• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Kelimpahan Kumbang Carabidae Dan Staphylinidae Pada Empat Tipe Habitat Montana Di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Dan Kelimpahan Kumbang Carabidae Dan Staphylinidae Pada Empat Tipe Habitat Montana Di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG CARABIDAE

DAN STAPHYLINIDAE PADA EMPAT TIPE HABITAT MONTANA DI

GUNUNG BAWAKARAENG, SULAWESI SELATAN

AGMAL QODRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Carabidae dan Staphylinidae pada Empat Tipe Habitat Montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Agmal Qodri

(4)

RINGKASAN

AGMAL QODRI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Carabidae dan Staphylinidae pada Empat Tipe Habitat Montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan WORO ANGGRAITONINGSIH NOERDJITO.

Carabidae dan Staphylinidae adalah dua famili kumbang permukaan tanah yang umum ditemukan beragam dan melimpah di ekosistem hutan. Dua famili kumbang tersebut memiliki peran penting di ekosistem hutan, khususnya sebagai predator generalis. Montana merupakan tipe ekosistem hutan yang memiliki endemisitas tinggi. Belum ada laporan penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae di hutan Montana Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, serta letak Gunung Bawakaraeng di kawasan Wallacea menjadi alasan penting untuk melakukan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae beserta spesies kumbang asli pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan.

Pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae dilakukan sebanyak 1 kali pada bulan September sampai Oktober 2013 di 4 tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, yaitu lahan pertanian, hutan pinus, hutan campuran (hutan Eucalyptus dan hutan alam), dan hutan alam (2165 m dpl). Sampel Carabidae dan Staphylinidae dikoleksi dengan metode perangkap sumuran (PSM). Lima belas PSM disusun secara sistematis pada lahan pertanian dan secara acak pada tiga habitat lainnya dalam luasan petak 2400 m2 dengan jarak 10-20 m antar PSM, dan dipasang selama 2 hari. Sebagian sampel Carabidae dan Staphylinidae diidentifikasi hingga tingkat morfospesies, dan sebagian lainnya diidentifikasi hingga tingkat genus atau spesies. Ordo Coleoptera ditandai dengan adanya sayap depan keras (elitra). Subordo dibedakan atas Adephaga (koksa belakang membagi ruas abdomen pertama) dan Polyphaga (koksa belakang tidak membagi ruas abdomen pertama). Famili Carabidae memiliki karakter berupa elitra menutup abdomen dan terdapat sutura notopleural. Famili Staphylinidae dikarakterisasi dengan elitra tidak menutup abdomen dan tidak memiliki sutura notopleural. Karakter subfamili untuk famili Carabidae yang diamati meliputi panjang klipeus, letak mesepimera terhadap mesokoksa, dan bentuk tungkai depan. Karakter subfamili untuk famili Staphylinidae yang diamati meliputi letak pangkal antena (skapus), ada tidaknya oseli di posterior kepala, ukuran mata, posisi kepala, dan terlihat atau tidaknya skutelum. Verifikasi spesimen dilakukan oleh beberapa ahli Carabidae dan Staphylinidae. Faktor lingkungan yang diamati adalah suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah, dan pH tanah. Data Carabidae dan Staphylinidae adalah indeks keanekaragaman dan korelasi antara spesies dengan habitat dan faktor lingkungan. Penelitian ini berhasil mengoleksi kumbang Carabidae sebanyak 42 individu yang terdiri dari 3 subfamili, 6 genus, dan 9 spesies. Subfamili Harpalinae memiliki kekayaan spesies tertinggi yang terdiri dari 4 genus dan 7 spesies.

(5)

pinus, Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) di hutan alam (1835 m dpl), dan Platynini sp.1 (Harpalinae) di hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Staphylinidae yang berhasil dikoleksi pada penelitian ini lebih melimpah dan beragam dibandingkan Carabidae, yaitu sebanyak 260 individu yang terdiri dari 8 subfamili, 16 genus, dan 37 spesies. Subfamili Aleocharinae memiliki kekayaan spesies tertinggi yang terdiri dari 7 genus dan 13 spesies. Hanya 2 tipe habitat montana yang memiliki spesies asli Staphylinidae, yaitu Aleochara sp. (Aleocharinae), Paederus sp.1 (Paederinae), dan Xantholinini sp. (Staphylininae) di lahan pertanian dan Mycetoporini sp.2 (Tachyporinae) dan Paederus sp.2 (Staphylininae) di hutan alam (1835 dan 2165 m dpl).

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi, terdapat beberapa karakter utama di dalam masing-masing subfamili dari Carabidae dan Staphylinidae yang ditemukan. Carabidae terdiri dari subfamili Cicindelinae, Harpalinae, dan Scaritinae. Cicindelinae memiliki ukuran klipeus lebih lebar dari jarak antara perlekatan dua pangkal antena dan mesepimera mencapai mesokoksa. Harpalinae dicirikan dengan ukuran klipeus lebih sempit dari jarak antara perlekatan dua pangkal antena dan mesepimera tidak bersinggungan dengan mesokoksa. Scaritinae memiliki tungkai depan yang teradaptasi untuk menggali (fosorial) dan mesepimera mencapai mesokoksa. Staphylinidae terdiri dari subfamili Aleocharinae, Omaliinae, Osoriinae, Oxytelinae, Paederinae, Staphylininae, Steninae, dan Tachyporinae. Pangkal antena Aleocharinae melekat di depan kepala dekat anterior mata. Omaliinae memiliki dua oseli di posterior kepala. Ruas terakhir maksilari palpi Osoriinae lebih sempit dibandingkan ruas lainnya dan kepala berukuran besar hampir tidak menyempit ke posterior. Oxytelinae memiliki perlekatan antena di bawah sebuah bagian bulat (lobiform) di sisi anterior dekat mata dan prokoksa menonjol. Pangkal antena Paederinae melekat di bawah sudut anterior yang menonjol di depan kepala. Staphylininae dicirikan dengan dengan pangkal antena melekat pada tepi anterior kepala di sekitar pangkal mandibula. Steninae memiliki mata besar dan menonjol. Kepala Tachyporinae masuk ke dalam toraks.

Hasil Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan bahwa A. adelioides (Carabidae: Harpalinae), Aleochara sp. (Staphylinidae: Aleocharinae), dan Xantholinini sp. (Staphylinidae: Staphylininae) yang mengelompok di lahan pertanian menunjukkan korelasi positif terhadap suhu udara dan tanah, diduga menjadi habitat yang sesuai bagi ketiga spesies tersebut. Hipparidium shinjii

(Carabidae: Cicindelinae) yang mengelompok di hutan pinus tidak menunjukkan korelasi dengan semua faktor lingkungan. Serasah pinus dan tumbuhan paku diduga menjadi habitat yang sesuai bagi H. shinjii dalam mencari makan dengan cara kamuflase. Athetini sp.1 (Staphylinidae: Aleocharinae) dan Phloeonomus sp. (Staphylinidae: Omaliinae) yang mengelompok di hutan alam (2165 m dpl) menunjukkan korelasi positif terhadap kelembaban udara dan tanah. Kedua spesies tersebut diduga berperan sebagai saproxylic yang didukung dengan nilai kelembaban terendah berada di hutan alam (2165 m dpl).

(6)

SUMMARY

AGMAL QODRI. Diversity and Abundance of Carabid and Staphylinid Beetles in Four Montane Habitat Types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi. Supervised by RIKA RAFFIUDIN and WORO ANGGRAITONINGSIH NOERDJITO.

Carabidae and Staphylinide are the two soil beetle families which are commonly found abundant and diverse in forest ecosystem. They have important roles in forest ecosystems, especially as generalist predators. Montane is a type of ecosystem forest that has high endemism. No studies were reported about diversity and abundance of Carabidae and Staphylinidae in montane forest on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi, as well as the geographical position of the mountain in Wallacea be an important reason for doing this research. The aim of this study was to analyze the diversity and abundance of Carabidae and Staphylinidae with native species in four montane habitat types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi.

Sampling of Carabidae and Staphylinidae was conducted one time from September until October 2013 in 4 montane habitat types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi, i.e. agricultural area (1465 m asl), pine forest (1545 m asl), mixed forest (Eucalyptus forest and natural forest) (1835 m asl), and natural forest (2165 m asl). Carabidae and Staphylinidae were collected by pitfall trap method. Fifteen pitfall traps were systematically set up in agricultural area and randomly in the other three habitats in a plot area of 2400 m2 with a distance of 10-20 m between pitfall traps, and kept for two days. A part of samples of Carabidae and Staphylinidae were identified to morphospecies level, and the others were identified to genus or species level. Order Coleoptera is characterized by elytra. The suborder is distinguished by metacoxae divide the first abdominal sterna (Adephaga) and metacoxae not divide the first abdominal sterna (Polyphaga). Family Carabidae is characterized by elyta cover the abdomen and there are notopleural sutures, whereas Family Staphylinidae is distinguished by elytra not cover the abdomen and has no notopleural sutures. The observed characters of subfamily for Carabidae are the length of clypeus, disposition of mesepimera to mesocoxal cavities, and the form of front legs. The observed characters of subfamily for Staphylinidae are the insertion of base of antenna, have or have no ocelli on the posterior of head, eyes size, disposition of head, and scutellum visible or not. Verification of specimens was performed by coleopterists of Carabidae and Staphylinidae. Environmental variables were recorded including temperature, soil temperature, humidity, soil moisture, and soil pH. The data of Carabidae and Staphylinidae are the diversity index and correlation among species with habitat and environmental variables.

This study successfully collected a total of 42 individuals of carabid beetles belonging to 3 subfamilies, 6 genus, and 9 species. Subfamily Harpalinae has the highest species richness, i.e. 4 genus and 7 species. Aephnidius adelioides

(7)

(1835 and 2165 m asl). Collected Staphylinidae in this study is more abundant and diverse than Carabidae, i.e. a total of 260 individuals belonging to 8 subfamilies, 16 genus, and 37 species. Subfamily Aleocharinae has the highest species richness, i.e. 7 genus and 13 species. Only 2 montane habitat types have native staphylinid species, i.e. Aleochara sp., Paederus sp.1, and Xantholinini sp. were in agricultural area and Mycetoporini sp.2 and Paederus sp.2 were in natural forests (1835 and 2165 m asl).

Based on the results of morphological observation, there are several main characters in each subfamily of collected Carabidae and Staphylinidae. Carabidae consists of subfamily Cicindelinae, Harpalinae, and Scaritinae. Cicindelinae has clypeus extending laterally before bases of antennae and the mesepimera reaching the mesocoxae. Harpalinae is characterized by clypeus not extending laterally before bases of antennae and the mesepimera not reaching the mesocoxae. Scaritinae has prolegs is adapted for digging (fossorial) and the mesepimera reaching the mesocoxae. Staphylinidae consists of subfamily Aleocharinae, Omaliinae, Osoriinae, Oxytelinae, Paederinae, Staphylininae, Steninae, and Tachyporinae. The bases of antennae in Aleocharinae insert in front of the head near anterior of the eyes. Omaliinae has two ocelli in the posterior of head. Last segment of maxillary palpi in Osoriinae is narrower than other segments and has large-sized head nearly not constrict posteriorly. Oxytelinae has bases of antennae insert under the lobiform on anterior side near the eyes, and has prominent procoxae. The bases of antennae in Paederinae insert under the prominent anterior corner of the head. Staphylininae is characterized by the bases of antennae insert to the anterior edge of the head around the base of mandible. Steninae has large and prominent eyes. The head of Tachyporinae insert into the thorax.

The result of Canonical Correspondence Analysis indicated that Aephnidius adelioides (Carabidae: Harpalinae), Aleochara sp. (Staphylinidae: Aleocharinae), and Xantholinini sp. (Staphylinidae: Staphylininae) are clustered in agricultural area show a positive correlation to temperature and soil temperature, expected to be suitable open habitat for the three species. Hipparidium shinjii (Carabidae: Cicindelinae) shows no correlation with all the environmental variables. The pine litters and ferns are predicted to be a suitable habitat to H. shinjii for foraging by camouflaging. Athetini sp.1 (Staphylinidae: Aleocharinae) and Phloeonomus sp. (Staphylinidae: Omaliinae) are clustered in natural forest (2165 m asl) and show positive correlation to humidity and soil moisture. Both species are suspected to play a role as saproxylic which are supported by low humidity values in natural forest (2165 m asl).

Carabidae and Staphylinidae are found the most diverse in natural forest (2165 m asl). The highest abundance of Carabidae is in agricultural area, whereas Staphylinidae is still in natural forest (2165 m asl).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG CARABIDAE

DAN STAPHYLINIDAE PADA EMPAT TIPE HABITAT MONTANA DI

GUNUNG BAWAKARAENG, SULAWESI SELATAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah keanekaragaman, dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Carabidae dan Staphylinidae pada Empat Tipe Habitat Montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rika Raffiudin, MSi dan Ibu Prof Dr Woro Anggraitoningsih Noerdjito selaku pembimbing, Bapak Dr Tri Atmowidi, MSi selaku penguji luar komisi ujian tesis, serta Bapak Dr Berry Juliandi selaku perwakilan ketua program studi yang telah banyak memberikan saran dan arahannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa Unggulan (BU) dalam SK Nomor 71/DIKTI/Kep/2012, Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan yang telah memberikan izin penelitian, Kepala dan seluruh staff Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong yang telah memberikan fasilitas laboratorium dan bantuannya, Teman-teman Husni Mubarok, Ellena Yusti, dan Muhammad Rizaldi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih untuk teman seperjuangan Saudia Fitri Susanti, dan kawan-kawan lainnya yang selalu memotivasi. Kepada ayah, ibu, adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Koleksi Spesimen 6

Pemilahan Spesimen 7

Identifikasi 7

Faktor Lingkungan 9

Prosedur Analisis Data 9

3 HASIL 11

Keanekaragaman dan Kelimpahan Carabidae 11

Keanekaragaman dan Kelimpahan Staphylinidae 13

Faktor Lingkungan pada Empat Tipe Montana 16

Korelasi antara spesies Carabidae terhadap Faktor Lingkungan 17 Korelasi antara spesies Staphylinidae terhadap Faktor Lingkungan 18

Deskripsi Morfologi Spesies Carabidae 18

Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Carabidae 25

Deskripsi Morfologi Spesies Staphylinidae 25

Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Staphylinidae 41

4 PEMBAHASAN 44

Perbedaan Spesies Carabidae pada Masing-masing Tipe Montana 44 Tipe Montana yang Memiliki Spesies Asli Staphylinidae 45 Perbandingan Keanekaragaman dan Kelimpahan antara Kumbang

Carabidae dan Staphylinidae 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 48

Simpulan 48

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 52

(14)

DAFTAR TABEL

1 Koordinat dan ketinggian empat tipe habitat montana di kawasan

Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 3

2 Keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dari tiga subfamili pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng 11 3 Matriks kesamaan komunitas Carabidae pada habitat lahan pertanian

(LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis 12 4 Keanekaragaman dan kelimpahan Staphylinidae dari delapan subfamili

pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng 13 5 Matriks kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan

pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus

dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks

Bray-Curtis 15

6 Matriks kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran (hutan

Eucalyptus dan hutan alam) (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan

indeks Bray-Curtis 16

7 Faktor lingkungan pada empat tipe habitat montana di Gunung

Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 4 2 Habitat pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae 5 3 Skema penyusunan perangkap sumuran pada empat tipe habitat

montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 6

4 Desain perangkap 6

5 Karakter kumbang 8

6 Skematis Carabidae 8

7 Skematis Staphylinidae 9

8 Dendogram kesamaan komunitas Carabidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus

dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks

Bray-Curtis menggunakan metode pair-group 12

9 Dendogram kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus

dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks

Bray-Curtis menggunakan metode pair-group 15

10 Dendogram kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran (hutan

Eucalyptus dan hutan alam) (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group 16 11 Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan

hubungan antara spesies Carabidae, tipe habitat montana, dan faktor

(15)

12 Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Staphylinidae, tipe habitat montana, dan faktor

lingkungan 18

13 Hipparidium shinjii (Cicindelinae) 19

14 Spesies Carabidae (Harpalinae) 21

15 Harpaloxenus sp. (Cicindelinae) 22

16 Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) 23

17 Spesies Carabidae (Harpalinae: Platynini) 23

18 Clivina sp. (Scaritinae) 24

19 Tropimenelytron sp.1 (Aleocharinae) 26

20 Spesies Staphylinidae (Aleocharinae) 28

21 Spesies Staphylinidae (Aleocharinae: Homalotini) 30

22 Phloeonomus sp. (Omaliinae) 31

23 Eleusis sp. (Osoriinae) 31

24 Anotylus sp.1 (Oxytelinae) 32

25 Spesies Staphylinidae (Oxytelinae) 33

26 Medonina sp. (Paederinae) 35

27 Spesies Staphylinidae (Paederinae) 35

28 Philonthus sp.1 (Staphylininae) 37

29 Spesies Staphylinidae (Staphylininae) 38

30 Stenus sp. (Steninae) 39

31 Spesies Staphylinidae (Tachyporinae) 40

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sulawesi terletak dalam kelompok pulau biogeografi Wallacea yang menyebabkan pulau tersebut memiliki tingkat endemisitas dan keanekaragaman fauna yang tinggi (Myers 2000). Sejarah geologi Pulau Sulawesi hingga terbentuk empat lengan berbeda (utara, selatan, timur, tenggara) diakibatkan proses tektonik dari batas-batas lempeng aktif (Hamilton 1979). Gunung Bawakaraeng (2830 m dpl) terletak di lengan selatan di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dan paling terjangkau dari kota Makassar (90 km dari Makassar). Aktivitas vulkanik pada zaman Pleistosen menyebabkan terbentuknya Gunung Bawakaraeng (Hasnawir dan Kubota 2008).

Sulawesi memiliki beberapa tipe hutan, yaitu hutan dataran rendah (0-400 m dpl), hutan perbukitan (400-850 m dpl), hutan dataran tinggi (850-1500 m dpl), hutan montana (1500-2500 m dpl), dan hutan tropalpin (> 2500 m dpl) (Cannon et al. 2007). Hutan montana sering dianggap sebagai daerah yang memiliki keanekaragaman lebih rendah dibandingkan hutan dataran rendah. Akan tetapi, hutan montana memiliki endemisitas yang tinggi (Anderson dan Ashe 2000).

Pada ekosistem hutan montana, kumbang (Coleoptera) permukaan tanah termasuk salah satu artropoda yang mendominasi selain Araneae (laba-laba), Acari (tungau), Collembola (ekor pegas), dan Diptera (Sabu et al. 2011). Coleoptera memiliki karakteristik utama berupa sayap depan keras (elitra) yang melindungi sayap belakang tipis (Triplehorn dan Johnson 2005).

Selain mendominasi, kumbang permukaan tanah memiliki peran penting sebagai predator, dekomposer, dan fitofag (Nitzu et al. 2008). Carabidae merupakan salah satu famili kumbang permukaan tanah yang sebagian besar berperan sebagai predator (Nitzu et al. 2008), terutama predator generalis (memakan berbagai mangsa Arthropoda, seperti Collembola, tungau tanah (Oribatida), dan larva Diptera) (Ribera et al. 1999). Meskipun berperan sebagai predator, beberapa Carabidae dapat juga berperan sebagai pemakan biji tumbuhan (Honek et al. 2003). Carabidae dicirikan dengan elitra striat, memiliki sutura notopleural, dan termasuk ke dalam Subordo Adephaga dengan karakter utama, yaitu metakoksa membagi ruas abdomen pertama (Triplehorn dan Johnson 2005).

Kumbang permukaan tanah lain yang sebagian besar juga berperan sebagai predator generalis adalah Staphylinidae (Pohl et al. 2008). Sama halnya seperti Carabidae, selain berperan sebagai predator generalis, beberapa Staphylinidae berperan sebagai pemakan polen (Steel 1970) dan saprofag (Hanski & Hammond 1986). Staphylinidae dicirikan dengan elitra sangat pendek (umumnya lebih dari setengah abdomen tidak terlindungi elitra), tidak memiliki sutura notopleural, dan termasuk ke dalam Subordo Polyphaga dengan karakter utama, yaitu metakoksa tidak membagi ruas abdomen pertama (Triplehorn dan Johnson 2005).

(18)

2

(Bembidiini) umum terdapat di kawasan hutan montana tropis, pegunungan Andes, Peru tenggara (Maveety et al. 2011).

Populasi Staphylinidae yang terdapat di kawasan hutan montana juga menunjukkan pola keanekaragaman yang sama terhadap perbedaan ketinggian (Hanski dan Hammond 1986), seperti yang ditunjukkan oleh Maveety et al. (2011) pada spesies Carabidae. Anotylus sp. (Oxytelinae) dan Philonthus sp. (Staphylininae) adalah Staphylinidae yang umum terdapat di kawasan hutan montana di Gunung Mulu National Park, Malaysia (Hanski dan Hammond 1986).

Penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae di Gunung Bawakaraeng khususnya terkait dengan habitat montana belum pernah dilaporkan. Selain itu, letak Gunung Bawakaraeng dalam kawasan Wallacea menjadikan penelitian ini menarik dan perlu untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan dan (2) menganalisis spesies asli Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, sehingga dapat diketahui gambaran kondisi ekologi di masing-masing tipe habitat montana.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

3

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae dilakukan satu kali pada musim kemarau dari bulan September hingga Oktober 2013 di empat tipe habitat montana, Gunung Bawakaraeng, yaitu habitat I (lahan pertanian), habitat II (hutan pinus), habitat III (hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam), dan habitat IV (hutan alam) (Gambar 1, Tabel 1).

Pemilahan spesimen dan identifikasi dilakukan pada bulan November 2013 hingga Juni 2014 di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi (Puslit Biologi), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Analisis data dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Habitat I: Lahan Pertanian

Lahan pertanian terdiri dari: tanaman tomat (Solanaceae), labu (Cucurbitaceae), bawang perai (Alliaceae), dan sawi (Brassicaceae). Tidak ada tutupan kanopi pada habitat ini (Gambar 2).

Habitat II: Hutan Pinus

Didominasi oleh pohon pinus dan tumbuhan paku. Terdapat pula gulma

Ageratum sp. (Bandotan) (Gambar 2).

Habitat III: Hutan Campuran (Hutan Eucalyptus dan Hutan Alam)

Sebagian adalah hutan Eucalyptus, sebagian adalah hutan alam. Habitat hutan alam didominasi oleh pohon cempaka hutan Magnolia vrieseana

(Magnoliaceae) dan pohon-pohon berbatang besar lainnya yang ditumbuhi lumut dan tumbuhan epifit. Selain itu, pada habitat hutan alam banyak ditumbuhi semak

Leucosyke capitellata (Urticaceae) (Gambar 2).

Tabel 1 Koordinat dan ketinggian empat tipe habitat montana di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan

Kode Koordinat Tipe Habitat Montana Ketinggian

(20)

4

Habitat IV: Hutan Alam

Didominasi oleh pohon Melicope accedens (Rutaceae) dan pohon-pohon berbatang besar lainnya yang ditumbuhi lumut dan tumbuhan epifit. Kanopi pohon pada habitat ini paling padat dibandingkan habitat lainnya (Gambar 2).

(21)

5

Ia Ib

IIa IIb

IIIa IIIb

IVa IVb

(22)

6

Koleksi Spesimen

Carabidae dan Staphylinidae dikoleksi menggunakan perangkap sumuran (PSM) karena Carabidae dan Staphylinidae merupakan kumbang yang aktif merayap di permukaan tanah. Sebanyak 15 PSM disusun secara sistematis pada lahan pertanian dan disusun secara acak pada hutan pinus, hutan campuran, dan hutan alam. Jarak antar PSM adalah 10-20 m dalam luasan petak 2400 m2 di setiap habitat (Gambar 3). PSM dipasang selama dua hari. Perbedaan model penyusunan PSM pada tiga habitat montana (hutan pinus, hutan campuran, dan hutan alam) dengan lahan pertanian dikarenakan adanya hambatan, seperti letak pohon yang tidak teratur dan kontur permukaan tanah yang miring.

Gambar 3 Skema penyusunan perangkap sumuran pada empat tipe habitat

montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. – – Pitfall trap. (I) lahan pertanian, (II) hutan pinus, (III) hutan campuran: (A) hutan Eucalyptus (B) hutan alam, dan (IV) hutan alam.

I 10-20 m

II III

Sungai A

B

IV

Sungai

a b

Gambar 4 Desain perangkap. (a) perangkap sumuran (PSM), (b) konstruksi skematis PSM.

Alkohol 70% Gelas plastik Permukaan

tanah Kawat penyangga

(23)

7 Perangkap sumuran (PSM) menggunakan gelas plastik (tinggi 10 cm, diameter alas bawah 5.7 cm, dan diameter alas atas 9.2 cm) yang diletakkan di dalam tanah dengan bibir gelas rata terhadap permukaan tanah. Masing-masing PSM diisi dengan alkohol 70% sampai setengah tinggi gelas yang berfungsi sebagai agen pembunuh sekaligus pengawet spesimen. Atap transparan berukuran 20 x 20 cm, modifikasi Obrist dan Duelli (1996) digunakan sebagai pelindung PSM dari hujan dan jatuhan serasah, serta kawat digunakan sebagai penyangga atap. Jarak antara atap dengan permukaan tanah adalah 10 cm (Gambar 4).

Setelah dua hari, sampel Carabidae dan Staphylinidae serta larutan alkohol 70% di dalam perangkap sumuran (PSM) dipindahkan ke dalam plastik ½ kilogram yang telah diberi label (nomor PSM, tanggal pengambilan sampel, kolektor, dan habitat). Sampel Carabidae dan Staphylinide diproses lebih lanjut di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Puslit Biologi, LIPI Cibinong.

Pemilahan Spesimen

Sampel Carabidae dan Staphylinidae dipindahkan ke dalam cawan petri, lalu diamati di bawah mikroskop stereo untuk dipilah dari fauna lain. Sampel yang berukuran kecil (< 1 cm) dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml berisi alkohol 70%, sedangkan sampel yang berukuran besar (> 1 cm) dibungkus dalam kertas papilot. Sampel Carabidae dan Staphylinidae di-pinning untuk memudahkan dalam identifikasi.

Identifikasi

Spesimen Carabidae dan Staphylinidae diidentifikasi hingga tingkat subordo dan famili menurut Triplehorn dan Johson (2005). Carabidae diidentifikasi hingga tingkat genus menggunakan kunci identifikasi dari Andrewes (1929), Darlington (1970), dan Ito (2009). Dua spesimen Carabidae diidentifikasi hingga tingkat morfospesies menurut Fedorenko (2011) dan satu spesimen Carabidae diidentifikasi menurut Sawada dan Wiesner (2000).

Staphylinidae diidentifikasi hingga tingkat genus menggunakan kunci identifikasi dari Cameron (1930). Pada genus yang terdiri dari satu spesies, genus dianggap spesies. Pada genus yang terdiri dari lebih dari satu spesies, identifikasi dilakukan hingga tingkat morfospesies berdasarkan perbedaan morfologi eksternal. Tiap individu yang sama secara morfologi dianggap spesies, sehingga masing-masing morfospesies dapat mewakili spesies.

Karakter yang diamati pada tingkat subordo adalah metakoksa membagi atau tidak membagi ruas pertama abdomen (Gambar 5). Karakter yang diamati pada tingkat famili, yaitu elitra menutup atau tidak menutup abdomen dan ada tidaknya sutura notopleural (Gambar 6 dan 7).

(24)

8

morfospesies, karakter yang diamati meliputi: (a) panjang tubuh yang diukur dari tepi anterior toraks hingga ujung abdomen; (b) bentuk tubuh, pronotum, dan abdomen; (c) panjang dan lebar kepala, toraks, dan elitra; serta (d) pola warna tubuh. Istilah morfologi yang digunakan merujuk Kamus Istilah Entomologi (Sosromarsono et al. 2010).

a b

Gambar 6 Skematis Carabidae. (a) sisi dorsal, (b) sisi ventral. (ab) abdomen, (ant) antena, (el) elitra, (epm2) mesepimera, (fm) femur, (kli) klipeus, (ks2) mesokoksa, (ks3) metakoksa, (m) mata, (md) mandibula, (mksp) maksilari palpi, (nt1) pronotum, (sef) sefal, (sg) sutura gular, (sku) skutelum, (snpl) sutura notopleural, (tb) tibia,

(25)

9

Spesimen Carabidae dan Staphylinidae diverifikasi oleh ahli-ahli Coleoptera (Lampiran 1) dengan cara mengirimkan foto spesimen melalui email. Semua spesimen dideposit di Museum Zoologicum Bogoriense, LIPI Cibinong.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang diukur meliputi suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah, dan pH tanah. Suhu udara dan kelembaban udara diukur menggunakan termohigrometer digital. Suhu tanah diukur menggunakan termometer tanah. Kelembaban udara dan pH tanah diukur menggunakan soil tester Takemura. Kisaran kelembaban tanah pada soil tester

adalah 1% - 8% dan kisaran pH tanah adalah 3-8.

Prosedur Analisis Data

Data yang dianalisis meliputi: kekayaan spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H’), indeks Simpson / dominansi spesies (D),indeks kemerataan spesies (E) (Magurran 1988), indeks kesamaan Bray-Curtis (Somerfield 2008), dan hubungan antara spesies Carabidae dan Staphylinidae terhadap tipe habitat montana dan faktor lingkungan (Hammer dan Harper 2006).

1. Indeks keanekaragaman Shannon (H’) dihitung untuk mengetahui keanekaragaman Carabidae dan Staphylinidae dengan persamaan:

a b

Gambar 7 Skematis Staphylinidae. (a) sisi dorsal, (b) sisi ventral. Keterangan merujuk pada Gambar 6. Skala bar: 1 mm.

(26)

10

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman Shannon

pi = proporsi individu yang ditemukan pada spesies ke-i

2. Indeks Simpson (D) dihitung untuk mengetahui dominansi Carabidae dan Staphylinidae dengan persamaan:

Keterangan:

D = Indeks dominansi spesies

pi = proporsi individu pada spesies ke-i

3. Indeks kemerataan spesies (E) dihitung untuk mengetahui kemerataan Carabidae dan Staphylinidae dengan persamaan:

Keterangan:

E = indeks kemerataan

H’ = indeks keanekaragaman Shannon

S = Kekayaan spesies

4. Indeks kesamaan Bray-Curtis (Somerfield 2008) dianalisis untuk mempelajari kemiripan komunitas Carabidae dan Staphylinidae antar tipe habitat montana. Analisis data untuk indeks kesamaan Bray-Curtis dibuat dalam bentuk matriks dan dendogram menggunakan program Paleontological Statistics (PAST) versi 1.93 (Hammer dan Harper 2006). Data yang digunakan adalah data kelimpahan masing-masing spesies pada setiap tipe habitat montana, dan dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

yij = kelimpahan spesies ke-i pada sampel ke-j

yik = kelimpahan spesies ke-i pada sampel ke-k

5. Hubungan antara spesies Carabidae dan Staphylinidae, habitat montana, dan faktor lingkungan dianalisis menggunakan Canonical Correspondence Analysis (CCA) yang diterapkan dalam program Paleontological Statistics

(27)

11

3

HASIL

Keanekaragaman dan Kelimpahan Carabidae

Dalam satu kali pengambilan sampel dengan metode perangkap sumuran, pada empat tipe habitat montana diperoleh jumlah individu Carabidae lebih sedikit dibandingkan Staphylinidae, yaitu 42 individu, yang terdiri dari 3 subfamili, 6 genus, dan 9 spesies (Tabel 2). Subfamili Harpalinae adalah kumbang Carabidae yang paling banyak dikoleksi di kawasan Gunung Bawakaraeng, terdiri dari 7 spesies, salah satunya Aephinidius adelioides (Gambar 14a). Subfamili Cicindelinae dan Scaritinae masing-masing hanya dikoleksi 1 spesies, yaitu berturut-turut Hipparidium shinjii (Gambar 13c) dan Clivina sp. (Gambar 18e) (Tabel 2).

Keanekaragaman Carabidae tertinggi berada di hutan alam (2165 m dpl) (H’ = 1.098, E = 1) yang terdiri dari 3 spesies. Hutan pinus merupakan habitat dengan keanekaragaman dan kemerataan paling rendah (H’ = 0, E = 0) karena hanya ditemukan 1 individu Carabidae (Tabel 2).

Lahan pertanian merupakan habitat yang memiliki keanekaragaman lebih rendah dari hutan alam (2165 m dpl), tetapi memiliki kelimpahan Carabidae paling tinggi, sedangkan kelimpahan paling rendah terdapat di hutan pinus. Kelimpahan tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah lahan pertanian (36 individu), hutan alam (2165 m dpl) (3 individu), hutan campuran (2 individu), dan hutan pinus (1 individu) (Tabel 2).

Tabel 2 Keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dari tiga subfamili pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng

Subfamili

Singk. Tipe habitat montana Total

Spesies LP HP HEHA HA

(28)

12

Setiap habitat memiliki spesies asli kumbang Carabidae. Aephnidius adelioides (Harpalinae) (Gambar 14a) yang paling mendominasi di lahan pertanian. Spesies Carabidae lainnya, yaitu Hipparidium shinjii (Cicindelinae) (Gambar 13c), Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) (Gambar 16a), dan Platynini sp.1 (Harpalinae) (Gambar 17a) berturut-turut ditemukan di hutan pinus, di hutan alam (1835 m dpl) di bawah kanopi hutan berbatasan dengan daerah terbuka, dan di kedua hutan alam (1835 dan 2165 m dpl) (Tabel 2).

Indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan kesamaan komunitas Carabidae yang paling dekat adalah antara hutan campuran dan hutan alam (2165 m dpl) (0.4) (Tabel 3). Dendogram indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan bahwa komunitas Carabidae di lahan pertanian dan hutan pinus mengelompok tersendiri (Gambar 8).

Tabel 3 Matriks kesamaan komunitas Carabidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis

(29)

13

Keanekaragaman dan Kelimpahan Staphylinidae

Dalam satu kali pengambilan sampel, sebanyak 260 individu dari 8 subfamili, 16 genus, dan 37 spesies dikoleksi pada empat tipe habitat montana, dan 2 subfamili terbesar adalah Aleocharinae dan Staphylininae (Tabel 4). Subfamili Aleocharinae terdiri dari 13 spesies dan Subfamili Staphylininae terdiri dari 8 spesies. Sebagian besar dari spesies Aleocharinae dan Staphylininae mendominasi 3 tipe habitat montana, yaitu (1) Aleochara sp. (Aleocharinae) (Gambar 20b) dan Xantholinini sp. (Staphylininae) (Gambar 29g) mendominasi di lahan pertanian, (2) Tropimenelytron sp.1 (Aleocharinae) (Gambar 19b) dan

Philonthus sp.3 (Staphylininae) (Gambar 29b) mendominasi di hutan pinus, dan (3) Athetini sp.1 (Aleocharinae) (Gambar 20e) mendominasi di hutan alam (2165 m dpl). Spesies Staphylinidae lainnya, yaitu Paederus sp.1 (Paederinae) (Gambar 27b) ditemukan di lahan pertanian, serta Paederus sp.2 (Paederinae) (Gambar 27c) dan Mycetoporini sp.2 (Tachyporinae) (Gambar 31d) dikoleksi di kedua hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Dominansi spesies tidak ditemukan di hutan campuran (Tabel 4).

Keanekaragaman Staphylinidae meningkat dari lahan pertanian ke hutan alam (2165 m dpl). Keanekaragaman tertinggi berada di hutan alam (2165 m dpl) (H’ = 2.525, E = 0.842) yang terdiri dari 20 spesies. Lahan pertanian merupakan habitat dengan keanekaragaman dan kemerataan paling rendah (H’ = 1.632, E = 0.68) (Tabel 4).

Kelimpahan Staphylinidae tertinggi berada di hutan alam (2165 m dpl), sedangkan kelimpahan terendah berada di hutan campuran. Kelimpahan tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah hutan alam (2165 m dpl) (90 individu), lahan pertanian (77 individu), hutan pinus (70 individu), dan hutan campuran (23 individu) (Tabel 4).

(30)

14

Sama halnya dengan Carabidae, indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan kesamaan komunitas Staphylinidae yang paling dekat adalah antara hutan campuran dan hutan alam (2165 m dpl) (0.26549) (Tabel 5). Dendogram indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan lahan pertanian memiliki kesamaan komunitas yang paling jauh dengan tipe habitat lainnya (Gambar 9).

Lanjutan Tabel 4 Subfamili

Singk. Tipe habitat montana Total

Spesies LP HP HEHA HA

(31)

15

Data gabungan sampel Carabidae dan Staphylinidae yang dianalisis dalam bentuk dendogram indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan kesesuaian antara kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae dengan kesamaan komunitas Staphylinidae (Gambar 10). Indeks tersebut menunjukkan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada hutan campuran paling dekat dengan komunitas Carabidae dan Staphylinidae di hutan alam (2165 m dpl) (0.27119) (Tabel 6).

Tabel 5 Matriks kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan

Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis

Habitat Matriks kesamaan komunitas

LP HP HEHA HA

LP

HP 0.081633

HEHA 0.04 0.15054

HA 0.023952 0.25 0.26549

Gambar 9 Dendogram kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan

Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group

S

im

il

ar

it

y

0.96

0.84

0.72

0.60

0.48

0.36

0.24

0.12

0.00

(32)

16

Faktor Lingkungan pada Empat Tipe Montana

Data lingkungan di Gunung Bawakaraeng menunjukkan bahwa lahan pertanian memiliki suhu udara (33.77 oC) dan suhu tanah (21.63 oC) tertinggi, namun memiliki kelembaban udara (31.67%) dan kelembaban tanah (1.33%) paling rendah dibandingkan habitat lainnya. Sebaliknya, hutan alam tercatat memiliki suhu udara (22.77 oC) dan suhu tanah (18.23 oC) terendah, tetapi memiliki kelembaban udara (66%) dan kelembaban tanah (7%) tertinggi (Tabel 7).

Tabel 6 Matriks kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada

(33)

17

Korelasi antara Spesies Carabidae terhadap Faktor Lingkungan

Spesies A. adelioides (Harpalinae) adalah Carabidae yang paling melimpah di lahan pertanian. Spesies Carabidae yang dikoleksi hanya di hutan pinus adalah

Hipparidium shinjii (Cicindelinae). Berdasarkan Canonical Correspondence Analysis (CCA), Aephnidius adelioides yang mengelompok bersama Egadroma

sp., Harpaloxenus sp. (Harpalinae), dan Clivina sp. (Scaritinae) di lahan pertanian memiliki korelasi positif terhadap suhu udara dan tanah, sementara H. shinjii tidak berkorelasi terhadap semua faktor lingkungan (Gambar 11).

Tabel 7 Faktor lingkungan pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan

No Variabel Singk. Tipe habitat montana

LP HP HEHA HA Keterangan tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1; Singk.: singkatan.

Gambar 11 Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Carabidae ( ), tipe habitat montana ( ), dan faktor lingkungan ( ). Nama spesies merujuk pada Tabel 2. Faktor lingkungan merujuk pada Tabel 7. Tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1.

(34)

18

Korelasi antara Spesies Staphylinidae terhadap Faktor Lingkungan

Staphylinidae yang paling melimpah di lahan pertanian adalah Aleochara sp. (Aleocharinae) dan Xantholinini sp. (Staphylininae). Analisis CCA menunjukkan bahwa Aleochara sp. dan Xantholinini sp. yang mengelompok di lahan pertanian bersama Paederus sp.1 (Paederinae) salah satunya memiliki korelasi positif terhadap suhu udara dan tanah (Gambar 12).

Dua spesies Staphylinidae dari keseluruhan yang hanya ditemukan di hutan alam (2165 m dpl) adalah Athetini sp.1 (Aleocharinae) dan Phloeonomus sp. (Omaliinae). Kedua spesies tersebut mengelompok di hutan alam (2165 m dpl) bersama Anotylus sp.1, Anotylus sp.2, dan Anotylus sp.3 (Oxytelinae) diantaranya, dan memiliki korelasi positif terhadap kelembaban udara dan tanah (Gambar 12).

Deskripsi Morfologi Spesies Carabidae

Kumbang Carabidae termasuk ke dalam Subordo Adephaga yang dicirikan dengan metakoksa membagi ruas abdomen pertama sehingga sklerit yang terlihat jelas adalah sklerit 2-5. Famili Carabidae memiliki karakteristik berupa elitra striat (bergaris lekuk) yang menutup abdomen dan terdapat sutura notopleural di prosternum. Carabidae yang dikoleksi dalam penelitian ini terdiri dari 3 subfamili, yaitu Cicindelinae (1 spesies), Harpalinae (7 spesies), dan Scaritinae (1 spesies). Deskripsi morfologi spesies Carabidae berdasarkan karakter morfologi yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:

Gambar 12 Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Staphylinidae ( ), tipe habitat montana ( ), dan faktor lingkungan ( ). Nama spesies merujuk pada Tabel 4. Faktor lingkungan pada Tabel 7. Tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1.

(35)

19 Subfamili Cicindelinae

Karakter subfamili ini adalah klipeus melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Gambar 13a), mesepimera mencapai mesokoksa, tungkai depan ramping dan panjang. Pada subfamili ini ditemukan spesies Hipparidium shinjii (Gambar 13c) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 15 mm. Kepala berwarna coklat tua di bagian dorsal. Labrum, maksilari palpi, dan labial palpi berwarna kekuningan (testaceous), serta mandibula kekuningan berbentuk sabit. Pronotum agak persegi, berwarna tembaga, dengan sisi-sisi membulat. Elitra lebih lebar dari kepala dengan mata, elitron agak berbentuk jajaran genjang, berwarna coklat gelap dengan makulasi berwarna hitam, dan pita marginal lebar. Sisi ventral berwarna hitam dengan pantulan hijau kebiruan. Tungkai panjang dan ramping berwarna hitam, dengan bagian femur berwarna hijau kebiruan, ditutupi seta berwarna putih. Trokanter berwarna jingga.

Subfamili Harpalinae

Karakter subfamili ini adalah klipeus tidak melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Gambar 16c), mesepimera tidak mencapai mesokoksa (Gambar 15c), dan tungkai depan agak panjang. Pada subfamili ini ditemukan spesies

Aephnidius adelioides, Egadroma sp., Harpaloxenus sp., Pseudotrichotichnus sp., Trigonotomi (Lesticus sp.?), dan Platynini sp.

a b

c d

Gambar 13 Hipparidium shinjii (Cicindelinae). (a) kepala, (b) skematis kepala, (c) sisi dorsal, (d) sisi ventral. (1) mata, (2) antena, (3) klipeus, (4) labrum, (5) mandibula. Skala bar: 1 mm.

1

2 3

(36)

20

a. Spesies Aephnidius adelioides

Panjang tubuh 4.5 mm. Tubuh berwarna hampir keseluruhan hitam. Mandibula lebar berbentuk semisirkuler, serta palpi dan antena berwarna coklat. Toraks membentuk seperti kapak dengan tepi anterior cekung, tepi posterior lurus tetapi membulat di tengah, garis tengah terlihat samar. Tungkai berwarna hitam sedikit kemerahan, dengan trokanter berwarna kemerahan. Sisi ventral hampir keseluruhan berwarna hitam (Gambar 14a).

b. Spesies Egadroma sp.

Panjang tubuh 5 mm. Tubuh hampir seluruhnya berwarna coklat. Ujung mandibula berwarna hitam, palpi berwarna coklat kekuningan, antena berwarna coklat gelap dengan ruas pertama dan kedua berwarna kekuningan, di depan mata terdapat satu seta. Tepi lateral dari pronotum berwarna kekuningan, tepi protoraks permukaan dorsal dengan satu 1 di bagian anterior, terdapat stria pendek pada masing-masing sisi skutelum atau dekat dengan skutelum (scutellar striole), dan bercak kuning pucat pada elitra (Gambar 14b).

c. Spesies Pseudotrichotichnus sp.

Panjang tubuh 6 mm. Tubuh memanjang, agak cembung. Palpi, antena, tarsi, tibia, femur berwarna coklat. Kepala agak besar dan cembung. Labrum agak persegi. Maksilari palpi mirip Harpaloxenus sp., tetapi ruas terakhir lebih gemuk berbentuk fusiform (menggelendong). Antena pendek, 11 ruas. Pronotum hampir persegi dengan kedua sisi lateral melengkung (Gambar 14c).

d. Spesies Harpaloxenus sp.

Panjang tubuh 7 mm. Sisi dorsal tubuh berwarna hitam. Mata menonjol. Labrum berseta dengan ujung membulat. Maksilari palpi dengan ruas 1 pendek, ruas 2 gemuk dan panjang, pangkal ruas 3 ramping lalu melebar dengan teratur hingga ruas 4, ujung ruas 4 seperti terpotong. Antena 11 ruas, pubesen (berseta/berambut). Pronotum agak persegi dengan 1 makroseta di masing-masing tepi anterior protoraks (seta pronotal anterolateral), tepi lateral membulat dan kekuningan, garis tengah terlihat samar. Elitra dengan stria dalam dan scutellar striole. Tungkai berwarna coklat kekuningan, femur gemuk, tibia berduri, formula tarsi 5-5-5 (Gambar 15a).

e. Spesies Trigonotomi (Lesticus sp.?)

(37)

21

f. Tribe Platyinini

Karakter tribe ini adalah ruas antena 3 dengan beberapa seta atau tidak pubesen. Identifikasi hingga tingkat genus dan spesies belum dapat dilakukan. Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, ditemukan 2 spesies pada tribe ini, yaitu Platynini sp.1 (Gambar 17a) dan Platynini sp.2 (Gambar 17b).

Platynini sp.1 memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 5 mm. Tubuh berbentuk oval memanjang, sisi dorsal berwarna merah marun dengan pantulan gelap. Antena, alat mulut, dan tungkai berwarna coklat kekuningan, dimana tungkai berwarna lebih gelap. Kepala agak tebal ke posterior, mata agak kecil dan pipih dengan 2 seta supraokuler, klipeus berbentuk trapesium, labrum agak persegi, maksilari palpi panjang. Pronotum sedikit trapesium dengan sisi lateral membulat, tidak ada

a

b c

Gambar 14 Spesies Carabidae (Harpalinae). (a) Aephnidius adelioides, (b)

(38)

22

seta pronotal anterolateral. Elitra agak cembung dengan sisi lateral membulat, stria tidak membentuk ceruk/titik (impunctate). Tungkai panjang.

Platynini sp.2 memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 6 mm. Tubuh gemuk, berwarna hampir keseluruhan hitam. Alat mulut, antena, dan tungkai berwarna coklat gelap. Kepala agak tebal ke posterior, mata agak kecil dan pipih dengan 2 seta supraokuler, labrum agak persegi, maksilari palpi panjang. Pangkal pronotum dan elitra lebar. Pronotum berbentuk trapesium dengan lebar maksimum lebih dari dua kali lebar kepala, terdapat seta pronotal anterolateral. Sisi lateral dasar pronotum berwarna kecoklatan. Elitra sedikit oval dengan sisi lateral membulat pada bagian ujung, sementara pada pangkal tidak membulat. Tungkai panjang.

a

b c

Gambar 15 Harpaloxenus sp. (Harpalinae). (a) sisi dorsal, (b) sternum, (c) skematis sternum. (1) mesepimera, (2) mesokoksa. Skala bar pada Gambar 15a: 1 mm.

1

(39)

23

a b

Gambar 17 Spesies Carabidae (Harpalinae: Platynini). (a) Platynini sp.1 (b) Platynini sp.2. Skala bar: 1 mm.

a

b c

Gambar 16 Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae). (a) sisi dorsal, (b) kepala, (c) skematis kepala. (1) klipeus, (2) antena. Skala bar pada Gambar 16a: 1 mm.

1

2

(40)

24

Subfamili Scaritinae

Karakter subfamili ini adalah klipeus tidak melebar ke lateral sebelum pangkal antena, mesepimera mencapai mesokoksa (Gambar 18b), tungkai depan gemuk dan termodifikasi untuk menggali (Gambar 18d). Pada subfamili ini ditemukan spesies Clivina sp. (Gambar 18e) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 5 mm, bentuk tubuh memanjang, kepala sedikit lebih sempit dari protoraks, mata menonjol, sisi lateral kepala di depan mata membentuk pelat frontal (Gambar 18g) yang membulat, antena filiform. Toraks cembung, sedikit persegi, pangkal melengkung, garis tengah sangat jelas terlihat. Elitra cembung dengan 7 stria membentuk ceruk/titik (punctuate).

a b

e

c d

f g

Gambar 18 Clivina sp. (Scaritinae). (a) sternum, (b) skematis sternum, (c) tungkai depan tipe menggali (fosorial), (d) skematis tungkai depan, (f) kepala, (g) skematis kepala. (1) mesepimera, (2) mesokoksa, (3) pelat frontal. Skala bar pada Gambar 18e: 1 mm.

2 1

3

1

(41)

25

Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Carabidae

1a Klipeus melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Cicindelinae) (Gambar

13a, b)... Hipparidium shinjii

(Gambar 13c, d) 1b Klipeus tidak melebar ke lateral sebelum

pangkal antena (Gambar 16b, c)... 2 2a Mesepimera mencapai mesokoksa

(Scaritinae) (Gambar 18a)... Clivina sp. (Gambar 18e) 2b Mesepimera tidak mencapai mesokoksa

(Harpalinae) (Gambar 15c)... 3 3a Mata tidak menonjol... 4 3b Mata menonjol atau agak menonjol... 5

4a Memiliki seta pronotal anterolateral... Platynini sp.2 (Gambar 17b) 4b Tidak ada seta pronotal anterolateral... Platynini sp.1

(Gambar 17a) 5a Pronotum dengan tepi lateral sangat

berlekuk dekat pangkal... Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Gambar 16a)

5b Pronotum dengan tepi lateral tidak berlekuk dekat pangkal... 6

6a Terdapat bercak kuning pucat pada elitra... Egadroma sp. (Gambar 14b) 6b Tidak ada bercak kuning pucat pada

elitra... 7

7a Skutelum besar... Aephnidius adelioides

(Gambar 14a) 7b Skutelum kecil... 8

8a Ruas terakhir maksilari palpi ramping... Harpaloxenus sp. (Gambar 15a)

8b Ruas terakhir maksilari palpi gemuk... Pseudotrichotichnus sp. (Gambar 14c)

Deskripsi Morfologi Spesies Staphylinidae

(42)

26

Tachyporinae (3 spesies). Deskripsi morfologi spesies Staphylinidae berdasarkan karakter morfologi yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:

Subfamili Aleocharinae

Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di depan kepala dekat anterior mata (Gambar 19a), tidak ada oseli di posterior mata, mata pipih berukuran kecil hingga sedang, kepala tidak masuk ke dalam toraks, skutelum terlihat. Pada subfamili ini ditemukan spesies Tropimenelytron sp.,

Aleochara sp., Drusilla sp., Atheta sp., Athetini sp., Anomognathus sp.,

Coenonica sp., Homalotini sp., dan Neosilusa sp. a. Genus Tropimenelytron

Pada genus ini ditemukan 2 spesies, yaitu Tropimenelytron sp.1 (Gambar 19b) dan Tropimenelytron sp.2 (Gambar 20a). Karakter genus ini adalah panjang tubuh 2.2-3.4 mm. Warna tubuh dari coklat hingga hitam. Kepala bulat. Pronotum agak persegi ditutupi oleh seta, tepi anterior lurus sedangkan pangkal cembung, memiliki beberapa makroseta di lateral. Elitra lebih panjang dari pronotum, berwarna dari kuning kecoklatan hingga coklat kehitaman. Tungkai berwarna kuning kecoklatan. Perbedaan pada kedua spesies adalah pangkal pronotum

Tropimenelytron sp.2 lebih lancip dibandingkan Tropimenelytron sp.1. b. Spesies Aleochara sp.

Panjang tubuh 3.5 mm. Tubuh hampir seluruhnya berwarna hitam dan ditutupi oleh seta, sehingga permukaan tubuh terkesan agak kasar. Kepala lebih sempit dari toraks, leher tersembunyi, mata tidak menonjol. Antena pendek dan gemuk, ruas antena 1-3 berwarna kekuningan. Elitra berwarna coklat lebih pendek daripada toraks. Tarsi belakang sepanjang tibia. Cakar sederhana, sedikit melengkung (Gambar 20b).

a b

Gambar 19 Tropimenelytron sp.1 (Aleocharinae). (a) skematis kepala, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) mata, (3) sefal, (4) toraks, (5) skutelum. Skala bar: 1 mm.

2 1

3

4

(43)

27 c. Spesies Drusilla sp.

Panjang tubuh 6 mm. Tubuh berwarna hitam. Kepala mengilap, leher tidak tersembunyi dari tepi anterior toraks. Antena lebih panjang dari kepala dan toraks, berwarna coklat, ruas 2 paling ramping dibandingkan ruas lainnya. Toraks agak persegi, membentuk ceruk/titik secara kasar, dari anterior ke posterior sedikit menyempit, di bagian tengah pronotum terbentuk lekuk dalam. Elitra lebih pendek dari toraks, membentuk ceruk secara kasar, di tepi posterior sedikit berlekuk. Abdomen mengilap berbentuk fusiform, 3 pangkal tergum abdomen yang terlihat pertama terbentuk cetakan. Tungkai panjang dan ramping, berwarna coklat, tibia bersilia tanpa makroseta. Formula tarsi 4-5-5, ruas metatarsus 1 sama panjang dengan gabungan ruas metatarsus 2 dan 3. Cakar berlekuk dan sederhana (Gambar 20c).

d. Spesies Atheta sp.

Panjang tubuh 2 mm. Kepala berwarna coklat lebih kecil dari toraks, terlihat sedikit membulat. Toraks berwarna coklat lebih cerah dari kepala; berbentuk agak persegi, ukuran lebar lebih panjang dibandingkan ukuran panjang. Elitra emarjinat (bertakik) di posterior, lebih panjang dari toraks, berwarna coklat gelap. Ruas abdomen 1-2 berwarna coklat kekuningan sedangkan ruas abdomen 3-6 berwarna gelap, 3 ruas abdomen pertama terbentuk cetakan di pangkal. Tungkai memiliki warna dan kecerahan yang hampir sama dengan ruas abdomen 1-2 (Gambar 20d). e. Tribe Athetini

Karakter tribe ini adalah cakram toraks pubesen (berambut), elitra sepanjang atau lebih panjang dari toraks. Genus Tropimenelytron dan Atheta juga termasuk ke dalam Tribe Athetini. Terdapat 4 spesies yang belum dapat didentifikasi hingga tingkat genus berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, yaitu Athetini sp.1 (Gambar 20e), Athetini sp.2 (Gambar 20f), Athetini sp.3 (Gambar 20g), dan Athetini sp.4 (Gambar 20h).

Athetini sp.1 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 3 mm. Kepala bulat berwarna hitam. Sutura gular tidak menyatu. Antena 11 ruas, dimana ruas 1 berwarna coklat kekuningan. Pronotum agak persegi berwarna coklat kehitaman; tepi anterior lurus sedangkan pangkal cembung; memiliki 3 makroseta di lateral yang terletak di anterior, tengah, dan posterior. Elitra lebih panjang dari pronotum, berwarna kuning, tepi posterior lurus. Abdomen berwarna hitam agak kecoklatan, cenderung melebar dari pangkal hingga ruas sebelum ruas terakhir, ruas terakhir abdomen menyempit dari pangkal ke ujung dengan bagian posterior terpotong datar pada ujung (trunkat), pangkal tergum abdomen 1-3 terbentuk cetakan yang lebih lebar dibandingkan pangkal tergum abdomen 4. Tungkai berwarna coklat kekuningan (Gambar 20e).

(44)

28

a b

c d e

f g h

(45)

29 Athetini sp.3 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 2 mm. Kepala, antena, dan pronotum memiliki ciri yang sama dengan Athetini sp.1, tetapi Athetini sp.3 memiliki 4 makroseta pada tepi lateral pronotum. Elitra berwarna coklat dengan tepi posterior lurus. Abdomen melebar dari pangkal hingga ujung sebelum ruas terakhir; ruas 1-3, 6 berwarna coklat; ruas 4-5 berwarna hitam. Tungkai berwarna coklat kekuningan (Gambar 20g).

Athetini sp.4 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 1.5 mm. Tubuh berwarna coklat gelap. Kepala dan antena berwarna kehitaman. Pronotum agak persegi dengan 3 makroseta lateral, pangkal cembung. Elitra berwarna coklat dengan tepi posterior lurus. Warna abdomen dan tungkai mirip seperti Athetini sp.3 (Gambar 20h).

f. Spesies Anomognathus sp.

Panjang tubuh 1.2 mm. Tubuh berbentuk pipih. Kepala persegi, lebih panjang dari toraks, sedikit lebih lebar daripada panjang. Antena dengan ruas 1-3 kekuningan dan ruas 4-11 coklat. Toraks agak persegi hampir selebar kepala. Elitra trunkat. Terbentuk cetakan pada pangkal tergum abdomen 1-4, ruas abdomen 4 berwarna gelap. Tungkai agak pendek (Gambar 21a).

g. Spesies Coenonica sp.

Panjang tubuh 1.5 mm. Tubuh berwarna coklat, permukaan tubuh terlihat kasar. Kepala lebih sempit dari toraks. Ruas antena 1-3, 11 berwarna kekuningan, ruas antena 4-10 berwarna coklat gelap. Elitra lebih panjang dan lebar dari toraks. Tergit abdomen dihiasi ceruk panjang yang tersusun tidak teratur (Gambar 21b). h. Spesies Homalotini sp.

Kumbang Staphylinidae ini adalah 1 spesies dari Tribe Homalotini yang belum dapat diidentifikasi hingga tingkat genus (Homalotini sp.). Spesies

Anomognathus sp., Coenonica sp., dan Neosilusa sp. juga termasuk ke dalam Tribe Homalotini. Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, Homalotini sp. memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 1.5 mm. Tubuh berwarna coklat. Kepala berwarna hitam, sedikit lebih kecil dari toraks; antena 11 ruas berwarna coklat gelap, tetapi ruas 1 berwarna kekuningan, tampak melebar dari pangkal hingga ke ujung. Pronotum agak trapesium, pangkal pronotum sedikit lebih lebar dari pangkal elitra, tepi lateral cembung. Elitra lebih panjang dari pronotum. Dari kepala hingga ujung elitra terlihat melebar dengan teratur. Lima ruas abdomen yang terlihat pertama terbentuk cetakan pada pangkal tergum, ruas abdomen 5 paling panjang. Tungkai berwarna kuning (Gambar 21c).

i. Spesies Neosilusa sp.

(46)

30

Subfamili Omaliinae

Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sebuah lobiform (bagian berbentuk bulat) di sisi anterior dekat mata, terdapat 2 oseli di bagian posterior kepala, mata agak menonjol, kepala tidak masuk ke dalam toraks, skutelum terlihat (Gambar 22a). Pada subfamili ini ditemukan spesies Phloeonomus sp. (Gambar 22b) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 2.2 mm. Tubuh sedikit pipih, memanjang, berwarna kuning kecoklatan. Kepala sedikit berbentuk segitiga, mata agak menonjol, leher tebal, mandibula tebal, maksilari palpi panjang dan ramping. Toraks lebih lebar daripada panjang, membulat dari sudut anterior hingga 2/3 panjang toraks. Elitra 2 kali panjang toraks, skutelum berbentuk segitiga. Kepala, toraks, dan elitra membentuk ceruk jelas. Abdomen seperti kulit (coriaceous), berbentuk agak oval, menyempit ke ujung.

a b

c d

Gambar 21 Spesies Staphylinidae (Aleocharinae: Homalotini). (a)

Anomognathus sp., (b) Coenonica sp., (c) Homalotini sp., (d)

(47)

31

Subfamili Osoriinae

Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sebuah lobiform di sisi anterior dekat mata, tidak ada oseli di posterior kepala, mata berukuran sedang, kepala besar hampir tidak menyempit ke posterior, skutelum terlihat (Gambar 23a). Pada subfamili ini ditemukan spesies Eleusis sp. (Gambar 23b) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 3.2 mm, kepala hitam, lebih lebar daripada panjang; antena berwarna karat (ferruginous); mandibula lancip; sutura gular menyatu, kecuali di posterior. Toraks hitam, lebih lebar daripada panjang; prosternum besar, membulat di anterior dan posterior; metasternum besar, memisahkan mesokoksa dan metakoksa; metakoksa menempel pada pangkal metasternum. Elitra trunkat, berwarna coklat, hampir 2 kali panjang toraks. Tibia berduri secara eksternal. Tubuh pipih dan hampir gundul/halus, tanpa seta (glabrous).

a b

Gambar 22 Phloeonomus sp. (Omaliinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) lobiform, (3) oseli, (4) mata, (5) toraks, (6) skutelum. Skala bar: 1 mm.

3

4 1

6 2

5

a b

Gambar 23 Eleusis sp. (Osoriinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) lobiform, (2) pangkal antena, (3) sefal, (4) mata, (5) toraks, (6) skutelum. Skala bar: 1 mm.

2

3 4

6 1

(48)

32

Subfamili Oxytelinae

Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sebuah lobiform (bagian berbentuk bulat) di sisi anterior dekat mata, tidak ada oseli di posterior kepala, mata berukuran kecil sedikit menonjol, kepala tidak masuk ke dalam toraks, skutelum tidak terlihat (Gambar 24a). Pada subfamili ini ditemukan 1 genus Anotylus yang terdiri dari 6 spesies, yaitu Anotylus sp.1,

Anotylus sp.2, Anotylus sp.3, Anotylus sp.4, Anotylus sp.5, dan Anotylus sp.6. Karakter genus tersebut adalah tubuh pipih memanjang; kepala hitam membentuk ceruk/titik, secara umum lebih sempit dari toraks, terdapat cekungan dalam di anterior yang melebar di antara pangkal antena; ruas antena 1 tidak menyempit sebelum ujung, agak sama panjang dengan ruas antena terakhir; leher tebal; sutura gular menyatu; mandibula agak ramping dan lancip; maksilari palpi 4 ruas dengan ruas 1-3 gemuk, ruas 4 ramping; tibia berduri; skutelum tersembunyi.

a. Spesies Anotylus sp.1

Panjang tubuh 2.2 mm. Pronotum agak persegi panjang lebih pendek dan sempit dari elitra, berwarna coklat lebih terang dibandingkan warna coklat pada elitra dan abdomen, terdapat 1 sulkus dangkal di tengah, tepi anterior sedikit cekung, tepi posterior cembung. Sisi lateral 4 abdomen yang pertama terlihat hampir lurus, kemudian melancip ke ujung (Gambar 24b).

b. Spesies Anotylus sp.2

Panjang tubuh 3.2 mm. Pronotum hampir serupa dengan Anotylus sp.1, tetapi tepi anterior hampir lurus, memiliki 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior. Abdomen agak oval, seperti kulit; dari 7 abdomen yang terlihat, terdapat corak hitam di tergit abdomen 3-4 dan 6 (Gambar 25a).

a b

Gambar 24 Anotylus sp.1 (Oxytelinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) lobiform, (3) sefal, (4) toraks. Skala bar: 1 mm

1

2 3

(49)

33

c. Spesies Anotylus sp.3

Panjang tubuh 2.2 mm. Pronotum agak persegi, lebih sempit dari elitra, tepi anterior dan posterior cembung, terdapat 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior. Abdomen seperti kulit, sisi membulat dan memanjang, berwarna paling gelap (hitam) dari bagian tubuh lainnya (Gambar 25b).

d. Spesies Anotylus sp.4

Panjang tubuh 2 mm. Kepala, pronotum, dan elitra hampir memiliki lebar yang sama. Permukaan pronotum tampak kokoh dengan 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior, tepi anterior sedikit cekung, tepi posterior cembung. Sisi lateral 4 abdomen yang pertama terlihat hampir lurus, kemudian melancip ke ujung (Gambar 25c).

a b

c d e

Gambar 25 Spesies Staphylinidae (Oxytelinae). (a) Anotylus sp.2, (b) Anotylus

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi
Gambar 2  Habitat pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae. (I) lahan pertanian (a) labu, (b) bawang perai, sawi, dan tomat; (II) hutan pinus (a) pemandangan umum, (b) tumbuhan paku; (III) hutan campuran (a) hutan Eucalyptus, (b) hutan alam; dan (IV)
Gambar 4  Desain perangkap. (a) perangkap sumuran (PSM), (b) konstruksi
Gambar 6  Skematis Carabidae. (a) sisi dorsal, (b) sisi ventral. (ab) abdomen, (ant) antena, (el) elitra, (epm2) mesepimera, (fm) femur, (kli) klipeus, (ks2) mesokoksa, (ks3) metakoksa, (m) mata, (md) mandibula, (mksp) maksilari palpi, (nt1) pronotum, (sef
+7

Referensi

Dokumen terkait