• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Genetik Dan Rekonstruksi Filogeni Ikan Kerapu Genus Epinephelus Dari Beberapa Perairan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Genetik Dan Rekonstruksi Filogeni Ikan Kerapu Genus Epinephelus Dari Beberapa Perairan Indonesia"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN GENETIK DAN REKONSTRUKSI FILOGENI

IKAN KERAPU GENUS EPINEPHELUS

DARI BEBERAPA PERAIRAN INDONESIA

EDWIN JEFRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Genetik dan

Rekonstruksi Filogeni Ikan Kerapu Genus

Epinephelus

dari beberapa Perairan

Indonesia

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

EDWIN JEFRI. Keragaman Genetik dan Rekonstruksi Filogeni Ikan Kerapu

Genus Epinephelus

dari beberapa Perairan Indonesia. Dibimbing oleh NEVIATY

PUTRI ZAMANI dan HAWIS MADDUPPA.

Ikan kerapu dari genus

Epinephelus merupakan jenis ikan demersal yang

sebagian hidupnya di daerah terumbu karang pada perairan tropis dan subtropis.

Namun beberapa jenis pada fase juvenil dan larva ditemukan di daerah hutan

mangrove dan padang lamun. Jumlah jenis ikan kerapu

banyak ditemukan di

perairan Indonesia, tercatat ada sekitar 110 spesies yang hidup di perairan

Indo-Pasifik. Para nelayan telah melakukan penangkapan ikan kerapu meliputi hampir

semua perairan karang yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan karena

keuntungan yang diperoleh dalam perdagangan kerapu hidup sangat besar.

Eksploitasi yang tinggi dan kurangnya upaya konservasi dapat menyebabkan

berkurangnya stok ikan kerapu pada beberapa perairan di Indonesia. Upaya

konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga sumberdaya genetik,

jenis dan ekosistem ikan tersebut. Sumber daya genetik merupakan tahapan dasar

dalam upaya melindungi sumber daya ikan kerapu, melalui teknik DNA barcoding

dan studi filogeni. Metode ini akan memudahkan dalam identifikasi bahkan

hingga pada tingkatan spesies jika dibandingkan dengan hanya menggunakan

metode identifikasi berdasarkan karakter morfologi.

Penelitian ini menggunakan sampel ikan kerapu genus

Epinephelus

sebanyak 39 individu yang diambil dari perairan Lombok 12 individu,

Karimunjawa 11 individu, Lampung 4 individu, Kendari, Madura, Numfor dan

Tanakeke masing-masing 3 individu. Sampel dipreservasi kemudian dilanjutkan

dengan proses ekstraksi, amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) dan

elektroforesis di Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan,

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB. Tahapan sekuensing selanjutnya

dikirim ke Berkeley Sequencing Facility, USA dengan metode Sanger, didapatkan

panjang sekuen semua sampel sebesar 526bp.

Analisis data menggunakan program MEGA 6.0.5 dengan metode

filogenetik Neighbor Joining (NJ) dan Maksimum Likelihood (ML), model evolusi

Kimura 2-parameter dan replikasi bootstraps 1000x. Dari pohon filogeni terbentuk

sebanyak tujuh

clade. yaitu

Epinephelus areolatus, Epinephelus merra,

Epinephelus

fasciatus,

Epinephelus

longispinis,

Epinephelus

coioides,

Epinephelus ongus dan

Epinephelus coeruleopunctatus. Selain itu, jarak genetik

terdekat didapatkan adalah Epinephelus ongus dan Epinephelus coeruleopncstatus

dengan jarak genetik 0.091 (9%) dan jarak genetik terjauh antara

Epinephelus

ongus dan Epinephelus merra dengan jarak genetik 0.178 (18%).

(5)

SUMMARY

EDWIN JEFRI. Genetic Diversity and Phylogeny Reconstruction of Grouper

Genus

Epinephelus

in several Indonesia seas. Under supervision of NEVIATY

PUTRI ZAMANI and HAWIS MADDUPPA.

Groupers genus

Epinephelus is a demersal fish are most of his life in the

coral reef of tropical and subtropical coastal waters, However, some types of

juvenile and larvae phase are founded in the mangrove forests and seagrass beds.

The number of groupers are commonly found in the Indonesian seas, stated that

there were approximately 110 species groupers that life in the Indo-Pacific oceans.

The fishermen caught the groupers in almost all coral reef seas in Indonesia. This

is because the trade of live grouper is highly profitable. High exploitation and lack

of conservation efforts will decrease the groupers availability in several seas in

Indonesia. Conservation efforts by maintaining genetic resources, species and

ecosystems such fish. Genetic resources are the basic stages in an effort to protect

the resources of grouper, through the technique of DNA barcoding and phylogeny

studies. This method can accurately identify a wide variety of animals to the

species level compared to just using the identification method based on

morphological characters.

This Study used a total of 39 tissue samples of groupers genus Epinephelus

were collected from seven sites in Indonesia including Lombok (n=12 samples),

Karimunjawa (n=11), Lampung (n=4), Kendari (n=3), Madura (n=3), Tanakeke

(n=3), and Numfor (n=3). Samples preserved proceed with the extraction,

amplification PCR (Polymerase Chain Reaction) and electrophoresis in Marine

Biodiversity and Biosistematika Laboratory, Department of Marine Science and

Technology, IPB. Sequencing stages sent to Berkeley Sequencing Facility, USA

with the Sanger method, the results are long sequences of all the samples obtained

by 526bp.

Analysis of data using the program MEGA 6.0.5 with phylogenetic methods

Neighbor Joining (NJ) and Maximum Likelihood (ML), the model of evolution

Kimura 2-parameter and replication bootstraps 1000x. Phylogeny tree formed

seven clade;

Epinephelus areolatus, Epinephelus merra, Epinephelus fasciatus,

Epinephelus longispinis, Epinephelus coioides, Epinephelus ongus and

Epinephelus coeruleopunctatus. In addition,

Epinephelus ongus is genetically

closest to

Epinephelus caeruleopncstatus with genetic distance 0.091 (9%),

whereas the farthest genetic distance was successfully identified between

Epinephelus ongus and Epinephelus merra with genetic distance 0.178 (18%).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Kelautan

KERAGAMAN GENETIK DAN REKONSTRUKSI FILOGENI

IKAN KERAPU GENUS EPINEPHELUS

DARI BEBERAPA PERAIRAN INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Keragaman Genetik dan Rekonstruksi Filogeni Ikan Kerapu Genus

Epinephelus dari beberapa Perairan Indonesia.

Nama

: Edwin Jefri

NIM

: C551120011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc

Ketua

Dr. Hawis Madduppa, S.Pi M.Si.

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

PRAKATA

Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan

Rahmat dan Karunia-

Nya sehingga tesis yang berjudul “

Keragaman Genetik dan

Rekonstruksi Filogeni Ikan Kerapu Genus

Epinephelus

dari beberapa Perairan

Indonesia

” ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat

untuk memporoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan,

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IKL-SPs IPB).

Penulis juga mengucapkan terimaksih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut berperan dalam memberi arahan

dukungan dan motivasi, mulai dari saat studi hingga penelitian dan penyusunan

thesis ini, terutama kepada:

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc dan Dr. Hawis Madduppa, S.Pi, M.Si

atas bimbingannya mulai dari penelitian hingga penyusunan tesis ini.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan, atas Beasiswa Unggulan (BU) yang diberikan selama

studi.

Keluarga Besar atas dukungan dan doanya selama ini, Ayahanda Husni

Ibunda Hanipa, kakanda Erwin Haniyadi, A.Md dan adinda Deni

Zulkarnaen, S.Kep, Ns dan Widia Nurmayani dan semua keluarga yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Rekan-rekan Ilmu Kelautan 2012: Krisye, Hendra, Aradea Bujana

Kusuma, Bertoka Fajar, Nebuchadnezzar Akbar, I Wayan Eka

Dharmawan, Asep Sandra Budiman, Mohamad Gazali, Any Kurniawati,

Nurafni, Sri Yenica Roza.

Rekan-rekan Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan,

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB.

Rekan-rekan di Asrama Mahasiswa NTB Bogor.

Rekan-rekan di Bogor Science Club (BSC-IPB) dan Himpunan Mahasiswa

Muslim Pascasarjana (Himmpas-IPB) atas semua dukungan dan

kerjasamanya selama studi dan mengemban amanah di Bogor.

Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis memiliki harapan besar, penelitian ini bermanfaat dalam

perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang Ilmu kelautan dan

biologi molekuler khususnya untuk ikan kerapu genus Epinephelus.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Hipotesis

3

Manfaat Penelitian

3

2

METODE

3

Lokasi dan Waktu

3

Prosedur

4

Pengambilan Sampel Ikan Kerapu

4

Analisis Karakter Molekuler

5

Elektroforesis

5

Sekuensing DNA

5

Analisis Data

6

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Molekuler

6

Jarak Genetik

8

Pohon Filogeni

10

4

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

19

(12)

DAFTAR TABEL

1

Spesies yang ditemukan dari hasil BLAST di

National Center for

Biotechnology Information (NCBI)

7

2

Jarak genetik antar spesies dari semua sampel yang digunakan

8

3

Karakter morfologi utama dalam identifikasi ikan kerapu

Epinephelus

berdasarkan Heemstra and Randall (1993)

8

4

Data sekuen ikan kerapu yang diunduh dari

National Center for

Biotechnology Information (NCBI)

11

DAFTAR GAMBAR

1

Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Sumber; Surfer 12)

3

2

Kerangka Alur Penelitian

4

3

Hasil amplifikasi daerah COI menggunakan primer Fish R1 dan Fish F1

setelah dimigrasikan dalam gel agarosa 1,5 % pada tegangan 100 volt

selama 25 menit

5

4

Hasil penjajaran menggunakan Clustal W pada software MEGA 6.0.5

6

5

Spesies ikan kerapu

Epinephelus yang memiliki jarak genetik terdekat

dan jarak genetik terjauh (Foto; Heemstra dan Randall (1993))

9

6

Pohon filogeni metode Neighbor Joining, dari 39 sekuen mtDNA CO1

Ikan Kerapu

Epinephelus

Indonesia dan 31 sekuen dari

GeneBank

dengan Cephalopholis cyanostigma sebagai out-group

12

7

Pohon filogeni metode

Maximum Likelihood, dari 39 sekuen mtDNA

CO1 Ikan Kerapu Epinephelus Indonesia dan 31 sekuen dari GeneBank

dengan Cephalopholis cyanostigma sebagai out-group

13

DAFTAR LAMPIRAN

1

Sampel penelitian ikan kerapu genus

Epinephelus dan ikan outgroup

pada pohon filogeni (Cephalopholis cyanostigma)

19

2

Protokol ekstraksi DNA total ikan kerapu

Epinephelus

menggunakan

Qiagen kit (DNeasy® Blood & Tissue Kit)

20

3

Komposisi Master Mix (ABI mix) pada proses PCR (Gold)

22

4

Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada ikan kerapu

Epinephelus

22

(13)

1

1

PENDAHULUAN

Ikan kerapu dari genus

Epinephelus merupakan jenis ikan demersal yang

sebagian hidupnya di daerah terumbu karang pada perairan tropis dan subtropis,

namun beberapa jenis pada fase juvenile dan larva ditemukan di daerah hutan

mangrove dan padang lamun, dapat tumbuh dengan ukuran sampai 2,5 m dan

berat mencapai 400 kg. Jumlah jenisnya ada sekitar 110 spesies yang hidup di

perairan Indo-Pasifik (Heemstra dan Randall 1993). Sedangkan data dari WWF

Indonesia (2011) mengatakan ada 39 spesies ikan kerapu dapat ditemukan di

perairan Indonesia dan ada 46 spesies di Asia Tenggara. Merupakan salah satu

komoditas hasil perikanan yang paling penting di Asia dan di seluruh dunia

dengan permintaan pasar yang tinggi (Chiue

et al. 2008). Sejak tahun 1980

Indonesia dikenal sebagai pemasok terbesar ketiga ikan kerapu dengan tujuan

ekspor ke beberapa negara yaitu Singapura, Hong Kong dan Cina. Para nelayan

melakukan penangkapan ikan kerapu meliputi hampir semua perairan karang yang

ada di Indonesia. Hal ini disebabkan karena keuntungan yang diperoleh dalam

perdagangan kerapu hidup sangat tinggi, sehingga tidak salah jika ikan ini banyak

diburu dan bernilai ekonomis penting (Nuraini dan Hartati 2006).

Tingkat eksploitasi yang tinggi dalam penangkapan yang dilakukan oleh

nelayan terutama di daerah pemijahan (spawning) (DKP 2008), serta kerusakan

terumbu karang sebagai habitat semakin meluas (Burke

et al, 2002), tentu akan

menyebabkan stok ikan kerapu di Indonesia semakin kurang dan mungkin akan

hilang di beberapa perairan di Indonesia. Upaya pengelolaan dan pemanfaatan

dapat dilakukan untuk menjaga sumberdaya genetik, jenis dan ekosistem ikan

tersebut. Mendata sumber daya genetik merupakan tahapan dasar dalam upaya

melindungi sumber daya ikan kerapu, Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya

pendataan yang dilakukan dengan menggunakan analisis molekuler.

Pada dasawarsa terakhir identifikasi ikan menggunakan pendekatan analisis

molekuler sudah banyak dilakukan dan mulai berkembang pesat pada tahun 1990

yang disebabkan karena berkembangnya metode untuk membuat pohon filogeni

dan informasi DNA sekuen yang diproleh dari PCR (Polymerase Chain

Reaction). (Ubaidillah 2009). Salah satu pendekatan molekuler yang dapat

digunakan adalah teknik DNA barcoding ditujukan untuk membedakan spesies

dan mengidentifikasi spesimen yang sulit dikenali, seperti fase larva, potongan

organ maupun material yang tidak lengkap secara morfologi, dengan

menggunakan sekuens gen yang cukup pendek (Hebert

et al. 2003). DNA

barcoding dapat menjadi salah satu cara dan alternatif dalam mengidentifikasi

ikan kerapu Epinephelus, metode ini akan memudahkan dalam identifikasi bahkan

hingga pada tingkatan spesies jika dibandingkan dengan hanya menggunakan

metode identifikasi berdasarkan karakter morfologi.

(14)

2

kedekatan suatu spesies dengan spesies lainnya. Analisis filogenetik ini digunakan

untuk mengkontruksi dengan tepat hubungan antara organisme dan mengestimasi

perbedaan yang terjadi dari satu nenek moyang kepada keturunannya (Li

et al.

1999).

Beberapa penelitian yang telah mendeskripsikan ikan kerapu menggunakan

molekular taksonomi dan filogeni; Ilves dan Taylor (2008), melakukan penelitian

pada Osmeridae, Ku

et al. (2009) pada

Epinephelus quoyanus, Merritt

et al.

(1998) pada beberapa spesies Epinephelus dan Mycteroperca, Sachithanandam

et

al. (2012) DNA barcoding dan studi filogeni pada

Epinephelus spp. Craig dan

Hastings (2007), melihat kekerabatan spesies ikan kerapu subfamily

Epinephelinae dari beberapa lokasi di perairan Indo-Pasifik, hasilnya

menunjukkan bahwa monophyly dari Epinephelinae selama ini perlu direvisi

menggunakan bantuan analisis molekuler terutama untuk beberapa genus baru.

Selain itu Maggio

et al. (2004) juga melakukan sebuah penelitian untuk

mengetahui kekerabatan filogeni ikan kerapu dari genus

Epinephelus dan

Mycteroperca di perairan Atlantik Timur menggunakan analisis sekuen

Mitochondrial Cytochrome b (397bp) and 16S rDNA (516bp), estimasi molecular

clock menunjukkan waktu perbedaan dari beberapa spesies yang dianalisis

sebanyak 20-24 mya, yang bertepatan dengan periode Miosen. Bahkan beberapa

Negara seperti Mesir dan Afrika Selatan juga telah melakukan DNA barcoding

serta analisis filogeni untuk peredaran ikan dibeberapa supermarket, hal ini

dilakukan untuk menjaga dari kekhawatiran karena tingginya insiden substitusi

spesies dan regulasi peredaran ikan termasuk kerapu di tingkat International

(Galal-Khallaf et al. 2014) dan (Cawthorn 2012).

Perairan Indonesia dikenal kaya akan sumberdaya hayati laut yang beraneka

ragam, sebarannya di perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk

adanya arus lintas Indonesia yang sangat dinamis sepanjang tahun. Menjadi sangat

penting untuk mengetahui keragaman genetik dan rekonstruksi filogeni dari ikan

kerapu Epinephelus dari beberapa perairan Indonesia dalam menambah khasanah

ilmu pengetahuan dan database genetik serta filogeni. Hasil penelitian juga akan

menjadi data penunjang penting dalam upaya konservasi sumber daya ikan

terutama konservasi genetik ikan, Hal ini sesuai dengan yang termaktub dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2007 tentang

Konservasi Sumber Daya Ikan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1.

Bagaimana keragaman genetik dan filogeni dari ikan kerapu

Epinephelus

yang ditemukan di beberapa perairan Indonesia.

(15)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keragaman genetik dan

filogeni ikan kerapu

Epinephelus berdasarkan sekuen DNA Mitokondria

Control

Region Sitokrom Oksidase Subunit I (CO1) serta untuk menganalisis hubungan

kekerabatan spesies yang termasuk dalam anggota genus Epinephelus.

Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

1.

Mitokondria

Control Region Sitokrom Oksidase Subunit I (CO1) mampu

menganalisis keragaman genetik dan filogeni ikan kerapu Epinephelus.

2.

Adanya hubungan kekerabatan spesies yang erat dari ikan kerapu anggota

genus Epinephelus dari beberapa perairan di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menyediakan data keragaman genetik

dan filogeni yang akan membantu menjelaskan sejauh mana kekerabatan ikan

kerapu Epinephelus di beberapa perairan Indonesia.

2

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari - Mei 2014. Pengambilan sampel

ikan kerapu

Epinephelus dilakukan di beberapa perairan di Indonesia; Lampung

bulan Februari (4 individu), Karimunjawa bulan Mei (11 individu), Madura bulan

April (3 individu), Lombok bulan Januari (12 individu), Tanakeke bulan Februari

(3 individu), Kendari bulan Januari (3 individu) dan Numfor bulan Mei (3

individu) (Gambar 1). Sedangkan analisis molekuler dikerjakan di Laboratorium

Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Sumber; Surfer 12)

Keterangan; 1. Lampung, 2. Karimunjawa, 3. Madura, 4. Lombok, 5.

(16)
(17)

5

Analisis Karakter Molekuler

Sebelum dilakukan ekstraksi, sampel jaringan dicuci menggunakan aquades

untuk menghilangkan pengaruh EtOH. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan

dua metode yaitu larutan Chelex 10% (Walsh

et al.

1991) pada suhu 95˚C dan

ekstraction kit (Qiagen Kit) pada inkubasi suhu 56º C hingga jaringan lisis

(Lampiran 2).

Segmen target gen CO1, proses amplifikasi PCR (Polymerase Chain

Reaction)

menggunakan

primer:

Fish

R1-

5’TAGACTTCTGGGTGGCC

AAAGAATCA3’

dan Fish F1-

5TCAACCAACCACAAAGACATTGGCAC3’

(Sachithanandam et al. 2012).

Kit PCR menggunakan AB1 master mix

(Lampiran 3). Pada suhu

Pre-denaturasi 94

o

C selama 5 menit, Denaturasi 94

o

C selama 30 detik, Anneling 56

o

C selama 60 detik,

Extention 72

o

C selama 60 detik dan

Final Extention 72

o

C

selama 7 menit dengan 40x siklus (Sachithanandam et al. 2012).

Elektroforesis

Visualisasi produk PCR ini dilakukan melalui elektroforesis. Tahap awal

eletroforesisi adalah pembuatan gel agarosa 1,5% dengan pewarna

Etidium

Bromide (4µl) sebagai media elektroforesis. Produk Hasil PCR diambil sebanyak

4µl dan dicampurkan dengan Loading Dye (1µl), kemudian disisipkan di sumuran

agarosa. Elektroforesis pada tegangan 100 volt selama 25 menit. Pita hasil

elektroforesis dapat dilihat dengan menggunakan sinar

UV transluminator. Hasil

visualisasi produk PCR yang bagus akan memperlihatkan satu pita yang jelas

dengan ukuran produk sepanjang 500

700bp (base pairs), dengan demikian

produk PCR yang dihasilkan siap untuk disekuensing (Zein dan Dewi 2013).

Gambar 3 Hasil amplifikasi daerah COI menggunakan primer Fish R1 dan Fish

F1 setelah dimigrasikan dalam gel agarosa 1,5 % pada tegangan 100

volt selama 25 menit

Sekuensing DNA

Sekuensing atau pengurutan DNA merupakan suatu teknik untuk

menentukan urutan basa nukleotida pada molekul DNA, hal ini bertujuan untuk

menentukan identitas gen dengan cara membandingkan sekuens-nya dengan

sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Hasil PCR dikirim ke

Berkeley

Sequencing Facility, USA dengan metode Sanger (Sanger et al. 1977).

750bp

Penanda (DNA Marker) Target COI

Epinephelus

(18)

6

Analisis Data

Data yang didapatkan setelah sekuensing DNA kemudian diurutkan

menggunakan program MEGA 6.0.5 (Moleculer Evolutionary Genetic Analysis).

Data tersebut diedit supaya sejajar menggunakan Clustal W pada program tersebut

untuk melihat keragaman basa nukleotidanya (Tamura

et al.

2013) (Gambar 4).

Analisis sekuen DNA yang terbaik kemudian dibandingkan dengan sekuen DNA

pada basis data (database) DNA. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan

internet melalui program pelacakan database Basic Local

38

Alignment Search

Tool

(BLAST) pada

National Center for Biotechnology Information, National

Institute for Health, USA

(NCBI). Hal ini bertujuan untuk menentukan jenis

spesies dengan cara membandingkan database sekuen DNA pada

GenBank dan

juga melihat similaritasnya dengan sequen ikan kerapu yang telah ada pada

database tersebut.

Gambar 4 Hasil penjajaran menggunakan Clustal W pada software MEGA 6.0.5

(Tamura et al. 2013)

Sekuen

DNA yang didapatkan dianalisis menggunakan program MEGA

6.0.5 (Tamura et al.

2013) dengan analisis filogenetik metode Neighbor Joining

(NJ) dan

Maksimum

Likelihood

(ML), model evolusi

Kimura 2-parameter dan

replikasi

bootstraps sebanyak 1000x.

Analisis

bootstrap 1000x dilakukan untuk

menguji kestabilan posisi filogeni dari

clade tertentu pada pohon filogeni yang

dihasilkan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Molekuler

(19)

7

Information, National Institute for Health, USA

(NCBI),

didapatkan hasil

sebanyak tujuh spesies, antara lain;

Epinephelus areolatus, Epinephelus merra,

Epinephelus ongus, Epinephelus fasciatus, Epinephelus coioides, Epinephelus

coeruleopunctatus dan Epinephelus longispinis

(Lampiran 1),

setiap spesies

memperlihatkan nilai kemiripan sebesar 99% - 100% (Tabel 1).

Tabel 1 Spesies yang ditemukan dari hasil BLAST di National Center for

Biotechnology Information (NCBI)

No. Spesies Lokasi Total Persentase

(%)

BLAST (%)

Status IUCN

1 Epinephelus areolatus Karimunjawa, Madura,

Kendari, Lombok, Lampung 15 38. 46 100 LN

2 E. merra Karimunjawa, Tanakeke,

Kendari, Lombok, Numfor 13 33.33 99 LN

3 E. ongus Karimunjawa, Tanakeke,

Lombok 3 7.69 100 LN

4 E. fasciatus Lombok, Lampung 4 10.25 99 LN 5 E. coioides Karimunjawa 2 5.12 100 LN 6 E. coeruleopunctatus Numfor 1 2.56 99 LN 7 E. longispinis Lampung 1 2.56 100 LN

Total 39 100 99-100 LN

Ket: LN (Least Concern/beresiko rendah).

Panjang fragmen hasil amplifikasi PCR yang didapatkan dengan

menggunakan COI dan primer

Fish R1 dan Fish F1 dari total 39 sampel sebesar

526bp (base pairs) (Lampiran 4). Peneliti sebelumnya juga telah melakukan hal

yang sama dan mendapatkan panjang fragmen sebesar 582bp pada spesies ikan

kerapu

Epinephelus septemfasciatus (Guan

et al. 2014),

Epinephelus longispinis

sebesar 516bp

Epinephelus ongus

sebesar 522bp dan

Epinephelus areolatus

sebesar 318bp (Sachithanandam

et al. 2012). Perbedaan panjang sekuen akan

ditentukan oleh perbedaan kualitas DNA pada setiap sampel yang dikoleksi,

namun tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap hasil analisis sekuens pada

tiap sampel. Penelitian DNA barcoding menggunakan sampel ikan yang

didapatkan dari beberapa supermarket juga memperlihatkan hasil sekuen yang

cukup baik (300-600bp) selama proses koleksi dan penyimpanan dilakukan

dengan baik (Filonzi

et al. 2010). Bahkan, sampel yang didapatkan dari museum

yang telah tersimpan lama masih bisa dianalisis dengan panjang sekuen <200bp

(Zein dan Dewi 2013). Penelitian Prehadi

et al. (2014) melakukan DNA

barcoding pada ikan hiu yang didaratkan dari tiga perairan di Indonesia

memperlihatkan panjang sekuen 600-700bp dari 7 spesies total 59 individu yang

teridentifikasi. Panjang basa sangat dipengaruhi oleh kualitas sampel pada saat

ekstraksi. Semakin baru dan baik cara preparasi sampel akan menghasilkan

panjang basa yang lebih baik (Zein dan Dewi 2013).

(20)

8

Jarak Genetik

Hasil analisis jarak genetik menggunakan metode pairwise analisis Kimura

2 Parameter (K2P)

efektif untuk DNA barcoding, karena opsi tersebut

mempertimbangkan tingkat substitusi transisi dan transversi.

Dari tujuh spesies

yang didapatkan, menunjukkan nilai jarak genetik berkisar antara 0.091 (9%)

sampai dengan 0.178 (18%). Menurut Nei (1972), bahwa semakin dekat jarak

genetik suatu spesies dengan spesies lainnya maka semakin dekat kesamaan gen

COI-nya sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2. Data hasil analisis

memperlihatkan jarak genetik yang terdekat adalah

Epinephelus ongus dan

Epinephelus coeruleopunctatus sebesar 0.091 (9%) dan jarak genetik terjauh

adalah Epinephelus merra dengan Epinephelus ongus sebesar 0.178 (18%).

Tabel 2 Jarak genetik antar spesies dari semua sampel ikan kerapu Epinephelus

No. Spesies

1

2

3

4

5

6

7

1

Epinephelus areolatus

-

2

E. merra

0.152

-

3

E. coioides

0.163

0.176

-

4

E. ongus

0.166

0.178

0.117

-

5

E. fasciatus

0.145

0.148 0.144 0.168

-

6

E. coeruleopunctatus

0.160

0.150 0.123

0.091

0.163

-

7

E. longispinis

0.151

0.160 0.165 0.178 0.157 0.135

-

Berdasarkan standar dari Nei (1972), maka analisis jarak genetik yang

didapatkan dari ikan kerapu Epinephelus masih berada pada kategori sedang

(0.1-0.99). Jarak genetik terdekat adalah

Epinephelus ongus dan

Epinephelus

coeruleopunctatus, jika menggunakan identifikasi morfologi juga memperlihatkan

banyak kesamaan karakter dari ukuran dan visual (Heemstra dan Randall 1993).

Hal yang berbeda pada Epinephelus merra, spesies ini memiliki tubuh yang relatif

kecil (tumbuh maksimal 28 cm) dan hidup pada habitat yang tidak lebih dari

kedalaman 25m,

sedangkan

Epinephelus ongus

dapat tumbuh hingga ukuran

hampir 1 m pada habitat dengan kedalaman hingga 100 m (Heemstra dan Randall

1993) (Gambar 5).

Klasifikasi ikan kerapu

Epinephelus umumnya menggunakan karakter

morfologi didasarkan oleh beberapa perbedaan: panjang kepala (2.1-2.5 inch

panjang standar), jumlah duri sirip perut (7-10) dan bentuk sirip ekor (Tabel 3).

Namun karakter morfologi yang digunakan untuk melakukan identifikasi dan

rekonstruksi filogeni ikan kerapu sangat rumit dan hasilnya kadang tidak

memuaskan (Maggio et al. 2004).

Tabel 3 Karakter morfologi utama dalam identifikasi ikan kerapu Epinephelus

berdasarkan Heemstra and Randall (1993)

No.

Species

Panjang

Kepala (inch)

Duri sirip perut

Bentuk sirip

ekor

1

Epinephelus areolatus

2.4 - 2.8

III tulang and 8 duri

Truncate

2

E. merra

2.3 - 2.6

III tulang and 8 duri

Rounded

3

E. coioides

2.3 - 2.6

III tulang and 8 duri

Rounded

4

E. ongus

2.3 - 2.5

III tulang and 8 duri

Rounded.

5

E. fasciatus

2.3 - 2.6

III tulang and 8 duri

Slightly

6

E. caeruleopunctatus

2.3 - 2.5

III tulang and 8 duri

Rounded

(21)

9

Karakter morfologi dari tujuh spesies dalam penelitian ini menunjukkan

adanya perbedaan. meskipun ada beberapa spesies hampir sama secara visual dan

ukuran, tetapi dengan menggunakan analisis DNA mitokondria sangat membantu

dalam mengoreksi jarak genetik antar spesies. Menurut Heemstra dan Randall

(1993). Epinephelus merra dapat dibedakan dari ikan kerapu lain dengan melihat

pola sirip dada titik-titik hitam mencolok yang sebagian besar terbatas pada duri

sirip.

Epinephelus aerolatus juga susah untuk dibedakan dengan

Epinephelus

chlorostigma, karena pola bintik-bintik cokelat dan memiliki sirip ekor berlekuk

dengan margin posterior putih yang sama.

Epinephelus ongus juga sangat mirip

dengan

Epinephelus caeruleopunctatus, memiliki pola warna yang sama, tetapi

ekor dan sirip dubur hanya memiliki beberapa bintik-bintik putih (terbatas

terutama untuk beberapa bagian dari sirip). Jarak genetik dan pohon filogenetik

juga akan membantu menunjukkan kedekatan yang kuat antara keduanya.

Secara umum Ikan kerapu

Epinephelus terdistribusi luas di daerah tropis

dan subtropis dari perairan Africa sampai perairan Indo-Pasifik. Madduppa et al.

(2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa keragaman ikan kerapu yang

ditemukan di daerah lereng (slope) terumbu karang lebih tinggi jika dibandingkan

pada daerah laguna. Ini menunjukkan bahwa karakteristik dari habitat sangat

menentukan dalam proses terbentuknya suatu komunitas ikan kerapu dalam suatu

perairan. Selain itu, pola hidup ikan kerapu

Epinephelus dengan sebaran yang

terbatas, soliter, sedentari dan teritori di ekosistem terumbu karang diduga

menyebabkan jarak genetik ikan kerapu Epinephelus tidak terlalu jauh. Meskipun

kadang banyak ditemukan melakukan migrasi beberapa kilometer untuk proses

memijah (spawning) ke perairan yang lebih kondusif selama 1 - 2 pekan

(agregation). Epinephelus melakukan migrasi ke lokasi spawning pada lokasi dan

waktu tertentu (Erisman

et al. 2014). Hal ini diduga menyebabkan terjadinya

variasi intraspesifik dari ikan kerapu Epinephelus berdasarkan ukuran dan warna.

Gambar 5 Spesies ikan kerapu Epinephelus yang memiliki jarak genetik terdekat

dan jarak genetik terjauh (Foto; Heemstra dan Randall (1993))

Epinephelus ongus

Epinephelus coeruleopunctatus

0.091 (9%)

Epinephelus ongus

Epinephelus merra

0.178 (18%).

↔ 22cm dewasa ↔ 43cm dewasa

↔ 17cm dewasa

(22)

10

Pohon Filogeni

Pohon filogeni dibentuk dari 39 sekuen yang didapatkan dari beberapa

perairan Indonesia dan dinambahkan sekuen dari GeneBank sebanyak 31 individu

dengan nomer akses dan panjang basa seperti yang disajikan pada Tabel 4 dan

Lampiran 5. Data sekuen yang diunduh memiliki hubungan kuat dengan data

sekuen yang ada, dibuktikan dengan tingkat persentase hasil BLAST 99-100%.

Penambahan 31 sekuen dari Negara lain digunakan untuk menguatkan posisi

sekuen dari beberapa periran di Indonesia dalam pohon filogeni. Filogenetik

adalah gambaran hubungan berdasarkan komposisi urutan DNA atau protein yang

mirip dari pohon untuk memperkirakan proses evolusi (Baldauf 2003).

Rekonstruksi pohon filogeni dari ikan kerapu Epinephelus menggunakan software

MEGA 6.0.5 dengan metode

bootstrap Neighbor Joining

dan

Maximum

Likelihood.

Kedua

metode yang digunkanan

menunjukkan hasil yang tidak jauh

berbeda, yaitu membentuk tujuh clade; Epinephelus areolatus, Epinephelus merra,

Epinephelus

fasciatus,

Epinephelus

longispinis,

Epinephelus

coioides,

Epinephelus ongus dan Epinephelus coeruleopunctatus.

Setiap clade menunjukkan nilai bootstrap 100% baik pada metode Neighbor

Joining maupun

Maximum Likelihood (kecuali

Epinephelus coeruleopunctatus

99%) (Gambar 6 dan Gambar 7). Pada clade Epinephelus areolatus terdapat

sub-clade dengan nilai bootstap 100% (EJ-LBK-13 dan EJ-LPG-04), secara geografis

spesies tersebut berasal dari perairan Lombok dan Lampung tapi memiliki

kedekatan filogeni dengan nilai

bootstrap 100%. Sampel lain yang berasal dari

perairan Filipina (KC970469) dan China (FJ237757 dan FJ237756) juga

bergabung dalam satu

clade besar, hal ini menunjukkan bahwa beberapa ikan

kerapu dari spesies

Epinephelus areolatus dari Indonesia, Filipina dan China

masih memiliki kekerabatan yang dekat. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan

dari beberapa perairan tersebut disebabkan karena beberapa spesies ikan kerapu

ini terdistribusi terdistribusi luas di daerah tropis dan subtropis dari perairan

Africa sampai perairan Indo-Pasifik meskipun ikan kerapu

Epinephelus bersifat

territori, sedentary dan soliter sesuai dengan hasil penelitian Heemstra dan

Randall (1993).

(23)

11

Tabel 4 Data sekuen ikan kerapu yang diunduh dari National Center for

Biotechnology Information (NCBI).

No. Spesies Lokasi No. Akses Sumber

1 Epinephelus areolatus Luzon, Philippines KC970469 Alcantara dan Yambot 2014 2 Epinephelus areolatus South China Sea, China FJ237757 Zhang dan Hanner 2012 3 Epinephelus areolatus South China Sea, China FJ237756 Zhang dan Hanner 2012 4 Epinephelus merra Luzon, Philippines KC970471 Alcantara dan Yambot 2014 5 Epinephelus merra Queensland, Australia DQ107898 Ward et al. 2005

6 Epinephelus merra French Polynesia JQ431721 Hubert et al. 2012

7 Epinephelus coioides Pangasinan, Philippines KF714940 Alcantara dan Yambot 2014 8 Epinephelus coioides Andaman, India JX674987 Sachithanandam et al. 2012 9 Epinephelus coioides Andaman, India JX674982 Sachithanandam et al. 2012 10 Epinephelus coioides Andaman, India JX674983 Sachithanandam et al. 2012 11 Epinephelus coioides Queensland, Australia DQ107891 Ward et al. 2005

12 Epinephelus ongus Queensland, Australia DQ107858 Ward et al. 2005 13 Epinephelus ongus Queensland, Australia DQ107859 Ward et al. 2005 14 Epinephelus ongus Queensland, Australia DQ107872 Ward et al. 2005 15 Epinephelus ongus Cuba FJ583398 Steinke et al. 2009 16 Epinephelus ongus Okinawa, Japan JF952725 Zhang dan Hanner 2012 17 Epinephelus fasciatus Luzon, Philippines KC970470 Alcantara dan Yambot 2014 18 Epinephelus fasciatus Queensland, Australia DQ107874 Ward et al. 2005

19 Epinephelus fasciatus Arabian Sea FJ459562 Lakra et al. 2011 20 Epinephelus fasciatus Arabian Sea FJ459561 Lakra et al. 2011 21 Epinephelus fasciatus India EU392208 Lakra et al. 2011 22 E. coeruleopunctatus Pomene, Mozambique JF493438 Steinke et al. 2009 23 E. coeruleopunctatus Madagascar JQ349962 Hubert et al. 2012 24 E. coeruleopunctatus Madagascar JQ349961 Hubert et al. 2012 25 E. coeruleopunctatus Viti Levu Island, Fiji KF929848 Bentley and Wiley 2013 26 E. coeruleopunctatus Andaman, India JX674991 Sachithanandam et al. 2012 27 Epinephelus longispinis India KJ607970 Mandal et al. 2014

28 Epinephelus longispinis Kerala, India EF609521 Lakra et al. 2011 29 Epinephelus longispinis Kerala, India EF609522 Lakra et al. 2011 30 Epinephelus longispinis South Africa HM909800 Steinke et al. 2009 31 Epinephelus longispinis Pomene, Mozambique HQ945868 Steinke et al. 2009

(24)

12

Keterangan:

KDR = Kendari, LPG = Lampung, LBK = Lombok, TNK = Tanakeke, KRM = Karimunjawa, MDR = Madura, NMP = Numfor.

(25)

13

Keterangan:

KDR = Kendari, LPG = Lampung, LBK = Lombok, TNK = Tanakeke, KRM = Karimunjawa, MDR = Madura, NMP = Numfor.

Gambar 7 Pohon filogeni metode Maximum Likelihood, dari 39 sekuen mtDNA

CO1 Ikan Kerapu Epinephelus Indonesia dan 31 sekuen dari

(26)

14

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis DNA barcoding terdapat tujuh spesies ikan kerapu

yaitu Epinephelus areolatus, Epinephelus merra, Epinephelus ongus, Epinephelus

fasciatus, Epinephelus coioides, Epinephelus coeruleopunctatus dan Epinephelus

longispinis.

Rekonstruksi filogenetik ikan kerapu

Epinephelus menunjukkan

kekerabatan yang erat antar spesies dan setiap spesies membentuk clade sendiri.

Penggunaan gen mtDNA COI sebagai marka genetik pada ikan kerapu

Epinephelus dapat digunakan sebagai alat membantu identifikasi tingkat spesies

dan dalam regulasi perdagangan kerapu serta dalam usaha pengelolaan dan

konservasi ikan kerapu.

Saran

(27)

15

DAFTAR PUSTAKA

Alcantara SG, Yambot AV. 2014. DNA Barcoding of Commercially Important

Grouper Species (Perciformes, Serranidae) in The Philippines.

Mitochondrial

DNA: The Journal of DNA Mapping, Sequencing, and Analysis. 19: 1-9.

Burke L, Selig E, Spalding M. 2002.

Reefs at Risk in Southeast Asia.

United

States [US]: World Resources Institute.

Cawthorn DM, Steinman HA, Witthuhn RC. 2012. DNA barcoding reveals a high

incidence of fish species misrepresentation and substitution on the South

African market. Food Research International 46 (2012) 30

40.

Craig MT, Hastings PA. 2007. A molecular phylogeny of the groupers of the

subfamily Epinephelinae (Serranidae) with a revised classification of the

Epinephelini. Ichthyol Res. 54: 1

17. doi: 10.1007/s10228-006-0367-x.

Craig MT, Pondella DJ, Franck JPC, Hafner JC. 2001. On the Status of the

Serranid Fish Genus

Epinephelus: Evidence for Paraphyly Based upon 16S

rDNA Sequence. Mol. Phylogenet. Evol. 19: 121

130.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008.

Kelautan dan Perikanan

dalam Angka. Indonesia [ID]: Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat

Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan.

Erisman BE, Apel AM, MacCall AD, Roman MJ, Fujita R. 2014. The influence

of gear selectivity and spawning behavior on adata-poor assessment of a

spawning aggregation fishery. Fisheries Research 159: 75

87.

Filonzi L, Chiesa S, Vaghi M, Marzano FN. 2010. Molecular barcoding reveals

mislabelling of commercial fish products in Italy.

Food Research International.

43 (2010) 1383

1388.

Galal-Khallaf G, Ardura A, Mohamed-Geba K, Borrell YJ, Vazquez EG.

2014.

DNA barcoding reveals a high level of mislabeling in Egyptian fish fillets.

Food Control. 46 (2014) 441-445.

Golbuu Y, Friedlander AM. 2011. Spatial and temporal characteristics of grouper

spawning aggregations in marine protected areas in Palau, western Micronesia.

Estuarine, Coastal and Shelf Science 92: 223-231.

[GSI] Golden Software, Inc. 2014. Surfer 12. 809 14th Street, Golden, Colorado

80401-1866, U.S.A. [US] Phone: 303-279-1021 Fax: 303-279-0909

www.GoldenSoftware.com.

Guan S, Liu H, Zheng Y, Yu D, Nie A, Liu M. 2014. Inference of Phylogenetics

and Evolution of

Epinephelus septemfasciatus

and 48 Other Species of

Epinephelus Genus using Mitochondrial CO1 Fragment Sequences. Pakistan J.

Zool., vol. 46(1), pp. 67-74, 2014.

Hebert PDN, Ratnasingham S, deWaard JR. 2003. Barcoding animal life:

cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species.

Proc R Soc. 270:96

99.

doi: 10.1098/rsbl.2003.0025.

Heemstra PC, Randall JE. 1993.

Grouper of the world : (family Serranidae,

subfamily Epinephelinae) : an annotated and illustrated catalogue of the

grouper, rockcod, hind, coral grouper and lyretail species : known to date.

Rome [IT]: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

(28)

16

Fishes Revealed by DNA-Barcoding Provides New Support to the

Centre-of-Overlap Hypothesis. PLoS ONE 7 (3), E28987.

Ilves KL, Taylor EB. 2008. Molecular resolution of the systematic of a

problematic group of fishes (Teleostei: Osmeridae) and evidence for

morphological homoplasy. Mol. Phylogenet. Evol. 50: 163-178.

Ku CC, Teng YC, Wang CS, Lu CH. 2009. Establishment and characterization of

three cell lines derived from the rockfish grouper

Epinephelus quoyanus: Use

for transgenic studies and cytotoxicity testing. Aquaculture., (in press).

Kuiter RH, Tonozuka T. 2001. Pictorial guide to; Indonesian Reef Fishes. Part 1

Muraenidae to Lutjanidae. Australia [AU]: Zoonetics.

Lakra WS, Verma MS, Goswami M, Lal KK, Mohindra V, Punia P,

Gopalakrishnan A, Singh KV, Ward RD, Hebert P. 2011.

DNA barcoding

Indian marine fishes. Mol Ecol Resour 11 (1), 60-71

Li S, Pearl DK, Doss H. 1999.

Phylogenetic tree construction using Markov

ChainMonte Carlo.Fred Huntchinson Cancer Research Center Washington.

Fred Hutchinson Cancer Research Center Washington. [US]: 29 pp.

Madduppa HH, Agus SB, Farhan AR, Suhendra D, Subhan B. 2012. Fish

biodiversity in coral reefs and lagoon at the maratua island, east kalimantan.

Biodiversitas. 13: 145-150.

Maggio T, Andaloro F, Hemida F, Arculeoa M. 2004. A molecular analysis of

some Eastern Atlantic grouper from the Epinephelus and Mycteroperca genus.

Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 321 (2005) 83

92.

Merritt TJS, Shi L, Chase MC, Rex MA, Etter RJ. 1998. Universal cytochrome b

primers facilitate intraspecific studies in molluscan taxa.

Mol Mar Biol

Biotechnol. 7: 7

11.

Nei M. 1972. Genetic distance between population.

American Nature, 106:

283-292.

Nei M. 1987.

Moleculer Evolutionary Genetics.

New York [NY]: Columbia

University. Press.

Nuraini S, Hartati ST. 2006. Jenis lkan Kerapu (Serranidae) tangkapan Bubu di

Perairan Teluk Saleh, Sumbawa.

Indonesia [ID]: Prosiding Seminar Nasional

Ikan IV Jatiluhur, 29-30 Agustus.

Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, Jakarta [ID]: Sekretaris Negara.

Prehadi, Sembiring A, Kurniasih AM, Rahmad, Arafat D, Subhan B, Madduppa H.

2014. DNA barcoding and phylogenetic reconstruction of shark species landed

in Muncar fisheries landing site in comparison with Southern Java fishing port.

Biodiversitas. 16: 55-61.

Tamura K, Nei M, Kumar S. 2004. Prospects for inferring very large phylogenies

by using the neighbor-joining method. PNAS 101:11030-11035.

Tamura K, Stecher G, Peterson D, Filipski A, and Kumar S. 2013. MEGA 6.0.5

Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 6.0. Molecular Biology and

Evolution 30:2725-2729.

(29)

17

Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA sequencing with chain-terminating

inhibitors.

National Academical Science, United Stated of America. 74 (12):

5463-5467.

Steinke D, Zemlak TS, Hebert PD. 2009. Barcoding nemo: DNA-based

identifications for the ornamental fish trade. PLoS ONE 4 (7), E6300.

Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009.

Pengantar Biosistematik Teori dan Praktek.

Bogor Indonesia [ID]: Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian

Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Walsh PS, Metzger DA, Higuchi R. 1991. Chelex-100 as a medium for Simple

extraction of DNA for PCR based typing from forensic material.

Biotechniques, 10: 506-513.

Ward RD, Zemlak TS, Innes BH, Last PR, Hebert PD. 2005. DNA barcoding

Australia's fish species. Philos. Trans. R. Soc. Lond., B, Biol. Sci. 360 (1462),

1847-1857.

Waugh J. 2007. DNA barcoding in animal species: progress, potential and pitfalls.

BioEssays 29:188-197. doi: 10.1002/bies.20529.

[WWF] WWF Indonesia. 2011. Perikanan Kerapu dan Kakap, Panduan

Penangkaran dan Penangkapan. [ID]: Versi 1 Oktober 2011.

Zein MSA, Dewi MP. 2013.

DNA Barcode Fauna Indonesia. Jakarta Indonesia

[ID]: Penerbit Kencana Prenadamedia Group.

(30)

18

(31)

19

Lampiran 1 Sampel penelitian ikan kerapu genus Epinephelus dan ikan outgroup

pada pohon filogeni (Cephalopholis cyanostigma)

Epinephelus merra (Lombok) Epinephelus aerolatus (Lombok)

Epinephelus fasciatus (Lombok)

Epinephelus ongus (Lombok)

Epinephelus longispinis (Lampung) Epinephelus caeruleopunctatus (Numfor)
(32)

20

Lampiran 2 Protokol ekstraksi DNA total ikan kerapu genus Epinephelus

menggunakan Qiagen kit (DNeasy® Blood & Tissue Kit)

1.

Siapkan sampel (25 mg atau secukupnya) kemudian tambahkan 180

μl

Buffer ATL.

2.

Tamb

ahkan 20 μl proteinase K, lalu v

orteks selama 10 detik.

3.

Inkubasi pada suhu 56

o

C selama 1 jam dengan diforteks setiap 15 menit

4.

Tambahkan 200 μl Buffer AL, forteks, lalu flazh

5.

Tambahkan 200

μl Ethanol absolut forteks dengan baik agar presifitasinya

lebih bagus.

6.

Pipet larutan yang sudah dicampur kedalam DNeasy Mini spin coloum 2

ml. Centrifuge pada

6000 x g (8000 rpm) selama 1 menit. Kemudian

buang bagian tube bawahnya.

7.

Kemudian gunakan spi

n coloum baru 2 ml. tambahkan 500 μl Buffer

AW1. Centrifuge pada

6000 x g (8000 rpm) selama 1 menit. Kemudian

buang bagian tube bawahnya.

8.

Kemudian gunakan spin coloum baru 2 ml. tambahkan 500 μl Buffer

AW2. Centrifuge pada 20.000 x g (14.000 rpm) selama 3 menit.

Kemudian buang bagian tube bawahnya.

9.

Selanjutnya pindahkan spin coloum ke microcentrifuge baru ukuran 1,5 ml

atau 2 ml.

10.

Elusi DNA dengan menambahkan 100 μl atau 200 μl Buffer AE

(33)

21

Lampiran 3 Komposisi Master Mix (ABI mix) pada proses PCR (Gold)

STANDAR PROTOCOL

( 3

μ

L DNA template)

n = 1

n = ....

ddH2O

12,875

....

10x PCR Buffer (Gold)

2,5

....

dNTPs (8 mM)

2

....

MgCl2 (25 mM)

2

....

Primer 1 (10 mM)

1,25

....

Primer 2 (10 mM)

1,25

....

Amplitaq polymerase ( 5 unit/ µL)

0,125

....

(34)

22

(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)

30

EJ-LPG-05-Epinephelus fasciatus

AAGACATTGGCACCCTCTATCTTGTATTCGGTGCCTGAGCCGGTATAGTAGGAACAGCTCTCAGCC TGCTTATTCGAGCTGAGCTGAGTCAGCCAGGAGCCCTACTCGGCGACGACCAAATTTATAATGTAA TCGTTACAGCACATGCTTTCGTAATAATTTTCTTTATAGTAATACCAATCATGATTGGAGGCTTTG GAAACTGACTCATCCCACTTATGATCGGCGCCCCAGATATAGCATTCCCTCGAATAAATAATATAA GCTTCTGGCTTCTCCCACCATCTTTCCTCCTTCTTCTCGCCTCTTCCGGGGTAGAAGCTGGAGCCG GCACTGGCTGAACAGTCTACCCACCTCTGGCTGGAAACCTGGCCCATGCAGGTGCATCTGTAGACT TAACCATCTTCTCACTACACTTAGCAGGGATTTCATCAATTCTGGGGGCTATTAACTTTATTACAA CTATTATTAACATAAAACCTCCTGCTATCTCTCAGTATCAAACACCTTTATTCGTCTGAGCTGTCC TAATTACAGCAGTACTCCTGCTCCTATCCCTTCCCGTGCTTGCTGCCGGCATCACTATACTTCTTA CAGATCGTAATCTTAACACTACTTTCTTTGATCCAGCTGGAGGAGGAGATCCTATTCTCTACCAAC ACCTATTCTGATTCTTTGGCC

Epinephelus coeruleopunctatus

EJ-NMP-02-Epinephelus coeruleopunctatus

CCAAAAGACATTGGCACCCTTTATCTTGTATTTGGTGCCTGAGCCGGTATGGTAGGAACAGCCCTC AGCCTGCTTATTCGAGCCGAGCTTAGCCAACCAGGGGCTCTACTGGGTGACGACCAGATCTATAAT GTGATTGTTACAGCACATGCTTTTGTAATAATCTTTTTTATAGTAATACCAATCATGATTGGTGGC TTCGGAAACTGACTCATCCCACTAATAATTGGTGCTCCAGACATGGCATTCCCCCGAATAAATAAC ATGAGCTTCTGACTTCTCCCCCCATCCTTCCTGCTTCTTCTCGCTTCTTCTGGGGTAGAAGCCGGT GCTGGTACTGGCTGAACAGTTTATCCACCCCTAGCCGGAAACCTAGCCCATGCAGGTGCATCTGTA GACTTAACTATCTTTTCACTACATCTAGCAGGGATCTCATCAATTCTAGGTGCAATCAATTTTATT ACAACCATTATTAACATAAAACCCCCAGCCATCTCCCAATACCAAACACCTTTATTTGTATGAGCA GTGTTAATTACAGCGGTGCTTCTGCTCCTCTCTCTTCCTGTTCTTGCCGCCGGTATTACAATGCTA CTCACAGATCGCAATCTTAACCACCACTTTCTTCGACCCAGCCGGAGGGGGAGACCCCATTCTTTA CCAACACTTATTTTGATTCTTTGGCCACCA

Epinephelus longispinis

EJ-LPG-02-Epinephelus longispinis

(43)

31

Lampiran 5 Basa nukleotida ikan kerapu genus

Epinephelus yang diunduh dari

National Center for Biotechnology Information (NCBI)

Epinephelus aerolatus

ACCESSION KC970469

/country="Philippines: Luzon, Sulu Sea, Palawan, IV-B"

caccctttat cttgtatttg gtgcctgagc cggtatagtg ggaaccgccc tcagcctgct tattcgagct gagctgagcc aaccaggagc cctacttggc gacgatcaga tctataacgt aattgttaca gcacacgctt tcgtaataat tttctttata gtaataccaa ttatgattgg tggcttcgga aactgacttg tacctcttat agtcggcgcc ccagacatag cattccctcg aataaacaac ataagcttct gacttctccc accatccttc ctgctccttc tagcctcctc tggagtagaa gctggtgctg ggactggctg aacagtatac ccccctctag ccggtaacct agcccatgca ggagcatctg tagacttaac catcttctca cttcacttag cgggagtttc atctattcta ggagcaatta acttcatcac aactattatt aatataaaac ccccagccat ttctcagtat caaacacctt tgttcgtttg agctgtatta attacagcag ttctactgct cctgtcccta cccgtgctcg ccgccggtat tacaatactt ctaacagatc gaaacctcaa caccactttc tttgaccccg ctggaggagg agacccaatt ctctaccaac acctattctg attcttc

ACCESSION FJ237757

/country="China: South China Sea"

cctttatctt gtatttggtg cctgagccgg tatagtggga accgccctca gcctgcttat tcgagctgag ctgagccaac caggagccct acttggcgac gatcagatct ataacgtaat tgttacagca cacgctttcg taataatttt ctttatagta ataccaatta tgattggtgg cttcggaaac tgacttgtac ctcttatagt cggcgcccca gacatagcat tccctcgaat aaacaacata agcttctgac ttctcccacc atccttcctg ctccttctag cctcctctgg agtagaagct ggtgctggga ctggctgaac agtatacccc cctctagccg gtaacctagc ccatgcagga gcatctgtag acttaaccat cttctcactt cacttagcgg gagtttcatc tattctaggg gcaattaact tcatcacaac tattatcaat ataaaacccc cagccatttc tcagtatcaa acacctttgt tcgtttgagc tgtattaatt acagcagttc tactgctcct gtccctaccc gtgctcgccg ccggtattac aatacttcta acagatcgaa acctcaacac cactttcttt gaccccgctg gaggaggaga cccaattctc taccaacacc ta

ACCESSION FJ237756

/country="China: South China Sea"

(44)

32

Epinephelus merra

ACCESSION KC970471

/country="Philippines: Luzon, Sulu Sea, Palawan, IV-B"

gttctcaacc aaccacaaag acattggcac cctttatctt gtatttggtg cctgagccgg cataggaaca gccctcagcc tgcttattcg agccgagcta agccaaccag gagccttgct cggtgacgat caaatctata atgtaattgt gacagcacat gctttcgtaa taattttctt tatagtaata ccaatcatga ttggaggctt cggaaactga cttatcccgc ttatgatcgg cgccccagat atggcattcc ctcgaatgaa caacatgagc ttctgacttc tccccccatc attcctgctc ctcctggctt cttctggtgt agaagctgga gccggtaccg gctgaacagt ttatccaccc ctagctggaa acctggccca cgcaggtgcg tccgtagatt taaccatttt ctcacttcac ctagcgggtg tctcatcaat cctgggggca attaatttca ttacaaccat catcaacata aaaccccctg ccatctctca gtaccaaaca cccctattcg tatgagctgt actaattaca gcagtactcc tactcctctc ccttcctgtc cttgccgccg gtattacaat gcttctaaca gatcgtaatc tcaatactac cttctttgac ccagccggag gaggagatcc cattctctac caacacttat tctgattctt tggccaccca gaa

ACCESSION DQ107898

/country="Australia: Queensland"

cctttatctt gtatttggtg cctgagccgg catagtagga acagccctca gcctgcttat tcgagccgag ctaagccaac caggagcctt gctcggtgac gatcaaatct ataatgtaat tgtgacagca catgctttcg taataatttt ctttatagta ataccaatca tgattggagg cttcggaaac tgacttatcc cgcttatgat cggcgcccca gatatggcat tccctcgaat gaacaacatg agcttctgac ttctcccccc atcattcctg ctcctcctgg cttcttctgg agtagaagct ggagccggta ccggctgaac agtttatcca cccctagctg gaaacctggc ccacgcaggt gcgtccgtag atttaaccat tttctcactt cacctagcgg gtgtctcatc aatcctgggg gcaattaatt tcattacaac catcatcaac ataaaacccc ctgccatctc tcagtaccaa acacccctat tcgtatgagc tgtactaatt acagcagtac tcctactcct ctcccttcct gtccttgccg ccggtattac aatgcttcta acagatcgta atctcaatac taccttcttt gacccagccg gaggaggaga tcccattctc taccaacact tattc

ACCESSION JQ431721

/country="French Polynesia: Society Islands, Moorea, Club

accctttatc ttgtatttgg tgcctgagcc ggcatagtag gaacagccct cagcctgctt attcgagccg agctaagcca accaggagcc ttgctcggtg acgatcaaat ctataatgta attgtgacag cacatgcttt cgtaataatt ttctttatag taataccaat catgattgga ggcttcggaa actgacttat cccgcttatg atcggcgccc cagatatggc attccctcga atgaacaaca tgagcttctg acttctcccc ccatcattcc tgctcctcct ggcttcttct ggagtagaag ctggagccgg taccggctga acagtttatc cacccctagc tggaaacctg gcccacgcag gtgcgtccgt agatttaacc attttctcac ttcacctagc gggtgtctca tcaatcctgg gggcaattaa tttcattaca accatcatca acataaaacc ccctgccatc tctcagtacc aaacacccct attcgtatga gctgtactaa ttacagcagt actcctactc ctctcccttc ctgtccttgc cgccggtatt acaatgcttc taacagatcg taatctcaat actaccttct ttgacccagc cggaggagga gatcccattc tctaccaaca ctta

Epinephelus coioides

ACCESSION KF714940

/country="Philippines: Pangasinan, Region 1"

(45)

33

gcctcttctg gtgtagaagc cggtgctggc actggctgaa cagtctaccc acccctggcc ggaaacctag cccacgcagg tgcatcagta gacttaacta ttttctcact acatttagcg ggtatttcat caattctagg cgcaatcaac tttatcacaa ccatcattaa catgaaacct cctgctacct ctcaatacca aacaccttta tttgtgtgag cagtattgat tacagcagta ctcctactcc tttcccttcc cgtccttgcc gccggcatca caatgctact cactgatcgt aatcttaata ccactttctt tgacccagcc ggagggggag acccgattct ttaccagcac ttattttgat tctt

ACCESSION JX674987

/country="India: Andaman"

cctttatctt gtatttggtg cctgagcggg aatagtagga acagccctta gcctactaat tcgagctgag ctaagccagc cgggagctct actaggcgac gaccagatct ataatgtaat tgttacagca catgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatta tgattggtgg ctttggaaac tgacttattc cacttataat cggtgcccca gacatagcat tccctcgaat gaataatata agcttctgac tccttccccc atccttcctg cttcttcttg cctcttctgg tgtagaagcc ggtgctggca ctggctgaac agtctaccca cccctggccg gaaacctagc ccacgcaggt gcatcagtag acttaactat tttctcacta catttagcgg gaatttcatc aattctaggc gcaatcaact ttatcacaac catcattaac atgaaacctc ctgctacctc tcaataccaa acacctttat ttgtgtgagc agtattgatt acagcagtac tcctactcct ttcccttccc gtccttgccg ccggcatcac aatgttactc actgatcgta accttaatac cactttcttt gacccagccg gagggggaga cccgattctt taccagcact tatt

ACCESSION JX674982

/country="India: Andaman"

cctttatctt gtatttggtg cctgagcggg aatagtagga acagccctta gcctactaat tcgagctgag ctaagccagc cgggagctct actaggcgac gaccagatct ataatgtaat tgttacagca catgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatta tgattggtgg ctttggaaac tgacttattc cacttataat cggtgcccca gacatagcat tccctcgaat gaataatata agcttctgac tccttccccc atccttcctg cttcttcttg cctcttctgg tgtagaagcc ggtgctggca ctggctgaac agtctaccca cccctggccg gaaacctagc ccacgcaggt gcatcagtag acttaactat tttctcacta catttagcgg gaatttcatc aattctaggc gcaatcaact ttatcacaac catcattaac atgaaacctc ctgctacctc tcaataccaa acacctttat ttgtgtgagc agtattgatt acagcagtac tcctactcct ttcccttccc gtccttgccg ccggcatcac aatgttactc actgatcgta accttaatac cactttcttt gacccagccg gagggggaga cccgattctt taccagcact tatt

ACCESSION JX674983

/country="India: Andaman"

cctttatctt gtatttggtg cctgagcggg aatagtagga acagccctta gcctactaat tcgagctgag ctaagccagc cgggagctct actaggcgac gaccagatct ataatgtaat tgttacagca cacgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatta tgattggtgg ctttggaaac tgacttattc cacttataat cggtgcccca gacatagcat tccctcgaat gaataatata agcttctgac tccttccccc atccttcctg cttcttcttg cctcttctgg tgtagaagcc ggtgctggca ctggctgaac agtctaccca cccctggccg gaaacctagc ccacgcaggt gcatcagtag acttaactat tttctcacta catttagcgg gaatttcatc aattctaggc gcaatcaact ttatcacaac catcattaac atgaaacctc ctgctacctc tcaataccaa acacctttat ttgtgtgagc agtattgatt acagcagtac tcctactcct ttcccttccc gtccttgccg ccggcatcac aatgttactc actgatcgta accttaatac cactttcttt gacccagccg gagggggaga cccgattctt taccagcact tatt

ACCESSION DQ107891

/country="Australia: Queensland, Gulf of Carpentaria, West

(46)

34

tgttacagca catgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatta tgattggtgg ctttggaaac tgacttattc cacttataat cggtgcccca gacatagcat tccctcgaat gaataatata agcttctgac tccttccccc atccttcctg cttcttcttg cctcttctgg tgtagaagcc ggtgctggca ctggctgaac agtctaccca cccctggccg gaaacctagc ccacgcaggt gcatcagtag acttaactat tttctcacta catttagcgg gaatttcatc aattctaggc gcaatcaact ttatcacaac catcattaac atgaaacctc ctgctacctc tcaataccaa acacctttat ttgtgtgagc agtattgatt acagcagtac tcctactcct ttcccttccc gtccttgccg ccggcatcac aatgttactc actgatcgta accttaatac cactttcttt gacccagccg gagggggaga cccgattctt taccagcact tattt

Epinephelus ongus

ACCESSION DQ107858

/country="Australia: Queensland, North-East of Cairns"

cctttatctt gtatttggtg cctgagctgg tatagtagga acagccctca gcctacttat tcgagccgag ctaagtcaac caggagctct actgggcgat gaccagatct ataatgtaat tgttaccgca cacgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatca tgattggtgg ctttggaaac tgacttatcc cacttataat tggtgctcca gacatagcat tccctcgaat gaataacata agcttctgac tcctcccccc atctttcctg cttcttctcg cttcttctgg agtagaagcc ggtgccggca ctggctgaac agtatacccg cccctagccg gaaacctggc acatgcaggc gcatctgtag atttaaccat cttttcatta cacttagcag ggatctcctc aattctaggt gcaattaact ttatcacaac catcattaac atgaaacccc cagccatctc ccaatatcaa acacctttat ttgtatgagc agtattaatt acagcggtgc tcctactcct ctccctccct gttcttgccg ccggcattac aatgttactc acagaccgca acctaaatac tactttcttc gacccggccg gagggggaga cccaattctt tatcaacact tattc

ACCESSION DQ107859

/country="Australia: Queensland, North-East of Cairns"

cctttatctt gtatttggtg cctgagctgg tatagtagga acagccctca gcctacttat tcgagccgag ctaagtcaac caggagctct actgggcgat gaccagatct ataatgtaat tgttaccgca cacgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatca tgattggtgg ctttggaaac tgacttatcc cacttataat tggtgctcca gacatagcat tccctcgaat gaataacata agcttctgac tcctcccccc atctttcctg cttcttctcg cttcttctgg agtagaagcc ggtgccggca ctggctgaac agtatacccg cccctagccg gaaacctggc acatgcaggc gcatctgtag atttaaccat cttttcatta cacttagcag ggatctcctc aattctaggt gcaattaact ttatcacaac catcattaac atgaaacccc cagccatctc ccaatatcaa acacctttat ttgtatgagc agtattaatt acagcggtgc tcctactcct ctccctccct gttcttgccg ccggcattac aatgttactc acagaccgca acctaaatac tactttcttc gacccggccg gagggggaga cccaattctt tatcaacact ta

ACCESSION DQ107872

/country="Australia: Queensland"

(47)

35

ACCESSION FJ583398

/country="Cuba"

cctttatctt gtatttggtg cctgagctgg tatagtagga acagccctca gcctacttat tcgagccgag ctaagtcaac caggagctct actgggcgat gaccagatct ataatgtaat tgttaccgca cacgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatca tgattggtgg ctttggaaac tgacttatcc cacttataat tggtgctcca gacatagcat tccctcgaat gaataacata agcttctgac tcctcccccc atctttcctg cttcttctcg cttcttctgg agtagaagcc ggtgccggca ctggctgaac agtatacccg cccctagccg gaaacctggc acatgcaggc gcatctgtag atttaaccat cttttcatta cacttagcag ggatctcctc aattctaggt gcaattaact ttatcacaac catcattaac atgaaacccc cagccatctc ccaatatcaa acacctttat ttgtatgagc agtattaatt acagcggtgc tcctactcct ctccctccct gttcttgccg ccggcattac aatgttactc acagaccgca acctaaatac tactttcttc gacccggccg gagggggaga cccaattctt tatcaaca

ACCESSION JF952725

/country="Japan: Okinawa, Ishigaki"

cctttatctt gtatttggtg cctgagctgg tatagtagga acagccctca gcctacttat tcgagccgag ctaagtcaac caggagctct actgggcgat gaccagatct ataatgtaat tgttaccgca cacgcttttg taataatctt ttttatagta ataccaatca tgattggtgg ctttggaaac tgacttatcc cacttataat tggtgctcca gacatagcat tccctcgaat gaataacata agcttctgac tcctcccccc atctttcctg cttcttctcg cttcttctgg agtagaagcc ggtgccggca ctggctgaac agtatacccg cccctagccg gaaacctggc acatgcaggc gcatctgtag atttaaccat cttttcatta catttagcag ggatctcctc aattctaggt gcaattaact ttatcacaac catcattaac atgaaacccc cagccatctc ccaatatcaa acacctttat ttgtatgagc agtattaatt acagcggtgc tcctactcct ctccctccct gttcttgccg ccggcattac aatgttactc acagaccgca acctaaatac tactttcttc gacccggccg gagggggaga cccaattctt tatcaacact ta

Epinephelus fasciatus

ACCESSION KC970470

/country="Philippines: Luzon, Luzon/ Palawan, IV-B, Sulu sea”

tcaaccaacc acaaagacat tggcaccctc tatcttgtat tcggtgcctg agccggtata gtaggaacag ctctcagcct gcttattcga gctgagctga gtcagccagg agccctactc ggcgacgacc aaatttataa tgtaatcgtt acagcacatg ctttcgtaat aattttcttt atagtaatac caatcatgat tggaggcttt ggaaactgac tcatcccact tatgatcggc gccccagata tagcattccc tcgaataaat aatataagct tctggcttct cccaccatct ttcctccttc ttctcgcctc ttccggggta gaagctggag ccggcactgg ctgaacagtc tacccacctc tggctggaaa cctggcccat gcaggtgcat ctgtagactt aaccatcttc tcactacact tagcagggat ttcatcaatt ctgggggcta tcaactttat tacaactatt attaacataa aacctcctgc tatctctcag tatcaaacac ctttattcgt ctgagctgtc ctaattacag cagtactcct gctcctatcc cttcccgtgc ttgctgccgg catcactata cttcttacag atcgtaatct taacactact ttctttgatc cagctggagg aggagatcct attctctacc aacacctatt ctgattcttt ggccacccag aagtcta

ACCESSION DQ107874

/country="Australia: Queensland"

(48)

36

aattctgggg gctattaact ttattacaac tattattaac ataaaacctc ctgctatctc tcagtatcaa acacctttat tcgtctgagc tgtcctaatt acagcagtac tcctgctcct atcccttccc gtgcttgctg ccggcatcac tatacttctt acagatcgta atcttaacac tactttcttt gatccagctg gaggaggaga tcctattctc taccaacacc tattc

ACCESSION FJ459562

/note="Arabian Sea off the coast of India"

cctctatctt gtattcggtg cctgagccgg tatagaagga acagctctca gcctgcttat tcgagctgag ctgagtcagc caggagccct actcggcgac gaccaaattt ataatgtaat cgttacagca catgctttcg taataatttt ctttatagta ataccaatca tgattggagg ctttggaaac tgactcatcc cacttatgat cggcgcccca gatatagcat tccctcgaat aaataatata agcttctggc ttctcccacc atctttcctc cttcttctcg cctcttccgg ggtagaagct ggagccggca ctggctgaac agtctaccca cctctggctg gaaacctggc ccatgcaggt gcatctgtag acttaaccat cttctcacta cacttagcag ggatttcatc aattctgggg gctattaact ttattacaac tattattaac ataaaacctc ctgctatctc tcagtatcaa acacctttat tcgtctgagc tgtcctaatt acagcagtac tcctgctcct atcccttccc gtgcttgctg ccggcatcac tatacttctt acagatcgta atcttaacac tactttcttt gatccagctg gaggaggaga tcctattctc taccaacacc tattc

ACCESSION FJ459561

/note="Arabian Sea off the coast of India"

cctctatctt gtattcggtg cctgagccgg tatagaagga acagctctca gcctgcttat tcgagctgag ctgagtcagc caggagccct actcggcgac gaccaaattt ataatgtaat cgttacagca catgctttcg taataatttt ctttatagta ataccaatca tgattggagg ctttggaaac tgactcatcc cacttatgat cggcgcccca gatatagcat tccctcgaat aaataatata agcttctggc ttctcccacc atctttcctc cttcttctcg cctcttccgg ggtagaagct ggagccggca ctggctgaac agtctaccca cctctggctg gaaacctggc ccatgcaggt gcatctgtag acttaaccat cttctcacta cacttagcag ggatttcatc aattctgggg gctattaact ttattacaac tattattaac ataaaacctc ctgctatctc tcagtatcaa acacctttat tcgtctgagc tgtcctaatt acagcagtac tcctgctcct atcccttccc gtgcttgctg ccggcatcac tatacttctt acagatcgta atcttaacac tactttcttt gatccagctg gaggaggaga tcctattctc taccaacacc tattc

ACCESSION EU392208

/country="India"

cctctatctt gtattcggtg cctgagccgg tatagtagga acagctctca gcctgcttat tcgagctgag ctgagtcagc caggagccct actcggcgac gaccaaattt ataatgtaat cgttacagca catgctttcg taataatttt ctttatagta ataccaatca tgattggagg ctttggaaac tgactcatcc cacttatgat cggcgcccca gatatagcat tccctcgaat aaataatata agcttctggc ttctcccacc atctttcctc cttcttctcg cctcttccgg ggtagaagct ggagccggca ctggctgaac agtctaccca cctctggctg gaaacctggc ccatgcaggt gcatctgtag acttaaccat cttctcacta cacttagcag ggatttcatc aattctgggg gctatcaact ttattacaac tattattaac ataaaacctc ctgctatctc tcagtatcaa acacctttat tcgtctgagc tgtcctaatt acagcagtac tcctgctcct atcccttccc gtgcttgctg ccggcatcac tatacttctt acagatcgta atcttaacac tactttcttt gatccagctg gaggaggaga tcctattctc taccaacacc tattc

Epinephelus coeruleopunctatus

ACCESSION JF493438

/country="Mozambique: Pomene"

(49)

37

cttcggaaac tgactcatcc cactaataat tggtgctcca gacatggcat tcccccgaat aaataacatg agcttctgac ttctcccccc atccttcctg cttcttctcg cttcttctgg ggtagaagcc ggtgctggta ctggctgaac agtttatcca cccctagccg gaaacctagc ccatgcaggt gcatctgtag acttaactat cttttcacta catctagcag ggatctcatc aattctaggt gcaatcaatt ttattacaac cattattaac ataaaacccc cagccatctc ccaataccaa acacctttat ttgtatgagc agtgttaatt acagcggtgc ttctgctcct ctctcttcct gttcttgccg ccggtattac aatgctactc acagatcgca atcttaacac cactttcttc gacccagccg gagggggaga ccccattctt taccaaca

ACCESSION JQ349962

/country="Madagascar: Antananarivo, Ouest, Nosy Be, Nosy Kivindry" caccctttat ttagtattcg gcgcctgagc cggaatggta ggaacagccc tcagcctgct tattcgagcc gagcttagcc aaccaggggc tctactgggt gacgaccaga tctataatgt gattgttaca gcacatgctt ttgtaataat cttttttata gtaataccaa tcatgattgg tggcttcgga aactgactca tcccactaat aattggtgct ccagacatgg cattcccccg aataaataac atgagcttct gacttctccc cccatccttc ctgcttcttc tcgcttcttc tggggtagaa gccggtgctg gtactggctg aacagtttat ccacccctag ccggaaacct agcccatgca ggtgcatctg tagacttaac tatcttttca ctacatctag cagggatctc atcaattcta ggtgcaatca attttattac aaccattatt aacataaaac ccccagccat ctcccaatac caaacacctt tatttgtatg agcagtgtta attacagcgg tgcttctgct cctctctctt cctgttcttg ccgccggtat tacaatgcta ctcacagatc gcaatcttaa caccactttc ttcgacccag ccggaggggg agaccccatt ctttacc

Gambar

Gambar 1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Sumber; Surfer 12)
Tabel 1 Spesies yang ditemukan dari hasil BLAST di National Center for
Tabel 3 Karakter morfologi utama dalam identifikasi ikan kerapu Epinephelus
Gambar 5 Spesies ikan kerapu Epinephelus yang memiliki jarak genetik terdekat
+4

Referensi

Dokumen terkait