UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
TINDAK KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA WANITA
INDONESIA YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI
(
Studi Kasus Terhadap 3 (Tiga) Orang Mantan Pembantu Rumah Tangga Asal Kota Medan Yang Bekerja di Malaysia )SKRIPSI
Diajukan Oleh:
TUTI CHRISNAWATI ARITONANG
( 0 4 0 9 0 1 0 1 4 )
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipertahankan didepan oleh: Nama : Tuti Chrisnawati Aritonang
Nim : 040901014 Departemen : Sosiologi
Judul :TINDAK KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA WANITA INDONESIA YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI ( Studi Kasus Terhadap 3 (Tiga) Orang Mantan Pembantu Rumah Tangga Asal Kota Medan Yang Bekerja di Malaysia )
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU
Dra.H Marhaeni Munthe M.Si Prof.Dr.Badaruddin,M.Si NIP 131 882 276 NIP 131 996 175
Dekan FISIP USU
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan didepan Panitia
Penguji Skripsi Departemen Sosiologi, FISIP USU pada: Hari : Senin
Tanggal : 10 Desember 2008 Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Ruang Sidang
Tim Penguji:
Ketua Penguji : Dra. Lina Sudarwati.M.Si ( )
Penguji I (Pembimbing) : Dra.H Marhaeni Munthe M.Si ( )
ABSTRAKSI
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”. Namun pada kenyataannya lowongan kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja Indonesia baik pria maupun wanita pergi mencari pekerjaan ke Luar Negeri.
Berbagai tindak kekerasan dan penderitaan yang menimpa pekerja migran baik selama proses rekrutmen, pemberangkatan, maupun selama bekerja di luar negeri. Telah banyak dilaporkan baik melalui media massa, maupun lembaga swadaya masyarakat resmi pada umumnya jauh lebih kecil dibandingkan datayang sesungguhnya terjadi dilapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui dan merumuskan apa yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan terhadap TKWI dan bagaimana tindak kekerasan yang dialami oleh TKWI yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga.
Metode dari penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang menelaahnya terhadap satu kasus di lakukan secara intensif mendalam, mendetail dan komperatif.
Sumber data dalam penelitian ini yakni berdasarkan data primer yaitu, Wawancara Mendalam yang merupakan proses tanya jawab secara langsung (face to face) di tujukan terhadap informan dilokasi penelitian dengan menggunakan panduan atau pedoman wawancara, Observasi, adapun pengamatan langsung terhadap gejala sosiologis yang tampak pada saat penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu, dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang di teliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi terhadap mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga di Malaysia adalah dikarenakan beberapa alasan, antara lain adalah : Minimnya Pengetahuan, Kesalahan dalam Melakukan Pekerjaan Domestik, dan Lemahnya Perekonomian Keluarga. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh Mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga ini adalah, Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis/Mental, Kekerasan Seksual, dan Kekerasan Ekonomi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan Berkat dan BimbinganNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Tindak Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia Yang Bekerja Di
Luar Negeri (Studi Kasus Terhadap 3 ( Tiga) Orang Mantan Pembantu Rumah
Tangga Asal Kota Medan Yang Bekerja Di Malaysia)” guna memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengahadapi hambatan, hal ini
disebabkan oleh keterbatasan wawasan peneliti, kurangnya pengalaman, serta sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh peneliti.
Akan tetapi, berkatNya semua hambatan tersebut dapat dilalui, sehingga penulisan skripsi ini selesai. Hal ini tidak luput dari teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta do’a. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi,
Juga sebagai dosen wali penulis yang telah membimbing penulis semenjak
semester pertama sampai akhir dengan selalu mengkoreksi penulis setiap semester berganti dan selalu memberikan masukan jika ada masalah.
3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, Selaku sekretaris Departemen Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, juga selaku ketua penguji yang telah bersedia memberikan waktu untuk hadir
dalam ujian komprehensif penulis.
4. Ibu Marhaeni selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing dalam rangka penulisan skripsi ini, memotivasi untuk terus optimis, membantu penulis jika penulis menghadapi kendala jika dalam pencarian data.
5. Teristimewa buat kedua orang tua penulis, (Almarhum) CR Aritonang dan Ibunda (Almarhum) R Br Purba, ILUVU MOM DAD.
6. Buat saudara-saudaraku tersayang yang selalu mendo’akan dan memotivasi penulis.
7. Buat teman-teman stambuk ’04 yang selalu ceria. Buat semua informan, terima kasih telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi-informasi kepada penulis.
8. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
Medan, November 2008
1.2.Perumusan Masalah ... 7
1.3.Tujuan Penelitian ... 7
1.4.Manfaat Penelitian ... 8
1.5.Defenisi Konsep ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1. Teori Kekerasan ... 11
2.2. Teori Feminis Marxis - Sosialis ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1. Jenis penelitian ... 23
3.2. Lokasi Penelitian ... 24
3.3. Unit Analisis... 25
3.4. Informan ... 25
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 26
3.6. Temuan Dan Interpretasi Data ... 27
3.7. Jadwal Kegiatan ... 30
3.8. Keterbatasan Penelitian...31
BAB IV DESKRIPSI DAN INTEPRETASI DATA PENELITIAN ... 32
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33
4.1.1. Sejarah Lahirnya Kota Medan ... 33
4.1.2. Gambaran Umun Kota Medan ... 32
4.1.2.1. Fisiografi Kota Medan ... 33
4.1.2.3. Struktur Pemerintahan ... 36
4.1.2.4. Pendidikan... 38
4.1.2.5. Tingkat Kekerasan Kota Medan ... 39
4.1.2.6. Kekerasan Terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) .. 40
4.1.2.7. Peningkatan Pengiriman TKI...41
4.2. Profil Informan ... 43
4.2.1. Sanih Korban Kekerasan ... 43
4.2.2. Sri Hartati Korban Kekerasan ... 46
4.2.3. Farida Korban Kekerasan...48
4.2.4. Ibu Nining Mertua Dari Sanih...53
4.4.1.1. Minimnya Pengetahuan ... 62
4.4.1.2. Karena Salah dalam Melakukan Pekerjaan Domestik ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 84
5.1. Kesimpulan ... 84
5.2. Saran ... 86
ABSTRAKSI
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”. Namun pada kenyataannya lowongan kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja Indonesia baik pria maupun wanita pergi mencari pekerjaan ke Luar Negeri.
Berbagai tindak kekerasan dan penderitaan yang menimpa pekerja migran baik selama proses rekrutmen, pemberangkatan, maupun selama bekerja di luar negeri. Telah banyak dilaporkan baik melalui media massa, maupun lembaga swadaya masyarakat resmi pada umumnya jauh lebih kecil dibandingkan datayang sesungguhnya terjadi dilapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui dan merumuskan apa yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan terhadap TKWI dan bagaimana tindak kekerasan yang dialami oleh TKWI yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga.
Metode dari penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang menelaahnya terhadap satu kasus di lakukan secara intensif mendalam, mendetail dan komperatif.
Sumber data dalam penelitian ini yakni berdasarkan data primer yaitu, Wawancara Mendalam yang merupakan proses tanya jawab secara langsung (face to face) di tujukan terhadap informan dilokasi penelitian dengan menggunakan panduan atau pedoman wawancara, Observasi, adapun pengamatan langsung terhadap gejala sosiologis yang tampak pada saat penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu, dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang di teliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi terhadap mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga di Malaysia adalah dikarenakan beberapa alasan, antara lain adalah : Minimnya Pengetahuan, Kesalahan dalam Melakukan Pekerjaan Domestik, dan Lemahnya Perekonomian Keluarga. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh Mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga ini adalah, Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis/Mental, Kekerasan Seksual, dan Kekerasan Ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat
2 menyatakan bahwa “Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”. Namun pada kenyataannya lowongan
kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja Indonesia baik pria maupun wanita pergi mencari pekerjaan ke Luar Negeri.
Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri bukan hanya menjadi fenomena di
Indonesia, namun telah terlebih dahulu oleh banyak negara, seperti Filipina, Bangladash, India dan lain-lain. Kondisi ini pada satu aspek memberikan katup
pengaman bagi permasalahan tenaga kerja di Indonesia secara sementara. Jumlah penduduk dan minimnya kesempatan kerja yang ada di negara-negara pengirim tersebut menjadikan banyaknya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, dan tenaga
kerja perempuan sampai saat ini banyak dikirim ke Malaysia dan Arab Saudi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang
Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, intinya harus memberi perlindungan warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapatkan pekerjaan, khususnya pekerjaan di luar negeri, agar mereka dapat
Berbagai tindak kekerasan dan penderitaan yang menimpa pekerja migran
baik selama proses rekrutmen, pemberangkatan, maupun selama bekerja di luar negeri, telah banyak dilaporkan, baik melalui media massa, maupun lembaga masyarakat nasional maupun internasional. Angka yang tercatat diberbagai media
maupun lembaga resmi pada umumya jauh lebih kecil dibandingkan dengan data yang sesungguhnya terjadi dilapangan.
Pada tahun 2007 data mengenai kasus kekerasan yang berujung pada kematian TKI ataupun TKW, di luar negeri menunjukkan angka yang sangat mengejutkan. Berdasarkan data yang di kutip dari kantor Berita Antara pada tahun
20007, terjadi 45 kasus kekerasan fisik yang dilakukan. Angka kematian TKI dan TKW dalam setahun terakhir di laporkan tercatat sebanyak 102 kasus. Hal ini dapat
dilihat pada tabel I.
Tabel I
Tindak Kekerasan Terhadap TKI Dan TKW
No Negara Jumlah Kasus
Selain Arab Saudi, Malaysia merupakan negara yang paling banyak melakukan kasus kekerasan terhadap tenaga kerja asal Indonesia.
Indonesia. Padahal setiap pekerja adalah tenaga kerja secara umum, tetapi jika
berbicara tentang Tenaga Kerja Wanita, maka yang dimaksud adalah pembantu rumah tangga.
Khusus bagi para pekerja perempuan yang berstatus sebagai Tenaga Kerja
Indonesia di luar negeri, mereka semata-mata memiliki keahlian dan keterampilan yang terbatas. Pada akhirnya, para pekerja ini menekuni sektor informal, bagian yang
paling banyak menyerap tenaga kerja dari Asia. Setelah adanya kebijakan mengenai pengiriman Tenaga Kerja Indonesia termasuk Tenaga Kerja Wanita ke luar negeri, maka jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang ingin bekerja di Luar Negeri pun semakin
banyak.
Jenis dan bentuk pekerjaan mempunyai hubungan yang signifikan dengan
berbagai perlakuan dan tingkat bargaining position terhadap pekerja. Para migran perempuan Indonesia yang bekerja di sektor domestik sebagai pembantu rumah tangga dapat dikategorikan pekerja terselubung. Artinya, aktivitas pekerja bagaimana
relasi sosial ( sosial relationships ) yang terjadi diantara pekerja dengan majikan merupakan relasi yang tidak setara dan sulit dipantau serta tidak ada mekanisme
khusus untuk mengontrol aktivitas pekerja rumah tangga karena terjadi pada tataran yang sangat privasi. Begitu juga dalam hal pekerja migran dimana perempuan hanya dianggap sebagai objek bisnis dan tidak diposisikan sebagai manusia yang memiliki
hak. Kebanyakan dari mereka dipekerjakan di sektor yang tidak layak, seperti pembantu rumah tangga, pekerja seks dan ditempatkan di dunia hiburan
membangun negaranya, tetapi tidak memiliki tenaga kerja yang cukup. Pada saat
yang bersamaan pula ketersediaan lapangan kerja di Indonesia sangat terbatas.
Malaysia merupakan salah satu negara sasaran utama pengiriman tenaga kerja. Hal ini di tinjau dari segi letak geografis, tata bahasa maupun budaya yang
hampir sama dengan Indonesia, sehingga tidak ada kendala dalam hal komunikasi. Keberadaan Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Malaysia yang selama
ini sering mengalami dilema, seperti terlecehkan oleh beberapa tindakan kekerasan oleh sebagian majikan, nampaknya masih menjadi masalah yang belum tertuntaskan sampai saat ini. Tindak kekerasan yang masih kerap dialami TKW inilah yang
menunjukkan bahwa pada hakekatnya diskriminasi gender itu masih kerap terjadi, perempuan dianggap sebagi kaum lemah yang tingkatannya berada di bawah kaum
laki-laki. Kini, hampir setiap hari pahlawan devisa acapkali mendapatkan perbuatan ganjil dari sang majikan. Hal ini dapat dilihat dari data dibawah ini.
tidak memiliki upah minimum resmi, dan buruh rumah tangga Indonesia termasuk
buruh yang dibayar paling murah di negara tersebut.
Kota-kota besar Indonesia khususnya Medan merupakan salah satu kota yang banyak melakukan pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri termasuk Malaysia.
Seperti yang kita ketahui, pada umumnya bahwa mayoritas para pekerja wanita di luar negeri adalah mereka yang berasal dari kalangan ekonomi bawah.
Adapun data mengenai tingkat pengiriman Tenaga Kerja Wanita Indonesia asak kota Medan yang bekerja di Malaysia secara terperinci dapat dilihat pada tabel II dibawah ini :
Tabel II
Tingkat Pengiriman Tenaga Kerja Wanita Asal Kota Medan Ke Malaysia
No Tahun Jumlah
1 2005 11.955 Orang
2 2006 20.017 Orang
3 2007 1.647 Orang
Sumber: Data Lapangan dari BP2TKI Medan, Agustus 2008
Secara terperinci adapun pembagian pekerja antara pekerja formal dan pekerja informal adalah 5.664 untuk pekerja formal yang meliputi pekerjaan di sektor pabrik,
perkebunan, dan konstruksi. Sedangkan untuk pekerja informal sebanyak 5.010 orang, dimana pekerjaan informal tersebut adalah sebagai pembantu rumah tangga.
Sebagai catatan dari data yang di peroleh dari BP2TKI, bahwa jika ada
luar negeri, maka jumlah pelamar yang mendaftar laki-laki 13 orang dan wanita 6.438
orang.
Data yang ada ini menunjukkan begitu berminatnya wanita untuk mencari kerja di luar negeri. Pekerja wanita ini terdiri dari wanita yang belum menikah
(10-15%), wanita kawin (20-90%), dan janda (10-20%). Jenis pekerjaan yang menduduki peringkat pertama adalah pembantu rumah tangga. Dari segi usia bekerja sebagai
pembantu rumah tangga dapat tergolong muda, dengan rata-rata 26,5 tahun, yang paling muda berusia 16 tahun dan tertua 36 tahun (sumber: data lapangan dari BP2TKI Medan, Agustus 2008)
Tindak kekerasan terhadap perempuan ini merupakan ancaman yang terus-menerus bagi perempuan dimanapun di dunia, walaupun diakui angka kekerasan
terhadap laki-laki lebih tinggi di bandingkan dengan perempuan. Akan tetapi harus diingat bahwa kedudukan perempuan di sebagian dunia yang tidak dianggap sejajar dengan laki-laki, membuat masalah ini manjadi momok bagi perempuan. Terlebih
lagi rasa takut terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih tinggi dibandingkan yang dirasakan laki-laki.
Kasus kekerasan yang dialami oleh tiga orang mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia asal kota Medan yang pernah bekerja di Malaysia merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus yang terjadi. Mereka kerap mendapatkan perlakuan
dan tindak kekerasan dari majikan di tempat mereka bekerja.
Sejumlah kasus kekerasan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang
tidak akan mungkin di hapus begitu saja. Cukup banyak kasus, akan tetapi tenaga
kerja ke luar negeri masih saja terus mengalir.
Melihat adanya kasus kekerasan yang dialami oleh mantan Tenaga Kerja
Wanita asal kota Medan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan tingginya minat dan jumlah pengiriman Tenaga Kerja Wanita Indonesia ke Malaysia, maka
peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana tindak kekerasan yang dialami oleh mantan TKWI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan bagaimana keadaan sosial mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia setelah mendapat
tindak kekerasan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tindak kekerasan yang dialami oleh mantan TKWI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis : untuk dapat mengetahui bagaimana tindak kekerasan yang dialami oleh mantan TKWI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
2. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan sosial mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia,
setelah mendapat tindak kekerasan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis : penelitian ini di harapkan dapat dijadikan sebagai kajian ilmiah, sehingga dapat memberi sumbangan pemikiran bagi kalangan akademis dalam bidang pendidikan khususnya dan masyarakat pada
umumnya
2. Manfaat Praktis : meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini,
1.5.Defenisi Konsep
Dalam penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah generalisasi dari kelompok fenomena tertentu yang akan diteliti ( Singarimbun 1998 : 33 ).
Konsep-konsep yang penting dalam penelitian ini adalah :
1. Migrasi adalah pindahnya penduduk dari suatu tempat ketempat lain oleh
apapun sebabnya, yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan penduduk. 2. TKW adalah sebutan khusus untuk Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di luar
negeri. ( Legal dan Ilegal ).
3. TKW Legal adalah Tenaga Kerja yang bekerja di Luar Negeri dengan memiliki dokumen dan izin yang sah dari pemerintah.
4. TKW Ilegal adalah Tenaga Kerja yang bekerja di luar negeri dan tidak memiliki dokumen dan izin yan sah dari pemerintah.
5. Pembantu Rumah Tangga adalah seorang yang melakukan pekerjaan di
bidang domestik, dan mendapat upah dari majikan.
6. Kekerasan (violence) adalah Suatu tindakan atau perilaku yang dapat
mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual dan psikologis termasuk ancaman tidak tertentu, pemaksaan dan perampasan secara hak sewenang-wenang.
7. Kekerasan Fisik adalah tindakan yang dapat mencederai seseorang yaitu berupa dorongan, cubitan, tendangan, jambakan, pukulan, cekikan, bekapan,
8. Kekerasan Seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual terhadap
perempuan, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak tanpa memperdulikan hubungan antar pelaku dan korban serta tindakan pemaksaan hubungan seksual antara individu yang satu dengan yang lain tanpa adanya ikatan suami
istri.
9. Kekerasan Psikis/Mental adalah suatu tindakan yang kasat mata, tidak
nampak namun dapat menimbulkna rasa sakit yaitu berupa penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan dan membuat korban merasa berbeda dengan orang lain yang ada disekitarnya.
10.Kekerasan Ekonomi adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang majikan terhadap pembantunya, dengan cara pengeksploitasian kerja yang tidak
B A B II
K A J I A N P U S T A K A
2.1. Teori Kekerasan
Studi mengenai korban kekerasan/kejahatan sebagai fokus perhatian sebenarnya telah mendorong masyarakat dan negara guna lebih memperhatikan dan
menyadari betapa pentingnya melindungi hak-hak dan memahami korban menurut perspektif korban. Kendati demikian, hal terpenting yang perlu dicatat bahwa betapa banyak korban berjatuhan akibat tindak kekerasan, tetapi mereka luput dari perhatian
negara dan masyarakat karena hukuman terhadap pelaku misalnya tidak memberi rasa keadilan bagi korban.
Kekerasan (violence) adalah suatu tindakan yang menyakitkan atau tindakan penyerangan yang menimbulkan luka, trauma, dan penderitaan yang berkepanjangan terhadap korban. Kekerasan terhadap wanita meliputi, kekerasan fisik, kekerasan
psikis, kekerasan ekonomi, kekerasan seksual, kekerasan politik dan kekerasan sosial budaya. Dalam konteks ini kekerasan yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita
Indonesia adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Banyak data yang menunjukkan kekerasan yang dialami Tenaga Kerja Wanita Indonesia seperti pemukulan, penganiayaan, pelecehan seksual dan lain-lain
dan dapat berakhir dengan kematian.
Secara harfiah kekerasan diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, kekuatan
seseorang ( Marshana Windu, 1992: 62-63 ). Dalam kajian sosiologi kekerasan dapat
diartikan sebagai
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka maupun yang tertutup, baik yang bersifat menyerang ataupun bertahan, yang
disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu ada empat jenis kekerasan yang diidentifikasikan :
1. Kekerasan Terbuka, yaitu kekerasan yang dapat dilihat secara langsung yaitu berupa kekerasan fisik, seperti pemukulan, dsb.
2. Kekerasan Tertutup, kekerasan tersembunyi atau yang dilakukan tidak secara
langsung, seperti mengancam
3. Kekerasan Agresif, kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu
tujuan
4. Kekerasan Defensif, kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri ( tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh bangsa Jepang yang dianggap
sebagai tindakan moral). (T.Santoso, 2002:130-131 )
Hakekat alamiah yang melekat pada diri manusia, melahirkan persaingan
antar sesama manusia. Dalam usaha memaksimalkan kebahagiaan dan meminimalisasikan penderitaan diri, manusia akan berhadapan dengan manusia lain. Maka ada sebagian manusia yang akan lebih berhasil mencapai lebih banyak
kebahagiaan dan sedikit penderitaannya. Tetapi pada lain pihak sebagian besar manusia lainnya lebih banyak menderita daripada memperoleh bahagia. Mereka yang
manusia. Dalam menghadapi persaingan manusia terdorong untuk menggunakan
kekuasaan yang ada padanya. Kecenderungan itu semakin kuat melihat manusia pada dasarnya adalah makhluk pemburu kekuasaan. Berdasarkan asumsi itu kehidupan manusia akan selalu diwarnai dengan persaingan dan konflik kekuasaan. Kekuasaan
merupakan alat yang ampuh digunakan dalam persaingan dan konflik. Tak heran jika manusia itu menjadi homo homoni lupus “serigala bagi serigala yang lain” (Ahmad
Suhelmi, 2001:168-174).
Objek kekerasan itu adalah bersifat fisik maupun barang yang dirusak oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau kelompok lain. Implikasi
dari perbuatan tersebut adalah hilangnya fungsi mekanis dan fungsi pemanfaatan suatu bentuk yang bersifat jasmani maupun rohani dan juga berhubungan dengan
barang-barang dan hak-hak dari suatu individu atau kelompok. Akibat jauh dari tindakan ini adalah terbentuknya berbagai penderitaan oleh individu atau kelompok yang dibebani kekerasan itu.
Menurut Johan Galtung kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah
realisasi potensialnya. Dalam diri manusia terdapat dua wilayah yang saling mempengaruhi yaitu wilayah potensial dan wilayah aktual. Wilayah potensial adalah realitas yang belum tampak dan terwujud, misalnya : cita-cita, mimpi, kehendak,
bakat dan semua nilai yang di pegang dan di perjuangkan oleh orang yang bersangkutan. Wilayah aktual adalah realitas yang dapat disaksikan, dapat habis,
menimbulkan kekerasan yang dapat ditipologikan menjadi kekerasan langsung,
kekerasan struktural dan kekerasan kultural ( I.Marshana windu, 1992;64-65).
Kekerasan langsung adalah kekerasan yang dapat dirasakan secara langsung dengan panca indera. Kekerasan struktural merupakan kekerasan berbahaya karena
bentuknya terselubung yang berada dibalik struktur kekerasan. Kekerasan kultural merupakan kekerasan yang berada pada wilayah aspek budaya, idiologi, IPTEK,
bahasa dan seni yang biasa digunakan untuk melanggengkan kekerasan langsung maupun struktural.
Pekerja migran perempuan sebagaimana juga dialami para pekerja di sektor
industri dan pabrik sering mendapatkan perlakuan yang merugikan karena mereka “perempuan”. Pekerja perempuan diasosiasikan dengan berbagai anggapan, misalnya
sebagai pekerja cadangan atau tambahan dan bukan pencari nafkah tambahan.
Pembuatan kebijakan, majikan, agen tenaga kerja, dan anggota masyarakat sering memandang kerja perempuan sebagai pekerja rumah tangga sebagai kelanjutan
yang wajar dari peran tradisional perempuan sebagai ibu dan pengurus keluarga tanpa dibayar, mengecilkan hubungan kontraktual antara majikan dan pekerja. Mereka tidak
memperhatikan rentang dari kondisi pekerjaan yang mungkin dihadapi pekerja rumah tangga, termasuk ukuran fisik, tata letak, bahan bangunan dari rumah yang harus mereka bersihkan, jumlah individu yang mereka layani, termasuk anak-anak dalam
rumah tangga sang majikan, serta beban kerja yang sering tumpang tindih antara membersihkan, memasak, mengasuh anak dan merawat orang tua.
bekerja disektor ini adakalanya dianggap inferior karena pendidikannya rendah, tidak
memiliki keterampilan khusus dan lebih diasosiasikan dengan peran melayani dan dianggap tidak bernilai. Penilaian-penilaian dan berbagai prasangka sebagaimana dijelaskan diatas membawa berbagai konsekuensi seperti upah rendah, menghadapi
perlakuan semena-mena dan bahkan tindak kekerasan dengan berbagai bentuk.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi
dimana-mana. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan dapat terjadi baik di lingkungan domestik maupun di lingkungan publik. Rentannya kaum perempuan sebagai Tenaga Kerja Wanita Indonesia terhadap tindak kekerasan ini sangat
berpengaruh sehingga menimbulkan rasa ketakutan karena tindak kekerasan yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita Indonesia merupakan kekerasan publik yang
bersifat lebih terbuka dan cepat terekspos keluar melalui media massa karena kekerasan ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak saling kenal dan tidak adanya hubungan darah. Kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan dalam lingkup
publik ini banyak terjadi di lingkungan kerja, tempat perbelanjaan bahkan di jalan-jalan. Kekerasan publik ini dapat berupa kekerasan ringan sampai kekerasan yang
bersifat membahayakan bahkan sampai menghilangkan nyawa korban, seperti pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia.
2.2. Teori Feminis Marxis - Sosialis
Kekerasan terhadap para pembantu rumah tangga dapat dianalisis oleh
demikian, inti dari teori konflik Marx adalah, adanya kelompok sosial yang dominan,
yaitu menguasai sumber-sumber produksi, dan karenanya kelompok ini menjadi kelompok yang mengeksploitasi kelompok lain. Struktur sosial yang patriarkhal (segalanya berpusat pada dominasi kaum pria) menempatkan pria menjadi superior
dalam berbagai sektor: ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya. Sementara kaum perempuan dalam struktur sosial demikian dijadikan sebagai kaum yang
posisinya subordinat, padahal kaum perempuan juga termaksud produktif. Kaum perempuan ditempatkan sedemikian rupa melalui reproduksi sistem sosial untuk tergantung sama pria.
Kekerasan dalam rumah tangga (yang dilakukan laki-laki) pada intinya dilakukan laki-laki untuk menunjukkan superioritasnya. Dalam banyak kasus, karena
gambaran yang sudah termaterai perempuan sebagai kelas inferior, selalu dipaksa untuk tergantung dengan laki-laki, sehingga menjadi tidak berdaya. Begitu juga halnya didalam pekerjaan, dimana atasan selalu merasa dapat berbuat semaunya
terhadap pekerjanya karena mereka menganggap bahwa kelas yang ada antara mereka itu tidak sama. Pembantu rumah tangga yang bekerja di dalam sektor domestik pun
kerap menjadi korban yang paling lemah. Mereka kerap dieksploitasi dalam pekerjaannya oleh majikannya. Dan untuk mendapatkan haknya mereka tidak dapat berbuat apa-apa, karena di dalam pekerjaan yang mereka perankan majikan adalah
penguasa. Konflik-konflik yang ada menurut Marx bermuara pada ketimpangan terutama yang berlatarbelakang ekonomi, terdapatnya kelas-kelas yang dominan dan
Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan eksistensi mereka, melainkan
eksistensi sosial menentukan kesadaran mereka”. Komentar bahwa ”Pekerjaan perempuan tidak pernah selesai” bagi feminis Marxis adalah lebih dari sekedar ketidakseimbangan, komentar itu merupakan gambaran dari sifat pekerjaan
perempuan.
Karena itu feminis Marxis percaya bahwa untuk memahami mengapa
perempuan tereksploitasi, sementara laki-laki tidak, maka kita perlu menganalisis hubungan antara status pekerjaan perempuan dan citra diri perempuan.
Dalam teori ekonomi Marxis, feminis Marxis percaya bahwa pekerjaan
perempuan membentuk pemikiran perempuan dan karena itu membentuk juga sifat-sifat alamiah perempuan. Mereka juga percaya bahwa kapitalisme adalah suatu sistem
hubungan kekuasaan yang eksploitatif (majikan mempunyai kekuasaan yang lebih besar, mengeksploitasi pekerja untuk bekerja lebih keras) dan hubungan pertukaran (bekerja untuk upah, hubungan yang diperjualbelikan).
Feminisme Marxis menolak hubungan kontraktual antara pekerja dan majikan. Marx memandang bahwa tidak ada pilihan bebas yang dapat diambil oleh
pekerja. Majikan mempunyai monopoli alat produksi, karena itu pekerja harus memilih antara dieksploitasi atau tidak punya pekerjaan sama sekali. Atas dasar pemikiran ini, feminis Marxis berpendapat bahwa pada kondisi dimana seseorang
tidak mempunyai hal berharga untuk dijual lagi lebih dari dan diluar tubuhnya, kekuatan tawarnya di pasar menjadi terbatas.
tidak memiliki properti) dan majikan (hidup dalam kemewahan). Ketika dua
kelompok ini, yang punya dan yang tidak, menjadi sadar akan dirinya sebagai kelas maka perjuangan kelas secara tidak terhindarkan akan muncul dan pada akhirnya melucuti sistem yang menghasilkan kelas ini.
Kelas tidak begitu saja muncul. Kelas muncul secara perlahan-lahan dibentuk oleh orang-orang yang berbagi kebutuhan dan keinginan yang sama. Pentingnya kelas
tidak dapat diabaikan. Ketika sebagian kelompok manusia menyadari sepenuhnya kelompoknya sebagai kelas, kelompok ini mempunyai kesempatan yang besar untuk mencapai tujuan fundamentalnya. Ada kekuatan dalam jumlah. Kesadaran kelas
menyebabkan orang-orang yang tereksploitasi untuk percaya bahwa mereka bebas untuk bertindak dan berbicara sama seperti orang-orang yang mengeksploitasinya.
Bahwa apapun status perempuan di masa lalu, status itu diperoleh dari posisinya didalam rumah tangga, pusat produksi primitif. Sejalan dengan mulainya produksi di luar rumah yang melampaui produksi di dalam rumah, pembagian kerja
tradisional berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, mempunyai makna sosial baru. Dengan semakin dianggap pentingnya pekerjaan dan produksi
laki-laki, bukan saja nilai dan pekerjaan serta produksi perempuan menurun, melainkan status perempuan di dalam masyarakat juga menurun.
Sesungguhnya perempuan merupakan kelas produktif yaitu kelas manusia
yang bertanggung jawab atas produksi nilai guna sederhana dalam kegiatan yang diasosiasikan dengan rumah dan keluarga. Kunci bagi pembebasan perempuan adalah
Feminis sosialis menganalisis lebih jeli tentang ketidakadilan perempuan di
dalam keluarga dan posisi subordinat perempuan akibat sistem patriarkhi, bukan semata-mata karena sistem kapitalis. Sistem kapitalis dapat dihancurkan jika sistem patriarki turut dihancurkan. Analisis Dalam teori Marxis tentang sifat manusia,
Marxis melihat perempuan sama dengan laki-laki dalam menciptakan masyarakat yang ”membentuk” mereka seperti sekarang, artinya Marxis tidak melihat bahwa
perempuan adalah bagian dari masyarakat yang ”dibentuk” oleh laki-laki dan masyarakat patriakal yang menyebabkan perempuan tereksploitasi dari dunia kerja dan di dalam keluarga. Masyarakat patriakhal menjadikan perempuan sebagai alat
produksi, laki-laki sebagai pemilik atau pengguna alat. Kapitalis adalah laki-laki, yang memiliki cara pandang maskulin. Sehingga menyebabkan perempuan dalam
masyarakat kapital hanya sebagai objek pekerja, laki-laki sebagai majikan melihat hasil produksi perempuan di luar rumah (publik) dan didalam rumah sebagai barang yang tidak bernilai guna.
Secara sosial, ekonomi dan politik, laki-laki menyebabkan perempuan tereksploitasi. Bahwa dalam masyarakat kapitalis terjadi hubungan kekuasaan, tetapi
tidak dikatakan juga terjadi hubungan pertukaran. Hubungan kekuasaan jelas terjadi antara perempuan sebagai pekerja dan laki-laki sebagai majikan. Hubungan pertukaran sebenarnya tidak pernah terjadi karena nilai guna yang ditukarkan dari
hasil kerja (produksi) perempuan tidak pernah bernilai sama atau setara dengan hasil yang seharusnya diperoleh. Feminis Marxis dalam melihat sistem kontrak dalam
sadar dari perempuan, tekanan selalu ada pada posisinya sebagai pekerja. Pada posisi
sebagai single parent, misalnya, dimana perempuan sebagai penanggung jawab tunggal keluarga dengan terpaksa harus menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan potensi intelektualitasnya dan tenaganya, untuk memenuhi kebutuhan
produksi rumah tangganya. Perempuan pada berbagai kelas (borjuis-proletar) pasti mengalami ketidakseimbangan yang sama beratnya untuk persoalan di dalam rumah,
namun akan berbeda pada persoalan di tempat kerja.
Perempuan miskin akan selalu menjadi pekerja, dan perempuan borjuis pasti sebagai majikan. Karena ada kesamaan rasa ketidakadilan dari dalam rumah yang
bisa persis sama bentuknya dengan di tempat kerja, maka perempuan borjuis harusnya dapat merasakan penderitaan perempuan pekerja. Oleh karena itu,
perempuan sebagai kekuatan tersendiri dalam masyarakat harus menyatukan energi positifnya dalam hubungan sisterhood yang kuat untuk merebut kembali kondisi yang membahagiakan bagi semua perempuan.
Jenis ketidakadilan yang dirasakan perempuan ditempat kerja sebagai pekerja, bukan saja masalah upah kerja, namun perempuan dapat saja mengalami kekerasan
seksual berupa pemaksaan hubungan seks yang dilakukan majikan terhadap pekerja, kekerasan psikis, dimana majikan dapat dengan sewenang-wenang memukul perempuan pekerja ketika hasil produksi yang diharapkan tidak sesuai, yang
semuanya pasti berdampak pada psikologi perempuan.
Dengan melihat ketidakadilan yang dirasakan oleh perempuan, maka Marx
patriarkhi, sehingga tidak memungkinkan atau menghalangi kaum perempuan
terutama para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk mencapai nilai-nilai sosialnya sebagai perempuan dan manusia. Perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga merasa terasing dengan
segala tindak dan perlakuan yang mereka dapatkan dari majikan ditempat mereka bekerja.
Kekerasan yang dialami perempuan berlipat ganda ketika perempuan harus berperan ganda sebagai penghasil produk di rumah yang tidak mendapat dukungan dari laki-laki (suami). Sistem patriakhal harus dihapuskan untuk membebaskan
perempuan dari ketidakadilan. Lingkungan yang pertama-tama harus diubah adalah rumah tangga sebagai pusat terjadinya ketidakadilan terhadap perempuan.
Berbarengan dengan itu, sistem dan struktur negara kapitalis harus diubah.
Perjuangan perempuan untuk adanya ”penghargaan” terhadap nilai tukar pekerjaan yang dilakukannya di dalam rumah dalam bentuk penyediaan fasilitas
oleh negara harus didukung, misalnya penyediaan fasilitas kesehatan yang murah bagi perempuan, fasilitas pengasuhan anak di tempat kerja serta fasillitas lainnya
yang dapat menunjang pekerjaan perempuan. Refleksi Teori feminis Marxis dan Sosialis jika direfleksikan pada posisi perempuan usaha kecil terhadap akses dan kontrolnya dalam keluarga, sangat memungkinkan perempuan sebagai pengelola
usahanya (manajer) menjadi majikan terhadap usahanya sendiri.
Namun sistem patriakhal dan cara pandang laki-laki yang belum berubah,
pengelola usaha) justru bertindak sebagai majikan dan pengelola usaha bagi usaha
yang dijalankan istrinya (perempuan).
Laki-laki tetap memposisikan perempuan sebagai istri, yang dapat diatur menurut kehendaknya. Kepemilikan aset (usaha) adalah milik istri namun
penguasaannya berada di tangan suami (laki-laki). Perempuan tidak memiliki kontrol terhadap usahanya. Dalam pengambilan keputusan tentang barang yang akan di jual
dan hasil dari usaha, juga masih ditentukan dan diatur oleh laki-laki.
Hak demikianlah yang dialami oleh mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dimana majikan merasa sebagai
penguasa yang dapat memperlakukan hal apapun kepada pembantu perempuannya yang bekerja di dalam rumahnya. Para pembantu rumah tangga ini tidak dapat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan di lakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ( case study ) tipe deskriptif. Studi kasus merupakan suatu
pendekatan dalam penelitian studi kasus yang menelaahnya terhadap satu kasus di lakukan secara intensif mendalam, mendetail dan komperatif. Studi kasus dapat di laksanakan atas individu atau kelompok ( Sanapiah, 2003:22 ).
Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai
pendekatan yang menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati. Pendekatan kualitatif juga dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh). Metode ini
digunakan unuk memperkuat dalam penyelesaian penelitian ini. Metode penelitian kualitatif digunakan karena :
1. Pendekatan ini melihat individu secara utuh
2. Pendekatan ini mengutamakan latar ilmiah dengan maksud menggambarkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan metode wawancara.
3. Pendekatan ini bersifat emik, maksudnya peneliti dapat membangun pendangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara ilmiah. ( Moleong, 2005
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci suatu
fenomena sosial secara menyeluruh dalam menganalisa perilaku orang mulai dari skala kelembagaan keluarga atau kelompok atau masyarakat dan interaksinya. Dalam deskriptif juga mengandung pekerjaan mencatat, menganalisisnya, menginterpretasi
kondisi-kondisi yang terjadi.
Penelitian deskriftif dengan pendekatan kualitatif akan mengumpulkan
data-data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dokumen resmi lainnya (Moleong, 2005:11) .
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti akan dapat memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai tindak kekerasan terhadap TKWI asal kota Medan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Serta keadaan sosial
korban tindak kekerasan setelah tidak lagi bekerja di luar negeri (Malaysia).
3.2. Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah kota Medan. Alasan pemilihan lokasi ini adalah sebagai berikut :
• Kota Medan merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk yang padat,
faktor mereka memilih bekerja di luar negeri termasuk wanita yang menjadi
pembantu rumah tangga di negara asing.
• Tersedianya akses bagi peneliti sehingga memudahkan peneliti dalam
mengambil data untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
3.3. Unit Analisis
Analisa data secara umum adalah untuk mempertajam masalah dan merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori,
dan satuan uraian data. Keseluruhan data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan kaitan masalah.
Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1999:22). Adapun yang menjadi unit analisis atau objek dalam penelitian ini adalah mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia asal Medan yang bekerja
di Malaysia dan mengalami tindak kekerasan.
3.4. Informan
Pada penelitian ini, yang menjadi informannya adalaha:
• Mantan TKWI legal yang pernah bekerja minimal selama 2 tahun di Malaysia
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian akan di golongkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu :
• Wawancara Mendalam yang merupakan proses tanya jawab secara
langsung (face to face) di tujukan terhadap informan dilokasi penelitian
dengan menggunakan panduan atau pedoman wawancara. Wawancara mendalam berarti menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari
informan yang diawali dengan sosialisasi. Dengan teknik ini akan digali riwayat hidup dari informan sebagai tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang menjadi korban tindak
kekerasan baik fisik maupun mental yang dilakukan oleh majikannya, sehingga di harapkan dapat mengungkap baik pengalaman dan
pengetahuan eksplisit maupun yang tersembunyi.
Dengan demikian peneliti sebagai instrumen dituntut bagaimana membuat informan lebih terbuka dan leluasa dalam memberi informasi atau data, untuk
mengemukakan pengetahuan dan pengalamannya terutama yang berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap permasalahan penelitian sehingga menjadi
berstruktur ( terbuka, bicara apa saja) dalam garis besar yang terstruktur (mengarah
menjawab permasalahan penelitian). Agar wawancara lebih terarah maka digunakan instrument berupa pedoman.
• Observasi, adapun pengamatan langsung terhadap gejala sosiologis yang
tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan
pengamatan langsung di lapangan. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang serta keseluruhan interaksi interpersonal dan proses penataan yang merupakan
bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang di peroleh secara tidak langsung dari objek penelitian pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang di teliti.
3.6. Temuan dan Intepretasi Data
Analisa data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh
dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan lapangan, dipelajari dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abtraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti.
Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan – satuan itu kemudian dikategorikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lainnya
dan interprestasikan secara kualitatif.
Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah selanjutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada didalam fokus penelitian.
Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan, berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan lainnya dan dinterpretasikan secara kualitatif, Sesungguhnya proses
analisis dalam penelitian ini telah dimulai sejak awal penulisan proposal hingga selesainya penelitian ini yang menjadi ciri khas dari analisis kualitatif
Setiap data yang diperoleh akan direkam, dan dicatat baik itu dari hasil wawancara atau telaah pustaka. Kemudian data akan dikumpulkan dan dilanjutkan dengan menganalisanya dan menginterpretasikannya dalam bentuk kalimat dan
paragraf yang sistematis sehingga memudahkan untuk dimengerti terhadap permasalah yang diteliti. Sedangkan hasil observasi diuraikan untuk memperkaya
diinterpretasikan untuk menggambarkan secara jelas keadaan melalui kalimat
berdasarkan dukungan teori dan tinjauan pustaka.
Data yang diperoleh terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan objektivitas dan relevansi dengan masalah yang diteliti. Setiap data yang didapat, direkam dalam
catatan lapangan, baik itu data utama hasil wawancara maupun data dari penunjang lainnya. Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan analisis data dan intepretasi
dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian sehingga dapat di temukan tema dan dapat dianalisa untuk selanjutnya (Moleong,1993 : 103).
3.7. Jadwal Kegiatan
NO KEGIATAN 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Seminar Proposal
2 Revisi Proposal
3 Persiapan Instrument
4 Pengurusan Surat Izin
5 Penelitian Lapangan 6 Pengumpulan Data
dan Analisis
7 Bimbingan
8 Penyusunan Laporan
Akhir
3.8. Keterbatasan Penelitian
Adapun kendala-kendala yang dihadapi di dalam proses pelaksanaan penelitian ini
adalah:
1. Faktor Internal merupakan kendala yang berasal dari dalam peneliti yang meliputi, keterbatasan waktu penelitian dan sedikitnya literature. Dalam hal
ini peneliti belum dapat mendiskripsikan penelitian ini secara komprehensif dan mendalam sehingga penyajian analisis masih belum maksimal.
2. Faktor Ekternal merupakan kendala yang berasal dari luar selama proses penelitian, seperti peneliti belum belum maksimal dalam mewawancarai para informan. Salah satu contohnya peneliti tidak dapat mewawancarai pihak jasa
penyalur tenaga kerja wanita Indonesia legal yang mempekerjakan TKWI tersebut sebagai pembantu rumah tangga dalam rangka menanggapi
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Lahirnya Kota Medan
Kota Medan berkembang dari sebuah kampung bernama Kampung Medan
Putri, yang didirikan oleh Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo, kata "Guru" berarti "Tabib" ataupun "Orang
Pintar", kemudian kata "Pa" merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata "Timpus" berarti bundelan, bungkus,
atau balut. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat
diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan .
Disebabkan letaknya yang berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan-Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di mana Sungai Deli bertemu dengan Sungai Babura. Dari catatan penulis-penulis
Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, disebutkan bahwa Kota Medan berasal dari nama "Medina", sedangkan dari sumber lainnya menyatakan bahwa Medan
merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku sehingga disebut sebagai
medan pertemuan.
4.1.2. Gambaran Umum Kota Medan 4.1.2.1. Fisiografi Kota Medan
Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak
pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian 2,5 -
37,5 meter diatas permukaan laut.
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk)
kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor).
Tabel III
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2007
Secara administrasi kota medan di sebelah barat, timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, yang
di ketahui merupakan lintas laut yang sibuk di dunia. Secara relatif Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA),
khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah yang kaya dengan sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Binjai dan
lain-lain.
Kondisi ini menadikan kota medan secara ekonomi mampu mengembangkan
berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah disekitarnya. Secara geografis kota Medan juga merupakan jalur sungai. Terdapat 8 sungai yang melintasi kota Medan yaitu :
1. Sungai Belawan 2. Sungai Badra
5. Sungai Babura
6. Sungai Deli
7. Sungai Sulang-Saling 8. Sungai Kera/Sei Kera
Manfaat dari sungai-sungai ini adalah sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensi untuk di jadikan objek wisata sungai (
Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2007)
4.1.2.2. Kependudukan
Garis-garis Besar Haluan Negara Menyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan
nasional. Namun dengan perkembangan yang sangat pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi akan mudah unutk dicapai.
Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi : pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak,
perpanjang usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan.
Sejak tahun 1990 penduduk kota Medan mengalami kenaikan yang cukup nyata hinga ke tahun 2001 yaitu berdasarkan sensus penduduk dari 1.730.725 jiwa
Tabel IV
Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin Tahun 1999-2007 No Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. 1996 919.600 922.700 1.842300 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2007
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mulai dari tahun 1996 sampai dengan
tahun 2007 penduduk kota Medan mengalami peningkatan terus sepanjang tahun, dan dapat dilihat pula bahwa peningkatan tesebut lebih didominasi oleh perempuan.
Tabel V
Penduduk kota Medan
4.1.2.3. Struktur Pemerintahan
Secara konstitusional negara Indonesia dibagi dalam daerah propinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota dan Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonomi dan administratif. Adanya daerah, menjadikan adanya
pemerintahan daerah.
Pemerintahan kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah
lain sebagai Badan Eksekutif Kota Medan.
Fungsi pemerintahan kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima sifat, yaitu :
1. Pemberian Pelayanan
2. Fungsi Pengaturan (Penetapan Perda)
3. Fungsi Pembangunan
4. Fungsi Perwakilan (dalam berinteraksi dengan pemerintah Provinsi/Pusat) 5. Fungsi Koordinasi dan Perencannan Pembangunan Kota
Dalam kaitannya dengan penyelenggara dengan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintahan Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan, yaitu
urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaanya diselenggarakan oleh dinas-dinas, (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum,dan lain-lain) dan urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari :
1. Kewenangan mengatur yang diselenggarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Medan Sebagai Badan
2. Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang di cakup
dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh walikota sebagai pimpinan tertinggi dalam Badan Eksekutif Kota. Berdasarkan fungsi dan kewenangan tersebut, Walikota
Medan membawahi (pimpinan eksekutif tertinggi) seluruh instansi pelaksana Eksekutif Kota.
Secara administratif, otonomi daerah juga di maknai adanya pergeseran kewenangan dari yang semula didomonasi pusat kepala daerah, dan dari daerah ke masyarakat.
Administratif pemerintah kota Medan yang dipimpin oleh seorang Walikota pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam
Tabel VI
Jumlah Kecamatan, Kelurahan Dan lingkungan Kota Medan Tahun 2007 Kecamatan
No Kelurahan Lingkungan
Medan Tuntungan
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2007.
4.1.2.4. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat kota Medan cukup baik tentunya tidak
Tabel VII
Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Sekolah Dan Status Tahun 2007 No Tingkat
Sekolah
Negeri Swasta Jumlah
1 SD 523 435 958
2 SLTP Umum 56 365 421
3 SMU 24 178 202
4 SMK 19 145 164
5 Jumlah 621 1123 1745
Sumber:BPS Kota Medan, 2007
Tabel VIII
Jumlah Perguruan Tinggi Pada Tahun 2007
No Perguruan Tinggi Jumlah
1. Universitas 17
4.1.2.5. Tingkat Kekerasan Kota Medan
Di Provinsi Sumatera Utara khususnya Medan, masalah kekerasan terhadap perempuan belum menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sikap pesimis masyarakat dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan ke kantor polisi.
Sementara itu sumber pemberitaan lokal di Sumatera Utara, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya pada Tenaga Kerja wanita Indonesia menunjukkan
Tabel IX Sumber : LBH APIK Medan 2007
4.1.2.6 Kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT)
Tercatat terdapat 11 kasus yang menimpa PRT, 2 kasus merupakan kasus
kekerasan seksul, sedangkan yang lainnya adalah kasus kekerasan fisik. Akibat kekerasan yang dialami, terdapat 2 korban meninggal dunia. Dari 11 PRT yang menjadi korban, 4 di antaranya adalah anak-anak.( Source: Institut Perempuan
Tabel X
Usia Korban Saat Mengalami Kekerasan
No. Usia Jumlah Persentase (%)
Dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dari 11 korban, 7 korban
mengalami penganiayaan dan 4 korban lainnya mengalami pemerkosaan. Dalam kasus perkosaan, kebanyakan dilakukan oleh ayah dengan alasan ditinggal istri berangkat ke luar negeri sebagai buruh migran. Sementara itu dalam kasus
penganiayaan, sebagaian besar dialami oleh PRTA (Pekerja Rumah Tangga Anak). Selain faktor budaya, faktor ekonomi juga merupakan penyebab peningkatan
angka kekerasan terhadap perempuan yang bekerja di tempat-tempat yang rawan akan kekerasan, seperti pabrik, diskotik, lokalisasi pelacuran bahkan di sektor informal sekalipun yaitu di bidang pekerjaan di bidang domestik. Selain kekerasan
terhadap perempuan kekerasan juga terjadi pada anak perempuan dibawah umur, kebanyakan anak perempuan dilacurkan berasal dari pinggiran kota Medan.
Kenyataan diatas menunjukkan bahwa segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan terjadi di segala lapisan sosial (kelompok umur dan tingkat ekonomi serta status sosial). Tindakan kekerasan terhadap perempuan tidak hanya
terjadi di kota besar dapat pula terjadi di pedesaan, hal ini menunjukkan bahwa perempuan ditempatkan di posisi yang lemah.
4.1.2.7. Peningkatan Pengiriman TKI dari Sumatera Utara Mulai dari Tahun 2006
Kepala Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja ( BP2TKI) Disnakertrans Sumut, Dra. Hj. Vita Lestari Nasution mengatakan, pengiriman TKI ke luar negeri
jumlah maupun pemasukan anggaran devisa yang setiap tahunnya demikian tinggi.
Contohnya dalam 2005 lalu, sebanyak 14.228 TKI asal Sumut yang bekerja di Malaysia saja mampu menyumbang devisa sebesar Rp: 11.307 milyar. Dengan perincian dari sektor formal Rp: 9.542 milyar dan informal Rp: 1.765 milyar.
Sedangkan untuk tingkat nasional diperkirakan mendapat ratusan milyar rupiah. Saat ini pengiriman TKI lebih difokuskan ke Malaysia dan mayoritas tenaga
kerja wanita (TKW), karena negara tetangga tersebut sangat membutuhkannya. Mereka diberangkatkan melalui Perusahaan Izin Tenaga Kerja ( PJKTI ) yang ditunjuk maupun Disnakertrans Sumut sendiri.
Para calon TKI yang akan dikirim terlebih dahulu diberi bekal pendidikan yang cukup sesuai dengan kebutuhan dan didukung sertifikasi, sehingga terjamin
memperoleh pekerjaan lebih baik dan upah memadai. Diharapkan tingkat TKI ilegal yang bekerja di luar negeri 2006 ini dapat lebih ditekan sehingga permasalahannya tidak sampai mengganggu proses pengiriman TKI legal. Berdasarkan pengalaman
selama ini, banyaknya TKI ilegal yang bekerja di Malaysia membuat proses pengiriman TKI legal mendapat kendala yang cukup besar.
Oleh karena itu, Kepala P2TKI Disnakertrans Sumut, Vita berharap, semua pihak bekerjasama memberantas pengiriman TKI ilegal, bukan malah sebaliknya membantu perjalanan mereka ke luar negeri untuk mendapatkan keuntungan pribadi
seperti dilakukan oknum-oknum tertentu selama ini. Tahun 2006 ini peluang peningkatan pengiriman TKI untuk bekerja di luar negeri cukup besar, caranya
4.2. Profil Informan
4.2.1. Sanih Korban Kekerasan Fisik, Psikis Dan Seksual Dari Majikannya
Selama Ia Bekerja Di Malaysia
Sanih adalah seorang mantan pembantu rumah tangga yang bekerja di
Malaysia, ia berstatus seorang janda dengan memiliki seorang anak, Sanih berasal dari suku Jawa, ia menikah dengan seorang laki-laki yang sukunya berbeda
dengannya, suaminya berasal dari suku Batak. Setelah 5 tahun ia menikah, ia harus menerima kenyataan bahwa ia harus berpisah dengan suaminya. Sanih yang hanya mengecam pendidikan sampai di bangku SMP.
Pada tahun pertama ditinggal oleh suaminya, Sanih menghidupi anaknya dengan bekerja pada sebuah toko pakaian di pajak Petisah. Ia bekerja mulai dari
pukul 09.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB, dan selama ia bekerja, anak semata wayangnya tinggal dirumah bersama dengan mertuanya. Setelah suaminya meninggal, Sanih pun tinggal bersama dengan mertuanya. Sebelum melakukan
aktivitasnya bekerja pada pagi hari, Sanih menyempatkan diri untuk mengurus pekerjaan rumah terlebih dahulu. Ia memasak sarapan pagi untuk mertua dan
anaknya, setelah menyiapkan sarapan lalu ia membereskan rumah dan membersihkan rumah serta mencuci pakaian. Setelah semua pekerjaan rumah selesai dikerjakannya, maka Sanih pun mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja di pajak Petisah.
Bekerja menjadi seorang penjaga toko pakaian yang dilakukan oleh Sanih, sebenarnya tidak mencukupi keperluan hidup sehari-harinya, di tambah lagi biaya
Hampir kurang lebih 2 tahun Sanih bekerja sebagai penjaga toko pakaian
tersebut, pada saat memasuki tahun ketiga, salah seorang tetangga Sanih menawarkan pekerjaan ke Luar Negeri. Pada awalnya, Sanih tidak tertarik untuk bekerja di Luar Negeri, karena Sanih tidak ingin meninggalkan anaknya, akan tetapi karena cerita
dari tetangganya itu bahwa setiap bulannya ia akan memerima gaji Rp.1.300.000,- membuat Sanih berfikir 2 kali. Setiap malam tetangga Sanih tersebut datang dan
menanyakan apakah Sanih tertarik untuk ikut bersama dengannya bekerja di Luar Negeri.
Sanih tertarik untuk bekerja di luar negeri. Ia ditemani tetangganya pun
mengurus segala keperluan untuk berangkat ke Malaysia yang merupakan negara tempat Sanih akan bekerja.
Selama bekerja di Malaysia Sanih kerap kali mendapat siksaan dari majikan perempuannya jika melakukan kesalahan. Kekerasan yang dialami Sanih seperti pemukulan yang dilakukan majikannya dengan gagang sapu jika menyapu tidak
bersih, menendang badan Sanih, jika Sanih tidak bersih mengepel lantai karena Sanih harus mengepel lantai menggunakan kain lap biasa. Jika masakan tidak enak, maka
masakan yang baru saja dihangatkan dilemparkan ke wajah Sanih. Kekerasan yang Sanih alami setiap minggunya hampir setiap hari, atau 5 kali dalam seminggu.
Sebenarnya Sanih tidak tahan menjalani pekerjaan di Malaysia tersebut, akan
tetapi pihak yayasan tidak ingin Sanih berhenti bekerja karena Sanih telah menandatangani kontrak kerja selama 2 tahun. Jika Sanih juga memaksa ingin
Maka dengan berat hati Sanih tetap bekerja dan menahan penyiksaan dari
majikannya. Memasuki tahun kedua ia bekerja, Sanih mengalami tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan laki-lakinya ketika majikan perempuannya tidak ada di rumah. Sanih dipaksa melayani nafsu bejat dari majkannya tersebut. Awalnya
Sanih meronta dan melawan majikannya, akan tetapi majikannya mengancam dan mengatakan tidak akan membayar gaji Sanih selama 2 tahun ini, karena menurut
perjanjian kontrak kerja, gaji Sanih akan di terimanya pada saat kontrak kerja berakhir.
“Aku gak tau mau buat apa lagi, dari pada gajiku gak dibayar, aku tahan-tahankan ajalah. Waktu itu udah mau habis kontrak kerjaku. Jijik kali ku rasa kalau aku ingat kejadian waktu aku kerja di Malaysia, macem bukan oranglah aku di buat. Aku merasa kotor, malu kali kalau ada orang yang tau aku pernah diperkosa sama majikanku.” ( Sumber Penelitian Lapangan, Agustus 2008 )
Begitulah penuturan Sanih, ia merasa malu dan berbeda dengan orang lain yang berada di sekitarnya. Ia tidak ingin kembali bekerja di Malaysia. Dengan uang hasil kerjanya selama 2 tahun di Malaysia, Sanih pun membuka kios jajanan dan
rokok di depan rumahnya. Kini Sanih kembali ke Indonesia. Berkumpul dengan anak dan keluarganya. Mencoba melupakan pengalaman pahit selama bekerja di Malaysia.
4.2.2. Sri Hartati, Korban Kekerasan Fisik Dan Penyisaksaan Oleh Majikannya.
Sri Hartati, perempuan separuh baya ini berusia 35 tahun. Sri adalah sapaan sehari-hari untuknnya. Usianya dikatakan telah berumur. Akan tetapi, Sri belum
memiliki pendamping hidup.
Bekerja di Malaysia diketahui Sri dari media cetak yaitu koran. Di dalam isi
iklan koran tersebut menyatakan bahwa ada lowongan kerja di Malaysia dengan upah/gaji yang besar
Sri memiliki keterampilan menjahit, sebelum Sri memutuskan untuk bekerja
di Malaysia. Didalam kesehariannya, Sri hanya menerima jahitan. Akan tetapi hasil pendapatan dari menerima jahitan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Sri
ingin membahagiakan kedua orangtuanya, ia ingin kedua orangtuanya menunaikan ibadah haji. Maka keinginan untuk bekerja di Malaysia sangat kuat. Kemudian Sri mencoba membuat lamaran kerja dan mendatangai alamat yang ada di surat kabar
tersebut.
Kemudian selama 1 bulan lebih Sri dilatih oleh pihak PJTKI, ia memiliki
sedikit bekal untuk bekerja di Malaysia. Pada awal Mei 2004, Sri pun berangakat ke Malaysia untuk bekerja sebagai pembantu rumahtangga.
Majikan Sri adalah seorang pengusaha, yang berasal dari etnis Melayu campur
rumah, mengepel, mencuci, memasak, menyetrika, semua pekerjaanya dilakukannya
dengan baik.
Pada minggu ke 3, majikan Sri sudah mulai melakukan tindakan kekerasan , pada saat Sri lupa menutup gelas minuman majakinnya, majikannya marah dan
menarik rambutnya, dan hal yang paling fatal adalah ketika Sri tidak sengaja menghanguskan pakaian majikannya. Saat itu Sri sedang menyetrika pakaian. Karena
terkejut mendengar panggilan dari majikannya, ia pun segera mendatangi majikannya dan meninggalkan baju yang sedang disetrikanya, akibatnya baju majikannya hangus. Majikan Sri marah-marah dan melakukan tindak kekerasan dengan cara menyetrika
bagian anggota tubuh Sri yaitu pipi kirinya.
Selama 2 tahun Sri bekerja, ia kerap kali mendapat perlakukan yang tidak baik
dari majikannya. Akan tetapi semuanya itu tidak dihiraukannya, demi cita-citanya untuk membahagiakan kedua orangtuanya
Setelah masa kontrak kerja Sri habis, ia pun kembali ke kota Medan dan
memutuskan untuk tidak kembali lagi bekerja di Malaysia. Angan dan impian Sri untuk membiayai kedua orangtuanya menunaikan ibadah haji pun sirna. Akan tetapi
hal ini tidak membuat Sri putus asa, ia pun kembali melanjutkan aktivitas yang telah 2 tahun ditinggalkannya, yaitu sebagai penjahit pakaian.
Akibat dari tindak kekerasan yang dialaminya itu Sri malu keluar rumah, Sri
bakar akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikannya meninggalkan bekas
di pipinya.
4.2.3. Farida Korban Tindak Kekerasan Psikis/Mental, Kekerasan Fisik, Kekerasan Seksual.
Farida adalah gadis jawa yang masih berusia 21 tahun, Farida memiliki wajah
yang cukup manis. Setelah tamat SLTP, Ida (begitu sapaannya) tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena Ida memiliki 4 orang adik yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Dengan bermodalkan ijazah SLTP, Ida pun
berusaha untuk mencari pekerjaan, akan tetapi usahanya sia-sia. Karena tidak ada lowongan kerja yang menerima ijazah SLTP.
Untuk membantu perekonomian keluarganya, maka Ida mau bekerja apa saja. Ida pernah bekerja disalah satu rumah makan Padang di Kota Medan. Ida bekerja sebagai pelayan di rumah makan tersebut. Ida termasuk orang yang ulet dalam
menekuni pekerjaannya.
Pada saat Ida bekerja, ada salah seorang pelanggan rumah makan tersebut
menawarkan Ida pekerjaan yang dapat menghasilkan uang yang lebih banyak. Dari keterangan pelanggan itu bahwa pekerjaan yang akan dilakukan Ida juga tidak jauh berbeda dengan pekerjaan yang dilakukannya sekarang. Orang itu berkata bahwa ia