• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi karaginan alga merah (kappaphycus alvarezii) pada krim pelembab dan uji efektivitas secara in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi karaginan alga merah (kappaphycus alvarezii) pada krim pelembab dan uji efektivitas secara in vitro"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEMAJUAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

APLIKASI KARAGINAN ALGA MERAH (Kappaphycus alvarezii) PADA KRIM PELEMBAB DAN UJI EFEKTIVITAS SECARA IN VITRO

BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN (PKM P)

Oleh :

Marisky Nur Adnin C34090087 (2009) Aditya Yudha Prawira S C34090049 (2009) Tika Ayu Budiarti C34090051 (2009)

Sheila Amanda C34100060 (2010)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ii LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1. Judul Kegiatan : Aplikasi karaginanalga merah (Kappaphycus

alvarezii) pada krim pelembab dan uji

efektivitas secara in vitro

2. Bidang Kegiatan : PKMP

3. Ketua Pelaksana

a. Nama Lengkap : Marisky Nur Adnin

b. NIM : C34090087

c. Jurusan : Teknologi Hasil Perairan d. Universitas : Institut Pertanian Bogor

e. Alamat Rumah / No. HP : Jl. Lokatmala no. 22 Villa Duta, Bogor 16143 / 085694470774

f. Alamat email : marisky.nur@gmail.com 4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 3 orang

5. Dosen Pendamping :

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi.

b. NIP : 1965 0713 199002 2 001 7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 5 bulan

Bogor, 20 Oktober 2012 Menyetujui,

Ketua Departemen THP Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S., M.Phil. Marisky Nur Adnin NIP. 19580511 198503 1 002 NIM. C34090087

Wakil Rektor Bidang Akademik Dosen Pendamping dan Kemahasiswaan,

(3)

ABSTRAK

Produksi rumput laut yang melimpah sangat potensial dijadikan sebagai bahan kosmetik. Polisakarida karaginan pada alga merah Kappaphycus alvarezii merupakan bahan penstabil, pengental, pengemulsi dan humektan yang dapat ditambahkan pada pembuatan krim pelembab. Pada suatu kondisi tertentu, kulit memerlukan pelembab sehingga dibutuhkan formulasi krim pelembab dari bahan alami yang diuji keefektifan penambahan karaginan dan keamanan produknya melalui uji in vitro. Luaran yang diharapkan adalah dapat meminimalkan atau mengganti penggunaan bahan sintetik pada krim pelembab sehingga memberikan jaminan keamanan dan kualitas pada produk yang dihasilkan. Analisis fisiko karaginan menghasilkan nilai rendemen 41, 90%, kadar air 9,35%, kadar sulfat 21,36%, kadar abu 16,44%, kadar abu tak larut asam 0 dan viskositas 57,23 cPs. Analisis nilai pH krim pelembab berkisar antara 6,66-7,03, nilai total mikroba sebesar 0, nilai viskositas berkisar antara 30.000-46.000 cPs, persentase stabilitas emulsi berkisar antara 83,5%-97,83%, dan nilai kelembaban kulit pelembab berkisar 49,45%-40,53% dari waktu 0 menit hingga waktu 15 menit. Krim pelembab yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu dan uji efektivitas keamanan sehingga aman digunakan bagi kulit pemakai.

(4)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan anugerah-NYA penulis dapat menyelesaikan laporan akhir program kreativitas mahasiswa bidang penelitian (PKM-P). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk jawaban keingintahuan mahasiswa terhadap suatu masalah dan penerapannya untuk suatu tujuan. Juga sebagai sarana untuk mengemukakan unsur kreativitas dan han yang mendorong pentingnya dilakukan kegiatan yang dilaksanakan selama 5 bulan ini.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan akhir program kreativitas mahasiswa bidang penelitian (PKP-P) ini, terutama kepada:

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis,

2. Dr. Ir. Sri Purwaningsih M.Si selaku dosen pembimbing,

3. Orang tua tersayang yang telah memberikan semangat, kasih sayang dan doanya kepada penulis,

4. Tika Ayu, Sheilla, dan Aditya Yudha atas kerjasama dan pengertiannya, Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan laporan ini ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2013

Penulis

(5)

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah

Kappaphycus alvarezii yang merupakan kelas alga merah (Rhodophyceae)

penghasil karaginan. Karaginan adalah galaktan tersulfatasi linear hidrofilik yang memiliki fungsi sebagai bahan penstabil yang dapat digunakan dalam pembuatan

skin lotion dan juga sebagai bahan pengental serta pengemulsi (Angka dan

Suhartono 2000).

Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap kosmetika yang berasal dari bahan alami memberikan peluang bagi penggunaan rumput laut sebagai bahan baku kosmetika. Soraya (2002) menyatakan bahwa para ahli kosmetik dan kecantikan sepakat ekstrak koloid dari rumput laut menunjukkan kompatibilitas yang tinggi dalam sediaan kosmetik sehingga baik untuk perawatan kulit.

Pada kondisi kulit tertentu, pelembab diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan struktur dan fungsinya. Pengaruh berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan air oleh penguapan yang tidak dirasakan. Karaginan merupakan suatu jenis galaktan yang memiliki daya ikat air yang tinggi. Karaginan juga dipercaya dapat menghaluskan dan melembutkan kulit, sehingga baik digunakan dalam produk perawatan kulit. (Ulfah 2009). Hal tersebut melandasi diperlukannya penelitian mengenai penambahan karaginan pada formulasi krim pelembab dengan bahan alami.

PERUMUSAN MASALAH

(6)

sebagai humektan dalam kosmetik yang dapat membentuk film pada lapisan atas

permukaan kulit sehingga dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban

kulit. Hal ini mendorong diciptakannya suatu inovasi produk kecantikan dengan menggunakan karaginan, namun perlu diketahui terlebih dahulu tingkat keefektifan dan keamanan krim pelembabmelalui penelitian yang dilakukan untuk menentukan formula krim pelembab terbaik melalui uji secara in vitro dengan penambahan karaginan tersebut.

TUJUAN PROGRAM

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan penelitian yang berbasis pada pemanfaatan rumput laut yang dapat diaplikasikan pada pembuatan krim pelembab. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengaplikasikan karaginan sebagai bahan dasar pelembab.

2. Menentukan konsentrasi terbaik pada pembuatan krim pelembab sesuai karakteristik.

3. Menguji keamanan produk yang dikembangkan melalui uji in vitro.

4. Membandingkan karakteristik krim dengan pelembab penambahan karaginan dengan produk komersial.

LUARAN YANG DIHARAPKAN

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat meminimalkan atau mengganti penggunahan bahan sintetik pada krim pelembab sehingga memberikan jaminan keamanan dan kualitas pada produk yang dihasilkan.

KEGUNAAN PROGRAM

(7)

melakukan inovasi dan kreasi berbasis ilmu pengetahuan. Kegunaan penelitian ini bagi mahasiswa adalah sebuah cambuk motivasi untuk terus belajar dan menggali ilmu. Hubungan kerjasama antara dosen dan mahasiswa pun akan terjalin dengan baik selama melakukan penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA Karaginan

Karaginan adalah polisakarida yang diekstraksi dari beberapa spesies rumput laut atau alga merah (rhodophyceae). Polimer ini merupakan pengulangan unit disakarida. Galaktan tersulfatasi ini diklasifikasi menurut adanya unit 3,6-anhydro

galactose dan posisi gugus sulfat (Campo et al. 2009). Selain galaktosa dan sulfat,

beberapa karbohidrat juga ditemui, seperti xylosa, glukosa, asam uronik, dan substituen seperti metil ester dan grup piruvat (Van de Velde 2002). Karaginan memiliki fungsi sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain (Istini dan Suhaimi 1998).

Isolasi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii telah banyak dikembangkan. Tahapan isolasi karaginan terdiri dari ekstraksi, penyaringan, dan pengendapan. Pada tahapan ekstraksi, kecepatan dan daya larut karaginan dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan waktu proses bergabungnya seluruh fraksi karaginan dari rumput laut dengan fraksi air yang digunakan sebagai media pelarut (Bawa et al. 2007).

Karaginan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan

sistem suspensi atau emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur

gel karaginan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk) dan sebagai gantinya viskositas

sistem bertambah. Dalam hal ini, karaginan dapat pula digunakan sebagai bahan

penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya

pembentukan gel (Skensved 2004 dalam Hidayat 2006).

Krim pelembab

(8)

lainnya sebagai fase pendispersi dengan bantuan emulsifier. Erungan et al. (2009) menyatakan bahwa produk krim yang biasanya bersifat semi padat memiliki peran yang sangat penting dalam aplikasi untuk kosmetik perawatan kulit. Hal ini karena bentuk sediaan krim memiliki kestabilan yang lebih baik dibandingkan bentuk sediaan losion terhadap beragam kondisi. Minyak, humektan dan air dapat ditambahkan dalam proporsi yang cukup besar pada bentuk sediaan krim.

Krim pelembab (moisturizers) merupakan kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, angin keras, umur lanjut, penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering. Bentuk sediaan kosmetika pelembab umumnya emulsi oil in

water (O/W) maupun berbentuk emulsi water in oil (W/O) (Wasitaatmadja 1997).

Menurut Schmitt (1996), umumnya produk krim berbentuk O/W dengan fase minyak dan humektan yang lebih banyak dari produk losion. Terdiri dari 15-40% fase minyak dan 5-15% fase humektan, karakteristik penampakannya hampir sama dengan produk losion. Emulsi O/W biasanya mengandung 10-35% fase minyak, emulsi dengan viskositas rendah biasanya mengandung fase minyak rendah sekitar 5-15%. Air dalam fase eksternal emulsi membantu melembabkan lapisan korneum kulit. Emulsi O/W merupakan jenis produk yang paling banyak digunakan. Tipe emulsi ini lebih banyak disukai karena tidak terasa berlemak dan memiliki biaya produksi yang lebih murah terkait besarnya kandungan air dalam produk. Emulsi W/O secara historis tidak terlalu dipilih karena sifatnya yang berlemak dan terasa berminyak saat diaplikasikan ke kulit.

III. METODE PENDEKATAN

(9)

IV. PELAKSANAAN PROGRAM Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian efektivitas karaginan dari alga merah (Kappaphycus alvarezii) dalam pembuatan krim pelembabsecara in vitro dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan dengan rincian satu bulan persiapan, satu bulan pelaksanaan penelitian dan tiga bulan analisis hasil dan evaluasi. Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Tahapan Pelaksanaan 1. Pembuatan Karaginan

Rumput laut (Kappaphycus alvarezii) direndam selama 24 jam dengan akuades dan dihancurkan. Kemudian diekstraksi dengan larutan NaOH selama 3 jam dengan perbandingan 1:20 pada suhu 90 oC dan pada pH 9-10 selanjutnya disaring menggunakan nilon 150 mesh sehingga menghasilkan filtrat. Filtrat rumput laut tersebut diendapkan dengan Isopropil Alkohol dengan perbandingan 1:1,5 dan dijemur. Setelah itu, dilakukan proses penepungan sehingga menghasilkan tepung karaginan murni.

2. Analisis Kimia Karaginan a) Rendemen (FMC Corp. 1977)

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering.

b) Kadar Air (AOAC 1995)

Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Cawan diletakkan dalam desikator (± 30 menit) hingga dingin kemudian ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel sebesar 5 gram kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan di oven dengan suhu 150 oC selama 8 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.

c) Kadar Sulfat (FMC Corp. 1977)

(10)

menjadi jernih. Larutan dipindahkan ke dalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 di atas penangas air selama 2 jam. Endapan disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring di oven, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

d) Kadar Abu (AOAC 1995)

Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 30 menit. Cawan abu tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan ditimbang. Sampel sebesar 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 oC) selama 7 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu kulit ikan bandeng ditentukan dengan rumus

Kadar abu (%) = −

×

%

Keterangan :

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) e) Viskositas (FMC Corp. 1977)

(11)

3. Pembuatan Krim Pelembab

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim tipe M/A diawali dengan pencampuran bahan larut air kedalam air murni (sediaan 1) dan dipanaskan hingga suhu 70 oC. Kemudian bahan yang tergolong ke dalam fase minyak dilarutkan dan dicampur terpisah juga pada suhu 70 oC (sediaan 2). Larutan karaginan termasuk dalam sediaan 2. Setelah semua bahan bercampur homogen, fase minyak dituangkan sedikit demi sedikit sambil diaduk untuk mempersiapkan proses emulsifikasi. Emulsi yang sempurna dibentuk dengan bantuan alat emulsifikasi seperti homomixer. Proses pengadukan dilakukan hingga campuran kedua sediaan homogen dan mencapai suhu 40 oC (sediaan 3). Setelah terbentuk emulsi selanjutnya dilakukan penambahan pengawet (metil paraben) dan parfum ke dalam sediaan 3 pada suhu 35 oC kemudian dilakukan pengadukan dengan stirrer selama kurang lebih satu menit.

4. Analisis Krim Pelembab

a) Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer 4,01 dan 6,86. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan mata pH ke dalam sampel yang sudah diencerkan, lalu ditunggu sampai angka yang muncul pada pH meter stabil.

b) Analisis Viskositas (Cottrell dan Kovacs 1980)

Viskositas diukur dengan mengambil sampel sebanyak 100 gram yang dimasukkan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer Brookfield LVT. Viskositas (cp) adalah angka hasil pengukuran faktor konversi dengan skala.

c) Analisis Penyusutan Bobot.

(12)

SE % = % −Berat fase yang memisah gramBerat total bahan emulsi gram × %

d) Analisis Total Mikroba (SNI 19-2897-1992)

Secara aseptis, sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan dalam garam fisiologis kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Sebanyak 1 ml sampel diinokulasikan pada cawan petri steril. Media PCA yang steril pada suhu 45-55 oC dituangkan pada cawan petri sebanyak 10-15 ml. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba.

e) Uji Kelembaban Kulit

Uji kelembaban dilakukan menggunakan alat Scalar Moisture Checker yang ditempelkan pada kulit. Krim dioleskan pada kulit dengan luas permukaan 2x4 cm. Kelembaban kulit setelah dioleskan krim pelembab diukur selama 15 menit dengan selang waktu pengukuran 5 menit. Hasil yang terdapat pada layar Scalar Moisture

Checker menunjukkan persentase kelembaban kulit. Hasil persentase kelembaban

kulit diolah menggunakan software Skin Sys untuk mengetahui tingkat kelembaban kulit setelah pemakaian krim.

f) Uji pembengkakan kolagen (Blake-Haskins et al. 1986)

Nilai pembengkakan yang besar pada collagen sheet menunjukkan peningkatan iritasi yang dihasilkan oleh produk tersebut. Nilai pembengkakan dihitung sebagai:

CSW = (bobot setelah inkubasi –bobot awal)/bobot awal g) Uji kenaikan pH (Tavss et al. 1988)

Nilai pH dari larutan diukur dengan indikasi bahwa kenaikan nilai pH menandakan peningkatan tingkat iritasi produk. Kenaikan pH dihitung sebagai berikut:

pH = pH setelah inkubasi – 5,6 Instrumen Pelaksanaan

(13)

asam stearat, gliseril monostearat, parafin cair. Alat-alat yang digunakan adalah

Magnetic stirer, heater, homogenizer, gelas piala 100 mL, gelas piala 250 mL, gelas

piala 2L, Luminarc, kompor listrik, pengaduk, thermometer, pH meter 744 Metrohm®, timbangan digital, dan Viskometer Brookfield.

Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya

28. Uji Stabilitas Emulsi 10 sampel 350.000

29. Uji pH 10 sampel 575.000

30. Uji Kelembaban Kulit 10 sampel 1.500.000

31. Uji pembengkakan kolagen 1 sampel 1.500.000

32. Uji kenaikan pH 1 sampel 1.250.000

33. Transportasi 466.000

34. Laporan 350.000

(14)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fisiko Kimia Karaginan

Analisis rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering yang digunakan. Rendemen karaginan yang pada penelitian ini sebesar 41,90%. Rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar persyaratan minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25%. Kadar air dihitung sebagai persen berat, artinya berapa gram air dalam setiap 100 gram berat karaginan (Harikedua 2003). Data hasil pengujian kadar air karaginan pada penelitian ini sebesar 9,35%. Menurut Food Agricultur Organization (FAO), Food Chemicals

Codex (FCC), dan European Economic Community (EEC), standar mutu karaginan

yang baik yaitu memiliki kadar air maksimal 12%.

Kadar sulfat adalah parameter yang digunakan untuk berbagai polisakarida yang terdapat dalam alga merah (Winarno 1996). Karaginan yang dianalisis memiliki kadar sulfat sebesar 21,36%. Menurut Moraino (1977) karaginan minimal memiliki kandungan sulfat sebesar 18%. Menurut (FAO), kadar sulfat karaginan berkisar antara 14-40%. Kadar abu yang dihasilkan karaginan pada penelitian ini sebesar 16,44%, dan masih memenuhi standard yang ditetapkan oleh FAO dan EEC (15-24 persen), FCC (maks. 35%). Kandungan abu menunjukan besarnya kandungan mineral pada karaginan yang tidak terbakar selama proses pengabuan. Tabel 1. Hasil analisis fisiko kimia karaginan.

No. Parameter Nilai

(15)

diperoleh dari penelitian ini sebesar 57,23 cps. Standard nilai viskositas karaginan menurut FAO, FCC dan EEC adalah min. 5 cps.

Hasil analisis karaginan yang didapat telah memenuhi standar FAO, FCC, EEC maupun Departemen Perdagangan RI sehingga karaginan tersebut dapat digunakan sebagai bahan penyusun krim pelembab.

Analisis Krim Pelembab

Analisis nilai pH berkisar antara 6,66-7,03. Nilai pH krim pelembab masih termasuk kedalam kisaran nilai pH menurut SNI 16-4399-1996 yaitu 4,5-8,0 dan masih berada dalam kisaran nilai pH krim pelembab komersial yaitu antara 7,25-8,45. Hal ini menunjukkan bahwa krim pelembabaman digunakan untuk kulit.

Uji total mikroba pada krim pelembab menunjukkan bahwa tidak terdapat mikroba pada krim pelembabyang dihasilkan. Penggunaan bahan pengawet yaitu metil paraben pada formulasi terbukti efektif untuk mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk krim pelembab.

Tabel 2. Hasil analisis viskositas dan pH krim pelembab Krim

(16)

disyaratkan SNI 16-4399-1996 yaitu berada dalam kisaran nilai viskositas 2000-50000 cP. Semakin tinggi konsantrasi karaginan yang ditambahkan, maka semakin tinggi viskositas krim pelembab.

Uji stabilitas emulsi krim pelembab menunjukkan nilai yang berkisar antara 83,5 sampai 97,83%. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa viskositas juga mempengaruhi stabilitas emulsi. Semakin tinggi viskositas maka emulsi akan semakin stabil karena pergerakan partikel yang sulit (Schmitt 1996). Emulsi yang dihasilkan menunjukkan tanda-tanda emulsi mulai tidak stabil namun belum sampai terjadi pemisahan antar fase, perubahan warna dan bau. Karaginan juga berfungsi sebagai humektan yang berpengaruh terhadap stabilitas skin lotion yang dihasilkan karena dapat mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu ruang (Mitsui 1997).

Nilai persentase kelembaban kulit berkisar antara 40,53%-49,45% yang termasuk ke dalam kategori lembab (38-47%) sampai lebih lembab (48-57%). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai persentase kelembaban menurun seiring pertambahan waktu. Karaginan memiliki kemampuan mengikat air (water holding

capacity) yang tinggi dapat meningkatkan kestabilan dan kelembaban produk

(Hidayat 2006).

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Persentasi penelitian yang telah dilakukan 100%. Karakteristik karaginan yang dibuat telah sesuai dengan standar mutu. Pengujian karakteristik fisiko kimia krim pelembab juga telah memenuhi standar yang ditetapkan. Hasil uji kelembaban yang dihasilkan menunjukkan krim pelembab yang dihasilkan tidak mengiritasi kulit pemakai sehingga aman digunakan.

VII. DAFTAR PUSTAKA

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik produksi rumput laut.

www.kkp.go.id. [8 Maret 2012].

(17)

Balsam MS. (1972). Cosmetic Science and Technology. Second Edition. New York. John Willy and Son, Inc. Page. 179.

Bawa IGAG, Putra AAB, dan Laila IR. 2007. Penentuan Ph Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma Cottonii. Jurnal Kimia 1 (1): 15-20.

Campo VL, Kawano DF, Silva DB dan Carvalho I. 2009. Carrageenans: Biological properties, chemical modifications and structural analysis - A review. Carbohydr. Polym., 77, 167-180.

Denavarre M. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics. Second Edition. Florida: Continental Press. Hal. 119.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Hal. 22, 83, 97, 356.

Erungan AC, Purwaningsih S, Anita SB. 2009. Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol XII (2): 129-144.

Gozali D, Abdassah M, Subghan A dan Lathiefah SA. 2009. Formulasi Krim Pelembab Wajah Yyang Mengandung Tabir Surya Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Farmaka. Volume 7(1): 37-47.

Hidayat F. 2006. Pengaruh kombinasi karagenan dan sodium lauryl sulfat serta penambahan ekstrak Pemphis acidula terhadap karakteristik sabun mandi cair. [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Istini S dan Suhaimi. 1998. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta.

Schmitt WH. 1996. Skin Care Products. Di dalam: DF Williams and WH Schmitt (Ed). 1996. Chemistry and Technology of Cosmetics and Toiletries Industry. Ed ke-2. London: Blackie Academy and Profesional.

Soraya N. 2002. Bahan Kosmetik Alami. http://www.pikiranrakyat.com. [20 September 2012].

(18)

Ulfah M. 2009. Pemanfaatan iota karaginan (Eucheuma spinosum) dan kappa karaginan (Kappaphycus alvarezii) sebagai sumber serat untuk meningkatkan kekenyalan mie kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Van de Velde F. (2008). Structure and function of hybrid carrageenans. Food

Hydrocoll 22: 727–734.

Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetika Medik. Jakarta: UI Press.

LAMPIRAN

Tepung Karaginan Bahan penyusun krim pelembab

Analisis kimia karaginan

(19)

Krim pelembab dengan penambahan Uji total mikroba krim pelembab

karaginan

Gambar

Tabel 2. Hasil analisis viskositas dan pH krim pelembab

Referensi

Dokumen terkait

Alamat : Jetis IV, Sidoagung, Godean, Sleman, Yogyakarta. Harga penawaran :

[r]

a) Jumlah calon penyedia barang/jasa yang telah mendaftar untuk mengikuti lelang Pekerjaan Pengadaan Tenaga Outsourcing Satpam Kantor LAN Jakarta melalui

Motion of a loose rock is calculated as difference between two transformation matrices: the matrix � �� which transforms the target rock part of the reference point

4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan

tlnit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) adalah Unsur Pela-ksana Operasional Dinas di- Lapangan;.. Kel,ompok Jabat.an Er-rngsi.onal adalah kelompok

The registration performance and time consumption of the proposed approach are compared with using the ICP algorithm alone without initialization in different scenarios such

For the volume of concrete estimation and thickness calculation, the signed distances from the initial to the successive point cloud were obtained using Cloud Compare.. In this