• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vegetasi Mangrove

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vegetasi Mangrove"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vegetasi Mangrove

Daerah pesisir memiliki bermacam ekosistem, seperti rawa, padang lamun, rumput laut, terumbu karang dan hutan mangrove (Fitri dan Iswahyudi, 2010). Hutan mangrove adalah hutan tropis yang tumbuh di muara sungai dan pantai yang

memiliki ombak yang tenang, adanya endapan lumpur, banyaknya curah hujan dan iklim yang tropis (Darmadi dan Ardhana, 2010). Supardjo (2008) juga menambahkan bahwa hutan mangrove juga tipe hutan yang khas terdapat disepanjang muara sungai atau pantai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Hutan Mangrove terdiri atas berbagai kelompok tumbuhan seperti pohon, semak, palmae, dan paku-pakuan (Sulistiyowaty, 2009). Secara spasial maupun temporal komposisi dan struktur vegetasi mangrove berbeda-beda diakibatkan pengaruh geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, faktor edafik dan kondisi lingkungan. Jenis vegetasi yang bertahan merupakan vegetasi yang sanggup beradaptasi dengan kondisi yang berubah-ubah (Supardjo, 2008)

Hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari

hutan ini terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa.

Mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah diketahui

lebih dari 20 famili Tumbuhan mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan

(2)

terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit (Eriza, 2010). 35

jenis vegetasi mangrove yang tumbuh di Indonesia, diantaranya yaitu marga

Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Sonneratia, Xylocarpus, Barringtonia, Luminitzera dan Ceriops (Heriyanto dan Subiandono, 2012).

Menurut Chapman (1984) dalam Welly et al., (2010) Vegetasi mangrove dapat dikelompokan menjadi dua kategori yaitu :

1. Vegetasi inti yaitu vegetasi yang memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove.

2. Vegetasi peripheral pinggiran yaitu yang memiliki peran ganda dalam ekologi baik dalam formasi hutan mangrove maupun hutan lainnya. Jenis vegetasi ini biasanya terpisah atau tidak membentuk suatu tegakan atau komunitas.

Berbeda dengan Tomlison (1986) masih dalam Welly et al., (2010), yang membagi vegetasi mangrove menjadi tiga komponen yaitu:

1. Komponen utama, kelompok yang terdiri dari hutan mangrove yang membentuk tegakan murni dan tidak pernah bergabung dengan kelompok tumbuhan darat. Vegetasi ini membentuk spesialisasi morfologi seperti akar udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi dengan lingkungan.

2. Komponen tambahan, tidak begitu dominan didalam komunitas mangrove sehingga keberadaannya tidak begitu mencolok. Komponen ini banyak tumbuh ditepi atau batas terluar dari mangrove dan jarang membentuk tegakan murni. 3. Komponen asosiasi, komponen ini hidup bersama tumbuhan darat dan tidak

pernah terdapat dalam komunitas mangrove sejati.

(3)

Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu, zonasi mangrove

berbeda-beda berdasarkan sifat fisiologinya untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Nybaken, 1992). Mangrove pada suatu lokasi biasanya membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi mangrove memperlihatkan tanggapan ekofisiologis mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi mangrove bisa berupa zonasi sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove itu sendiri (Eriza, 2010).

Gambar 2.1 Zonasi Mangrove (Bengen, 2001)

Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia:

1. Daerah yang paling dekat dengan laut yang memiliki substrat agak berpasir biasanya tumbuh Avicennia spp yang kadang berasosiasi dengan Sonneratia spp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

2. Lebih kedarat hutan mangrove biasanya didominasi oleh Rhizopora spp dan pada zona ini juga bisa dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus spp.

(4)

4. Zona peralihan antara hutan mangrove menjadi hutan daratan rendah biasanya banyak ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan beberapa spesies palem lainnya.

Eriza (2010) mengatakan, Menurut struktur ekosistem, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi mangrove, yaitu:

1. Mangrove pantai: pengaruh air laut lebih dominan daripada air sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Avicennia sp), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizopora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora–Bruguiera. Bila genangan berlanjut maka akan dijumpai komunitas Nypa fructicans dibelakang komunitas campuran yang terakhir. 2. Mangrove muara: sama-sama dipengaruhi oleh air laut dan air sungai, dicirikan

dengan zonasi tipis Rhizopora sp. Pada tepian alur diikuti komunitas campuran

Rhizopora-Bruguiera dan diakhir komunitas murni Nypa fruticans.

3. Mangrove sungai: pengaruh air sungai sangat dominan daripada air laut. Mangrove tipe ini berkembang pada tepian sungai yang jauh dari muara dan jenis-jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas darat.

2.3 Faktor Pertumbuhan Mangrove

Kusmana (1995) menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan mangrove diantaranya kondisi sedimentasi, erosi laut dan sungai,

penggenangan pasang surut dan kondisi salinitas tanah serta kondisi akibat eksploitasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove yaitu: a. Salinitas sangat berpegaruh terhadap komposisi mangrove. Mangrove mengatasai

(5)

mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor et al., 2006).

b. Pasang dan Surut, pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove berkaitan dengan lamanya pasang, durasi pasang dan tingginya pasang. Lamanya terjadi pasang mempengaruhi perubahan salinitas. Perubahan salinitas merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal dan

perpindahan massa air mempengaruhi distribusi secara vertikal organisme. Durasi pasang mempengaruhi stuktur dan kesuburan mangrove, komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya: penggenangan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta kadang-kadang ada Xylocarpus. Akar tunjang Rhizophora mucronata akan lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang tinggi dan Pneumatophora Sonneratia sp akan lebih kuat pada daerah yang memiliki pasang tinggi (Eriza, 2010).

c. Fisiografi Pantai mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai ekosistem mangrove lebih beragam karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk mangrove tumbuh. Pada pantai yang terjal ekosistem mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal meyulitkan mangrove untuk tumbuh (LPP Mangrove, 2008 dalam Hasibuan, 2011).

d. Gelombang dan Arus berpengaruh langsung pada penyebaran spesies, misalnya buah Rhizophora terbawa arus dan gelombang sampai menemukan tempat yang cocok lalu menancap dan akhirnya tumbuh. Gelombang dan arus juga

mempengaruhi sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir pada muara sungai (Harahap, 2010).

(6)

cahaya, curah hujan, suhu dan angin. Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Intensitas, kualitas, lama pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Cahaya juga

berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi Mangrove. Banyaknya curah hujan, lama, dan distribusinya mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah. Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi) (Eriza, 2010).

f. Substrat, Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam, tebal dan berlumpur. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan lempung (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat (Kusmana, 1995 dalam Hasibuan, 2011)

2.4 Manfaat Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai peranan sebagai pelindung terhadap hempasan

arus dan gelombang, sebagai tempat asuhan, tempat mencari makan, berkembang bias berbagai jenis biota laut. Pohon mangrove sendiri berfungsi sebagai tempat

burung bersarang, tempat anggrek, pakis, benalu dan berbagai kehidupan lainnya (Tarigan, 2008). Menurut Pratiwi (2009) hutan mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan daerah mencari makan (feeding ground)

bagi biota yang hidup pada wilayah tersebut. Bengen (2000) dalam Supardjo (2008) mengatakan bahwa serasah yang jatuh diperairan menjadi sumber makanan bagi

(7)

et al., (2012) mengatakan bahwa manfaat ekonomi dan sosial mangrove berfungsi

sebagai penyedia kayu, bahan baku obat-obatan dan lainnya, sehingga hutan mangrove banyak memberikan manfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu kita

harus menjaga kelestarian ekosistem mangrove agar tetap berfungsi secara berkelanjutan.

2.5 Sedimen

Sedimen adalah pecahan material yang berasal dari pecahan-pecahan batuan yang mempunyai ukuran dari yang besar (boulder) sampai yang sangat halus (koloid). Bentuk dari sedimen sangat beragam mulai dari bulat, lonjong sampai persegi. Umumnya sedimen bergerak secara bergulung, meluncur dan meloncat yang disebut angkutan muatan dasar (bedload transport), sedangkan sedimen melayang disebut angkutan muatan layang (suspendedload transport). Material dari sedimen adalah kuarsa, begitu partikel sedimen terlepas maka akan terangkut oleh gaya gravitasi, angin dan air (Anasiru, 2006).

Menurut sumber asalnya angkutan sedimen dibedakan menjadi muatan material dasar (bed material load) dan muatan bilas (wash load), sedangkan menurut mekanisme pengangkutannya, angkutan sedimen dibedakan menjadi muatan sedimen melayang (suspended load) dan muatan sedimen dasar (bed load) (Soewarno, 2000). Menurut Khatib et al., (2013) Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang dibedakan menjadi empat yaitu:

(8)

2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang berasal dari cangkang, biota-biota laut dan sisa-sisa organisme yang hidup serta bahan-bahan organik yang

terdekomposisi.

3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam laut yang membentuk partikel tidak larut dan tenggelam ke dasar laut. Contoh sedimen ini adalah magnetite, phosphorit dan glaukonit.

4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang berasal dari berbagai sumber yang masuk ke laut melalui udara atau angin. Sedimen ini dapat berasal dari aktivitas vulkanik, luar angkasa atau berbagai partikel yang terbawa angin. Material dari aktivitas vulkanik bisa berukuran halus seperti debu vulkanik, atau fragment aglomerat sedangkan material yang berasal dari luar angkasa bisa merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak diatmosfir dan masuk kelaut.

Menurut Khatib et al., (2013) Sifat-sifat sedimen dapat mempengaruhi transpor sedimen itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi transpor sedimen antara lain:

1. Karakteristik material sedimen (distribusi dan gradasi butir, faktor kohesifitas bentuk, ukuran, rapat massa, dan sebagainya).

2. Karakteristik gelombang dan arus (arah dan kecepatan angin, posisi pembangkitan gelombang, pasang surut, dan kondisi topografi pantai yang bersangkutan).

2.6 Transpor Sedimen Melayang

(9)

pantai merupakan salah satu penyebab utama proses erosi dan sedimentasi di daerah pantai. Gelombang yang datang ke arah pantai menyebabkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh pada proses erosi dan sedimentasi (Wibowo, 2012).

Arus sangat berperan dalam pengangkutan sedimen didaerah pantai karena berfungsi sebagai pembawa sedimen dan pengerosi. Arus yang bekerja untuk membawa sedimen adalah arus yang dipengaruhi oleh hempasan gelombang. Arus pantai ini ditentukan oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai (Hutabarat dan Evans, 1985 dalam Wibowo, 2012).

Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya permukaan air laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik antara bulan dan matahari. Arus pasang surut berperan terhadap penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pada saat pasang akan menyebabkan sedimen ke dekat pantai sedangkan pada saar surut akan

menyebabkan majunya sedimentasi kearah laut lepas. Arus ini umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak bisa mengangkut sedimen yang berukuran besar (Nontji, 2002).

Gambar 2.2 Mekanisme transpor sedimen (A= Suspension, B= Saltation, C=

(10)

Nurhafny (2011) mengatakan bahwa pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya, sebagai tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Proses dinamis pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transpor, yang didefinisikan sebagai gerak sedimen di daerah dekat pantai (nearshore zone). Sedimen dapat diangkut dengan 3 cara:

1. Suspension; umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil

ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.

2. Bedload; terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkahan) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan partikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inersia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan tersebut bisa

menggelinding, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan yang lainnya.

3. Saltation; umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

Sedimen melayang merupakan sedimen yang dipengaruhi oleh gaya

turbulensi dan akan tetap melayang untuk jangka waktu yang lama. Pada kebanyakan sungai, transpor sedimen yang utama adalah sedimen melayang (Yang, 1996). Aspek sedimen melayang terdiri dari partikel-partikel lanau (slit) dan lempung (clay) yang berada pada sebuah kaitan suspense dalam kurun waktu yang lama. Hal tersebut mengakibatkan kekeruhan pada aliran. Suatu saat partikel-partikel ini akan

(11)

memerlukan waktu yang relatif lama dalam proses pengendapannya, karena sifatnya melayang dalam kurun waktu tertentu akibat efek turbulensi aliran.

Padatan melayang juga merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap secara langsung. Ukuran diameter padatan melayang >1 µm yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter 0,45 (Uneputty dan Tupan, 2009).

Sedimen melayang memainkan peran penting pada sebuah muara karena menyediakan habitat bagi organisme bentik, menyerap transpor zat beracun, dan mengurangi cahaya yang masuk ke perairan. Padatan suspensi sedimen kohesif dapat menghambat penetrasi cahaya, mempengaruhi fotosintesis dan menyebabkan

Gambar

Gambar 2.1 Zonasi Mangrove (Bengen, 2001)
Gambar 2.2 Mekanisme transpor sedimen (A= Suspension, B= Saltation, C=        Bedload) (Google, 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

Selain itu hal lain yang dapat disarankan yaitu perlu pengamatan tingkat kesukaan panelis terhadap irisan bit sebelum uji organoleptik dilakukan serta koefisien

Terkait dengan hal tersebut, maka salah satu upaya dari P3M adalah dengan melaksanakan sebuah Program Penguatan Budaya Penelitian dalam bentuk penugasan semi-kompetisi

fenomena di atas yang memerlukan pengkajian lebih lanjut maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian lebih dalam dengan judul: “ Pengaruh

Akan tetapi apabila ada yang memakai kain sampai melebihi kaki atau menyentuh tanah, lantai dan sebagainya, itu jelas dilarang menurut hadis tersebut karena sombong namun

Naskah Tengul karya Arifin C. Noer tidak memberikan penjelasan tentang usia dari tokoh Korep. Akan tetapi, dari jalinan cerita.. menunjukkan usianya adalah separuh

[r]

Strategi 1 : Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan yang