• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman lalat buah (Diptera Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyusunan analisis risiko hama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman lalat buah (Diptera Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyusunan analisis risiko hama"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENYUSUNAN ANALISIS RISIKO HAMA

RUMENDA GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

RUMENDA GINTING. The Diversity of Fruit Fly (Diptera: Tephritidae) in Jakarta, Depok, and Bogor as Pest Risk Analysis (PRA) Component. Under direction of NINA MARYANA and TEGUH SANTOSO.

Fruit fly (Diptera: Tephritidae) is one of the important pest in horticultural crop. More than one hundred horticultural plants become objects of fruit flies infestation. When the population was high, the intensity of its attack can reach 100%. Therefore, this pest attracts the world s attention in its effort to make control, species inventory, host, and distribution of fruit flies through survey area. This research was aimed to collect data of the diversity of fruit flies in Jakarta, Depok, and Bogor. The data collected was aimed not only to supply the information in designing the PRA of plant pest organisms but also to construct the pest list of fruit flies species of the country. This research was carried out in Kramat jati central market and fruits warehouse at Tj. Priok (Jakarta), UI forests and Cimanggis (Depok), and Cihanyawar (Bogor). Methods of the research consisted designing and placing the traps, collecting the samples of the trapped fruit flies, collecting and processing the samples, identifying the collected and processed fruit flies, and analyzing the data and plant pest organisms status. Fourteen species of fruit flies have been identified: Bactrocera carambolae, B. impunctata,B. minuscula,B. occipitalis, B. papayae, B. umbrosa, Bactrocerasp. which were attracted and trapped by Methyl eugenol (ME), while other 7 species were attracted and trapped by Cue lure (CUE):B. albistrigata, B. calumniata, B. caudata, B. cucurbitae, B. melastomatos, B. neocognata, and Dacus longicornis. Data analysis shown that Cihanyawar has a highest variety species index value (1.30). On the contrary, Cimanggis has a smallest value of variety species (0.85). B. carambolae was chosen as a model of PRA lists. B. carambolae has a high risk as quarantine pest with about 78 host plant species distributed in the 27 families. During investigation, exotic species was not detected, and all fruit flies trapped were judged as endemic pest.

(4)

RINGKASAN

RUMENDA GINTING. Studi Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Di Jakarta, Depok, dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama. Dibimbing oleh NINA MARYANA dan TEGUH SANTOSO.

Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama penting pada tanaman hortikultura di dunia. Lebih dari seratus jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran serangannya. Pada populasi tinggi, intensitas serangannya dapat mencapai 100%. Karena itu, hama ini menarik perhatian praktisi hama seluruh dunia untuk melakukan upaya pengendalian, inventarisasi spesies, kisaran inang, dan pemetaan daerah sebaran melalui survei suatu area. Dengan alasan tersebut penelitian dilakukan di lima lokasi yang berbeda yaitu di Pasar Induk Kramat Jati dan Gudang Buah Tanjung Priok (Jakarta); Taman Hutan UI dan lahan pertanaman belimbing Cimanggis (Depok); serta lahan pertanaman cabe di Cihanyawar (Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data keanekaragaman spesies lalat buah di Jakarta, Depok, dan Bogor, serta mendapatkan informasi dalam upaya penyusunan analisis risiko hama, dan untuk mendukung pembuatan daftar spesies lalat buah.

Metode penelitian yang digunakan mengacu pada metode surveilens baku ISPM 6 dan ACIAR. Perangkap yang digunakan merupakan modifikasi model steinner trap. Perangkap dipasang secara sistematik pada 4 titik. Pengumpulan hasil perangkap dilakukan selama 8 kali dengan interval waktu satu minggu. Lalat buah diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo SMZ 800. Dihitung proporsi individu jenis ke-i dan indeks keanekaragaman jenis. Studi literatur dilakukan terhadap spesiesB. carambolae sebagai model dalam kajian status analisis risiko hama. Dari hasil penelitian ditemukan 14 spesies lalat buah. Sebanyak 7 spesies lalat buah terperangkap pada atraktan Methyl eugenol, yaitu: Bactrocera carambolae, B. impunctata, B. minuscula, B. occipitalis, B. papayae, B. umbrosa, dan Bactocera sp. Tujuh spesies lainnya terperangkap pada atraktan Cue lure: B. albistrigata, B. calumniata, B. caudata, B. cucurbitae, B. melastomatos, B. neocognata, dan Dacus longicornis. Semua spesies yang ditemukan bukan merupakan spesies lalat buah baru. Satu spesies lalat buah belum dapat diidentifikasi hingga spesies karena pola pada kedua sayap tidak sama sehingga tidak sesuai dengan kunci yang tersedia.

Cihanyawar memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis spesies tertinggi (1.30), sedangkan Cimanggis terendah (0.85). Bactrocera carambolae dipilih sebagai model untuk kajian literatur penyusunan analisis risiko hama. B. carambolae memiliki risiko karantina yang tinggi dengan jumlah tanaman inang sekitar 78 jenis dari 27 famili tanaman, menyebar dalam populasi yang sangat tinggi.

(5)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

KEANEKARAGAMAN LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE)

DI JAKARTA, DEPOK, DAN BOGOR SEBAGAI BAHAN

KAJIAN PENYUSUNAN ANALISIS RISIKO HAMA

RUMENDA GINTING

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan

Analisis Risiko Hama Nama : Rumenda Ginting NIM : A451064164

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi/Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, limpahan berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan karya ini. Tema yang dipilih untuk penelitian yang telah berlangsung mulai bulan Agustus hingga Nopember 2008 ialah Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. dan Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi serta bantuan dengan penuh keiklasan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan ke program S2, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, segenap pengajar IPB, dan semua laboran DPT, IPB. Penulis memberikan penghargaan kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Entomologi/Fitopatologi IPB khususnya mahasiswa program khusus karantina, teristimewa Nurjanah, Yani Dawy, Nurmaida, Krisna Dwiharniati, Lia, Mas Andi, dan segenap staff BBUSKP yang telah membantu baik moril maupun materil hingga studi penulis selesai. Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada semua keluarga, Suami tercinta Ropo Sembiring, Buah hatiku Regina Maylani, dan Kiki atas segala dukungan, kesabaran, pengertian, perhatian, doa dan kasih sayangnya yang tulus hingga studi ini lancar. Karya ini kupersembahkan pada Ayahanda (alm) dan Abang ipar Sukur Sembiring (alm). Semoga karya ini memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sugihen, Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara, pada tanggal 4 Februari 1971 dari Bapak Paginting Ginting (alm) dan Ibu Ndolit Br Perangin-angin. Penulis merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri I Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan pada tahun 1991 masuk Universitas Sumatera Utara, Medan, melalui jalur SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penulis lulus pada tahun 1996.

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Permasalahan .. . 2

Tujuan Penelitian .... . 3

Manfaat Penelitian .. . 3

TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah ... ... 4

Morfologi ... 4

Bioekologi .. ... 5

Gejala Serangan ... 6

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan .... ... 6

Persebaran ... 7

Analisis Risiko Hama (Pest Risk Analysis) ... 9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 11

Metode Penelitian... 12

Pembuatan dan Penempatan Perangkap ... 12

Pengumpulan Hasil Perangkap ... 14

Penanganan Sampel ... 14

Identifikasi ... 14

Analisis Data ... 15

Kajian Analisis Risiko Hama ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies yang Ditemukan... 16

Indeks Keanekragaman Jenis ... 19

Kunci Identifikasi Spesies yang Ditemukan ... 21

Model Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Spesies lalat buah di Indonesia yang dikumpulkan selama survei

tahun (2005-2006)... 8

2 Ketinggian tempat dan ordinat lokasi pengambilan sampel... 11

3 Spesies lalat buah yang dikumpulkan dari lima lokasi penelitian ... 16

(13)

Halaman 1 Peta lokasi penelitian di Jakarta, Depok, dan Bogor... 12 2 Perangkap lalat buah: bagian luar (a), bagian dalam (b), pemberian

bahan kimia (c) ... 13 3 Penempatan perangkap lalat buah di lokasi penelitian ... 13 4 Pengumpulan hasil perangkap: sampel dalam perangkap (a), sampel

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Pasar Induk Kramat Jati.... 34

2 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Gudang Buah Tanjung Priok ... 34

3 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Hutan UI ... 35

4 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cimanggis ... 35

5 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cihanyawar ... 36

6 Morfologi spesiesBactrocera albistrigata... 37

7 Morfologi spesiesBactrocera calumniata... 38

8 Morfologi spesiesBactrocera carambolae... 39

9 Morfologi spesiesBactrocera caudata... 40

10 Morfologi spesiesBactrocera cucurbitae... 41

11 Morfologi spesiesBactrocera impunctata... 42

12 Morfologi spesiesBactrocera melastomatos... 43

13 Morfologi spesiesBactrocera minuscula... 44

14 Morfologi spesiesBactrocera neocognata... 45

15 Morfologi spesiesBactrocera occipitalis... 46

16 Morfologi spesiesBactrocera papayae... 47

17 Morfologi spesiesBactrocera umbrosa... 48

18 Morfologi spesiesBactrocerasp. . ... 49

19 Morfologi spesiesDacus longicornis... 50

(15)

Latar Belakang

Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan salah satu hama penting yang menarik perhatian dunia karena peranannya yang penting secara ekonomi. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35% di antaranya menyerang buah-buahan yang berkulit lunak dan tipis, termasuk di dalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Di samping menyerang buah-buahan yang lunak, sekitar 40% lalat buah juga hidup dan berkembang pada bunga tanaman famili Asteraceae (Compositae); selebihnya hidup pada bunga tanaman famili lainnya atau menjadi pengorok pada daun, batang, atau jaringan akar. Famili Tephritidae memiliki beberapa subfamili. Subfamili yang spesiesnya terkenal sebagai hama lalat buah adalah Dacinae dan Trypetinae yang terdiri atas dua genus yaitu Dacus (Fabricus) dan Bactrocera (Macquart) (White & Harris 1992; Landolt & Quilici 1996).

Di Indonesia, survei lalat buah pertama kali dilakukan oleh Hardy pada tahun 1985 dan menemukan 66 spesies. Pada tahun 1992 sampai dengan 1994, Pusat Karantina Pertanian secara nasional melakukan survei dan menemukan sekitar 47 spesies, 20 spesies di antaranya merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994; Hamzah 2004). Laporan AQIS (2008) menunjukkan bahwa pada saat ini di Indonesia terdapat 63 spesies lalat buah, tetapiCeratitis capitata Wied. yang dikenal dengan sebutanMediterranean Fruit Fly atauMedfly yang menjadi hama penting pada tanaman jeruk di wilayah sekitar laut Tengah (White & Harris 1992), belum ditemukan di Indonesia.

Mencegah pemasukkan dan persebaran suatu organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPT/OPTK) dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia (RI), atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara RI, atau keluar dari wilayah negara RI merupakan tugas pokok karantina tumbuhan. Tugas ini tertera dalam UU No 16 Tahun 1992. Penerapan peraturan karantina banyak dilakukan di berbagai negara di dunia, terutama negara-negara pengimpor buah-buahan (BKP 1994).

(16)

2

buah. Banyak kasus penolakan ekspor komoditas buah dan sayur segar oleh suatu negara pengimpor yang disebabkan adanya gejala serangan lalat buah (Suputa et al. 2006). Permasalahan klasik yang sering dihadapi Indonesia dalam hal ekspor komoditas hortikultura adalah standar mutu (kualitas) produk. Standar yang ditetapkan adalah bahwa suatu produk tidak mengandung residu berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung hama penyakit (OPT), dan suatu negara harus menyediakan daftar spesies (pest list)/deskripsi yang cukup tentang OPT suatu komoditas apabila ingin memperluas pasar perdagangan komoditas pertanian tersebut (BKP 2007a).

Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi untuk melakukan surveilens dan pengendalian pada tanaman buah maupun sayuran yang dibudidayakan. Hal ini penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap jenis inang tertentu (Muryatiet al. 2005)

Analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan (AROPT) merupakan suatu proses untuk menetapkan suatu hama termasuk OPTK atau organisme pengganggu tumbuhan penting (OPTP). Analisis ini juga menetapkan syarat-syarat atau tindakan karantina yang sesuai untuk mencegah masuk dan tersebarnya OPT tersebut. Tujuan dilakukannya analisis risiko suatu OPT adalah untuk mengklasifikasikan OPT/OPT eksotik sebagai OPT karantina atau OPT non karantina berdasarkan bukti biologi dan ekonomi serta potensi merusak OPT tersebut (ISPM 1995; Ikin 2003).

Permasalahan

(17)

keanekaragaman spesies lalat buah di area produksi atau area tertentu dan membuat daftar spesies, pemetaan daerah sebar dan deteksi lalat buah baru dari seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu perlu dilakukan studi literatur sebagai informasi pendukung dalam upaya penyusunan analisis risiko hama.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data keanekaragaman spesies lalat buah di Jakarta, Depok, dan Bogor, serta mendapatkan informasi dalam upaya penyusunan analisis risiko hama, dan untuk mendukung pembuatan daftar spesies lalat buah.

Manfaat Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Lalat Buah

Morfologi

Telur lalat buah umumnya berwarna putih atau putih kekuningan berbentuk bulat panjang. Panjang telur antara 0.3 mm-0.8 mm dan lebar 0.2 mm dengan micropyle protruding yang tipis di bagian akhir anterior (CABI 2007). Telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah diletakkan di dalam buah (Ditlin Hortikultura 2006).

Larva berwarna putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya runcing. Kepala berbentuk runcing, mempunyai alat pengait dan bintik yang jelas. Larva instar ketiga berukuran sedang, dengan panjang 7.0 mm-9.0 mm dan lebar 1.5-1.8 mm (White & Harris 1994). Puparium lalat buah berbentuk oval berwarna kuning kecoklatan dengan panjang ± 5 mm (Ditlin Hortikultura 2006).

Imago lalat buah umumnya memiliki ciri-ciri penting di kepala, toraks, sayap, dan abdomen. Kepala terdiri atas antena, mata, dan spot. Pada toraks terdapat dua bagian penting yakni skutum dan skutelum. Sayap mempunyai bentuk dan pola pembuluh yakni costa, radius, median, cubitus, anal, r-m dan dm-cu (pembuluh sayap melintang). Pada genus Bactrocera ruas-ruas abdomen terpisah dan genus Dacus ruas-ruas abdomen menyatu. Pada abdomen, Bactrocera, tergum I dan II menyatu, tergum III-V terpisah. Pada Dacus, antara toraks dan abdomen mempunyai pinggang ramping (petiole) sehingga menyerupai tawon (Siwiet al. 2006).

(19)

(Lawsonet al. 2003). Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah. Pada jantan, abdomen lebih bulat dan pada tergum III di kedua sisi lateral abdomen terdapatpecten (Drew 1989).

Bioekologi

Siklus hidup lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan perkembangan holometabola yang memiliki 4 fase metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan imago (Vijaysegaran & Drew 2006). Telur lalat buah diletakkan berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 100-500 butir (Sodiq 1992 dalam Siwi 2005). Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200 - 1500 butir. Telur-telur diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar (Ditlin Hortikultura 2006)

Larva terdiri atas 3 instar. Larva hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Pada instar ke tiga menjelang pupa, larva akan keluar dari dalam buah melalui lubang kecil. Setelah berada di permukaan kulit buah, larva akan melentingkan tubuh, menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah. Di dalam tanah larva menjadi pupa (Djatmiadi & Djatnika 2001).

Pupa awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan. Masa pupa berkisar antara 4-10 hari (Ditlin Hortikultura 2006). Pupa berada di dalam tanah atau pasir pada kedalaman 2-3 cm di bawah permukaan tanah atau pasir. Setelah 6 -13 hari, pupa menjadi imago (Djatmiadi & Djatnika 2001).

(20)

buah-6

buahan dan sayuran pada pagi dan sore hari, sedangkan lalat buah jantan bergerak aktif dan memburu lalat buah betina untuk melakukan kopulasi (Siwi 2005).

Gejala Serangan

Lalat buah meletakkan telur pada jaringan buah. Tempat peletakan telur ini ditandai dengan adanya noda/titik kecil berwarna hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah. Bekas tusukan ovipositor ini akan diikuti dengan munculnya nekrosis di sekitar tusukan. Telur kemudian menetas dan larva memakan daging buah yang menyebabkan noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat, selanjutnya larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum mencapai kematangan yang diinginkan. Buah yang gugur ini jika tidak segera dikumpulkan dan dimusnahkan akan menjadi sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya (BALITJERUK 2006; Ditlin Hortikultura 2006; Wharton 1989).

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Faktor yang mempengaruhi lalat buah adalah faktor suhu, kelembaban, cahaya, angin, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim berpengaruh pada pemencaran, perkembangan, daya bertahan hidup, perilaku, reproduksi, dinamika populasi, dan peledakan hama (McPheron & Steck 1996). Menurut Messenger (1976 dalam Siwi 2005), iklim berpengaruh terhadap perilaku seperti aktifitas kawin dan peletakan telur. Populasi juga dipengaruhi angka kelahiran, kematian, dan penyebaran serangga.

Menurut Bateman (1972), suhu berpengaruh terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp. Lalat buah umumnya dapat hidup dan berkembang pada suhu 10-30ºC. Pada suhu antara 25-30oC telur lalat buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 30-36 jam.

(21)

70-80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62-90% (Landolt & Quilici 1996).

Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat betina dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah. Lalat betina yang banyak mendapat sinar akan lebih cepat bertelur (Siwi 2005).

Tingkat kemasakan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih masak lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Tingkat kemasakan buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur (Siwi 2005).

Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah. Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Biosteres spp. dan Opius spp. Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawanMucor sp. (Siwiet al. 2006).

Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman, akan mempunyai dinamika populasi yang erat hubungannya dengan keberadaan buah. Lalat buah yang menyerang tanaman sayuran mempunyai dinamika populasi yang berbeda karena keberadaan inang tanaman sayuran ada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil penelitian Muryatiet al. (2005),B. carambolae danB. papayae merupakan spesies lalat buah yang paling banyak ditemukan. Hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu. Inang tersebut antara lain jambu biji, jambu air, belimbing, manggis, nangka, pisang, dan cabe.

Persebaran

(22)

8

Drew (2006), B. albistrigata, B. carambolae, B. cucurbitae, B. occipitalis, B. papayae, B. philippinensis, dan B. umbrosa, adalah spesies yang sudah menyebar luas di Asia Tenggara dengan populasi sangat tinggi.

Menurut AQIS (2008), di Indonesia saat ini terdapat 63 spesies lalat buah, 11 spesies tertarik pada zat atraktan Methyl eugenol dan 52 spesies tertarik pada Cue lure (Tabel 1).

Tabel 1 Spesies lalat buah di Indonesia yang dikumpulkan selama survei tahun (2005 2006)

Spesies Atraktan Spesies Atraktan

GenusBactrocera

B. abdonigella (Drew) CUE B. limbifera(Bezzi) CUE

B. abnormis(Hardy) CUE B. makilingenisDrew & Hancock CUE

B. aemulaDrew CUE B. megaspilus(Hardy) CUE

B. affinidorsalisDrew & Hancock CUE B. melastomatosDrew & Hancock CUE

B. albistrigata(de Meijere) CUE B. merapiensisDrew & Hancock CUE

B. angustifinis(Hardy) CUE B. minusculaDrew & Hancock ME

B. apicalis(de Meijere) CUE B. moluccensis(Perkins) CUE

B. beckerae(Hardy) CUE B. neocognataDrew & Hancock CUE

B. bimaculataDrew & Hancock CUE B. nigrotibialis(Perkins) CUE

B. bryoniae(Tryon) CUE B. occipitalis(Bezzi) ME

B. calumniata(Hardy) CUE B. papayaeDrew & Hancock ME

B. carambolaeDrew & Hancock ME B. paramusaeDrew CUE

B. caudata(Fabricius) CUE B. persignata(Hering) CUE

B. cibodasaeDrew & Hancock CUE B. pseudocucurbitaeWhite CUE

B. contiguaDrew ME B. recurrens(Hering) CUE

B. cucurbitae(Coquillett) CUE B. ritsemaiWeyenbergh CUE

B. curvifera(Walker) ME B. rufula(Hardy) CUE

B. elegantula(Hardy) CUE B. sembaliensisDrew & Hancock CUE

B. emittens(Walker) CUE B. sulawesiaeDrew & Hancock ME

B. enigmatica(Hardy) CUE B. sumbawaensisDrew & Hancock CUE

B. epicharis(Hardy) CUE B. synnephes(Hendel) CUE

B. exornata(Hering) CUE B. tau(Walker) CUE

B. flavipennis(Hardy) CUE B. thistletoniDrew CUE

B. floresiaeDrew & Hancock ME B. trifasciata(Hardy) CUE

B. frauenfeldi(Schiner) CUE B. umbrosa (Fabricus) ME

B. fulvicauda(Perkins) ME B. usitataDrew & Hancock CUE

B. fuscitibiaDrew & Hancock CUE B. verbascifoliaeDrew & Hancock CUE

B. heinrichi(Hering) CUE B. vulta(Hardy) CUE

B. hochii(Zia) CUE GenusDacus

B. impunctata(de Meijere) ME Dacus leongiDrew & Hancock CUE

B. lata(Perkins) CUE D. longicornisWiedemann CUE

B. latifrons(Hendel) CUE D. nanggalaeDrew & Hancock CUE

(23)

Menurut White dan Hancock (1997), daerah sebar lalat buah sudah kosmopolitan hampir terdapat di seluruh belahan dunia. Daerah sebarannya antara lain: Australia (P. Chrismas), Vanuatu, Indonesia (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Sumbawa, Lombok, Maluku, Flores, Kalimantan), Malaysia, Singapore, Brunei, Taiwan, Hong Kong, Thailand, Laos, Vietnam, India (P. Andaman), Sri Lanka, Myanmar, China, Pulau Bagian Selatan Jepang, Indian Oceania, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Guiana Perancis, Surinam, Amerika Utara, California, Laut pasifik, dan Palau.

Analisis Risiko Hama (Pest Risk Analysis)

Analisis risiko organisme penganggu tumbuhan merupakan metode yang sangat penting dalam menentukan status suatu OPT dan menentukan persyaratan maupun tata cara pelaksanaan tindakan karantina. Risiko OPT perlu mempertimbangkan seluruh aspek setiap OPT baik itu informasi tertentu tentang identifikasi OPT, biologi, tanaman inang, identifikasi jalur penularan, cara pergerakan dan penyebarannya, daerah sebaran maupun dampak ekonomisnya. Oleh karena itu membuat suatu kajian OPT sangat penting dan merupakan langkah awal dalam melengkapi pelaksanaan analisis risiko hama (BKP 2007b).

Persyaratan umum dalam melakukan suatu analisis risiko OPT/OPTK berdasarkan ISPM 2 (ISPM 1995) mengikuti proses yang terdiri atas beberapa tahap yakni:

Inisiasi. Inisiasi merupakan pengenalan proses analisis risiko OPT. Pada umumnya ada dua hal proses pengenalan untuk analisis risiko, yaitu identifikasi jalur penularan (by pathway) dan identifikasi OPT (by pest) yang memungkinkan kualifikasi sebagai OPTK.

(24)

10

Pengelolaan Risiko. Pengelolaan risiko OPT untuk melindungi area dalam bahaya harus proporsional terhadap risiko yang telah diidentifikasi dalam penilaian risiko OPT. Hal ini didasarkan pada informasi yang dikumpulkan selama penilaian risiko. Ketentuan fitosanitari harus diterapkan pada area minimal yang penting untuk perlindungan efektif dari suatu area dalam bahaya.

Dokumentasi. Dalam suatu analisis risiko OPT, harus didokumentasikan secukupnya sehingga bila muncul suatu tinjauan atau suatu perselisihan, maka dapat dinyatakan dengan jelas sumber informasi dan alasan yang digunakan dalam mencapai suatu keputusan pengelolaan tentang ketentuan ffitosanitari yang telah atau yang akan diambil.

Inisiasi daftar OPT yang terkait dengan jalur penularan (misalnya di bawa oleh suatu komoditas), dapat diproleh dari sumber informasi resmi, sumber data, literatur ilmiah dan lainnya, atau konsultasi dengan para ahli. Inisiasi diutamakan untuk pembuatan daftar berdasarkan penilaian para ahli terhadap distribusi OPT dan tipe-tipe OPT. Jika tidak ada OPTK potensial yang teridentifikasi melalui jalur penularan, analisis risiko OPT dapat dihentikan pada titik ini (ISPM 11) (ISPM 1995; Ikin 2003).

Penilaian risiko OPT secara luas dapat dibagi ke dalam tiga langkah yang saling berkaitan, yaitu kategorisasi OPT, penilaian kemungkinan introduksi dan penyebaran, dan penilaian potensi konsekuensi ekonomi (termasuk dampaknya terhadap lingkungan). Standar ini memungkinkan suatu analisis risiko OPT dinilai dalam hal prinsip-prinsip kebutuhan, dampak minimal, transparansi, dan kesetaraan (ISPM 11) (ISPM 1995).

(25)

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Nopember 2008. Pengambilan sampel dilakukan di lima lokasi yang berbeda yaitu di Pasar Induk Kramat Jati, Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, dan Gudang Buah Tanjung Priok, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok (Jakarta); Taman Hutan UI, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Srengseng, dan lahan pertanaman belimbing Cimanggis, Kelurahan Beji, Kecamatan Beji (Depok); serta lahan pertanaman cabe di Desa Cihanyawar, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor (Bogor). Ketinggian dan ordinat tempat penelitian tercantum pada Tabel 2. Lokasi penelitian dalam peta dapat dilihat pada Gambar 1. Pengamatan lebih lanjut dilakukan di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Rawamangun, Jakarta Timur.

Tabel 2 Ketinggian tempat dan ordinat lokasi pengambilan sampel

Ordinat

Lokasi Ketinggian

m dpl LS BT

Jakarta:

Psr. Induk Kramat Jati 63 06°17 37.2 106°51 13.2

Gdg. Buah Tj. Priok 74 06°07 48.6 106°51 19.0

Depok:

Hutan UI 97 06°21 33.4 106°49 37.8

Cimanggis 113 06°22 20.2 106°30 34.8

Bogor:

Cihanyawar 811 06°41 23.4 106°54 40.8

(26)

12

Keterangan:

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Jakarta, Depok, dan Bogor

Metode Penelitian

Metode surveilens yang digunakan mengacu pada metode standar ISPM dan ACIAR (BKP 2007b; Hamzah 2004).

Pembuatan dan Penempatan Perangkap

Perangkap dibuat dari wadah plastik berbentuk silinder berdiameter 10 cm dan tinggi 15 cm (Gambar 2a). Pada bagian alas dan tutup dibuat lubang berdiameter 3 cm untuk lubang masuk lalat buah. Pada bagian atas wadah plastik diberi alat pengait dari besi untuk mengikatkan perangkap pada tali plastik atau kawat dan menggantungkannya pada cabang pohon. Pada bagian dalam dipasang alat pengait tempat menggantungkan bulatan kapas (Gambar 2b). Di bagian bawah wadah plastik dibuat lubang - lubang kecil sebagai tempat mengalirkan air bila air masuk ke dalam wadah. Perangkap diberi label identitas yang berisi jenis atraktan, nomor perangkap, lokasi penelitian, tanggal pemasangan perangkap, dan

= Gudang Buah Tanjung Priok

= Cimanggis

= Hutan UI

(27)

tanda peringatan (awas beracun). Zat pemikat yang digunakan dalam penelitian adalah Methyl eugenol (ME) dan Cue lure (CUE). Pada kapas di dalam perangkap diteteskan salah satu zat pemikat sebanyak 3-5 cc dengan jarum suntik dan 3 tetes insektisida berbahan aktif malathion 1% dengan pipet tetes (Gambar 2c). Pemberian zat pemikat diulang setelah pengambilan hasil perangkap untuk pemasangan selanjutnya.

Gambar 2 Perangkap lalat buah: bagian luar (a), bagian dalam (b), pemberian bahan kimia (c)

Di setiap lokasi penelitian perangkap lalat buah dipasang secara sistematik pada 4 titik pemasangan dengan jarak berkisar antara 4-250 m tergantung luasnya area pengamatan. Pada setiap lokasi pengambilan sampel dipasang 2 perangkap Methyl eugenol dan 2 perangkap Cue lure. Perangkap digantungkan pada cabang pohon yang ternaungi pada ketinggian tidak kurang dari 2 m dari permukaan tanah (Gambar 3).

Gambar 3 Penempatan perangkap lalat buah di lokasi penelitian (c)

(28)

14

Pengumpulan Hasil Perangkap

Pengambilan sampel dilakukan 8 kali dengan interval waktu satu minggu. Lalat buah yang terperangkap diambil dari dalam perangkap kemudian dibungkus dengan kertas tisu. Lalat buah dimasukkan ke dalam kotak karton berukuran 5,5 x 5,5 x 9 cm3(Gambar 4 a, b, c). Ke dalam kotak karton juga dimasukkan serbuk thymol yang dibungkus dengan tisu. Pada sisi luar karton diberi identitas nomor sampel, lokasi, jenis atraktan, tanggal pemasangan, tanggal pengambilan, nama kolektor, dan ketinggian tempat. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

Gambar 4 Pengumpulan hasil perangkap: sampel dalam perangkap (a), sampel dikumpulkan di atas kertas tisu (b), kotak karton wadah

sampel (c)

Penanganan Sampel

Penanganan sampel dilakukan di Laboratorium Serangga Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Penanganan sampel merupakan hal yang vital. Pembusukan karena mikroba dapat merusak warna sampel dan mempengaruhi ketepatan identifikasi. Sampel dikering-anginkan di atas tisu sebelum dilakukan proses identifikasi. Sampel yang tidak langsung diidentifikasi disimpan di dalam kotak kecil yang diberi serbuk thymol.

Identifikasi

Lalat buah diidentifikasi dengan menggunakan kunci lucid (White & Hancock 1997; Lawson et al. 2003; CABI 2007). Selain itu identifikasi juga

(b)

(29)

dilakukan dengan menggunakan kunci dikotom manual (Drew 1989; Siwi et al. 2006; Suputaet al. 2006; AQIS 2008).

Analisis Data

Keanekaragaman jenis dianalisis dengan menggunakan indeks keragaman Shannon (Magurran 1988) sebagai berikut:

H = - pi.ln pi

H = indeks keanekaragaman jenis pi = proporsi individu dalam jenis ke-i ln = logaritma natural

Sedangkan pi adalah perbandingan jumlah individu jenis ke-i dalam suatu lokasi dengan jumlah total individu dalam suatu lokasi.

Kajian Analisis Risiko Hama

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Spesies yang Ditemukan

Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan 14 spesies lalat buah yang terperangkap. Sebanyak 7 spesies lalat buah terperangkap pada atraktan Methyl eugenol, yaitu:B. carambolae, B. impunctata, B. minuscula, B. occipitalis, B. papayae, B. umbrosa, dan Bactrocera sp. (Tabel 3). Tujuh spesies lainnya terperangkap pada atraktan Cue lure: B. albistrigata, B. calumniata, B. caudata, B. cucurbitae,B. melastomatos, B. neocognata, danD. longicornis. Satu spesies lalat buah belum dapat diidentifikasi hingga spesies karena pola pada kedua sayap tidak sama sehingga tidak sesuai dengan kunci yang tersedia.

Tabel 3 Spesies lalat buah yang dikumpulkan dari lima lokasi penelitian

Lokasi

Total individu 687 159 7407 2857 165 11275

Total spesies 7 4 12 8 9

(31)

Pada setiap lokasi penelitian ditemukan jenis dan jumlah lalat buah yang berbeda. Jumlah individu lalat buah terbanyak diperoleh di lokasi Hutan UI yaitu sebesar 7407 individu. Pada lokasi Cimanggis lalat buah yang terperangkap sebanyak 2857 individu, sedangkan di lokasi Pasar Induk Kramat Jati, Cihanyawar, dan Gudang Buah Tanjung Priok berturut-turut 687, 165, dan 159 individu. Dari lima lokasi penelitian, Gudang Buah Tanjung Priok memiliki jumlah individu yang paling rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan habitat pengambilan sampel merupakan kawasan gudang buah impor dengan sanitasi di sekitar gudang yang baik, buah busuk yang dibuang ke tempat sampah tidak terlalu banyak. Selain itu jenis tanaman di sekitar lokasi tidak terlalu beragam.

Spesies lalat buah terbanyak ditemukan pada lokasi Hutan UI yaitu 12 spesies. Lalat buah di Cihanyawar ditemukan sebanyak 9 spesies, di Cimanggis, Pasar Induk Kramat Jati, dan Gudang Buah Tanjung Priok berturut-turut 8, 7, dan 4 spesies. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi Hutan UI memiliki spesies lalat buah yang lebih banyak dibandingkan keempat lokasi lainnya. Hal ini dapat disebabkan habitat Hutan UI memiliki vegetasi tumbuhan yang lebih beragam dan tetap ada sepanjang tahun sehingga mempengaruhi kekayaan spesies di sekitarnya. Selain itu lokasi tersebut jauh dari aktifitas manusia seperti penyemprotan dan pengolahan tanah sehingga area tersebut sesuai untuk perkembangbiakan lalat buah. Kondisi habitat ini berbeda dengan habitat di Gudang Buah Tanjung Priok yang memiliki vegetasi tumbuhan yang cendrung lebih sedikit, bahkan jenis tumbuhan yang ada bukan merupakan tanaman inang utama dari spesies lalat buah.

(32)

18

Gambar 5 Spesies dan jumlah lalat buah di lima lokasi penelitian

Odum (1983), spesies yang umum dijumpai mungkin memiliki kelimpahan yang sangat besar karena jenis ini memiliki jumlah individu, biomassa serta nilai penting yang besar sehingga mendominasi komunitas. Dengan kata lain jenis seperti ini dikatakan bersifat dominan.

(33)

manggis, rambutan, nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain. MacArthur dan Wilson (1967) menyatakan bahwa suatu area yang luas akan mendukung pertambahan populasi spesies karena tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai. Di samping itu menurut AQIS (2008), kedua spesies tersebut merupakan hama penting karena menyebar luas dalam populasi yang sangat tinggi.

B. calumniata, B. minuscula,danD. longicornis,merupakan spesies dengan populasi rendah dan hanya ditemukan di beberapa lokasi penelitian. Hal ini dapat disebabkan habitat tersebut kurang sesuai bagi perkembangbiakan spesies tersebut. Menurut McPheron dan Steck (1996), terdapat pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies lalat buah yaitu suhu, habitat yang tidak mendukung (ketersediaan inang), dan daerah jelajah yang tidak mendukung. Perbedaan pola atau sifat antara satu komunitas dengan komunitas lain dapat merupakan penyebab terjadinya perbedaan proporsi spesies-spesies tersebut. Sebagian spesies mungkin sangat jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil atau dapat disebut sebagai spesies non dominan. Jenis spesies yang jarang tersebut dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan di suatu habitat atau mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs 1978; Odum 1983).

Spesies lalat buah yang terperangkap dengan atraktan Methyl eugenol dan Cue lure tidak semua diketahui tanaman inangnya. Inang lalat buah penting dan berpotensi sebagai hama telah diidentifikasi melalui rearing buah terserang. Spesies-spesies tersebut adalah B. cucurbitae, B. carambolae, B. umbrosa, B. papayae, B. tau, danB. albistrigata (Muryatiet al. 2005).

Indeks Keanekaragaman Jenis

(34)

20

jumlah individu yang menentukan besarnya nilai indeks, tetapi kekayaan jenis (species richness) juga sangat menentukan. Nilai indeks keanekaragaman Shannon (H ) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam suatu komunitas. Nilai kemerataan jenis akan cenderung rendah apabila komunitas tersebut didominasi oleh satu spesies (Magurran 1988). Cimanggis memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis paling rendah (0.85). Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaam jenis lalat buah pada lokasi tersebut memiliki perbedaan jumlah individu dalam tiap spesies yang cukup besar. Disamping itu ada indikasi terdapat dominasi spesies lalat buah tertentu (dalam hal iniB. carambolae) yang sangat dominan di lokasi tersebut. Menurut Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas disusun oleh banyak spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah.

Tabel 4 Nilai indeks keanekaragaman jenis di lima lokasi penelitian Lokasi Indeks keanekaragaman jenis (H )

Jakarta:

Pasar Induk Kramat Jati 0.93

Gudang Buah Tanjung Priok 0.99

Depok:

Hutan UI 1.11

Cimanggis 0.85

Bogor:

Cihanyawar 1.30

(35)

1972). Aktifitas serta keberadaan manusia juga mempengaruhi keanekaragaman spesies dalam suatu ekosistem (Ricklefs & Schulter 1993). Selain itu suatu tempat dengan tingkat produktivitas yang tinggi akan diimbangi dengan keanekaragaman jenis yang tinggi (Connel & Orias 1964). Sebagai habitat pertanian, Cihanyawar merupakan tempat dengan produtivitas tinggi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman representatif hanya dicapai oleh lokasi Cihanyawar. Lokasi lain tidak menunjukkan indeks keanekaragaman yang representatif; diduga hal ini disebabkan jumlah individu dalam suatu spesies yang tertangkap sangat berbeda dengan jumlah individu spesies lain. Bahkan perbedaan ini bisa sangat mencolok di Cimanggis: B. cucurbitae dan Bactrocera sp. Hanya tertangkap masing-masing satu individu, sedangkan B. carambolae tertangkap sampai 1944 individu. Indeks keanekaragaman Shannon didasarkan pada asumsi bahwa individu yang tertangkap mewakili semua jenis dalam suatu populasi, dengan kata lain semua spesies dijumpai dalam tiap lokasi (Magurran 1988). Data yang diproleh tidak menunjukkan keterwakilan 14 spesies dari masing-masing lokasi, sehingga diproleh indeks < 1.30 dari lokasi selain Cihanyawar.

Kunci Identifikasi Spesies yang Ditemukan

Karakter morfologi bagian tubuh lalat buah yang penting dalam penelusuran kunci identifikasi di antaranya adalah: bentukspot pada muka, warnamesonotum, ada tidaknya pita kuning di kedua sisi lateral dan tengah toraks, warna, pola dan jumlah rambut pada skutelum, pola pada pembuluh sayap (costa band), bentuk dan pola abdomen, serta warna danspot pada tungkai (Drewet al. 1982; Lawson et al. 2003). Lampiran 6-9 memperlihatkan karakter morfologi penting pada setiap spesies yang ditemukan. Kunci identifikasi berikut adalah kunci identifikasi yang dibuat berdasarkan spesies-spesies lalat buah yang ditemukan selama penelitian.

1a. Abdomen tergum bersatu (segmen/ruas tidak terpisah); abdomen

(36)

22

b. Abdomen tergum tidak bersatu, bentuk abdomen oval atau bulat

lonjong,costal band (pita coklat/hitam) di pinggir sayap bersambung .. 3 (GenusBactrocera) 2. Skutum berwarna coklat-merah ...

Dacus(Callantra) longicornis Wiedemann (CUE) 3a. Membran sayap dengan pola tambahan (infuscation) kecostal

band dan cubital streak ... 4 b. Membran sayap tidak berwarna kecualicostal band dancubital

streak, pada toraks terdapat pita kuning di sisi lateral ... 11 4a. Terdapat empat rambut skutelum... 5 b. Terdapat dua rambut skutelum, pola membran coklat melintang satu atau lebih pada salah satu atau kedua r-m dan pada dm-cu, pola membran coklat melintang satu atau lebih pada sayap daricostal band ke bagian pinggir belakang... 8 5a. Dasar skutum berwarna hitam... 6 b. Dasar skutum berwarna coklat-merah dengan tanda hitam ... 7 6. Pita kuning di sisi lateral toraks paralel atau subparalel dan mencapai

rambutintra-alar,cell basal costa dancosta tidak berwarna ...

Bactrocera (Zeugodacus)calumniata (Hardy) (CUE) 7. Pola membran coklat melintang pada r-m (sangat tipis) dan melintang pada dm-cu, pita coklat juga membulat pada bagian apeks, pada toraks terdapat pita kuning di sisi lateral yang berakhir tepat padaintra-alar, cell basal costa dancostatidak berwarna ...

Bactrocera(Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) (CUE) 8a. Pola membran coklat melintang satu pada sayap daricostal band ke

bagian pinggir belakang ... 9 b. Pola membran coklat melintang dua atau tiga pada sayap daricostal

bandke bagian pinggir belakang ... 10 9. Costal band hanya melewati R2+3, garismesopleural tidak sampai ke bagian ataspostpronotal lobe. Postpronotal lobe berwarna kuning; pita kuning di sisi lateral tidak begitu lebar (sedang) dan berakhir sebelum rambutintra-alar... 14

Bactrocera (Bactrocera)albistrigata (de Meijire) (CUE) 10. Pola membran coklat melintang tiga pada sayap daricostal band ke bagian pinggir belakang ...

Bactrocera(Bactrocera) umbrosa (Fabricus) (ME) 11a. Terdapat empat rambut skutelum... 12 b. Terdapat dua rambut skutelum, spesies tidak seluruhnya berwarna

(37)

atau berwarna kuning - coklat kehitaman sampai coklat,costal band tepat pada atau melewati R2+3, dasar skutum berwarna hitam, tidak

adaspot berwarna kuning padaanterior sampai kemesonotal... 13 12. Costal band bersatu dengan R2+3, muka pada umumnya berwarna

kuning dengan tanda hitam yang gelap, muka berwarna coklat dengan pita hitam tipis melintang padaoral margin

kadang terputus di tengah), terdapat rambutprescutellar... 19

Bactrocera (Zeugodacus)caudata(Fabricius) (CUE) 13a. Abdomen tergum III-V tanpa pola yang jelas ... 14 b. Abdomen tergum III-V berwarna coklat-merah dengan pola

berwarna hitam yang sangat jelas dan dengan atau tanpa sisi samping

yang hitam ... 15

(Lanjut ke kunci spesies komplekBactrocera(Bactrocera)dorsalis) 14. Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye atau coklat - merah dengan pola warna hitam atau semuanya berwarna hitam hanya bagian tengah posterior yang berwarna coklat-merah, pita kuning di sisi lateral lebar, pendek dan berbentuk segitiga, abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan tanda hitam melintang pada tergum III ...

Bactrocera (Bactrocera)impunctata (de Meijire) (ME) Kunci ke Spesies KomplekBactrocera (Bactrocera) dorsalis

15a. Pita kuning di sisi lateral paralel atau subparalel, pita kuning di sisi lateral lebar, lebih lebar 0.15 mm pada bagian pangkal,costal band semua femur umumnya berwarna kuning-coklat atau hitam diapical

atau terdapatspot hanya disubapicalfemur depan ... 19 16a. Costal band tepat pada R2+3 dan tidak melebar pada apeks sayap... 17 b. Costal band melewati R2+3 dan lebar, yang satu dengan lainnya

sama atau melebar setelah R2+3... 18 17. Abdomen tergum III-V dengan tanda hitam yang tipis di bagian

pinggir, spesies berukuran besar dengan panjang sayap 6.2-6.4 mm ....

(38)

24

femur berwarna kuning-coklat atau bagianapicalhitam atau terdapat spot pada preapical femur depan, costal band hanya melewati R2+3 dan lebih pucat, abdomen tergum III-V dengan garismedial longitudinal yang lebar,costal band hanya melewati R2+3 lebih

pucat warnanya dan hanya sedikit melebar di apeks ...

Bactrocera(Bactrocera) carambolae Drew & Hancock (ME) b. Abdomen tergum III-V dengan sisi lateral berwarna hitam yang lebar, sering hanya dianterolateral corner...

Bactrocera(Bactrocera) occipitalis (Bezzi) (ME) 19a. Costal band tepat pada R2+3 ... 20 b. Costal band melewati R2+3 ... 21 20. Tidak terdapat tanda hitam di sisi lateral abdomen tergum IV dan V, abdomen tergum III-V dengan garismedial longitudinal yang tipis dan 1/3 dari sisi lateral tergum III berwarna hitam ...

Bactrocera(Bactrocera) minuscula Drew & Hancock (ME) 21a. Costal band hanya melewati R2+3 ... 22 b. Costal band melebar melewati R2+3 tapi tidak sampai ke R4+5... 23 22. Abdomen tergum III-V dengan garismedial longitudinal yang tipis ...

Bactrocera (Bactrocera)neocognataDrew & Hancock (CUE) 23. Pita kuning di sisi lateral bulat panjang (elongate) dan berakhir sebelumintra alar seta, abdomen tergum III-V dengan tanda hitam yang melebar di sisi lateral ...

Bactrocera(Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock (CUE)

Lalat buah yang telah teridentifikasi disesuaikan kembali dengan karakter morfologi secara menyeluruh. Hal ini dilakukan untuk mendukung keakuratan dan kebenaran hasil identifikasi. Karakter morfologi tersebut terdiri atas: sayap, toraks, kepala, abdomen dan tungkai (Lampiran 20). AQIS (2008) menyatakan bahwa mendiagnosa ulang setiap spesies hasil indentifikasi merupakan hal penting sehingga kesalahan dalam identifikasi dapat dihindari.

Model Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama

(39)

tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.060/1/2006 tanggal 27 Januari 2006 tentang Jenis-jenis OPTK Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya. Suatu spesies dikategorikan OPTK adalah suatu OPT yang mempunyai nilai ekonomi penting dan keberadaanya berpotensi membahayakan suatu area, baik belum terdapat maupun sudah terdapat tetapi tidak tersebar luas dan berada dalam pengendalian resmi (ISPM 2) (ISPM 1995; FAO 1999; Ikin 2003).

Membuat kajian analisis risiko hama merupakan studi literatur dalam mengumpulkan informasi suatu OPT. Data yang terkumpul dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaanpest risk analysis (PRA). Oleh karena itu penting untuk menjelaskan identitas, penyebaran, tanaman inang, cara penularan, kerusakan secara ekonomi, dan cara pengelolaan suatu OPT (11) (ISPM 1995). Menurut Joomaye dan Price (2008), beberapa kriteria penilaian berdasarkan kepentingan ekonomi adalah kisaran tanaman inang, penyebaran secara potensial, dampak yang ditimbulkan secara ekonomis, cara masuk yang potential, dan kerusakan terhadap lingkungan. Nilai masing-masing kriteria tersebut dapat digunakan untuk menentukan suatu spesies termasuk hama potensial.

B. carambolae merupakan spesies dominan dengan populasi yang cukup tinggi di setiap lokasi penelitian. Spesies ini dipilih sebagai model dalam kajian penyusunan analisis risiko hama. Berikut merupakan informasi yang dikumpulkan:

1. Nama ilmiah. Bactrocera carambolae Drew & Hancock; Diptera Tephritidae -Carambola Fruit Fly (Vijaysegaran & Drew 2006).

2. Nama ilmiah lain. Bactrocera sp. neardorsalis(A) (Hendel)

3. EPPO (European Plant Protection Organization) code: BCTRCB (Bactrocera carambolae).

(40)

26

nama spesies tersebut bukan merupakan penamaan secara formal. Oleh karena ituB. carambolae sering juga disebut sebagaiBactrocera sp. nearB. dorsalis (A).

5. Daerah penyebaran endemik. Daerah endemik spesies ini di bagian selatan Thailand, Peninsular Malaysia, Malaysia Timur, Kalimantan (Borneo), Singapura, Kepulauan Indonesia Timur hingga ke Sumbawa dan sekarang daerah penyebarannya termasuk pulau Andaman, Surinam dan Guiana Perancis (Vijaysegaran & Drew 2006).

6. Tanaman inang. Inang utama hama ini adalah belimbing (Averrhoa carambola) (Allwood et al. 1999) dan juga berbagai macam buah-buahan termasuk pepaya (Ranganath et al. 1997). Tanaman inang alternatif hama ini adalah Annona montana, Artocarpus elasticus, A. odoratissimus, A. rigidus, Baccaurea motleyana, Lansium domesticum, Solanum ferox (S. lasiocarpum), dan Triphasia trifolia. Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), tanaman inang hama ini sekitar 78 jenis dari 27 famili tanaman.

7. Tanaman inang utama. Annona muricata (sirsak), Artocarpus integer (cempedak), Averrhoa carambola (belimbing), Carica papaya (pepaya), Citrofortunella mitis, Citrus aurantiifolia (lime), Citrus limon (jeruk lemon), Fortunella margarita (oval kumquat), Garcinia mangostana (manggis), Mimusops elengi (spanish cherry), Persea americana (alpukat), Pouteria campechiana (canistel), Psidium cattleianum (strawberry guava), Punica granatum (pomegranate), Rhizophora (mangrove), Rollinia pulchrinervis, Syzygium aqueum(watery rose-apple), Syzygium jambos (jambu air besar), dan Thevetia peruviana(exile tree) (CABI 2007).

(41)

9. Bagaimana status lalat buahB. carambolae ini di EPPO dan Indonesia. Di Indonesia B. carambolae merupakan salah satu OPT yang sangat merusak dengan resiko sangat tinggi (a high level pest species) dan sudah menyebar luas (AQIS 2008). Tetapi menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.060/1/2006 tanggal 27 Januari 2006 tentang Jenis-jenis OPTK Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya, bahwa B. carambolae bukan merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK A1 dan A2) walaupun lalat buah sangat merugikan secara ekonomi dan merupakan hama utama/penting di beberapa negara dengan risiko karantina yang tinggi (Vijaysegaran & Drew 2006).

10. Daftar daerah penyebaran. B. carambolaedi laporkan sudah menyebar ke beberapa negara seperti Asia: Brunei Darussalam, India sebaran, Andaman, Pulau Nicobar, Indonesia (Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara), Malaysia (Peninsular Malaysia, Sabah), Singapore, Thailand, Amerika Selatan: Brazil, Amapa, Perancis - Guiana, Surinam (CABI 2007). Menurut AQIS (2008), B. carambolae sudah menyebar luas di Asia Tenggara.

11. Dapatkah B. carambolae masuk ke suatu area baru. Dapat. Hama ini dapat masuk ke suatu area melalui bagasi penumpang pesawat atau importasi buah. Sebagai contoh pada tahun 1970 B. carambolae pertama sekali ditemukan di bagian barat Hemisphere, Surinam yang terbawa dalam bagasi penumpang dari Indonesia (Joomaye & Price 2008).

12. Mungkinkah hama menyebar dan menetap pada suatu area baru. Mungkin. Telur dapat menetas dalam beberapa hari (20 hari pada kondisi dingin) dan larva memakan inangnya antara 6-33 hari, tergantung musim. Fase pupa terbentuk di dalam tanah di bawah tanaman inang selama 10-12 hari, tetapi bisa sampai 90 hari pada saat kondisi sedang dingin. Lalat dewasa muncul sepanjang tahun dan berkopulasi setelah 8 12 hari setelah kemunculan dari pupa, lalat buah ini dapat hidup 1-3 bulan tergantung suhu (bisa sampai 12 bulan pada kondisi dingin) (Christenson & Foote 1960).

(42)

28

salah satu hama yang sangat merusak di Malaysia yang menyerang buah belimbing kecil. Pembungkusan umumnya digunakan sebagai salah satu pengendalian yang efektif, namun sangat tidak praktis. Baru Baker dan Cowley (1991) melaporkan bahwa di Selandia Baru tercatat 7-33 kali intersepsi lalat buah per tahun pada barang bawaan penumpang. Seseorangan yang membawa buah segar memasuki wilayah suatu negara akan cendrung untuk membuang buah yang dibawanya, ketika mereka tahu buah tersebut busuk. Akibatnya ada kemungkinan lalat buah yang menyebabkan pembusukan itu menulari wilayah yang bersangkutan. Di Australia, kerusakan akibat lalat buah diperkirakan mencapai US$ 100 juta atau 500 triliun rupiah per tahunnya (FAO 1986). Di California, Dowell dan Wange (1986) melaporkan bahwa delapan spesies lalat buah termasuk (B. carambolae) telah mengakibatkan kehilangan hasil sebesar US$ 910 juta. Upaya eradikasi lalat buah komplek B. dorsalis di sebuah pulau kecil di Jepang menelan biaya US$ 32 juta atau sekitar 250 triliun rupiah (FAO 1986). Menurut Ditlin Hortikultura (2006), nilai ekspor komoditas Indonesia turun dari US$ 1,6 juta pada tahun 1999 dan US$ 3,23 juta pada tahun 2000 menjadi US$ 1,9 juta tahun 2001 dan US$ 1,3 juta pada tahun 2002.

14. Bagaimana kemampuan hama menyebar di suatu area. Tidak ada informasi yang rinci mengenai kemampuan B. caramboale menyebar di suatu area. Dengan demikian sulit memprediksi kemampuan menyebar lalat buah ini. Transportasi inang yang terinfestasi merupakan cara perpindahan atau penyebaran utama lalat buah ini ke wilayah-wilayah yang belum ditularinya. Bagian-bagian tanaman yang mampu membawa lalat buah ini dalam lalu lintas perdagangan adalah:

- Buah segar (termasuk polong): telur dan larva; berada di bagian dalam; dapat dilihat dengan mata telanjang.

- Media pertumbuhan yang menyertai tanaman: pupa; berada di dalam tanah; dapat dilihat dengan mata telanjang.

Cara penyebaran ke wilayah-wilayah jarak jauh:

- Melalui alat angkut: pesawat udara dan kapal laut, bersama dengan muatan buah segar.

(43)

- Peti kemas dan barang muatan: bersama buah impor.

- Tanah, kerikil, air, dan sebagainya: risiko penyebaran melalui pupa di dalam tanah.

- Wisatawan dan bagasinya: buah yang di bawa dalam bagasi. Beberapa Bactrocera spp. mampu terbang sejauh 50-100 km (Fletcher 1989).

15. Peraturan yang dapat diterapkan secara berkesinambungan untuk mencegah B. carambolae masuk ke suatu area baru. Peraturan yang dapat diterapkan untuk mencegah masuknya B. carambolae di suatu area baru adalah mematuhi larangan memasukkan buah segar dari daerah wabah (endemik) tanpa didahului dengan pelaksanaan perlakuan pascapanen yang ketat dilaksanakan oleh para eksportir buah segar.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Di lokasi penelitian ditemukan 14 spesies lalat buah. Spesies lalat buah tersebut bukan merupakan OPTK di Indonesia. Spesies B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies dengan populasi tertinggi hampir di semua lokasi penelitian, sedangkan B. calumniata, B. minuscula,dan D. longicornismerupakan spesies dengan populasi rendah dan hanya ditemukan di beberapa lokasi penelitian. Lokasi Cihanyawar memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis tertinggi (1.30) sedangkan lokasi Cimanggis adalah terendah (0.85). B. carambolae merupakan OPT yang memiliki risiko karantina yang tinggi karena menyebar dalam populasi yang tinggi.

Saran

(45)

[AQIS] Australian Quarantine and Inspection Service. 2008. Friut Flies Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Conducted by the international center for the management of pest fruit flies Griffith University, Brisbane, Australia, and ministry of Agriculture, Republic of Indonesia.

Allwood AJ, Chinajariyawong A, Kristsaneepaiboon S, Drew RAI, Hamacek EL, Hancock DL, Hengsawad C, Jipanin JC, Jirasurat M, Krong CK, Leong CTS, Vijaysegaran S. 1999. Host plant records for fruit flies (Diptera: Tephritidae) in Southeast Asia. Raffles Bul Zoology,Supp (7):1-92.

Armstrong JW, Couey HM. 1989. Control; fruit disinfestation; fumigation, heat and cold. In: Robinson AS, Hooper G. Fruit Flies; their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Netherlands: Elsevier, 3(B):411-424.

Baker RT, Cowley JM. 1991. A New Zealand view of quarantine security with special reference to fruit flies. First International Symposium on Fruit Flies in the Tropics, Kuala Lumpur, Malaysia: Malaysian Agricultural Research and Development Institute, 396-408.

[BALITJERUK] Indonesian Research Institute for Citrus and Subtropical Fruits 2008.Lalat buah (Bactrocera spp.) hhttp://www.citrusindo.org/index.php? option=content&task=view&id=78.[5 Jun 2008].

Bateman 1972. Ecology of fruit flies.Ann Rev Entomol 17:493-519.

[BKP] Badan Karantina Pertanian. 1994. Undang-undang Republik Indonesia No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta : Badan Karantina Pertanian.

[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007a. Kompilasi Peraturan Menteri Pertanian. Jakarta: Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.

[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2007b. Pedoman surveilensi organisme pengganggu tumbuhan(OPT) atau OPT karantina(OPTK). Jakarta: Badan Karantina Pertanian.

[CABI] Center in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop Protection Compendium (CD-ROM) Wallingford: CAB International 2 CD-ROM dengan penuntun di dalammya.

Charless SE. 1972. The Ecology of Invasion by Animal and Plants. English Language Books Society Chapmann and Hall.

Christenson LD, Foote RH. 1960. Biology of fruit flies.Ann Rev Entomol. 5:171-192.

(46)

32

[Ditlin Hortikultura] Direktorat Perlindungan Hortikultura 2006. Panduan lalat buah. http://ditlin hortikultura.go.id/buku-peta/bagian-3.htm.[21 Feb 2006]. Drew RAI. 1989. The Tropical Fruit Flies(Diptera: Tephritidae: Dacini) of The

Australasian and Oceanian Regions. In Memoirs of The Queensland Museum.

Drew RAI, Hancock DL. 1994. The Bactrocera dorsalis complex of fruit flies (Diptera: Tepritidae: Dacinae) in Asia. Bul of Entomol Res Supp (2):68. Drew RAI, Hooper GHS, Bateman MA. 1982. Economic Fruit Flies of the South

Pacific Region. 2nd edition. Queensland Department of Primary Industries: Brisbane, Queensland.

Djatmiadi, Djatnika 2001. Petunjuk Teknis Surveilans Lalat Buah. Pusat Teknik dan Metode Karantina Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian.

Dowell RW, Wange LK. 1986. Prosses analysis and failure avoidance in fruit fly programs. In pest control: Operation and system analysis in fruit fly management.Ecological Sciences 11: 43-65.

[FAO] Food and Agriculture Organisation 1986. Report of the expert consultation on progress and problems in controlling fruit fly infestation. Bangkok: RAPA Publication.

[FAO] Food and Agriculture Organisation 1999. Guidelines for Pest Risk Analysis.http://www.fao.org/dorcrep/x558e/5558e0g.htm. [9 Des 2008]. Fletcher BS. 1989. Ecology life history strategies of tephritid fruit flies. In Fruit

Flies; their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Holland: Elsevier, 3(B):195-208.

Hamzah A. 2004. Petunjuk Tteknis Surveilan Lalat Buah. Pusat teknik dan metoda karantina hewan dan tumbuhan. Jakarta: Badan Karantina Pertanian. Ikin R. 2003. Pest Risk Analysis Manual. Integrated pest management for

smallholder estate crops project. Plant quarantine component. Agricultural Quarantine Agency. Department of Agriculture.

[ISPM] International Standar for Phytosanitary Measures 1995. Standar Internasional untuk Ketentuan Fitosanitari. Secretariat of The International Plant Protection Convention Food and Agriculture Organization of The United Nations: Roma.

Joomaye A, Price NS. 2008. Pest risk analysis and quarantine of fruit flies in the indian ocean region. Indian ocean regional fruit fly programme. Ministry of Agriculture, Food Technology and Natural Resources. http://www.gov.mu/ portal/ sites/ncb/moa/farc/amas99/s32.htm[9 Des 2008].

(47)

Lawson AE, McGuire DJ, Yeates DK, Drew RAI, Clarke AR. 2003. Dorsalis Key. An interactive identification tool to fruit flies of the Bactrocera dorsalis Complex. Griffith University.

MacArthur RH, Wilson EO. 1967. The Theory of Island Biogeography. New Jersey: Princeton University Press.

Magurran AE 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press.

McPheron BA, Steck GJ. 1996. Overview of research on the behavior of fruit flies. In Fruit Fly Pests: A World Assessment of Their Biology and Management. Florida: St Lucie Press.

Muryati, Hasyim A, Kogel de WJ. 2005. Distribusi spesies lalat buah di Sumatera Barat dan Riau. [jurnal on-line] wwwkennisonline.wur.nl. DISTRIBUSISPESIESLALATBUAH.doc[20 Feb 2008].

Odum EP. 1983. Basic Ecology. Japan: Saunders College Published.

Orr A 2002. The importance of fruit fly taxonomy in Indonesia. Makalah seminar Puslitbangtan.

Ranganath HR, Suryanarayana MA, Veenakumari K, 1997. Papaya - a new host record of carambola fruit flyBactrocera (Bactrocera)carambolae Drew and Hancock. Insect Environment 3(2):37.

Ricklefs RE. 1978. Ecology. New York: Chiron Press Inc.

Ricklefs RE, Schulter D. 1993. Species Diversity In Ecological Communities. London: The University of Chicago Press.

Siwi SS. 2005.Eko-biologi Hama Lalat Buah. Bogor: BB-Biogen.

Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia.BB-Biogen.

Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha nasional. Surabaya.

Suputa, Cahyanti, Kustaryati A, Railan M, Issusilaningtyas, Taufiq A. 2006. Pedoman Identifikasi Lalat Buah(Diptera: Tephritidae). Yogyakarta: UGM. Vijaysegaran S, Drew RAI. 2006.Fruit fly spesies of Indonesia: Host range and

distribution. ICMPFF: Griffith University.

Wharton RH, 1989. Control classical biological control of fruit-infesting Tephritidae. In Fruit Flies; Their Biology, Natural Enemies and Control. World Crop Pests. Amsterdam, Netherlands: Elsevier, 303-313.

White IM, Hancock DL. 1997. Indo-Australasian Dacini Fruit Fly. CAB Internasional 1 CD-ROM dengan penuntun di dalammya.

White IM, Harris EM. 1992. Fruit Flies of Economic Significance: Their Identification and Bionomics. Wallingford, UK: CAB International.

(48)
(49)

Lampiran 1 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Pasar Induk Kramat Jati

Spesies Jumlah pi pi x log pi pi x (log(pi))^2

B.albistrigata 9 0.0131004 -0.056792 0.246198815

B. carambolae 264 0.3842795 -0.367519 0.351489919

B. caudatus 2 0.0029112 -0.016999 0.099260862

B. minuscula 1 0.0014556 -0.009508 0.062112651

B. occipitalis 32 0.0465793 -0.14284 0.43803322

B. papayae 378 0.5502183 -0.328722 0.196392001

Bactrocera sp. 1 0.0014556 -0.009508 0.062112651

n 687 1 -0.93189 1.455600119

s 7

Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan

Sannon diversity index (H ) = 0.93189

Evennes (E=H'/ln S) = 0.47890

Ragam diversity (Var H') = 0.00085

Lampiran 2 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Gudang Buah Tanjung Priok

Spesies Jumlah pi pi x log pi pi x (log(pi))^2

B. albistrigata 82 0.515723 -0.3415 0.226138937

B. carambolae 15 0.09434 -0.22272 0.525814303

B. caudatus 2 0.012579 -0.05504 0.240845906

B. papayae 60 0.377358 -0.36776 0.35840245

n 159 1 -0.98703 1.351201596

s 4

Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan

Sannon diversity index = 0.98703

Evennes = 0.71199

(50)

36

Lampiran 3 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Hutan UI

Spesies Jumlah pi pi x log pi pi x (log(pi))^2

B. albistrigata 698 0.094235 -0.22258 0.525725171

B. carambolae 4499 0.607398 -0.30283 0.150982476

B. caudatus 2 0.00027 -0.00222 0.018231306

B. cucurbitae 2 0.00027 -0.00222 0.018231306

B. impunctata 7 0.000945 -0.00658 0.045836028

B. melastomatos 12 0.00162 -0.01041 0.066883998

B. neocognata 46 0.00621 -0.03156 0.160363704

B. occipitalis 476 0.064264 -0.17639 0.484143701

B. papayae 1635 0.220737 -0.33349 0.503824654

B. umbrosus 27 0.003645 -0.02047 0.114899845

Bactrocerasp. 1 0.000135 -0.0012 0.010718418

D. longicornis 2 0.00027 -0.00222 0.018231306

n 7407 1 -1.11216 2.118071911

s 12

Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan

Sannon diversity index = 1.11216

Evennes = 0.44757

Ragam diversity = 0.00012

Lampiran 4 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cimanggis

Spesies Jumlah pi pi x log pi pi x (log(pi))^2

B. albistrigata 23 0.00805 -0.03882 0.187187992

B. carambolae 1944 0.680434 -0.26198 0.100870126

B. caudatus 7 0.00245 -0.01473 0.088546305

B. cucurbitae 1 0.00035 -0.00279 0.022163893

B. occipitalis 183 0.064053 -0.17602 0.483712537

B. papayae 694 0.242912 -0.34373 0.486402884

B. umbrosus 4 0.0014 -0.0092 0.060456568

Bactrocerasp. 1 0.00035 -0.00279 0.022163893

n 2857 1 -0.85006 1.451504199

s 8

Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan

Sannon diversity index = 0.85006

Evenness = 0.40879

(51)

Lampiran 5 Perhitungan indeks keanekaragaman jenis di Cihanyawar

Spesies Jumlah pi pi x log pi pi x (log(pi))^2

B. albistrigata 1 0.006061 -0.03095 0.158004116

B. calumniata 1 0.006061 -0.03095 0.158004116

B. carambolae 35 0.212121 -0.32891 0.510014132

B. caudatus 24 0.145455 -0.28042 0.540620537

B. cucurbitae 11 0.066667 -0.18054 0.488902393

B. minuscula 1 0.006061 -0.03095 0.158004116

B. occipitalis 1 0.006061 -0.03095 0.158004116

B. papayae 89 0.539394 -0.33297 0.205547134

B. umbrosus 2 0.012121 -0.05349 0.236033803

n 165 1 -1.30011 2.613134464

s 9

Keterangan: n = Jumlah individu yang tertangkap, s = Jumlah spesies yang ditemukan

Sannon diversity index = 1.3001

Evenness = 0.5917

(52)

38

Lampiran 6 Morfologi spesiesBactrocera albistrigata

Keterangan: Sayap: pita hitam mencapai r-m dan dm-cu(a), Kepala:spot hitam berbentuk bulat pada muka (b), Toraks: postpronotal berwarna kuning, terdapat pita kuning di sisi lateral, dan dasar skutelum berwarna coklat kehitaman (c), Abdomen: terdapat pola hitam yang lebar di sisi lateral abdomen (d), Tungkai: femur dan tibia berwarna kuning-coklat (e), spesies secara utuh (f).

(a)

(c)

(b)

(d)

Gambar

Tabel 1  Spesies lalat buah di Indonesia yang dikumpulkan selama survei tahun              (2005 � 2006)
Tabel 2  Ketinggian tempat dan ordinat lokasi pengambilan sampel
Gambar 1  Peta lokasi penelitian di Jakarta, Depok, dan Bogor
Gambar  2  Perangkap lalat buah: bagian luar (a), bagian dalam (b),                   pemberian bahan kimia (c)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari amplifikasi DNA total dari hasil PCR RAPD dengan primer yang digunakan dipilih hasil PCR yang terbaik dalam mengaplikasikan pita DNA dari semua spesies lalat buah