometris yang diukur pada ikan tengadak 6 2 Skema silang luar ikan tengadak secara resiprokal 7 3 Jumlah dan ukuran fragmen DNA (OPA 08, OPA 09 dan OPC 02)

ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan

Kalimantan 11

4 Persentase polimorfisme dan heterozigositas ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan 12 5 Uji perbandingan berpasangan Fst pada ikan tengadak jantan dan

betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan 12

6 Jarak genetik ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa

dan Kalimantan 12

7 Keragaman 21 fenotipe morfometrik ikan tengadak jantan dan

betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan 14

8 Persentase sharing component ikan tengadak jantan dan betina asal

Sumatera, Jawa dan Kalimantan 15

9 Keragaan reproduksi ikan tengadak betina dan jantan asal Sumatera,

Jawa dan Kalimantan 16

10 Persentase pembuahan, penetasan, sintasan dan heterosis larva pada silang luar resiprokal ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan 16 11 Keragaan pertumbuhan benih hasil silang luar resiprokal ikan

tengadak asal Jawa dan Kalimantan selama 90 hari 17 12 Jumlah dan ukuran fragmen DNA (OPA 08, OPA 09 dan OPC 02)

ikan tengadak pada silang luar resiprokal populasi asal Jawa dan

Kalimantan 18

13 Persentase polimorfisme dan heterozigositas hasil silang luar resiprokal ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan 18 14 Jarak genetik hasil silang luar resiprokal ikan tengadak asal jawa dan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil amplifikasi DNA 6 (enam) populasi ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) menggunakan primer OPA 08, OPA

09 dan OPC 02 28

2 Hasil amplifikasi DNA 2 (dua) populasi progeni ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) hasil silang luar Jawa dan kalimantan secara resiprokal menggunakan primer OPA 08, OPA

09 dan OPC 02 29

3 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPA 08, OPA 09 dan OPC 02 pada populasi progeni ikan tengadak hasil

silang luar Jawa dan Kalimantan 30

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) merupakan ikan spesifik lokal yang tersebar di beberapa daerah seperti Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Kelompok ikan tengadak ini dikenal sebagai komoditas lokal yang bernilai ekonomis tinggi (Rp.25.000-40.000,-/kg). Ikan tengadak digemari sebagai ikan konsumsi karena rasanya yang gurih. Selain itu, ikan tengadak atau yang biasa disebut tinfoil barb dijadikan sebagai komoditas ikan hias karena bentuknya yang unik dengan tubuh berwarna perak kekuningan, sirip punggung dan ekor berwarna jingga atau merah darah. Ikan tengadak termasuk kelompok Cyprinid. Ikan ini merupakan jenis bentopelagis atau perenang didasar, dapat berenang vertikal ke permukaan, termasuk jenis herbivora yang memakan tanaman air dan tanaman darat yang terendam (Gustiano et al. 2015). Habitat ikan tengadak adalah di sungai dan rawa banjiran, kedalaman 1,0-4,0 m, suhu 25-30oC, kecerahan 40-120 cm, pH 5-7, dengan keadaan arus lemah pada tempat-tempat yang merupakan lubuk (Kottelat 1993). Secara fisik, ikan tengadak mirip dengan ikan tawes yang sudah dibudidayakan (Kusmini et al. 2009). Secara genetik ikan tengadak mempunyai kekerabatan lebih dekat dengan ikan tawes albino dibandingkan ikan tawes biasa.

(18)

meliputi keragaman dan struktur genetik stok yang menunjukkan kebugaran populasi dan aliran gen sehingga memudahkan seleksi penentuan sumberdaya genetik dalam skema silang luar. Dalam kegiatan budidaya, pengelolaan sumberdaya genetik populasi yang berkelanjutan dan berkualitas dapat dilakukan dengan melakukan monitoring genetik secara berkala dari generasi kegenerasi, seleksi dan meningkatkan jumlah induk (broodstock) didalam populasi untuk menekan kejadian inbreeding (Tave 1995; Gjedrem et al. 2012).

Usaha budidaya untuk meningkatkan produktivitas ikan tengadak yang berkelanjutan melalui program perbaikan populasi broodstock yang unggul secara genetik, salah satunya dengan melakukan pemuliaan calon induk melalui silang luar (outbreeding) dan pengelolaan reproduksinya. Outbreeding adalah perkawinan antara individu-individu yang tidak sekerabat (Gjendrem 2005; Soewardi 2007). Outbreeding meningkatkan heterozigositas (Wedemeyer 2001). Outbreeding juga merupakan upaya untuk menghasilkan perbaikan dan peningkatan kelangsungan hidup serta pertumbuhan (Tave 1993). Beberapa kegiatan outbreeding yang sudah dilakukan pada ikan-ikan lokal antara lain adalah ikan Tor (Radona et al. 2015), ikan gurame (Radona et al. 2014) dan ikan Patin (Gustiano et al. 2012).

Ragam genetik populasi berhubungan erat dengan keragaan pertumbuhan, sifat-sifat ekonomis seperti sintasan dan efisiensi pakan. Ragam genetik merupakan parameter kunci kebugaran populasi yang menjamin keberlanjutannya dan kemampuan merespons secara pasif seleksi alam ataupun buatan (Lorenzen et al. 2012). Menurut Dunham (2004), ragam genetik penting untuk kelestarian jangka panjang suatu spesies atau populasi sehingga memungkinkan kemampuannya dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Di alam, ukuran populasi ikan tidak terbatas dan proses silang luar terjadi secara acak sehingga secara alamiah ragam genetik dalam keseimbangan dapat menjamin kelestariannya. Ragam genetik dapat berubah secara fluktuatif dan berdampak terhadap struktur genetik antar populasi yang dipengaruhi oleh perubahan status kebugaran genotipe pada proses rekrutmen dan perbedaan (gap) lingkungan di alam dan perairan budidaya. Potensi kebugaran (potential fitness) menggambarkan kemampuan populasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan melalui proses seleksi alam. Kebugaran populasi ditentukan oleh keragaman genetik dari populasi efektif yang terlibat dalam pewarisan gen serta tingkat inbreeding (drift) pada populasi dengan jumlah individu yang terbatas atau pada populasi tercampur dengan perbedaan struktur genetik yang tidak setara.

(19)

polimorfik yang dipisahkan oleh gel elektroforesis PCR. Metode RAPD memiliki beberapa keunggulan diantaranya mampu mendeteksi sekuen nukleotida hanya dengan satu primer dan dapat digunakan tanpa mengetahui latar belakang genom sebelumnya (Dunham 2004). Marka RAPD merupakan metode ideal karena polimorfismenya tinggi (Liu 2007). RAPD untuk menggambarkan keragaman genetik intra dan inter populasi ikan-ikan spesifik lokal yang sudah dilakukan meliputi, ikan torsoro (Asih et al. 2008), ikan tawes (Kusmini et al. 2009), ikan nilem (Mulyasari et al. 2010), ikan tambakan (Sundari et al. 2013), ikan betok (Slamat et al. 2011), ikan gabus (Gustiano et al. 2013) dan ikan sepat (Iskandariah et al. 2014). Selain itu, keragaman genetik dapat pula diidentifikasi berdasarkan pengukuran karakteristik variasi fenotipe morfologi (biometrik) diantaranya dengan metode truss morfometrik. Sneath (1995) menyatakan bahwa informasi morfometrik ikan dapat menjelaskan status genetik stok ikan berdasarkan kemiripan ataupun perbedaan bentuk tubuhnya. Analisis morfometrik dilakukan dengan menghubungkan titik-titik pada kerangka tubuh ikan. Pengukuran karakteristik morfologi (biometrik) dengan morfometrik lebih mudah dilakukan dan biayanya lebih murah. Karakteristik morfologi (biometrik) sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama habitat perairannya. Metode analisis truss morfometrik dapat mengidentifikasi kemungkinan perbedaan morfologi organisme yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat (Turan et al. 2004). Misalnya pada komoditas spesifik lokal, ikan betok (Slamat et al. 2011), ikan gabus (Gustiano et al. 2013) dan ikan sepat (Ath-thar et al. 2014).

Tujuan Dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi keragaman dan kekerabatan genetik, biometrik (karakter morfometrik) serta performa silang luar potensial ikan tengadak 3 (tiga) populasi asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Informasi yang diperoleh berguna sebagai acuan untuk pengelolaan mutu sumber genetik ikan tengadak dalam pengembangan budidaya.

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 hingga Februari 2016, di Instalasi Penelitian dan Pengembangan Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor.

Metode Penelitian

(20)

Koleksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) Induk betina dan jantan ikan tengadak dikumpulkandari 3 (tiga) populasi (Gambar 1) yaitu Sumatera (Kawasan Konservasi Arwana Kutur, Dinas Perikanan dan Peternakan Sorolangun Jambi) dengan karakteristik lingkungan (suhu 32-33oC, pH 6,5 dan oksigen 5-6,4 ppm), Jawa (Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat) dengan karakteristik lingkungan (suhu 24-30oC, pH 5-7 dan oksigen 4-5,6 ppm) dan Kalimantan (Balai Budidaya Ikan Sentral Anjungan Pontianak, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat) dengan karakteristik lingkungan (suhu 29-33oC, pH 5-7,4 dan oksigen 4,5-6,6 ppm).

Gambar 1 Peta lokasi koleksi ikan tengadak, Cianjur (A), Sorolangun (B) dan Pontianak (C)

Ikan tengadak asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang digunakan rata-rata bobot induk jantan dan betina 150-250 g (Gambar 2). Setiap populasi terdiri dari 30 ekor betina dan 20 ekor jantan. Sebagian sampel dari masing-masing populasi dilakukan karakterisasi fenotipe morfometrik dan genotipe secara molekuler dengan metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), dan sebagian lainnya dipelihara di kolam petakan ukuran 3x3 m dengan ketinggian air 1 m. Pemeliharaan dilakukan secara massal dan terpisah antara jantan dan betina di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Bogor untuk diadaptasikan sebelum dilakukan silang luar (Outbreed). Pemijahan dilakukan dengan induksi hormon menggunakan HCG dan Ovaprim (LhRH).

Sumatera Jawa Kalimantan

Betina Betina

Betina

Jantan Jantan Jantan

Gambar 2 Koleksi ikan tengadak dari ketiga populasi

(21)

Karakterisasi Genotipe dengan Metode RAPD

Sampel ikan dari setiap populasi masing-masing berjumlah 15 ekor (8 ekor jantan dan 7 ekor betina) dipotong bagian sirip bagian ekor, kemudian disimpan dalam larutan alkohol 70% yang selanjutnya dianalisis genotipe dengan metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA).

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA ikan dilakukan dengan metode Phenol-Chloroform (Nugroho et al. 1997). Potongan sirip sebanyak 5-10 mg, dimasukkan kedalam mikrotube 1,5 mL yang telah berisi 500 µ L larutan TNES Urea, kemudian ditambahkan 10 µL proteinase K lalu divortex sampai homogen dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Selanjutnya ditambahkan larutan Phenol Chloroform sebanyak 1.000 µL lalu divortex sampai homogen dan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Lapisan supernatan yang terbentuk diambil dan dipindahkan kedalam mikrotube yang baru, kemudian ditambahkan 1.000 µL larutan ethanol 90% dan 10 µL larutan natrium asetat. Setelah divortex, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Endapan DNA dipisahkan dari larutan dan dikeringkan pada suhu kamar. Pelet DNA dilarutkan dalam 100 µ L Tris-EDTA (TE) buffer, disimpan pada suhu 4oC sampai digunakan pada tahap berikutnya.

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

(22)

Biometrik Fenotipe dengan Truss Morfometrik

Pengukuran karakter morfologi (biometrik) dilakukan pada induk hasil koleksi dari 3 (tiga) populasi (Sumatera, Jawa dan Kalimantan). Setiap populasi diambil sebanyak 15 ekor jantan dan 15 ekor betina. Ikan diletakkan diatas kertas yang telah dilapisi plastik bening, kemudian pada kerangka tubuh ditandai titik-titik truss menggunakan jarum sesuai dengan pola truss morfometrik yang mengacu pada Li et al. (1993) yaitu meliputi 21 karakter biometrik dan dilakukan pengukuran jarak antara titik-titik tanda yang telah dibuat pada kerangka tubuh (Gambar 3 dan Tabel 1).

Gambar 3 Pola truss morfometrik pada ikan tengadak Tabel 1 Deskripsi 21 karakter biometrik yang diukur pada ikan tengadak

Ruang truss Kode Deskripsi Jarak

Kepala dan Tubuh Depan

A1 Ujung mulut - Ujung operculum bawah A2 Ujung mulut - Batas akhir tulang kepala A3 Ujung mulut - Sirip ventral

A4 Ujung operculum bawah - Batas akhir tulang kepala A5 Ujung operculum bawah - Sirip ventral

A6 Batas akhir tulang kepala - Sirip ventral

Tubuh Tengah

B1 Batas akhir tulang kepala - Awal sirip dorsal B3 Batas akhir tulang kepala - Awal sirip anal B4 Sirip ventral - Awal sirip dorsal

B5 Sirip ventral - Awal sirip anal B6 Awal sirip dorsal - Awal sirip anal

Tubuh Belakang

C1 Awal sirip dorsal - Akhir sirip dorsal C3 Awal sirip dorsal - Akhir sirip anal C4 Awal sirip anal - Akhir sirip dorsal C5 Awal sirip anal - Akhir sirip anal C6 Akhir sirip dorsal - Akhir sirip anal

Pangkal Ekor

(23)

Silang Luar (Out breeding)

Silang luar dilakukan dengan mengawinkan antara individu-individu dari populasi ikan tengadak yang mempunyai perbedaan ragam genotipe dan kekerabatan jauh (interpopulasi). Penentuan ragam genotipe dan kekerabatan berdasarkan dari hasil pemetaan analisis RAPD. Silang luar dilakukan secara resiprokal (dua arah) dengan skema silang luar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Skema silang luar ikan tengadak secara resiprokal

Populasi Jantan ()

Ket: Populasi pertama=Betina, populasi kedua=Jantan, TP1 dan TP2 (ikan tengadak dengan jarak genetik terjauh).

Proses silang luar ikan tengadak dilakukan di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Bogor. Pemijahan dilakukan secara induced breeding menggunakan rangsangan hormon (HCG dengan dosis 500 IU/Kg dan LhRH analog (Ovaprim) dengan dosis 0,6 mL/Kg). Pemijahan dilakukan di akuarium ukuran 1x0,5 m dengan ketinggian air sekitar 50 cm secara fullsib dengan rasio 1:1 (satu ekor betina yang dibuahi dengan satu ekor jantan). Silang luar setiap populasi diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati pada silang luar yaitu kinerja reproduksi dan keragaan pertumbuhan.

Kinerja Reproduksi

Sebanyak 250 butir telur yang sudah dibuahi dari 4 (empat) populasi hasil silang luar ikan tengadak secara resiprokal (jarak genetik terjauh), masing-masing dengan 3 ulangan ditebar kedalam mangkok plastik berukuran 15x10x5 cm dengan ketinggian air sekitar 2 cm. Parameter reproduksi dihitung menggunakan rumus menurut Effendie (2004) dan Murtidjo (2001). Parameter yang diamati adalah fekunditas, derajat pembuahan (%), derajat penetasan (%), waktu inkubasi telur (hari), durasi penyerapan yolk sack (hari) dan sintasan larva (%). Untuk melihat keunggulan heterozigot parameter yang terukur dilakukan perhitungan nilai heterosis berdasarkan persamaan Tave (1993).

Keragaan Pertumbuhan

(24)

diberi pakan berupa Artemia secara at-satiation dan umur 61-90 hari benih diberi pakan komersil berupa crumble sebanyak 10% dari bobot total ikan. Pakan diberikan dengan frekuensi 3 kali sehari (pagi, siang dan sore). Dilakukan pengolahan kualitas air dengan penyiponan dan pergantian air sebanyak 50% setiap 5 hari. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi: pertumbuhan panjang (cm), bobot (g) dan kelangsungan hidup (%). Kematian ikan diamati setiap hari. Panjang standar dan bobot individu ikan tengadak diukur setiap bulan selama penelitian. Untuk melihat keunggulan heterozigot parameter yang terukur dilakukan perhitungan nilai heterosis berdasarkan persamaan Tave (1993).

Parameter Uji

Fekunditas

Fekunditas merupakan jumlah total telur yang dihasilkan indukan. Fekunditas dihitung menggunakan metode gravimetri. Dimana berat induk betina sebelum pemijahan dikurangi berat induk setelah pemijahan kemudian dibagi berat per satuan telur. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

F = � −�

� � / 100

Keterangan:

F = Fekunditas (butir) Wt = Berat induk awal (gram) Ws = Berat induk (gram)

Wtot = Berat total 100 butir telur (gram) Derajat Pembuahan

Derajat pembuahan telur (DPb) adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dibanding dengan jumlah total telur sampel yang ditebar. Derajat pembuahan telur dihitung dengan rumus:

DPb =

0� 100%

Keterangan:

DPb = Derajat Pembuahan (%)

Bt = Jumlah telur yang dibuahi (butir)

B0 = Jumlah telur sampel yang ditebar (butir) Derajat Penetasan

(25)

DPt = �

�0� 100%

Keterangan:

DPt = Derajat Penetasan (%)

Tt = Jumlah telur yang menetas (ekor) T0 = Jumlah telur yang ditebar (butir) Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak panjang dan bobot merupakan selisih dari panjang atau bobot akhir dengan panjang atau bobot awal pemeliharaan. Pertumbuhan mutlak dihitung dengan rumus:

P = Pt - Po (cm) Keterangan:

P = Pertumbuhan Panjang (cm) Pt = Panjang akhir ikan hari ke-t (cm) Po = Panjang awal ikan (cm)

W = Wt - Wo (g) Keterangan:

W = Pertumbuhan Bobot (g) Wt = Bobot akhir ikan hari ke-t (g) Wo = Bobot awal ikan (g)

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan bobot harian (LPH) dengan mengacu kepada rumus Weatherley and Gill (1987):

LPH = x100%

t LnWo

LnWt

Keterangan :

LPH = laju pertumbuhan harian (%)

Wt = bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) W0 = bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = lama perlakuan (hari)

Sintasan

(26)

SR = �

�0� 100%

Keterangan:

SR = Survival rate

Nt = Jumlah benih awal pemeliharaan (ekor) N0 = Jumlah benih akhir pemeliharaan (ekor) Nilai Heterosis

Nilai heterosis dihitung berdasarkan persamaan Tave (1993). Nilai heterosis merupakan nilai yang menggambarkan kenaikan parameter yang diukur dari hasil silang luar dibandingkan dengan tetuanya.

� % = [{ ( + )/2}−{( + )/2}]

( + )/2 � 100

Keterangan:

H = Heterosis rata-rata

AB = Parameter terukur hasil perkawinan ♀ Kalimantan x Jawa BA = Parameter terukur hasil perkawinan ♀ Jawa x Kalimantan AA = Parameter terukur hasil perkawinan ♀ Kalimantan x Kalimantan BB = Paremeter terukur hasil perkawinan ♀ Jawa x Jawa

Untuk perhitungan heterosis sebagian/parsial pada setiap perkawinan maka digunakan rumus sebagai berikut:

� % = −( + )/2

( + )/2 � 100

Keterangan:

Hba = Heterosis pada hasil perkawinan ♀ Kalimantan x Jawa AB = Parameter terukur hasil perkawinan ♀ Kalimantan x Jawa AA = Parameter terukur hasil perkawinan ♀ Kalimantan x Kalimantan BB = Paremeter terukur hasil perkawinan ♀ Jawa x Jawa

Atau

� % = −( + )/2

( + )/2 � 100

Keterangan:

(27)

Analisis Data

Tingkat kekerabatan genetik antar populasi ikan tengadak dianalisis menggunakan program Tools for Population Genetic Analysis (TFPGA) mengacu Wright (1978) yang dimodifikasi dari Rogers (1972) dalam Miller (1997). Untuk melihat penyebaran karakter morfologi (biometrik) dilakukan analisis kanonikal. Sharing component atau indeks kesamaan dilakukan dengan analisis diskriminan. Kinerja reproduksi dan pertumbuhan hasil silang luar dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA dan dilakukan uji lanjut Duncan dengan tingkat keyakinan 95%. Kalimantan memperlihatkan DNA teramplifikasi pada setiap lokus dan bervariasi (Tabel 3). Berdasarkan profil RAPD (Lampiran 1) menunjukkan jumlah fragmen pada populasi jantan dan betina antar populasi berkisar 8-18 sedangkan ukuran fragmen DNA teramplifikasi yang paling besar 180-3000 bp pada populasi ikan jantan asal Jawa dan pada betinanya lebih rendah yaitu 180-2000 bp. Pada populasi lainnya, ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi berkisar 200-2000 bp pada ikan tengadak asal Kalimantan dan 250-1800 bp pada ikan tengadak asal Sumatera.

Tabel 3 Jumlah dan ukuran fragmen DNA (OPA 08, OPA 09 dan OPC 02) ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Asal Populasi Jumlah Fragmen Ukuran Fragmen (bp)

Betina () Jantan () Betina () Jantan ()

(28)

Tabel 4 Persentase polimorfisme dan heterozigositas ikan tengadak jantan dan

Tabel 5 Uji perbandingan berpasangan Fst pada ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Berdasarkan analisis keragaman genetika intrapopulasi, jarak genetik masing-masing populasi (Tabel 6), diperoleh jarak genetik yang dekat antara jantan dan betina dari setiap populasi (0,1906-0,2362) sedangkan jarak genetik interpopulasi (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) berkisar 0,4826-0,5495.

Tabel 6 Jarak genetik ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

(29)

Gambar 4 Dendrogram hubungan kekerabatan ikan tengadak jantan dan betina berdasarkan keragaman OPA 08, OPA 09 dan OPC 02

Biometrik Ikan Tengadak

(30)

Tabel 7 Keragaman 21 fenotipe biometrik ikan tengadak jantan dan betina asal

Ket: *) Berbeda nyata interpopulasi (P<0,05), Nilai dalam kurung adalah nilai koefisien variasi dari karakter yang terukur.

(31)

Gambar 5 Analisis fungsi kanonikal karakter biometrik (morfometrik) ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan

Berdasarkan analisis indeks kesamaan (sharing component) genotipe intrapopulasi menunjukan bahwa populasi ikan tengadak jantan dan betina Jawa memiliki indeks kesamaan yang tinggi yaitu 66,7-86,7% dibandingkan dengan populasi jantan dan betina asal Sumatera dan Kalimantan yaitu 53,3-66,7% (Tabel 8).

Tabel 8 Persentase sharing component ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Populasi Sumatera Jawa Kalimantan Jumlah

Sumatera 53,3 40,0 0 0 0 6,7 100

26,7 66,7 0 0 0 6,7 100

Jawa 0 0 86,7 13,3 0 0 100

0 0 33,3 66,7 0 0 100

Kalimantan 6,7 0 0 0 66,7 26,7 100

0 6,7 0 6,7 33,3 53,3 100

Ket: Populasi betina (♀), populasi jantan ().

Indeks kesamaan interpopulasi ditemukan rendah (0-6,7%) antara populasi asal Kalimantan dengan Sumatera dan Jawa, namun tidak ditemukan (0%) antara Jawa dan Sumatera.

Performa Silang Luar Ikan Tengadak Asal Jawa dan Kalimantan

Keragaan Reproduksi

(32)

Tabel 9 Keragaan reproduksi ikan tengadak betina dan jantan asal Sumatera,

Panjang induk yang digunakan berkisar 14-16 cm dan bobotnya 86-171 g. Dalam penelitian ini ukuran induk jantan asal Jawa adalah yang paling kecil. Fekunditas telur ikan tengadak asal Jawa dengan diameter 0,6-1,2 mm lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas telur yang dihasilkan ikan tengadak asal Kalimantan dan Sumatera sebesar 73.421 butir. Indeks somatik yang diamati sebesar 12,26% dengan waktu laten pemijahan selama 12 jam. Namun nilai indeks somatik yang diperoleh dari ikan tengadak asal Jawa lebih kecil dibandingkan dengan indeks somatik yang diperoleh ikan tengadak asal Sumatera sebesar 14,04%.

Keragaan karakter reproduksi (Tabel 10) diperoleh nilai derajat pembuahan dan sintasan tertinggi pada hasil silang luar ♀ Kalimantan x Jawa sebesar 94,17% dan 30,15% (P<0,05).

Tabel 10 Persentase pembuahan, penetasan, sintasan dan heterosis larva pada silang luar resiprokal ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan.

Parameter Persilangan Ikan Tengadak Ket: J=Jawa, K=Kalimantan, Huruf pertama=Betina, Huruf kedua=Jantan *) Angka yang diikuti

huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan ( P<0,05). Nilai dalam tanda kurung adalah heterosis (%).

(33)

disajikan pada Tabel 10. Dimana nilai heterosis pada derajat pembuahan, derajat penetasan dan sintasan yang dihasilkan pada silang luar Kalimantan x Jawa mempunyai nilai positif (0,54, 2,05 dan 17,29%).

Keragaan Pertumbuhan

Pertumbuhan panjang, bobot dan sintasan benih ikan tengadak hasil silang luar secara resiprokal antara ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan diamati pada umur 90 hari (Tabel 11).

Tabel 11 Keragaan pertumbuhan benih hasil silang luar resiprokal ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan selama 90 hari.

Parameter Persilangan Ikan Tengadak

JJ KK JK KJ

Panjang Awal (cm) 0,39±0,01 0,39±0,01 0,39±0,01 0,39±0,01 Bobot Awal (g) 0,09±0,02 0,09±0,02 0,09±0,02 0,09±0,02 Panjang Akhir (cm) 2,56±0,11 2,96±0,03 2,72±0,03 3,24±0,03 Bobot Akhir (g) 0,17±0,02 0,26±0,01 0,23±0,01 0,34±0,01

Panjang Mutlak (cm) 2,17±0,11a 2,57±0,03b 2,33±0,03 c Panjang Spesifik (%) 2,09±0,05a 2,25±0,01b 2,16±0,01c 2,35±0,01d Bobot spesifik (%) 3,27±0,13a 3,74±0,41b 3,57±0,52c 4,02±0,06d Sintasan (%) 48,7±3,10a 53,33±9,20a 52,27±2,60

a (2,46)

57,20±4,60a (12,12) Ket: J=Jawa, K=Kalimantan, Huruf pertama=Betina, Huruf kedua=Jantan *) Angka yang diikuti

huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan ( P<0,05). Nilai dalam tanda kurung adalah heterosis (%).

Berdasarkan pengamatan pada karakter pertumbuhan (Tabel 11), pada silang luar Kalimantan x Jawa diperoleh nilai pertumbuhan panjang, bobot dan laju pertumbuhan spesifik tertinggi (2,85 cm, 0,33 g, 2,35% dan 4,02%). Nilai pertumbuhan tersebut secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan populasi lainnya. Pada karakter sintasan dari 4 (empat) populasi hasil silang luar ikan tengadak Jawa dan Kalimantan secara resiprok menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05) satu sama lain, dengan sintasan tertinggi pada silang luar Kalimantan x Jawa dengan nilai sebesar 57,20%.

Heterosis pertumbuhan panjang dan bobot serta sintasan yang dihasilkan dari silang luar ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan secara resiprokal menunjukan nilai heterosis tertinggi pada silang luar Kalimantan x Jawa dengan nilai heterosis pertumbuhan panjang (20,25%), bobot (60,98%) dan sintasan (12,12%).

Keragaman Genetik

(34)

Keragaman profil RAPD (Tabel 12) menunjukkan jumlah fragmen pada populasi hasil silang luar Kalimantan x Jawa berkisar 12-15 dengan fragmen DNA teramplifikasi sebesar 150-2500 bp sedangkan pada silang luar Jawa x Kalimantan memiliki jumlah fragmen 14-16 dengan ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi paling besar yaitu 180-3000 bp. Hasil amplifikasi disajikan pada lampiran 2.

Tabel 12 Jumlah dan ukuran fragmen DNA (OPA 08, OPA 09 dan OPC 02) ikan tengadak pada silang luar resiprokal populasi asal Jawa dan Kalimantan.

Populasi Amplifikasi

Jumlah Fragmen Ukuran Fragmen (bp)

Jawa 11 - 14 180 - 2000

12 - 16 180 - 3000

Kalimantan 11 - 14 200 - 2000

11 - 15 200 - 2000

Silang Luar JK 14 - 16 180 - 3000

KJ 12 - 15 150 - 2500

Ket: J=Jawa, K=Kalimantan, Huruf pertama=Betina, Huruf kedua=Jantan.

Persentase polimorfisme dan heterozigositas pada populasi hasil silang luar ikan tengadak (Tabel 13) memperlihatkan nilai polimorfisme tertinggi pada populasi Jawa x Kalimantan sebesar 32,43% dan terendah pada populasi Kalimantan x Jawa sebesar 21,62%.

Tabel 13 Persentase polimorfisme dan heterozigositas hasil silang luar resiprokal ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan.

Populasi Ragam Genetik

Polimorfisme (%) Heterozigositas

Jawa 21,62 0,09

37,84 0,15

Kalimantan 40,54 0,18

37,84 0,18

Silang Luar JK 32,43 0,13

KJ 21,62 0,10

Ket: J=Jawa, K=Kalimantan, Huruf pertama=Betina, Huruf kedua=Jantan.

(35)

Tabel 14 Jarak genetik hasil silang luar resiprokal ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan.

Populasi Jawa Kalimantan Silang Luar

JK KJ

Jawa *****

0,2091 *****

Kalimantan 0,5229 0,5249 *****

0,5051 0,5164 0,2035 *****

Silang Luar JK 0,4368 0,4320 0,4610 0,4677 *****

KJ 0,4792 0,4677 0,5520 0,5455 0,4768 ***** Ket: Populasi betina (♀), populasi jantan (), Huruf pertama=Betina, Huruf kedua=Jantan.

Gambar 6 Dendrogram hubungan kekerabatan hasil silang luar resiprokal ikan tengadak populasi asal Jawa dan Kalimantan berdasarkan keragaman OPA 08, OPA 09 dan OPC 02

Pembahasan

Keragaman Genetik Ikan Tengadak

(36)

Kusmini et al. (2011), tingginya tingkat polimorfisme pada populasi menunjukan efektifitas individu dalam proses seleksi (Random mating) dan reproduksi dihabitatnya. Sebaliknya, rendahnya tingkat polimorfisme populasi diduga berhubungan dengan hambatan pertukaran gen (gene flow) oleh faktor lingkungan atau terbatasnya ukuran populasi yang menyebabkan silang dalam (inbreeding) sehingga mereduksi ragam genetik intrapopulasi. Rendahnya keragaman genetik intrapopulasi dapat mengakibatkan munculnya sifat negatif antara lain pertumbuhan lambat, reproduksi dan tingkat adaptasi yang rendah (Leary et al. 1985).

Keragaman genetik merupakan parameter kunci kebugaran populasi yang menjamin keberlanjutannya dan kemampuan merespon secara pasif seleksi alam ataupun buatan (Lorenzen et al. 2012). Perbedaan keragaman genetik dapat meningkatkan jarak genetik antar populasi dan umumnya digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan seleksi dan silang luar. Keragaman genetik berdasarkan uji perbandingan berpasangan Fst populasi Sumatera, Jawa dan Kalimantan menunjukan berbeda nyata dengan kisaran 18,92-40,54%. Hasil uji Fst memberikan indikasi bahwa populasi yang ada masih sangat alami (belum tereksplorasi), belum adanya mutasi dan migrasi gen dari sumber genetiknya. Populasi jantan dan betina asal Jawa memiliki jarak genetik lebih dekat dengan populasi jantan dan betina asal Sumatera sebesar 0,4826 (Gambar 4) sedangkan populasi asal Kalimantan memiliki jarak genetik terjauh sebesar 0,5495. Upaya untuk meningkatkan ragam genetik populasi dapat dilakukan dengan silang luar interpopulasi menggunakan dari materi genetik asal Kalimantan yang memiliki jarak genetik paling jauh.

Biometrik Ikan Tengadak

Nilai koefisien keragaman suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas karakter yang bersangkutan pada suatu populasi. Tingkat variabilitas suatu karakter fenotip mencerminkan variabilitas genotip populasi (Falconer and mackay 1996; Gjedrem 2005). Koefisien keragaman populasi ikan tengadak betina berkisar 2,24-13,44% sedangkan jantan berkisar 1,67-13,48%. Secara umum ikan tengadak jantan dan betina dari populasi Sumatera, Jawa dan Kalimantan memiliki karakter morfologi (biometrik) yang berbeda. Perbedaan karakter morfologi ikan tengadak jantan dan betina dari ketiga populasi berbanding lurus dengan jarak genetik yang ada, semakin jauh jaraknya semakin berbeda bentuknya. Pada analisis morfometrik 21 karakter yang terukur dari populasi jantan dan betina memiliki perbedaan karakter yang spesifik lokasi, yaitu pada A3 (ujung mulut-sirip ventral), A5 (ujung operculum bawah-sirip ventral), D1 (akhir sirip dorsal-awal sirip ekor atas) dan D6 (awal sirip ekor atas-akhir sirip ekor bawah) yang dapat digunakan sebagai penciri dari asal ikan. Menurut Li et al. (1993) dan Tave (1993), perbedaan fenotipe (biometrik) dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi genetik dengan lingkungan. Kondisi lingkungan perairan dari ketiga populasi ikan tengadak terdapat kondisi yang berbeda terutama pada parameter suhu, yaitu Sumatera (32-33oC), Jawa (24-30oC) dan Kalimantan (29-33oC).

(37)

analisis fungsi kanonikal yang memperlihatkan pemisahan populasi Kalimantan (kuadran IV), populasi Sumatera (kuadran I) dan populasi Jawa (kuadran II-III), namun berdasarkan indeks kesamaan (sharing component) interpopulasi menunjukan terdapat aliran gen (flow genic) yang berlangsung didalam populasi. Nilai sharing component intrapopulasi ikan tengadak asal Jawa (66,7-86,7%), lebih tinggi dibandingkan Sumatera dan Kalimantan (53,3-66,7%), sedangkan sharing component interpopulasi ditemukan antara ikan tengadak asal Jawa dengan Kalimantan dan Kalimantan dengan Sumatera sebesar 6,7% namun tidak ditemukan indeks kesamaan (0%) antara Jawa dengan Sumatera. Menurut Setijaningsih (2007), tinggi rendahnya nilai indeks kesamaan dipengaruhi oleh sumber genetik pembentuknya, semakin tinggi indeks kesamaan menunjukkan eksklusifitas populasi atau diduga merupakan populasi yang tertutup.

Performa Reproduksi Silang Luar Ikan Tengadak

Berdasarkan analisis RAPD, populasi Jawa dan Kalimantan berpotensi sebagai sumber genetik untuk pengembangan budidaya ikan tengadak dalam meningkatkan kinerja reproduksinya. Pada penelitian ini ukuran panjang dan bobot induk ikan tengadak asal Jawa dan Kalimantan yang digunakan relatif sama. Induk betina (Jawa) berukuran 16,13 cm dan 144,80 g, Jantan (Jawa) berukuran 14,42 cm dan 86,87 g, betina (Kalimantan) berukuran 16,48 cm dan 171,13 g, jantan (Kalimantan) berukuran 16,12 cm dan 140,86 g. Secara umum ikan tengadak betina lebih besar daripada jantan. Ukuran bobot pada induk betina berpengaruh terhadap berat gonad. Ikan tengadak asal Kalimatan lebih besar 20% dari induk betina asal Jawa. Ikan tengadak asal Jawa memiliki nilai indeks somatik sebesar 12,26% dengan fekunditas sebesar 73.421 butir sedangkan ikan tengadak asal Kalimantan memiliki nilai indeks somatik sebesar 11,83% dengan fekunditas sebesar 61.152 butir. Telur ikan tengadak dari kedua lokasi berdiameter relatif sama berkisar 0,4-1,2 mm. Menurut Lagler et al. (1962) bahwa jumlah telur yang diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk, ukuran dan kondisi ikan sedangkan menurut Bromage (1993), faktor penting yang berpengaruh terhadap telur (jumlah dan ukuran) adalah ukuran dari induk yang digunakan. Semakin besar/berat ukuran induk akan semakin meningkatkan nilai fekunditasnya.

Pada karakter reproduksi (Tabel 10) diperoleh nilai derajat pembuahan dan sintasan tertinggi pada hasil silang luar ♀ Kalimantan x Jawa sebesar 94,17% dan 30,15%. Nilai ini secara statistik menunjukan perbedaan secara nyata (P<0,05) dengan populasi lainnya. Nilai derajat penetasan tertinggi diperoleh pada silang luar ♀ Jawa x Kalimantan sebesar 76,41% namun sintasan yang diperoleh tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan populasi lainnya. Derajat pembuahan dievaluasi dari warna telur setelah 2 jam telur dipijahkan. Telur yang tidak terbuahi akan berwarna putih susu. Pada penelitian ini, lingkungan untuk inkubasi telur mempunyai kondisi yang relatif sama, suhu (25-27oC) dan pH (6-7), maka dapat diduga bahwa kemampuan daya tetas telur ini sebagian besar merupakan sifat yang diturunkan (Falconer and mackay 1996).

(38)

peningkatan heterozigositas pada perkawinan tidak sekerabat. Selain itu menurut Taftajani (2011), sintasan juga dipengaruhi oleh lingkungan terutama suhu air karena dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme didalam tubuh ikan. Heterosis yang didapat pada silang luar ikan tengadak Kalimantan x Jawa menunjukan adanya peningkatan heterozigositas dengan nilai positif 0,54% (derajat pembuahan), 2,05% (derajat penetasan) dan 17,29% (sintasan). Walaupun relatif kecil, keadaan ini dapat memberikan informasi bahwa perbaikan pada karakter reproduksi masih dapat ditingkatkan. Rendahnya nilai heterosis bukan berarti keturunan hasil silang luar yang jelek tetapi lebih menerangkan suatu kondisi perbandingan antara rata-rata keturunan dengan kedua tetuannya.

Performa Pertumbuhan Hasil Silang Luar Ikan Tengadak

Pertumbuhan hasil silang luar Kalimantan x Jawa menunjukan hasil yang signifikan (P<0,05) dengan nilai pertumbuhan panjang (2,85 cm), bobot (0,33 g), laju pertumbuhan spesifik (2,35% dan 4,02%). Sintasan tertinggi juga diperoleh pada silang luar Kalimantan x Jawa dengan nilai sebesar 57,20%, namun nilai sintasan yang didapatkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai sintasan dari populasi lainnya. Berdasarkan analisis genetik menunjukkan bahwa sumber genetik betina asal Kalimantan dan jantan asal Jawa memiliki polimorfisme (40,54%). Interaksi antara variasi genetik dan lingkungan diduga mempengaruhi performa fenotipe dari potensi genetik yang baik untuk mendapatkan hasil yang optimal. Apabila potensi genetik didukung oleh lingkungan yang sesuai maka akan terekspresi secara maksimal dan menghasilkan fenotipe yang maksimal pula (Ath-thar et al. 2014). Pada kondisi yang optimal kemampuan metabolisme tubuh akan berjalan secara optimal sehingga pertumbuhan dan respons stres berjalan dengan baik. Variasi lingkungan memegang peranan penting dalam memunculkan fenotipe kuantitatif (Tave 1993). Menurut Girase dan Deshmukh (2000), keunggulan pertumbuhan yang dimiliki oleh benih hasil silang luar mungkin karena aksi gen terduplikasi dan saling melengkapi. Selanjutnya Su et al. (2013) menyatakan bahwa hasil silang luar pada ikan mas dapat meningkatkan performa pertumbuhan dan tahan penyakit.

Pada karakter sintasan, nilai tertinggi diperoleh benih hasil silang luar Kalimantan x Jawa sebesar 57,20%, hal ini menunjukkan benih yang dihasilkan mampu beradaptasi pada lingkungan pemeliharaan. Adaptasi suatu populasi terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu keragaman genetik dan keunggulan fenotipe masing-masing tetua yang diwariskan pada keturunannya (progeni). Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih tinggi, karena banyak alternatif gen atau kombinasi gen yang tersedia untuk merespons perubahan kondisi lingkungan yang dihadapi (Dunham 2004). Keragaman genetik mencerminkan jumlah variasi alel yang berhubungan dengan fleksibilitas pada proses adaptasi. Sumber genetik potensial budidaya disyaratkan mempunyai keragaman genetik yang responsif pada perubahan lingkungan sehingga mampu berkontribusi pada perbanyakan keturunan untuk mempertahankan generasi.

(39)

pertumbuhan panjang, bobot dan sintasan ditunjukan oleh performa benih ikan tengadak hasil silang luar Kalimantan x Jawa sebesar 20,25%, 60,98% dan 12,12%. Nilai heterosis ini sangat signifikan dibandingkan dengan nilai heterosis yang diperoleh pada silang luar Jawa x Kalimantan yang hanya memperoleh nilai sebesar -1,69%, 7,32% dan 2,46%. Nilai heterosis tersebut menurut Gjedrem et al. (2012) menggambarkan kecocokan gen dalam berbagi dan berubah pada keturunan selanjutnya. Nilai heterosis muncul karena adanya kombinasi gen baru sehingga diharapkan dapat menghasilkan keragaan yang lebih baik dari pada tetuanya (Nielsen et al. 2010).

Keragaman Genetik Hasil Silang Luar Ikan Tengadak

Jumlah fragmen DNA teramplifikasi pada populasi silang luar Jawa x ♂ Kalimantan (14-16) lebih tinggi dari pada populasi hasil silang luar Kalimantan x ♂ Jawa (12-15). Populasi silang luar Jawa x ♂ Kalimantan memiliki persentase polimorfisme (32,43%) lebih tinggi dibandingkan populasi silang luar Kalimantan x ♂ Jawa memiliki persentase polimorfisme terendah (21,62%). Tingginya polimorfisme pada populasi hasil silang luar Jawa x ♂ Kalimantan terjadi akibat keragaman dari dua sumber genetik, yang memiliki nilai polimorfisme berkisar 21,62-40,54% dan nilai heterozigositas berkisar 0,09-0,18. Induk jantan Tinggi rendahnya persentase polimorfisme dan heterozigositas berbanding lurus dengan tingkat keragaman genetik. Heterozigositas menunjukan potensi kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya, karena semakin tinggi heterozigositas maka semakin banyak gen yang terlibat dalam menyumbangkan tingkat kebugaran suatu populasi (Tave 1993). Berdasarkan evaluasi reproduksi dan pertumbuhan pada benih ikan tengadak hasil silang luar menunjukan kinerja reproduksi dan performa pertumbuhan yang terbaik. Ikan tengadak jantan Kalimantan dapat meningkatkan keragaman genetik ikan tengadak betina Jawa sebesar 10%.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(40)

Saran

Pengembangan budidaya ikan tengadak yang berkelanjutan dapat dimulai dengan populasi dasar asal Kalimantan dan pengujian lanjut sampai dengan ukuran konsumsi. Hasil dari silang luar ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pembentukan populasi unggul sehingga dapat meningkatkan performa populasi.

DAFTAR PUSTAKA

Asih S, Nugroho E, Kristanto AH, Mulyasari. 2008. Penentuan variasi genetik ikan batak (Tor soro) dari Sumatera Utara dan Jawa Barat dengan metode analisis Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur, 3(1): 91-97.

Ath-thar MF, Soelistyowati DT, Gustiano R. 2014. Performa reproduksi ikan sepat siam (Trichopodus pectoralis Regan 1910) asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(3): 201-210.

Bromage N, C Randall, J Duston, M Thursh and J Jones. 1993. Environmental Control of Reproduction in Salmonids. Recover Advance Aquatic, IV: 55-66.

Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic Approach. Amerika Serikat (US): CABI Publishing, Cambridge USA. 372 p.

Effendie MI. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya, 43-57 h.

Gusmiati, Restu M, Pongtuluran. 2012. Seleksi primer untuk analisa keragaman genetik jenis bitti (Vites coffassus). Jurnal Perennial, 8(1): 25-29.

Gustiano R, Kusmini I, Ath-thar MFH. 2015. Mengenal Sumber Daya Genetik Ikan Spesifik Lokal Air Tawar Indonesia Untuk Pengembangan Budidaya. Bogor (ID): IPB Press. Bogor. 51 p.

Gustiano R, Oktaviani T, Soelistyowati DT, Kusmini I, Wahyutomo, Huwoyon G. 2013. Analisa ragam genotipe RAPD dan fenotipe truss morphometric pada tiga populasi ikan gabus (Channa striata). Berita Biologi, 12(3): 325-333.

(41)

Iskandariah, Soelistyowati DT, Gustiano R, Kusmini II, Huwoyon GH. 2014. Ragam genetik tiga populasi sepat siam asal Kalimantan menggunakan analisis RAPD dan pengukuran morfometrik truss.Berita Biologi, 14(1): 57-68.

Kotellat M, Whitten SN, Kartikasari, Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi: Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat Dan Sulawesi (Hardbound). Hongkong (HK): Periplus, China. 344 p. Kusmini II, Mulyasari,Widiyati A, Nugroho E. 2009. Karakter genetik ikan

tengadak (Barbodes sp.), ikan tawes albino (Barbodes sp.) dan ikan tawes (Barbodes gonionotus). In: Rustadi, Ustadi, Djumanto (editor). Prosiding Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan (2009). Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID). UGM. 332-338 h.

Kusmini II, Gustiano R, Mulyasari. 2011. Karakterisasi genetik ikan Kelabau (Osteochilus kelabau) dari berbagai lokasi di Kalimantan Barat menggunakan analisis RAPD. Berita Biologi, 10(4): 449-454.

Kusmini II, Gustiano R, Mulyasari, Iskandariah, Huwoyon GH. 2015. Ikan lokal tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) asal Kalimantan sebagai andalan untuk ikan budidaya. Di dalam: Raharjo MF, Zahid A, Hadie W, Haryono, editor. Prosiding Seminar Nasional Ikan ke-8. Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Masyarakat Ikhtiologi Indonesia. 177-187 p. Lagler KF, JE Bardach, RR Miller. 1962. Ichthyology. Amerika Serikat (US):

John Willey and Sons, Inc. New York. 545 p.

Leary RF, Allendrof FW, Knudsen KL. 1985. Development instability and high meristic counts in interspecific hybrid of salmonid fishes. Evolution, 39: 318-326.

Lemarie G. 2001. A simple test to evaluate the salinity tolerance of Oreochromis niloticus, Saotherodon melanotheron and their hybrids. Perancis (FR): IFREMER, Palavas.

Li S, Cai W, Zhou B. 1993. Variation in morphology and biochemical genetic markers among populations of blunt snout bream (Megalobrama amblycephala). Aquaculture, 111: 117-127.

Lorenzen K, Beveridge MCM, Mangel M. 2012. Cultured fish: integrative biology and management of domestication and interactions with wild fish. Biology Review 87 (3): 639-660.

Liu ZJ. 2007. Randomly amplified polymorphism DNA (RAPD). In: Aquaculture genome technologies. Eds: Liu ZJ. Blackwell Publishing, 21-28 p.

Mulyasari, Soelistyowati DT, Kristanto AH, Kusmini II. 2010. Karakteristik Genetik Enam Populasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) di Jawa Barat. Jurnal Riset Akuakultur, 5 (2): 175-182.

Murtidjo BA. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta (ID): Kanisius. 108 h.

Miller MP. 1997. Tools for Population Genetic Analysis (TFPGA) version 1.3. Amerika Serikat (US): Department of Biological Science. Northern Arizona University, Arizona, USA.

(42)

Nugroho E, Takagi M, Taniguchi N. 1997. Practical manual on detection of DNA polymorphism in fish population study. Buletin of Marine Sciences and Fisheries. 18(1): 109-129.

Radona D, Subagja J, Arifin OZ. 2015. Karakterisasi reproduksi induk dan pertumbuhan benih ikan tor hasil persilangan (Tor soro dan Tor douronensis) secara resiprokal. Jurnal Riset Akuakultur, 10(3): 335-343. Radona D, Nafiqoh N. 2014. Karakterisasi reproduksi dan nilai heterosis hasil

persilangan ikan gurame Bastar dan Bluesafir. Berita Biologi, 13(2): 153-159.

Setijaningsih L, Arifin OZ, Gustiano R. 2007. Karakterisasi tiga strain ikan gurame (Osphronemus gouramy lac.) berdasarkan metode truss morfometrik. Jurnal Iktiologi Indonesia, 7(1): 23-30.

Slamat, Thohari AM, Soelistyowati DT. 2011. Keanekaragaman genetik ikan betok (Anabas testudinius) pada tiga ekosistem perairan rawa di Kalimantan Selatan. Agroscientiae, 18(3):129-135.

Soewardi K. 2007. Pengolahan Keragaman Genetik Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Departemen manajemen sumberdaya perairan. Bogor (ID): Fakultas perikanan dan kelautan. Institut Pertanian Bogor. 153 h.

Sneath PHA. 1995. Thirty years of numerical taxonomy. Systematic Biology 44: 281-298.

Sukadi MF, Widiyati A, Nugroho E, Komarudin O, Azwar ZI, Prihadi TH, Huwoyon GH. 2011. Analisis komoditas ikan lokal di Kalimantan Tengah dalam Analisis kebijakan pembangunan perikanan budidaya 2011. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Pusat penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. 213-231 h.

Sundari S, Iskandariah, Huwoyon GH, Kusmini II, Gustiano R. 2013. Keragaman genetik 3 populasi ikan tambakan (Helostoma temminckii) asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan menggunakan metode RAPD. Di dalam: Haryanti, Imron, Rachmansyah, Sunarto A, Sugama K, Sumiarsa GS, Parenrengi A, Azwar ZI, Sudrajat A, Kristianto AH, editor. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (8-11 Juni 2012). Makasar, Indonesia. Jakarta (ID): P4B. 1109-1114 h.

Shengyan Su, Pao Xu, Yuan X. 2013. Estimates of combining ability and heterosis for growth traits in a full diallel cross of three strains common carp, Cyprinus Carpio. African Jour. Of biotechnology, 12(22): 3514-3521.

Tave D. 1993. Genetic for Fish Hatchery Managers. Belanda (NL): Kluwer academic publisher. Netherland, 415 p.

Tave D. 1995. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. Italia (IT): FAO, Rome. 352 p.

Turan C, Erguden D, Gurlek M, Basusta N, Turan F. 2004. Morphometric structuring of the anchovy (Engraulis encrasicolus L.) in the Black, Aegean and northeastern Mediterranean Seas. Turkish Journal of Veterinary & Animal Sciences. 28: 865-871.

(43)
(44)
(45)

Lampiran 1 Hasil amplifikasi DNA 6 (enam) populasi ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) menggunakan primer OPA 08, OPA 09 dan OPC 02.

Sumatera OPA 08 Jawa OPC 02

Sumatera OPA 09 Kalimantan OPA 08

Sumatera OPC 02 Kalimantan OPA 09

Jawa OPA 08 Kalimantan OPC 02

Jawa OPA 09

(46)

Lampiran 2 Hasil amplifikasi DNA 2 (dua) populasi progeni ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) hasil silang luar Jawa dan Kalimantan secara resiprok menggunakan primer OPA 08, OPA 09 dan OPC 02.

Jawa x Kalimantan OPA 08 Kalimantan x Jawa OPA 08

Jawa x Kalimantan OPA 09 Kalimantan x Jawa OPA 09

Jawa x Kalimantan OPC 02 Kalimantan x Jawa OPC 02

(47)

Lampiran 3 Data fragmen hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPA 08,

(48)
(49)
(50)
(51)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 2  Koleksi ikan tengadak dari ketiga populasi
Gambar 3   Pola truss morfometrik pada ikan tengadak
Gambar 4  Dendrogram hubungan kekerabatan ikan tengadak jantan dan betina
Tabel 7  Keragaman 21 fenotipe biometrik ikan tengadak jantan dan betina asal Sumatera, Jawa dan Kalimantan
+3

Referensi

Dokumen terkait