• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGERTIAN ILMU KALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I PENGERTIAN ILMU KALAM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENGERTIAN ILMU KALAM

A. Arti Ilmu Kalam.

Arti ilmu Kalam secara etimologis.

Dari segi etimologis, perkataan ilmu Kalam terdiri atas dua perkataan: ilmu = pengetahuan, kalam = perkataan, percakapan. Kedua perkataan itu berasal dari bahasa Arab. Kemudjan Ilmu Kalam ini digunakan sebagai nama dari ilmu yang mambahas atau membicarakan aqidah-aqidah dalam Islam.

Tidak begitu dapat dipastikan apakah Ilmu Kalam itu singkatan dari Ilmu Kaiamuilah (ilmu tentang kalam atau firman Allah), atau singkatan dari ilmu Kalam al-Mutakallimin (ilmu tentang kalam atau pembicaraan/perdebatan para mutakalliminin). Jadi tidak dapat dipastikan mengapa ilmu yang membicarakan aqidah-aqidah dalam Islam disebut Ilmu Kalam. Namun demikian penamaan Ilmu Kalam itu memiliki beberapa alasan sebagai berikut:

a. Persoalan kaiamuilah (apakah firman Allah itu diciptakan atau bukan, hadits atau qadim?) merupakan persoalan yang diperdebatkan dengan sengit sekali di kalangan para ulama pada abad kedua dan ketiga Hijrah, dan persoalan itu cukup menggoncangkan umat, karena Daulat Bani Abbasiah, yang menganut paham Mu'tazilah, pernah lebih dari sepuluh tahun memaksa ulama-ulama supaya menganut paham bahwa kaiamuilah itu makhluk.

b. Sebagian dari ulama-ulama dalam bidang aqidah Islam ini berusaha menjelaskan dan membela aqidah Islam dengan menggunakan metoda ilmu logika atau mantiq, yang lazim digunakan oleh para filosof. Para ulama itu, dalam rangka membedakan diri mereka dengan para filosof, menyebut metoda yang mereka pakai dengan sebutan al-kalam, sehingga mereka dapat disebut ahlul-kalam, sedang para filosof dapat disebut ahlul-manthiq

c. .Pembicaraan dalam bentuk perdebatan pada lapangan aqidah Islam, yang pada masa Rasulullah daifmasa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) tidak pernah terjadi, ternyata sejak abad kedua Hijrah menjadi muncul dan bahkan sangat sengit. Masalah-masalah yang didiamkan saja oleh dua atau tiga generasi pertama umat Islam (generasi salaf), sejak abad kedua tidak didiamkan lagi, tapi dibicarakan dan diperdebatkan.

d. Masalah-masalah yang diperdebatkan dalam lapangan aqidah itu lebih dirasakan sebagai masalah-masalah yang terbatas pada pembicaraan, dan jauh kaitannya dengan pengamalan.

(2)

Di dunia Barat, pembicaraan tentang aqidah disebut teologi. Dengan demikian ilmu yang membicarakan aqidah Islam, disebut oleh sarjana-sarjana Barat dengan nama Teologi Islam, Sebutan Teologi Islam di negeri kita ini sudah menjadi populer pula, sebagai salah satu dari sekian nama yang diberikan bagi ilmu yang membicarakan aqidah Islam.

Itulah pengertian ilmu. Kalam secara etimologis, yakni arti menurut asal katanya.

B. Nama-nama Lain Bagi Ilmu Kalam.

1. Ilmu Tauhid dan sebab penamaannya.

Ilmu Kalam dinamai juga ilmu Tauhid, yakni ilmu yang membahas tentang kepercayaan dan keyakinan akan sifat Wahdah (Esa) bagi Allah dengan berpegang kepada ajaran yang dibawakan oleh para Rasul-Nya. Dinamakan ilmu Tauhid, karena yang banyak dibicarakan dalam ilmu ini ialah tentang ke-EsaaroTuhan.

2. Ilmu Aqidah dan sebab penamaannya.

Ilmu Aqidah ialah ilmu yang membahas tentang keyakinan terhadap Allah, para Rasul, malaikat-malaikat, kitab-kitab Allah hari Akhir dan keyakinan terhadap Qadha dan Qadar. Sebab dinamakan ilmu Aqidah, karena ilmu ini banyak membicarakan soal aqidah (keyakinan).

3. Ilmu Ushuluddin dan sebab penamaannya.

Ilmu Ushuluddin ialah ilmu yang membicarakan pokok-pokok agama, yakni keimanan, sedang keimanan merupakan pokok-pokok asasi agama. Jadi sebab ilmu Kalam dinamakan juga ilmu Ushuluddin ialah karena ilmu ini membicarakan pokok-pokok agama, yakni keimanan.

C. Fungsi Ilmu Kalam.

1. Menjelaskan akidah Islam, memperkuat dan membelanya.

(3)

Dengan iiraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kehadiran ilmu Kalam adalah berfungsi sebagai penjelas tentang aqidah Islam sekaligus memperkuat dan membelanya dari berbagai penyimparigan yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

2. Menolak aqidah yang sesat.

Sebagian besar pembahasan ilmu Kalam ini berusaha meng-hindari tantangan-tantangan dengan cara memberikan penjelas-an-penjelasan duduk perkarannya timbul pertentangan itu, ke-mudian membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan logika menurut hal-hal yang lazim. Pembahasan ilmu Kalam ini berisi-kan pemulihan kembali ke jalan yang murni, mengadakan pem-baharuan dan perbaikan terhadap ajaran-ajaran yang telah di-perbuat dan diwariskan oleh para ahli hawa nafsu yang sesat.

Jadi jelas bahwa ilmu Kalam berfungsi sebagai penolak akidah yang sesat.

D. Peranan Dalil-Dalil Yang Digunakan.

1. Dalil naqli dan peranannya.

Dalil Naqli ialah dalil yang diambil dari Al-Qur'an dan Hadits yang shahih. Contoh dalil Naqli:

Ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil naqli dalam ilmu Kalam:

Artinya:

"Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mu'min. (Al-Ankabut: 44)

Artinya:

(4)

mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas se-gala sesuatu. (Al-Baqarah: 20)

Artinya:

Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya. Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Hajj: 64)

Demikianlah diantara ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil naqli bagi ilmu Kalam.

Peranan dalil naqli.

Para Ulama telah sepakat bahwa yang dapat dijadikan sebagai dalil naqli bagi ilmu Kalam ialah Wahyu Allah.

Mengenai peranan wahyu Allah dalam ilmu Kalam, benar-benar amat penting. Karena kenyataan menunjukkan, bahwa derajat akal manusia itu tidak sama satu sama lain, ada yang ber-pendapat tinggi dan ada yang didapat oleh akal yang berderajat tinggi, kecuali dengan cara sederhana dan ringkas saja. Yang demikian itu bukan saja karena ketidaksamaan tingkat pendidik-an mereka masing-masing, tetapi bahkan juga karena ketidaksamaan fitrah kejadian mereka itu yang hal itu merupakan Qodrat dan Iradat Allah SWT.

Mengingat hal tersebut diataslah, maka di dalam memahami tentang ke Esaan Allah tidaklah cukup hanya dengan akal karena ternyata akal itu mempunyai kelemahan, dalil-dalil yang berdasarkan akal tidaklah dapat diterima kebenarannya secara pasti, tetapi hanya bersifat zhan (sangkaan). Padahal dalam masalah ketauhidan diperlukan dalil-dalil yang bersifat Qot'i dalam hal ini wahyulah yang menduduki sebagai dalil yang Qot'i, yang tidak bisa diragukan lagi akan kebenarannya bahwa hal ini berasal dari Allah SWT melalui para RasjulNya.

Percaya kepada wahyu yang diturunkan Allah, berarti tidak hanya percaya kepada Al Qur'an, tetapi juga percaya kepada segala wahyu yang diturunkan dalam semua masa, serta yang diturunkan kepada tiap-tiap umat.

(5)

Artinya:

"... dan tidak ada suatu umat pun, melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan." (Faathir: 24)

Surat Yunus ayat 47 menjelaskan:

Artinya:

"Dan tiap-tiap umat mempunyai rasul." (Yunus: 47)

Adapun kedudukan Al-Qur'an terhadap kitab-kitab suci yang lain adalah sebagaimana terdapat dalam penjelasan Al-Qur'an sebagai berikut:

Artinya:

"Dan Kami telah turunkan kepadamu Kitab Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnyq yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu." (Al-Maidah: 48)

Al-Qur'an membenarkan apa yang termasuk dalam kitab-kitab suci yang lain, tetapi juga menguji kemurnian dari kitab-kitab suci itu. Karena itu Al-Qur'an memuat kisah-kisah dari Nabi-nabi yang dahulu, selain untuk mengambil pelajaran, juga mendudukkan kejadian yang sebenarnya.

Berpijak dari hal itulah, maka dalam masalah ilmu Kalam Al-Qur'an adalah merupakan sumber utama dan merupakan wahyu yang ditanggung kemurniannya, karena senantiasa di-jamin pemeiiharaannya oleh Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT sebagai berikut:

Artinya:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur'an dan sesung-guhnya Kami tetap memeliharana." (Al-Hijr: 9)

(6)

dalam hal ini terutama Al-Qur'an, dalam menegakkan dan meluruskan ilmu Kalam.

2. Dalil aqli dan peranannya.

Dalil aqly (akal) ialah dalil-dalil yang lahir dari akal fikiran menurut hukumnya yang sah. Kalati akal sudah mampu berdalil aqly (logis), maka akal itu mudah menerima segala keterangan dari Al-Qur'an dan Hadits, yang dalam ilmu Tauhid di sebut dalil naqly.

Dalam lintasan dalam fikiran akal manusia ini, tidak lepas dari dua macam, yaitu soal-soal badihy dan nazhai.

Badihy yaitu suatu perkara yang mudah difahami dengan tidak memerlukan ta-ammul (berfikir). Misalnya: hitungan 2 - 1 = 1; matahari itu terang; malam itu gelap; dan sebagainya.

Nazhari ialah suatu perkara yang tidak mudah difahaminya, dan memerlukan ta-ammul (berfikir), misalnya hitungan 71/8 x 31/2 x 51/7 = ....; bumi ini berbentuk bulat telur; Allah itu Sedia dan Kekal adaNya.

Dalil-dalil akal untuk menetapkan adaNya Allah sungguh banyak sekali, hingga pernah para pujangga mengemukakan sebagai berikut:

Artinya:

Banyak sekali jalan menetapkan adanya Allah, yaitu sebanyak nafas para makhluk.

Salah satu contoh jalan menetapkan adaNya Allah melalui akal misalnya: kita memakai baju pasti ada yang membuatriya; rumah yang kita tempati pasti ada pembuatnya (yaitu tukang kayu/ tukang batu), bumi yang kita gunakan untuk segala kebutuhan hidup ini pasti ada pembuatnya, langit yang tinggi tanpa ketahu-an tiketahu-angnya itu pasti ada pembuatnya, matahari yketahu-ang senketahu-antiasa terbit disebelah timur dan terbenam disebelah barat itu pasti ada pembuatnya.

Baju, rumah dan jenis perangkat kebudayaan lainnya, pembuatnya adalah manusia. Sedangkan bumi, langit, Matahari tak mungkin diciptakan oleh manusia atau makhluk lainnya; maka jelas bahwa Yang menciptakan bumi, langit dan matahari itu adalah Dzat Yang Maha Pencipta yakni Allah SWT.

Peranan dalil aqal.

Dimaksudkan dengan aqal yang dapat berperan sebagai pe-rumus dalil bagi ilmu Kalam ialah akal yang sehat dan mukallaf.

Mengenai peranan akal dalam ilmu kalam sangat penting dan menentukan dengan asalan sebagai berikut:

(7)

sifat-sifatNya, dan berbagai pengetahuanyang hasil dari nazhar. b. Pendapat akal dapat sampai hakikat kebenaran sesuatu.

c. Pendapat akal tidak terbatas.

Itulah sebabnya, Al-Qur'an dalam tuntunannya untuk mengakui adaNya Allah dan ke-EsaanNya, mendorong agar mempergunakan akal untuk berhkir dalam lapangannya yang telah ditentukan yaitu alam semesta yang terbentang diluar diri manusia yang ada dalam dirinya sendiri.

Ayat-ayat yang menyatakan peranan akal:

Artinya:

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imran: 191)

Ayat tersebut di atas, menyatakan bahwa orang-orang yang berakallah yang sanggup memikirkan atau mengingat-ingat tentang penciptaan Allah, baik dalam keadaan apa dan bagaimana-pun. Bagi mereka yang berakal pulalah akan mengakui dan me-nyadari bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu ini bukannya sia-sia belaka, melainkan penuh arti dan kemanfaatan bagi manusia dalam rangka mencapai keridhaan Allah, sehingga ter-capailah kebahagiaan dunia akhirat.

(8)

Artinya:

"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuh-lah dengan suburnya karena air itu tanam-tahaman dari bumi, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan me-makai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanamannya yang sudah di-sabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang yang berfikir. (Yunus: 24).

Dalam ayat lain lagi dijelaskan tentang peranan akal ini, sebagai berikut:

Artinya:

Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanam-an; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Se-sungguhnya yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (An Nahl: 11)

Demikian ayat-ayat Al-Qur'an yang menyatakan peranan akal dalam ilmu Tauhid. Dengan akal itu manusia mampu meng-ingat-ingat akan kebesaran Allah baik dalam keadaan apa dan bagaimanapun; dengan akal itu manusia dapat memikirkan bagaimana kejadian atau^proses dijadikannya langit dan bumi dan dengan akal itu manusia mampu menegaskan, bahwa Allah menjadikah langit dan bumi seisinya ini tentu ada maksud ter-tentu dan penuh arti, bukan sekedar ciptaan yang sia-sia. Apa-bila seorang telah mau mempergunakan akalnya untuk dzikir dan berfikir atas kekuasaan Allah itulah, maka orang tersebut akan semakin tebal keyakinannya ia akan senantiasa mensucikan Allah SWT dan memohon untuk terhindar dari siksa neraka.

(9)

itulah adalah Allah SWT. Oleh karena itu bagi orang yang mau berfikir, tentu akan senantiasa berkeyakinan bahwa segala se-suatu ini menunjukkan kekuasaan dan ke-Esaan Allah SWT.

Dalam ayat 11 surat An Nahl tersebut di atas, juga menegas-kan tentang kekuasaan Allah SWT yang telah menciptakan ber bagai jenis buah-buahan untuk manusia, hal itu hanya disadan bagi orang-orang yang mau berfikir, menggunakan akalnya.

E. Pembagian Hukum Aqal.

Hukum Akal dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu: Wajib aqly, Mustakhil aqly, dan Jaiz aqly.

1. Wajib aqly.

Ialah perkara yang mesti dan pasti begitu adanya menurut akal fikiran. Misalnya: dua ditambah dua, akal menetapkan mesti empat; anak, akal menetapkan mesti lebih muda dari pada ayahnya; segala benda jika tidak bergerak pasti diam dan jika tidak diam. pasti bergerak.

2. Mustakhil aqly.

Ialah suatu perkara yang akal menetapkan tidak adanya, atau akal menetapkan tidak boleh jadi begitu. Misalnya: satu lebih banyak daripada dua, maka akal memustakhilkan, yakni akal tidak mau menerima; anak lebih tua daripada ayahnya, akal memustakhilkannya.

3. Jaiz aqly.

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari pendekatan ( approach ), pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial adalah bersifat disipliner sesuai dengan kehidupan yang menjadi obyek studi berdasrkan bidang

Sebab salah satu tunjauan yang dilakukan ulama mufassirin dalam menafsirkan suatu ayat, harus memperhatikan tentang ilmu riwayat Al-Qur'an seperti tentang ilmu

Ilmuwan sosial seringkali “tergoda” untuk berbicara berbagai hal yang jauh dari permasalahan yang sedang dihadapi dalam realitas sosial, mungkin sebagai contoh adalah

Karena al-Quran sebagai sentral dari ajaran Islam maka untuk memahami isi kandungannya itu haruslah menguasai berbagai disiplin ilmu, dan salah satu ilmu yang terpenting adalah

1) Seorang mencari ilmu (murid) harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu. Karena belajar adalah merupakan ibadah yang tidak sah

Jadi yang di maksud dengan judul di atas adalah meneliti bagaimana interaksi yang harus dilakukan oleh seorang murid terhadap guru, mengenai adab dalam menuntut ilmu menurut

Cara pemimpin berbicara dan bertindak di depan para pegawainya merupakan suatu gaya kepemimpinan, dengan demikian konsep gaya kepemimpinan menunjukkan realitas

Pada masa ini jurnalistik mulai diajarkan secara formal di universitas-universitas, walaupun belum menjadi suatu disiplin ilmu secara khusus. Adalah Robert Lee