• Tidak ada hasil yang ditemukan

Awal Pecahnya Perang Badar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Awal Pecahnya Perang Badar"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Awal Pecahnya

Perang Badar

(2)

Hadits ke-15

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda

kepada seseorang yang menyertai beliau pada waktu perang Badar: "Pulanglah, aku tidak

akan pernah meminta bantuan orang musyrik." Riwayat Muslim.

Hadits ke-18

(3)

Peperangan Badar al-Kubra (1)

Kemudian Rasulullah SAW., mendengar berita kafilah Abu Sofyan yang baru kembali dari Syam bersama kafilah besar Quraisy yang membawa harta benda dan barang dagangan mereka. Jumlah anggota kafilah itu lebih kurang tiga puluh atau empat puluh orang Quraisy. Diantaranya adalah Makhramah bin Naufal dan Amru bin Al-Ash. Kaum muslimin pun keluar untuk menghadang mereka. Rasulullah berkata, “Ini adalah kafilah Quraisy yang membawa harta melimpah, hadanglah mereka, mudah-mudahan Allah

menganugerahi harta rampasan perang kepada kalian." Maka orang-orangpun tergerak keluar. Ada yang merasa ringan dan yang merasa berat. Karena mereka tidak mengira bahwa Rasulullah akan mencetuskan peperangan.

Ketika Abu Sofyan hampir mendekati wilayah Hijaz, ia mencari-cari informasi. Ia bertanya kepada setiap rombongan yang dijumpainya. Didorong perasaan khawatir terhadap nasib rombongannya. Hingga akhirnya ia mendengar berita dari salah satu rombongan

bahwasanya Muhammad telah mengerahkan sahabat-sahabatnya untuk menghadang kafilah dagangnya. Berhati-hatilah kalian! demikian pesan mereka. Maka ia pun menyewa Dhamdham bin Amru Al-Ghifaari dan mengutusnya ke Makkah serta memerintahkannya agar menemui pemuka Quraisy supaya mereka mengerahkan pasukan untuk mengawal barang dagangan mereka. Dan menyampaikan berita kepada mereka bahwa Muhammad SAW., bersama sahabatnya berusaha menghadang

kafilahnya. Maka Dhamdham bin Amru segera berangkat ke Makkah.

Tiga hari sebelum Dhamdham tiba di Makkah 'Atikah binti Abdul Muththtalib bermimpi melihat sesuatu yang sangat mengejutkannya. Ia menemui Al-Abbas bin Abdul Muthalib, saudaranya, dan berkata kepadanya, "Wahai saudaraku, demi Allah tadi malam aku bermimpi melihat sesuatu yang sangat mengejutkanku. Aku khawatir kaummu akan tertim-pa keburukan dan musibah. Rahasiakanlah mimpi yang kuceritakan padamu ini.

Al-Abbas berkata, "Apa yang engkau lihat?" 'Atikah berkata, "Aku melihat seorang pria datang dengan menunggang unta lalu berhenti di Abthah. Kemudian ia berteriak

sekeras-kerasnya: "Bersiagalah kalian menghadapi pertempuran wahai kaum dalam tiga hari ini!" Aku lihat orang-orang datang mengerumuninya, kemudian ia memasuki Masjidil Haram sementara orang-orang mengikutinya. Ketika mereka mengerumuninya, tiba-tiba untanya berdiri di atas punggung Ka'bah dan menyerukan seperti seruannya tadi:

"Bersiagalah kalian menghadapi pertempuran wahai kaum dalam tiga hari ini!" Kemudian unta itu berdiri di atas puncak gunung Abu Qubeis dan berseru seperti itu. Kemudian ia meraih sebongkah batu besar lalu melemparkannya ke bawah. Sampai di bawah batu itu terpecah belah sehingga tidak satu pun rumah di Makkah melainkan terkena serpihan batu tersebut."

,

Al-Abbas berkata, "Demi Allah ini adalah mimpi yang benar! Raha-siakanlah mimpi itu dan jangan ceritakan kepada siapapun."

Kemudian Al-Abbas pergi dan bertemu dengan Al-Walid bin Utbah bin Rabi'ah, salah seorang temannya. Al-Abbas menceritakan mimpi itu kepadanya dan memintanya supaya merahasiakannya. Lalu Al-Walid menceritakannya kepada ayahnya, yakni Utbah. Lalu menyebarlah cerita tersebut di seantero kota Makkah sehingga menjadi bahan pembicaraan di kalangan kaum Quraisy, khususnya dalam majelis mereka.

(4)

bin Hisyam bersama sejumlah orang Quraisy sedang duduk-duduk membicarakan perihal mimpi 'Atikah.

Demi melihatku Abu Jahal berkata: "Hai Abul Fadhl, datanglah ke-mari setelah engkau mengerjakan thawaf." Selesai thawaf, aku pun mendatangi mereka dan duduk bersama mereka. Abu Jahal berkata kepadaku: "Hai bani Abdul Muthalib, kapankah terjadi

peristiwa itu?"

“Peristiwa apakah itu?” tanyaku.

“Mimpi yang dilihat oleh ‘Atikah!” serunya. “Apa yang dilihat olehnya?” tanyaku lagi.

Ia berkata, “Hai bani Abdul Muthalib, tidak adakah kaum lelaki yang melihat mimpi seperti itu hingga kaum wanita kalian yang melihat-nya?" 'Atikah melihat dalam mimpi, katanya, "Bersiap siagalah dalam tiga hari ini!" Kami tunggu dalam tiga hari ini! Jika benar apa katanya itu, berarti peristiwa itu benar-benar terjadi. Jika dalam tiga hari ini tidak terjadi sesuatu maka kami akan mencap kalian sebagai keluarga paling besar kebohongannya di tanah Arab!”

Al-Abbas berkata, “Demi Allah, hal itu bukanlah masalah besar bagiku! Aku pun tidak mempercayainya. Aku menyanggah kalau ‘Atikah melihat sesuatu dalam mimpinya.” Kemudian kami pun berpisah. Petang harinya seluruh kaum wanita bani Abdul Muthalib mendatangiku dan berkata, “Mengapa engkau biarkan si fasik itu melecehkan kaum lelaki kita, kemudian ia juga melecehkan kaum wanita kita sedang engkau

men-dengarnya. Namun tidak sedikitpun engkau tergerak untuk membantah apa yang engkau dengar itu!”

Aku menjawab, “Demi Allah, hal itu telah aku lakukan, kukatakan padanya bahwa hal itu bukanlah masalah besar bagiku! Demi Allah aku akan menantangnya dan jika ia

mengulangi ucapannya niscaya aku akan membantahnya!”

Pada hari ketiga setelah mimpi 'Atikah itu aku pun berangkat dengan perasaan marah. Menurutku ada satu urusan yang terluput dan mesti aku selesaikan dengannya. Aku masuk ke dalam Masjid dan melihat Abu Jahal di situ. Demi Allah, ketika aku berjalan mendatanginya untuk memberinya pelajaran agar ia meralat kembali apa yang telah dikatakan-nya kemarin. Abu Jahal adalah seorang yang berperawakan kurus, keras wajahnya, tajam bicaranya dan tajam pandangannya. Tiba-tiba ia keluar dari pintu masjid dengan tergesa-gesa. Dalam hatiku bertanya: "Ada apa gerangan dengannya? Semoga Allah melaknatnya! Apakah ia sengaja melarikan diri karena takut cercaanku?"

Ternyata ia mendengar sesuatu yang belum kudengar. Ia mendengar suara Dhamdham bin Amru Al-Ghifaari menyeru di atas lembah sembari berdiri di atas untanya. Ia

memotong hidung untanya, membalikkan pela-nanya dan mengoyak bajunya. Ia berteriak: "Wahai sekalian kaum Qu-raisy! Bencana besar telah menunggu! Bencana besar telah menunggu! Harta-harta kalian yang dibawa oleh Abu Sofyan telah dihadang oleh Muhammad bersama sahabat-sahabatnya! Menurutku kalian harus segera

menyusulnya! Tolonglah dia! Tolonglah dia!"

(5)

pasukan Abdullah bin Jahsy) Demi Allah! Sekali-kali tidak! Mereka akan rasakan nanti!"

Ketika itu kaum Quraisy hanya memiliki dua pilihan: Berangkat pe-rang atau mengutus seseorang sebagai gantinya! Ternyata seluruh kaum Quraisy berangkat perang, tidak ada tokoh-tokohnya yang tertinggal, kecuali Abu Lahab bin Abdul Muthalib, ia mengutus Al-Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai gantinya. Al-Al-Ash memiliki utang kepada Abu Lahab sebesar empat ribu dirham, namun ia tidak sanggup melunasinya, maka sebagai penebus utangnya itu ia menggantikan posisi Abu Lahab.

Dan Umayyah bin Khalaf telah berniat untuk tinggal. Dia adalah seorang yang telah berusia lanjut, bertubuh gemuk hingga susah bergerak. Lalu Uqbah bin Abi Mu'aith datang menemuinya, ketika itu ia sedang duduk di Masjidil Haram di tengah-tengah kaumnya sambil menikmati dupa yang berisi api di hadapannya. Uqbah berkata kepadanya, "Hai Abu Ali, nikmatilah dupa itu, karena engkau ini seperti wanita!"

Umayyah menjawab, "Semoga Allah memburukkan engkau dan apa yang engkau katakan tadi!" Lalu dia pun mempersiapkan diri dan ikut keluar bersama pasukan.

Setelah mempersiapkan bekal dan telah sepakat untuk memulai perjalanan, mereka teringat peperangan mereka dengan Bani Bakr bin Abdi Manaat. Mereka berkata, "Kita khawatir mereka akan menyerang dari belakang!" Masalah itu hampir-hampir saja menahan gerak mereka. Lalu menjelmalah iblis dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ju'syum Al-Madlaji dan berkata kepada mereka: "Aku jamin Kinanah tidak akan menyerang dari belakang!"

Mendengar itu mereka pun langsung bergegas keluar. Rasulullah SAW keluar di awal bulan Ramadhan bersama sahabat-sahabat beliau. Rasul menyerahkan kepemimpinan shalat jamaah kepada Amru bin Ummi Maktum RA. Setibanya di Rauhaa' beliau

memerintahkan Abu Lubabah kembali ke Madinah untuk menggantikan beliau. Beliau menyerahkan panji kepada Mush'ab bin Umeir RA, panji itu berwarna putih. Di hadapan Rasulullah terdapat dua buah bendera berwarna hitam, satu dipegang oleh Ali bin Abi Thalib dan satunya lagi dipegang oleh salah seorang Anshar.

Pada saat itu unta yang dimiliki oleh para sahabat nabi berjumlah tujuh puluh ekor unta. Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib dan Martsad bin Abi Martsad menunggangi satu unta. Hamzah bin Abdil Muthalib, Zaid bin Haritsah, Abu Kabsyah dan Anasah Maula Rasulullah menunggangi satu unta. Sementara Abu Bakar, Umar dan Abdurrahman bin Auf

menunggangi satu unta.

Beliau berjalan dari Madinah menuju Makkah melewati Naqab Ma-dinah, lalu melewati Al-'Aqiq, kemudian Dzulhulaifah, kemudian mele-wati Ulaatul Jaisy. Kemudian beliau melewati wilayah Turban, kemudian Malal, kemudian Ghamis Al-Hamam di daerah Maryain. Kemudian be-liau melewati Shukhairaatul Yamaam, kemudian masuk wilayah As-Sa-yaalah kemudian Fajjir Rauhaa' kemudian memasuki daerah Syanuukah. Ketika beliau dan pasukan sampai di 'Irq Zhabiyyah mereka bertemu dengan seorang Arab badui dan bertanya kepadanya tentang situasi Makkah. Namun mereka tidak dapat mengorek keterangan darinya. Para saha-bat berkata kepadanya: "Ucapkanlah salam kepada Rasulullah!"

(6)

Ia berkata: "Jika engkau benar-benar utusan Allah maka sebutkanlah kepadaku apa yang ada di dalam perut untaku ini!"

Salamah bin Salamah bin Waqsy berkata kepadanya, "Jangan tanya Rasulullah, kemarilah biar aku jawab pertanyaan engkau itu! Engkau menggagahinya lalu dalam perutnya itu ada seekor bayi unta yang berasal dari benihmu!"

Rasulullah SAW berkata, "Diamlah, engkau telah berkata keji terhadap-nya!" Rasulullah lantas berpaling dari Salamah.

Kemudian Rasulullah SAW singgah di tempat bernama Sajasaj, yaitu telaga Rauhaa', kemudian bergerak hingga ketika sampai di Munsharif beliau berbelok ke ke kanan, melewati An-Naziyah menuju Badar. Beliau menyusuri pinggiran daerah tersebut hingga melintasi sebuah lembah bernama Ruhqaan. Yaitu tempat yang terletak di antara An-Naziyah dan perbatasan Shafraa'. Kemudian beliau tiba di perbatasan Shafraa'. Setibanya di sana beliau melanjutkan perjalanan hingga ketika hampir mema-suki Shafraa' beliau mengutus Basbas bin Amru Al-Juhani dan Adi bin Abi Zaghbaa' Al-Juhani ke Badar untuk mencari informasi tentang Abu Sofyan bin Harb dan rombongannya. Setelah mengutus keduanya Ra-sulullah SAW dan pasukan segera bergerak.

Kemudian beliau mendengar berita tentang pasukan Quraisy yang bergerak untuk melindungi kafilah dagang mereka. Beliau mengajak para sahabat bermusyawarah. Beliau menceritakan tentang pasukan Quraisy tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA., bangkit dan mengucapkan perkataan yang sangat baik. Kemudian bangkit pula Al-Miqdaad bin Amru RA dan berkata, "Wahai Rasulullah, teruskanlah perjalanan menurut yang telah Allah perintahkan kepadamu, kami selalu menyertaimu. Demi Allah kami tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa: “Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (Al-Maidah: 24)

Akan tetapi kami mengatakan, "Pergilah berperang kami akan menyertaimu berperang! Demi Allah yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sekiranya engkau membawa kami ke Barkil Ghimaad, niscaya kami akan mengikutimu hingga engkau sampai ke tujuan!"

Rasulullah SAW., mengucapkan kata-kata yang baik kepadanya dan mendoakannya. Kemudian Rasulullah berkata: "Kemukakanlah pendapat kalian wahai sahabat-sahabaku!" maksud beliau adalah kaum Anshar. Karena mereka adalah mayoritas dari anggota pasukan. Dan ketika membaiat beliau di Aqabah mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami tidak bertanggung jawab atas keselamatanmu hingga engkau tiba di negeri kami. Dan jika engkau telah tiba di negeri kami maka engkau berada dalam perlindungan kami. Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi anak dan istri kami."

Rasulullah SAW., khawatir kaum Anshar beranggapan mereka tidak wajib melindungi beliau kecuali bila musuh menyerbu beliau di Madinah dan beranggapan bahwa mereka tidak wajib berperang melawan musuh beliau ke luar daerah. Setelah Rasulullah

mengucapkan hal itu, Sa'ad bin Mu'adz pun angkat bicara: "Demi Allah, sepertinya yang engkau maksud adalah kami, kaum Anshar, wahai Rasulullah?"

"Benar!" kata beliau.

(7)

bersaksi bahwa agama yang engkau bawa adalah haq dan kami telah memberi sumpah setia untuk selalu patuh dan taat. Teruskanlah perjalanan ini wahai Rasulullah, kami akan selalu menyertaimu. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sekiranya engkau menawarkan kepada kami untuk mengarungi samudera luas ini niscaya kami akan mengarunginya bersamamu, tidak ada seorang pun dari kami yang tertinggal. Kami tidak merasa keberatan berperang melawan musuh kita besok hari. Kami adalah kaum yang paling teguh dalam peperangan dan paling setia saat berhadapan dengan lawan. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan kepadamu

persembahan terbaik dari kami yang membuat engkau gembira. Berjalanlah bersama kami dengan keberkahan dari Allah!"

Rasulullah SAW., sangat gembira mendengar penuturan Sa'ad tadi dan memompa semangat pasukan, beliau berkata: "Berjalanlah dan sambutlah kabar gembira,

sesungguhnya Allah telah menjanjikanku dua kelompok * dan demi Allah seolah-olah saat ini aku sedang melihat kehancuran mereka! (* Kelompok pertama adalah kafilah dagang kaum Quraisy yang membawa barang-barang dagangan yang sangat banyak, di dalam kafilah itu terdapat Abu Sofyan dan Amru bin Al-Ash. Dan kelompok kedua adalah pasukan yang dikerahkan oleh Abu Jahal, mereka memiliki kekuatan dan jumlah yang sangat banyak.)

Kemudian beliau singgah di sebuah tempat dekat Badar. Lalu beliau berangkat bersama salah seorang sahabat (Abu Bakar Ash-Shiddiq) hingga beliau bertemu dengan

seseorang yang sudah berusia lanjut. Beliau bertanya kepadanya tentang keadaan kaum Quraisy dan tentang keadaan Muhammad SAW., dan sahabat-sahabatnya. Orang tua itu berkata: "Aku tidak akan memberitahu kalian sehingga kalian menyebutkan identitas kalian berdua!" Rasulullah berkata: "Kami akan beritahu bila engkau memberitahu kepada kami!"

"Benarkah demikian?" katanya. "Benar!" jawab beliau. Orang tua itu berkata: "Menurut berita yang sampai kepadaku, Muhammad dan saha-bat-sahabatnya berangkat pada hari ini. Jika berita itu benar maka mereka telah sampai di tempat ini." Persis di tempat Rasulullah dan pasukan beliau berada sekarang.

Kemudian ia berkata: "Menurut berita yang sampai kepadaku kaum Quraisy berangkat pada hari ini. Jika berita itu benar maka mereka telah sampai di tempat ini." Persis di tempat pasukan kaum Quraisy berada sekarang. Setelah memberitahu hal itu ia

bertanya: "Darimanakah kalian berdua?" Rasulullah SAW., menjawab: "Kami berasal dari air!" kemudian be-liau pergi. Orang tua itu berkata: "Apakah berasal dari mata air Iraq?"

Kemudian Rasulullah kembali menemui pasukan. Sore harinya beliau mengutus Ali bin Abi Thalib, Az-Zubeir bin Al-Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash beserta beberapa orang sahabat lain ke mata air Badar untuk mengamati situasi. Mereka menemukan unta milik kaum Quraisy sedang minum yang dikawal oleh Aslam, seorang budak Bani Al-Hajjaj dan 'Aridh Abu Yasaar, seorang budak Bani Al-Ash bin Sa'id. Mereka menangkap dan

menginterogasi kedua budak itu. Saat itu Rasulullah SAW., sedang mengerjakan shalat. Kedunya berkata: Kami adalah pengambil air pasukan Quraisy, mereka mengutus kami untuk mengambil air buat mereka."

(8)

shalat-nya, beliau berkata: "Mengapa kalian pukul kedua budak itu setelah memberi pengakuan jujur lalu kalian biarkan setelah keduanya memberi pengakuan dusta?" Benarlah kata mereka berdua, mereka berdua memang berasal dari pasukan Quraisy! Ceritakanlah kepadaku tentang pasukan Quraisy? Mereka berkata: "Demi Allah. Mereka sekarang berada di balik bukit yang kalian lihat ini, di pinggir lembah yang jauh." Rasulullah SAW., bertanya kepadanya, "Berapakah jumlah mereka?"

"Kami tidak tahu" kata mereka berdua. "Berapa ekor unta yang mereka sembelih tiap hari?"

"Sembilan atau sepuluh unta setiap hari" jawab keduanya. Rasulullah berkata: "Mereka berjumlah sekitar sembilan ratus atau seribu orang." Kemudian beliau berkata kepada mereka berdua: "Siapakah pemuka Quraisy yang ikut serta?"

Keduanya menjawab, "Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abul Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuweilid, Al-Harits bin Amir bin Naufal, Thu'aimah bin Adi bin Naufal, An-Nadhr bin Al-Harits, Zam'ah bin Al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nabih dan Munabbih ibnul Hajjaj, Suheil bin Amru dan Amru bin Abdi Wudd."

Rasulullah SAW menghadap kepada para sahabat lalu berkata: "Makkah telah mengerahkan putra-putra pilihannya!"

Saat itu Basbas bin Amru dan Adi bin Abi Zaghbaa' sudah tiba di Badar. Mereka

menambatkan unta di sebuah anak bukit dekat mata air, kemudian keduanya mengambil kantung air untuk diisi. Sementara saat itu Majdi bin Amru Al-Juhani sedang berada di situ. Adi dan Basbas mendengar dua wanita kampung sedang menimba air. Salah seorang wanita berkata kepada sahabatnya, "Sesungguhnya kafilah akan datang besok atau besok lusa, aku mau bekerja untuk mereka, kemudian aku akan melunasinya untukmu." Majdi berkata: "Kalian benar!" Kemudian ia membantu kedua wanita itu. Pembicaraan itu didengar oleh Basbas dan Adi. Mereka segera menunggang unta dan bergerak menemui Rasulullah SAW lalu mengabarkan apa yang telah mereka dengar. -bersambung-

(9)

Peperangan Badar al-Kubra (2)

Abu Sofyan terus bergerak maju dengan hati-hati sehingga sampai di mata air. Ia berkata kepada Majdi bin Amru: "Apakah engkau mencurigai seseorang di sini?" Majdi menjawab: "Tidak, aku tidak melihat seorang pun yang mencurigakan, hanya saja aku melihat dua orang penung-gang yang menambatkan untanya di bukit kecil itu, mereka mengisi kantung air lalu pergi.

Abu Sofyan mendatangi bukit kecil tempat mereka menambatkan unta lalu memeriksa kotoran unta mereka, ternyata ia dapati biji kurma. Abu Sofyan berkata: "Demi Allah, ini adalah makanan hewan di Yatsrib (Madinah)!" Ia segera kembali menemui

rekan-rekannya lalu mengarahkan kafilahnya menelusuri jalan pantai. Ia berbelok ke kanan menjauhi Badar dan mempercepat langkahnya.

Setelah melihat keadaan mereka sudah aman Abu Sofyan mengutus seseorang menemui pasukan Quraisy untuk mengabarkan: "Sesungguhnya kalian keluar untuk melindungi kafilah, orang-orang dan harta kalian, dan Allah telah menyelamatkannya, maka kembalilah!"

Abu Jahal bin Hisyam berkata: "Demi Allah kami tidak akan kem-bali hingga tiba di Badar!" Badar adalah salah satu pasar tahunan orang-orang Arab. "Kami akan tinggal di sana selama tiga hari, menyembelih unta, menghidangkan makanan, meminum khamr dan mendengarkan para biduanita berdendang. Orang-orang Arab telah mendengar tentang kepergian kami bersama pasukan. Setelah ini mereka pasti takut kepada kami selama-lamanya, maka teruskanlah perjalanan." lanjut Abu Jahal.

Pasukan Quraisy pun terus bergerak hingga sampai di pinggir lem-bah yang jauh. Lalu Allah menurunkan hujan dari langit, ketika itu lem-bah dalam keadaan becek. Rasulullah SAW., dan para sahabat mendapat bagian tanah yang padat dan keras sehingga tidak menghalangi pergerakan mereka. Sementara pasukan Quraisy mendapat bagian tanah yang lembek sehingga tidak mampu untuk bergerak maju. Akhirnya Rasulullah dapat mendahului mereka tiba di mata air. Sesampainya di tepi mata air beliau turun di situ.

Al-Habbab bin Al-Mundzir berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Allah yang memerintahkan tuan untuk turun di tempat ini sehingga kita tidak boleh maju maupun mundur darinya, ataukah siasat perang sema-ta?" Rasulullah menjawab: "Hanya siasat perang!"

Al-Habbab melanjutkan: "Wahai Rasulullah, tempat ini kurang baik, alangkah baiknya jika kita menempati tempat di tepi seberang sana yang dekat kepada pasukan Quraisy. Kita tutup sumur di belakangnya dan kita bangun telaga lalu kita isi air sebanyak-banyaknya, dan dari tempat itu kita menghadapi mereka. Kita dapat minum sementara mereka tidak." Rasulullah SAW., berkata: "Sungguh tepat pendapatmu itu."

Maka Rasulullah dan para sahabat mengambil tempat di seberang mata air lalu menutup sumur dan membangun telaga di atasnya lalu mereka isi air sampai penuh. Mereka ciduki telaga itu dengan bejana-bejana mereka.

(10)

hewan kendaraan itu untuk menyusul orang-orang kita yang tertinggal di belakang. Wahai nabi Allah, ada sejumlah orang yang tertinggal di bela-kang, kami bukanlah orang yang lebih dalam cintanya kepadamu diban-ding mereka. Sekiranya mereka tahu engkau bakal menghadapi peperang-an tentu mereka tidak akan tertinggal di belakang. Allah akan melin-dungimu melalui mereka. Mereka pasti berlaku tulus terhadapmu dan berjihad bersamamu." Rasulullah SAW., memujinya dengan kata-kata yang baik dan mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian dibangunlah bangsal untuk Rasulullah.

Pagi harinya kaum Quraisy mulai bergerak. Ketika melihatnya Rasulullah SAW., segera menuruni Al-'Aqanqal –sebuah bukit pasir di lembah tersebut–. Rasulullah berkata: "Ya Allah, itu pasukan Quraisy telah da-tang dengan segala kesombongan dan

keangkuhannya! Mereka hendak menantangMu dan mendustakan RasulMu. Ya Allah, turunkanlah pertolongan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakanlah mereka besok!"

Tibalah pasukan Quraisy di Badar, beberapa orang dari mereka men-datangi telaga yang dibangun oleh Rasulullah dan para sahabat. Diantara mereka terdapat Hakim bin Hizam. Rasulullah berkata: "Biarkanlah mereka!"

Orang-orang yang minum dari telaga Rasulullah saat itu menemui kematiannya pada peperangan ini kecuali Hakim bin Hizam, dia lah satu-satunya yang selamat. Kemudian ia masuk Islam dan menjadi baik ke-Islamannya. Setelah itu apabila ia sungguh-sungguh bersumpah ia berka-ta: "Demi Allah yang telah menyelamatkanku pada peperangan Badar!"

Setelah keadaan tenang, kaum Quraisy mengutus Umeir bin Wahab Al-Jumahi, mereka berkata kepadanya: "Perkirakanlah berapa jumlah pasukan Muhammad!"

Ia pun menunggangi kudanya mengelilingi pasukan kemudian kem-bali dan berkata: "Jumlah mereka lebih kurang tiga ratus orang! Akan tetapi biar aku lihat apakah ada pasukan yang tersembunyi atau bala bantuan bagi mereka?"

Ia pun menunggangi kudanya menjauhi lembah. Ternyata ia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Lalu kembali dan berkata: "Aku tidak melihat sesuatu yang

mencurigakan. Akan tetapi wahai sekalian Quraisy! Aku melihat balaaya (Bentuk jamak dari perkataan baliyyah, artinya unta-unta atau hewan-hewan yang diikat di kuburan tidak makan dan tidak minum hingga mati) (unta-unta) yang membawa kematian! Unta-unta Yatsrib yang membawa kematian yang tidak bisa dielakkan. Satu kaum yang tidak memiliki pertahanan dan tempat melarikan diri (perlindungan) selain pedang mereka! Demi Allah, setiap orang yang terbunuh dari mereka pasti membunuh salah seorang dari kalian! Jika dengan jumlah mereka yang sedikit itu mereka berhasil mengalahkan kalian maka tidak ada lagi kehidupan yang enak setelah itu! Oleh karena itu pikirkanlah matang-matang!"

Mendengar penuturannya itu Hakim bin Hizam menemui orang-orang. Ia mendatangi Utbah dan berkata: "Wahai Abul Walid, engkau adalah pembesar Quraisy dan salah satu pemimpin yang ditaati! Maukah kebaikanmu selalu dikenang hingga akhir zaman.?"

"Apa itu hai Hakim?" tanya Utbah. Hakim berkata: "Kembalilah bersama pasukan dan selesaikanlah tebusan sekutumu, yakni Amru bin Al-Hadhrami."

(11)

dan akulah yang menanggung tebusannya dan harta-nya yang diambil. Datangilah Ibnul Hanzhaliyah (Abu Jahal bin Hisyam, ibunya anak dari Hanzhalah bin Malik). Aku tidak khawatir orang-orang akan berselisih tentangnya!" jawab Utbah.

Maka Utbah pun bangkit dan berbicara: "Wahai sekalian kaum Quraisy, demi Allah apa yang kalian lakukan bila mengalami kekalahan dalam menghadapi Muhammad dan pasukannya? Demi Allah sekiranya kalian menang maka kita saling memandang dengan perasaan benci sambil menggerutu "Ia telah membunuh sepupunya, telah membunuh keponakannya atau anggota keluarganya sendiri". Biarkanlah Muhammad menghadapi kabilah Arab yang lain. Bila mereka berhasil mengalahkan Muhammad maka itulah yang kalian harapkan. Jika yang terjadi selain itu, kalian telah selamat dan terhindar dari musibah yang tidak kalian inginkan darinya."

Hakim berkata: "Aku bergegas menemui Abu Jahal, saat itu ia tengah mempersiapkan pakaian perangnya. Kukatakan padanya: "Hai Abul Hakam, sesungguhnya Utbah

mengutusku menemuimu untuk urusan ini!" yakni masalah yang diutarakannya tadi. Abu Jahal berkata: "Demi Allah, kembang kempis dadanya (Kinayah dari rasa takut) karena melihat Muhammad dan pasukannya. Demi Allah sekali-kali tidak! Kita tidak akan kembali hingga Allah memutuskan siapakah yang menang, kita atau Muhammad! Seharusnya Utbah tidak mengatakan perkataan seperti itu! Namun ia melihat Muhammad dan pasukannya hanya sedikit sementara di antara mereka terdapat anaknya! Ia hanyalah menakut-nakuti kalian saja!"

Lalu ia mengutus seseorang kepada Amir bin Al-Hadhrami untuk mengatakan: "Sekutumu (yakni Utbah) menghendaki pasukan ini kembali ke Makkah! Sementara engkau hendak membalas dendam! Bangkit dan teriakkanlah hakmu (Yakni tuntutlah kepada bangsa Quraisy perjanjian mereka kepadamu. Mereka adalah tetangga dan sekutu (Amr bin Al-Hadhrami) dan darah saudaramu!

Maka bangkitlah Amir bin Al-Hadhrami dan berdiri di tengah orang banyak sambil berteriak: "Duhai Amru! Duhai Amru!

Spontan saja berkobarlah semangat pasukan, tekad mereka semakin menyala-nyala dan mereka semua bersatu di atas keburukan. Kacaulah apa yang diserukan oleh Utbah kepada mereka!

Al-Aswad bin Abdil Asad Al-Makhzumi maju ke depan –ia adalah seorang lelaki yang buruk perangainya– sambil berkata: "Aku bersumpah akan meminum air dari telaga mereka. Akan kuhancurkan telaga itu meski aku harus terbunuh! Tantangannya itu disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Ketika keduanya saling berhadapan Hamzah menebas kakinya hingga terbelah dua dan terpental jauh. Sementara ia masih berada jauh dari telaga. Ia pun tumbang sementara kakinya mengucurkan darah ke arah teman-temannya. Kemudian ia merangkak menuju telaga dan berusaha menceburkan diri ke dalamnya. Ia hendak melaksanakan sumpahnya. Namun Hamzah mengejarnya lalu menebasnya dengan pedang. Maka terbunuhlah Al-Aswad di telaga itu.!

(12)

"Siapakah kalian?" tanya mereka. "Kami adalah pemuda kaum An-shar!" jawab sahabat. "Kami tidak berkeinginan melawan kalian!" sahut mereka. Lalu salah seorang dari mereka berteriak: "Hai Muhammad, keluarkanlah orang-orang yang seimbang dengan kami dari kaum kami!"

Rasulullah SAW., berkata: "Majulah wahai Ubaidah bin Al-Harits, maju-lah wahai Hamzah dan majulah wahai Ali!" Mereka pun berkata: "Itu baru lawan yang seimbang!" Maka Ubaidah pun –ia adalah yang paling tua di antara ketiganya– meladeni Utbah bin Rabi'ah. Hamzah meladeni Syaibah bin Rabi'ah dan Ali meladeni Al-Walid bin Utbah.

Adapun Hamzah tanpa susah payah berhasil menewaskan Syaibah. Demikian juga Ali tanpa susah payah berhasil menewaskan Al-Walid. Sementara Ubaidah terlibat dalam pertarungan yang amat sengit dengan Utbah. Masing-masing dapat mencederai

lawannya. Lalu Hamzah dan Ali berbalik dan menyerang Utbah dengan pedang terhunus dan menghabisinya, kemudian keduanya membopong Ubaidah kembali ke pasukan.

Setelah itu kedua pasukan saling berhadapan dan saling mendekat. Rasulullah memerintahkan pasukan agar jangan menyerang sebelum mendapat komando dari beliau. Beliau berkata: "Jika mereka maju menyerang hujanilah mereka dengan lemparan batu!" Ketika itu Rasulullah berada di dalam bangsal bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq SAW.,.

Peperangan Badar ini terjadi pada Jum'at pagi tanggal 17 Ramadhan. Kemudian Rasulullah SAW., merapikan barisan dan kembali ke bangsal bersama Abu Bakar, tidak ada orang lain yang menyertai beliau. Rasulullah terus berdoa memohon pertolongan yang telah dijanjikan Allah kepada-nya. Beliau berdoa: "Ya Allah, jika Engkau

membinasakan pasukan ini niscaya Engkau tidak akan disembah lagi."

Abu Bakar saat itu berkata: "Wahai Nabiyullah, Allah telah memenuhi janjiNya kepadamu!"

Rasulullah SAW., sempat tertidur sejenak di dalam bangsal kemudian beliau terbangun dan berkata: "Wahai Abu Bakar, sambutlah kabar gembira, pertolongan Allah telah tiba. Malaikat Jibril telah bersiap memacu kudanya. Terlihat gumpalan debu dari arahnya!" Kemudian Rasulullah keluar dan memompa semangat pasukan, beliau berkata: "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada ditanganNya, siapa saja yang terbunuh pada hari ini karena mengharap pahala, maju berperang bukan mundur ke kebelakang, pasti Allah memasukkannya ke dalam Surga."

Mendengar itu, Umeir bin Al-Humam, saudara Bani Salamah, yang saat itu sedang makan buah kurma berkata: "Wah, wah, cuma itukah yang memisahkan diriku dengan Surga? Hanya dengan terbunuh di tangan mereka?!" Ia segera melemparkan buah kurma yang digenggamnya lalu mengambil pedang, kemudian ia maju ke depan hingga akhirnya tewas terbunuh.

Kemudian Rasulullah SAW., mengambil segenggam debu lalu mengha-dap pasukan Quraisy dan berkata: "Terhinalah wajah-wajah kalian!" kemudian beliau meniupnya ke arah mereka. Lalu beliau memberi komando kepada pasukan: "Serbu!"

(13)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA., bahwa pada saat itu Rasulullah SAW., berkata kepada para sahabat: "Aku tahu, sebagian orang dari Bani Hasyim dan lainnya keluar berperang karena terpaksa. Kita tidak perlu membunuh mereka. Siapa saja yang

bertemu dengan salah seorang Bani Hasyim, maka janganlah membunuhnya. Siapa saja yang bertemu dengan Abul Bakhtari bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad, maka janganlah membunuhnya. Siapa saja yang bertemu dengan Al-Abbas bin Abdil Muthalib, maka janganlah membunuhnya. Karena ia keluar berperang karena terpaksa."

Abu Hudzaifah berkata: "Apakah kami dibiarkan membunuh bapak-bapak kami, saudara-saudara kami dan keluarga kami lantas membiarkan Al-Abbas? Demi Allah, jika aku menemuinya niscaya akan kubunuh dengan pedangku ini!"

Sampailah perkataan ini kepada Rasulullah SAW.,. Beliau berkata kepada Umar bin Al-Khatthab RA.,: "Wahai Abu Hafsh, patutkah paman Rasulullah ditebas dengan pedang?" Umar berkata: "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk membunuh orang yang

mengatakannya! Demi Allah ia telah berbuat kemunafikan!

Setelah peristiwa itu Abu Hudzaifah berkata: "Aku tidak pernah merasa aman dari ucapan yang kukatakan saat itu. Aku senantiasa takut akibatnya, dan tidak ada cara selain kutebus dengan mati syahid!" Beliau terbunuh sebagai seorang syuhada pada peperangan Yamamah.

Para malaikat tidak pernah terlibat langsung dalam peperangan kecuali pada peperangan Badar ini. Pada peperangan lain mereka datang dalam jumlah yang sangat banyak namun tidak terlibat langsung dalam peperangan.

Setelah Rasulullah SAW., dan pasukan berhasil menaklukkan pasukan Quraisy, beliau memerintahkan agar mencari jasad Abu Jahal di antara para korban yang tewas. Ibnu Mas'ud RA., menuturkan: "Aku menyembelih kepala Abu Jahal dan membawanya ke hadapan Rasulullah. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, inilah kepala musuh Allah Abu Jahal! Rasulullah berkata: "Demi Allah, tiada ilah yang berhak disembah selain Dia!" Begitulah sumpah Rasulullah.

Aku berkata: "Benar, demi Allah yang tiada ilah yang berhak disembah selain Dia!" Kemudian aku letakkan kepala Abu Jahal di hadapan Rasulullah. Beliau memanjatkan puja dan puji kepada Allah.

Rasulullah SAW., memerintahkan agar melempar mayat-mayat tentara Quraisy itu ke sumur. Kecuali Umayyah bin Khalaf, tubuhnya membengkak dalam baju perang yang dikenakannya sehingga sulit dikeluarkan. Mereka mencoba mengeluarkannya dengan menggoyang-goyangnya, tetapi dagingnya malah rontok, akhirnya mereka biarkan. Lalu mereka timbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan. Setelah mayat-mayat itu

dilemparkan ke dalam sumur, pada malam harinya Rasulullah SAW., berdiri di samping sumur lalu berkata –perkataan beliau didengar oleh para sahabat-: "Hai penghuni sumur, hai Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Umayyah bin Khalaf, Abu Jahal...-dan

beberapa orang yang dilemparkan ke dalam sumur- Apakah kalian telah merasakan kebenaran janji Allah atas kalian? Sesungguhnya aku telah melihat kebenaran janji Allah atasku!" Kaum muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru kaum yang telah menjadi bangkai?"

(14)

Kemudian Rasulullah memerintahkan agar membagi-bagi ghanimah (harta rampasan perang) yang telah dikumpulkan. Kaum muslimin saling berselisih tentangnya. Para pengumpul ghanimah berkata: "Harta itu milik kami!"

Anggota pasukan yang terlibat peperangan berkata: "Demi Allah, kalau bukan karena perjuangan kami kalian tidak akan bisa mengumpulkannya! Kamilah yang memalingkan perhatian musuh terhadap kalian sehingga kalian bisa leluasa mengumpulkannya."

Anggota pasukan yang bertugas menjaga Rasulullah SAW., dari gang-guan musuh berkata: "Demi Allah, kalian tidaklah lebih berhak daripada kami. Demi Allah, kami telah bertekad memerangi musuh sebab Allah telah mengaruniai kami kekuatan. Dan kami pun punya kesempatan untuk mengambili harta karena tidak ada lagi yang menjaganya. Akan tetapi kami khawatir terhadap keselamatan Rasulullah dari rongrongan musuh, maka kami pun menjaga beliau. Kalian tidaklah lebih berhak daripada kami!" – Bersambung-

(15)

Peperangan Badar al-Kubra (3)

Setelah memperoleh kemenangan Rasulullah mengutus Abdullah bin Rawahah untuk menyampaikan kabar gembira kepada penduduk 'Aliyah dan Zaid bin Haritsah kepada penduduk Saafilah. Kemudian beliau bergegas kembali ke Madinah dengan membawa para tawanan. Diantara mereka terdapat Uqbah bin Abi Mu'aith dan An-Nadhr bin Al-Harits. Beliau juga membawa harta rampasan perang yang diperoleh dari kaum musyrikin. Beliau memerintahkan Abdullah bin Ka'ab bin Amru bin 'Auf untuk mengawalnya.

Beliau berjalan hingga sampai di Mudhayyiq Shafraa' beliau singgah di sebuah bukit kecil antara Mudhayyiq dan Naziyah. Di situlah beliau membagi-bagikan harta rampasan perang yang Allah berikan kepada kaum muslimin. Beliau membaginya sama rata.

Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Rau-ha' beliau bertemu dengan sebagian kaum muslimin yang mengucapkan selamat atas kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau bersama pasukan. Salamah bin Salamah berkata: "Ucapan selamat apakah yang kalian tujukan buat kami?! Demi Allah kami hanyalah menghadapi kaum yang lemah seperti unta-unta yang tertambat lalu kami datang

menyem-belihinya!"

Rasulullah hanya tersenyum mendengar perkataan tersebut. Kemu-dian beliau berkata: "Hai saudaraku, mereka adalah kelompok yang besar!"

Setibanya di Ash-Shafraa', An-Nadhr bin Al-Harits dibunuh, Ali bin Abi Thaliblah yang melaksanakan tugas membunuhnya. Kemudian pasukan kembali bergerak, setibanya di 'Irq Zhabiyyah giliran Uqbah bin Abi Mu'aith yang dibunuh. Ketika Rasulullah SAW., memerintahkan agar membunuhnya, ia berkata: "Untuk siapakah mata pedang ini hai Muhammad?"

"Untuk Neraka!" jawab beliau.

'Ashim bin Tsabit bin Abi Aqlah Al-Anshari yang melaksanakan tugas membunuhnya. Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan hingga tiba di Madinah sehari sebelum rombongan yang membawa tawanan tiba. Ketika para tawanan datang, beliau membagi-bagikannya kepada para sahabat. Beliau berpesan agar berbuat baik terhadap para tawanan.

Orang Quraisy pertama yang sampai di Makkah setelah kekalahan itu ialah Al-Haisumaan bin Abdulllah.

Orang-orang Quraisy meratapi para korban yang gugur. Kemudian mereka berkata: "Jangan meratap seperti itu, jangan sampai Muhammad dan sahabat-sahabatnya mendengar ratapan kita sehingga mereka bergembira mendengarnya. Jangan utus seorang pun untuk menebus tawanan kalian. Tundalah niat kalian itu. Jangan sampai Muhammad dan sahabat-sahabatnya menekan kalian dalam penebusan tawanan tersebut!"

(16)

pandangannya sudah lemah, ia berkata kepada seorang budaknya: "Coba lihat siapakah yang meratap itu? Apakah orang-orang Quraisy sedang meratapi korban-korban mereka yang gugur? Biar aku menangisi Abu Hakimah –yakni Zam'ah- karena dadaku sudah sesak rasanya! Sekembalinya si budak tadi ia berkata: "Itu hanyalah tangisan seorang wanita yang kehilangan untanya?" Saat itulah Al-Aswad melantunkan syair dukanya:

Apakah wanita itu menangisi untanya yang hilang Hingga ia tidak bisa tertidur pulas?

Jangan tangisi unta itu tangisilah para korban perang Badar Tangisilah Bani Husheish, Makhzum dan keluarga Abul Walid Tangisilah Uqeil dan Harits singa milik Al-Aswad

Tangisilah mereka semua janganlah engkau jemu! Sungguh Abu Hakimah memang tiada tandingannya!

Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus para tawanan. Mereka mengutus Mikraz bin Hafsh untuk menebus Suheil bin Amru. Setelah Mikraz mengemukakan maksudnya dan disetujui oleh kaum muslimin, mereka berkata: "Berikanlah tebusannya?" Mikraz ber-kata: "Ikatlah kakiku sebagai ganti dirinya, dan bebaskanlah dia hingga ia memberikan tebusannya kepada kalian. Maka kaum muslimin pun mem-bebaskan Suheil dan mengikat Mikraz sebagai gantinya.

Pada saat itu Umar bin Al-Khatthab RA., berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, izinkanlah aku menanggalkan giginya dan memotong lidahnya agar ia tidak bisa lagi menjelek-jelekkan dirimu!" Rasulullah SAW., berkata: "Aku tidak akan merusak dirinya sehingga Allah akan merusak diriku, meskipun aku seorang nabi."

Di antara para tawanan terdapat Abul Ash bin Ar-Rabi' bin Abdil Uzza, mantan menantu Rasulullah, bekas suami putri beliau, Zainab RA.,. Islam telah memisahkan mereka berdua. Hanya saja dahulu Rasulullah SAW., tidak kuasa memisahkan mereka berdua. Zainab yang ketika itu sudah memeluk Islam masih tetap hidup bersama Abul Ash yang masih musy-rik. Hingga Rasulullah berhijrah ke Madinah. Ketika pasukan Quraisy be-rangkat ke peperangan Badar, Abul Ash bin Ar-Rabi' ikut bersama pa-sukan. Pada peperangan ini ia tertawan. Di Madinah ia berada di bawah pengawasan Rasulullah.

Ketika penduduk Makkah mengutus orang-orang mereka untuk me-nebus tawanan, Zainab binti Rasulullah SAW., meminta agar Abul Ash dibe-baskan dengan tebusan sejumlah harta. Zainab menyerahkan kalungnya yang dihadiahkan oleh Khadijah saat ia berumah tangga dengan Abul Ash. Melihat itu hati Rasulullah pun luluh, lalu beliau berkata: "Jika kalian setuju membebaskan Abul Ash dan mengembalikan kalung ini kepada Zainab, maka lakukanlah." Para sahabat berkata: "Kami setuju wahai Rasulullah, bebaskanlah Abul Ash dan kembalikanlah kalung itu kepada Zainab."

Lalu Abul Ash kembali ke Makkah, sementara Zainab tinggal ber-sama Rasulullah di Madinah. Islam telah memisahkan keduanya. Hingga menjelang penaklukan kota

Makkah, Abul Ash berangkat berniaga ke negeri Syam. Ia adalah orang yang terpercaya. Ia membawa harta da-gangannya dan harta dagangan milik orang-orang Quraisy yang diinves-tasikan kepadanya. Setelah selesai berniaga dan hendak kembali ke Makkah, ia dihadang oleh pasukan Rasulullah SAW., dan merampas harta benda yang dibawanya. Abul Ash sendiri melarikan diri karena tidak mampu melawan. Sekembalinya pasukan dengan membawa harta yang baru mereka rampas, Abul Ash diam-diam datang ke Madinah pada malam hari. Ia menemui Zainab binti Rasulullah dan meminta

(17)

adalah mengambil kembali hartanya yang dirampas. Pagi harinya ketika Rasulullah mulai mengerjakan shalat Shubuh bersama para sahabat, tiba-tiba Zainab berteriak dari tengah shaf: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah melindungi Abul Ash bin Ar-Rabi'. Selesai shalat Rasulullah berkata: "Apakah kalian dengar teriakan itu?"

"Kami mendengarnya!" jawab sahabat.

Rasulullah berkata: "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, aku tidak tahu menahu soal itu hingga mendengarnya tadi sebagaimana yang kalian dengar. Sesungguhnya wajib melindungi orang yang dilindungi oleh seorang muslim meski serendah apapun derajatnya."

Kemudian Rasulullah menemui putrinya dan berkata: "Wahai putri-ku, muliakanlah dia, namun janganlah mendekatinya karena ia tidak halal bagimu."

Abdullah bin Abi Bakar menuturkan kisahnya: "Rasulullah SAW., mengutus pasukan yang merampas harta benda milik Abul Ash. Rasulullah berkata kepada mereka: "Lelaki ini (Abul Ash) dalam perlindungan kami sebagaimana yang kalian ketahui, dan kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbaik hati mengembalikan harta yang kalian rampas maka kami sangat mensyukurinya. Jika kalian menolak maka itu merupakan harta fa'i yang Allah berikan kepada kalian. Kalian lebih berhak terhadapnya." Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, kami akan mengembalikannya."

Maka mereka pun mengembalikannya. Ada yang mengembalikan timba, ada yang mengembalikan tempat air, ada yang mengembalikan bejana kulit, bahkan ada yang mengembalikan kayu pemikul karung. Mereka mengembalikan seluruh harta bendanya tanpa ada satupun yang tertinggal. Lalu Abul Ash membawanya ke Makkah dan

menyerahkannya kepada pemiliknya dan kepada orang yang telah menanamkan modal kepadanya. Kemudian ia berkata: "Wahai sekalian kaum Quraisy, adakah orang yang belum mengambil harta yang dititipkannya kepadaku?"

"Tidak ada, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, engkau adalah orang yang amanat lagi mulia!" jawab mereka.

Abul Ash melanjutkan perkataannya: "Sesungguhnya aku telah bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya! Demi Allah tidak ada perkara yang menghalangiku masuk Islam di hadapan beliau melainkan aku khawatir kalian akan menuduhku sebagai orang yang ingin mengambil secara tidak sah harta orang lain. Setelah aku mengembalikannya kepada kalian dan sudah selesai urusan di antara kita, maka aku pun menyatakan ke-Islamanku!"

Kemudian ia meninggalkan Makkah dan pergi menemui Rasulullah.

(18)

Abu Azzah memuji Rasulullah dan menyebutkan keutamaan beliau di tengah kaumnya dalam sebuah syair:

Siapakah yang sudi mengabari dariku tentang Muhammad Rasulullah, tentang penguasa yang terpuji, sesungguhnya seruanmu adalah hak

engkau menyeru kepada kebenaran dan hidayah Cukuplah Allah Yang Maha Agung menjadi saksinya Engkaulah orang yang memiliki kedudukan yang tinggi Siapa saja yang engkau perangi niscaya akan celaka Dan siapa saja yang engkau lindungi niscaya akan bahagia

Tebusan kaum musyrikin ketika itu seribu sampai empat ribu dirham untuk satu orang. Kecuali yang tidak memiliki harta, Rasulullah SAW., mengampuni mereka.

Peserta perang Badar dari kalangan Muhajirin yang diberi bagian harta rampasan perang berjumlah delapan puluh tiga orang. Peserta perang Badar dari kalangan suku Aus yang diberi bagian harta rampasan perang berjumlah enam puluh satu orang. Dan peserta perang Badar dari kalangan suku Al-Khazraj berjumlah seratus tujuh puluh orang.

Jumlah keseluruhan peserta perang Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang diberi bagian harta rampasan perang adalah tiga ratus empat belas orang. –Habis-

(19)

Sirah Nabi Muhammad

Perang Badar

Kehidupan di Madinah semakin stabil. Perekonomian berjalan lancar.

Muhammad perlu menjaga ketenangan tersebut. Maka ia pun

membangun kekuatan tempur. Beberapa ekspedisi militer dilakukan.

Diantaranya dengan mengirim ekspedisi ke wilayah Ish, tepi Laut Merah

yang dikomandani Hamzah. Pasukan ini nyaris bentrok dengan pasukan

Abu Jahal. Pasukan Ubaidah bin Harith yang dikirim ke Wadi Rabigh -

Hijaz-berpapasan dengan tentara Abu Sofyan. Pasukan Saad bin Abi

Waqash pun berpatroli ke Hijaz.

Muhammad bahkan memimpin sendiri milisi Muslim. Itu dilakukannya

setelah setahun di Madinah. Mula-mula ia pergi ke Abwa dan Wadan.

Kedua, ia memimpin 200 pasukan ke Buwat. Ketiga, Muhammad pergi ke

'Usyaira di mana ia tinggal selama bulan Jumadil Awal hingga awal

Jumadil Akhir. Saat Rasul pergi, kepemimpinan di Madinah diserahkan

pada Saad bin Ubada, dan kemudian Abu Salama bin Abdul As'ad. Hasil

misi tersebut adalah kesepakatan persekutuan dengan Bani Dzamra dan

Bani Mudlij. Hal ini memperkuat posisi Madinah dalam berperang

dengan Mekah.

Namun bentrok tak terhidarkan. Pasukan Kurz bin Jabir dari Mekah

menyerang pinggiran Madinah, merampas kambing dan unta.

Muhammad -setelah menyerahkan kepemimpinan di Madinah--

memimpin sendiri pasukan mengejar Kurz. Banyak yang menyebut

peristiwa ini sebagai Perang Badar pertama. Kemudian pasukan Muslim

pimpinan Abdullah bin Jahsy bentrok dengan rombongan Qurais

pimpinan Amr bin Hadzrami. Amr tewas terpanah oleh Waqid bin

Abdullah Attamimi. Dua orang Qurais tertawan.

Setelah itu, Muhammad dan pasukan pergi ke Badar untuk memotong

jalur perdagangan Mekah dan Syam. Abu Sofyan, pemimpin kafilah yang

hendak pulang dari Syam, mengirim kurir minta bantuan penduduk

Mekah. Abu Jahal segera memobilisasi bantuan itu.

Pada hari kedelapan bulan Ramadhan, tahun kedua hijriah, pasukan

Muslim bergerak. Setiap tiga atau empat orang menggunakan satu unta,

naik bergantian. Tanpa kecuali Muhammad yang bergantian dengan Ali

serta Marthad bin Marthad. Rombongan berjumlah 305 orang. Mereka

terdiri dari 83 muhajirin, 61 orang Aus, yang lain orang Khazraj.

Pimpinan kota Madinah diserahkan pada Abu Lubaba, sedang imam

masjid pada Amr bin Ummu Maktum.

(20)

Yakni memilih posisi di ujung depan, sehingga sumur-sumur berada di

belakangnya. Dengan demikian, kaum Qurais berperang tanpa akses air.

Sedangkan muslim punya banyak cadangan air.

Selain itu, Saad bin Mudhab juga membangun gubuk sebagai pos bagi

Muhammad untuk memberikan komando. Ia keberatan bila Rasul berada

di garis depan. Dengan demikian, jika pasukan Muslim kalah,

Muhammad tak dapat ditawan lawan, melainkan dapat segera

mengorganisasikan pasukan baru yang tinggal di Madinah. Rasul juga

menaksir jumlah kekuatan lawan dari banyaknya unta yang dipotong.

Dengan 9-10 unta dipotong setiap hari, berarti kekuatan lawan sekitar

1000 orang.

Beberapa kaum Qurais sempat berpikir untuk menghindari perang.

Bagaimanapun antara mereka mempunyai hubungan kekerabatan.

Namun Abu Jahal berkeras. Aswad bin Abdul Asad lalu menerjang maju,

dan langsung tersungkur oleh pedang Hamzah. Kemudian dua

bersaudara Uthba' dan Syaiba bin Rabia, serta Walid anak Uthba maju

bersama yang segera disongsong Hamzah, Ali dan Ubaida bin Harith.

Ketiga penyerang itu tewas.

Serentak pertempuran berlangsung di semua lini. Bilal bin Rabah

menewaskan bekas tuannya, Umayya. Abu Jahal tewas di tangan Mu'adh.

Perang berkecamuk persis pada tanggal 17 di tengah terik bulan

Ramadhan. Qurais kalah besar. Beberapa orang ditawan. Rasul

memerintahkan eksekusi langsung pada dua orang yang dikenal sangat

sering menjelek-jelekkan Islam, Nadzr bin Harith dan Uqba anak Abi

Muait.

Sempat terjadi perdebatan di kalangan muslim. Abu Bakar yang dikenal

lemah lembut, meminta agar tawanan ditahan secara wajar sampai kaum

Qurais -sesuai tradisi masa itu-menebusnya. Umar yang tegas minta agar

semua tawanan dibunuh. Rasul memutuskan yang pertama.

Mereka yang berasal dari keluarga kaya, harus membayar mahal

tebusan. Sedangkan yang miskin dapat dibebaskan tanpa membayar

apapun. Zainab -putri Muhammad yang tinggal di Mekah-membebaskan

suaminya, Zaid bin Haritsa dengan cincin peninggalan Khadijah. Zaid

dibebaskan namun diminta menceraikan Zainab. Suatu saat Zaid kembali

ditawan muslim di Madinah, ia lalu masuk Islam dan kembali menikah

dengan Zainab.

Suasana di Mekah sangat muram. Abu Lahab, sepulang perang,

kemudiam demam sampai ia meninggal. Namun Hindun bin Uthba -istri

Abu Sufyan-justru menggalang kembali kekuatan. Ia bersumpah akan

membalas dendam kematian ayah, paman serta saudara di perang itu. Ia

buktikan sumpahnya dalam Perang Uhud.

(21)

ketegangan mencuat antara Muslim dengan Yahudi. Seorang Yahudi,

Ka'ab diketahui memprovokasi kalangannya agar mengganggu para

perempuan muslim. Puncaknya adalah ketika Yahudi mengait baju

perempuan Muslim hingga kainnya tersingkap. Mereka ramai-ramai

menertawakan perempuan itu. Seorang muslim mencabut pedangnya

dan membunuh laki-laki Yahudi itu. Ia kemudian juga dibunuh. Ka'ab

kemudian dibunuh oleh orang-orang Islam. Demikian juga dua orang

Yahudi yang selalu mengata-ngatai Islam, Abu Afak dan Ashma.

Setelah Rasul kembali ke Madinah, Yahudi Bani Qainuqa pembuat onar

dan melanggar kesepakatan damai itu mereka kucilkan. Kabilah tersebut

kemudian pindah ke Adhriat -ke arah Yerusalem. Untuk sementara,

kehidupan Madinah kembali tenang.n

(22)

Pelajaran dari Perang Badar

Kategori:

Ramadhan

,

Sejarah Islam

30 Komentar

// 7 September 2009

Saudaraku sesama muslim…

Marilah sejenak kita melakukan kilas balik terhadap berbagai peristiwa di bulan Ramadhan

yang penuh berkah ini. Kita berharap mudah-mudahan dengan mempelajari dan mengamati

peristiwa ini, kita bisa mendapatkan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan

kita sehari-hari. Dua tahun setelah Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa

sallam berhijrah ke madinah, bertepatan dengan bulan

Ramadhan

yang mulia ini, terjadilah

satu peristiwa besar namun sering dilupakan kaum muslimin. Peristiwa tersebut adalah

perang Badar.

Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal perhelatan senjata

dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela Islam dan musuh Islam. Saking

hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al

Furqan (hari pembeda) karena pada waktu itu, Allah, Dzat yang menurunkan syariat Islam,

hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di saat itulah Allah mengangkat

derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas dan merendahkan kebatilan

meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar bagi

kaum muslimin dan memenangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.

Sungguh sangat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin di masa kita melalaikan

kejadian bersejarah ini. Padahal, dengan membaca peristiwa ini, kita dapat mengingat sejarah

para shahabat yang mati-matian memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita bisa

merasakan indahnya agama ini.

Sebelum melanjutkan tulisan, kami mengingatkan bawa tujuan tulisan bukanlah mengajak

anda untuk mengadakan peringatan hari perang badar, demikian pula tulisan tidak mengupas

sisi sejarahnya, karena ini bisa didapatkan dengan merujuk buku-buku sejarah. Tulisan ini

hanya mencoba mengajak pembaca untuk merenungi ibrah dan pelajaran berharga di balik

serpihan-serpihan sejarah perang Badar.

Latar Belakang Pertempuran

Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah bahwa Abu Sufyan

beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang dari Syam menuju Mekkah. Jalan

mudah dan terdekat untuk perjalanan Syam menuju Mekkah harus melewati Madinah.

Kesempatan berharga ini dimanfaatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para

shahabat untuk merampas barang dagangan mereka. Harta mereka menjadi halal bagi kaum

muslimin. Mengapa demikian? Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah itu

haram hukumnya?

(23)

1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang secara

terang-terangan memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari tanah

kelahiran mereka di Mekah, dan melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta

mereka sendiri.

2. Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang

memerangi kaum muslimin.

Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang telah mereka tinggal

dan merampas harta orang musyrik.

Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama tiga ratus sekian belas

shahabat. Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam menentukan jumlah pasukan kaum

muslimin di perang badar. Ada yang mengatakan 313, 317, dan beberapa pendapat lainnya.

Oleh karena itu, tidak selayaknya kita berlebih-lebihan dalam menyikapi angka ini, sehingga

dijadikan sebagai angka idola atau angka keramat, semacam yang dilakukan oleh LDII yang

menjadikan angka 313 sebagai angka keramat organisasi mereka dengan anggapan bahwa itu

adalah jumlah pasukan Badar.

Di antara tiga ratus belasan pasukan itu, ada dua penunggang kuda dan 70 onta yang mereka

tunggangi bergantian. 70 orang di kalangan Muhajirin dan sisanya dari Anshar.

Sementara di pihak lain, orang kafir Quraisy ketika mendengar kabar bahwa kafilah dagang

Abu Sufyan meminta bantuan, dengan sekonyong-konyong mereka menyiapkan kekuatan

mereka sebanyak 1000 personil, 600 baju besi, 100 kuda, dan 700 onta serta dengan

persenjataan lengkap. Berangkat dengan penuh kesombongan dan pamer kekuatan di bawah

pimpinan Abu Jahal.

Allah Berkehendak Lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para shahabat keluar dari Madinah dengan

harapan dapat menghadang kafilah dagang Abu Sufyan. Merampas harta mereka sebagai

ganti rugi terhadap harta yang ditinggalkan kaum muhajirin di Makah. Meskipun demikian,

mereka merasa cemas bisa jadi yang mereka temui justru pasukan perang. Oleh karena itu,

persenjataan yang dibawa para shahabat tidaklah selengkap persenjataan ketika perang.

Namun, Allah berkehendak lain. Allah mentakdirkan agar pasukan

tauhid

yang kecil ini

bertemu dengan pasukan kesyirikan. Allah hendak menunjukkan kehebatan agamanya,

merendahkan kesyirikan. Allah gambarkan kisah mereka dalam firmanNya:

ههتهامملهكمبه ققمحمللا ققمحهيي نلأم هيلقملا دييرهييوم ملكيلم نيوكيتم ةهكمولشقملا تهاذم رميلغم نقمأم نمودقيومتموم ملكيلم اهمنقمأم نهيلتمفمئهاطقملا ىدمحلإه هيلقملا ميكيديعهيم ذلإهوم

نميرهفهاكمللا رمبهادم عمطمقليموم

“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan

(yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak

mempunyai kekekuatan senjata-lah yang untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah dagang),

dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan

memusnahkan orang-orang kafir.” (Qs. Al Anfal: 7)

(24)

dapatkan justru pasukan siap perang. Kenyataan ini memberikan pelajaran penting dalam

masalah

aqidah

bahwa tidak semua yang dikehendaki orang shaleh selalu dikabulkan oleh

Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu mengendalikan

keinginan Allah. Sehebat apapun keshalehan seseorang, setinggi apapun tingkat kiyai

seseorang sama sekali tidak mampu mengubah apa yang Allah kehendaki.

Keangkuhan Pasukan Iblis

Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum muslimin, dia

langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah tentang kabar dirinya dan meminta

agar pasukan Mekkah kembali pulang. Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan

pasukan kesyirikan enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan,

“Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan tinggal di sana tiga

hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr, mendengarkan dendang lagu

biduwanita sampai masyarakat jazirah arab mengetahui kita dan senantiasa takut kepada

kita…”

Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,

ططيحهمي نموليممعليم اممبه هيلقملاوم ههلقملا لهيبهسم نلعم نمودقيصييموم سهانقملا ءمائمرهوم اررطمبم ملههرهايمده نلمه اوجيرمخم نميذهلقماكم اونيوكيتم الموم

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan

rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan

Allah. Dan (

ilmu

) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)

Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu di bawah pengaturan Allah,

karena ditutupi dengan kesombongan mereka. Mereka tidak sadar bahwa Allah kuasa

membalik keadaan mereka. Itulah gambaran pasukan setan, sangat jauh dari kerendahan hati

dan tawakal kepada Yang Kuasa.

Kesetiaan yang Tiada Tandingnya

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang nantinya akan ditemui

adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang, beliau mulai cemas dan khawatir terhadap

keteguhan dan semangat shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi

kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau pimpin. Oleh karena

itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat dengan keberangkatan pasukan

menuju Badar. Allah gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,

نموهيرهاكملم نمينهمهؤلميللا نممه اقريرهفم نقمإهوم ققهحمللابه كمتهيلبم نلمه كمبقيرم كمجمرمخلأم اممكم

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal

sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (Qs. Al

Anfal: 5)

(25)

berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka untuk menentukan dua

pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun kondisinya, ataukah (2) kembali ke madinah.

Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai apa

yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak

akan mengatakan sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai

Musa bersama Rab-mu (Allah) berperanglah kalian berdua, kami biar duduk menanti di sini

saja. [1]‘” Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Tetapi pegilah anda bersama Rab anda

(Allah), lalu berperanglah kalian berdua, dan kami akan ikut berperang bersama kalian

berdua. Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami

ke dasar sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa

mencapai tempat itu.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan komentar yang baik terhadap

perkataan Al Miqdad dan mendo’akan kebaikan untuknya. Selanjutnya, majulah Sa’ad bin

Muadz radhiyallahu ‘anhu, komandan pasukan kaum anshar.

Sa’ad mengatakan, “Kami telah beriman kepada Anda. Kami telah membenarkan Anda.

Andaikan Anda bersama kami terhalang lautan lalu Anda terjun ke dalam lautan itu, kami pun

akan terjun bersama Anda….” Sa’ad radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Boleh jadi Anda

khawatir, jangan-jangan kaum Anshar tidak mau menolong Anda kecuali di perkampungan

mereka (Madinah). Sesungguhnya aku berbicara dan memberi jawaban atas nama

orang-orang anshar. Maka dari itu, majulah seperti yang Anda kehendaki….”

Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…

Pada malam itu, malam jum’at 17

Ramadhan

2 H, Nabi Allah Muhammad shallallahu ‘alaihi

wa sallam lebih banyak mendirikan

shalat

di dekat pepohonan. Sementara Allah menurunkan

rasa kantuk kepada kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat.

Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah menurunkan rasa takut

kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon

pertolongan dan bantuan dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam berulang-ulang adalah,

“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan disembah.

Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini, Engkau tidak akan

disembah…..”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau

tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu

‘anhu memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup,

wahai Rasulullah…”

Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,

قهانمعلأمللا قمولفم اوبيرهضلافم بمعلرقيلا اوريفمكم نميذهلقما بهوليقي يفه يقهللأيسم اونيممآم نميذهلقما اوتيبقهثمفم ملكيعممم ينقهأم ةهكمئهالمممللا ىلمإه كمبقيرم يحهويي ذلإه

)

ننانمبم لقمكي ملهينلمه اوبيرهضلاوم

12

)

بهاقمعهللا دييدهشم هملقملا نقمإهفم هيلموسيرموم هملقملا قهقهاشميي نلمموم هيلموسيرموم هملقملا اوققياشم ملهينقمأمبه كملهذم

(

13

(

(26)

Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala

mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah

karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang

Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. Al Anfal:

12-13)

Bukti kemukjizatan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam

Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi

wa sallam berjalan di tempat pertempuran dua pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini

tempat terbunuhnya fulan, itu tempat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”

Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal tepat di tempat

yang diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bara Peperangan Mulai Menyala

Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi, seorang yang

berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari barisan orang kafir sambil

menantang. Kedatangannya langsung disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthallib

radhiyallahu ‘anhu. Setelah saling berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung

menyabet pedangnya hingga kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad

merangkak ke kolam dan tercebur di dalamnya. Kemudian Hamzah menyabetkan sekali lagi

ketika dia berada di dalam kolam. Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut

peperangan.

Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin. Ketiganya berasal

dari satu

keluarga

. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin Utbah.

Kedatangan mereka ditanggapi 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin

Harits, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu tanding

dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang di kalangan Muhajirin.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin

Harits untuk maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah,

dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak

ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah. Masing-masing saling melancarkan serangan,

hingga masing-masing terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu

‘anhu. Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,

ملههبقهرم يفه اوميصمتمخلا نهاممصلخم نهاذمهم

“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka

saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)…” (Qs. Al Hajj: 19)

Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara pembela Tauhid dan

pembela

syirik

. Mereka berperang karena perbedaan prinsip beragama, bukan karena rebutan

dunia. Sementara itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan

komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhuma bertugas

menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa

(27)

Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau

bersabda, “Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian dia

terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti

Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”

Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma untuk

dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit dan

bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan:

“Bakh…Bakh… (ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga

adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup harus makan kurma

dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau melemparkan

kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai terbunuh.”

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil

segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang

kafir kecuali matanya penuh dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri,

sebagai tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.

Kuatnya Pengaruh Teman Dekat Dalam Hidup

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh Abul Bakhtari. Karena ketika

di Mekkah, dia sering melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang memiliki

inisiatif untuk menggugurkan boikot pada Bani Hasyim. Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad

bertemu dengannya di tengah pertempuran. Ketika, itu Abul Bakhtari bersama rekannya.

Maka, Al Mujadzar mengatakan, “Wahai Abul Bakhtari, sesungguhnya Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk membunuhmu.”

“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari

“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.

Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan terpaksa Al Mujadzar

membunuh Abul Bakhtari.

Kemenangan Bagi Kaum Muslimin

Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur. Pasukan kaum muslimin

berhasil membunuh dan menangkap beberapa orang di antara mereka. Ada tujuh puluh orang

kafir terbunuh dan tujuh puluh yang dijadikan tawanan. Di antara 70 yang terbunuh ada 24

pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang diseret dan dimasukkan ke dalam lubang-lubang di

Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah

bin Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin Utbah.

Demikianlah perang badar, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar

dengan izin Allah. Allah berfirman,

نميرهبهاصقملا عممم هيلقملاوم ههلقملا نهذلإهبه ةررميثهكم ةرئمفه تلبملمغم ةنلميلهقم ةنئمفه نلمه ملكم

(28)

Mereka…

Mereka menang bukan karena kekuatan senjata

Mereka menang bukan karena kekuatan jumlah personilnya

Mereka MENANG karena berperang dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan membela

agamaNya…

Allahu Al Musta’an…

Footnote:

[1] Perkataan Al Miqdad radhiyallahu ‘anhu ini merupakan cuplikan dari firman Allah surat

Al Maidah: 24

***

Penulis: Ammi Nur Baits

Artikel

www.muslim.or.id

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dibutuhkan perancangan ulang (re- design) tata letak pada departemen yang berkaitan dengan proses produksi teh celup walini hitam tersebut dengan menggunakan

Atas dasar kesimpulan di atas rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai berikut (1) berkembangnya jumlah wisatawan hendaknya dibarengi juga dalam hal pelayanan tenaga

Non Aplicable PT Truslove Young Building Products Indonesia tidak menerima bahan baku kayu bekas/hasil bongkaran, seluruh bahan baku yang diterima berupa kayu bulat hutan hak

Hasil analisis tersebut mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa variabel budaya organisasi, dan perilaku kepemimpinan, berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada

Penelitian tentang hubungan kesesuaian anggota tubuh terhadap alat kerja(sepeda motor) dan beban kerja dengan kelelahan subyektif pada ojek diharapkan dapat menjadi

27 Benar bahwa pengkajian secara komprehensif terhadap sumber ajaran Islam, baik al-Quran maupun hadis, akan menjurus kepada sebuah kesimpulan bahwa Islam telah

Terlihat upaya mengembangkan keterlibatan warga komunitas sebanyak mungkin dalam menentukan kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan memecahkan masalah mereka.. POLA