ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh
Nama : DWI SILFIA NIM : 060200210
Departemen : Hukum Ekonomi
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
Nama : DWI SILFIA NIM : 060200210
Departemen : Hukum Ekonomi
Ketua Departemen
Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.M.H NIP.195603291986011001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum Dr.T.Keizerina Devi,S.H.CN.MS NIP.195905111986011001 NIP.197002012002122001
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT dan Rasulullah
Muhammad SAW, karena atas berkat dan rahmat-NYA lah dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Adalah suatu anugerah yang indah yang diberikan ALLAH SWT sehingga
Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan tepat pada waktunya. Dan atas
Doa dari Orang Tua dan dukungan keluarga, menjalani perkuliahan dengan penuh
semangat dengan suatu tujuan dapat mengabdikan ilmu yang telah didapatkan dari
Dosen selama empat tahun dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan.
Skripsi ini berjudu l :
ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
Adapun ketertarikan dalam memilih judul ini adalah mengingat
penggunaan kartu kredit dalam bertransaksi oleh masyarakat tidak begitu
memperhatikan pajak yang sebenarnya telah dibebankan kepada pengguna kartu
kredit dalam bertransaksi baik dalam melakukan tarik tunai ataupun melakukan
pembayaran atas pembelian suatu barang. Dalam hal ini masyarakat hanya melihat
pajak yang dibebankan pada barang atau jasa yang digunakan. Padahal sebenarnya
Oleh karena dilakukan pembahasan dalam skripsi ini untuk mengetahui pajak apa
saja yang dibebankan pada transaksi kartu kredit.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa bantuan, petunjuk, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, Bapak Syafruddin,SH, MH, dan Bapak
M.Husni, SH, MH sebagai Pembantu Dekan I, II, dan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Departemen
Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing
I, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan petunjuk serta
perhatian dan dorongan dalam penulisan skripsi ini;
6. Ibu Dr.T.Keizerina Devi, SH,CN.MS selaku Dosen Pembimbing II, yang
telah memberikan bimbingan, masukan dan petunjuk serta perhatian dan
dorongan dalam penulisan skripsi ini;
7. Bapak M.Hayat,SH sebagai Dosen Wali yang telah memberikan
bimbingan perkuliahan dan konsultasi akademik di Fakultas Hukum
8. Dosen dan Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama masa
perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
9. Staf dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan kemudahan pelayanan administrasi kartu rencana studi
selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
10.Kepala Kantor Pajak Pratama Medan Timur beserta staf seksi waskon II
dan waskon III.
11.Orangtua tercinta, Ayahanda Muhammad Tumut dan Ibunda Nurmi,
semoga keduanya panjang umur dan bahagia selalu terima kasih atas
bantuannya baik moril maupun materil, semangat dan dukungan yang
diberikan selama ini, kepada kakakku Tari Yufita,S.Kom, abang iparku
Praka Ponizan, semoga sehat dan bahagia selalu dalam keluarga dan
adikku Tri Do Hanif semoga cepat lulus.
12.Kepada kakak angkatku, dr.Raden Hazrin, yang telah banyak memberikan
dorongan batin yang sangat kubutuhkan dan menemaniku selama
penulisan skripsi ini, terima kasih banyak, semoga menjadi dokter
spesialis yang sukses;
13.Kepada tanteku, notaris Elvina Yuliana,SH, Sp.N, dan suami beserta
pegawai yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan
skripsi ini;
14.Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terutama
Imelda Sugiharti, Iryanti Sagala, Agnes Elga Margareth, Jaswinderjit,SH
dan Miranda Syahputri Siregar semoga persahabatan kita tetap langgeng
dan Good Luck buat kalian semuanya, semoga ke depan hubungan ini tetap hangat, dan semuanya menjadi orang yang sukses dan berguna buat
keluarga, bangsa dan negara.
Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
kepada semua orang yang membaca skripsi ini dan jika ada kekurangan dalam
skrisi ini, Penulis dengan senang hati menerima masukan dan koreksi dari para
pembaca.
Sekian dan Terima Kasih
Medan, Februari 2010
Dwi Silfia
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...i
Daftar Isi...v
Daftar Tabel...viii
Abstraksi...ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Perumusan Masalah...4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...5
D. Keaslian Penulisan...6
E. Tinjauan Kepustakaan...7
F. Metode Penulisan...8
G. Sistematika Penulisan...11
BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN A. Sejarah Kartu Kredit...14
B. Dasar Hukum Penggunaan Kartu Kredit Di Indonesia...16
C. Klasifikasi Kartu Kredit...18
E. Prosedur Permohonan dan Penerbitan Kartu Kredit...22
F. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit...25
G. Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit...30
BAB III JENIS PAJAK YANG DIBEBANKAN PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT A. Tinjauan Umum Pajak...32
1. Pengertian Pajak...32
2. Ciri-Ciri Pajak...34
3. Syarat Pemungutan Pajak...35
4. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Indonesia...36
5. Asas-Asas Pemungutan Pajak...41
6. Sistem Pemungutan Pajak...52
7. Timbulnya Utang Pajak...57
8. Hapusnya Utang Pajak...59
9. Sanksi Perpajakan...63
B. Jenis-Jenis Pajak Dalam Tata Hukum Indonesia Yang Dibebankan Pada Transaksi Kartu Kredit...74
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN
A. Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Di Indonesia Pada
Transaksi Kartu Kredit...78
B. Pengawasan Terhadap Penerapan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit...92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...94
DAFTAR PUSTAKA...96
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Penghasilan antara penghasilan dengan kebutuhan materiil...48
2. Tabel 2...65
3. Tabel 3...67
4. Tabel 4...68
5. Tabel 5...69
Abstraksi
ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
*) Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum ** ) Dr.T.Keizerina Devi,S.H.CN.MS ***) Dwi Silfia
Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit (merchant). Pada transaksi kartu kredit, terdapat juga
pajak yang harus dikenakan yang melekat pada objek atau barang yang dibeli dengan kartu kredit. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai pajak apakah yang dapat dibebankan pada transaksi kartu kredit dan bagaimanakah penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu kredit.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan
pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan
mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, buku-buku, internet atau seumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pada kartu kredit dibebankan 3 jenis pajak yaitu : pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai dan pajak bea materai. Ketiga jenis pajak ini hanya pajak bea materai yang dapat dengan jelas dilihat pengaplikasiannya dan dapat dilihat dengan konkrit dalam tagihan kartu kredit. Sedangkan pada pajak penghasilan dan PPN hanya dapat dilihat pada saat
melakukan transaksi atau apply kartu kredit atau pada saat pelaporan dalam SPT.
Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah Bank Indonesia sebaiknya lebih menegaskan lagi mengenai kemudahan pihak pejabat pajak untuk mengakses rekening nasabah. Sehingga tidak hanya menggunakan Pasal 41 UU Perbankan saja tetapi juga dapat lebih mempergunakan Peraturan Bank Indonesia yang lebih khusus lagi, dan kepada WP sendiri diharapkan bersikap terbuka dan jujur agar dalam pelaporan SPT mengenai sumber penghasilan yang dipergunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dicantumkan sehingga tidak ada kesan pemungutan pajak terhadap karti kredit dilakukan dua kali.
Kata kunci : Pajak dan Kartu Kredit
Abstraksi
ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN KETENTUAN PAJAK PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
*) Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum ** ) Dr.T.Keizerina Devi,S.H.CN.MS ***) Dwi Silfia
Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit (merchant). Pada transaksi kartu kredit, terdapat juga
pajak yang harus dikenakan yang melekat pada objek atau barang yang dibeli dengan kartu kredit. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai pajak apakah yang dapat dibebankan pada transaksi kartu kredit dan bagaimanakah penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu kredit.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan
pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan
mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, buku-buku, internet atau seumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pada kartu kredit dibebankan 3 jenis pajak yaitu : pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai dan pajak bea materai. Ketiga jenis pajak ini hanya pajak bea materai yang dapat dengan jelas dilihat pengaplikasiannya dan dapat dilihat dengan konkrit dalam tagihan kartu kredit. Sedangkan pada pajak penghasilan dan PPN hanya dapat dilihat pada saat
melakukan transaksi atau apply kartu kredit atau pada saat pelaporan dalam SPT.
Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah Bank Indonesia sebaiknya lebih menegaskan lagi mengenai kemudahan pihak pejabat pajak untuk mengakses rekening nasabah. Sehingga tidak hanya menggunakan Pasal 41 UU Perbankan saja tetapi juga dapat lebih mempergunakan Peraturan Bank Indonesia yang lebih khusus lagi, dan kepada WP sendiri diharapkan bersikap terbuka dan jujur agar dalam pelaporan SPT mengenai sumber penghasilan yang dipergunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dicantumkan sehingga tidak ada kesan pemungutan pajak terhadap karti kredit dilakukan dua kali.
Kata kunci : Pajak dan Kartu Kredit
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat
digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang
diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit (merchant).1
“ Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran
pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan
pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.”
Pengertian kartu kredit dalam pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Inonesia
Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu, yaitu :
2
Dibandingkan dengan jenis-jenis kredit yang ditawarkan dunia perbankan,
kartu kredit merupakan jenis kredit yang paling mudah dan cepat disetujui.
Syaratnya sederhana yaitu fotocopi KTP, slip gaji atau surat keterangan
penghasilan, foto dan surat keterangan lain yang dianggap perlu. Bahkan pada
1
Subagyo,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,ed.2,cet.2,(Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,2005),hlm.39.
2
perkembangan saat ini, apabila calon pemegang kartu kredit yang mengajukan
permohonan kartu kredit telah memiliki kartu kredit sebelumnya, maka calon
pemegang kartu kredit yang bersangkutan hanya perlu menyerahkan fotokopi
tagihan kartu kredit tersebut.
Selain kemudahan dalam mengajukan permohonan, kelebihan lain dari
penggunaan kartu kredit adalah lingkup penggunaannya yang sangat luas, dari
transaksi kecil sampai transaksi bervolume besar. Hal ini sangat berguna bagi
masyarakat, terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan, baik untuk
bisnis maupun wisata karena kartu kredit juga dapat digunakan untuk melakukan
transaksi diberbagai negara yang menerima pembayaran dengan kartu kredit.
Semakin lama penggunaan kartu kredit di Indonesia semakin luas.
Perkembangan penggunaan kartu kredit terjadi dengan cepat karena ada banyak
kemudahan yang diperoleh dari penggunaan kartu kredit. Kartu kredit dinilai lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan alat pembayaran lain, sehingga lebih
dikenal pula di tengah masyarakat.
Masyarakat biasanya menggunakan kartu kredit untuk pembayaran
transaksi yang dilakukan melalui internet atau di toko-toko yang menyediakan
layanan pembayaran dengan kartu kredit. Pada transaksi yang dilakukan melalui
internet, pihak card holder mempunyai kewajiban untuk membayar barang yang
dibelinya dan mempunyai hak untuk menerima barang yang telah dibelinya dari
barang itu dalam keadaan baik dan spesifikasinya sesuai dengan apa yang dipesan
oleh card holder dan berhak untuk menerima pembayaran.
Perkembangan penggunaan kartu kredit yang begitu pesat ini disebabkan
karena masyarakat merasakan semakin pentingnya penggunaan kartu kredit
sebagai alat pembayaran dan mengambil uang tunai mengingat kepraktisan, rasa
nyaman dan aman yang ditimbulkan. Kegiatan itu juga tidak terlepas dari
pembebanan pajak sebagai kewajiban masyarakat untuk membebankan pajak pada
setiap transaksi atau fasilitas atau biaya yang harus dibayar atas penggunaan
fasilitas atau kepimilikan suatu barang.
Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul
“Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” sebagaimana dikutip oleh R santoso
Brotodihardjo menyatakan bahwa3
Dari defenisi diatas maka biaya produksi barang atau jasa-jasa dalam
mencapai kesejahteraan umum banyak sekali yang telah digunakan oleh
masyarakat. Salah satunya pembelian barang dengan kartu kredit juga termasuk
dalam pembebanan pajak terhadap biaya produksi barang yang dibeli dengan
kartu kredit tersebut.
:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum.”
3
Penggunaan kartu kredit dalam transaksi pembayaran juga dikenakan
pajak yang berlaku di Indonesia seperti Pajak Pertambahan Nilai yang dilihat dari
objek transaksi, pengambilan uang tunai, pajak yang dibebankan oleh pihak Bank
kepada pemegang kartu kredit (card holder) dan pajak lainnya.
Dalam hal pembebanan pajak ini, mungkin masyarakat tidak begitu
menyadari bahwa pajak yang dibebankan terhadap transaksi kartu kredit justru
lebih besar dibandingkan dengan transaksi tanpa menggunakan kartu kredit atau
transaksi tunai. Jenis pajak apa saja yang dibebankan pada transaksi kartu kredit,
dan penerapan pajak yang dikenakan terhadap transaksi kartu kredit yang
masyarakat tidak mengetahuinya.
Berdasarkan uraian diatas, dengan adanya pembebanan pajak pada
transaksi kartu kredit inilah, maka Skripsi ini ditulis untuk membahas jenis pajak
yang dibebankan pada transaksi kartu kredit dan menganalisis penerapan pajak
dalam Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan
Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah diuraikan terlebih dahulu
maka dibuat suatu batasan perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Pajak apakah yang dapat dibebankan pada transaksi kartu kredit ditinjau
dari peraturan perpajakan ?
2. Bagaimanakah penerapan ketentuan pajak Indonesia pada transaksi kartu
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan a. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang
berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi
Kartu Kredit”, selain untuk melengkapi tugas-tugas persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, juga
mempunyai tujuan pembahasan yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan
antara lain :
1. Untuk mengetahui secara umum informasi kartu kredit sebagai alat
pembayaran;
2. Untuk mengetahui jenis pajak yang dapat dibebankan dalam transaksi
kartu kredit;
3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan ketentuan pajak pada
transaksi kartu kredit.
b.Manfaat Penulisan
berangkat dari permasalahan-permasalahan diatas, penulisan skripsi ini
diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Dari segi teoritis skripsi ini sebagai bentuk peningkatan penulis di bidang
hukum pajak, khususnya mengenai penerapan ketentuan pajak pada
2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran bagi
masyarakat khususnya kalangan pebisnis bahwa transaksi kartu kredit juga
dapat dibebankan pajak sebagaimana yang berlaku dalam ketentuan
peraturan perpajakan di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan
Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit” ini adalah merupakan hasil karya penulis
sendiri. Dari hasil peninjauan kepustakaan pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Judul “Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak
Pada Transaksi Kartu Kredit” yang dibuat sebagai judul dalam skripsi di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan tidak terdapat judul yang sama seperti
judul skripsi yang Penulis buat. Dan pokok permasalahan yang diangkat penulis
sebagai judul dalam penulisan skripsi ini belum pernah dibahas dalam
skripsi-skripsi yang ada sebelumnya. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan karya tulis
ini terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal
tahun 1920-an di Amerika Serikat dimana pada saat itu kartu kredit hanya dapat
dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu kredit tersebut.4
4
Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu kredit
yang diterbitkan oleh American Exprees dan Dinners Club. Sedangkan bank
nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah Bank BCA, namun kartu
ini hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank
nasional yang pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan
Internasional adalah Bank Duta.
Dalam transaksi kartu kredit, terdapat juga pajak yang harus dikenakan
yang melekat pada objek atau barang yang dibeli dengan kartu kredit tersebut.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.5
5
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740,selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.
Jenis-jenis pajak antara lain : pajak langsung dan pajak tidak langsung,
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan. Dari beberapa jenis pajak yang diuraikan diatas
1. Bea materai hal ini sesuai dengan SE-13/PJ.5/2001 tanggal 5 Juni 2001 yang menyebutkan bahwa pengenaan bea materai pada tagihan kartu kredit
harus dilaksanakan seegera mungkin.6
2. Pajak pertambahan nilai (PPN) yang melekat pada saat melakukan transaksi kartu kredit yaitu pada saat membeli barang atau belanja dengan
kartu kredit, jenis pajak itu adalah pajak yang langsung dipungut dari
transaksi kartu kredit.7
3. Pajak penghasilan (Pph) yang melekat pada kartu kredit dikenakan setiap melakukan transaksi atau pengeluaran dan pada saat melaporkan
pendapatan pemegang kartu kredit.
8
F. Metode Penelitian
Dalam setiap usaha penulisan haruslah menggunakan metode penulisan
yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan oleh
penulis dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan
dengan permasalahan yang diangkat didalamya. Dengan demikian,
penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang
didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder, yaitu penelitian yang
6
http//www.pajak.go.id/index.php?view=category&ud=112&option=com_content&itemid=41 diakses pada tanggal 08 Februari pukul 20.55 wib
7
pada tanggal 08 februari 2010 pukul 20.15 wib
8
mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan.9
b. Data dan Sumber Data
Dalam hal ini peraturan perpajakan dijadikan acuan dasar
peraturan dalam penerapan jenis pajak pada transaksi kartu kredit.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis pajak yang dibebankan pada
transaksi kartu kredit dan penerapannya dalam kalangan pebisnis atau
perdagangan di Indonesia.
Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan
adalah bahan hukum primer, sekunder,dan tersier.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan di bidang hukum pajak yang mengikat, antara
lain : UU No.16 Tahun 2000 jo UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.11 Tahun 2000
Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.8 tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, UU No.36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
serta peraturan pelaksanaannya, Surat Edaran Dirjen Pajak
SE-34/PJ.53/1995, dan Surat Direktur Jenderal Pajak S-122/PJ.53/2002.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli
hukum berupa buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, buku-buku
referensi, majalah hukum, pendapat-pendapat para sarjana yang
berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.
3. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan
hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum
dan lain-lain.
c. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan Skripsi ini
maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan
yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis buku-buku, surat
kabar, makalah ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan
lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam Skripsi ini.
d. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk dalam tipe penelitian
hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan
untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang akan dibahas.
Analisis data dilakukan dengan :
1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti;
2. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau
doktrin yang ada; dan
3. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif-kualitatif.10
G. Sistematika Penulisan
Pada dasarnya sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari
keseluruhan dari keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan
antara satu pembahasan dengan yang lain secara teratur menurut sistem.
Sistematika penulisan dalam pembahasan Skripsi ini disusun sedemikian
rupa, yang terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab mempunyai sub bab,
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
bab pendahuluan akan menguraikan tentang segala hal yang umum
dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejarah umum kartu kredit,
dasar hukum penggunaan kartu kredit di Indonesia, klasifikasi
kartu kredit, pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan dan
penggunaan kartu kredit.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengertian pajak, ciri-ciri
pajak, syarat pemungutan pajak, kedudukan hukum pajak dalam
tata hukum Indonesia, asas-asas pemungutan pajak, sistem
pemungutan pajak, timbulnya utang pajak, hapusnya utang pajak,
dan jenis pajak yang dibebankan pada transaksi kartu kredit
ditinjau dari peraturan perpajakan, yaitu antara lain menurut UU
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, dan ditinjau dari peraturan pelaksana lainnya.
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN
KETENTUAN PAJAK DI INDONESIA PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
Dalam bab ini akan dibahas mengenai penerapan ketentuan pajak
pada transaksi kartu kredit. Dalam bab ini akan dibahas secara
mendalam mengenai penerapan ketentuan pajak pada transaksi
yang dilakukan melalui media komputer, jaringan internet dan/atau
perangkat lunak lainnya atau juga di toko-toko yang melayani
pembayaran dengan kartu kredit. Dan juga pengawasan terhadap
penerapan pajak pada transaksi kartu kredit.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir yang merupakan kesimpulan dan
saran dari Penulis Skripsi ini. Dalam bab ini akan diuraikan tentang
sebelumnya. Penulis akan mencoba untuk memberikan saran-saran
yang berguna bagi penerapan ketentuan pajak pada transaksi kartu
BAB II
KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN
A. Sejarah Kartu Kredit
Setelah Perang Dunia II, perdagangan antar pulau berkembang
sangat pesat, terutama di negara-negra Eropa dan Amerika. Sejalan dengan
perkembangan perdagangan, dunia perbankan juga mengalami
perkembangan karena bank merupakan sarana yang utama dalam
menyediakan fasilitas modal.
Untuk dapat memperlancar arus perdagangan tersebut, maka
dipergunakan pula bentuk lain selain uang tunai sebagai alat pembayaran
yaitu cek, karena di rasa lebih aman dan praktis.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan penggunaan cek sebagai
alat pembayaran, timbul pula bermacam-macam manipulasi cek termasuk
banyaknya cek kosong. Karena kekhawatiran di kalangan
pedagang-pedagang di Amerika Serikat dan Eropa serta adanya keengganan untuk
mempergunakan uang tunai dan cek, maka muncul gagasan dari kalangan
pengusaha bank untuk menciptakan suatu alat pembayaran yang dirasa
lebih praktis yaitu kartu kredit.
Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada
awal tahun 1920-an di Amerika Serikat dimana pada saat itu kartu kredit
kartu kredit tersebut.11
Dari benua Amerika, kartu kredit berkembang pula sampai ke
Inggris dan benua Eropa lain, yaitu yang dikeluarkan oleh Euro Cheque
Penerbitan kartu semacam ini tidak lepas dari
adanya persaingan dagang antara pengusaha. Para pengusaha tersebut
berusaha menarik minat pelanggannya dengan menerbitkan kartu yang
memberikan kartu yang menerbitkan fasilitas-fasilitas tertentu bagi
pemegangnya. Fasilitas tersebut berupa kemudahan-kemudahan dalam
berbelanja misalnya pembayaran yang dapat dilakukan kemudian atas
barang yang telah dibeli.
Semakin lama kartu kartu langganan tersebut semakin diminati.
Sejak itu, kartu plastik ini pun mulai digunakan sebagai alat pembayaran
pengganti uang tunai. Penerbitan kartu plastik ini sebagai kartu kredit
pertama kali dilakukan oleh Flatbush National Bank Of Brooklyn di New
York (Amerika Serikat) pada tahun 1946, diikuti kemudian oleh The
Dinners Club Inc pada tahun 1950 dan kemudian oleh American Express Company dan Bank of America Overseas Bank pada tahun 1958. Kartu
kredit yang diterbitkan oleh Bank of American Overseas Bank dikenal
dengan istilah Bank Americard yang kemudian berubah nama menjadi
Visa pada tahun 1976. Sedangkan MasterCard muncul kemudian pada
tahun 1966.
11
dan oleh Chargex. Di Eropa pun pasaran pasaran kartu kredit cukup menonjol disamping alat pembayaran lain seperti cek.
Dari benua Eropa dan Amerika, kartu kredit terus berkembang
terus ke Asia terutama di Jepang yaitu dengan dikeluarkannya kartu kredit
oleh Bank Sumitomo. Di Indonesia tidak ketinggalan pula. Meskipun
sudah sejak tahun 1964 Hotel Indonesia menerima pembayaran dengan
kartu kredit, tetapi baru pada tahun 1970-an transaksi dengan
menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran mulai kelihatan
menonjol.
Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu
kredit yang diterbitkan oleh American Exprees dan Dinners Club.
Sedangkan bank nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah
Bank BCA, namun kartu ini hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA
saja (bersifat internal). Bank nasional yang pertama kali menerbitkan kartu
kredit bekerja sama dengan Internasional adalah Bank Duta.
B. Dasar Hukum Penggunaan Kartu Kredit di Indonesia
Kegiatan penerbitan dan penggunaan kartu kredit di Indonesia
didasarkan pada beberapa ketentuan berikut :
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6
huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu
kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh
bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan
dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran
oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara
lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai
alat pembayaran.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK
Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988.
KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan
bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang
dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang
Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008.12
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan
dari Bank Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai
penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan kartu
kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin
oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit,
maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur
mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan kegiatan tersebut.
C. Klasifikasi Kartu Kredit
Kartu kredit dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, antara lain13
a. Berdasarkan sudut pandang penerbitan, kartu kredit dapat dibedakan
menjadi kartu kredit yang diterbitkan oleh bank dan lembaga keuangan
lain yang bukan bank. Kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank
misalnya Visa Card dan Master Card, sedangkan kartu kredit yang
diterbitkan oleh lembaga keuangan selain bank misalnya Dinners Club
dan American Express
:
12
b. Berdasarkan sudut pandang tujuan, kartu kredit dapat dibedakan
menjadi kartu kredit umum dan kartu kredit khusus. Kartu kredit
umum adalah kartu kredit yang dapat digunakan untuk bertransaksi
dimana saja misalnya kartu kredit yang hanya dapat digunakan untuk
bertransaksi dimana saja misalnya kartu kredit Visa dan Master Card,
sedangkan kartu kredit khusus adalah kartu kredit yang hanya dapat
digunakan di tempat-tempat tertentu saja, misalnya Golf Card yang
hanya dapat digunakan ditempat bermain golf atau karu belanja
carrefour yang hanya dapat digunakan untuk berbelanja di pasar
swalayan Carrefour.
c. Berdasarkan sudut pandang fasilitas (jumlah limit kredit), kartu kredit
dibedakan atas kartu kredit Classic dan Gold. Kartu kredit Classic ini
memiliki limit kredit antara 1 hingga 10 juta rupiah, sedangkan kartu
kredit Gold memiliki limit kredit antara 10 sampai 30 juta rupiah.
Dasar pembedaan ini adalah jumlah pendapatan pemegang kartu kredit
yang bersangkutan.
d. Berdasarkan sudut pandang pemegang kartu kredit, kartu kredit
dibedakan atas kartu kredit utama seperti Personal (Primary) Card dan
Company Card, serta kartu kredit pelengkap seperti Supplementary Card.
Di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terdapat
beberapa pihak yang terlibat, adapun pihak-pihak tersebut adalah :
1. Pihak Penerbit (issuer)
Pihak penerbit adalah bank atau lembaga keuangan lain selain bank yang
membuat rekening dan mengeluarkan kartu pembayaran bagi card holder.
Pihak penerbit menjamin pembayaran untuk transaksi yang terotorisasi
menggunakan kartu pembayaran yang dikeluarkannya, sesuai dengan
regulasi yang dikeluarkan oleh pemegang merek kartu dan pemerintah
setempat.14
2. Pihak Pengelola (acquirer)
Acquirer adalah bank atau lembaga keuangan selain bank yang melakukan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa15
a. Financial acquirer, yaitu acquirer yang melakukan pembayaran terlebih dahulu atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu
kredit
16
b. Technical acquirer, yaitu acquirer yang menyediakan saran yang diperlukan dalam pemrosesan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu; ;
3. Pihak Pemegang Kartu Kredit (cardholder)
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi
pemegang kartu kredit, yaitu :17
14
Barkatullah,Abdul Kadir dan Teguh Prasetyo,Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia,cet.1, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005,hlm 16.
15
a. Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan fasilitas
melalui kartu kredit yang diberikan. Pemenuhan syarat ini dapat dilihat
melalui slip gaji, laporan keuangan usaha, mutasi rekening bank, dan
lain-lain.
b. Kontinuitas penghasilan. Penghasilan yang tinggi tidak menjamin
keberlanjutan dari pemenuhan kewajiban pemegang kartu kredit untuk
memenuhi kewajibannya kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas
dari penghasilan yang cukup lebih dapat memberikan keyakinan atas
kemampuan calon pemegang kartu kredit untuk melunasi
kewajibannya.
c. Niat baik dari calon pemegang kartu kredit untuk selalu memenuhi
kewajibannya. Salah satu cara untuk melihat niat baik dari calon
pemegang kartu kredit adalah dengan melihat apakah calon pemegang
kartu kredit yang bersangkutan termasuk ke dalam daftar hitam milik
bank, bank sentral, atau lembaga keuangan lain. Seseorang yang
namanya tercantum di dalam daftar hitam biasanya dianggap kurang
dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
d. Pihak Pemegang barang dan/ atau jasa (merchant)
Merchant adalah pedagang barang dan/ atau jasa yang telah bekerja
sama dengan issuer dan acquirer untuk menerima alat pembayaran
dengan menggunakan kartu kredit.
E. Prosedur Permohonan dan Penerbitan Kartu Kredit
Di dalam proses permohonan dan penerbitan kartu kredit ada beberapa
tahapan yang harus dilalui, yaitu18
1. Dari segi pemegang kartu kredit
:
Dalam proses pengajuan permohonan penerbitan kartu kredit, nasabah
wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam formulir
aplikasi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Data pribadi
Dicantumkan nama pribadi secara lengkap sesuai dengan identitas
pemohon (KTP,Paspor), nomor identitas, kewarganegaraan, tanggal
lahir, alamat lengkap pemohon dan status kepemilikannya, serta
pendidikan terakhir pemohon;
b. Data pekerjaan
Yang dimaksud dengan pekerjaan dapat berwiraswasta atau pegawai
swasta atau kalangan profesional tertentu. Disebutkan nama
perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan
departemen, lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah
karyawan. Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi bagi wiraswasta
adalah seluruh data perusahaan yang mendukung beserta perijinannya,
sedangkan bagi pegawai swasta atau kalangan profesi lain dapat
18
berupa surat keterangan penghasilan dari lembaga dimana yang
bersangkutan bertugas;
c. Data penghasilan dan referensi Bank
Penghasilan pemohon dihitung besarnya per tahun dari penghasilan
pokok dan penghasilan tambahan. Aktivitas pemohon dalam
menatabukukan penghasilan yang diperolehnya pada lembaga
keuangan bank dan bukan bank disertai dokumen-dokumen rekening
koran, tabungan, deposito, atau pendukung lainnya;
d. Data lainnya
Merupakan data pendukung sesuai dengan masing-masing pemohon.
Misalnya pemohon telah berkeluarga, akan dimintakan keterangan
tentang suami/isteri, perusahaan atau pekerjaannya, dilengkapi dengan
domisili lembaga yang dimaksud. Selain itu data lainnya berupa
rekening untuk pendebetan transaksi;
e. Data kartu tambahan
Diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan kartu tambahan. Untuk
kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen pribadi yang
dipersyaratkan;
f. Persyaratan pemohon
Umumnya dalam setiap aplikasi, terdapat pernyataan dari pemohon
tentang kebenaran dari informasi yang diberikan kepada bank penerbit,
dokumen yang diserahkan, menerima alasan-alasan terhadap
dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang tertuang
dalam perjanjian kartu kredit.
2. Dari segi penerbit
Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh nasabah kemudian akan
diproses dengan memperhatikan segi keamanan, antara lain :
a. Memeriksa keaslian KTP/Paspor;
b. Melakukan cross checking (rating) kepada penerbit lain apabila
pemohon mempunyai kartu kredit lain;
c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia atau Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia;
d. Bila diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan lapangan;
e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji yang ada
untuk menetapkan apakah pemohon layak diberikan kartu kredit.
Setelah pemeriksaan tersebut di atas selesai dilaksanakan,
selanjutnya penerbit akan menentukan apakah permohonan pemohon
untuk mendapatkan kartu kredit disetujui atau tidak disetujui. Apabila
disetujui, maka langkah selanjutnya adalah19
a. Bagian analisa kartu kredit akan mengirimkan data calon pemegang
kartu kredit ke bagian data entry untuk dilakukan pemasukan data ke
dalam database bank;
:
b. Dilakukan pengecekan silang terhadap data yang dimasukkan dengan
formulir permohonan calon pemegang kartu kredit;
c. Selanjutnya bagian pencetakan kartu mencetak kartu kredit sesuai
dengan daftar permintaan pencetakan (bila terjadi kesalahan cetak,
kartu tersebut akan dimusnahkan dengan suatu berita acara
pemusnahan);
d. Kartu yang sudah dicetak disimpan pada tempat penyimpanan khusus
dan tercatat yang selanjutnya dikirimkan ke bagian pengiriman kartu;
e. Bagian pengiriman akan mengirimkan kartu kepada pemegang kartu
kredit melalui kurir yang ditunjuk dengan suatu perjanjian khusus,
pihak kurir akan memberikan bukti penerimaan kartu kepada bagian
pengiriman (bank) setelah kartu diterima oleh pemegang kartu kredit.
Apabila dalan jangka waktu tertentu kartu tidak disampaikan kepada
pemegang kartu kredit, kartu tersebut akan dikembalikan ke bank
untuk disimpan dan selanjutnya pihak bank akan mengirimkan
pemberitahuan kepada pemegang kartu kredit untuk mengambil kertu
tersebut di kantor penerbit.
F. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu Kredit
Dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit, maka dengan demikian
timbul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang terlibat di dalam
proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit tersebut. Adapun hak dan
kewajiban tersebut adalah sebagai berikut :20
1. Hak dan Kewajiban Antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit
Hak dan kewajiban antara penerbit dan pemegang kartu kredit
tercantum di dalam perjanjian antara keduanya yang telah ditetapkan
oleh penerbit.
a. Hak penerbit
1. Memperoleh iuran tahunan;
2. Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan
pemegang kartu kredit termasuk bunga keterlambatan;
3. Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang
kartu kredit;
4. Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang kartu
kredit;
5. Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan oleh
penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit ke dalam
daftar hitam;
6. Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit
bila :
1) Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya
kepada pnerbit;
2) Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit.
b. Kewajiban Penerbit
1. Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang telah
2. Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang kartu
kredit;
3. Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu kredit.
c. Hak Pemegang Kartu Kredit
1. Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit
dengan menggunakan kartu kredit;
2. Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah tertentu;
3. Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah hilang
maupun kadaluarsa;
4. Menolak memperpanjang keanggotaan dengan
memberitahukan secara tertulis kepada bank.
d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit
1. Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama apabila
kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai dengan
laporan polisi;
2. Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit
yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan biaya
keterlambatan;
3. Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu
kredit.
2. Hak dan Kewajiban Antara Pengelola dan Pedagang
a. Hak Pengelola
2) Menerima atau menunda pembayaran atas transaksi yang
diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi;
3) Memutuskan perjanjian kerja sama secara sepihak dengan
memberitahukan secara tertulis.
b. Kewajiban Pengelola
1) Memberikan daftar hitam secara berkala kepada merchant yang
berisi nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan
tidak berlaku lagi;
2) Melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh
pemegang kartu kredit;
3) Meminjamkan peralatan pendukung untuk melakukan
transaksi.
c. Hak Pedagang
1) Menerima pembayaran atas transaksi yang telah dilakukan oleh
pemegang kartu kredit yang telah memperoleh otorisasi;
2) Menerima daftar hitam secara berkala yang berisi atau memuat
nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau
dinyatakan tidak berlaku lagi;
3) Memutuskan perjanjian kerja sama dengan pemeritahuan
secara tertulis.
1. Mengambil dan menyerahkan kartu kredit yang digunakan
untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit
tersebut :
a. Tercantum dalam daftar hitam;
b. Diminta oleh pengelola;
2. Meneliti keabsahan kartu kredit yang terdiri dari :
a. Masa berlaku;
b. Tanda tangan;
c. Keutuhan kartu kredit;
d. Keaslian kartu kredit
3. Meminta otorisasi kepada penerbit melalui pengelola bila
transaksi melebihi batas kewenangan transaksi;
4. Memberikan discount rate kepada pengelola sesuai dengan
yang telah ditetapkan;
5. Tidak meminjamkan dan memindahtangankan kepada
pedagang lain semua [eralatan yang dipinjamkan pengelola
kepada pedagang;
6. Menjaga kerahasiaan data pemegang kartu kredit bila pernah
berbelanja di tempat pedagang untuk tidak diberikan kepada
pihak yang tidak berkepentingan.
3. Hak dan Kewajiban Antara Pemegang Kartu Kredit dan Pedagang
Hak dan kewajiban antara pemegang kartu kredit dan pedagang tidak
sebenarnya telah tercantum dalam perjanjian antara pedagang dengan
penerbit dan antara pedagang dengan pengelola (acquirer).
G. Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit
1. Aspek Perdata
Para pihak yang terkait di dalam proses penerbitan dan penggunaan
kartu kredit terikat satu sama lain setelah pemegang kartu kredit
menandatangani sales draft. Dengan ditandatangani sales draft maka
selesailah transaksi antara pemegang kartu kredit dan pedagang. Yang
terjadi selanjutnya adalah
a. Pemegang kartu kredit memperoleh barang dan/atau jasa;
b. Pedagang menagih pengelola dengan menyerahkan sales draft;
c. Pengelola membayar pedagang;
d. Pengelola menagih penerbit;
e. Penerbit menagih pemegang kartu kredit.
Apabila proses tersebut seluruhnya terjadi, maka perjanjian
terlaksana dengan sempurna. Namun mungkin saja terjadi wanprestasi
dalam hubungan hukum antara :
1) Pemegang kartu kredit dengan pedagang
Pedagang menolak melayani pemegang kartu kredit dengan alasan
bahwa kartu yang bersangkutan tercantum dalam daftar hitam.
Sengketa semacam ini diselesaikan berdasarkan perjanjian, atau jika
tidak diatur dalam perjanjian maka penyelesaiannya didasarkan pada
2) Pedagang dengan pengelola
Pengelola menolak membayar karena meragukan kebenaran transaksi.
3) Penerbit dengan pemegang kartu kredit
Pemegang kartu kredit menolak membayar tagihan dengan alasan
belum mampu membayar atau tidak pernah melakukan transaksi.
2. Aspek Pidana
Ada 2 (dua) kemungkinan yang terdapat di dalam aspek pidana, yaitu :
1) Pedagang membantah transaksi dengan membuat surat pernyataan
yang telah diselidiki oleh penerbit dan dapat dibuktikan kebenarannya.
Selanjutnya dapat pula dibuktikan bahwa kartu kredit yang digunakan
adalah palsu;
2) Kartu kredit yang digunakan adalah kartu kredit asli namun digunakan
BAB III
JENIS PAJAK YANG DIBEBANKAN PADA TRANSAKSI KARTU KREDIT
A. Tinjauan Umum Tentang Pajak 1. Pengertian Pajak
Menurut UU No.28 Tahun 200721
Menurut Rochmat Soemitro sebagaimana yang dikutip oleh Mardiasmo Tentang Perubahan ketiga
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketntuan Umum dan tata
Cara Perpajakan, dalam pasal 1 angka 1 menyatakan :
“ Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang pleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Sebagai pembanding, maka dikemukakan pula beberapa pendapat
dari para sarjana mengenai pengertian pajak.
22
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
21
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740,selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.”
Defenisi ini diperbaharui lagi oleh Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip
oleh Sugianto23
Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang
berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” sebagaimana dikutip
oleh R santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa :
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public invesment.”
24
Menurut PJA Adriani sebagaimana dikutip oleh Bohari, defenisi pajak
adalah
:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.”
25
“Pajak adalah iuran negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan :
23
Sugianto,Pengantar Kepabeanan dan Cukai, PT Grasindo : Jakarta,2008,hlm.2. 24
R santoso Brotodihardjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama :Bandung,Edisi Keempat,2003,hlm.5.
dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk
dan gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas pemerintahan.”
Berbagai defenisi tentang pajak baik yang ada dalam peraturan
perundang-undangan maupun yang diuraikan oleh para sarjana, dapat
memberikan gambaran bahwa pajak itu adalah suatu pungutan berupa
uang26
2. Ciri-ciri Pajak
yang dibebankan oleh negara kepada orang atau badan berdasarkan
peraturan perundang-undangan sehingga dapat dipaksakan oleh negara
dengan tidak adanya imbalan secara langsung (kontraprestasi) kepada
wajib pajak dan hasil dari pembayaran pajak tersebut digunakan untuk
membiyai pengeluaran-pengeluaran negara.
Setelah dikemukakan beberapa pengertian pajak yang dikutip dari
undang-undang maupun dari pendapat para ahli maka dapat kita
simpulkan ciri-ciri yang melekat dari beberapa pengertian tersebut yaitu27
a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan;
:
26
Meskipun ada salah satu sarjana yang mengatakan bahwa iuran pajak yang harus dibayar dapat juga berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundnag-undnagan ditentukan bahwa pajak yang harus dibayar itu berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundang-undangan ditentukan bahwa pajak yang harus dibayar itu berupa uang dan bukan berupa barang, hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan pasal 22 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa “Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga,denda,kenaikan, dan biaya penagihan pajak... bunga, denda dan biaya menunjukkan bahwa pajak yang harus dibayar itu adalah berupa uang, karena istilah-istilah tersebut tidak dapat digunakan apabila pajak yang harus dibayar adalah berupa barang.
b. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh Pemerintah pusat maupun
Pemerintah Daerah;
c. Iuran yang dibayarkan tersebut berupa uang dan bukan barang;28
d. Tidak adanya jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung yang
diterima oleh pembayar pajak;
e. Pajak diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas, yang apabila dari
pemasukan tersebut masih terdapat surplus, maka akan dipergunakan
untuk membiayai public invesment;
f. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter29 yaitu
regulerend (mengatur)30 3. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo, agar tidak menimbulkan hambatan ataupun
perlawanan maka dalam pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :31
a. Pemungutan pajak harus adil (memenuhi syarat keadilan)
Pengenaan pajak harus dilakukan secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, sedangkan dalam
28
Mardiasmo,Op.Cit,hlm.1. 29
Pajak memiliki fungsi budgeter maksudnya adalah bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, sedangkan pajak memiliki fungsi mengatur (regulerend) maksudnya adalah bahwa pajak adalah alat bagi negara untuk melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi, contohnya dapat kita lihat pada pengenaan pajak yang tinggi pada minuman keras untuk mengurangi peredaran minuman keras.Ibid,hlm2.
30
pelaksanaan pemungutan pajak harus diberikan hak kepada wajib pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat yuridis yaitu bahwa
pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undnag-undang,
sebagaimana diatur dalam pasal 23 A UUD 1945 untuk memberikan
jaminan hukum dan keadilan baik bagi negara maupun warganya.
c. Pemungutan pajak harus memperhatikan syarat ekonomis, bahwa
pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), maksudnya adalah
bahwa sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus
dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana sehingga akan memudahkan
dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
4. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Indonesia
Hukum pajak mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam
hukum nasional, hukum pajak menempati titik silang pelbagai bagian
hukum klasik yaitu hukum publik dan hukum privat. Yang termasuk
negara, hukum administrasi, hukum internasional publik32, hukum
lingkungan, hukum sosial-ekonomi. Sedangkan yang termasuk bidang
hukum privat atau perdata33 antara lain hukum perkawinan, hukum
kewarisan, hukum perjanjian, hukum dagang, hukum internasional
perdata. 34
Menurut Rochmat Soemitro, Hukum Pajak merupakan bagian dari
hukum publik35
1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu
lainnya;
yang terpisah dengan hukum publik lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari pembagian hukum yang dilakukan oleh Rochmat Soemitro yaitu
sebagai berikut :
2. Hukum publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat nya.
Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara;
b. Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administratif;
c. Hukum Pajak;
d. Hukum Pidana.
32
Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum internasional menjadi hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Karena menurut Mochtar ada kalanya suatu negara melakukan hubungan perdata dan juga orang perseorangan menurut Hukum Internasional modern adakalanya dianggap mempunyai hak dan kewajiban sehingga lebih tepat mengadakan pembagian berdasarkan kriteria tersebut dibandingkan apabila membedakan hukum internasional berdasarkan pelaku (subjek hukumnya). Lihat keterangan yang lebih jelas dalam Mochtar Kusumaatmadja dan etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional,PT Alumni:Bandung,2005,hlm.2.
33
Satjipto Rahardjo menggunakan istilah hukum perdata untuk hukum privat. 34
Sedangkan menurut R Santoso Brotodihardjo hukum pajak adalah
merupakan anak dari bagian hukum administratif karena merupakan bagian dari
tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan pemerintah dalam
hal mengenai cara-cara mengatur pemerintahan36
Menurut P.J.A Adriani, Hukum Pajak dapat diberikan otonomi (otonomi
hukum pajak) dan berdiri sendiri serta terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara .
37
1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
dengan alasan bahwa hukum pajak mempunyai tugas yang bersifat lain
dibandingkan dengan hukum administrasi yaitu bahwa hukum pajak juga
dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian juga karena
hukum pajak umumnya mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersendiri.
Hukum pajak memiliki hubungan dengan hukum perdata yang
merupakan hukum yang mengatur hubungan antara orang atau badan
hukum dengan orang atau badan hukum lainnya. Oleh dikarenakannya
adanya suatu kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan
perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam bidang hukum perdata, seperti
antara laian pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan
hak karena warisan, dan sebagainya merupakan dasar bagi pemungutan
pajak. Kejadian, keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum ini merupakan
tatbestand yang dituangkan dalam undang-undnag perpajakan.
36
R Santoso Brotodihardjo,Op.Cit,hlm.10
Menurut pendapat W.F.Prins dalam bukunya yang berjudul “Het Belastingrecht Van Indonesie” sebagaimana dikutip oleh Waluyo menyatakan bahwa hubungan erat antara Hukum Pajak dan Hukum
Perdata, karena banyak istilah-istilah hukum perdata dipergunakan dalam
hukum pajak dengan prinsip yang harus dipegang bahwa
pengertian-pengertian dalam hukum perdata tidaklah akan selalu dianut dalam hukum
pajak.38
a. Pasal 17 KUHPerdata : Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal
di mana ia menempatkan pusat kediamannya, dalam hal tak adanya tempat
tinggal yang demikian, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap
sebagai tempat tinggal.
Contoh penggunaan istilah Hukum Perdata dalam Hukum Pajak
yaitu :
b. Istilah tempat tinggal ini dapat kita temukan pada pasal 2 ayat (6) UU
Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan39
Dengan memperhatikan kedua ketentuan diatas terlihat bahwa
ketentuan pajak yang dianut fiskus merupakan ketentuan khusus (lex
spesialis). Oleh karena itu sesuai dengan asas lex specialis derogate lex generale maka adanya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata, , “tempat tinggal” orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) menurut keadaan yang sebenarnya.
38
Waluyo,Loc.Cit
setiap undang-undang penafsiran yang harus dianut pertama kali yaitu
berada dalam ketentuan khusus. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 1602
KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Majikan diwajibkan membayar
kepada buruh, upah seluruhnya pada waktu yang telah ditentukan.”
Sedangkan pasal 21 UU Nomor 17 Tahun 200040
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.;”
menyatakan
“Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :
Berdasarkan contoh diatas jelas bahwa ketentuan yang ada dalam
undang-undang pajak adalah ketentuan yang khusus (lex specialis)
sehingga diterapkan lebih dahulu daripada ketentuan-ketentuan umum (lex
generalis) dalam hukum perdata.
2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Hubungan antara hukum pajak dengan hukum pidana dapat dilihat
dengan adanya ketentuan tindak pidana dan juga sanksi pidana dalam
undang-undang perpajakan seperti antara lain yang tertuang dalam pasal
38 sampai dengan pasal 43A UU Nomor 28 Tahun 2007, pasal 24 sampai
dengan pasal 27 UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah
40
dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan41
serta pasal 13 dan pasal 14 UU Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea
Materai.42
5. Asas-asas Pemungutan Pajak
a. Asas Menurut Para sarjana
Asas-asas adalah sesuatu yang dapat kita jadikan sebagai
alas;dasar;tumpuan untuk menjelaskan sesuatu permasalahan. Lazimnya suatu
pemungutan pajak harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan suatu ukuran
untuk menentukan adil tidaknya suatu pemungutan pajak. Adam Smith dalam
bukunya yang berjudul An Inquiri into nature and cause of the Wealth of Nations
menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada43
1. Asas keadilan (equality)
:
Asas ini menekankan bahwa pada warga negara atau wajib pajak tiap
negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara,
sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu
sehubungan dengan keuntungan yang mereka terima dibawah
perlindungan negara. Yang dimaksud dengan “keuntungan” disini
adalah besar kecilnya pendapatan yang diperoleh dibawah
41
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569, selanjutnya disebut UU Pajak Bumi dan Bangunan
42
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3313, selanjutnya disebut UU Bea Materai.
43
perlindungan negara. Dalam asas equality ini tidak diperbolehkan
suatu negara mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak.
2. Asas kepastian (certainty)
Asas ini menekankan bahwa bagi wajib pajak, harus jelas dan pasti
tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak. Dalam asas ini
kepastian hukum sangat dipentingkan terutama mengenai subjek dan
objek pajak.
3. Asas ketepatan waktu pemungutan (convinience of payment)
Pajak sebenarnya dipungut pada waktu dan cara yang paling
menyenangkan bagi para wajib pajak, misalnya pemungutan pajak
terhadap petani sebaiknya dipungut ketika masa panen.
4. Asas pemungutan pajak yang sehemat mungkin (efficiency)
Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih
dari hasil pajak yang akan diterima. Pemungutan pajak harus
disesuaikan dengan anggaran belanja negara.
Sedangkan prinsip perpajakan yang dianut oleh Nick Devas, dkk
dalam bukunya yang berjudul “Financing Local Goverment in
indonesia” disebut dengan “The Four Canons” yang dikaitkan dengan
kepentingan pemerintah daerah menyebutkan adanya 4 (empat) prinsip
plus 1 (satu) yaitu :
a. Hasil (yield)
b. Keadilan (equity)
d. Kemampuan melaksanakan (ability to implement)
e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan (sustainability as a local
revenue resources)
W.J. de Langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan 7
(tujuh) asas pokok perpajakan adalah sebagai berikut :
1) Asas kebersamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan
yang sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh
adanya diskriminasi dalam pemungutan pajak.
2) Asas daya pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap
wajib pajak hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti
orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi,
yang pendapatannya rendah dikenakan pajak yang rendah dan yang
pendapatannya di bawah basic need dibebaskan dari pajak.
3) Asas keuntungan istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan
keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.
4) Asas manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh
pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima
manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.
5) Asas kesejahteraan, yaitu asas yang menyatakan bahwa dengan
adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau
menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada
pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6) Asas keringanan beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun
pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan
dan betapapun tingginya kesadaran berwarganegara, akan tetapi
hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.
7) Asas keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam
melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling
bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu diusahakan sebaik
mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan
keadilan, dan kepastian hukum.
b. Asas Menurut Falsafah Hukum
Sebagaimana diketahui bahwa pajak harus dipungut berdasarkan keadilan
dan oleh karenanya hukum pajak harus mengabdi kepada keadilan44. Sejak lama
orang-orang berfikir dan berusaha mencari jawaban atas dasar apa negara
seakan-akan memberikan hak kepada diri sendiri untuk membebani rakyatnya dalam
bentuk pengenaan pajak. Sejak abad ke 18 timbul berbagai teori yang berusaha
untuk menjawab pertanyaan tersebut dan memberikan dasar kepada negara untuk
memungut pajak dari rakyatnya. Teori-teori pajak yang dikemukakan sejak abad