• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study on the impact of coal mine land reclamation on watershed hydrological and ecological function and social economic aspects of the local community

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study on the impact of coal mine land reclamation on watershed hydrological and ecological function and social economic aspects of the local community"

Copied!
315
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DAMPAK REKLAMASI LAHAN TAMBANG

BATUBARA TERHADAP KOMPONEN FUNGSI HIDROLOGIS

DAN EKOLOGIS DAS SERTA MANFAAT BAGI

MASYARAKAT

ONESIMUS PATIUNG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Dampak Reklamasi Lahan tambang Batubara terhadap Komponen Fungsi Hidrologis dan Ekologis DAS serta Manfaat bagi Masyarakat adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2012

Onesimus Patiung

(4)
(5)

ABSTRACT

ONESIMUS PATIUNG. Study on the Impact of Coal Mine Land Reclamation on Watershed Hydrological and Ecological Function and Social Economic Aspects of the Local Community. Under Supervision of NAIK SINUKABAN as chairman, SURIA DARMA TARIGAN and DUDUNG DARUSMAN as members.

This research was conducted at the PT Adaro Indonesia coal mining area in Negara watershed, sub-watershed of Barito, South Kalimantan Province. The aims of the study were: 1) to identify of the methods used for coal mined land reclamation; 2) to analyze the impacts of the reclamation on the hydrological and ecological functions of the watershed; and 3) to analyze the impact of the land reclamation activities on the involvements of and benefits for the communities. This study was carried out using survey method and field measurements in identifying the methods of reclamation. Analyzis of watershed hydrological function showed that reclamation activities significantly increased soil infiltration rate from 0.27 cm/hr to 1.01 cm/hr, decreased runoff coefficient from 49.04% to 13.97% and decreased erosion rate from 130.28 ton/ha to 7.64 ton/ha. Biodiversity analysis showed that there was no significant impact of reclamation activities on biodiversity at the early stage of reclamation trees up to 6 years of its development. However, after the reclamation trees were at the age of 15 years, the biodiversity indexes increased significantly; shurb index increased up to 1,10, seedlings 0.76, saplings 0.85, poles 0.53, and trees 0.23. Carbon sequestration analysis showed that the reclamation activities increased carbon sequestration significantly. At the area where the reclamation trees were at 15 years old the carbon stock reached 103.57 ton/ha, which consist of 95.94 ton/ha at trees, 4.12 ton/ha at undergrowth, and 3.51 ton/ha at the litter. Analysis of the impact of reclamation on social-economic of the local communities showed that the income of labor increased substantially up to Rp 36,000,000 per year, the income that have been greater than the income that can support life worthed living standard (Rp 24,000,000/year). This income was also already greather than income of South Kalimantan GDP (195%) and national GDP (117%). Multiple benefits gained by the local communities during the reclamation activities among others were the opportunities for supplier of food and housing, compost and plant seeds; the post-mining benefits from timber and non timber product of reclamation; as well as benefits from infrastructure/roads and recreation facilities.

(6)
(7)

RINGKASAN

ONESIMUS PATIUNG. Kajian Dampak Reklamasi Lahan Tambang Batubara terhadap Komponen Fungsi Hidrologis dan Ekologis DAS serta Manfaat bagi Masyarakat. Dibimbing oleh NAIK SINUKABAN sebagai ketua, SURIA DARMA TARIGAN dan DUDUNG DARUSMAN sebagai anggota.

Tambang batubara di Indonesia umumnya menggunakan teknik tambang terbuka (open pit mining) yaitu metode penambangan dengan segala aktivitasnya dilakukan diatas atau relatif dekat dengan permukaan tanah. Aktivitas tersebut akan meninggalkan kerusakan lahan berupa lubang-lubang yang besar/perubahan bentang lahan, rusaknya sifat-sifat tanah, hilangnya berbagai jenis flora dan fauna, iklim mikro, fungsi hidrologis, serta sosial ekonomi dan budaya. Untuk menghindari kerusakan yang lebih serius pada setiap lahan tambang, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk dipedomani oleh setiap perusahaan dalam melaksanakan reklamasi sebagai upaya untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Reklamasi lahan tambang membutuhkan waktu yang lama dalam pemulihannya serta biaya yang besar, namun memberikan dampak yang besar terhadap perubahan fungsi hidrologis dan ekologis DAS serta manfaat bagi masyarakat. Untuk mengetahui dampak tersebut, maka perlu dilakukan kajian.

Tujuan penelitian ini adalah : 1) mengidentifikasi metoda reklamasi lahan tambang batubara yang telah dilaksanakan. 2) mengkaji dampak reklamasi lahan tambang batubara terhadap komponen fungsi hidrologis dan ekologis DAS. 3) menganalisis keterlibatan masyarakat dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan reklamasi lahan tambang batubara. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan reklamasi tambang batubara PT Adaro Indonesia yang terletak pada sub DAS Negara, DAS Barito Kabupaten Tanjung dan Balangan Provinsi Kalimantan Selatan.

Penelitian ini menggunakan metode survei untuk mengetahui metoda reklamasi yang digunakan. Pengukuran dan pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui dampak reklamasi lahan terhadap komponen fungsi hidrologis dan ekologis DAS. Pengumpulan data fungsi hidrologis meliputi infiltrasi dilakukan dengan menggunakan double ring infiltrometer, aliran permukaan dan erosi dilakukan dengan membuat petak erosi skala kecil. Pengamatan fungsi ekologis seperti biodiversitas dilakukan dengan membuat petak ukuran 20 m x 20 m untuk tingkat pohon, tiang 10 m x 10 m, pancang 5 m x 5 m dan semai 2 m x 2 m. Pengamatan sekuestrasi karbon dilakukan dengan membuat petak ukuran 40 m x 5 m untuk diameter tegakan lebih dari 5 cm dan 0,5 m x 0,5 m untuk tanaman bawah diameter kurang dari 5 cm. Kajian keterlibatan serta manfaat yang diperoleh masyarakat dari kegiatan reklamasi dilakukan wawancara terstruktur.

(8)

menjadi 13.97% dan menurunkan erosi dari 130,28 ton/ha menjadi 7,64 ton/ha. Reklamasi lahan tambang batubara belum mampu meningkatkan keragaman spesies sampai umur 6 tahun, namun setelah umur 15 tahun mengalami peningkatan dengan indek keragaman spesies (H'); herba 1,10, semai 0,76, pancang 0,85, tiang 0,53 dan pohon 0,23. Tanaman hasil revegetasi pada lahan reklamasi tambang batubara mampu meningkatkan sekuestrasi karbon tegakan, tanaman bawah dan serasah. Sekuestrasi karbon tertinggi ditemukan pada umur 15 tahun mencapai 103,57 ton yaitu tegakan 95,94 ton C/ha, tanaman bawah 4,12 ton C/ha dan serasah 3,51 ton C/ha. Kegiatan reklamasi lahan tambang batubara mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja diatas Rp. 36.000.000 pertahun sudah lebih besar dari pendapatan untuk hidup layak (Rp. 24.000.000). Pendapatan tersebut sudah diatas pendapatan PDRB perkapita Kalimantan Selatan 195 % dan PDB perkapita Nasional 117 %. Manfaat ganda yang diperoleh masyarakat selama kegiatan reklamasi adalah meningkatnya peluang berusaha sebagai penyedia bahan pokok/makanan, perumahan, pupuk kompos dan bibit tanaman, manfaat pascatambang hasil reklamasi berupa produk kayu dan non kayu, serta manfaat sarana prasarana seperti jalan dan rekreasi

(9)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

(10)
(11)

KAJIAN DAMPAK REKLAMASI LAHAN TAMBANG

BATUBARA TERHADAP KOMPONEN FUNGSI HIDROLOGIS

DAN EKOLOGIS DAS SERTA MANFAAT BAGI

MASYARAKAT

ONESIMUS PATIUNG

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Ujian Tertutup : 3 Juli 2012

Penguji : Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc (Fakultas Kehutanan IPB) Dr. Ir. Iskandar (Fakultas Pertanian IPB)

Ujian Terbuka : 2 Agustus 2012

Penguji : Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM (Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS, Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan)

(13)

Judul Penelitian : Kajian Dampak Reklamasi Lahan Tambang Batubara terhadap Komponen Fungsi Hidrologis dan Ekologis DAS serta

Manfaat bagi Masyarakat. Nama Mahasiswa : Onesimus Patiung

Nomor Pokok : A165090061

Disetujui: Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc K e t u a

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc Anggota

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS,

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala berkat, rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi berjudul “Kajian Dampak Reklamasi Lahan Tambang Batubara terhadap Komponen Fungsi Hidrologis dan Ekologis DAS serta Manfaat bagi Masyarakat” ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc dan Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku anggota yang telah banyak memberikan arahan, petunjuk dan saran sejak penyusunan rencana penelitian sampai selesainya disertasi ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB dan Ketua Progran Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan program doktor pada SPs IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Kementerian Kehutanan atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan program doktor di IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Irdika Mansur, MFor.Sc dan Dr. Ir. Iskandar atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM dan Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Ucapan terima kasih juga kepada Pimpinan dan Staf PT Adaro Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitasi selama melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih yang tulus dan dalam penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak Pdt Daniel Patiung (alm) yang masih sempat menyaksikan sidang terbuka dan Ibu Ester Patti (alm) serta mertua Bapak Agus Songgo dan Ibu Ruth Haniga atas segala kasih sayang dan doa mereka yang tidak pernah berhenti. Kepada keluarga kakak Daniel Todingan, Agustinus Patiung, Nelmon Tangke Allo, Semuel Patiung dan keluarga adik Dominggus Patiung dan Teopilus Patiung, penulis sampaikan terima kasih atas dukungan dan doanya. Kepada istri tercinta Saartje Songgo, anak-anak Gratia Honestha Patiung dan EbenHaezer Honestho Patiung, penulis sampaikan terima kasih atas pengorbanan waktu, dorongan semangat, kasih sayang dan doa selama mengikuti pendidikan S3 di IPB.

Kepada kawan-kawan seperjuangan pada program studi Ilmu Pengelolaan DAS yang telah memberikan dorongan dan kerjasama selama menempuh perkuliahan juga diucapkan terima kasih. Semoga segala bantuan, dukungan dan perhatian yang telah diberikan mendapat balasan berkat yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Bogor, September 2012

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Toraja Utara pada tanggal 06 Januari 1971 sebagai anak kelima dari pasangan Bapak Daniel Patiung dan Ibu Ester Patti (alm). Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Manajemen dan Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus tahun 1995. Pada tahun 2001, penulis diterima untuk melanjutkan ke program master pada Program Studi Ilmu Kehutanan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pada Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS) Kementerian Kehutanan sejak tahun 1997 hingga saat ini. Pada tahun 1997 - 2001 sebagai staf pada Balai RLKT Benain Noelmina di Kupang. Tahun 201 - 2003 sebagai karyasiswa pada Ilmu Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tahun 2003 - 2007 sebagai staf pada Direktorat Bina Perhutanan Sosial. Tahun 2007 - 2009 sebagai kepala seksi Program pada Balai Pengelolaan DAS Wampu Sei Ular di Medan. Tahun 2009 sebagai kepala seksi usaha hasil hutan kayu pada Direktorat Bina Perhutanan Sosial Ditjen BPDAS-PS, Kementerian Kehutanan di Jakarta.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Erosi dan Faktor Penyebabnya ... 18

Biodiversitas ... 24

Identifikasi Metoda Reklamasi Lahan Tambang Batubara ... 39

Kajian Dampak Reklamasi Lahan Tambang Batubara terhadap Komponen Fungsi Hidrologis DAS ... 39

Kajian Dampak Reklamasi Lahan Tambang Batubara terhadap Komponen Fungsi Ekologis DAS ... 43

Kajian Manfaat Kegiatan Reklamasi bagi Masyarakat ... 46

Analisa Data ... 47

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 53

Letak dan Luas ... 53

Kondisi Biofisik ... 53

Kondisi Sosial Ekonomi ... 58

Kegiatan Tambang PT Adaro Indonesia ... 60

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

Identifikasi Metoda Reklamasi ... 65

Dampak Reklamasi terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah ... 70

Dampak Reklamasi terhadap Komponen Fungsi Hidrologis DAS ... 81

Dampak Reklamasi terhadap Komponen Fungsi Ekologis DAS ... 87

Analisis Tenaga Kerja dan Manfaat Reklamasi bagi Masyarakat ... 102

(20)

IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 115

SIMPULAN DAN SARAN ... 125

Simpulan ... 125

Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengaruh beberapa faktor terhadap proses dan tingkat erosi tanah ... 21

2. Gudang penyimpan karbon ... 28

3. Distrubusi karbon (%) pada gudang simpanan karbon yang berbeda di hutan dan kebun kayu ... 29

4. Penutupan Lahan Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 55

5. Data kelerengan Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 56

6. Jenis tanah di Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 57

7. Lahan kritis berdasarkan administrasi Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 57

8. Luas dan cakupan Sub DAS Negara DAS Barito ... 57

9. Kondisi Catchment Area pada wilayah konsesi PT Adaro Indonesia ... 58

10.Jumlah penduduk di Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 58

11.Banyaknya rumah tangga di Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 59

12.Rata-rata penduduk per desa, per Km2 dan rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kabupaten Tabalong dan Balangan ... 59

13.Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Tabalong dan Balangan Tahun 2005-2008 ... 59

14.Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Tabalong dan Balangan Tahun 2003-2008 ... 59

15.Kemajuan tambang batubara PT Adaro (1991-2012) dan rencana hingga tahun 2042 dalam memproduksi batubara (ton) dan OB (bcm) ... 60

16.Luas kemajuan tambang PT Adaro Indonesia sampai dengan 2011 ... 61

17.Kapasitas kolam pengendap pada areal Tambang PT Adaro Indonesia (Tutupan, Paringin dan Wara) ... 63

18.Karakteristik lahan pada setiap umur reklamasi ... 65

19.Bobot isi tanah pada berbagai umur reklamasi ... 71

20.Porositas tanah pada berbagai umur reklamasi ... 72

21.Permeabilitas tanah pada berbagai umur reklamasi ... 74

22.Ketersediaan unsur C, N dan P tanah pada berbagai umur reklamasi ... 77

23.Aktivitas Organisme Tanah pada berbagai umur reklamasi ... 80

24.Laju infiltrasi pada berbagai umur reklamasi lahan tambang ... 82

(22)

26.Laju erosi pada berbagai umur reklamasi ... 86 27.Nilai kerapatan relatif (KR) tertinggi berdasarkan umur reklamasi ... 89 28.Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi berdasarkan umur reklamasi ... 90 29.Nilai dominansi relatif (DR) tertinggi berdasarkan umur reklamasi ... 92 30.Tiga tumbuhan dengan INP tertinggi setiap fase pertumbuhan

pada plot tanaman penutup tanah (TP, cover crops) umur 3 bulan ... 93 31.Tiga tumbuhan dengan INP tertinggi setiap fase pertumbuhan

pada plot Acacia mangium (AM) umur 6 bulan ... 93 32.Tiga tumbuhan dengan INP tertinggi setiap fase pertumbuhan

pada plot johar (JR, cassia siamea) umur 2 tahun ... 93 33.Tiga tumbuhan dengan INP tertinggi setiap fase pertumbuhan

pada plot kaliandra (KL, Calliandra calothyrsus) umur 4 tahun ... 94 34.Tiga tumbuhan dengan INP tertinggi setiap fase pertumbuhan

pada plot waru (WR, Hibiscus tiliaceus L.)umur 6 tahun ... 94 35.Tiga tumbuhan dengan INP tertinggi setiap fase pertumbuhan

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran dalam meningkatkan komponen fungsi hidrologis

dan ekologis DAS ... 7 2. Siklus Hidrologi ... 12 3. Lokasi penelitian pada Tambang Tutupan dan Tambang Paringin ... 37 4. Plot Pengamatan erosi dan aliran permukaan ... 42 5. Plot Pengamatan bio Bentuk dan ukuran contoh plot lingkaran (a) dan

petak persegi (b) yang dipakai untuk inventarisasi vegetasi diversitas... 46 6. Plot Pengamatan karbon sekuestrasi ... 47 7. Pengelolaan kualitas air limbah ... 62 8. Ketebalan batuan/tanah timbunan (m) dan topsoil (cm) setiap metoda

reklamasi ... 66 9. Hubungan antara porositas (%) dengan permeabilitas tanah (cm/jam) ... 75 10. Laju infiltrasi pada berbagai metoda reklamasi (cm/menit) ... 82 11. Serapan karbon biomassa tegakan (ton C/ha) pada berbagai umur dan jenis

penutup lahan reklamasi... 97 12. Serapan karbon tanaman bawah (ton C/ha) pada berbagai umur dan jenis

penutup lahan reklamasi ... 98 13. Stok karbon serasah (ton C/ha) pada berbagai umur dan jenis penutupan

lahan reklamasi ... 100 14. Sebaran tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan reklamasi tambang .... 104 15. Sebaran tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan reklamasi tambang

berdasarkan kelompok umur ... 106 16. Sebaran tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan reklamasi tambang

berdasarkan tingkat pendidikan ... 108 17. Sebaran tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan reklamasi tambang

berdasarkan lama menetap ... 109 18. Sebaran tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan reklamasi tambang

berdasarkan lamanya bekerja ... 110 19. Sebaran tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan reklamasi tambang

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta PT Adaro Indonesia dan Pembagian Sub DAS ... 133 2. Peta lokasi penelitian pada lahan reklamasi Tambang Tutupan ... 134 3. Peta lokasi penelitian pada lahan reklamasi Tambang Paringin ... 135 4. Sifat-sifat tanah pada kedalaman 0 – 15 cm setiap umur reklamasi ... 136 5. Sifat-sifat tanah pada kedalaman 15 – 30 cm setiap umur reklamasi ... 136 6. Rencana kegiatan tambang batubara PT Adaro Indonesia sampai

dengan tahun 2042 ... 137 7. Hasil pengukuran curah hujan periode Mei hingga September 2011 ... 138 8. Penilaian permeabilitas tanah ... 138 9. Klasifikasi erosi menurut Hammer (1981) ... 138 10.Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah

Bogor, 1983) ... 139 11.Kriteria tingkat kritis sifat-sifat fisik dan kimia tanah

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara Indonesia hingga tahun 2011 diperkirakan mencapai 105 miliar ton. Produksi batubara Indonesia yang diekspor sebesar 75% dari 327 juta ton total produksi batubara, sedangkan sisanya 25% untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Tujuan ekspor batubara Indonesia terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa dan sisanya untuk kebutuhan dalam negeri

(Kemen ESDM, 2011). Tambang batubara di Indonesia umumnya dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit mining) sehingga berdampak terhadap kerusakan lingkungan lokal maupun secara global.

Berdasarkan ijin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), PT Adaro Indonesia terletak di dua Provinsi dan empat Kabupaten. Aktivitas tambang berada pada Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan. Areal tersebut termasuk dalam wilayah sub-sub DAS Tabalong dan sub-sub DAS Balangan, Sub DAS Negara, DAS Barito. Sedangkan jalan angkut dan pelabuhan khusus batubara kelanis berada di Kabupaten Barito Timur dan Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah. Luas konsesi PT Adaro Indonesia Mine 35.800,80 ha setelah mengalami perubahan luas dari 148.148 ha yang mulai kegiatan operasional pada tahun 1985 berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pertambangan Umum No. 1022.K/222/030000/1985 tentang Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi DU-182/Kalsel.

Peningkatan aktivitas pertambangan akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan baik kerusakan biofisik, iklim mikro, perubahan lanskap, fungsi hidrologis maupun sosial ekonomi dan budaya. Kerusakan lingkungan dapat dibagi dua yaitu kerusakan iklim mikro dan kerusakan tanah. Kerusakan iklim mikro terjadi akibat

(28)

2

erosi dan banjir, biodiveritas, penyerap karbon dan pengatur suhu mikro.

Reklamasi lahan tambang batubara merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan yang harus dilaksanakan berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku. Peraturan yang mengatur tentang reklamasi antara lain: Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2010 tentang Rekalamasi dan Pascatambang, Permen ESDM No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, Permenhut No. 60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan dan Permenhut No. 4/Menhut/II/2011 tentang Reklamasi Hutan.

Sinukaban (2007) mengemukakan bahwa lahan bekas tambang umumnya mempunyai sifat fisik, kimia dan biologi yang buruk sehingga hanya sedikit tumbuhan yang dapat hidup dengan baik bahkan tidak ada tumbuhan yang dapat hidup dengan

baik. Disamping itu aliran permukaan, erosi dan sedimentasi terjadi sangat intensif pada lahan reklamasi tambang. Hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap kondisi lingkungan setempat maupun dalam skala luas.

Aktivitas tambang terbuka akan meninggalkan lubang yang besar dan menghasilkan tanah timbunan (over burden) yang sangat banyak, sehingga perlu segera ditangani. Reklamasi lahan tambang merupakan upaya perbaikan lingkungan yang rusak akibat pertambangan paling sedikit mendekati kondisi alaminya (rona awal). Reklamasi lahan yang dilakukan dengan menata batuan/tanah timbunan, penebaran tanah pucuk (topsoil), penanaman tanaman penutup tanah (cover crops) dan tanaman kayu-kayuan cepat tumbuh serta jenis lokal yang bernilai ekonomis. Peranan vegetasi dalam ekosistem meliputi pengaturan tata air, pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kualitas tanah sangat ditentukan oleh tiga parameter utama yaitu (1) fisik tanah berupa jenis, fraksi, tekstur, porositas, elevasi, dll; (2) kimia tanah berupa kandungan senyawa organik dan anorganik tanah dan (3) biologi tanah berupa mikroba dekomposer, nematoda dan organisme tanah lainnya.

Kegiatan petambangan pada DAS Barito sebagian besar berada pada bagian hulu DAS sehingga berpotensi menyumbang kerusakan fungsi hidrologis dan ekologis DAS. Untuk itu pengelolaan DAS perlu ditangani sebagai satu kesatuan antara

(29)

3

hulu merupakan daerah tangkapan air hujan dan merupakan sumber air bagi daerah di bawahnya, maka perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. Hulu DAS umumnya didominasi oleh penutupan vegetasi hutan, jika penutupan hutan rusak maka fungsi hidrologi DAS juga dapat dipastikan akan rusak. Tujuan utama pengelolaan DAS adalah mewujudkan DAS yang berkelanjutan (Sustainable), yang dicirikan oleh pendapatan masyarakat didalamnya cukup tinggi, teknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan dan teknologi tersebut dapat diterapkan (acceptable) serta dapat dibuat dan dikembangkan sendiri (replicable) (Sinukaban, 1999).

Kerusakan lingkungan DAS terutama yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan perlu segera diperbaiki dengan melaksanakan reklamasi. Beberapa indikator yang dapat diukur dari keberhasilan reklamasi antara lain perbaikan

fungsi hidrologis DAS (infiltrasi, aliran permukaan dan erosi), perbaikan sifat-sifat tanah, meningkatknya fungsi ekologis DAS (biodiversitas dansekuestrasi karbon) serta manfaat bagi masyarakat.

Permasalahan

Peningkatan produksi batubara ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan pasar dunia mengalami kenaikan tiap bulannya secara signifikan tidak dapat dihindari. Hal tersebut menjadikan batubara sebagai primadona yang akan mendorong berbagai pihak dalam melakukan eksploitasi yang lebih besar untuk mencapai permintaan pasar. Bahkan ada pihak-pihak tertentu melakukan aktivitas penambangan tanpa ijin (PETI) atau illegal mining yang tidak memiliki aturan pertambangan semakin memperparah kerusakan lingkungan. Kebijakan pemerintah dalam memberikan ijin penambahan kapasitas produksi berdampak positif pemanfaatan eksploitasi batubara sehingga mendorong percepatan kerusakan lingkungan.

(30)

4

Kegiatan pengupasan dan pemindahan lapisan tanah pucuk dan batuan berdampak pada perubahan bentang lahan, hilangnya biodiversitas, fungsi hidrologisnya, rusaknya sifat-sifat (fisik, kimia dan biologi) tanah, serta berbagai aktivitas manusia diatasnya. Untuk menghindari kerusakan yang lebih serius pada setiap lokasi bekas tambang perlu direklamasi untuk mengembalikan pada kondisi yang mendekati rona awal. Upaya reklamasi tambang membutuh waktu yang lama dalam pemulihannya serta biaya yang besar, namun biaya tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan harga batubara yang dieksploitasi.

Pemerintah dalam mendorong pelaksanaan reklamasi telah mengeluarkan berbagai peraturan-peraturan. Peraturan terbaru dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan yaitu Permenhut Nomor : P.04 Tahun 2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan. Kegiatan reklamasi lahan tambang batubara pada beberapa

perusahan tambang telah berjalan dengan baik merupakan kewajiban perusahan untuk memperbaiki lahan yang rusak akibat aktivitas pertambangan. Salah satu perusahaan tambang yaitu PT Adaro Indonesia yang masih aktif telah dan sedang melaksanakan kegiatan reklamasi terutama ditujukan pada batuan/tanah timbunan dan tanah pucuk. Kegiatan tersebiut dirancang untuk mencapai perbaikan lingkungan sampai pascatambang sehingga siap untuk dikembalikan kepada pemerintah. Hasil reklamasi yang telah dilaksanakan oleh PT Adaro Indonesia dengan berbagai metoda memberikan dampak yang beragam terhadap fungsi hidrologis dan ekologis DAS. Selain itu peranan serta manfaat yang diperoleh masyarakat sekitar areal tambang perlu berdampak positif baik pada saat ini maupun pascatambang.

Kerangka Pemikiran

(31)

5

lingkungan melalui reklamasi. Areal tambang batubara yang tidak direklamasi akan menimbulkan masalah seperti pada musim hujan menyebabkan erosi yang tinggi dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu air hujan yang jatuh hampir seluruhnya menjadi aliran permukaan karena tidak terinfiltrasi kedalam tanah. Hal tersebut terjadi karena rusaknya partikel-partikel tanah oleh energi kinetik hujan karena kurangnya tanaman penutup lahan (cover crops). Aliran permukaan banyak membawa partikel-partikel tanah yang kaya akan unsur hara sehingga menyebabkan lahan reklamasi semakin miskin hara dan lapisan tanah pucuk semakin tipis bahkan hilang. Aliran permukaan yang besar akan membuat alur-alur mulai dari yang ringan sampai yang berat, meningkatnya laju erosi menyebabkan pendangkalan alur sungai dan pada muara sungai berupa penimbunan sedimen.

Kegiatan reklamasi yang dilakukan seringkali tanpa memperhatikan teknik konservasi tanah dan air yang tepat. Upaya yang dilakukan membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang besar sehingga tidak efektif bahkan gagal. Hasil reklamasi dari segi fisik berupa penataan tanah timbunan dan penebaran tanah pucuk, penanaman tanaman penutup tanah dan vegetasi berkayu menunjukkan hasil yang baik. Secara biofisik, kimia tanah serta fungsi hidrologis belum menunjukkan hasil yang mendukung pemulihan lingkungan setempat sehingga perlu dilakukan kajian-kajian untuk mengetahui tingkat keberhasilan serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Areal pertambangan batubara PT Adaro Indonesia berada pada hulu DAS Barito berpotensi memberikan dampak terhadap menurunnya fungsi hidrologis pada DAS tersebut. Hasil reklamasi yang dilakukan memberikan kontribusi terhadap perbaikan kualitas DAS Barito sehingga perlu dilakukan konservasi tanah dan air yang tepat agar lestari dan menjamin fungsi hidrologi dalam DAS. Sinukaban, et al. (2001), menyatakan bahwa agar sustainabilitas dalam DAS dapat diwujudkan, maka diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS secara cermat dan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa tahapan perencanaan meliputi penataan penggunaan lahan yang mengacu atau mempertimbangkan faktor-faktor biofisik setempat, pemilihan metoda reklamasi

(32)

6

Selain itu pelaksanaan reklamasi, pemeliharaan, pengawasan dan monitoring sangat penting dalam mencapai keberhasilan reklamasi. Untuk mengetahui metoda reklamasi yang telah diterapkan dan dampaknya terhadap fungsi hidrologi dan ekologis DAS serta manfaat bagi masyarakat sekitar, maka perlu dilakukan kajian. Kerangka pemikiran untuk mewujudkan reklamasi lahan tambang batubara dalam memperbaiki fungsi hidrologis dan ekologis DAS seperti pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada reklamasi lahan bekas tambang batubara maka penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi metoda reklamasi lahan tambang batubara yang telah dilaksanakan.

2. Mengkaji dampak reklamasi lahan tambang batubara terhadap komponen

fungsi hidrologis dan ekologis DAS.

3. Menganalisis manfaat yang diperoleh masyarakat dari kegiatan reklamasi tambang batubara.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Diketahuinya metoda reklamasi lahan tambang batubara yang telah dilaksanakan.

2. Diketahuinya dampak reklamasi lahan tambang batubara terhadap komponen fungsi hidrologis dan ekologis DAS.

(33)

7

Gambar 1. Kerangka pemikiran dalam meningkatkan komponen fungsi hidrologis dan ekologis DAS.

Metoda Reklamasi Tambang

Meningkatnya dampak reklamasi lahan tambang batubara terhadap komponen fungsi hidrologis dan

ekologis DAS serta manfaat bagi masyarakat.

KONDISI EKOLOGIS:

hidrologis Kajian kondisi Sosial dan Ekonomi

(34)
(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Reklamasi

Kegiatan pertambangan terbuka menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang sangat besar. Degradasi lahan merupakan hilangnya atau berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan, kehilangan atau perubahan kenampakan lahan tidak dapat diganti. Degradasi lahan dapat diperbaiki melalui rehabilitasi baik berupa reklamasi maupun restorasi. Reklamasi didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu untuk beberapa penggunaan sedangkan restorasi adalah perlakukan perbaikan

kembali ke penggunaan awal (Sitorus, 2004). Menurut Balkau (1998) setelah penutupan tambang seluruh areal termasuk penimbunan tailing harus ditinggalkan dalam kondisi stabil baik secara fisik maupun secara kimiawi. Kestabilan tersebut sebaiknya menjadi karakter intrinsik dari rancangan akhir area yang akan ditutup dan disana sebaiknya tetap memerlukan pengawasan/ penjagaan dan intervensi.

ICMM (2006) menjelaskan bahwa beberapa terminologi tentang rehabilitasi di daerah bekas tambang yakni a) reklamasi : proses secara umum dimana permukaan lahan dikembalikan ke berbagai bentuk yang dapat dimanfaatkan kembali. b) pemulihan (restorasi) yaitu reklamasi yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ekologi dan mempromosikan penutupan dan pemulihan sesuai keterpaduan ekologis, pengembalian kembali dari ekosistem asli (sebelum penambangan) kepada semua aspek dari fungsi-fungsi dan struktur-strukturnya, c) rehabilitasi yaitu proses kemajuan menuju pengembalian kembali kepada ekosistem aslinya dan d) penggantian (replacement) yaitu penciptaan ekosistem alternatif kepada ekosistem yang asli. Definisi pemulihan secara ekologi (ecological restoration) adalah serangkaian aktivitas-aktivitas seperti peningkatan, perbaikan, rekonstruksi dari ekosistem yang terdegradasi dan mengenai pengoptimalan pengembalian keragaman hayati yang tercermin dari pemantapan

(36)

10

rehabilitasi sangat ditentukan oleh kualitas dari tanah atau lahan yang telah direkonstruksi serta penutupan tanaman yang memerlukan keterlibatan dari ahli bidang geoteknik, hidrologi, botani dan stakeholder setempat untuk menentukan tipe-tipe yang cocok dalam penggunaan lahan dan perencanaan species yang akan ditanam. Rekonstruksi ekosistem yang berkelanjutan memerlukan proses yang cocok baik dari bawah permukaan tanah dan diatas tanah sehingga diperlukan manipulasi yang cermat dari komponen biotik dan abiotik. Hutan yang terjaga unsur-unsur ekosistemnya pada saat yang sama memberikan manfaat-manfaat lain bagi manusia seperti rekreasi, hidrologi (jumlah dan kualitas air), pengurangan CO2, dan sebagainya, bahkan memberikan manfaat tangible lainnya seperti hasil hutan non kayu yang mudah dipasarkan (Darusman, 2002).

Mullingan (2003) memformulasikan strategi rehabilitasi dari hasil studinya

mengenai industri batubara di Australias meliputi kestabilan bentuk lahan (landform stability), kestabilan ekosistem, kondisi-kondisi yang toleran untuk pertumbuhan (tolerable condition for growth), komposisi species, siklus nutrisi, kemampuan reproduktif, penerimaan dan ketahanan dari gangguan-gangguan (resillence to disturbance) dan kriteria yang lengkap. Tongway dan Hindley (2003) merumuskan indikator untuk keberhasilan rehabilitasi ekosistem melalui verifikasi dari indikator Environmental Function Analysis (EFA) yang terdiri dari kriteria kestabilan, infiltrasi, pernafasan tanah dan ukuran kelompok makanan.

Siklus Hidrologi

(37)

11

yang terakumulasi dalam cekungan dan infiltrasi ke dalam tanah. Intersepsi dan simpanan depresi permukaan ditentukan oleh karakteristik vegetasi serta karakteristik permukaan tanah atau dianggap dapat diabaikan untuk kejadian hujan dengan intensitas tinggi (Chow et al., 1988).

Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan dan lain-lain) jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas tinggi dan lama. Sebagian besar presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. sebagian dari

prsipitasi yang membasahi permukaan tanah akan berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi di bawah muka air tanah. air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke saluran-saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun.

(38)

12

Pada siklus hidrologi terdapat beberapa proses yang saling terkait mencerminkan pergerakan air, meliputi proses presipitasi, evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan, aliran air bawah tanah. Selanjutnya proses Evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran disebut sebagai komponen ketersediaan air. Pergerakan air pada suatu DAS merupakan manifestasi dari siklus hidrologi untuk mencapai keseimbangan ketersediaan air di bumi. Konsep keseimbangan air adalah water balance atau persamaan air (viessman et.al, 1977, Arsyad, 2006), yaitu:

AP = P - IN - ET – PE –∆SA

Keterangan : AP = Aliran permukaan; P = curah hujan; IN = intersepsi; ET = evapotranspirasi;

PE = Perkolasi; dan ∆SA = perubahan simpanan air.

Gambar 2. Siklus hidrologi (disadur dari Chow, 1964)

Hujan

Intersepsi

Infiltrasi Hujan Lebih

Direct runoff Aliran Bawah

Permukaan

Perkolasi

Ground

Baseflow

Produksi Air

Badan Sungai/Laut

Evaporasi/ Evapotranspirasi Evaporasi/

Evapotranspirasi

(39)

13

Menurut Chow (1964), secara umum siklus air merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi pada air dari saat air hujan jatuh ke permukaan bumi, dialirkan menjadi aliran permukaan ke badan-badan sungai hingga menguap ke udara, dan kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi (Gambar 2). Berdasarkan Gambar 2, sebagian air hujan yang jatuh akan menguap (evaporasi) sebelum tiba di permukaan bumi, dan sebagian lainnya akan menjadi aliran permukaan (direct

runoff) setelah diintersepsi oleh tanaman dan terinfiltrasi ke dalam tanah, serta mengalami perkolasi dan mengalir ke badan sungai/laut sebagai base flow.

Aliran Permukaan

Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di permukaan tanah atau bawah permukaan tanah, yang mengalir ke tempat yang lebih rendah seperti sungai, danau atau laut (Schwab et al., 1981). Sedangkan

menurut UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dikatakan bahwa air permukan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

Sedangkan menurut Arsyad (2006), aliran permukaaan (run off) adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah. Aliran permukaan inilah yang dapat menyebabkan erosi tanah, karena mampu mengangkut bagian-bagian tanah yang terdispersi oleh butir hujan. Dalam pengertian ini run-off adalah aliran di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat aliran permukaan (Arsyad, 2006) sebagai berikut:

1) Curah hujan – jumlah, laju dan distribusi 2) Temperatur

3) Tanah – tipe, substratum, dan topografi 4) Luas daerah aliran

5) Vegetasi penutup tanah - tipe, jumlah dan kerapatan 6) Sistem pengelolaan tanah

(40)

14

Volume aliran permukaan yang berlebihan dapat berpotensi menimbulkan banjir di bagian hilir. Hal ini sesuai dengan pendapat Irianto (2003), bahwa curah hujan tahunan yang terakumulasi pada waktu yang pendek (Desember-Februari) menyebabkan tanah tidak mampu menampung semua volume air hujan. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan, hal ini diperburuk dengan meningkatnya alih fungsi hutan menjadi pengunaan lain seperti pertanian, permukiman, industri dan sawah. Sehingga akan menimbulkan potensi banjir yang cukup besar di wilayah hilir. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya aliran permukaan juga akan menimbulkan erosi yang berlebihan, sehingga secara langsung akan menurunkan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah akan menyebabkan makin berkurangnya vegetasi yang mampu tumbuh dengan baik, sehingga tutupan lahan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan

berkurangnya pengisian (recharging) cadangan air di bagian hulu yang berakibat timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau. Horton (1933) mengemukanan bahwa aliran permukaan terjadi saat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi tanah. Aliran permukaan dianggap sebagai lapisan air tipis yang menutupi secara merata seluruh permukaan DAS.

Infiltrasi

Infiltrasi berasal dari kata filt yang berasal dari kata filter yang artinya penyaring. Awalan in menunjukkan suatu proses masuk ke dalam. Secara harfifah infiltrasi diartikan sebagai proses masuknya sesuatu ke dalam suatu benda lain melalui suatu penyaring, dan bila dihubungkan antara tanah dan air maka infiltrasi adalah suatu proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah (Leopold, 1974). Definisi umum mengenai infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Ada dua istilah utama yang terkait dengan infiltrasi yaitu laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi.

(41)

15

tertentu (Skaggs dan Khaleel, 1982). Menurut Horton (1940) pada saat demikian dapat diketahui kapasitas infiltrasi suatu tanah yaitu laju maksimum infiltrasi pada saat tanah menjadi jenuh air.

Menurut Hillel (1980) proses infiltrasi dipengaruhi oleh dua gaya, yaitu (1) gaya sedotan matrik, yang merupakan gaya pertama bekerja pada tanah-tanah kering yang digenangi. Gaya ini mengakibatkan laju aliran air ke arah lateral dan vertikal cenderung sama besarnya. Akan tetapi dengan bertambahnya kedalaman pembahasan profil tanah, peranan gaya sedotan matrik semakin berkurang, (2) gaya gravitasi yang merupakan gaya yang bekerja pada tanah-tanah yang mendekati jenuh. Dalam keadaan ini laju aliran air (infiltrasi) makin berkurang. Hal ini disebabkan oleh karena gerakan air ke arah vertikal hanya disebabkan oleh gaya gravitasi.

Menurut Horton (1940) variasi penurunan laju infiltrasi dan kapasitasnya tergantung pada beberapa faktor berikut :

Kandungan air tanah. Kandungan air tanah awal (antecedent moisture conditions) akan mempengaruhi serapan air oleh tanah, laju infiltrasi dan nilai kumulatifnya. Menurut Phillips (1956), serapan tanah bernilai nol pada saat kandungan air tanah awal tinggi, dan secara kontinyu akan meningkat dengan menurunnya kandungan air tanah. Diantara sifat-sifat fisik tanah yang erat hubungannya dengan infiltrasi adalah tekstur dan struktur tanah. Kedua sifat tanah ini sangat menentukan proporsi pori makro dan pori mikro dalam tanah. Sifat fisik tanah. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai proporsi pori makro yang lebih besar, yang berperan untuk mengalirkan air dan udara dalam tanah. Sedangkan tanah yang bertekstur liat didominasi oleh pori-pori mikro (pori kapiler). Laju aliran air dalam pori-pori kapiler dibatasi oleh gaya kapiler, dimana lajunya berbanding terbalik dengan diameter pori. Dengan demikian dapat diartikan bahwa air yang bergerak persatuan waktu menurun cepat dengan mengecilnya diameter pori. Hal inilah yang menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah bertekstur liat lebih rendah dibandingkan tanah yang bertekstur pasir. Tanah yang didominasi oleh liat umumnya juga banyak mengandung bahan koloid, dimana bila mengalami pembasahan maka ikatan antar butir tanah menjadi

(42)

16

Penutupan tanah. Penutupan tanah dengan serasah berupa mulsa akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan melindungi tanah dari pemadatan karena air hujan. Menurut Arsyad (2006), usaha konservasi tanah dengan menggunakan mulsa sebagai penutup tanah akan dapat meningkatkan besarnya infiltrasi. Mulsa atau penutup tanah mekanis yang permeabel dapat mengurangi pembentukan

surface-sealing (penutupan permukaan tanah) sebagaimana dijelaskan oleh Hillel (1982) bahwa mulsa tanah dapat menahan dan mengurangi energi pukulan hujan sehingga mencegah timbulnya surface sealing. Selain itu juga dapat mencegah pembentukan lapisan kedap air akibat energi pukulan butiran air hujan. (Schwab

et al, 1981) sehingga kemampuan tanah melalukan air bertambah dan laju infiltrasi menjadi lebih tinggi.

Lapisan Tanah. Menurut Arsyad (2006), sifat berbagai lapisan suatu profil menentukan kecepatan masuknya air. Hasil penelitian Bodman dan Coleman (1943) menunjukkan bahwa lapisan tanah yang kurang permeabel dapat menghambat masuknya air ke dalam tanah, baik lapisan tersebut terletak di atas ataupun di bawah permukaan tanah. Jika lapisan impermeabel terletak pada lapisan bawah, laju infiltrasi akan berkurang pada saat ujung pembasahan (wetting front) mencapai lapisan impermeabel tersebut. Jika lapisan impermeabel terdapat pada daerah lereng maka sebagian air yang diinfiltrasikan akan keluar kembali menjadi aliran permukaan. Bila lapisan atas kurang porous dibandingkan lapisan bawah, maka sebagian besar air akan mengalir diatas permukaan dan air yang masuk kedalam tanah akan terikat pada lapisan permukaan. Dengan demikian maka laju infiltrasi akan sangat lambat pada tanah yang dengan permukaan impermeabel.

Lapisan impermeabel pada permukaan tanah dapat terjadi antara lain oleh karena proses crusting (pengkerakan) dan penutupan pori tanah sebagai akibat dari pemecahan butiran tanah pada pengolahan tanah yang berlebihan, dimana akibat dilakukan pengolahan tanah yang berlebihan mengakibatkan terjadinya pemecahan agregat tanah, sehingga pada saat hujan partikel-partikel tanah akan terdispersi oleh hempasan air hujan dan menutup pori tanah (sealing).

(43)

17

berat akan mempercepat pelapukan bahan organik dan penghancuran bongkah-bongkah tanah. Pada pengolahan tanah yang intensif, tanah diolah sedemikian rupa sehingga peluang terjadinya butiran lepas dan tertinggal di permukaan tanah tinggi. Tanah hasil olahan setelah kering selama musim kemarau akan hanyut terbawa aliran air sehingga akan masuk dan menyumbat pori-pori di permukaan tanah pada saat turun hujan untuk pertama kalinya (Ward, 1967). Pengolahan tanah dengan cara dibalik/dibajak secara berulang-ulang juga akan menyebabkan air di dalam bongkahan dan permukaan tanah menguap. Akibatnya tanah akan menyusut dan membentuk lapisan kerak impermeabel yang dapat mengurangi laju infiltrasi. Pawitan (1999) menyatakan bahwa perubahan pola penggunaan lahan berdampak pada penurunan ketersediaan air wilayah akibat meningkatnya fluktuasi musiman dengan gejala banjir dan kekeringan yang semakin ekstrim,

dan ukuran DAS serta kapasitas sistem storage DAS, baik di permukaan (tanaman, sawah, rawa, danau/waduk, dan sungai) maupun bawah permukaan (lapisan tanah dan air bumi), merupakan faktor dominan yang menentukan kerentanan dan daya dukung sistem sumberdaya air wilayah bagi perubahan iklim.

Aktivitas Organisme Tanah. Aktivitas organisme seperti aktivitas akar tanaman dan organisme tanah sangat mempengaruhi pembentukan agregat tanah. Akar-akar serabut tanaman dalam tanah akan mengikat butir-butir primer tanah menjadi agregat-agregat tanah. Bahan organik mempengaruhi stabilitas struktur tanah karena bagian-bagian tanaman seperti daun, ranting dan lain - lain yang jatuh ke atas permukaan tanah akan menutupi permukaan tanah. Hal ini merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan dan akan menghambat aliran permukaan.

Bahan organik yang melapuk, selain menambah zat hara pada tanah juga mempunyai kemampuan menghisap dan memegang air tinggi. Arsyad (2006) berpendapat bahwa bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya. Selanjutnya Stalling (1954) mengatakan bahwa bahan organik yang melapuk cepat memberikan pengaruh maksimal selama 20 sampai 30 hari saja dalam pembentukan agregat tanah. Ketahanan tanah terhadap dispersi ditentukan oleh bahan perekatnya yaitu bahan organik, koloid liat, kation besi dan

(44)

18

Penggunaan Lahan. Penggunaan lahan merupakan faktor yang dinamik dan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perubahan penggunaan lahan erat kaitannya dengan aktifitas manusia yang ada di dalamnya, dan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap laju dan kapasitas infiltrasi tanah. Perubahan kawasan hutan alam dengan lapisan mulsa tebal yang dikonversi menjadi lahan pertanian, menyebabkan kehilangan vegetasi penutup di atasnya dan dapat menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh daya pukul air hujan yang langsung menimpa permukaan sehingga dapat merusak struktur tanah.

Perubahan lahan menjadi kawasan perkotaan juga akan menurunkan laju infiltrasi karena umumnya kawasan perkotaan memiliki persentase luasan kedap air lebih tinggi, akibatnya jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah semakin menurun dan sebagian besar menjadi aliran permukaan. Lahan yang digunakan

sebagai padang penggembalaan yang intensif dan dalam jumlah yang relatif besar, memiliki laju infiltrasi yang rendah.

Erosi dan Faktor-Faktor Penyebabnya

Erosi tanah merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dan ditemui hampir di seluruh kawasan dunia. Pengaruhnya bersifat langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung meliputi penurunan produktivitas lahan dan produksi tanaman, sedangkan pengaruh tak langsung dapat berupa siltasi reservoir, saluran dan sungai, penurunan pasokan air, penurunan kapasitas energi listrik, banjir, kerusakan jalan akibat tanah longsor, dan lain-lain (Widianto et al.,

2003; Barrow, 1991). Pengaruh erosi di Indonesia dapat dilihat dari semakin meningkatnya hamparan lahan kritis serta frekuensi dan besaran banjir. Banjir terjadi akibat sedimentasi di sungai, sehingga kapasitas tampung sungai menurun dan air meluap pada musim hujan. Peristiwa erosi juga menyebabkan sedimentasi di berbagai waduk seperti waduk Gajah Mungkur, bendungan Jati Luhur, dan lainnya. Sedimentasi dapat mempengaruhi kapasitas waduk serta menurunkan umur pakaiwaduk (Arsyad, 2006).

(45)

19

tanah yang terangkut ini disebut sedimen. Erosi di daerah tropika basah termasuk Indonesia umumnya disebabkan oleh air (Arsyad, 2006). Erosi yang diakibatkan oleh air sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan aliran permukaan. Berdasarkan proses (tempat, sumber, magnitud dan bentuk), erosi dapat dibedakan menjadi erosi percikan (splash erosion), erosi lembar (sheet erosion), erosi alur (riil

erosion), erosi parit (gully erosion), sedangkan berdasarkan agen atau medianya, erosi dapat dibedakan menjadi erosi air dan erosi angin. Erosi mengalami perubahan secara spasial dan temporal, namun proses yang terlibat dalam erosi adalah sama dan semua jenis erosi umumnya diikuti oleh sedimentasi.

Erosi tanah terjadi melalui dua proses yakni proses penghancuran partikel-partikel tanah dan proses pengangkutan partikel-partikel-partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat hujan dan aliran permukaan yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan), karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan, kemiringan lereng, panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith, 1978).

Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam mempengaruhi erosi. Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan, maka erosi akan sangat terbatas. Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi empat sub proses yakni: (1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh curah hujan; (3) penghancuran (scour) oleh aliran permukaan; dan (4) pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah, maka partikel-partikel tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik (splashed) ke segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah. Jika aliran permukaan tidak terjadi (seluruh curah hujan terinfiltrasi), maka seluruh partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah.

Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan empat sub proses di atas, yakni : (1) penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran

(46)

20

permukaan; (2) penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; dan (3) penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan.

Morgan dan Rickson (1995) menjelaskan bahwa kemungkinan-kemungkinan tersebut terjadi sebagai berikut : kemungkinan-kemungkinan pertama; penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan lebih kecil dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan. Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi lebih rendah dari kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, akibatnya semua material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain. Kemungkinan ini terjadi karena beberapa faktor : (1) kepekaan tanah terhadap erosi (KE) tinggi; (2) permukaan tanah

miring (berlereng), (3) kapasitas infiltrasi tanah rendah sehingga aliran permukaan besar; (4) partikel tanah yang dihancurkan berukuran kecil sehingga walaupun aliran permukaan besar, tetapi kemampuannya untuk menggerus rendah.

Kemungkinan kedua; penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan. Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi melebihi kapasitas angkut hujan dan aliran permukaan, akibatnya sebagian dari material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain sebagian lagi akan terdeposisi di permukaan tanah. Kemungkinan ketiga; penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan. Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang dihancurkan sama dengan kapasitas angkut hujan dan aliran permukaan, sehingga material tersebut semuanya akan terangkut walaupun proses pengangkutannya akan berjalan relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan kemungkinan pertama. Kemungkinan ketiga ini secara alamiah mencerminkan suatu kondisi keseimbangan antara proses penghancuran dan proses pengangkutan baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan.

(47)

21

mempengaruhi erosi dapat dirinci sesuai dengan pengaruh yang disumbangkannya terhadap proses erosi dan sedimentasi (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh beberapa faktor terhadap proses dan tingkat erosi tanah Faktor Pengaruh terhadap Proses Erosi Curah Hujan :

intensitas, durasi, frekwensi, indeks erosi

Menghancurkan agregat tanah dengan percikan butir air hujan dan mengangkut partikel oleh panjang dan kemiringan lereng; bentuk lereng memperngaruhi tingkat kehilangan tanah, yaitu conveks > lurus > conkaf

Mempengaruhi hubungan runoffrunon (erosi dan deposisi)

Mempengaruhi kapasitas penyimpanan air tersedia

Tanah dengan kandungan debu atau pasir halus umumnya paling mudah tererosi; erodibilitas akan menurun dengan meningkatnya kandungan fraksi pasir dan liat

Proporsi air, stabilitas dan ukuran agregat mempengaruhi erodibilitas

Mempengaruhi inisiasi runoff, infiltrasi, perkembangan struktur tanah, water repellency. Vegetasi :

Struktur, penutupan kanopi, penutupan dasar (ground)

Mempengaruhi intersepsi curah hujan, percikan butir air hujan, infiltrasi, evapotranspirasi dan runoff.

Sumber : Gunn et al. (1988).

Iklim

Faktor iklim yang mempengaruhi erosi di daerah beriklim basah (seperti Indonesia) adalah hujan. Karakteristik hujan akan menghasilkan energi kinetik yang dapat mendispersi partikel tanah. Besarnya curah hujan, intensitas, ukuran butir dan distribusi menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan akibat erosi. Kapasitas hujan untuk menimbulkan erosi disebut erosivitas. Nilai erosivitas ini dapat dihitung

(48)

22

Indonesia kedua indikator tersebut merupakan indeks erosi hujan yang mempunyai koefisien korelasi paling tinggi dengan erosi yang terjadi.

Sifat-Sifat Tanah

Jenis tanah yang berbeda menyebabkan perbedaan tingkat kepekaannya terhadap erosi. Kepekaan erosi tanah dikenal dengan istilah erodibilitas. Erodibilitas merupakan fungsi dari sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas meliputi tekstur, kelembaban, agregasi dan struktur, serta bahan organik. Debu dan pasir halus merupakan partikel yang paling mudah tererosi karena massanya lebih kecil dibanding partikel yang lebih besar serta kurang kohesif dibandingkan dengan partikel yang halus seperti liat (Morgan, 1995). Oleh sebab itu tanah aluvial yang merupakan hasil sedimentasi sering merupakan lahan yang subur, karena partikel tanah yang tererosi dan

terangkut merupakan tanah yang kaya akan bahan organik tanah dan unsur hara yang diperlukan tanaman.

Kelembaban tanah dapat meningkatkan daya kohesif diantara partikel tanah sehingga sulit dihancurkan. Agregasi dapat mengurangi erosi melalui ikatan potensial antar partikel tanah sehingga ukuran partikel menjadi lebih besar dan resisten terhadap perusakan dan pengangkutan. Stabilitas agregat juga akan mempengaruhi erodibiltas dan berhubungan dengan senyawa kimia dan organik tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 2% akan lebih tahan terhadap erosi karena stabilitas agregatnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang kandungan bahan organiknya lebih kecil (Mc Clauley dan Jones, 2005).

Topografi (Panjang dan Kemiringan Lereng)

(49)

23

tersebut jika energi dari aliran permukaan berkurang atau berhenti, sehingga tidak cepat masuk ke sungai atau laut (Linsley, 1982).

Tanaman

Penutupan vegetasi juga dapat mengurangi penghancuran tanah melalui intersepsi butir hujan, mengurangi energi butir hujan tersebut dan mengurangi kecepatan aliran permukaan dalam proses erosi. Vegetasi permukaan permukaan tanah dan residunya akan bertindak sebagai penghalang atau dam untuk memperlambat aliran air dan memulai deposisi. Selain itu vegetasi juga membantu meresapkan air ke dalam tanah melalui sistem perakarannya yang membentuk porositas tanah (Arsyad, 2006).

Pengaruh vegetasi terhadap erosi berbeda menurut jenisnya. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah dapat menghambat aliran permukaan,

sedangkan pohon-pohon dengan tegakan yang jarang mempunyai pengaruh yang relatif kecil dalam mengurangi kecepatan aliran permukaan. Semakin rendah dan rapat tajuk tanaman, semakin kecil energi hujan yang sampai ke permukaan tanah. Vegetasi tinggi (tajuknya berada jauh di atas permukaan tanah) menyebabkan energi yang sampai ke permukaan juga akan meningkat kembali karena bila butir-butir hujan terlepas dari tajuk. Oleh karena itu pada tanaman pohon yang tinggi, peran tanaman rendah juga sangat diperlukan untuk melindungi permukaan tanah.

Manusia

Aktivitas manusia dalam memanfaatkan tanah untuk berbagai kegunaan merupakan faktor penting dalam menetapkan laju erosi. Cara bercocok tanam yang jelek atau pembuatan jalan yang ceroboh dapat mempercepat terjadinya erosi. Hilangnya tanaman akibat pertambangan, kebakaran atau ditebang akan menyebabkan erosi semakin besar. Reklamasi dengan konservasi tanah dan air (KTA) yang baik dapat memperkecil kehilangan tanah akibat erosi. Pengendalian secara vegetatif dan konstruksi seperti saluran air, strip penyangga, sistem pertanaman strip yang dapat dilakukan untuk mengurangi erosi tanah (United State Society of Agronomy, 2005).

(50)

24

erosi tanah, bahkan belakangan ini justru ada kecenderungan bahwa terjadinya kerusakan lahan merupakan akibat dari kepentingan politik, institusional dan ekonomi. Semua kepentingan-kepentingan tersebut merupakan tindakan-tindakan manusia dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya melalui pemanfaatan sumberdaya lahan (Barrow, 1991). Banyak faktor yang menentukan bagaimana manusia memperlakukan tanah secara bijaksana sehingga kelestariannya tetap terjaga disamping terpenuhi kebutuhannya. Faktor tersebut diantaranya mengatur luas lahan pertanian yang diusahakan, sistem pengusahaan tanah, status penguasaan tanah, tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, harga hasil usahatani, perpajakan, ikatan hutang, pasar dan sumber keperluan usahatani, infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan (Arsyad, 2006).

Biodiversitas

Biodiversitas merupakan berbagai macam jenis, jumlah dan pola penyebaran dari suatu organisme atau sumberdaya alam hayati dan ekosistem. Biodiversitasterdiri atas dua komponen, yaitu jumlah total jenis per unit area dan kemerataan (kelimpahan, dominasi dan penyebaran spasial individu jenis yang ada). Indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut dalam satu nilai tunggal disebut indeks biodiversitas. Variabel-variabel yang disatukan ke dalam suatu nilai tunggal menyangkut jumlah jenis, kelimpahan spesies relatif dan homogenitas dan ukuran petak contoh. Untuk itu, indeks biodiversitas tergantung pada indeks kekayaan (Richness indices), indeks keragaman (Diversity indices) dan indeks kemerataan (Evenness indices) (Barnes et al., 1997).

(51)

25

Pola penanganan yang diberikan harus ditujukan pada terjadinya percepatan pemulihan hutan dengan mempercepat terjadinya proses suksesi. Proses reforestasi yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan biodiversitas, meningkatkan tutupan dan stratifikasi tajuk, kesuburan tanah, terjadinya kolonisasi dan masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi lingkungan hutan (Setiadi, 2005). Evaluasi proses-proses reforestasi yang sudah pernah dilakukan penting dipelajari dan dikembangkan. Sebagai contoh, berdasarkan hasil penelitian, penanaman hutan yang sudah lama dapat memberikan dampak positif yaitu memperbaiki iklim mikro, meningkatkan struktur vegetasi, meningkatkan serasah dan humus, munculnya kehidupan satwa seperti burung dan kelelawar dapat memperkaya jenis-jenis pohon yang ada karena dibawa burung dan kelelawar dari hutan primer yang ada di sekitarnya,

serta adanya bayangan pohon-pohon yang tinggi dapat mematikan rumput dan mempercepat tumbuhnya anakan (Setiadi, 2005).

Penyimpanan unsur hara, vegetasi di daeah tropis lebih penting daripada tanahnya yang hanya menyimpan 5-20% unsur hara yang ada, sedang di daerah beriklim sedang tanah merupakan tempat persediaan hara. Hal ini disebabakan karena tanah tropis sangat peka dan cepat berubah akibat adanya hujan, matahari dan angin yang dapat mengikis humus sebagai pembentuk tanah tersebut, sehingga kondisi fisiknya turun. Kebanyakan tanah di daerah tropis dapat berfungsi sebagai penyimpan unsur hara jika tanah tertutup terus menerus oleh tumbuhan (Neugabeur, 1987). Struktur suatu vegetasi terdiri dari individuindividu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya.

Kershaw (1973) mengemukakan bahwa struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:

1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi.

2. Sebaran horisontal spesies-spesies penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.

(52)

26

Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor, seperti: flora setempat, habitat (iklim, tanah dan lain lain), waktu dan kesempatan (Marsono, 1999). Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan/komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan, termasuk juga sejarah vegetasi dan prediksi perkembangan vegetasi. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk (Mueller-Dombois & Ellenberg, 1974). Analisis vegetasi memerlukan data-data spesies, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut.

Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan, pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori

yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas spesies dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman spesies dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).

Berbagai kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan menentukan komposisi spesies berbagai komunitas tumbuhan disebut faktor-faktor habitat. Kata habitat semula digunakan untuk menunjukkan macam tempat yang ditumbuhi oleh tumbuhan tertentu, tetapi sebagai istilah ekologi arti habitat telah berubah menjadi jumlah semua faktor yang menentukan kehadiran suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan. Faktor-faktor ini mencakup kondisi fisik dan kimia serta berbagai organisme yang berpengaruh terhadap komunitas tumbuhan (Loveless, 1999). Menurut Setiadi dan Muhadiono (2001) perubahan dan variasi kondisi lingkungan tertentu akan memberikan dampak bagi struktur dan komposisi spesies tumbuhan terutama dari segi kelimpahan, pola penyebaran, asosiasi dengan spesies lain serta kondisi pertumbuhan yang berbeda dengan spesies lainnya. Interaksi dari faktor-faktor lingkungan tersebut dapat digunakan sebagai indikator penduga sifat lingkungan yang bersangkutan.

Perubahan habitat yang terjadi akibat kegiatan penambangan menyebabkan

Gambar

Gambar 1.  Kerangka  pemikiran  dalam  meningkatkan  komponen   fungsi
Gambar 2.  Siklus hidrologi (disadur dari Chow, 1964)
Tabel 1. Pengaruh beberapa faktor terhadap proses dan tingkat erosi tanah
Tabel 2. Gudang penyimpan karbon
+7

Referensi

Dokumen terkait