PEMERIKSAAN NARKOTIKA MELALUI URINE
MENGGUNAKAN ALAT MULTI DRUGS
DENGAN METODE RAPID TEST
TUGAS AKHIR
OLEH :
GABRIELA ANGELINA PASARIBU
NIM :122410069
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
berkat dan anugerah-Nya yang masih memberikan kesehatan, sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan Tugas Akhir (TA)
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh di
Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini tidaklah semudah yang
dibayangkan sebelumnya, namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari
berbagai pihak menjadi kekuatan yang sangat besar hingga dapat terselesaikan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada berbagai pihak atas bimbingannya dan bantuannya
terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisaputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc.,Apt., Selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Famasi Dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si. M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyelesaikan Tugas
4. Ibu Dra. Ernawati., Apt selaku dosen pembimbing di Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai dan staff di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi
Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses pengerjaan Tugas Akhir
(TA) di laboratorium.
6. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2012 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan saran yang
disampaikan
Terkhusus kepada ayah saya Idris Lamhot Marojahan Pasaribu S.E. dan
ibu saya Lisbeth Siahaan. S.pd yang telah membimbing dan mendukung saya baik
dalam materi dan moral demi terselesaikannya tugas akhir ini.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan
serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala
kekurangan tersebut dan menerima segala saran dan kritik serta masukan yang
bersifat kontruktif bagi diri penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi
penulis sendiri, maupun pembaca. Terimakasih.
Medan, 04 Maret 2015
Penulis,
Gabriela Angelina Pasaribu
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
1.3 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Pengertian Narkotika ... 4
2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika ... 6
2.3 Jenis-Jenis Narkotika dan Psikotropika yang Sering Disalah gunakan ... 9
2.3.1 Opioida ... 9
2.3.2 Kanabis (Ganja) ... 9
2.3.3 Amfetamin ... 11
2.4 Tanda-Tanda dan Gejala Penggunaan Narkotika dan Psikotropika ... 11
2.4.1 Tanda-Tanda dan Gejala Fisik ... 12
2.4.2.1 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang
Biasa Ditampakkan di Rumah ... 12
2.4.2.2 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang Biasa Ditampakkan di Sekolah ... 13
2.5 Mekanisme Penggunaan Narkotika Dalam Tubuh ... 13
2.6 Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA ... 14
2.7 Pengertian Urine ... 16
2.8 Komposisi Urine ... 17
2.9 Test Urine ... 17
2.10 Penyakit Yang Dapat Dideteksi Oleh Tes Urine ... 17
2.11 Mekanisme Pemeriksaan Urine ... 18
2.12 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana Dalam UU No. 35/2009 ... 18
BAB III METODE PERCOBAAN ... 22
3.1 Tempat ... 22
3.2 Sampel, Alat, dan Bahan ... 22
3.2.1 Sampel ... 22
3.2.2 Alat ... 22
3.2.3 Bahan ... 22
3.3 Prosedur Pengujian ... 22
3.3.1 Penyimpanan dan Stabilitas ... 22
3.3.2 Pengumpulan Spesimen dan Penyiapan ... 23
3.3.3 Penyimpanan Spesimen ... 23
3.3.4 Cara Penggunaan Alat Multi-Drug ... 23
3.3.6 Defenisi Operasional ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Hasil Analisis ... 26
4.2 Pembahasan ... 27
4.2.1 Pembacaan S.V.T/ Adulteran ... 28
4.2.2 Kualiti Kontrol ... 30
4.2.3 Keterbatasan Alat Drug Test ... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1Klasifikasi zat narkotika dan psikotropika menurut UU RI
no. 5/1997 dan 22/1997 ... 6
Tabel 2.2 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Syarat Kualitas
Air Minum ... 18
Tabel 2.3 Ancaman Pidana bagi Orang Tua/Wali dari Pencandu
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Daun Ganja ... 10
Gambar 2.2 Alat-Alat yang Dibutuhkan Untuk Menghirup
Shabu-Sabu ... 11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin maraknya peredaran narkotika dan obat terlarang di kota Medan
menjadi permasalahan yang sangat kompleks dan pelik seperti banyaknya
anak-anak muda yang menggunakan narkotika dan banyaknya peredaran narkoba di
kota Medan. Masalah ini bukan saja bagi aparat kepolisian tetapi juga bagi
seluruh warga masyarakat kota Medan. Hal ini dikarenakan dapat mengganggu
ketentraman dan keamanan warga. Permasalahan ini merupakan salah satu
dampak sosial yang negatif dari kota Medan sebagai kota pariwisata.
Narkotika adalah zat yang biasa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu
bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh.
Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat
dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang
diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan untuk manfaat pengobatan
dan kepentingan manusia, seperti di bidang pembedahan, menghilangkan rasa
sakit dan lain-lain. Namun kemudian diketahui pula bahwa zat-zat narkotika
memiliki daya pencanduan yang bisa menimbulkan si pemakai bergantung
hidupnya kepada obat-obat narkotika (Dirdjosisworo, 1987).
Penyalahgunaan zat aditif lebih merupakan masalah sosial. Pencegahannya
harus ditangani secara terpadu, khususnya antara aspek tatanan kehidupan sosial,
hukum dan penegakannya, administrasi dan pengawasan obat, pendidikan serta
demikian aspek terapi dan rehabilitasi sebenarnya, sekali lagi, hanya merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan ikhtisar penanggulangan, meskipun saat ini
merupakan hal yang ramai dipermasalahkan ( Tjokronegoro dan Hendra utama,
2002).
Ketergantungan zat adiktif adalah penyakit yang dibuat oleh manusia
sendiri. Terapi dan rehabilitasi bergantung kepada manusia itu sendiri pula.
Berbeda dengan masalah penanggulangan masalah zat adiktif yang lebih
merupakan masalah sosial, masalah penanganan pasien ketergantungan masalah
medikososial. Dengan demikian penanganan tersebut pun bergantung kepada
aspek bio-psiko-sosial, memerlukan pendekatan menyeluruh yang didukung oleh
suatu tim yang terdiri atas berbagai cabang ilmu kedokteran ( Tjokronegoro dan
Hendra utama, 2002).
Hal tersebut bisa dihindarkan apabila pemakaiannya diatur menurut dosis
yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan farmakologis. Untuk itu
pemakaian narkotika memerlukan pengawasan dan pengendalian, dinamakan
penyalahgunaan narkotika yang akibatnya sangat membahayakan kehidupan
manusia baik perorangan maupun masyarakat dan negara. Apabila sifat
“menimbulkan ketagihan” itu telah merangsang mereka yang berusaha untuk
menggeruk keuntungan dengan melancarkan pengedaran gelap keberbagai negara,
rangsangan itu tidak saja karena tujuan ekonomi sebagai pendorong melainkan
juga tujuan subversi. Untuk pengawasan dan pengendalian penggunaan narkotika
kehadiran hukum yaitu hukum narkotika yang sarat dengan tuntutan
perkembangan zaman (Dirdjosisworo, 1987).
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah urine pasien positif atau negatif mengandung
narkotika dengan menggunakan alat Multi Drugs.
2. Mengetahui prinsip kerja yang digunakan pada alat Multi Drugs.
1.3 Manfaat Penelitian
Penulis ingin memberikan informasi tentang bahayanya mengkonsumsi
narkotika, cara pemeriksaan narkotika menggunakan alat Multi drug serta metode
yang digunakan, dan mekanisme kerja dari alat Multi drug. Sehingga masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Narkotika
Narkotika tidak terlepas dengan istilah NAPZA. NAPZA adalah singkatan
dari narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain. Narkotika menurut
farmakologi adalah zat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan membius
(opiat). Narkotika menurut UU RI no. 22 tahun 1997 adalah opiat, ganja dan
kokain. Zat adiktif adalah zat yang bila digunakan secara teratur, sering, dalam
jumlah yang cukup banyak, dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi). Adiksi
adalah suatu keadaan ketika seseorang yang bila mengurangi atau menghentikan
penggunaan NAPZA tertentu secara teratur, sering dan cukup banyak, ia akan
mengalami sejumlah gejala fisik maupu mental, sesuai dengan jenis NAPZA yang
biasa dugunakannya. Sekarang, pengertian adiksi hanya dimaksudkan sebagai
ketergantungan fisik saja (Sumiati, 2009).
Menurut smith kline dan french clinical staff (1968) membuat defenisi
narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau
pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf
sentral ( Sasangka, 2003).
Sedangakan defenisi dari biro bea dan cukai amerika serikat antara lain:
Narkotika ialah candu, ganja, cocain, zat-zat bahan mentahnya diambil dari
benda-benda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocaine. Dan
termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat0obat yang
Dari kedua defenisi tersebut, M.RIDHA MA’ROEF menyimpulkan:
a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alami dan sintesis. Yang
termasuk narkotika alami adalah berbagai jenis candu, morphine, heroin,
ganja, hashish, codein dan cocain. Narkotika alam ini termasuk dalam
pengertian narkotika sempit. Sedang narkotika sintesis adalah termasuk
dalam pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintesis yang termasuk
didalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu:
hallucinogen, depressant dan stimulant.
b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi sususan syaraf sentral yang
akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya
apabila disalahgunakan.
c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obat-obat bius
dan obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs ( Sasangka,
2003).
Narkotika menurut Undang-undang RI no. 2 Tahun 1997 adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan takanan baik sintesis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Sumiati, 2009).
Ketergantungan dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila sesworang mengurangi atau
mengalami gejala putus zat (NAPZA). Selain ditandaia dengan gejala putus zat
(NAPZA), ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan toleransi.
b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan
NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk
menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik
(Sumiati, 2009).
Psikotropika menurut Undang-undang RI no. 5 Tahun 1997 adalah zat atau
obbat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku (Sumiati, 2009).
Zat adiktif lainnya adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut narkotika dan psikotropika, yang meliputi : alkohol,
inhalansia, tembakau, dan kafein (Sumiati, 2009).
2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika
Penggolongan narkotika dan psikotropika dapat di lihat menurut UU RI No.
5/1997 dan 22/1997, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi zat narkotika dan psikotropika menurut UU RI no.
5/1997 dan 22/1997
Golongan Karakteristik Contoh
Narkotika I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengemba
ngan ilmu pengetahuan dan tidak
Heroin,
kokain, dan
digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan
II Narkotika yang berkhasiat peng-obatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan
Dalam terapi dan/ atau untuk
tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan, serta mempunyai
potensi tinggi menimbulkan
ketergantungan.
Morfin, petidin
, serta
turunannya
III Narkotika yang berkhasiat peng-obatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/ atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan,
serta mempunyai potensi tinggi
menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika I Psikotopika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat menimbulkan
sindroma ketergantungan.
MDMA,
Ekstasi, LSD,
II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/ atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan, serta
mempunyai potensi kuat mengaki
batkan sindroma ketergantungan.
Amfetamin,
fensiklidin,
sekorbarbital,
metakualon,
metil- fenidat
(ritalin).
III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/ atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan, serta
mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergan
tungan.
Fenobarbital,
Flunitrazepam
IV Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/ atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan,
serta mempunyai potensi ringan
menimbulkan sindroma ketergan-
tungan.
2.3. Jenis Narkotika dan Psikotropika yang Sering Disalahgunakan
Jenis-jenis Narkotika dan psikotropika antara lain ialah :
2.3.1 Opioida
Opioida dihasilkan dari getah opium poppy yang diolah menjadi morfin,
kemudian dengan proses tertentu menghasilkan putau, dimana putau mempunyai
kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik mempunyai kekuatan 400 kali
lebih kuat dari morfin. Opioida atau opiate biasanya digunakan dokter sebagai
analgetika kuat berupa peptidin, methadone, talwin, codein, dan lain-lain
(Sumiati, 2009).
Opiate disalahgunakan dengan cara disuntik atau dihisap, dengan nama
jalananya adalah putau, ptw, black heroin, brown sugar. Opiate dibagi dalam 3
golongan besar, yaitu :
1.Opiate alamiah : morfin, opium, codein
2. Piate semi sintetik : heroin/ putau, hidromorfin
3.Piate sintetik : meperidin, propoksipen, metadon.
(Sumiati, 2009).
Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan opiate dapat
berupa jangka pendek ataupun jangka panjang, seperti gagal nafas, koma,
kematian, trauma, atau kecelakaan pada saat mencari zat, AIDS, dan hepatitis,
infeksi lokal dan sistemik, serta konvulsi (Sumiati, 2009).
2.3.2 Kanabis (Ganja)
Kanabis (ganja) mengandung delta-9 tetra-hidrokanabinol (THC). Ganja
sudah dirajang. Kemudian dilinting seperti tembakau. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah sindrom amotivasional, yaitu sekumpulan gejala yang timbul karena
penggunaan ganja dalam jangka waktu yang lama dan dalam jumlah yang banyak
sehingga mengakibatkan kemampuan bicara, baca, hitung akan menurun,
kemampuan dan keterampilan sosial terhambat, menghindari persoalan bukan
menyelesaikannya, gerak anggota badan lambat, perhatian terhadap lingkungan
sekitar berkurang sampai tidak bereaksi sama sekali ketika dipanggil, mudah
percaya mistik, kurang bersemangat dalam bersaing, dan kurang memikirkan
masa depan. Perubahan fisik juga terjadi seperti mulut kering, sakit tenggorokan,
peningkatan denyut jantung, hipotensi ortostatik, bronhitis, immunosupresi,
penurunan testosterone dan sperma, gangguan menstruasi dan ovulasi, cemas,
paranoid dan panik, kesulitan pengambilan keputusan, gangguan tidur, halusinasi
dan delusi (Sumiati, 2009).
2.3.3 Amfetamin
Nama generik amfetamin adalah D-pseudo efinefrine, yang digunakan
sebagai dekongestan. Amfetamin terdiri dari 2 jenis yaitu MDMA ( Methilene
dioxy methamphetamine)/ ekstasi dan metamfetamin (sabu-sabu). Penggunaanya
melalui oral dan dalam bentuk pil, kristal yang dibakar dengan menggunakan
kertas alumunium foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan menggunakan
botol kaca yang dirancang khusus (bong) atau kristal yang dilarutkan disuntikkan
melalui intravena.Komplikasi kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah
meningkatkan denyut jantung dan pernapasan, detak jantung irregular, penurunan
fisik, demam tinggi gangguan kardiovaskular dan cardiac arrest, psikosis
(Sumiati, 2009).
Gambar 2.2 : Alat-alat yang dibutuhkan untuk menghirup shabu-sabu
2.4. Tanda- Tanda dan Gejala Pengunaan Narkotika dan Psikotropika
Tanda- tanda dan gejala pengunaan narkotika dan psikotropika terdiri atas 2
2.4.1 Tanda-Tanda dan Gejala Fisik
Tanda-tanda dan gejala ini dapat berupa :
1. Gangguan kesadaran
2. Batuk-batuk
3. Batuk darah
4. Demam/ menggigil
5. Sakit dada
6. Sesak napas
( Tjokronegoro dan Hendra utama, 2002)
2.4.2 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik
Tanda-tanda dan gejala non-fisik dapat dibagi 2 tempat yaitu :
2.4.2.1 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang Biasa Ditampakkan di
Rumah
Tanda-tanda dan gejala ini dapat berupa :
1. Membangkang terhadap teguran orang tua.
2. Malas mengurus diri.
3. Sering tersinggung dan mudah marah.
4. Sering berbohong.
5. Pola tidur berubah : pagi susah dibangunkan dan malam suka
bergadang.
6. Sering mencuri uang dan barang-barang yang berharga dirumah, dan
ini sering tidak ketahuan.
2.4.2.2 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang Biasa Ditampakkan di Sekolah
Tanda-tanda dan gejala ini dapat berupa :
1. Prestasi disekolah tiba-tiba menurun.
2. Membolos sekolah, dan tidak disiplin.
3. Sering berbohong.
4. Mudah tersinggung dan cepat marah.
5. Sekali-kali di jumpai dalam keadaan mabuk. bicara pelo (cadel) dan
jalan sempoyongan.
6. Mulai bergaul sama anak-anak yang tidak beres disekolah.
(Sumiati, 2009)
2.5. Mekanisme Penggunaan Narkotika Dalam Tubuh
Seseorang dapat mengonsumsi zat dengan berbagai cara, misalnya dengan
cara meminumnya, menelan, menghirup, menghisap dan menyuntikkan satu atau
lebih zat, sehingga zat tersebut akan masuk ke dalam peredaran darah dan
menggangu sinyal penghantar syaraf (neorotransmitter) sel-sel syaraf pusat (otak).
Mekanisme kerja obat dalam tubuh merupakan suatu keadaan dimana obat
tersebut merangsang susunan saraf pusat untuk bekerja sesuai dengan
karakteristik zat yang digunakan. Zat yang masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhi sinyal penghantar saraf yang dapat menggangu fungsi-fungsi
antara lain kognitif (pikiran, memori), afektif (alam sadar), dan psikomotor
2.6 Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada
seseorang. Berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat, faktor-faktor penyebab
timbulnya penyalahgunaan NAPZA terdiri dari :
1. Faktor Zat
Tidak semua zay yang digunakan akan memberi pengaruh yang sama bagi
pemakai. Dalam hal ini hanya obat dengan pengaruh farmakologi tertentu yang
akan menimbulkan gangguan panyalahgunaan NAPZA, baik yang menimbulkan
ketergantungan dan yang tidak menimbulkan ketergantungan.
2. Faktor Individu
Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko untuk menyalahgunakan
NAPZA. Faktor yang mempengaruhi individu terdiri dari faktor kepribadian dan
faktor konstitusi. Di bawah ini merupakan beberapa alasan yang berasa dari diri
sendiri.
a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang
mengenai akibatnya
b. Keinginan untuk bersenang-senang
c. Keinginan untuk mengikiti trend dan gaya
e. Tidak mampu menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok
pergaulan untuk menggunakan NAPZA
3. Faktor Lingkungan Sosial
Faktor lingkungan sosial adalah faktor dimana individu melakukan interaksi
dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Faktor ini mencakup faktor keluarga
dan faktor sosial lainnya, misalnya pada keluarga yang kurang harmonis,
lingkungan pergaulan individu, komunikasi orang tua dan anak yang kurang baik,
orang tua yang bercerai atau kawin lagi, orang tua yang terlalu sibuk, orang tua
yang acuh dan otoriter, kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya
dan kurangnya kehidupan beragama (Sumiati, 2009).
Dari sekian sebab-sebab penggunaan narkotik secara tidak legal yang
dilakukan oleh para remaja dapat dikelompokkan dalam tiga keinginan, yaitu:
1. Mereka yang ingin mengalami ( the experience seekers) yaitu yang ingin
memperoleh pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotik.
2. Mereka yang bermaksud menjauhi atau mengelakkan realita hidup (the
oblivion seekers) yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebagai
tempat pelarian terindah dan ternyaman.
3. Mereka yang ingin merubah kepribadiaanya (personality change) yaitu mereka
yang beranggapan menggunaka narkotika dapat merubah kepribadian, seperti
untuk menjadi berani, untuk menghilangkan rasa malu, menjadi tidak kaku
Dikalangan orang-orang dewasa dan yang telah lanjut usia menggunakan
narkotika dengan sebab-sebab antara lain sebagai berikut:
1. Menghilangakan rasa sakit dan penyakit kronis seperti asma, TBC dan
lain-lain.
2. Menjadi kebiasaan (akibat penyembuhan da menghilangkan rasa sakit
tersebut)
3. Pelariaan dan frustasi
4. Meningkatkan kesanggupan untuk berprestasi (biasanya zat perangsang)
(Sasangka, 2003).
2.7 Pengertian Urine
Urinalisa adalah suatu metoda analisa untuk mendapatkan bahan - bahan
atau zat - zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk
melihat adanya kelainan pada urine (Simanjuntak, 1997).
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinalisasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul - molekul sisa
dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting,
karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin
(Simanjuntak, 1997).
Urine Sewaktu adalah urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak
ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin
2.8 Komposisi Urine
Komposisi zat - zat dalam urine bervariasi tergantung jenis makanan serta
air yang diminumnya. Urine normal berwarna jernih transparan, sedang warna
urine kuning muda urine berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin).
Urin normal pada manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin,
asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam - garam terutama garam
dapur, dan zat - zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat -
obatan. Semua cairan dan materi pembentuk urine tersebut berasal dari darah atau
cairan interstisial. Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika
molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh
melalui molekul pembawa (Simanjuntak, 1997).
2.9 Tes Urine
Tes urine biasanya digunakan perusahaan bagi para karyawan baru untuk
menjalani prosedur penerimaan karyawan baru.Pada umumnya, tes urine
meliputi deteksi keberadaan zat - zat yang seharusnya tidak terdapat dalam
urine, misalnya,protein zat gula, bakteri, kristal - kristal tertentudalam jumlah
yang besar. Tes urine juga digunakan untuk mendeteksi kehamilan serta zat -
zat narkoba (Simanjuntak, 1997).
2.10 Penyakit Yang Dapat Dideteksi Oleh Tes Urine
Penyakit yang dapat dideteksi melalui tes urine cukup banya, antara lain
penyakit ginjal,diabetes (kencing manis), gangguan hati (lever), eklampsia (pada
wanita hamil), dan beberapa lagi lainnya. Pada penyakit - penyakit tersebut, tes
pelengkap atau penguat dugaan adanya penyakit dalam tubuh (Simanjuntak,
1997).
2.11 Mekanisme Pemeriksaan Urine
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal
dengan melalui glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai Bowman,
berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal
akan terjadi penyerapan kembali Zat - zat yang sudah disaring pada glomerulus,
sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter (Simanjuntak,
1997).
2.12 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana dalam UU No. 35/2009.
Perumusan pidana dan jenis pidana saat mengkonsumsi narkotika diatur
oleh UU No. 35/ 2009, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana dalam UU No.35/2009
PenjaraSeumur
orang lain mati/
cacat permanen
Mengakibatkan
orang lain mati/
Keterangan :
Jenis-jenis perbuatan tanpa hak dan melawan hukum yang diatur dalam tindak
pidana narkotika, dibedakan dalam 4 (empat) katagori, yaitu :
Katagori I : menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan.
Katagori II : memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan.
Katagori III : menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.
Katagori IV : menggunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.
(Siswanto, 2012).
Tabel 2.3 Ancaman Pidana bagi Orang Tua/Wali dari Pencandu Narkotika yang Belum Cukup Umur
Pasal Perbuatan Melawan
Hukum
Kaitan Pasal Ancaman Pidana
Ancaman Denda
Pasal 128
Ayat 1
Orang tua/ wali dari
pecandu narkotika
yang belum cukup
umur yang sengaja
Ayat 2
Ayat 3
Ayat 4
Pecandu narkotika yang telah cukup umur
Pasal 55
Ayat (1)
Pasal 55
Ayat (1)
Rumah sakit dan/
atau rehabilitasi
medis sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) harus memenuhi
standar kesehatan
yang ditetapkan
Menteri
Pecandu
narkotika yang
belum cukup
umur dan telah
dilaporkan oleh
orang tua atau
walinya tidak
dituntut pidana
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat
Pemeriksaan narkotika melalui urine menggunakan alat Multi Drug
dengan metode Rapid Test dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah
Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan-Estate,
tepatnya pada bagian devisi toksikologi.
3.2. Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan adalah ± 50 ml urine pasien.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan adalah:
–Pot plastik sedang,
–Alat Test drug ( Multi-drug)
–Penghitung waktu/ Stopwatch
3.2.3 Bahan
–
3.3. Prosedur Pengujian
3.3.1 Penyimpanan dan Stabilitas Panel
1. Disimpan dalam wadah tersegel baik pada suhu kamar(2-30 C).
2. Panel tes harus stabil hingga batas kadaluarsa yang tertera pada wadah.
3. Panel tes harus tetap berada dalam wadah tersegel hingga digunakan.
Kadaluarsa.
3.3.2 Pengumpulan Spesimen dan Penyiapan
1. Urine harus dikumpulkan dengan kontainer yang bersih dan kering.
2. Urine dapat dikumpulkan pada waktu yang sama pada saat digunakan.
3. Urine yang terdapat partikel visibel harus disentrifugasi, disaring atau
diperbolehkan untuk mengambil supernatan jernih untuk diuji
3.3.3 Penyimpanan spesimen
1. Spesimen urine dapat disimpan pada suhu 2-8 OC sampai 48 jam hingga
pada waktu pengujian.
2. Untuk memperpanjang penyimpanan, spesimen dapat dibekukan dan
disimpan dibawah suhu -20OC.
3. Spesimen yang sudah dibekukan harus dicairkan sebelum pengujian.
Ketika pengujian termasuk S.V.T, penyimpanan spesimen urin tidak
boleh melebihi 2 jam pada suhu kamar atau 4 jam pada suhu dingin.
Untuk hasil yang terbaik, lakukan tes segera setelah pengambilan
spesimen urine.
3.3.4 Cara Penggunaan Alat Multi-Drug
Sebelum dilakukan pemeriksaan atau pengujian biarkan panel tes, spesimen
urine dan/ atau kontrol agar menyamai suhu kamar (15-30 C). Setelah itu lakukan
pemeriksaan sesuai langkah berikut :
1. Buka alat test card dari wadah tersegel dan gunakan secepat mungkin.
Buka penutup dari test card. Dengan panah penunjuk terhadap spesimen
urine selama kurang lebih 10-15 detik. Benamkan strip setidaknya pada
tingkat garis yang melengkung tetapi jangan diatas tanda panah pada test
card.
2. Tutup dan letakkan test card pada permukaan rata yang non-absorben,
mulai perhitungan waktu dan tunggu hingga garis berwarna muncul.
3. Baca strip adulterasi antara waktu 3 dan 5 menit dengan membandingkan
warna pada strip adulterasi pada chart berwarna. Jika hasil menunjukkan
adanya adulterasi jangan langsung menafsirkan hasil tes, tetapi coba uji
lagi urine tersebut atau ambil spesimen lain.
4. Baca hasil strip pada selang waktu 5 menit.
3.3.5 Pembacaan Hasil Panel
Negatif : Terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) dan garis
berwarna pada bagian (T) yang menunjukkan hasil negatif
terhadap drug tersebut. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat
pada spesimen urine berada dibawah kontrol drug tersebut
Catatan: hasil berwarna pada bagian test (T) bisa saja beragam, namun hasil tetap dianggap negatif walaupun hanya muncul garis
berwarna buram.
Positif : Terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) tetapi tidak
terdapat garis berwarna pada bagian (T) terhadap drug tersebut
yang mengindikasikan hasil tes positif. Ini menunjukkan bahwa
konsentrasi obat pada spesimen urine melebihi kontrol drug
Invalid : Garis kontrol tidak muncul. Ketidak cukupan volume spesimen atau prosedur pelaksanaan yang salah merupakan peyebab pada
umumnya hingga garis kontrol tidak muncul. Kaji ulang
prosedur dan ulangi pengujian menggunakan panel test yang
baru. Jika masalah tetap terjadi, jangan lanjutkan pengujian
dan segera hubungi distribusi lokal anda.
`3.3.6 Defenisi Operasional
1. Adulterasi adalah perusakan spesimen urine dengan tujuan memberikan
hasil palsu dengan merubah hasil tes. Penggunaan adulteran
menyebabkan hasil negatif yang palsu pada drug test dengan merusak
skrining test dan menghancurkan keberadaan narkotika pada urine.
2. Dilusi adalah salah satu cara untuk memalsukan hasil drug test dengan
ada atau tidaknya mikroorganisme yang terdapat pada urine.
3. Drug adalah obat narkotika.
4. S..V.T/ penandaan warna adulteran
5. GLP adalah singkatan dari Good Laboratory Practice mengacu pada
kualitas sistem pengendalian menajemen untuk penelitian laboratorium
dan organisasi untuk mencoba memastikan keseragaman,
konsistensi,reliabilitas, reproduktifitas, kualitas, dan dan integritas
kimia (termasuk obat-obatan) tes keamanan non-klinis melalui uji
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang didapat setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine pasien
adalah pasien negatif menggunakan narkotika. Dapat dilihat pada gambar 4.1 di
bawah ini :
4.2 Pembahasan
Cara pembacaan alat drug test Negatif jika terdapat garis berwarna pada
bagian kontrol garis (C) dan garis berwarna pada bagian (T) yang menunjukkan
hasil negatif terhadap drug tersebut. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat
pada spesimen urin berada dibawah kontrol drug tersebut. Tetapi jika hasil
berwarna pada bagian test (T) bisa saja beragam, namun hasil tetap dianggap
negatif walaupun hanya muncul garis berwarna buram.
Positif jika terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) tetapi
tidak terdapat garis berwarna pada bagian (T) terhadap drug tersebut yang
mengindikasikan hasil tes positif. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat pada
spesimen urin melebihi kontrol drug tersebut.
Invalid jika garis kontrol tidak muncul. Ketidak cukupan volume spesimen
atau prosedur pelaksanaan yang salah merupakan peyebab pada umumnya hingga
garis kontrol tidak muncul. Kaji ulang prosedur dan ulangi pengujian
menggunakan panel test yang baru. Jika masalah tetap terjadi, jangan lanjutkan
pengujian dan segera hubungi distribusi lokal anda.
Multi-Drug satu langkah Screen Test Panel (Urine) adalah immunoassay
berdasarkan pada prinsip kompetitif mengikat. Obat yang mungkin ada dalam
spesimen urin bersaing konjugasi obat masing-masing untuk situs di antibodi
spesifik mereka mengikat. Selama pengujian, spesimen urin bermigrasi ke atas
oleh aksi kapiler, obat A, jika hadir dalam spesimen urin bawah konsentrasi
cut-off-nya, tidak akan jenuh situs pengikatan antibodi spesifik dilapisi partikel.
Imobilisasi dan garis berwarna terlihat akan muncul di wilayah garis uji strip obat
tertentu. Garis berwarna tidak akan terbentuk di wilayah garis uji jika tingkat obat
di atas konsentrasi cut-off karena itu akan jenuh semua situs pengikatan antibodi
dilapisi partikel. Obat-positif spesimen urin tidak akan menghasilkan garis
berwarna di wilayah tertentu garis uji strip karena persaingan obat, sementara
spesimen urin obat-negatif atau spesimen yang mengandung konsentrasi obat
kurang dari cut-off akan menghasilkan garis Di wilayah garis uji. Untuk melayani
sebagai kontrol prosedural, garis berwarna akan selalu muncul di ragion garis
kontrol Menunjukkan volume tepat dari spesimen telah ditambahkan membran
akhir wicking telah terjadi.
4.2.1 Pembacaan SVT/ Adulteran
Pembacaan SVT/ Adulteran adalah dengan hasil semi-kuantitatif yang
diperoleh dengan membandingkan secara visual warna yang bereaksi pada strip
dengan warna tang tercetak pada chart berwarna. Tidak ada peralatan yang
dibutuhkan.
Adulterasi merupakan perusakan spesimen urine dengan tujuan untuk
mengubah hasil tes. Penggunaan adulteran dapat menyebabkan hasil negatif yang
palsu pada drug test dengan cara merusak skrining test dan menghancurkan
kebaradaan narkotika dalam urine. Dilusi juga merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk memalsukan hasil drug test.
Salah satu cara terbaik untuk menguji adanya adulterasi dan dilusi adalah
serta untuk mendeteksi adanya zat oksidan / PCC, gaya berat spesifik, pH, nitrit,
glutaraldehid dan kreatinin pada urine.
Test pH untuk menguji keberadaan adulteran asam atau alkali dalam urine.
pH normal harus berada pada kisaran 4.0 hingga 9.0 . Nilai diluar kisaran tersebut
mengindikasikan bahwa sampel telah dirusak.
Berat spesifik digunakan untuk menguji dilusi. Kisaran normalnya adalah
1.003 hingga 1.030. Angka yang berada diluar kisaran tersebut menunjukkan
adanya adulterasi dan dilusi.
Oxidan / PCC test dilakukan untuk menentukan adanya agen oksidan
seperti bleach dan hidrogen peroksida. Piridinium Klorokromat merupakan
adulterant yang umum digunakan. Urine manusia normal tidak mengandung
oksidan atau PCC.
Tes Nitrit digunakan untuk menguji adulteran yang pada umumnya
digunakan secara komersial seperti Klear dan Whizzies. Keduanya bekerja dengan
cara mengoksidasi metabolit kanabinoid THC-COOH. Urine normal seharusnya
tidak mengandung sisa nitrit. Hasil yang positif pada tes ini umumnya
menunjukkan terjadina adulterasi
Tes Glutaraldehid untuk menguji keberadaan aldehid. Adulteran seperti
Urin Aid dan Clear Choice mengandung glutaraldehid yang dapat menyebabkan
hasil negatif yang palsu pada hasil skrining dengan cara mengacaukan enzim yang
digunakan untuk beberapa tes imunoassay. Glutaraldehid secara normal tidak
ditemukan pada urine; oleh karena itu deteksi adanya glutaraldehid pada spesimen
Kreatinin merupakan produk sisa dari kreatin, sebuah asam amino yang
terdapat pada jaringan otot dan ditemukan pada urine. Seseorang bisa saja
mencoba untuk mengelabui tes dengan cara meminum air secara berlebihan atau
diuretik seperti teh herbal untuk mengelabui sistem. Kreatinin dan berat spesifik
adalah dua cara untuk menguji adanya dilusi, yang merupakan mekanisme umum
yang digunakan untuk mengecoh drug test. Ketiadaan kreatinin (<5 mg/dL)
menunjukkan spesimen tidak konsisten pada urine manusia
Hasil semi-kuantitatif diperoleh dengan membandingkan secara visual warna yang
bereaksi pada strip dengan warna tang tercetak pada chart berwarna. Tidak ada
peralatan yang dibutuhkan
4.2.2 Kualiti Kontrol
Kualiti Kontrol merupakan kontrol prosedural juga termasuk ke dalam
pengujian. Garis berwarna muncul pada bagian kontrol garis (C) dianggap sebagai
konrol prosedural internal. Itu memastikan jumlah volume spesimen, membran
wicking, teknik prosedural yang benar.
Kontrol standard tidak tersedia dalam paket, namun disarankan bahwa
kontrol positif dan negatif juga diuji secara GLP untuk memastikan bahwa
prosedur pengujian dan memastikan perlakuan yang benar.
4.2.3 Keterbatasan Alat Drug Test
Alat drug test juga memiliki keterbatasan, diantaranya adalah :
• Panel Tes Multi Drug One Step Screen hanya dapat memberikan hasil
digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih pasti. Metode GC/MS lebih
disarankan sebagai metode pemastian.
• Bisa saja terdapat kesalahan teknik atau prosedur serta gangguan
keberadaan senyawa lain yang terdapat pada spesimen urin yang
memberikan hasil error.
• Adulteran, seperti bleach dan alum, dalam spesimen urin bisa saja
memberikan hasil yang error tergantung pada metode analitik yang
digunakan. Jika memang diduga terjadi adulterasi, pengujian harus diulang
dengan spesimen urin lain.
• Hasil positif pada tes menunjukkan keberadaan drug atau metabolitnya
tetapi tidak menunjukkan tingkat intoksikasi, jalur penyaluran atau
konsentrasinya dalam urine.
• Hasil yang negatif belum tentu menunjukkan bahwa urin free drug. Hasil
negatif bisa diperoleh ketika keberadaan obat berada dibawah tingkat yang
bisa dibaca pada pengujian.
• Pengujian tidak dapat membedakan keberadaan obat yang disalah gunakan
atau perawatan medis tertentu.
• Hasil yang positif bisa saja didapat dari makanan atau suplemen makanan
tertentu.
Lain lagi keterbatasan S.V.T Adulterasiyang dimiliki alat ini, diantaranya:
• Tes adulterasi yang termasuk kedalam produk ini dimaksudkan untuk
dalam ilmu pengetahuan, uji ini tidak dimaksudkan sebagai tes inklusif
untuk menentukan kemungkinan adulterasi.
• Oksidan / PCC : urine manusia normal seharusnya tidak mengandung
oksidan atau PCC. Keberadaan antioksidan dalam tingkat yang tinggi
dalam spesimen seperti asam ascorbat, dapat memberikan hasil negatif
yang palsu terhadap oksidan atau PCC.
• Berat Gravitasi spesifik: Peningkatan jumlah protein dalam urin dapat
menyebabkan nilai gravitasi spesifik yang tinggi.
• Nitrit: Nitrit bukan merupakan komponen yang normal dalam urine
manusia. Namun nitrit yang ditemukan dalam urine bisa saja
mengindikasikan infeksi dalam jalur perkemihan atau infeksi bakteri.
Tingkat nitrit > 20 mg/dL dapat menghasilkan hasil positif palsu terhadap
glutaraldehid.
• Glutaraldehid : Tidak normal ditemukan dalam urine. Namun abnormalitas
metabolit tertentu seperti ketoasid (puasa, diabetes tidak terkontrol atau
diet protein tinggi) dapat mempengaruhi hasil tes.
• Kreatinin: kreatinin normal berada pada tingkat 20 dan 350 mg/dL. Dalam
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Setelah dilakukan pemeriksaan urine pasien menunjukan hasil negatif,
dimana pasien tidak menggunakan narkotika.
2. Prinsip kerja yang digunakan pada alat Multi-Drug satu langkah screen
test panel (urine) adalah immunoassay berdasarkan pada prinsip
kompetitif mengikat. Obat yang mungkin ada dalam spesimen urin
bersaing konjugasi obat masing-masing untuk situs di antibodi spesifik
mereka mengikat.
5.2 Saran
1. Disarankan kepada masyarakat agar menjauhi narkotika karena
berbahaya bagi diri sendiri dan masyrakat sekitarnya.
2. Sebaiknya dalam pemeriksaan narkotika dapat juga dilakukan melalui
DAFTAR PUSTAKA
Dirdjosisworo, S. (1987). Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Halaman 3 – 4.
Sasangka, H. (2003). Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Halaman 6 - 7, 33 – 34.
Simanjuntak, B. (1997). Pengertian Kriminologi Dan Patologi Sosial. Bandung: Tarsito.
Siswanto, H. (2012). Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Halaman 259 - 261.
Sumiati dan Dinarti (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Jakarta: Penerbit Trans Info Media. Halaman 7 – 9, 11 - 12, 14 – 16, 19 – 21, 25 -27