• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Dinamik Ketersediaan Daging Sapi Potong di Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Dinamik Ketersediaan Daging Sapi Potong di Kabupaten Bogor."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL DINAMIK KETERSEDIAAN DAGING SAPI

POTONG DI KABUPATEN BOGOR

HENDRIKO

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Model Dinamik Ketersediaan Daging Sapi Potong di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

(4)

ABSTRAK

HENDRIKO. Model Dinamik Ketersediaan Daging Sapi Potong di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ABDUL BASITH

Program swasembada daging sapi nasional mengalami kendala dalam tahapan pencapaian hasil target implementasi di tahun 2005, 2010 dan 2014. Penelitian ini bertujuan menilai perilaku ketersediaan daging sapi potong di Kabupaten Bogor dengan model dinamik selama periode (2013-2022). Selain itu, menentukan besaran produksi sapi potong dalam mendukung swasembada daging sapi di tahun 2018. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pendapat pakar, sementara data sekunder dengan studi literatur. Data primer terdiri atas peluang kematian, berat sapi potong dan fraksi daging. Data sekunder terdiri atas data perkembangan sapi potong, penduduk, dan konsumsi daging di Kabupaten Bogor selama periode (2005-2013). Analisis mengunakan pendekatan sistem dengan bantuan soft ware VENSIM PLE dan STELLA 9.1.4 pada penelitian ini. Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan perilaku model dengan kondisi di dunia nyata. Hubungan antar keduanya bersifat logis dan dapat dimanfaatkan. Hasil skenario menunjukkan swasembada tidak tercapai di tahun 2018 jika dikelola secara bussines as usual (Skenario I) dan terpadu (Skeanrio II) di Kabupaten Bogor. Hasil skenario menunjukkan swasembada tercapai tahun 2020 dengan penambahan sapi dari luar Kabupaten Bogor hingga tahun 2022 (Skenario III).

Kata kunci: model dinamik, swasembada daging sapi, Kabuapten Bogor.

ABSTRACT

HENDRIKO. Dynamic Model of Availability of Beef in the Bogor District. Supervised by ABDUL BASITH.

Program of national beef-sufficiency in beef experienced problems in the stage of implementation results in 2005, 2010 and 2014. This research aims to assess behavior availability of beef with model dynamic during (2013–2022) periode. Futhermore, determine amount of cattle production to suppord beef self-sufficiency in 2018. Primary data was collected with expert opinion, while secondary data with study of literature. Primary data consist mortality death, heavy beef and meat fraction. Secondary data consists of beef cattle growth data, resident and consumption of meat in Bogor Regency during (2005-2013) periode. The Analysis is used a systems approach, using software VENSIM PLE and STELLA 9.1.4 in this research. Evaluation is done by comparing the model with the model behavior in real-world conditions. Relations between the two are logical and can be utilized. Scenario results show beef self-sufficiency was not achieved in 2018 when managed bussines as usual (Scenario I) and integrated (Skeanrio II) in Bogor Distict. Scenario results show beef self-sufficiency achieved in 2020 with the addition of a cow from outside until 2022 in Bogor District (Scenario III).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

MODEL DINAMIK KETERSEDIAAN DAGING SAPI

POTONG DI KABUPATEN BOGOR

HENDRIKO

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah dinamika sistem, dengan judul Model Dinamik Ketersediaan Daging Sapi Potong di Kabupaten Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Departemen Manajemen

2. Beasiswa Bidik Misi yang telah membiayai pendidikan selama di Institusi pendidikan ini.

3. Bapak Dr Ir Abdul Basith, Msc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan, motivasi, dan kritikan membangun sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.

4. Bapak Prof Dr Musa Hubeis, Ms, Dipl, Ing DEA selaku penguji pertama dan Bapak Dr Ir Ma’mun Sarma, Ms, M.Ec selaku penguji kedua pada penelitian ini. 5. Bapak Dr Ir Rudy Priyanto selaku pakar ilmiah yang telah membantu penelitian

ini.

6. Ibu Nuri dan Ibu Nunu dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 7. Ayah, ibu, kakak dan adik tersayang yang telah memberikan dukungan moril

serta doanya.

8. Keluarga manajemen 47 dan UKM Merpatih Putih atas segala doa dan kasih sayangnnya.

9. Semua pihak yang turut melancarkan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini memberikan banyak manfaat dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Penulis mohon dimaafkan apabila terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 3

Kerangka Pemikiran 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan 6

Konseptualisasi Model 6

Spesifikasi Model 8

Evaluasi Model 11

Pemakaian Model 13

Implikasi Manajerial 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi daging sapi di Kabupaten Bogor 2 2 Perkembangan konsumsi daging sapi di Kabupaten Bogor 10

3 Sebaran populasi sapi di Kabupaten Bogor 11

4 Perkembangan arus keluar masuk sapi di Kabupaten Bogor 11

5 Evaluasi model 12

6 Besar rekomendasi tambahan sapi potong 16

7 Perbandingan tiga skenario kebijakan yang dikembangkan. 17 8 Rekomendasi kebijakan pendukung implementasi skenario 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian adaptasi Harmini et al. (2011). 4 2 Diagram causal loop untuk model ketersediaan daging sapi tidak

berkelanjutan (a) dan model ketersediaan daging sapi berkelanjutan (b), di

Kabupaten Bogor. 7

3 Sub sistem penyediaan daging sapi di Kabupaten Bogor 8 4 Sub sistem kebutuhan daging di Kabupaten Bogor 9 5 Diagram simulasi skenario I tahun 2013 sampai tahun 2022 13 6 Diagram simulasi skenario II tahun 2013 sampai tahun 2022 15 7 Diagram simulasi skenario III tahun 2013 sampai tahun 2022 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulasi model dinamik 22

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jaminan ketersediaan pangan menjadi salah satu objek perhatian pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan pangan nasional. Konsumsi domestik yang meningkat tiap tahun akibat bertambahnya jumlah penduduk dan daya beli, membuat keharusan membangun ketahanan pangan yang berlandaskan kepada pemberdayaan potensi lokal.

Kelangkaan daging sapi dapat diindikasikan dengan struktur produksi daging, pemotongan sapi dan pengiriman ternak (Ilham 2009). Pada tahun 2013, produksi daging sapi dalam negeri mengalami penurunan. Penurunan ini menyebabkan kelangkaan daging sapi terjadi di pasar domestik. Kondisi ini memicu terjadinya pemotongan sapi lokal dalam skala besar (Disnak 2013). Menurut sensus pertanian 2013, jumlah populasi sapi dan kerbau di tahun 2011 diperkirakan 16,7 juta turun menjadi 14,2 juta. Kelangkaan sapi yang terjadi membuat pemerintah pun memasukkan daging sapi beku impor ke dalam pasar sebagai bentuk usaha menetralisir perubahan harga yang melambung tinggi, namun langkah tersebut belum dapat mengentaskan permasalahan yang sudah terjadi.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sebelumnya telah mencanangkan program swasembada daging sapi nasional. Program ini telah dilaksanakan secara bertahap untuk tahun 2005, 2010, dan 2014. Tujuannya agar mengurangi ketergantungan pasokan daging impor serta menciptakan kemandirian penyediaan daging sapi nasional. Pada perkembangannya, menurut Ashari et al. (2012) swasembada daging sapi tidak tercapai program 2005 dan 2010. Hal ini dibuktikan dengan jumlah impor yang masih tinggi. Berdasarkan perkembangan tersebut, maka pada masa pemerintahan (2014-2019). Kementerian Pertanian menargetkan program swasembada sapi di tahun 2018. Tujuan program ini adalah meneruskan program swasembada sebelumnya yang belum tercapai dengan baik.

Sejalan dengan uraian di atas, Kabupaten Bogor mempunyai peluang dalam mendukung program swasembada daging sapi. Hal ini didukung dengan potensi jumlah populasi sapi. Populasi sapi Kabupaten Bogor menempati urutan ke-3 di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 32.967 ekor (Disnakan 2013), sehingga dengan potensi tersebut, Kabupaten Bogor memiliki peluang untuk menjadi salah satu daerah penghasil daging sapi di Jawat Barat. Meskipun demikian, evaluasi juga tetap diperlukan untuk menilai potensi sumber daya tersebut.

(12)

2

Pasokan daging sapi bergantung pada jumlah hasil produksi daging sapi, namun perkembangan produksi daging sapi Kabupaten mengalami pergerakan yang fluktuatif tiap tahunnya. Hasil produksi daging sapi tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil produksi tertinggi terjadi pada tahun 2009 dengan hasil produksi sebesar 11.153 ton dan terrendah pada tahun 2005 dengan hasil produksi 2.947 ton. Produksi daging sapi yang tertinggi terjadi pada tahun 2009 dengan 70,98 persen berasal dari daging impor dan 29,02 persen sapi lokal. Proporsi daging sapi impor diduga karena perusahaan pengemukan sapi di Kabupaten Bogor memperoleh kuota impor yang besar. Pada tahun 2009 adalah puncak impor sapi bakalan yang mencapai 720 ribu ekor dan daging sapi mencapai 120 ribu ton (Ditjennak 2011), sehingga mempengaruhi jumlah produksi daging sapi di Kabupaten Bogor. Hasil produksi daging terrendah di tahun 2005 dimungkinkan karena pengelolaan perternakan sapi potong yang tidak dilakukan dengan baik. Hal ini juga berkaitan erat dengan pengaruh pelaksanaan program swsembada 2005 yang tidak berhasil (Ditjennak 2011). Berdasarkan total hasil produksi dari tahun 2005 sampai tahun 2013, maka persentase penguasaan daging sapi lokal terhadap hasil produksi daging sapi adalah 56,02 persen dan 43,98 persen untuk pemenuhan daging sapi impor. Kapasitas produksi yang belum cukup ini menjadi pertimbangan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam upaya merealisasikan swasembada daging sapi di tahun 2018.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dijabarkan dalam tulisan ini adalah (1) bagaimana perilaku ketersediaaan daging sapi di Kabupaten Bogor? (2) bagaimana besaran produksi ternak sapi potong di Kabupaten Bogor yang harus diperbaharui jika perilaku ketersediaan daging sapi menurun.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menilai perilaku ketersediaan daging di Kabupaten Bogor dan memperbaharui besaran produksi ternak sapi potong apabila ketersediaan daging sapi menurun.

Tabel 1 Perkembangan produksi daging sapi di Kabupaten Bogor

Tahun Sapi lokal (ton) Sapi impor (ton) Jumlah

(13)

3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah (1) menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan daerah untuk merencanakan pembangunan industri peternakan sapi. (2) memberikan referensi tambahan bagi para akademisi ataupun pembaca dalam pengembangan ilmu khususnya terkait dengan simulasi sistem dinamis.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada simulasi sistem dinamik ketersediaan daging sapi potong dengan memnafaatkan data keadaan populasi di Kabupaten Bogor sebagai objek penelitian. Simulasi mengacu pada mekanisme pengolahan ternak sapi secara ideal dan menggunakan asumsi-asumsi pendukung untuk mendapatkan hasil yang mendekati keadaan nyata.

METODE

Kerangka Pemikiran

Rencana swasembada daging sapi memerlukan tahapan peninjauan terhadap kemampuan daerah dalam mencapai targetan tersebut. Evaluasi ini diperlukan agar penetapan strategi dan kebijakan pengembangan daerah memiliki keakuratan, sehingga hasil implementasi kebijakan dapat memberikan manfaat terhadap pembangunan daerah. Evaluasi terhadap kemampuan peternakan sapi berupa potensi lokal dapat dilakukan dengan pendekatan sistem. Kelebihan pendekatan ini adalah gambaran perilaku sistem dapat diperoleh dalam waktu yang relatif singkat dan biaya murah dengan percobaan simulasi sistem. Kemudahan ini akan mempercepat proses pengambilan keputusan tanpa harus menunggu hasil riset yang berasal uji coba di dunia nyata.

Penelitian mengenai perilaku sistem didahului dengan penentuan komponen-komponen yang berpengaruh lansung terhadap sistem ketersediaan daging sapi di Kabupaten Bogor. Tujuan dilakukan identifikasi ini adalah penyederhanaan sistem yang komplek untuk dikonstruksi ke dalam causal loop. Model kemudian diformulasikan berdasarkan asumsi-asumsi pendukung. Model yang secara keseluruhan memiliki hubungan relasi yang logis dan sesuai dengan perilaku dunia nyata, selanjutnya dapat disimulasikan berdasarkan skenario yang dibangun untuk selang waktu tertentu.

(14)

4

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian adaptasi Harmini et al. (2011).

Lokasi dan Waktu Penelitian

(15)

5 Pengumpulan Data

Data penelitian ini menggunakan data primer data sekunder. Data primer berasal dari pendapat pakar Dr Ir Rudy Priyanto (Ahli Ruminansia Besar IPB) tentang peluang target implementasi pencegahan kematian sapi, berat sapi dan fraksi daging sapi. Data sekunder diperoleh melalui Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data perkembangan populasi sapi, perkembangan arus keluar masuk sapi potong dan produksi daging sapi potong dari tahun 2005 sampai tahun 2013 di Kabupaten Bogor. Selain itu juga data jumlah penduduk Kabupaten Bogor beserta laju pertumbuhan penduduknya di tahun 2013 dan perkembangan tingkat konsumsi daging sapi per kapita per tahunnya di Kabupaten Bogor dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Data ini juga didukung dengan literatur dan jurnal ilmiah dari berbagai sumber yang berkaitan dengan produksi sapi dan swasembada sapi.

Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian yang telah diperoleh baik itu data primer dan sekunder diolah ke dalam bentuk permodelan dengan mengunakan Sofware Vensim PLE dan Stella 9.1.4 pada penelitian ini. Model dikembangkan melalui metode pendekatan sistem. Model yang dibangun ini menjelaskan hubungan produksi daging sapi potong dengan kebutuhan konsumsi di lokasi penelitian. Tahapan pembuatan analisis dan simulasi model adalah sebagai berikut (Purnomo 2012).

1. Identifikasi isu, tujuan dan batasan

Identifiaksi isu, tujuan dan batasan penting dilakukan untuk mengetahui dimana sebenarnya permodelan perlu dilakukan. Penetapan isu menjadi faktor penentu terhadap pengaruh dan dampak dari proses permodelan yang di jalankan. Tujuan spesifik akan mempermudah proses pembuatan model. Sementara penentuan batasan digunakan untuk menentukan komponen yang masuk dan tidak ke dalam lingkup permodelan

2. Konseptualiasasi model

Tahapan ini merupakan penuangan konsep ke dalam gambaran secara menyeluruh tentang model yang akan dibuat. Pembuatan konsep ini melibatkan komponen-komponen yang telah teridentifikasi dan dicari interelasinya mengunakan diagram sebab-akibat.

3. Spesifikasi model

Tahapan ini merupakan perumusan makna sebenarnya dari setiap relasi yang ada dalam bagian model konseptual. Hubungan relasi yang ditandai tanda panah kemudian diubah menjadi persamaan numberik dengan satuan yang jelas dan dalam peubah waktu.

4. Evaluasi model

Tahapan ini mencakup tiga tahapan evaluasi yaitu

a. Pengamatan kelogisan hubungan relasi antar tiap bagian di dalam model. b. Pengamatan kesesuaian perilaku model terhadap perkiraan yang

digambarkan pada fase konseptualisasi.

(16)

6

5. Pemakaian model

Model dimanfaatkan setelah berhasil menjawab permasalahan dan tujuan yang didentifikasi pada awal perencanaan model. Tahapan ini melibatkan perencanaan dan simulasi dari beberapa skenario.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian disajikan sesuai dengan fase-fase permodelan dinamika sistem yang dilakukan.

Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan

Kelangkaan daging sapi menjadi permasalahan serius ketika laju penyediaan daging sapi domestik belum mampu memenuhi permintaan daging sapi secara menyeluruh. Terlebih dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya kecukupan gizi berupa protein hewani, membuat perlunya jaminan ketersediaan daging sapi terhadap kapasitas produksi domestik.

Ketersediaan daging sapi di Kabupaten Bogor umumnya mengandalkan pasokan sapi potong dari peternakan rakyat dan tambahan dari luar kabupaten. Dalam upaya menyokong program swasembada daging oleh pemerintah di tahun 2018, diperlukan penilaian terhadap kondisi peternakan lokal sekarang. Kapasitas dan laju produksi daging menentukan besar ketersediaannya.

Sehubungan dengan isu kelangkaan daging sapi dan daya dukung peternakan di Kabupaten Bogor, maka tujuan permodelan ini adalah menilai perilaku ketersediaan daging sapi potong di Kabupaten Bogor. Simulasi permodelan ini akan menghasilkan perilaku ketersediaan daging sapi untuk selang waktu yang ditentukan. Perbaikan perilaku hasil simulasi dapat dilakukan dengan menerapkan skenario perbaikan lanjutan.

Model dinamika sistem ini mengadaptasi model ketersediaan daging sapi nasional berbasis sistem dinamik yang dikembangkan oleh Harmini et al. (2011). Model tersebut kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi Kabupaten Bogor. Model dinamika sistem ini juga dibatasi oleh data populasi dan mekanisme produksi sapi potong. Kedua batasan ini diasumsikan mempengaruhi secara dominan terhadap kinerja sistem. Sementara faktor lain diasumsikan tidak berpengaruh secara lansung.

Konseptualisasi Model

(17)

7 teridentifikasi. Menurut Harmini et al. (2011), komponen ini dibangun berdasarkan faktor-faktor yang khas dan saling berinteraksi secara dinamis menurut waktu dan kondisi. Interaksi antar komponen ditandai secara visual dengan simbol-simbol.

Diagram causal loop tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram causal loop untuk model ketersediaan daging sapi tidak berkelanjutan (a) dan model ketersediaan daging sapi berkelanjutan (b), di Kabupaten Bogor.

(18)

8

namun dalam jangka panjang feedback yang ditimbulkan adalah penurunan pada peternakan sapi itu sendiri.

Pengelolaan terpadu seperti pada gambar 2 (b) menjadi objek penelitian. Di dalam gambar tersebut, ada upaya untuk meningkatkan total produksi daging sapi dengan serangkaian pendekatan. Metode yang dilakukan dalam pengelolaan tersebut di antaranya dalah pencegahan kematian sapi, pencegahan pemotongan sapi betina dewasa produktif dan jangkauan inseminasi buatan. Diharapkan nantinya akan menyebabkan ketersediaan daging sapi yang berlebih.

Spesifikasi Model

Tahapan ini dilakukan kuantifikasi model dengan merujuk pada pembuatan causal loop untuk selanjutnya dapat disimulasikan dengan software. Formulasi model dinamik secara numberik tersaji pada Lampiran 1.

Sub sistem penyediaan daging sapi

Sub model ini mengambarkan sub penyediaan daging sapi di Kabupaten Bogor yang dipengaruhi oleh oleh perkembangan populasi sapi potong. Sub model ini secara visual tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan anak sapi mempengaruhi perkembangan populasi sapi. Penambahan anak sapi bergantung pada angka calf crop, yang bersumber dari persentase sapi betina dewasa yang melahirkan pada tahun berjalan dari total populasi sapi betina dewasa pada tahun tersebut. Angka tersebut secara khusus juga dipengaruhi oleh presentase pemotongan sapi betina

(19)

9 produktif. Semakin besar tingkat pemotongan sapi betina dewasa, maka nilai angka calf crop semakin menurun. Anak sapi kemudian dibesarkan hingga dewasa dengan pengelolaan secara intensif dan semi intensif. Ketika sapi telah mencapai usia muda, sapi ini kemudian ditentukan peruntukannya menjadi bakalan induk atau pun sapi siap potong, khusus sapi jantan diperuntukan menjadi sapi potong berdasarkan asumsi inseminasi buatan yang dilakukan. Kematian sapi menjadi salah satu faktor penurunan populasi sapi. Besarnya kematian selama sapi diternakkan dipengaruhi oleh peluang kematian sapi.

Arus keluar masuk sapi turut mempengaruhi jumlah populasi sapi yang ada di dalam sistem. Selisih antara keduanya dijadikan sebagai tambahan sapi untuk diternakkan. Umumnya penambahan sapi tersebut berupa sapi jantan muda (bakalan), sapi siap potong, indukan jantan dan betina. Pada permodelan ini yang menggunakan inseminasi buatan sebagai metode untuk mendapatkan bibit, indukan sapi jantan tidak dimasukkan sebagai variabel ke dalam permodelan. Hasil produksi daging sapi dipengaruhi oleh jumlah pemotongan sapi. Jumlah tersebut secara keseluruhan berasal dari pemotongan sapi jantan, pemotongan sapi betina afkir. Hasil produksi daging tersebut juga ditambah dengan pemotongan sapi betina dewasa produktif yang jikalau pemotongan tersebut berada diluar kendali pemerintah. Sehingga didapatkan total produksi daging setelah pengurangan daging sapi tercecer di dalam sistem.

Sub sistem kebutuhan daging sapi

Sub model ini menunjukkan total kebutuhan daging sapi per tahun di Kabupaten Bogor. Sub model ini tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan bahwa besar kebutuhan tersebut ditentukan oleh tingkat konsumsi daging per kapita per tahun dan perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Bogor. Kedua variabel ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan daging sapi yang ada. Kekurangan ketersediaan daging ditutupi dengan pemasukan daging sapi dari luar Kabupaten Bogor.

(20)

10

Asumsi-asumsi yang digunakan di dalam permodelan dinamik ini di antaranya adalah

1. Data sekunder yang digunakan sebagai dasar permodelan bersumber dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor terbitan tahun 2010 sampai tahun 2013.

2. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor adalah 5.111.769 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,0315 per tahun berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 (BPS 2013).

3. Konsumsi rata-rata daging sapi sebesar 1,767 kg per kapita diasumsikan konstan tiap tahun (Tabel 2).

4. Asumsi dasar untuk sub sistem produksi

a. Penambahan anak sapi antara jantan dan betina berbanding 1:1 dengan nilai calf crop sebesar 55 persen.

b. Sapi yang baru lahir dibesarkan hingga lepas sapih dengan jeda waktu antara 6-8 bulan. Sapi muda mengalami masa pubertas hingga umur 18-24 bulan. Sapi tropis di kawinkan pada umur 2-2,5 tahun (Sudarmono dan Sugeng 2008).

c. Lama sapi bunting pada sapi potong berkisar 270-290 hari (Partodiharjo 1987). Jeda beranak seekor sapi untuk beranak kembali adalah sekitar 60-90 hari dan tidak boleh melebihi 120 hari (Harjoprayanto 1995). Waktu ini digunakan untuk pemulihan sel-sel rahim untuk mempersiapkan kebuntingan selanjutnya pada indukan sapi. Seekor sapi betina dewasa diafkir ketika produktivitas menurun. Biasanya sapi diafkir setelah melahirkan 7-8 anak di sepanjang umur hidupnya (Hardjosubroto 1994). Setelah itu, kemudian sapi digemukkan sementara untuk siap dijadikan sebagai sapi potong. Sehingga asumsi lama pemanfaatan sapi betina dewasa sebagai indukan produktif adalah 7 tahun dengan umur afkir 9 tahun dan berat afkir 300 kg/ekor (Priyanto 10 November 2014, komunikasi pribadi).

d. Setelah usia dewasa, pertumbuhan sapi akan terhenti dan umumnya hal dialami sapi tropis pada umur 4 tahun dengan berat 300-400 kg (Yulianto dan Saparinto 2010). Berdasarkan pernyataan tersebut pemotongan sapi jantan diasumsikan dipotong pada umur 3 tahun dengan pengelolaan secara intensif dengan berat potong 350 kg/ekor (Priyanto 10 November 2014, komunikasi pribadi).

e. Pemotongan sapi betina produktif sebesar 28 persen dengan berat potong 270 kg/ekor (Disnakan 2013) dan (Priyanto 10 November 2014, komunikasi pribadi).

Tabel 2 Perkembangan konsumsi daging sapi di Kabupaten Bogor

Tahun Konsumsi daging sapi perkapita per tahun

2010 2.249

2011 1.967

2012 1.519

2013 1.333

Jumlah 7.068

(21)

11 f. Selama masa pembesaran, anak sapi mengalami kematian dengan peluang kematian sebesar 8 persen serta sapi muda dan sapi dewasa 3,8 persen (Priyanto 10 November 2014, komunikasi pribadi). Perbedaan peluang kematian antar keduanya tersebut di sebabkan oleh kekebalan tubuh anak sapi yang lebih rentan terkena penyakit.

g. Sebaran populasi sapi yang dijadikan sebagai input data permodelan dinamik ini adalah populasi sapi di Kabupaten Bogor tahun 2013 (Tabel 3).

h. Penambahan sapi ke dalam Kabupaten Bogor pada tahun selanjutnya diasumsikan random. Penambahan sapi merujuk kepada pemasukan dan pengeluaran sapi dari tahun 2009 sampai tahun 2013 (Tabel 4).

5. Fraksi daging sapi setelah potong sebesar 49,2 persen. Komposisi daging tersebut 34,96 persen di antaranya adalah daging, 9,9 persen jeroan dan 4,3 persen daging varian (Priyanto 10 November 2014, komunikasi pribadi). 6. Daging tercecer sebesar 5 persen

Evaluasi Model

Grant et al. (1997) mengunakan istilah evaluasi model bukan validasi model untuk kegunaan relatif model untuk tujuan khusus. Sebuah model sangat berguna untuk satu tujuan, dapat tidak berguna untuk tujuan permodelan lain. Evaluasi model dilakukan dengan cara membandingan perilaku model yang diharapkan dengan perilaku kenyataan nyata. Kelogisan menjadi parameter layaknya hubungan

Tabel 4 Perkembangan arus keluar masuk sapi di Kabupaten Bogor

Tahun

Sumber: Disnak Provinsi Jawa Barat (2009-2013)

Tabel 3 Sebaran populasi sapi di Kabupaten Bogor

No Jenis kelamin Tipe Umur Persentase

(22)

12

relasi antar tiap bagian hingga membentuk model secara keseluruhan (Purnomo 2012).

Evaluasi model dilakukan secara menyeluruh pada setiap bagian model yang diharapkan. Hubungan relasi antar bagian pada permodelan ketersediaan daging di

Kabupaten Bogor saling terkait dan logis berdasarkan tahap evaluasi satu dan dua yang telah dilakukan. Hasil evaluasi model tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan hasil evaluasi secara keseluruhan. Hasil evaluasi tersebut juga dipertegas dengan uraian evaluasi tahap tiga di bawah ini.

Sub model penyediaan daging sapi potong

Perkembangan produktivitas sapi lokal di Kabupaten Bogor mengalami pergerakan yang fluktuatif dari tahun 2005 sampai tahun 2013 (Tabel 1). Pada tahun 2009 hasil produksi mengalami kenaikan menjadi 7.916 ton dengan selisih 6.666 ton pada tahun 2005. Pada tahun berikutnya, produksi daging sapi mengalami penurunan hingga tahun 2013 menjadi 2.773 ton. Perkembangan kurva produksi tersebut juga sesuai dengan hasil pola perkembangan hasil produksi sapi lokal di dalam permodelan dinamik. Walau selang fase kenaikan atau pun penurunan hasil produksi berbeda, namun ke dua perbandingan tersebut masih dapat dikatakan logis. Perbedaan tersebut disebabkan oleh permodelan yang mengikuti rancang produksi induk, sementara produksi daging sapi sebelumnya bergerak secara acak.

Sub model kebutuhan daging sapi potong

Sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2000 dan 2010 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor dengan laju pertumbuhan sebesar 3,15 persen (BPS 2013). Estimasi jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebesar 5.111.769 jiwa pada tahun 2013. Data ini kemudian di simulasikan ke dalam model sehingga didapatkan hasil perkembangan jumlah penduduk yang sama antara dunia nyata dengan perilaku yang diharapkan. Kesimpulan sub model ini dapat dikatakan bahwa sub model ini logis.

Pada awal penetapan tujuan pemodelan ini adalah mengetahui perilaku ketersediaan daging di Kabupaten Bogor dengan permodelan dinamika sistem. Secara umum model dapat dipakai dan bermanfaat untuk pengelolaan sumber daya yang berfokus pada peternakan sapi potong. Menurut (Fahey dan Randall 1998), model bukanlah dimaksudkan untuk membuktikan apakah sebuah proyeksi skenario akan sesuai. Akan tetapi, model dimaksudkan untuk mencari jalan yang masuk akal, kredibel dan relevan.

Tabel 5 Evaluasi model

Model Kelogisan Perbandingan perilaku model dengan pola yang diharapkan

Model secara keseluruhan Ya Sesuai

Sub model penyediaan Ya Sesuai

(23)

13

Pemakaian Model

Kebijakan dalam model setidaknya mampu menjawab penetapan tujuan terhadap isu yang diangkat. Dalam mendukung tujuan tersebut maka di dalam pembuatan model sistem dinamis menerapkan beberapa sekenario. Skenario permodelan yang berfokus pada pengelolaan ideal dengan asumsi pakan dan pengelolaan manajerial terpenuhi. Hasil simulasi sistem dinamis nantinya akan menghasilkan gerak perubahan dinamis di dalam sistem. Skenario tersebut di antaranya adalah

Skenario I: Simulasi dinamis terhadap potensi populasi sapi lokal

Simulasi ini berlaku jika pemanfaatan populasi sapi yang tersedia di tahun 2013 dikelola menurut asumsi yang telah ditentukan sebelumnya (bussines as asual). Hasil simulasi yang dilakukan pada skenario I pada tahun 2013 sampai tahun 2022 tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram simulasi skenario I tahun 2013 sampai tahun 2022 Gambar 5 menunjukkan bahwa perilaku total produksi daging bergerak fluktuatif dan berada di bawah total kebutuhan daging di sepanjang tahun. Pada simulasi ke-3 (2015), total produksi daging mendekati total produksi daging dengan selisih 792.739 kilogram. Kenaikan produksi daging sapi di tahun ini dipengaruhi oleh perpindahan sapi jantan muda dari tahun 2013 untuk menjadi sapi siap potong di tahun 2015. Perpindahan sapi ini mempengaruhi perilaku model di skenario berikutnya. Pada simulasi ke-6 (2018), swasembada daging sapi di Kabupaten Bogor juga tidak tercapai. Hasil produksi di tahun 2018 adalah 6.580.079 kilogram dengan target pemenuhan kebutuhan 10.547.607 kilogram. Hasil produksi kemudian terus mengalami defisit di sepanjang tahun berjalan.

Defisit ketersediaan daging sapi ini menandakan bahwa sistem reproduksi (pembibitan) dan budidaya sapi potong di Kabupaten Bogor masih lemah dan

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Ber

Total produksi daging sapi bersih Ketersediaan daging sapi

(24)

14

belum digarap secara intensif. Padahal peran pengembangan kedua faktor ini menjadi penentu dalam mencapai target swasembada daging sapi. Pernyataan ini juga ditegaskan Sayaka (2012), pembenihan sapi potong memegang peranan penting dalam mendukung program swasembada daging sapi. Di samping itu, jumlah indukan sapi betina dewasa yang tersedia juga belum cukup memadai untuk mendukung besaran kapasitas produksi yang diharapkan di Kabupaten Bogor. Jumlah indukan betina yang relatif sedikit, membuat sebagian besar total produksi daging sapi di Kabupaten Bogor ditopang oleh sapi bakalan jantan dan sapi siap potong yang didatangkan dari luar Kabupaten Bogor.

Skenario II: Simulasi dinamis terhadap potensi populasi sapi dengan perlakuan target pencapaian.

Simulasi pengelolaan terpadu merupakan pendekatan teknis yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas daging sapi. Menurut Priyanto (2011), strategi dalam mendukung swasembada daging sapi dengan pengembangan aspek teknis dan teknologi, di antaranya adalah penyelamatan sapi betina produktif, penundaan waktu pemotongan ternak, memperpendek jarak beranak, dan penerapan teknologi inseminasi buatan (IB). Dalam simulasi skenario kedua ini, pendekatan teknis disimulasikan dengan tiga program pendekatan teknis. Program tersebut di antaranya adalah

1. Pencegahan kematian sapi potong.

Program ini menargetkan penurunan kematian sapi secara bertahap dengan memperkecil faktor penyebab kematian sapi. Kematian sapi bisa dikarenakan oleh penyakit dan faktor lainnya. Besaran asumsi penurunan kematian sapi tertera pada Lampiran 2.

2. Pencegahan pemotongan sapi betina produktif.

Program ini direncanakan akan menurunkan angka pemotongan sapi potong di Kabupaten Bogor. Penyuluhan dan pemberian sanksi hukum diharapkan akan menyadarkan para pengusaha dan peternak sapi, sehingga jumlah sapi dewasa betina produktif meningkat dan dapat digunakan sebagai penghasil anakan baru. Besar asumsi pengurangan pemotongan sapi betina produktif tertera pada Lampiran 3.

3. Pembibitan sapi dengan inseminasi buatan.

Inseminasi buatan digunakan untuk mempercepat proses pembuahan pada sapi betina dewasa sehingga nilai calf crop meningkat. Manfaat lainnya adalah peningkatan kualitas hasil produksi sapi yang dicerminkan melalui peningkatan berat badan sapi. Besaran asumsi percepatan inseminasi buatan yang tersaji pada Lampiran 4.

(25)

15

Gambar 6 Diagram simulasi skenario II tahun 2013 sampai tahun 2022 Gambar 6 menunjukkan bahwa, perubahan perilaku model tidak berbeda signifikan dengan perilaku model yang ditunjukkan oleh hasil simulasi skenario I. Perilaku model tetap bergerak secara fluktuatif di sepanjang tahun. Meskipun hasil simulasi menunjukkan terjadinya penguatan total produksi sehingga menurunkan defisit ketersediaan daging sapi. Pada simulasi ke-6 (2018), swasembada daging sapi tidak tercapai pada tahun tersebut di Kabupaten Bogor. Presentase pemenuhan daging sapi di tahun 2018 adalah 69 persen dengan total kebutuhan daging sapi 10.547.607 kilogram. Perkembangan hasil produksi di tahun selanjutnya juga menunjukkan terjadinya defisit ketersediaan daging sapi di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan perkembangan perilaku ketersediaan daging sapi tersebut, maka dapat dinilai bahwa besar potensi populasi sapi di Kabupaten Bogor tahun 2013 juga belum cukup memadai untuk dikembangbiakkan dalam mencapai target swasembada daging sapi. Target swasembada daging sapi hanya dapat dicapai, jika kapasitas produksi bernilai sama atau lebih terhadap permintaan daging sapi tiap tahunnya. Kapasitas produksi daging juga harus didukung oleh sistem reproduksi dan budidaya yang kuat dengan memperhatikan perencanaan produksi yang efektif dan efisien.

Simulasi III: Penambahan populasi sapi jika hasil simulasi skenario I dan II tidak sesuai harapan.

Pada skenario ketiga ini, tetap menerapkan program peningkatan produktivitas sapi yang tersaji pada skenario II. Perbedaan dengan dua skenario sebelumnya adalah penambahan sapi hidup yang didatangkan dari luar ke dalam Kabupaten Bogor secara bertahap. Tujuan skenario ini adalah meransang peningkatan regenerasi sapi dengan penambahan sapi betina dewasa produktif dan meningkatkan hasil produksi daging dengan pemasukan sapi jantan muda. Indukan sapi betina tergolong kepada sapi yang baru beranak sekali sehingga memiliki

-10000000

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Ber

Total produksi daging sapi bersih Ketersediaan daging sapi

(26)

16

peluang melahirkan anak sebanyak 7 ekor sapi. Jumlah pemasukan sapi ke dalam Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Besar rekomendasi tambahan sapi potong

Tahun Sapi betina dewasa produktif (ekor) Sapi jantan muda (ekor)

2014 19 729 19 018 pencegahan kematian sapi (Lampiran 2), penyelamatan sapi betina produktif (Lampiran 3), inseminasi buatan (Lampiran 4), dan penambahan sapi (Tabel 6). Hasil simulasi yang dilakukan pada skenario III pada tahun 2013 sampai tahun 2022 tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram simulasi skenario III tahun 2013 sampai tahun 2022 Gambar 7 menunjukkan bahwa pada simulasi ke-3 (2015), total hasil produksi melebihi total kebutuhan daging pada angka 10.419.260 kilogram. Perkembangan akibat penambahan sapi hidup dari luar tidak selalu menyebabkan perilaku pergerakan produksi daging sapi yang cenderung naik. Pada simulasi ke-4 (2016), hasil produksi mengalami penurunan ke-49,12 persen ke posisi 5.301.ke-421

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Be

Total produksi daging sapi bersih Ketersediaan daging sapi

(27)

17 kilogram. Penurunan ini disebabkan oleh pasokan sapi jantan muda yang relatif kecil dibanding tahun sebelumnya. Pada simulasi ke-5 (2017), hasil produksi mengalami peningkatan sebesar 59,28 persen dibandingkan dengan tahun 2016 dengan total produksi sebesar 8.444.468 kilogram daging sapi. Pada simulasi ke-6 (2018), swasembada daging sapi juga belum tercapai, namun hasil produksi telah mendekati total kebutuhan daging sapi pada titik 9.608.014 kilogram daging sapi. Pada tahun 2018, jumlah permintaan daging sapi yang tidak terpenuhi adalah 939.592 kilogram. Swasembada daging sapi di Kabupaten Bogor diprediksi terjadi di tahun 2020 dengan surplus ketersediaan daging sapi adalah 1.112.568 kilogram dan berlanjut hingga tahun 2022 pada hasil simulasi.

Berdasarkan perkembangan perilaku ketersediaan daging sapi di Kabupaten Bogor di atas pada skenario III, maka penambahan sapi hidup turut mempengaruhi kapasitas produksi daging sapi. Penambahan indukan betina produktif menyebabkan perkembangan populasi di Kabuapten Bogor meningkat serta penambahan sapi jantan muda sebagai persediaan sapi potong pada tahun berikutnya, memberikan pengaruh terhadap hasil produksi daging sapi. Penambahan sapi hidup dari luar dapat dijadikan sebagai cerminan besar populasi sapi potong di Kabupaten Bogor yang harus tersedia di tiap tahunnya dalam rangka mencapai swasembada daging. Selain itu, berdasarkan hasil simulasi skenario III juga menunjukkan bahwa perilaku kebutuhan daging sapi yang mengandalkan industri penggemukan/pembesaran sapi potong, tidak bisa dijadikan sebagai pemasok utama daging sapi Kabupaten Bogor. Industri pembibitan sapi harus dilibatkan dalam menyuplai sapi bakalan untuk seterusnya digunakan dalam penggemukan sapi. Alur bisnis yang terintegrasi ini akan membantu tercapainya tujuan pembangunan daerah dalam hal menjaga kestabilan daging sapi di Kabuapten Bogor.

Implikasi Manajerial

Berdasarkan pembangunan skenario yang telah dibangun, jika skenario tersebut diimplementasikan dari tahun 2013 sampai 2022 di Kabupaten Bogor maka hasil simulasi dapat dibandingkan perbedaan perilaku model terhadap kondisi peternakan sapi potong dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan tiga skenario kebijakan yang dikembangkan.

Indikator skenario Populasi sapi Produksi daging sapi lokal

Ketersediaan daging sapi Skenario I:

Tanpa perlakuan Rendah Rendah Tidak ada

(28)

18

Tabel 7 menunjukkan bahwa indikator di atas dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam menentukan alternatif untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Peningkatan produktivitas daging sapi yang disarankan untuk peternakan sapi di Kabuapten Bogor tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekomendasi kebijakan pendukung implementasi skenario

Simulasi Rekomendasi kebijakan pendukung implementasi skenario

Skenario I 2009 tentang pemotongan sapi betina produktif di tempat pemotongan hewan dan peternak rakyat. Sapi yang diperbolehkan untuk dipotong adalah sapi betina dewasa yang tergolong sudah akfir, steril atau sapi betina yang tak layak jadi indukan sapi. Tahapan ini dilanjutkan dengan monitoring secara berkala untuk memastikan pelanggaran tidak terjadi. 2. Pencegahan dan penanganan penyakit sapi potong

berdasarkan aturan yang ditetapkan perundang-undangan No. 47 Tahun 2014 tentang pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.

3. Pemanfaatan fungsi unit lokasi inseminasi buatan secara optimal dalam pengawinan silang sapi dengan jangkauan maksimum 90 persen.

Skenario III (Terpadu dan Penambahan sapi hidup)

1. Pemasukan indukan sapi betina Kabupaten Bogor perlu dikelola secara good breeding practice. Penanganan tersebut akan membantu mengurangi resiko kerugian atas penanaman modal investasi pada unit usaha cow calf operation. Hasilnya dapat diperoleh bakalan sapi dengan kualitas baik, yang untuk selanjutnya bisa dikembangkan sebagai indukan sapi betina atau pun sapi siap potong pada unit usaha fattening.

(29)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil antara lain:

1. Perilaku ketersediaan daging sapi di Kabupaten Bogor mengalami penurunan berdasarkan simulasi yang dilakukan dari tahun 2013 sampai tahun 2022. Penurunan ketersediaan daging sapi tersebut disebabkan oleh faktor jumlah sapi pada tahun 2013 yang tidak mencukupi untuk program pengembangan swasembada daging sapi. Hal ini dibuktikan oleh skenario I dan II.

2. Besaran rencana produksi dengan penambahan sapi hidup dari luar Kabuapten Bogor seperti pada skenario III mampu mengubah ketersediaan daging sapi di Kabupaten Bogor. Swasembada daging sapi diproyeksi terjadi di tahun 2020.

Saran

1. Sebaiknya Pemda Kabupaten Bogor juga mendorong pembangunan industri pembibitan sapi (on farm) yang belum tergarap secara intensif. Hal dikarenakan faktor tersebut penting guna mencapai swsembada daging sapi.

2. Evaluasi terhadap kinerja kawasan pengembangan sapi di Jonggol, Cariu, Tanjung Sari dan Suka Makmur. Apakah pendekatan agribisnis di daerah tersebut berjalan sesuai dengan target pembangunan daerah, sehingga tindakan perbaikan secara terus menerus oleh pemerintah daerah dapat dilakukan. 3. Evaluasi terhadap kinerja kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Bogor

dalam mendukung upaya swasembada daging sapi.

4. Pada penelitian selanjutnya lebih dianjurkan melakukan kajian mengenai kondisi peternakan Kabupaten Bogor dengan analisis SWOT, analisis IFE Matrix, analisis EFE Matrik dan analisis QSPM guna merancang strategi pengemabangan peternakan yang berkelanjutan. Dengan begitu hubungan antara penelitian yang telah dilakukan dengan rekomendasi penelitian lanjutan dapat saling terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Ilham N, Nuryanti S. 2012. Dinamika program swasembada daging sapi: Reorientasi konsepsi dan implementasi. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. J Analisis Kebijakan Pertanian. 10(2):181-198. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita resmi statistik [Internet]. [diunduh 2014

(30)

20

.2013. Indikator ekonomi daerah Kabupaten Bogor 2013. Bogor (ID) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.

[Disnak] Dinas Peternakan Jawa Barat. 2009. Statistik peternakan. Bandung (ID): Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.

. 2010. Statistik peternakan. Bandung (ID): Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.

. 2011. Statistik peternakan. Bandung (ID): Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.

. 2012. Statistik peternakan. Bandung (ID): Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.

. 2013. Statistik peternakan. Bandung (ID): Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.

[Disnak] Dinas Peternakan Jawa Barat. 2014. Dilarang memotong sapi betina produktif [Internet]. [diakses 2014 Des 5]. Tersedia pada: http//disnak.jabarprov.go.id/index.php/subblog/read/2014/3052/Dilarang-Memotong-Ternak-Sapi-Betina-Produktif/sorotan-kita.

[Disnakan] Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bogor. 2010. Statistik peternakan. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.

. 2011. Statistik peternakan. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.

. 2012. Statistik peternakan. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.

. 2013. Statistik peternakan. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.

[Disnakan] Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bogor. 2013. Strategi pengembangan ternak sapi potong dalam mendukung pembangunan daerah. [Internet]. [diakses 2015 Feb 5]. Tersedia pada:

http//disnakan.bogorkab.go.id/index.php/multisite/post/87/strategi- pengembangan-ternak-sapi-potong-dalam-mendukung-pembangunan-daerah#.VP0CbPmsVrg

[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan dan Keseharaan Hewan. Rencana Strategi dan kebijakan Pembangunan peternakan nasional menuju swasembada daging [Internet]. [diakses 2015 Mar 12]. Tersedia pada: http//ditjennak.pertanian.go.id/berita-256-rencana-strategis-dan-kebijakan-pembangunan-peternakan-nasional-menuju-swasembada-daging.html

Fahey L. and Randall R.M. 1998. What is Scenario Learning? In: Fahey L. and Randall R.M., editor. Learning from the Future: Competitive Foresight Scenarios. New York: John Wiley & Sons, Inc. p 3-21.

Grant W.E Pedersen, and Sandra L. 1997. Ecology and Natural Resources Management System Analysis and Simulation. Toronto : John Willey and Son Inc, Toronto.

Hardjopranyoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya (ID): Universitas Airlangga Pr.

Hardjosubroto. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak Lapangan. Jakarta (ID): Grasindo. Harmini, Asmarantaka RW, Atmakusuma J. 2011. Model dinamis ketersediaan

(31)

21 Ilham N. 2009. Kelangkaan produksi daging: Indikasi dan implikasinya. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. J Analisis Kebijakan Pertanian. 7(1):43-63.

Magistra ZR. 2014. Dampak kenaikan harga daging sapi terhadap pola konsumsi pangan sumber protein hewani di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan Ed ke-2. Jakarta (ID): Sumber Widya. Priyanto D. 2011. Strategi pengembangan usaha ternak sapi potong dalam

mendukung program swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014 [ulasan]. J Litbang Pertanian. 30(3),2011.

Purnomo H. 2012. Permodelan dan Simulasi untuk pengelolaan Adaptif sumber daya alam dan lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr.

Saparinto C, Yulianto P. 2010. Pembesaran Sapi Potong secara Intensif. Bogor (ID): Penebar Swadaya.

Sudarmono AS, Sugeng B. 2008. Sapi Potong. Bogor (ID): Penebar Swadaya. Sayaka B. 2012. Pemgembangan pembenihan sapi potong dan perannya dalam

(32)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulasi model dinamik

Anak_Sapi_Betina(t) = Anak_Sapi_Betina(t - dt) + (Penambahan__ASB - Penambahan__SBM - Kematian_ASB) * dt

INIT Anak_Sapi_Betina = 1595

Anak_Sapi_Jantan(t) = Anak_Sapi_Jantan(t - dt) + (Penambahan__ASJ - Penambahan_SJM - Kematian_ASJ) * dt

INIT Anak_Sapi_Jantan = 1532

Jumlah_Penduduk__Kab_BOGOR(t) = Jumlah_Penduduk__Kab_BOGOR(t - dt) + (Laju__Petumbuhan) * dt

INIT Jumlah_Penduduk__Kab_BOGOR = 5111769 INFLOWS:

Laju__Petumbuhan =

Fraksi__Laju_Pertumbuhan*Jumlah_Penduduk__Kab_BOGOR Ketersediaan__Daging(t) = Ketersediaan__Daging(t - dt) + (Total__Produksi_Daging - Total__Kebutuhan_Daging) * dt INIT Ketersediaan__Daging =

Total__Kebutuhan_Daging-Sapi_Betina_Dewasa(t) = Sapi_Betina_Dewasa(t - dt) + (Penambahan__SBD + Penambahan__SBD_Luar - Pemotongan__SBD_Afkir -

Pemotongan__SBD_Produktif - Kematian_SBD) * dt INIT Sapi_Betina_Dewasa = 5656

INFLOWS:

Penambahan__SBD =

(33)

23

Sapi_Betina_Muda(t) = Sapi_Betina_Muda(t - dt) + (Penambahan__SBM - Penambahan__SBD - Kematian_SBM) * dt

INIT Sapi_Betina_Muda = 2174

Sapi_Jantan_Dewasa(t) = Sapi_Jantan_Dewasa(t - dt) + (Penambahan__SJD + Pemasukan_SDM_Luar - Pemotongan__Sapi_Jantan_U_3th - Kematian_SJD) *dt INIT Sapi_Jantan_Dewasa = 20226

Sapi__Jantan_Muda(t) = Sapi__Jantan_Muda(t - dt) + (Penambahan_SJM + Penambahan_SJM_Luar - Penambahan__SJD - Kematian_SJM) * dt

(34)

24

Lama__Produktif = 7

Lama__Tumbuh_ASJ = 6/12 Lama__Tumbuh_SBM = 18/12 Lama__Tumbuh_SJM = 18/12 Lama__Tumbuh__ASB = 6/12

MasukSJD = RANDOM(13900,29430,312213) Masuk_SBD = RANDOM(0,993,38449) Masuk_SJM = RANDOM(9221,23995,72641) Produksi_Daging =

(Pemotongan__Sapi_Jantan_U_3th*Berat__Sapi_Jantan_U_3th_Feedlot+Pemoto ngan__SBD_Afkir*Berat__Sapi_Betina_Afkir+Pemotongan__SBD_Produktif*B erat__Sapi_Produktif)*Fraksi_Daging

Rasio_Kelamin = 0.5

Berat__Sapi_Betina_Afkir = GRAPH(TIME)

(2013, 300), (2014, 300), (2015, 300), (2016, 300), (2017, 300), (2018, 300), (2018, 300), (2019, 300), (2020, 300), (2021, 300), (2022, 300)

Berat__Sapi_Jantan_U_3th_Feedlot = GRAPH(TIME)

(2013, 350), (2014, 350), (2015, 350), (2016, 350), (2017, 350), (2018, 350), (2018, 350), (2019, 350), (2020, 350), (2021, 350), (2022, 350)

Calf_Crop = GRAPH(TIME)

(2013, 0.55), (2014, 0.55), (2015, 0.55), (2016, 0.55), (2017, 0.55), (2018, 0.55), (2018, 0.55), (2019, 0.55), (2020, 0.55), (2021, 0.55), (2022, 0.55)

Fraksi_Pemotongan__SBD_Afkir = GRAPH(TIME)

(2013, 0.72), (2014, 0.72), (2015, 0.72), (2016, 0.72), (2017, 0.72), (2018, 0.72), (2018, 0.72), (2019, 0.72), (2020, 0.72), (2021, 0.72), (2022, 0.72)

Fraksi_Pemotongan__SBD_Produktif = GRAPH(TIME)

(2013, 0.28), (2014, 0.28), (2015, 0.28), (2016, 0.28), (2017, 0.28), (2018, 0.28), (2018, 0.28), (2019, 0.28), (2020, 0.28), (2021, 0.28), (2022, 0.28)

Peluang_Kematian_MD = GRAPH(TIME)

(2013, 0.038), (2014, 0.038), (2015, 0.038), (2015, 0.038), (2016, 0.038), (2017, 0.038), (2018, 0.038), (2018, 0.038), (2019, 0.038), (2020, 0.038), (2021, 0.038), (2021, 0.038), (2022, 0.038)

Peluang__Kematian_AS = GRAPH(TIME)

(35)

25 Lampiran 2 Target dan implementasi pengurangan kematian sapi

Target pencegahan

kematian sapi

Tahun implementasi

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Anak sapi (%) 8 6 4 4 2 2 2 2 2 2

Jantan muda (%) 3.8 2 1.5 1 1 1 1 1 1 1

Betina muda (%) 3.8 2 1.5 1 1 1 1 1 1 1

Jantan dewasa (%) 3.8 2 1.5 1 1 1 1 1 1 1

Betina dewasa (%) 3.8 2 1.5 1 1 1 1 1 1 1

(36)

26 Lampiran 3 Target dan implementasi pengurangan pemotongan betina produktif

Target pengurangan pemotongan sapi betina produktif

Tahun implementasi

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Persentase

pemotongan (%) 28 25 23 19 16 14 11 10 9 8

(37)

27 Lampiran 4 Target dan implementasi jangkauan inseminasi buatan

Target jangkauan inseminasi buatan

Tahun implementasi

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Rata-rata berat sapi jantan umur 3 tahun (kg)

350 353 359 370 379 384 385 386 392 396

Rata-rata berat sapi

betina afkir (kg) 300 300 304 315 331 348 350 352 364 370

Calf crop (%) 55 58 61 66 69 72 74 75 77 75

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 10 Juli 1991 di desa Cingkariang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak keempat dari berdelapan bersaudara dari pasangan Bapak Sagiar dan Ibu Farida. Pendidikan formal diawal dari sekolah MIN Sungai landai pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA 1 Negeri Banuhampu setelah lulus dari SMP 1 Banuhampu tahun 2007. Penulis menjadi bagian dari almamater Institut Pertanian Bogor setelah diterima menjadi mahasiswa melalui jalur USMI di tahun 2010. Selama berkuliah, penulis juga mendapat bantuan beasiswa pendidikan Bidik Misi.

Gambar

Tabel 1 Perkembangan produksi daging sapi di Kabupaten Bogor
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian adaptasi Harmini et al. (2011).
Gambar 2 Diagram causal loop untuk model ketersediaan daging sapi tidak
Gambar 3 Sub sistem penyediaan daging sapi di Kabupaten Bogor
+6

Referensi

Dokumen terkait

Mat Syukur (2001) dalam hasil studinya mengemukakan bahwa Karya Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan reflikasi gremeen bank sangat efektif sebagai instrumen delivery untuk

Bagaimana membuat program yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pengepakan persegi tiga dimensi menggunakan pendekatan firefly algorithm (FA).. Bagaimana

Tabungan Aneka Guna merupakan Produk Bank Aceh Syariah yang penyetoran dan penarikannya hanya dapat dilakukan di kantor Bank Aceh Syariah yang ada

Merancang sistem pengereman hidrolik yang sesuai dengan kendaraan bermotor roda tiga untuk penyandang disabilitas tidak hanya pembagian selang hidrolik ke rem cakram secara merata

Pemberitahuan untuk Ujian Ulang 1 akan diumumkan pada

ada di Desa Bangunsari Kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna dapat dilihat dari hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pengusaha maupun buruh mebel yaitu: 1. Hak dan

BANGKOK - Bagi memahami senario pertanian di negara lain yang lebih kurang sama iklimnya serta gunatanah untuk pertanian, seramai 25 pelajar Master Pengurusan Sumber

Model simulasi sistem dinamik yang dibuat untuk membantu PT Kasin dalam merencanakan kapasitas produksi sesuai dengan jumlah permintaan pelanggan telah