Laporan Kasus
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008 288
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi
dengan Z- Plasty
Delfitri Munir
Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
hidung. Tindakan pembebasan stenosis dilakukan dengan menggunakan flap lokal dan teknik Z plasty dengan hasil yang cukup baik.
Kata kunci: stenosis, vestibulum, Z plasty
Abstract: Vestibulum stenosis is the constriction of vestibulum cavity. The etiologies are congenital, nasal trauma, iatrogenic and infection, while the symptom is total or subtotal nasal obstruction. Variation of methods to repair vestibulum stenosis are using stent, local flap, skin graft with stent and composite graft taken from auricular tissue. We report a case in a seven years old child with nasal vestibular stenosis caused by nasal trauma. The stenosis was repaired successfully using local flap with Z-plasty technique.
Keywords: stenosis, vestibulum, Z plasty
PENDAHULUAN
Stenosis vestibulum nasi adalah penyempitan rongga hidung bagian vestibulum.1,2
Penyebabnya meliputi kelainan bawaan lahir, trauma hidung, infeksi dan iatrogenik. Stenosis vestibulum yang didapati sejak lahir, bisa total atau parsial. Luka trauma dapat disebabkan oleh trauma jalan lahir, terbakar, fraktur, dan laserasi yang mencetuskan stenosis.3
Infeksi dan inflamasi meliputi chicken pox, lepra, rinitis atrofi dan lain-lain, yang pada proses penyembuhannya sering menyebabkan jaringan parut. Iatrogenik dapat disebabkan operasi sebelumnya, seperti septoplasti, rinoplasti atau elektrokauter. Di samping itu, trauma akibat pemakain tampon hidung untuk mengontrol epistaksis, dapat mencetuskan terjadinya stenosis hidung. Meskipun jarang, stenosis vestibulum nasi dapat dijumpai pada anak-anak akibat tindakan koreksi bibir sumbing dan deformitas hidung.4,5
Gejala stenosis vestibulum yang paling dirasakan adalah hidung tersumbat. Keluhan ini terutama jika stenosis tersebut komplit dan terjadi deformitas disisi yang sehat misalnya karena septum deviasi. Keluhan juga akan makin berat jika pasien menderita rinitis, sehingga harus bernafas dari mulut, dan dapat menimbulkan gejala ngorok.1,4
Pemeriksaan fisik meliputi rinoskopi anterior dan pemeriksaan endoskopi untuk menentukan lokasi dan tingkat keparahan stenosis itu. Area yang mengalami stenosis meliputi lantai hidung, atap, dan dinding lateral vestibulum.4
Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk mengetahui, sejauh mana kerusakan yang terjadi, lokasi stenosis dan juga komplikasi yang dapat timbul akibat stenosis vestibulum ini. Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah CT-Scan.6
Variasi metoda dalam perbaikan stenosis vestibulum dilakukan dengan berbagai cara. Metoda tersebut meliputi menghilangkan skar
Delfitri Munir Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi...
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008 289
daerah sekitarnya, split dan full thickness graft kulit dengan pemasangan sten dalam waktu
yang lama serta graft komposit yang bisa
diambil dari daun telinga.1,5
Flap miokutaneus dari jaringan sekitar hidung, selain mengkoreksi stenosis vestibulum, juga untuk memperbaiki malposisi alar base. Tehnik ini kadang-kadang dikombinasikan dengan pemakaian komposit graft.7
Pemakaian stent biasanya dikombinasikan dengan tindakan bedah setelah membebaskan stenosis yang berguna untuk mencegah stenosis kembali. Dalam hal ini stent berfungsi untuk membuat vestibulum selalu terkembang atau menjadi
penyangga. Stent juga bisa dipakai untuk
sementara menunggu tindakan bedah, terutama pada stenosis yang tidak komplit dan kelainan kongenital.8
Flap lokal yang paling sering yaitu meliputi Z plasty dan W plasty. Banyak literatur yang menulis penatalaksanaan
dengan metoda flap lokal dalam
membebaskan stenosis vestibulum. Secara umum tehnik ini sering menimbulkan komplikasi karena vestibulum ini suatu daerah yang sangat sempit dan jaringan yang dipakai untuk rotasi juga terbatas. Di samping itu insisi didalam hidung dapat menimbulkan jaringan parut. Akibat sempitnya daerah operasi, sering operator harus mengambil daerah sekitarnya untuk menambah bahan yang digunakan untuk perbaikan seperti rotasi flap. Biasanya flap diambil dari nasolabial,
bibir atau mulut, namun flap ini dapat
menimbulkan jaringan parut diwajah. Pemakaian jaringan mukosa dari mulut adalah tehnik baru, meliputi diseksi yang dalam pada jaringan mukosa mulut. Komplikasi teknik ini dapat terjadi edema paska operasi dan menambah risiko terjadinya fistel naso-oral.1,8
Split dan full thickness skin graft dilakukan dengan cara mentransformasikan jaringan dari luar area hidung untuk memperbaiki penyempitan tersebut setelah dilakukan pembebasan. Teknik ini tidak cukup jika dipakai untuk menutup jaringan yang luas, tetapi full thickness dapat digunakan sebagai graft yang tebal. Di samping itu, tehnik ini
memerlukan stent intranasal untuk
menyangga serta mempermudah penyembuhan dan biasanya dilepas setelah
waktu 3 minggu. Komplikasi pemakaian skin
graft sering timbul kontraktur setelah stent diangkat dan timbul kegagalan pada saat
mengkoreksi stenosis yang sebenarnya. Graft komposit dapat dilakukan dengan
menggunakan graft dari daun telinga.
Kartilago yang keras digunakan untuk
penyangga sehingga stent tidak diperlukan
lagi. Kekurangannya teknik ini adalah timbul bekas didaerah donor.1,4
Komplikasi yang paling sering terjadi pada tindakan koreksi stenosis nasi adalah gagal untuk membebaskan obstruksi. Biasanya hal ini disebabkan oleh karena tehnik bedah yang dipakai tidak disesuaikan dengan bentuk anatomi hidung pada pasiennya. Kolumela yang tebal dan lubang hidung yang sangat kecil dapat menyebabkan kegagalan, sehingga terjadi sinekia bahkan restenosis jika tidak dibantu dengan pemakaian stent. Komplikasi yang lain meliputi epistaksis, infeksi, skar, kontraktur dan bentuk hidung menjadi tidak simetris. Pada daerah donor juga kadang menjadi masalah seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna, misalnya timbul keloid.4,5
LAPORAN KASUS (MR: 27 84 23)
Seorang anak perempuan A berumur 7 tahun, datang ke poliklinik THT RSUP, RS Haji Adam Malik tanggal 10 Mei 2005, dengan keluhan utama hidung tersumbat. Hidung tersumbat dialami penderita sejak 8 bulan. Satu bulan sebelumnya penderita terjatuh dan hidungnya terbentur batu. Dari hidung sebelah kanan keluar darah yang cukup banyak dan berhenti sendiri setelah 2 hari. Sejak timbul keluhan hidung tersumbat, tidurnya sering mengorok.
Pada pemeriksaan dijumpai nares
kanan tertutup dan terlihat lubang sebesar jarum spuit ditengahnya. Nares dan kavum nasi kiri dalam batas normal. Ditegakkan diagnosis stenosis vestibulum dekstra et causa trauma hidung. Hasil CT-Scan Paranasal Sinus 18 Mei 2005 adalah tidak tampak tanda-tanda sinusitis dan tanda-tanda fraktur. Pemeriksaan laboratorium dan foto torak dalam batas normal.
Tanggal 10 Juni 2005 dilakukan operasi dengan terlebih dahulu menginfiltrasi adrenalin 1: 200.000 pada daerah stenosis sekitar lubang. Dibuat garis insisi berbentuk X dengan poros pada lubang stenosis
membentuk flap dan ujungnya di fiksasi
Laporan Kasus
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008 290
tambah (+) pada mukosa dalam, juga membentuk flap dan difiksasi. Ujung flap yang berada dekat lubang kulit dalam dijahitkan kebagian sudut yang menjauhi lubang pada
kulit luar dengan menggunakan vicryl 5/0.
Demikian juga masing-masing ujung kulit luar dijahitkan kebagian sudut kulit dalam dengan menggunakan vicryl 5/0.
Evaluasi hasil akhir, perdarahan ± 5 cc,
dipasang tampon sofratule (tidak padat).
Keadaan umum post operasi baik dan diberikan terapi injeksi Ampicillin 500 mg/6 jam.
Gambar prosedur operasi
stenosis
Gambar sebelum dan sesudah operasi
Tanggal 12 Juni 2005 (hari ke 3), sofratule dibuka. Tanggal 13 Juni 2005 (hari ke 4), dilakukan rinoskopi anterior, tampak krusta yang mengering dan di bersihkan. Luka operasi kering, perdarahan tidak ada dan permukaan mukosa vestibulum sudah rata. Tanggal 14 Juni 2005 (hari ke-5), jahitan dibuka selang seling, dan luka operasi masih kering. Diberikan terapi oral Amoxicillin 3 x 250 mg. Tanggal 15 Juni 2005 (hari ke-6) jahitan buka seluruhnya, luka operasi kering dan perdarahan tidak dijumpai.
DISKUSI
Stenosis nasal vestibulum adalah kejadian yang tidak umum, dan dapat memberikan masalah dalam penatalaksanaannya. Dengan perencanaan yang hati-hati sebelum operasi dan pengetahuan yang baik, dapat menghindarkan masalah yang timbul. Perbaikan stenosis akan memberikan hasil yang baik bila dapat menyesuaikan tehnik operasi dengan bentuk anatomi, area stenosis dan jenis stenosisnya (total atau parsial). Tantangannya adalah memperbaiki stenosis tanpa membentuk stenosis yang baru atau menyebabkan skar yang baru dan
mendapatkan kepuasan dari pasien segera setelah operasi maupun jangka lama.10
Pada kasus ini stenosis vestibulum terjadi pada vestibulum sebelah kanan yang disebabkan oleh trauma hidung. Beberapa laporan menunjukkan trauma hidung insidennya sangat tinggi pada anak-anak usia 7 - 11 tahun, karena aktivitas mereka yang sangat tinggi. Biasanya sering timbul epitaksis, edema jaringan lunak hidung serta hematoma.11
Dari anamnesa dikatakan perdarahan hidung berlangsung selama 2 hari tanpa tindakan dan pengobatan yang memadai. Trauma tersebut kemungkinan menimbulkan laserasi dimana pada penyembuhan luka terbentuk jaringan fibrotik. Kemungkinan terjadinya fraktur sudah disingkirkan dengan pemeriksaan CT-Scan sinus paranasal.
Metoda flap lokal dengan Z plasty dipilih karena metoda ini dianggap cocok untuk anatomi hidung penderita. Secara inspeksi alanasi pasien ini tidak kolaps dan lubang hidungnya cukup lebar, sehingga pasca operasi tidak perlu menggunakan stent. Stenosisnya hampir total sehingga diharapkan cukup mendapatkan jaringan kulit sebagai flap. Pada
kasus ini stent tidak diperlukan, karena
seluruh mukosa dapat tertutup dengan rapat menggunakan flap Z plasty, dan tidak terjadi himpitan karena bentuk nostril yang cukup lebar. Evaluasi paska operasi menunjukkan hasil yang baik. Pasien dapat bernafas lega, dan ketika tidur tidak lagi berbunyi, serta bekas luka operasi kering tanpa terlihat tanda-tanda infeksi.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus stenosis vestibulum nasi kanan pada seorang anak perempuan usia 7 tahun yang disebabkan karena trauma hidung, dan dilakukan tindakan pembebasan stenosis dengan teknik Z plasty. Setelah operasi, pasien dapat bernafas lega dan pada luka bekas operasi tidak dijumpai tanda-tanda infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Blandini D, Tremolada C, Beretta M.
Delfitri Munir Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi...
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008 291
2. Jablon J.H, Hoffman J.F. Birth trauma
causing nasal vestibular stenosis. Archives of Otolaryngology Head Neck Surg 1997; 123 (9): 1004-6
3. Morimoto N, Kawashiro N, Tsuchihashi
N, Shishiyama F. Congenital choanal atresia and nasal stenosis. Nippon Jibiinkoka Gakkai Kaiho 2002; 105(5): 570-6.
4. Karen M, Chang E, Keen MS. Auricular
composite grafting to repair nasal vestibular stenosis. Otolaryngology Head and neck Surgery 2000; 122(4): 529-32
5. Tandon D.A. Opening the stenosis nostril: How I do it. Case Report. Otolaryngology and Head and Neck Surgery 2001; 53 (1)
6. Koga K, Kawashiro N, Araki A,
Tsuchihashi N, Sakai M. Radiographic diagnosis of congenital bony nasal stenosis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2001; 59(1): 29-39.
7. Kotzur A, Gubisch W, Meyer R. Stenosis
of the nasal vestibule and its treatment. Case Report. Aesthetic Plast Surg 1999; 23(2): 86-92.
8. Egan KK, Kim DW. A novel intranasal
stent for functional rhinoplasty and nostril stenosis. Laryngoscope 2005; 115 (5): 903-9.
9. Adamson JE. Expanded Forehead-Nose
Flap. Plastic and Reconstructive surgery 1988; 81 (1): 17-20.
10. Menger DJ, Peter J. F.Lohuis M. Nasal
Vestibular Stenosis: Post operatif management. Arch Facial Plast Surg 2005; 7: 381-6
11. Chmielick M, Bielicka A, Brand M.