NON VOTING BEHAVIOUR DALAM PEMILU
PRESIDEN 2009
SUATU STUDI PERILAKU TAK MEMILIH DI KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
D I S U S U N Oleh:
NAMA :PEBRINA ELISABETH SIBURIA
NIM : 050906068
DOSEN PEMBIMBING : Drs. P. ANTHONIUS SITEPU, M. Si DESEN PEMBACA : INDRA FAUZAN, SHI, M.Soc.Sc
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSISAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMETERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dan diperbanyak oleh:
Nama : Pebrina Elisabeth Siburian
Nim : 050906068
Departemen : Ilmu Politik
Judul : Non Voting Behaviour dalam Pemilu 2009, Suatu Studi PerilaTak
Memilih di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Menyetujui
Ketua
Departemen Ilmu Politik
(Drs. Heri Kusmanto, MA)
NIP.196410061998031002
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
(Drs, P, Anthonius Sitepu, M.Si) (Indra Fauzan, SHI,M.Soc. Sc)
NIP.195207011985111001 NIP.198102182008121002
Mengetahui Dekan FISIP USU
Drs. Humaizi, MA NIP. 195908091860111002
NON VOTING BEHAVIOUR DALAM PEMILU
PRESIDEN 2009
SUATU STUDI PERILAKU TAK MEMILIH DI KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Nama : Pebrina Elisabeth Siburian Nim : 050906068
ABSTRAKSI
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses pemilihan Presiden langsung ini akan menghadirkan perilaku politik dari masing-masing pemilih. Dan banyak faktor yang mempengaruhi preferensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah pendidikan yang dianggap sebagai faktor penting dalam perilaku pemilih.
Sikripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Paranginan kabupaten Humbang Hasundutan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggamnarkan secara umum perilaku politik dari masyarakat Kecamatan Paranginan dan sekaligus untuk mengetahui seberapa besar partisipasi mereka terhadap pemilihan. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih yang sudah terdaftar dalam pemilihan Presiden di Kecamatan Paranginan. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini bahwa penelitian dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak ikut memilih. Penelitian dilakukan terhadap responden yang telah berhak memilih yaitu yang telah berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah. Metode yang dilakukan adalah metode kuantitatif yaitu metode dengan mengumpulkan data yaitu penelitian ini kepustakaan dan mengumpulkan data di lapangan serta penyebaran kuisioner. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposif sampling. Dan dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane maka jumlah responden yang akan diteliti adalah 96 orang.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis pancatkan terhadap Tuhan Yesus Kristus yang
maka pengasih dan penyayang dimana atas kasih dan berkatnya yang selalu
menyertai penulis dalam menyelesaikan sikripsi ini dengan baik.
Skiripsi ini disusun melalui pengumpulan data melalui kepustakaan dan
penyebaran kuisioner di lapangan. Dalam sikripsi ini digambarkan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak ikut memilih di
Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Dalam penyusunan sikripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik itu
melalui bimbingan, petunjuk dan saran, keterangan-keterangan serta data yang
diberikan secra tertulis maupun lisan oleh karenanya maka sikripsi ini dapat
diselesaikan oleh penulis.
Terimakasih yang sebesar-besarnya buat Bapak/Mama tercinta L.
Siburian/ R. Br.siregar trimakasih atas doa, dukungan serta dana yang dikeluarkan
dalam penyelesaian perkuliahan penulis sampai selesai, kiranya kasih dan
Anugerah Tuhan Yesus Kristus yang menyertai setiap langkah-langkah hidup
bapak/mama makin diberikan kesehatan terutama buat bapak semoga cepat
sembuh dari penyakitnya.
Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan bapak Prof. DR.
M. Arif Nasution, M. A
2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, M. A. Selaku Ketua Departemen Ilmu Politik
3. Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M. Si. Selaku Dosen Pembimbing yang
rela Meluangkan Waktunya Bagi Penulis sehingga Sikripsi penulis dapat
selesai kiranya Kasih Tuhan Yesus yang menyertai Bapak
4. Bapak Indra Fauzan, SHI, M. Soc. Sc Selaku Dosen Pembaca penulis dan
yang selalu memberi nasehat dan arahan buat peneliti
5. Bapak Drs. A. Taufan Sebagai Dosen Akademik Peneliti yang selalu
memberi arahan dalam proses pengambilan matakuliah dan perkuliahan
6. Semua Dosen-Dosen departemen Ilmu Politik yang tak bisa penulis satu
persatu
7. Bang Didi/Bang Hendra Sebagai Sekretaris Jurusan yang telah membantu
penulis dalam urusan surat-urat
8. Bang Rusdi trimakasih bang atas semua bantuan Abang buat Penulis,
dalam urusan surat-surat yang peneliti butuhkan
9. Bapak Camat Paranginan Haposman Sianturi yang telah memberikan izin
buat peneliti untuk mengambil semua data yang peneliti butuhkan
10.Bapak Harafel Sianturi selaku bagian pemerintahan dari Kecamatan
paranginan trimakasih banyak atas bantuan bapak buat penulis, baik dalam
memberikan data, diskusi dan arahan bapak buat penulis
11.Kepada kakak-kakak, abang ipar penulis mengucapkan trimakasih buat
semua bantuan dan doa kalian buat penulis terkhusus buat kakak dan
abang aku Alida Siburian, SE, Jimmi Manurung, ST trimakasih atas
12.Buat adek tercinta Jusuf Siburian trimakasih atas doa mu ya adek ku,
moga sukses dalam kuliah mu dan tingkatkan Pelayananmu dalam
Melayani Tuhan Yesus
13.Abang dan Eda aku trimakasih atas semuanya ya
14.Buata ponakan aku ada Adam Zerico, Christina, Agustina, Darosa,
Nikholay, Ananda, Kezzya, William dan Jhonathan Rublenco
mudah-mudahan jadi anak yang berguna bagi Negara terutama bagi Tuhan
15.Buat adek-adek ku Hunter Siburian, Hendrik Tennis, Yohana tetep tabah
ya adek walaupun bapak dan mama tercinta tidak ada lagi tetap semangat
ya jadikanlah Bapak Tua dan mama Tua sebagai orang tua kalian
16.Kepada seluruh keluarga besar Siburian/Siregar dan Keluarga besar
Op.Parlinggoman Siburian.
17.Kepada sahabat-sahabat aku ada Hendrik, Maria, Rolas, FX. Oktavianus,
Ronal dan yang tak bisa lagi penulis sebutkan trimakasih buat dukungan
dan kebersamaan kita selama 5 tahun mulai perkuliahan sampai sekarang
ini.
18.Buat para adek junior ada Isabella, Eka, Stella, Maria makasih atas doa
dan semangat yang kalian berikan buat penulis semoga cepat menyusul
ya...
19.Kepada teman-teman sepelayanan aku di Gereja GKPI Padang Bulan,
Dalam Skripsi ini penulis menyadari banyak kekurangan, baik kekurangan
dalam menulis, kuripan dan yang lainya penulis berharap bagi orang-orang yang
membaca penulis berharap bagi para pembaca dapat memakluminya.
Akhir kata, salam manis dan hangat buat para peminat yang membaca tulisan
ini mudah-mudahan apa yang terdapat dalam Skripsi ini dapat berguna bagi kita
semua.
Medan, 09 Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
3. Tujuan Penelitian... 11
4. Manfaat Penelitian... 11
5. Kerangka Teori ... 11
5.1. Perilaku Pemilih... 12
5.1.1 Pendekatan Sosiologis... 12
5.1.2 Pendekatan Psikologis ... 13
5.1.3 Pendekatan Rasional ... 14
5.1.4 Pendekatan Kepercayaan Politik ... 16
5.2 Pemilihan umum ... 16
5.2.1 Sistem Pemilihan Umum ... 17
5.2.2 Partai Politik... 19
5.2.3 Sistem Kepartaian... 21
5.2.4 Pemilihan Presiden Secara Langsung ... 22
5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak Ikut memilih ... 23
5.1 Faktor Ekonomi ... 23
5.2 Faktor Pendidikan ... 25
5.3 Faktor Budaya... 26
6. Metode Penelitian... 27
6.1 Jenis Penelitian... 27
6.2 Lokasi Penelitian... 28
6.3 Populasi Sampel... 28
6.4 Teknik Pengumpulan Data... 31
6.6 Sistematika Penulisan... 33
BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian... 34
1. Sejarah Kecamatan Paranginan... 34
2. Letak Geografis, Demokgrafi dan perekonomian ... 37
2.1.1 Geografis ... 37
2.1.2 Keadaan Demokgrafis ... 38
2.1.3 Perekonomian... 40
2.2 Pekerjaan ... 41
2.3 Agama ... 42
2.4 Pendidikan ... 43
BAB III Penyajian Data dan Analisi Data... 45
3.1 Karakteristik responden... 45
3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat yang sudah Terdaftar Sebagai Pemilih Tetap Tetapi Tidak Ikut Dalam Pemilihan Presiden ... 48
BAB IV Kesimpulan dan saran ... 62
Kesimpulan ... 62
Saran ... 64
NON VOTING BEHAVIOUR DALAM PEMILU
PRESIDEN 2009
SUATU STUDI PERILAKU TAK MEMILIH DI KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Nama : Pebrina Elisabeth Siburian Nim : 050906068
ABSTRAKSI
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses pemilihan Presiden langsung ini akan menghadirkan perilaku politik dari masing-masing pemilih. Dan banyak faktor yang mempengaruhi preferensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah pendidikan yang dianggap sebagai faktor penting dalam perilaku pemilih.
Sikripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Paranginan kabupaten Humbang Hasundutan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggamnarkan secara umum perilaku politik dari masyarakat Kecamatan Paranginan dan sekaligus untuk mengetahui seberapa besar partisipasi mereka terhadap pemilihan. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih yang sudah terdaftar dalam pemilihan Presiden di Kecamatan Paranginan. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini bahwa penelitian dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak ikut memilih. Penelitian dilakukan terhadap responden yang telah berhak memilih yaitu yang telah berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah. Metode yang dilakukan adalah metode kuantitatif yaitu metode dengan mengumpulkan data yaitu penelitian ini kepustakaan dan mengumpulkan data di lapangan serta penyebaran kuisioner. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposif sampling. Dan dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane maka jumlah responden yang akan diteliti adalah 96 orang.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor ekonomi sangat mempengaruhi masyarakat untuk tidak ikut dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Hal inilah penyebab masyarakata Kecamatan paranginan banyak tidak ikut dalam pemilihan Presiden. Selain itu juga selai dari karna faktor ekonomi partisipasi masyarakat kecamatan paranginan dalm hal pemilihan presiden sangat kurang dibanding dengan pemilihan-pemilihan yang lainya.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu Negara yang menganut paham demokrasi, rakyat merupakan
pemengang kedaulatan tertinggi. Berhak turut dalam menentukan siapa-siapa
yang akan menjadi pemimpin yang nantinya akan menentukan kebijakan umum.
Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi
dalam menentukan wakil-wakilnya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif
juga sebagai sarana ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan politik. Demokrasi di
Indonesia mengalami perubahan yang signifikan pasca runtuhnya rezim orde baru.
Kehidupan berdemokrasi jauh menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan bebas
mengeluarkan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sangat
dibatasi pada orde baru. Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, bangsa
Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum (pemilu) yang membuat
bangsa-bangsa lain terperangah dan harus mengakui bahwa bangsa-bangsa Indonesia mampu
mengatasi masa kritis dalam melakukan transformasi politik. Kontestasi politik
tersebut dilakukan secara maraton dan masih sejak pemilu legislatif 1999, dan
dilanjutkan dengan pemilu anggota DPR, DPRD, DPD, serta pemilu
presiden/wakil presiden secara langsung.1
Sementara itu pada tingkat lokal, Juni 2005 sampai dengan November 2007
telah dilakukan kontestasi politik untuk memilih kepala daerah lebih dari tiga
ratus kali. Suatu proses politik yang mempunyai tingkat percepatan dan jumlah
yang belum pernah ditandingi oleh negara lain mana pun di dunia. Secara umum
pemilu yang dilakukan secara maraton tersebut dapat dilaksanakan secara damai
dan adil. Secara universal pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik
politik yang memungkinkan sebuah pemerintahan perwakilan (representative
government) yang menurut Dahl, merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi
suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Bahkan pengertian demokrasi
itu sendiri secara sederhana tidak lain adalah suatu sistem politik di mana para
pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan
umum yang adil, jujur, dan berkala. Karena itu, pemilu bukan hanya berkaitan
dengan kebutuhan pemerintah akan keabsahan kekuasaanya, melainkan juga,
bahkan barangkali yang terpenting, sebagai sarana bagi rakyat untuk
mengartikulasikan aspirasindan kepentingan mereka dalam kehidupan bersama.
Menurut Syamsuddin Haris2 pemilu mempunyai beberapa fungsi yang
takbisa dipisahkan satu sama lain. Pertama, sebagai sarana legitimasi politik.
Fungsi legitimasi itu terutama menjadi kebutuhan pemerintah dan sistem politik
yang mewadahi format pemilu yang berlaku. Melalui pemilu, keabsahan
pemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu juga program dan kebijakan
yang dihasilkanya. Kedua, fungsi perwakilan politik. Fungsi ini terutama menjadi
kebutuhan rakyat, baik dalam rangka mengevaluasi maupun mengontrol perilaku
pemerintah dan program serta kebijakan yang dihasilkanya. Pemilu dalam kaitan
ini merupakan mekanisme demokrasi bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakil
yang dapat di percaya yang akan duduk dalam pemerintahan maupun lembaga
2
legislatif. Ketiga, pemilu sebagai mekanisme bagi pergantian atau sirkulasi elit
penguasa. Keterkaitan pemilu dengan sirkulasi elit didasarkan pada asumsi bahwa
elit berasal dari dan berfungsi mewakili masyarakat luas.
Secara teoritis, hubungan pemilu dengan sirkulasi elit dapat dijelaskan
dengan melihat proses mobilitas kaum elit atau non elit yang menggunakan jalur
institusi politik, pemerintahan, dan lembaga masyarakat seperti DPR, DPRD,
partai politik, dan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk menjadi anggota elit
tingkat nasional, yakni sebagai anggota kabinet dan jabatan yang setara. Dalam
kaitan itu, pemilu merupakan sarana dan jalur langsung untuk mencapai posisi elit
penguasa. Dengan begitu maka melalui pemilu diharapkan bisa berlangsung
pergantian atau sirkulasi elit penguasa secara kompetitif dan demokrasi. Keempat,
sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat. Pemilihan umum merupakan salah
satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka, dan
massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Dalam konteks
Indonesia, fungsi pemilu sebagai sarana pencerdasan politik bagi rakyat ini
menjadi penting lagi jika dihubungkan dengan cita-cita republik kita
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam kaitan ini maka struktur, proses, maupun
fungsi pemilu diharapkan bisa mencerdaskan dan mencerahkan wawasan
masyarakat, sehingga secara berangsur kehidupan politik pun dapat dipulihkan
kearah yang lebih demokratis.
Dalam pelaksanaan pemilu di kecamatan paranginan mayoritas yang
yang pekerjaanya di luar bertani (Pegawai Negeri, Guru dan pensiunan PNS) dan
keluarga dekat PNS tersebut, tetapi masyarakat petani mereka lebih memilih pergi
melaksanakan kegiatan yang lain ketimbang datang ke TPS untuk ikut memilih,
dan ada pula masyarakat yang datang ke wilayah pemilihan tetapi tidak mau ikut
memilih alasan dari masyarakat ini tidak jelas kenapa tidak mau ikut memilih, dan
masyarakat lainya yang tidak datang sama sekali ke TPS tanggapan mereka
bahwa pemerintah itu tidak independen kepada rakyatnya dan tidak bersikap adil
kepada masyarakat yang tinggal di pedesaan, mereka berpendapat bahwa sikap
pemerintah Indonesia itu yang sering diperhatikanya adalah lembaga-lembaga
tertentu saja.
Salah satu yang membinggungkan masyarakat Kecamatan Paranginan
bahwa pemilu pada tahun 2009 ini sangat rumit dan susah, karena sistemnya
adalah sistem mencontreng, padahal pemilu-pemilu yang lewat cara memilihnya
adalah sisitem mencoblos, dalam hal ini masyarakat Kecamatan Paranginan
kebanyakan kebingungan dan tidak tahu apa yang akan dipilih ketika sudah
sampai pada tempat memilih atau kertas suara sudah ada ditangan si pemilih,
menurut wawancara sipeneliti terhadap bapak Marolop Sianturi3 selaku ketua
pelaksanaan pemilihan Kecamatan Paranginan sebelum pelaksanaan pemilihan
umum bapak ini beserta stafnya telah melaksanakan sosialisasi dan menerangkan
bagai mana cara mencontreng pilihanya, tetapi masyarakat kurang tangkap dalam
hal itu dan akibat dari situ pas pelaksanaan pemilihan itu sudah berlangsung dan
3
sampai pada penghitungan suara kertas suara banyak yang tidak tercontreng,
banyak yang salah dalam pencontrengan.
Demokrasi mempunyai pengertian yang jauh lebih mendasar daripada
serangkaian pemilu. Ia adalah bangunan peradaban yang memuat nilai-nilai dasar
manusia yang dijadikan fondasi bagi kehidupan bersama. Nilai-nilai tersebut
adalah hak-hak dasar manusia yang meliputi antara lain kesetaraan, penghargaan
terhadap perbedaan, serta perlindungan minoritas oleh mayoritas. Oleh sebab itu,
membangun demokrasi bukan hanya menyelenggarakan prosedur pemilihan.
Mengganggap demokrasi hanya sebagai prosedur adalah pendapat yang
menyesatkan. Bangsa yang telah puas berdemokrasi dengan sekadar menjalankan
prosedur formal akan terjebak kepada ingar-bingar kehidupan politik yang anarkis
dan tidak akan menghasilkan apa pun kecuali rakyat tidak akan percaya kepada
demokrasi.
Hal yang sama tersesatnya adalah mengganggap demokrasi sekadar medan
pertarungan perebutan kepentingan. Ungkapan, apalagi perilaku yang mereduksi
makna demokrasi semacam itu, lambat atau cepat akan membunuh demokrasi itu
sendiri. Sebagai sebuah bangunan peradaban politik dalam tatanan, demokrasi
tidak sekadar pertarungan kepentingan kekuasaan, tetapi bagaimana kekuasaan
dapat menghasilkan kebijakan yang menyejahterakan warganya. Refleksi tersebut
sangat perlu dilakukan agar dalam menapak masa depan transformasi politik
berjalan berdasarkan paradigma serta landasan pemikiran yang jelas dan benar.
dapat dijadikan tonggak penyempurnaan kehidupan politik di masa depan.
Momentum tersebut harus diambil dengan memanfaatkan penyempurnaan paket
Undang-Undang (UU) Politik. Beberapa gagasan yang berkembang dalam
masyarakat tentang penyempuranaan RUU tersebut menyentuh hal-hal yang
cukup mendasar.4
Pemilu presiden tahun 2009 calon yang akan dipilih adalah 3 pasangan
calon yakni dari partai Demokrat, Golkar dan P-DIP tetapi pada pemilihan tahun
2009 ini yang unggul adalah partai Demokrat yaitu pasangan SBY dan Boediono,
sama dengan halya di Kecamatan Paranginan yang unggul/suara yang paling
banyak adalah untuk pasangan SBY dan Boediono dan masyarakat Kecamatan
Paranginan yang banyak memilih adalah masyarakat yang memiliki pendidikan
yang lumayan tinggi yakni para Guru, Pegawai Negeri dan masyarakat diluar
pegawai dan masyarakat bertani tidak ikut memilih akibat dari sinilah tingkat
golput (golongan putih) di Kecamatan Paranginan itu tinggi, pada hal berdasarkan
jumlah penduduk masyarakat Kecamatan Paranginan menurut pendataan bagian
kemasyarakatan kecamatan bahwa jumlah penduduknya kebanyakan masyarakat
petani orang-orang inilah yang tidak datang ke TPS walaupun sudah terdaftar
pada Daftar Pemilih Tetap.
Akibat dari permasalahan yang sudah terjadi di kecamatan Paranginan
kurangnya partisipasi masyarakat dalam politik (pemilihan) penulis tertarik dan
terdorong untuk mengangkat judul :
4
NON VOTING BEHAVIOUR DALAM PEMILU PRESIDEN 2009
SUATU STUDI PERILAKU TAK MEMILIH DI KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan masyarakat kecamatan paranginan
tidak melakukan hak suaranya pada saat pemilihan presiden peneliti berniat
mengangkat judul ini karna pada saat pemilihan anggota legislatif masyarakat
Kecamatan Paranginan yang sudah terdaftar sebagai pemilih tetap mayoritas
datang ke TPS dan menyuarakan suaranya, menentukan siapa pilihanya. Hampir
80% masyarakat Kecamatan Paranginan ikut dalam pemilihan anggota legislatif,
tetapi pada pemilihan presiden masyarakat Kecamatan Paranginan yang datang ke
TPS hanya sekitar 50%, untuk itulah penulis berniat untuk mengangkat judul ini
faktor apakah yang mengakibatkan masyarakat itu tidak memilih.
Dalam upaya mewujudkan terlaksananya pemilihan presiden secara
langsung pemerintah membentuk undang-undang dalam pemilihan presiden, uu
pemilu itu selalu berpedoman kepada UUD 1945 yang berlaku sejak 17 Agustus
1950 dan memuat 146 pasal. Adapun undang-undang dalam pelaksanaan
pemilihan umum adalah sebagai berikut ini, undang-undang ini dilakukan supaya
pelaksanaan pemilihan umum itu tidak semena-mena dilaksanakan melainkan
untuk di taati dan untuk dipahami, undang-undang pemilu itu adalah:
pelaksanaan pemilu secara lengkap, tetapi baru mengatur ketentuan susunan
DPR.5
Dalam upaya mewujudkan terlaksananya pemilihan presiden secara
langsung pemerintah membentuk undang-undang dalam pemilihan presiden, uu
pemilu itu selalu berpedoman kepada UUD 1945 yang berlaku sejak 17 Agustus
1950 dan memuat 146 pasal. Adapun undang-undang dalam pelaksanaan
pemilihan umum adalah sebagai berikut ini, undang-undang ini dilakukan supaya
pelaksanaan pemilihan umum itu tidak semena-mena dilaksanakan melainkan
untuk di taati dan untuk dipahami, undang-undang pemilu itu adalah:
Undang-undang pemilu No. 27 Tahun 1948. Undang-undang-Undang-undang ini belum mengatur ketentuan
pelaksanaan pemilu secara lengkap, tetapi baru mengatur ketentuan susunan DPR.
Setelah memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Rancangan
Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) disahkan
menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta kemarin . UU
PIlpres yang baru ini akan digunakan sebagai landasan untuk pelaksanaan Pilpres
tahun 2009 mendatang. Mengenai syarat dukungan terhadap Capres dan Cawapres
yang selama ini menjadi perdebatan menemui titik temu dan dapat disepakati.
Sembilan fraksi yang ada di DPR (FPG, FPDIP, FPPP, FKB, FPD, FPDS, FPKS,
FBPD dan FPBR) menyetujui syarat dukungan terhadap Capres dan Cawapres
ditentukan sebesar 20% perolehan kursi di DRR atau 25% perolehan suara sah
Pemilu nasional. Namun dalam UU Pilpres yang baru ini tidak diatur mengenai
5
rangkap jabatan Capres dan Cawapres terpilih dengan pimpinan Parpol. Melihat
aturan dalam UU Pilpres yang baru ini, maka dalam Pilpres tahun 2009
mendatang, hanya akan diikuti maksimal empat pasangan Capres dan Cawapres
Dengan UU Pilpres yang baru ini semoga bisa menjadikan pelaksanaan
Pilpres tahun 2009 berlangsung lebih demokratis dan mampu menciptakan sitem
pemerintahan yang kuat di negeri ini. Dan semoga UU Pilpres ini pun masih bisa
dapat dijadikan sebagai landasan pada pelaksanaan Pilpres 5 tahun berikutnya
yakni pada tahun 2014, tanpa adanya perubahan. Dan akan menunjukkan bahwa
sejatinya UU Pilpres yang baru ini bukan sekedar untuk kepentingan saat ini saja,
namun untuk seterusnya dan bukan untuk kepentingan segelintir golongan tertentu
saja, namun untuk kepentingan bangsa dan negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum, menimbang :
1. Bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat dalam pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Bahwa sesuai dengan tuntutan dan perkembangan dinamika masyarakat
sebagaimana diungkapkan dalam Perubahan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum diselenggarakan untuk
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang. Bahwa pemilihan umum perlu diselenggarakan
secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
Tabel 1
Tingkat Partisipasi Pemilih
No. Pemilu Partisipasi Pemilih
1. 1955 91, 45 %
2. 1971 94, 02 %
3. 1977 90, 93 %
4. 1982 91, 20 %
5. 1987 91, 20 %
6. 1992 73, 16 %
7. 1997 97, 51 %
8. 1999 93, 30 %
9. 2004 84, 10 %
10. 2009 60, 30 %
sumber: http/ shodid.com/2009/07/hasil-quick-count Elvan dany sutrisno, detik pemilu
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang ingin peneliti rumuskan
adalah :
2.1Mengapa masyarakat di Kecamatan Paranginan yang sudah terdaftar sebagai
Daftar Pemilih Tetap (DPT), tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu
2.2Faktor apa yang mempengaruhi masyarakat Kecamatan Paranginan tidak
menggunakan hak pilihnya?
2.3Bagaimana tingkat kepedulian masyarakat terhadap masalah politik dan
masalah berdemokrasi
3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian ilmiah senantiasa diupayakan kearah terwujudnya tujuan
yang di inginkan. Adapau yang menjadi tujuan dalam penelitian adalah:
3.1 Untuk mengidentifikasikan profil pemilih yang tidak ikut memilih
3.2 Untuk mengetahui alasan pemilih, mengapa tidak menggunakan hak
pilihnya
3.3 Untuk mengetahui tingkat kepedulian masyarakat dalam hal partisipasi
politik dan berdemokrasi.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya kajian ilmu
di bidang ilmu politik khususnya kajian kaderisasi partai politik
4.2 Secara teoritis penelitian ini diharapkan jadi salah satu pengetahuan dalam
pengembangan dari pada teori-teori politik lainya
4.3 Hasil penelitian ini secara praktis kiranya bermanfaat bagi lembaga /
instansi pemerintahan seperti, Departemen Dalam Negeri, Pemerintahan
Daerah dan KPU dalam kaitanya dengan perilaku pemilih.
5. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan penjelasan titik tolak ataupun landasan
disusun kerangka teori yang membuat pokok-pokok pemikiran yang
menggambarkan sudut mana masalah penelitian yang akan disoroti.6
Kerangka teori merupakan landasan untuk melakukan penelitian dan teori
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian.
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, definisi dan proporsi
menerangkan sesuatu fenomena sosial secara sistematik dengan cara merumuskan
hubungan antara konsep
5.1 Perilaku Pemilih
Secara teoritis ada dua penjelasan teori mengapa seseorang tidak ikut memilih
dalam pemilihan. Penjelasan pertama bersumber dari teori-teori mengenai
perilaku pemilih (Voter behavior). Penjelasan ini memusatkan perhatian pada
individu. Besar kecilnya partisipasi pemilih (Voting turnout) dilacak pada
sebab-sebab dari individu pemilih.
Secara umum analisa-analisa mengenai ” Voting Behaviour ” atau perilaku
pemilih didasarkan pada empat pendekatan model yaitu7
5.1.1 Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis, yang sering disebut Mazhap Columbia (The
Columbia School Of Elektoral Behaviour), merupakan pendekatan yang
menekankan pada peran faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku
politik seseorang. Pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan
pengelompokan-pengelompokan sosial seperti umur (tua/muda), jenis kelamin
6
. Hadawi Nawawi, Metode Penelitian Bidang Social, Yogyakarta: Gaja Mada Universty Press, 1995
7
(Pria/Wanita), agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup
menentukan dalam membentuk perilaku pemilih.
Dari berbagai ragam perbedaan dalam struktur sosial, faktor sosial
merupakan unsur yang juga berpengaruh terhadap pemilihan politik seseorang,
terutama dihampir semua negara-negara industri. Di Eropa, kelompok
berpenghasilan rendah dan kelas pekerja cenderung memberikan suara kepada
partai sosialis atau komunis, sedangkan kelas menengah dan atas biasanya
menjadi pendukung partai konservatif.
5.1.2 Pendekatan Psikologis
Berbeda dengan pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis yang sering
disebut Muzhab Michigan (The Michigan Survey Reseach Center) lebih
menekankan pada pengaruh faktor psikologis seseorang dalam menentukan
perilaku atau pilihan politik. Menurut penganut pendekatan psikologis, secara
metodologis pendekatan sosiologis dianggap sulit di ukur, seperti bagaimana
mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama,
dan sebagainya.
Pendekatan psikologis ini mengembangkan konsep psikologis. Khususnya
konsep sikap dan sosialisasi dalam menjelaskan perilaku seseorang. Konsep
merupakan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih karena menurut
Greenstein ada 3 fungsi sikap yakni; pertama, sikap merupakan fungsi penting.
Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, munat
dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan penyesuaian diri.
atau tidak sama dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap
merupakan sikap eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu
merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang
mungkin berujud mekanisme pertahanan (Defensce Mechanisme).
Dengan demikian, konsep identifikasi partai merupakan variabel sentral
dalam menjelaskan perilaku pemilih dalam pendekatan psikologis ini. Dalam hal
ini, hubungan pengaruh antara identifikasi partai dengan perilaku pemilih sudah
menjadi aksioma.
Identifikasi partai merupakan dorongan untuk menjadi identik atau sama
dengan orang lain tanpa disadari. Identifikasi partai dilakukan oranag kepada
seseorang kandidat atau partai politik yang dianggapnaya ideal dimata pemilih.
5.1.3 Pendekatan Rasional
Dua pendekatan terdahulu menempatkan pemilih pada waktu dan ruang
kosong baik secara implisit maupun eksplit. Pemilihan ibarat wayang tidak
mempunyai kehendak bebas kecuali atas kemauan dalangnya. Karasteristik
sosiologis, latar belakang keluarga pembelahan kultural atau identifikasi partai
melalui proses sosialis dan pengalaman hidup merupakan variabel yang secara
sendiri-sendiri maupun komplomenter mempengaruhi perilaku atau pilihan politik
seseorang.
Tetapi pada kenyataanya, ada sebagian pemilih yang mengubah pilihan
politiknya dari suatu pemilu kepemilu lainya. Ini disebabkan oleh ketergantungan
pada peristiwa-peristiwa politik tertentu yang bisa aja mengubah preferensi
mempengaruhi pilihan politik seseorang dalam pemilu. Dengan begitu, pemilihan
bukan hanya pasif, melainkan juga individu. Faktor-faktor situasional, bisa berupa
isu-isu politik atau kandidat yang dicalonkan, mempunyai peranan penting dalam
menentukan pilihan politik seseorang.
Dalam pendekatan rasional, terdapat dua orientasi yang menjadi daya tarik
pemilih, yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat. Dampak peristiwa tertentu,
pengaruh isu dan kandidat yang ditawarkan terhadap perubahan situasional
perilaku pemilih membuat beberapa pakar melirik model peristiwa konsumen
produk bisnis sebagai salah satu pendekatan dalam memahami perilaku pemilih.
Bahwa perilaku pemilih, menurut Him Melweit, merupakan pengambilan
keputusan cepat dan pengambilan keputusan tersebut tergantung situasi sosial
politik tertentu yang tidak berbeda dengan pengambilan keputusan lainnya.
Pendekatan rasional mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa para
pemilih benar-benar rasional. Para pemilih melakukan penilaian yang valid
terhadap visi, misi dan program kerja partai dan kandidat. Pemilih rasional
memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan dan informasi yang cukup. Perbedaan
antara pendekatan rasional dengan lainnya bahwa pemilih rasional adalah pemberi
suara yang responsitif dan tidak permanen.8
8
5.1.4 Pendekatan Kepercayaan Politik
Penggunaan variabel kepercayaan politik untuk menjelaskan perilaku politik
nonvoting, sebenarnya diadopsi dari variabel kepercayaan untuk menjelaskan
keaktifan atau ketidak aktifan seseorang dalam kegiatan politik. Ketidak aktifan
dalam konsep ketidak percayaan politik sendiri selalu mengandung pengertian
ganda. Pertama, ketidak aktifan dapat diinterpretasikan sebagai ekspresi atas
kepercayaan yang rendah terhadap sistem politik atau sebagai suatu ekspresi atas
perasaan keterasingan (alienasi). Kedua, ketidak aktifan juga dapat
diinterpretasikan sebagai ekspresi kepercayaan yang tinggi, di mana ketidak
aktifan seseorang dalam bilik suara menendakan bahwa mereka puas terhadap
sistem politik yang ada, atau tidak khawatir dengan keadaan politik yang ada.
5.2 Pemilihan Umum
Indonesia telah berulang kali melaksanakan pemilihan umum yang disebut
sebagai pesta demokrasi pancasila rakyat indonesia, baik sewaktu orde baru, orde
lama, sampai reformasi baru-baru ini. Pemilihan umum disebut juga dengan ”
Political Market ”. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat
individu/ masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (Perjanjian
Masyarakat) antara peserta pemilihan umum (Partai Politik) dengan pemilih
(Rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian
aktifitas politik yang meliputi kampanye, propoganda, iklan politik melalui media
massa. Untuk bisa memilih, umumnya calon pemilih harus terdaftar sebagai
pemilih terlebih dahulu. 9
9
5.2.1 Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan merupakan lembaga dan sekaligus praktek politik yang
mempunyai dua dimensi, yang dilihat dari luar nampak berseberangan. Pemilihan
dimengerti sebagai sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat yaitu sarana
artikulasi kepentingan warga untuk menentukan wakil-wakil mereka, pemilihan
juga merupakan sarana evaluasi dan sekaligus kontrol baik langsung maupun
tidak langsung terhadap pemerintah dan kebijakan yang dibutuhkanya. Pemilihan
juga diartikan sebagai salah satu sarana untuk memberikan dan memperkuat
legitimasi politik. Pemilihan sebagai sarana pencarian kesepakatan yang tak pelak
lagi, akan merupakan sebuah ruang dimana kontestasi dan tawar menawar politik
antara negara dan elit penguasa di satu pihak dan masyarakat pengelompokan
didalamnya.Partai politik dan pemilihan umum merupakan suatu kegiatan politik
yang tidak mungkin dipisahkan. Menurut Ali Murtopo pemilihan adalah sarana
yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga
demokrasi.10
5.2.2 Sistem Pemilihan Umum
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis haruslah diatur sedemikian
rupa, sehingga seluruh rakyatnya ikut serta dalam pemerintahan negara baik
secara langsung maupun tidak langsung. Menurut sistem demokrasi langsung
seluruh rakyat yang telah dewasa menjadi anggota dari suatu permusyawaratan
rakyat yang bertugas untuk menetapkan dan menjalankan peraturan dari negara
yang bersangkutan akan tetapi dalam sarana ketatanegaraan sistem demokrasi
10
. Syamsudin Haris Op. Cit., Hal 49-50
langsusng tidak pernah dapat diwujudkan seluruhnya. Pemilihan umum harus
dilukukan dengan bebas, yang berarti bahwa para pemilih bebas sepenuhnya
memberikan suaranya kepada calon-calonnya. Untuk itu harus ada jaminan,
bahwa seorang pemilih tidak boleh mendapat tekanan, ancaman dengan maupun
tanpa kekerasan dari siapa pun juga. Berkenan dengan pemilihan yang bebas
maka pemberian suara itu harus dilaksanakan dengan rahasia tak seorang pun
mengetahui kepada siapa pemilih memberikan suaranya. Untuk menjamin
kebebasan dan rahasia dari pemilihan umum.11
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan
tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok yaitu :
1. Single-Member constituency (satu daerah pemilihan memilih suatu wakil
biasanya disebut sistem Distrik).
2. Multi-Member constituency (satu daerah memilih memilih beberapa wakil,
biasanya dinamakan proportional representation atau perwakilan atau
perwakilan berimbang).
Secara umum sistem pemilihan umum dapat diklasifikasikan dalam dua sistem
yaitu :
1. Sistem Distrik
Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasrkan atas
kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang
diliputi) mempunyai satu wakil dalam perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu
daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat
11
dalam perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam
satu distrik memperoleh suara yang tetbanyak menang, sedangkan suara-suara
yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan
tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahanya.
2. Sistem Proporsional.
Sistem Pemilu proporsional memiliki asumsi dasar yang berbeda. Asumsi
dasarnya adalah bahwa setiap suara haruslah diperhitungkan. Dengan
menggunakan asumsi tersebut, istilah pemenang sesungguhnya bukanlah
mereka yang mengalahkan kontestan lainnya; melainkan peraih suara terbanyak
karena selain mereka masih ada kontestan lainnya yang juga diperhitungkan
perolehan suaranya walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Oleh karena itu,
sistem proporsional ini lebih cocok untuk mencari wakil penduduk dan
bukannya wilayah dan sering dipergunakan untuk negara-negara yang memiliki
masyarakat yang cenderung plural. Derajat keterwakilan sistem ini relatif lebih
baik, namun masih kalah oleh sistem distrik dalam hal kedekatan antara
kontestan dengan pemilih. Beberapa variasi diperkenalkan oleh sistem ini untuk
mengurangi kelemahan itu dengan mengambil beberapa prinsip sistem distrik
dalam hal pemilih menentukan sendiri siapa kandidat yang disukainya di
samping tanda gambar.12
5. 3 Partai Politik
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik menurut Carl J. Friedrich partai politik adalah sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pemimpin partainya.
Salah satu sarana untuk berpartisipasi adalah partai politik, partai politik
adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Singmud Neuman mengatakan bahwa
partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik
yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatianya pada
menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh
dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan
yang berbeda- beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar
yang menghubungkan kekuatan kekuasaan dan idiologi sosial dengan
lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkanya dengan aksi politik di
dalam masyarakat politik yang lebih luas.
Dalam negara demokrasi, partai politik menyelenggarakan 4 fungsi sebagai sarana
yaitu :
1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Arus informasi dalam suatu negara bersifat dua arah, artinyawah berjalan
dari atas kebawah dan dari bawah keatas. Kedudukan partai dalam arus ini
adalah sebagai jembatan antara ” mereka yang memerintah” dengan mereka
yang diperintah.
Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh pandangan
orientasi dan nilai-nilai masyarakat dimana dia berada. Proses itu juga
mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-
nilai dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Proses sosialisasi politik sudah
dimulai dari masa kecil dan diselenggarakan melalui berbagai lembaga dan
kegiatan, seperti pendidikan formal, media massa seperti radio, TV dan partai
politik.
3. Sarana Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah proses melalui mana partai mencari anggota baru
dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Dengan didirikanya organisasi- organisasi massa yang melibatkan
golongan-golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita dan sebagainya
kesempatan untuk berpartisipasi diperluas. Rekrutmen politik menjamin
kontinuitas dan kelestarian partai sekaligus merupakan salah satu cara untuk
menyeleksi calon-calonya.
4. Sarana Pengatur Konflik
Dalam negara demokratis yang masyarakatnya bersifat terbuka adanya
perbedaan dan persaingan pendapat sudah merupakan hal yang wajar.
5. 3.1 Sistem Kepartaian
Sistem kepartaina yang dianut Negara Indonesia adalah sistem Multi partai
(banyak Partai), sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sisitem
paratai yang dianut Indonesia. Andrew Heywood berpendapat bahwa sistem partai
didalam sebuah sistem politik yang berjalan. Sistem kepartaina adalah sebuah
pengaturan mengenai hubungan partai politik yang berkaitan pembentukan
pemerintah, dan sarana yang lebih spesifik apakah kekuatan partai memberikan
prospek untuk memenangkan atau berbagai kekuasaan pemerintah. Sistem Multi
partai dikenal di Indonesia sejak zaman Soekarno yaitu sejak pemilu pertama di
yang telah dilaksanakan Negara Indonesi yaitu pada tahun 1955 yang di ikutu 29
partai dan pemilu 2009 di ikuti 36 partai politik. Dari pengalaman pemilu 1955
inilah Indonesia menjadi menganut sisitem kepartaian menjadi Multi partai hingga
pada pemili-pemilu berikutnya pun menjadi seperti itu.
5.4 Pemilihan Presiden Secara langsung
Pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung, dan dilaksanakan
masyarakat yang sudah berhak mengeluarkan hak suaranya, masyarakat yang
sudah memiliki usia 17 tahun keatas atau masyarakast yang sudah menikah, dan
sudah terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pemilihan umum lembaga dan
sekaligus praktek politik yang mempunyai dua dimensi, yang dilihat dari luar
tampak saling berseberangan. Pada dimensi pertama, pemilu umumnya dimengerti
sebagai sarna bagi perwujutan kedaulatan rakyat, ia adalah sarana artikulasi
penting warga negara untuk menentukan wakil-wakil mereka. Dalam pengertian
ini, maka pemilu merupakan juga sarana evaluasi dan sekaligus kontrol, baik
langsung maupun tidak langsung, terhadap pemerintah dan kebijakan yang
dibuatnya. Dimensi kedua, yang ada pemilu yaitu sebagai salah satu sarana untuk
keberadaan, kebijaksanaan, dan program-program yang dibuatnya dapat
diwujudkan dengan lebih mudah dan mempunyai ikatan sanksi yang kuat.
Gramsci, menyatakan dalam setiap proyek hegemoni kesepakatan yang
dih13asilkanya selalu berada dalam situasi cair dan tak stabil. Pemilu sebagai
sarana pencarian kesepakatan itu, tak pelak lagi akan merupakan sebuah ruang
dimana konsestasi dan tawar menawar politik antara negara dan elit penguasa di
satu pihak dan masyarakat dan pengelompokan didalamnaya dipihak lain terjadi.
Pemilihann umum adalah suatu alat yang penggunaanya tidak boleh
mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi bahkan menimbulkan hal-hal
yang menderitakan rakyat, tetapi harus meminjam suksesnya perjuangan orde
baru, yaitu tetap tegaknya pancasila dan dipertahankanya UUD 1945.1
5.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Untuk Tidak Memilih 5.1 Faktor Ekonomi
Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat kecamatan
Paranginan untuk tidak ikut memilih karna diakibatkan dengan faktor ekonomi,
kondisi ekonomi seseorang sangat mempengaruhi tingkat kebutuhanya. Artinya
orang yang tingkat kebutuhanya tinggi (kaya) dengan orang yang tingkat
ekonominya rendah (miskin). Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama
bertebaran banyak individu maupun) antara keduanya berada dalam memenuhi
kebutuhanya. Orang kaya cenderung lebih banyak kebutuhanya dari orang miskin
misalnya dalam hal melengkapi kebutuhan keluarganya. Lembaga telah lama
mempromosikan pembaharuan agraria sebagai jalan untuk menciptakan keadilan
sosial bagi rakyat desa. Kini, di era reformasi lebih banyak eleman masyarakat
membikin wacana pembaharuan desa semakin membana tetapi tidak terlaksana.
Kebutuhan manusia relatif tak terbatas disisi lain kebutuhan itu terbatas apabila
relasinya mencukupi, dalam hal ini ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana
manusia atau sekelompok manusia mampu membuat pilihan-pilihannya dengan
baik sebagaimana yang di kemukakan Paul Samuelson bahwa studi mengenai
bagaimana orang dan masyarakat memilih dengan tanpa menggunakan uang
untuk mendapatkan sumber-sumber daya produktif yang langka demi
memproduksi berbagai komoditi dari waktu kewaktu dan mendistribusikanya
untuk dikonsumsi.14 Seperti halnya dalam masyarakat Kecamatan Paranginan
bahwa faktor ekonomi itu sangat mempengaruhi dalam pemilihan dimana
pendapatan masyarakat dalam kebutuhan hidup mayoritas dalam hasil bertani
akhir-akhir ini perekonomian dari masyarakat Paranginan itu menurun padahal
masyarakat bisa bertahan hidup karana dari hasil pertanian yang diperolehnya.
Dalam pemilu 2009 itu masyarakat Paranginan banyak yang tidak ikut dalam
pemilihan dimana perekonomianya merosot yang diakibatkan dengan hasil dari
tanamanya tidak begitu bagus berikut lagi dengan faktor krisis global, dan cuaca
yang buruk yang mengurangi semangat dalam berpartisipasi dalam pemilihan
tersebut. Kecamatan Paranginan itu jumlah masyarakatnya 12.867 jiwa dan
kebanyakan masyarakat hidupnya tergantung dari hasil pertanianya, dan
masyarakat Paranginan itu mayoritas hidupnya sederhana (miskin). Jumlah
masyarakat Paranginan yang bertani sebanyak 9.547 jiwa, dan pendapatan yang
14
diperoleh setiap bulannya Rp 500.000 – 1.000.000, belum lagi biaya hidup
sehari-hari dan biaya hidup anak dan biaya yang lainnya.15
5.2 Faktor Pendidikan
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan sesorang akan baanyak mempengaruhi
keinginan seorang (Manusia) dalam memenuhi kehidupan. R. Hayar mengatakan
bahwa pendidikan itu adalah usaha untuk membentuk manusia menjadi partisipan
yang bertanggungjawab dalam politik dan kekuasaan. Politik dapat diartikan
sebagai aktifitas, perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk
menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan yang sah berlaku ditengah
masyarakat. Pendidikan politik itu merupakan proses mempengaruhi individu agar
dapat memperoleh informasi lebih lengkap, wawasan lebih jernih dan
keterampilan yang mantap.16 Sekolah adalah tempat kita untuk mendapatkan
segudang ilmu, disekolah kita dapat mengetahui segala apa yang ada didalam dan
sekitar lingkungan kita. Memperoleh pendidikan itu sangat sulit apabila tidak ada
kemauan dan tidak adanya fasilitas yang memadai hal inilah yang dialami
masyarkat Paranginan pendidikanya masih minim yang mengakibatkan
masyarakat itu tidak tau apa itu kekuasaan dan tidak tahu apa itu politik, sehingga
dalam proses pelaksanaan pemilihan umum masyarakat bingung dengan apa yang
akan dilakukanya pada saat pemilu tiba akhirnya banyak memilih untuk tidak
datang ketempat pemungutan suara yang telah disediakan.
15
5.3 Faktor Budaya
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama
oleh masyarakat. Namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya
seperti masyarakat umum dan para elitnya. Indonesia yang dikenal sebagai Hindia
Belanda sebelum 1945 adalah sebuah negara yaang multi etnis dan multi agama
yang memiliki penduduk sekitar 179 juta orang kelompok etnis terbesar adalah
suku jawa yang jumlahnya hampir mendekati 50% dari jumlah penduduk
keseluruhan. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki
bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula
politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitnya. Kehidupan
manusia didalam masyarakat memiliki peranan penting dalam sistim politik suatu
negara. Manusia dalam kedudukanya sebagai mahluk sosial senantiasa akan
berinteraksi dengan manusia lain untuk berinteraksi dalam upaya mewujudkan
kebutuhan hidupnya. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang
dimiliki bersama oleh masyarakat. Almond dan Verba mendefenisikan budaya
politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem
politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara
yang ada didalam sistem itu.17
17
6. Metode Penelitian 6. 1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode studi
khasus, Yin (1984), mendefinisikan penelitian studi kasus sebagai peneliti empiris
yang menyelidiki suatu fenomena (gejala) kontemporer dalam konteks kenyataan
(real life) dimana batas-batas antara fenomena dan konteks tersebut masih belum
jelas.
Peneliti menggunakan metode studi kasus dengan alasan sebagai berikut:
1. Masalah pemilih yang tidak memilih merupakan isu kontemporer yang
banyak menarik perhatian peneliti untuk mengetahui lebih jauh. Dalam
setiap pemilihan umum masalah ini selalu menjadi bahan pembicaraan
sehingga menarik untuk mengetahui masalah yang sebenarnya
2. Gejala dan konteks yang terjadi dalam setiap pemilihan umum tersebut
dalam situasi kenyataanya belum jelas sehingga diperlukan penelitian
penelitian yang mendalam.
3. Penelitin ini bertujuan untuk mengungkap beberapa pertanyaan penelitian
yang berkaitan dengan ” apa ”, ” mengapa ”, dan ” bagaimana ” gejala yang
terjadi dalam masalah penelitian ini.
4. Penelitian ini menggunakan berbagai sumber dan teknik pengumpulan data
6.2 Lokasi Penelitian
Lokasi tempat penelitian adalah Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang
Hasundutan. Penelitian ini akan meneliti 25 TPS (Tempat Pemungutan Suara)
yang ada di Kecamatan Paranginan. Dalam hal ini peneliti akan mengambil semua
TPS ini sebagai sampel dalam penelitian ini.
6.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbu
-tumbuhan, gejala, nilai, atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karesteristik tertentu dalam penelitian.18
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Desa
kecamatan paranginan yang terdaftar sebagai pemilih, tetapi tidak memilih pada
pemilihan Presiden 2009. Jumlah dan identitasi dari pemilih yang tidak
menggunakan haknya ini dilakukan dengan mencocokkan Daftar Pemilih Tetap
(DPT) dan catatan pemilih yang menggunakan haknya. Pemilih yang terdaftar
dalam DPT tetapi tidak menggunakan haknya inilah yang diidentifikasi sebagai
populasi dalam pemilihan ini. Jumlah TPS yang ada di kecamatan Paranginan
sebanyak 25 TPS. Dari total TPS tersebut peneliti mengambil semua TPS
sebaggai sampel. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis
menggunakan rumus Taro Yamane:
18
Yaitu : n = N _________ N. d 2 + 1
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d2 = Presesi ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%.
Dari Rumus di atas maka diambil sampel sebagai berikut :
n = 2627
______________
2627. 0,01+ 1
n = 2627
_________________
27, 27
n = 96 Orang
Untuk menentukan jumlah sampel masing-masing sampel di setiap Desa
tersebut maka jumlah seluruh sampel didistribusikan pada tiap-tiap Desa
Tabel 2
Jumlah Responden dari Seluruh Desa/ Dusun di Kecamatan Paranginan
No. Nama Desa
Sumber: Hasil Pemilu Tahun 2009 di Kecamatan Paranginan
1. Sihonongan : 2. Lumban Barat :
419 449
x 100 % = 15 x 100 % = 17
2627 2627
3. Lobutolong Habinsaran : 4. Lobutolong :
186 244
x 100 % = 7 x 100%= 9
5. Lumban Sialaman: 6.Lumban Sianturi :
93 41
x 100 % = 3 x 100% = 2
2627 2627
7. Pearung : 8. Paranginan Selatan :
108 204
x 100 % = 4 x 100 % = 7
2627 2627
9. Paranginan Utara : 10. Siborutorop :
254 352
x 100 % = 9 x 100 % = 13
2627 2627
11. Pearung Silali :
277
x 100 % = 10
2627
Maka jumlah sampel yang digunakan adalah : 96 Orang
6.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau
fakta-fakta yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik penelitian data sebagai
1. Penelitian kepustakaan, yaitu mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan,
laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan
penelitian.
2. Penelitian lapangan, yaitu pengumpulan data dan dialong langsung dengan
terjun langsung, yaitu dengan cara wawancara dan menggunakan kuisioner.
6.5 Teknik Analisa Data
Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik
kuantitatif, yaitu teknik tanpa menggunakan alat bantu atau rumus statistik.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
Pertama: pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti akan menggumpulkan data,
baik dari buku, koran, majalah, jurnal, kliping dan situs-situs yang memuat
tentang perilaku pemilih dan juga dari bahan wawancara dan kuisioner. Kedua,
penilaian atau menganalisis data. Dalam hal ini setelah peneliti mengumpulkan
dan mendapatkan semua data yang mendukung atau membantu dan memandang
sangat dibutuhkan dalam penelitian ini maka penulis akan menelaah, kategorisasi,
melakukan tabulasi data dan atau mengkombinasikan bukti untuk menjawab
pertanyaan peneliti. Ketiga, penyimpulan data yang di peroleh. Tahap ini adalah
tahap terakhir pada penelitian ini. Dari hasil penilaian dan analisis yang penulis
lakukan maka penulis mengambil kesimpulan yang dapat lebih bermanfaat dalam
6.6Sistematika Penelitian
Penulisan penelitian ini akan disajikan kedalam 4 bab, yakni : Bab I
Pendahuluan: pada Bab ini terdapat latar belakang masalah penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, kerangka teori penelitian dan metodologi penelitian.
Pada Bab II akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian
yaitu gambaran umum wilayah kecamatan Paranginan yang dilihat dari geografis
dan luas wilayah, komposisi kependudukan, perekonomian masyarakat, sarana
dan prasarana serta struktur organisasi dan personalia.
Pada Bab III nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang
didapat dari lapangan dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis dari
data dan fakta tersebut.
Pada Bab IV pada penulisan penelitian adalah Bab penutup yang
didalamnya berisikan, saran dan kesimpulan yang akan diperoleh dari Bab-Bab
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Kecamatan Paranginan
Atas prakarsa dan aspirasi masyarakat pada tahun 1985 yang membuat
permohonan pada Bupati tapanuli Utara tentang permohonan bahwa sejak dulu
Parangianan merupakan suatu kedewaaan untuk dibentuk menjadi suatu
kecamatan. Pada tahun 1987 Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara menerbitkan
surat keputusan menjadi satu Kacamatan Pembantu Paranginan di kabupaten
Tapanuli Utara. Tanggal 20 Desembar 2000 Kecamatan perwakilan diresmikan
oleh Bupati Tapanuli Utara menjadi Kecamatan paranginan dengan dasar surat
Gubernur Sumatera Utara Nomor 132/1593/2000 tanggal 30 september 2000
tentang Pembantu paranginan menjadi Kecamatan Paranginan.
Kecamatan Paranginan adalah salah satu dari 10 (sepuluh) Kecamatan di
kabupaten Humbang Hasundutan yang beribu kotakan Onan Raja Desa
Sihonongan, dimana kecamatan ini adalah pemekaran dari kecamatan Lintong
Nihuta, Kecamatan Paranginan berpisah dari Kecamatan Lintong Hihuta pada
tanggal 10 Desember tahun 2000 dengan PERDA TAPUT Nomor 09 Tahun 2000
tentang pemekaran Kecamatan Purba Tua dan Kecamatan Paranginan sebelum
pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan dari Kabupaten Tapanuli Utara.
Sebelum Kabupaten Humbang Hasundutan diresmikan menjadi salah satu
Kabupaten, yang diresmikan pada tanggal 28 Juli tahun 2003 yang diresmikan
oleh bapak Gubernur Rijal Nurdin, kecamatan Paranginan berkabupaten pada
menjadi sebuah Kapupaten, Kecamatan Paranginan menjadi salah satu Kecamatan
dari Kabupaten Humbang Hasundutan. Melihat dari mudahnya Kecamatan
Parangian ini orang mengatakan bahwa parangian ini belum memiliki kemajuan,
dalam hal pembangunan memang Kecamatan Parangian belum begitu maju, tetapi
dalam hal pendidikan kecamatan Paranginan sudah tergolong maju, dimana
oarang tua dari kecamatan ini mengharapkan supaya anak-anaknya memiliki
pengetahuan yang lebih tinggi, masyarakat Kecamatan Paranginan telah
menyekolakan anak-anaknya sampai pada tingkat Perguruan Tinggi, karena
masyarakat Kecamatan Parangian mengutamakan pada istilah orang batak
Anakkon Hi Do Hamoraon Diau. Kecamatan Parangian ini memiliki desa
sebanyak 11 desa yaitu : Desa Sihonongan (Ibu kota Kecamatan), Desa
Lobutolong, Desa Lumban Barat, Desa Pearung, Desa Lobutolong Habinsaran,
Desa Pearung Silali, Desa Lumban Sialaman, Desa Lumban Sianturi, Desa
Siborutorop, Desa Paranginan Selatan, Desa Paranginan Utara. Masyarakat di
Kecamatan Paranginan mayoritas orang batak toba, adapun orang lain seperti :
Melayu, Padang, Jawa itu adalah orang perantau, dan agama yang dianut di
Kecamatan Paranginan adalah agama Kristen Protestan.
Kecamatan Paranginan terletak didataran tinggi dengan udara sejuk, dan
sumber penghasilan masyarakat Kecamatan Paranginan mayoritas bertani, dan
sebagian kecil berdagang kecil-kecilan, dan kehidupan masyarakat Paranginan
masih ketat dalam adat istiadat dan yang dipadu denga tatanan Dalihan Na Tolu
yaitu, Somba Marhula-hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru, dan yang
meningkatkan taraf hidup masyarkat menuju Paranginan yang indah, aman dan
sejahtera serta Huta idamanku dengan Motto: Marsiurupurupan Mangula Ulaon
Na Maol, Marsibetabetaan Mangula Ulaon Nadenggan.
Untuk mempercepat laju pembangunan laju pembangunan sangat di
perlukan motivasi dalam menggerakkan masyarakat agar tidak hanya objek
pembangunan namun turut sebagai subjek/pelaku pembangunan itu sendiri
bersama-sama pemerintah mengoptimalkan seluru potensi yang ada.
Menyadari hal tersebut diatas sebagai staf dari bagian pemerintahan
Kecamatan Paranginan yang dimulai dari tanggal 16 Maret 2004, sejak itulah
kami mengamati bahwa masyarakat masih tertinggal akibat SDM yang masih
minim terutama dibidang pertanian yang masih menganut pola tradisional dan hal
itulah perlu disikapi tanpa menunggu reaksi lebih lama demi peningkatan taraf
hidup yang lebih maju.
Kebutuhan dalam bidang organisasi adalah pada dasarnya kebutuhan yang
adanya interaksi sosial yang mempersatukan serta yang mengutuhkan dalam
kelompok organisasi tersebut, organisasi juga bisa dikatakan perkumpulan
beberapa orang yang memiliki motifasi dan memiliki tujuan yang ingin
membangun. Selain membuat suatu perkumpulan dalam masyarakat masyarakat
juga memiliki pundasi yang kuat untuk lebih meningkatkan kebutuhan sesama dan
tolong-menolong.
Organisasi masyarakat yang di bentuk masyarakat Kecamatan Paranginan
1. Pendidikan Kesejahteran Keluarga (PKK) dengan jumlah organisasinya
11, yaitu setiap desa yang ada di Kecamatan Paranginan ada organisasi
PKKnya
2. Organisasi Pemuda Sebanyak 4 Organisasi, yaitu yang membentuk
organisasi pemuda itu, desa Lumban Barat, Lobutolong Habinsaran,
Pearung, dan desa Sihonongan
3. Kelompok tani pemuda 5 kelompok
4. Kelompok gotong-royong sebanyak 11 kelompok
Selain dari organisasi yang tertera di atas masyarakat Kecamatan Paranginan
memiliki organisasi di bidang politik yaitu partai-partai politik yang memiliki
pengurus cabang di kecamatan Paranginan maupun pengurus ranting di
kelurahan-kelurahan yang ada di Kecamatan Paranginan adalah sebagai berikut:
Partai persatuan banteng kemerdekaan (PNBK), Partai Demokrat, Partai PDI-P,
Partai damai Sejahtera (PDS).
2. Letak Geografis, Demografi dan Perekonomian 2.1.1 Geografis
Wilayah Kecamatan Paranginan terletak antara Lintang Utara 20 13’ – 2o
20’ dan Bujur Timur 98o 57’ dengan luas wilayah 54 km2 terletak di atas
permukaan laut 1000 – 1500 m, dan jumlah penduduk 12. 969 jiwa serta
batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Muara
Sebalah Selatan : Kecamatan Siborong-borong
Sebalah Barat : Kecamatan Lintong Nihuta
Untuk mengetahui luas wilayah dan jumlah dusun menurut desa di
Kecamatan Paranginan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3
Luas Wilayah dan Jumlah Dusun menurut Desa Kecamatan Paranginan
No. Paraninan/Desa Luas (Km 2
)
Sumber: Profil Kecamatan Paranginan Pebruari 2010
2.1.2 Keadaan Demografi
Berdasarkan pendataan yang di peroleh bagian pemerintahan kecamatan
Paranginan pada Bulan Agustus 2009 Jumlah penduduk kecamatan Paranginan
13.099 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki 6.405 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 6.694 jiwa. Untuk lebih memperjelas, komposisi penduduk
Kecamatan Paranginan dapat dilihat berdasrkan umur, jenis kelamin, mata
Jenis Kelamin dan Umur
Klasifikasi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Paranginan
Sumber: Profil Kecamatan Paranginan Pebruari 2010
Menurut data statistika yang terakhir di data di Kecamatan Paranginan
diketahui bahwa jumlah penduduk kecamatan Paranginan terdiri atas 13.099 jiwa
dan data penduduk ini sudah ikut semua desa-desa yang ada di Kecamataan
Paranginan memiliki desa sebanyak 11 desa. Jika dilihat dari faktor jenis kelamin,
maka penduduk Kecamatan Paranginan terdiri dari, jumlah laki-laki 6.405 jiwa
Kecamatan Paranginan sedikit banyaknya jumlah penduduk perempuan lebih
tinggi dari pada jumlah penduduk laki-laki.
Menurut data statistika yang terakhir di data di Kantor Camat Paranginan
pada bulan Agustus 2009 bahwa jumlah penduduk sebesar 13.099 jiwa, sudah
termasuk anak yang baru lahir dan penduduk yang baru datang (pendatang) serta
sudah dikurangi masyarakat yang sudah meninggal di seluruh desa kecamatan
paranginan. Menurut pendataan yang diperoleh kantor camat Paranginan bahwa
jumlah penduduk yang sudah dewasa, dibandingkan dengan jumlah penduduk
anak-anak dan orang tua. Dalam hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan
Paranginan mempunyai modal tenaga kerja yang cukup.
2.1.3 Perekonomian
Mata pencaharian masyarakat Paranginan umumnya adalah bertani sesuai
dengan kondisi alam, maka potensi pertanian terdiri dari :
1. Tanaman Pangan :
Padi dengan luas lahan : 2.200 Ha
Jagung dengan luas lahan : 400 Ha
Jumlah : 2.600 Ha
2. Tanaman Holtikultural :
Wortel dengan luas lahan : 300 Ha
Tomat dengan luas lahan : 200 Ha
Kentang : 55 Ha
Kol dengan luas lahan : 100 Ha
Cabe dengan luas lahan : 65 Ha
Kacang-kacangan dengan luas lahan : 25 Ha
Bawang : 25 Ha
Jumlah : 795 Ha
3. Tanaman Keras :
Kopi dengan luas lahan : 2.500 Ha
Kulit manis dengan luas lahan : 30 Ha
Kemiri : 25 Ha
Mangga : 50 Ha
Jumlah. : 2605
4. Hutan :
Hutan : 130 Ha
Hutan Raya Pinus : 50 Ha
Jumlah : 180 Ha
Dari data yang tertera diatas dari sinilah masyarakat Paranginan
mendapatkan dan memperoleh perekonomian, inilah yang di kelolah untuk nafkah
kehidupan mereka.
2.2 Pekerjaan
Masyarakat Kecamatan Paranginan mata pencariaanya setiap hari cukup
bervariasi. Masyarakat Kecamatan Paranginan mayoritas pekerjaanya adalah
bertani selebihnya masyarakatnya bekerja dibidang pendidikan (Guru),
Tabel 5
Penduduk Umur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan / Pekerjaan di Kecamatan Paranginan
No. Jenis Pekerjaan
(bidang) Jumlah Persentase
1 Sekolah 3. 316 28, 66%
2 Pertanian 7. 547 65, 24%
3 Jasa Pemerintahan 230 1, 98
4 Wiraswasta 120 1, 03%
5 Karyawan 26 0, 22%
6 Tarnsportasi 50 0, 43%
7 Perdangangan 280 2. 42%
Jumlah 11. 567 100
Sumber: Profil Kecamatan Paranginan Pebruari 2010
Dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja, terhitung 11.567 yang bekerja
dari 13.099 jumlah penduduk Kecamatan Paranginan dengan demikian,
penduduk yang bekerja sebesar 65,50% dari jumlah penduduk, yang berarti
masyarakat Kecamatan Paranginan digolongkan lebih memilih untuk bekerja.
Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa masyarakat Kecamatan Paranginan dari
pekerjaan yang diperoleh masyarakat Paranginan rata-rata bekerja sebagai peteni
yang sampai 65,50%, dari hal ini lebih tinggi persentase petani dari pada pekerja
yang lain.
2.3 Agama
Penduduk Kecamatan Paranginan mayoritas menganut agama kristen
protestan sekitar 80,50%. Kemudian diikuti agama Katholik, Islam agar dapat