• Tidak ada hasil yang ditemukan

The uses of markov chain in the development of key predictability test methodology

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The uses of markov chain in the development of key predictability test methodology"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN RANTAI MARKOV PADA PENGEMBANGAN

METODOLOGI UJI KETERDUGAAN KUNCI

SARI AGUSTINI HAFMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Penggunaan Rantai Markov pada Pengembangan Metodologi Uji Keterdugaan Kunci adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

(4)
(5)

ABSTRACT

SARI AGUSTINI HAFMAN. The Uses of Markov Chain in the Development of Key Predictability Test Methodology. Supervisors: ANANG KURNIA and AGUS BUONO.

One Time Key (OTK) system with key from alphabetical sequences is one of symmetric encryption algorithm that used in Indonesia to protect secret information until now. Alphabetic sequences in OTK system must be cryptographically secure pseudorandom sequences. OTK system in Indonesia only tested by overlapping m-tuple test developed by Marsaglia (2005). Overlapping m-tuple test doesn’t check the unpredictability of alphabetical sequences, it just tests distribution form and indpendency of alphabetical sequences. So, alphabetical sequences in OTK system cannot be used in cryptography application by the reason of unpredictability sequence is unknown. Because some of Pseudorandom Number Generator (PRNG) algorithm based on block cipher algorithm that has markovian properties, markov chain model used to detect predictability alphabetical sequences.

Data in this study consists of two data sources i.e. simulation data that generated from four classes PRNG and OTK system keys in 2005 that used in three communication units of foreign ministry. Simulation data is used to develop key predictability test methodology by find predictability threshold value based on characteristic of match level. OTK system keys will be predictability tested by comparing characteristic of match level with threshold value that is obtained from simulation data.

The first result of this study shows the alphabetical sequence generated by first, second and fourth PRNG class can't be modeled with first-order markov chain until third-order. The third PRNG class, except PRNG LCG1, LCG2, coveyou, rand and randu, also can't be modeled with first order markov chain until third-order. Sequence generated by LCG2, coveyou, rand and randu are not fit for use in cryptography because it has a high probability to be modeled by high orders of markov chain (above the order of three). The second result obtains predictability threshold value with markov chains based on the minimum and maximum match level on the second-order and third-order. The last result shows the size of training data must be greater than the size of the observation data with the best ratio between the size of training data with observational data is 100: 10.

The results of testing using 10 times repeated shows that the match level average of the OTK system key match on the all of three-order less than 4.5 x 10-2, so the OTK system the is feasible to secure information in three communication units.

(6)
(7)

RINGKASAN

SARI AGUSTINI HAFMAN. Penggunaan Rantai Markov pada Pengembangan Metodologi Uji Keterdugaan Kunci. Di bawah bimbingan ANANG KURNIA dan AGUS BUONO.

Sistem One Time Key (OTK) yang menggunakan barisan abjad sebagai kunci merupakan salah satu contoh algoritma enkripsi simetrik yang masih digunakan di Indonesia untuk mengamankan informasi yang bersifat rahasia. Berdasarkan prinsip Kerckhoffs (1883) maka barisan abjad pada OTK minimal harus berupa barisan acaksemu yang aman secara kriptografis. Selama ini sistem OTK di Indonesia hanya diuji dengan menggunakan overlapping m-tuple test

yang dikembangkan oleh Marsaglia (2005). Uji tersebut hanya bertujuan untuk menguji bentuk distribusi dan kesalingbebasan barisan abjad. Akibatnya, barisan kunci yang telah lulus overlapping m-tuple test belum dapat digunakan sebagai kunci pada sistem OTK karena ketidakterdugaan barisan tersebut belum diketahui. Mengingat belum adanya penelitian mengenai ketidakterdugaan maka dilakukan penelitian untuk membahas pengujian terhadap keterdugaan suatu barisan abjad dengan menggunakan pendekatan rantai markov. Penelitian dibatasi pada pemodelan rantai markov karena beberapa algorirtma pembentuk PBAS yaitu DES dalam Lai (1992) serta AES dalam Daemen dan Rijmen (2007) merupakan

markov cipher yang memiliki sifat markov. Hal ini menyebabkan jika suatu

barisan kunci membentuk rantai markov maka barisan kunci tersebut tidak memenuhi ketidakterdugaan. Tetapi jika barisan kunci tersebut tidak membentuk rantai markov maka belum tentu barisan kunci tersebut memenuhi ketidakterdugaan.

Sumber data pada penelitian ini terdiri dari dua sumber data yaitu data simulasi yang dibangkitkan langsung dari empat kelas PBAS dan data kunci sistem OTK Tahun 2005 yang digunakan oleh 3 unit komunikasi di luar negeri. Data simulasi digunakan untuk mengembangkan metodologi uji keterdugaan dengan rantai markov sedangkan data kunci sistem OTK akan diuji keterdugaannya dengan menerapkan hasil pengembangan metodologi uji keterdugaan yang diperoleh pada penelitian ini.

Langkah-langkah untuk menganalisis sifat keterdugaan dari barisan abjad yang dihasilkan oleh ke-35 PBAS dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah membangkitkan barisan huruf dari rantai markov waktu diskrit pada orde satu,dua dan tiga. Tahap kedua, menghitung tingkat kecocokan. Tahap ketiga, menganalisis karakteristik tingkat kecocokan setiap kelas PBAS, antara keempat kelas PBAS serta antara ketiga tipe gugus data baik dengan maupun tanpa overlap.

(8)

layak digunakan dalam kriptografi karena memiliki kemungkinan yang tinggi untuk dapat dimodelkan dengan rantai markov orde-orde tinggi (diatas orde tiga).

Dari hasil analisis terhadap karakteristik tingkat kecocokan antara keempat kelas PBAS diperoleh nilai ambang (threshold) keterdugaan dengan rantai markov yang dibuat berdasarkan nilai minimum dan maksimum tingkat kecocokan pada orde 2 dan orde 3. Berdasarkan nilai ambang tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu barisan yang acak secara statistik serta memiliki tingkat kecocokan dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.5 × 10 untuk gugus data tanpa overlap

dan dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.4 × 10 untuk data dengan

overlap, merupakan barisan acaksemu yang aman secara kriptografis sehingga

layak digunakan dalam kriptografi.

Hasil analisis terhadap karakteristik tingkat kecocokan ketiga tipe gugus data kelas kesatu menunjukkan bahwa ukuran data pelatihan harus lebih besar daripada ukuran data observasi dengan perbandingan ukuran yang terbaik antara data pelatihan dengan data observasi adalah 100: 10.

Penerapan hasil pengembangan uji keterdugaan dengan rantai markov terhadap barisan kunci OTK yang digunakan oleh 3 unit komunikasi Departemen Luar Negeri tahun 2005 menunjukkan bahwa rataan tingkat kecocokan kunci OTK pada ketiga orde kurang dari 4.5 x 10-2 sehingga kunci OTK tersebut layak digunakan dalam kriptografi untuk mengamankan informasi di unit komunikasi Canbera, Jenewa dan New York.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

PENGGUNAAN RANTAI MARKOV PADA PENGEMBANGAN

METODOLOGI UJI KETERDUGAAN KUNCI

SARI AGUSTINI HAFMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Penggunaan Rantai Markov pada Pengembangan Metodologi Uji Keterdugaan Kunci

Nama : Sari Agustini Hafman NIM : G151090151

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Anang Kurnia Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Penggunaan Rantai Markov pada Pengembangan Metodologi Uji Keterdugaan Kunci”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Statistika.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Anang Kurnia sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir. Agus Buono M.Si, M.Kom selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan proposal penelitian ini.

2. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku, atas doa dan dukungannya 3. Suami dan anakku atas doa, semangat, pengertian dan dukungannya.

4. Teman-teman S2 dan S3 Statistika IPB atas kebersamaan, dukungan dan sumbangan sarannya.

5. Rekan-rekan peneliti di Deputi III LSN khususnya Pak Danang Jaya, Faisal Ahmad, Adi Nugroho, Wildan dan Andriani Adi Lestari atas dukungan dan sumbangan sarannya.

6. Rekan-rekan dosen di STSN khususnya Pak Andriyat Kurniawan, Ibu Santi Indarjani dan Ibu Sri Rosdiana atas arahan dan sumbangan sarannya.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Oleh karena itu kritik, saran, dan masukan sangat penulis harapkan demi penyempurnaan dan perbaikan tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk semua pembaca. Amin.

Bogor, September 2011

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Pembangkit Teks dengan Rantai Markov ... 7

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Empat Kelas PBAS ... 11 2. Tipe Gugus Data ... 13 3. Hasil Pengujian Keterdugaan dengan Rantai Markov Orde Satu,

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pengelompokan Sistem Kriptografi ... 3 2. Skema Enkripsi Kunci Simetrik ... 4 3. Diagram Blok Tahapan Pengembangan Metodologi Uji

Keterdugaan dengan Rantai Markov ... 12 4. Plot Nilai Peluang Matrik Transisi Orde Satu Kelas Kesatu Gugus

Data Tipe 3 tanpa Overlap (a) PBAS X9.17; (b) PBAS X9.31 ... 21 5. Plot Nilai Peluang Matrik Transisi Orde Dua Kelas Kesatu Gugus

Data Tipe 3 tanpa Overlap (a) PBAS X9.17; (b) PBAS X9.31 ... 22 6. Plot Tingkat Kecocokan Gugus Data Tipe 3 Kelas Kesatu (a) tanpa

Overlap; (b) dengan Overlap ... 23 7. Plot Nilai Peluang Matrik Transisi Orde Satu Kelas Kedua tanpa

Overlap (a) Tipe 1;(b) Tipe 2; (c) Tipe 3 ... 23 8. Plot Nilai Peluang Matrik Transisi Orde Dua Kelas Kedua tanpa

Overlap (a) Tipe 1;(b) Tipe 2; (c) Tipe 3 ... 24 9. Plot Tingkat Kecocokan Gugus Data Tipe 3 Kelas Kedua (a) tanpa

Overlap;(b) dengan Overlap ... 24 10. Plot Nilai Peluang Matrik Transisi Orde Satu Kelas Ketiga Gugus

(24)

14. Plot Nilai Peluang Matrik Transisi Orde Dua Kelas Keempat Gugus Data Tipe 3 tanpa Overlap (a) PBAS mt19937_1999; (b)

PBAS random128_bsd ... 30 15. Plot Tingkat Kecocokan Gugus Data Tipe 3 PBAS Kelas Keempat

tanpa Overlap pada Ketiga Orde ... 30 16. Diagram Kotak Tingkat Kecocokan Ketiga Tipe Gugus Data Orde

1,2, dan 3 pada Kelas Kesatu Gugus Data (a)Tanpa Overlap;

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

4. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Kelas Ketiga ... 49 5. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Kelas Keempat ... 55 6. Ringkasan Statistik Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu dan

Overlap dan dengan Overlap Kelas Ketiga ... 63 12. Plot Tingkat Kecocokan Gugus Data pada Ketiga Tipe tanpa

Overlap dan dengan Overlap Kelas Keempat ... 64 13. Plot Tingkat Kecocokan Keempat Kelas PBAS ... 64 14. Ringkasan Statistik Gugus Data Tipe 1 Tanpa Overlap pada Orde 1 .... 68 15. Rataan Tingkat Kecocokan Kunci OTK Canbera, Jenewa dan New

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu dampak negatif perkembangan teknologi informasi adalah timbulnya kerawanan dalam komunikasi seperti pemalsuan, penyadapan, perusakan, pengubahan informasi. Dalam pengamanan informasi terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan yaitu pengamanan fisik, administratif dan logic. Penggunaan kriptografi merupakan salah satu upaya pengamanan secara logic.

Berdasarkan prinsip Kerckhoffs (1883), keamanan sistem kriptografi harus hanya bergantung pada kunci. Dalam sistem kriptografi, kunci umumnya dihasilkan oleh pembangkit bilangan acak nyata (PBAN) atau pembangkit bilangan acaksemu (PBAS). Output dari PBAN atau PBAS ini berupa barisan kunci berbentuk bit atau diubah menjadi bentuk barisan lain bergantung pada kebutuhan sistem kriptografi seperti barisan digit (0-9), barisan bilangan heksadesimal (0-F), barisan karakter (0-255) dan barisan abjad (A-Z).

Terdapat tiga tipe barisan yang dihasilkan oleh PBAN dan PBAS yaitu

pseudo-random sequences (barisan acaksemu), cryptographically secure

pseudo-random sequences (barisan acaksemu yang aman secara kriptografis) dan real

random sequences (barisan yang acak nyata). Barisan dikatakan acaksemu jika secara statistik terlihat acak (berdistribusi seragam dan saling bebas). Barisan dikatakan aman secara kriptografis bila barisan tersebut secara statistik terlihat acak serta unpredictable (ketidakterdugaan). Barisan dikatakan acak nyata bila memenuhi tiga syarat yaitu barisan tersebut secara statistik terlihat acak, ketidakterdugaan dan barisan yang sama tidak dapat dihasilkan kembali (Schneier 1996). Hanya barisan acaksemu yang aman secara kriptografis dan barisan acak nyata yang dapat digunakan dalam sistem kriptografi.

(28)

Uji statistik untuk menguji bentuk distribusi dari suatu barisan kunci mulai berkembang sejak masa perang dunia I yang dipelopori oleh Kendall dan Smith (1938). Uji ini bertujuan menguji barisan digit dan terdiri atas empat uji yaitu uji frekwensi, uji serial, uji poker dan uji gap. Keempat uji tersebut merupakan pengembangan dari uji kecocokan chi-square. Sejak tahun 1938 sampai dengan tahun 2005, uji-uji statistik untuk menguji barisan abjad hanya bertujuan mengetahui bentuk distribusi dari barisan kunci. Marsaglia (2005) mengajukan sebuah uji overlapping m-tuple test yang merupakan pengembangan dari uji serial yang dikembangkan oleh Beker dan Piper (1982).

Selama ini kunci yang digunakan dalam sistem OTK di Indonesia hanya diuji dengan menggunakan overlapping m-tuple test yang dikembangkan oleh Marsaglia (2005). Padahal uji tersebut hanya bertujuan menguji bentuk distribusi dan kesalingbebasan sehingga barisan yang telah lulus overlapping m-tuple test

belum dapat digunakan sebagai kunci sistem OTK karena ketidakterdugaan barisan tersebut belum diketahui.

Mengingat belum adanya penelitian mengenai ketidakterdugaan maka dilakukan penelitian untuk membahas pengujian terhadap keterdugaan suatu barisan abjad dengan menggunakan pendekatan rantai markov. Penelitian dibatasi pada pemodelan rantai markov karena beberapa algorirtma pembentuk PBAS yaitu DES dalam Lai (1992) serta AES dalam Daemen dan Rijmen (2007) merupakan markov cipher yang memiliki sifat markov. Hal ini menyebabkan jika suatu barisan kunci membentuk rantai markov maka barisan kunci tersebut tidak memenuhi ketidakterdugaan. Tetapi jika barisan kunci tersebut tidak membentuk rantai markov maka belum tentu barisan kunci tersebut memenuhi ketidakterdugaan.

Tujuan

(29)

Kriptografi

dalah studi teknik matematika yang berhubun amanan informasi seperti kerahasiaan, i dan autentikasi data (Menezes,et al. 1997). Si n sebuah berita (plainteks) menjadi siferteks an rupa sehingga hanya penerima yang s ransformasi tersebut dan memperoleh be plainteks menjadi siferteks dinamakan proses e

psi E ditentukan oleh sebuah algoritma enkr adalah parameter khusus yang diperlukan i hanya diketahui oleh pengirim dan penerima memperoleh kembali plainteks, diperlukan sua es deskripsi. Pada proses dekripsi, setiap fung

ah algoritma dekripsi dan sebuah kunci kd.

besar, sistem kriptografi terbagi menjadi tiga ografi tak berkunci, sistem kriptografi sime ik. Diagram pengelompokkan sistem kriptogra

ambar 1 Pengelompokkan sistem kriptografi.

enkripsi dikatakan menggunakan enkripsi kunc kan untuk melakukan proses enkripsi dan dek ografi dapat dilihat

(30)

privat) dan dekripsi (kunci publik) maka skema tersebut dinamakan skema enkripsikunci publik (Lidl dan Pilz 1997). Skema enkripsi kunci simetrik seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

(Sumber : http://cisc.hk.linkage.net/ notes/english/note02.html) Gambar 2 Skema enkripsi kunci simetrik.

Dalam sistem kriptografi, kunci umumnya dihasilkan oleh PBAN atau PBAS. Output dari PBAN atau PBAS ini berupa barisan kunci berbentuk bit, yang selanjutnya akan diubah menjadi bentuk barisan lain atau tetap dalam bentuk barisan bit bergantung pada kebutuhan sistem kriptografi. Beberapa bentuk barisan kunci yang digunakan dalam sistem kriptografi adalah barisan digit (0-9), barisan bilangan heksadesimal (0-F), barisan karakter (0-255) dan barisan abjad (A-Z).

Terdapat tiga tipe barisan yang dihasilkan oleh PBAN dan PBAS yaitu barisan acaksemu, barisan acaksemu yang aman secara kriptografis dan barisan yang acak nyata. Hanya barisan acaksemu yang aman secara kriptografis dan barisan acak nyata yang dapat digunakan dalam sistem kriptografi. Berikut ini adalah penjelasan secara mendetail mengenai kedua barisan tersebut.

1. Barisan Acaksemu yang Aman Secara kriptogafis

(31)

Suatu barisan dikatakan aman secara kriptografis bila barisan tersebut memenuhi dua syarat, yaitu :

a. Terlihat acak.

Yang dimaksud dengan terlihat acak adalah bila barisan kunci tersebut lulus semua uji statistik mengenai keacakan. Atau dengan kata lain frekwensi kemunculan setiap kunci harus mendekati sama (berdistribusi seragam) dan saling bebas atau kemunculan suatu kunci tidak mempengaruhi terjadinya kunci lain sehingga kemunculan kunci selanjutnya tidak dapat diperkirakan tanpa memperhatikan berapa banyak kunci yang telah dihasilkannya (Stallings 1998).

b. Ketidakterdugaan.

Yang dimaksud dengan ketidakterdugaan adalah kemunculan kunci berikutnya tidak dapat diprediksi dengan menggunakan komputasi terbatas meskipun penyerang memiliki informasi mengenai barisan kunci sebelumnya dari barisan kunci tersebut.

2. Barisan Acak nyata

Suatu barisan dikatakan acak nyata bila memenuhi 3 syarat yaitu barisan tersebut terlihat acak, ketidakterdugaan dan barisan yang sama tidak dapat dihasilkan kembali.

Sistem One Time Key (OTK)

Sistem One Time Key (OTK) merupakan salah satu contoh algoritma enkripsi simetrik. Sistem tersebut dinamakan OTK karena tiap kunci hanya tepat digunakan satu kali untuk satu berita sehingga setelah mengenkripsi berita, pengirim harus segera menghapus barisan kunci yang telah digunakannya. Untuk mendekripsi berita, penerima harus mempunyai barisan kunci yang sama dengan pengirim. Seperti pengirim berita, penerima juga harus menghapus barisan kunci yang telah digunakan untuk mendekripsi berita.

(32)

= + 26

dengan ∈ "#$%&' (, * ∈ +%, -' , ∈ ./&0%, " = + = . = ℤ 2 dan 0 ≤ ≤ 25 .

Rantai Markov

Rantai markov adalah suatu model stokastik yang diperkenalkan oleh matematikawan Rusia bernama A.A.Markov pada awal abad ke-20. Dengan menggunakan proses markov, pemodelan fenomena stokatik yang berkembang menurut waktu dapat dilakukan. Masalah dasar dari pemodelan stokastik dengan proses markov adalah menentukan deskripsi state (keadaan) yang sesuai sehingga proses stokastik yang berpadanan akan benar-benar memiliki sifat markov yaitu pengetahuan terhadap state saat ini cukup untuk memprediksi perilaku stokastik dari proses waktu yang akan datang (Mangku 2005).

Proses markov diklasifikasikan berdasarkan parameter waktu dan sifat ruang state. Berdasarkan ruang state, proses markov dapat dibagi menjadi proses markov state diskrit dan proses markov state kontinu. Proses markov state diskrit dinamakan rantai markov. Berdasarkan waktu, proses markov dapat dibagi menjadi proses markov waktu diskrit dan proses markov waktu kontinu. Jadi terdapat 4 tipe proses markov, yaitu :

1. Rantai markov waktu diskrit (proses markov state diskrit waktu diskrit). 2. Rantai markov waktu kontinu (proses markov diskrit waktu kontinu). 3. Proses markov waktu diskrit(proses markov state kontinu waktu diskrit). 4. Proses markov waktu kontinu (proses markov state kontinu waktu kontinu).

Proses stokastik {Xn, n = 0,1,2,...} dengan ruang state30,1,2, ⋯ 5 dinamakan

rantai markov waktu diskrit jika untuk setiap & = 30,1,2, ⋯ 5 berlaku :

6789:;< = =|9: = %, 9: <= %: <, ⋯ , 9< = %<, 9? = %?@ = 6789:;< = =|9: = %@ (1)

untuk semua kemungkinan nilai dari %?, %<, ⋯ , %: <, %, = ∈ 30,1,2, ⋯ 5.

Suatu rantai markov dikatakan berorde satu jika nilai suatu state pada periode tertentu hanya bergantung pada state satu periode sebelumnya, yang dirumuskan sebagai :

6789:;< = =|9: = %, 9: <= %: <, ⋯ , 9< = %<, 9? = %?@ = 6789:;< = =|9: = %@ (2)

(33)

Jika nilai suatu state pada periode tertentu hanya bergantung pada state dua periode sebelumnya maka disebut rantai markov orde dua, yang dirumuskan sebagai :

6789:;< = =|9: = %, 9: < = %: <, ⋯ , 9< = %<, 9? = %?@ = 6789:;<= =|9: =

%, 9: < = %: <@ (3) untuk semua n dan state%?, %<, ⋯ , %: <, %, =.

Peluang bahwa 9: < berada pada state j jika 9: berada pada state i disebut sebagai peluang transisi satu langkah, yang dirumuskan sebagai :

ABC:,:;< = 6 9:;< = =|9: = % .

Jika peluang transisi tersebut bebas dari indeksnya maka disebut proses markov dengan peluang transisi stasioner dengan peluang transisinya dapat ditulis sebagai

ABC:,:;< = ABC

Umumnya peluang transisi satu langkah ditampilkan sebagai matriks P berukuran

n x n dimana ABC adalah input pada baris ke-i dan kolom ke-j.

Mengingat nilai peluang adalah tidak negatif dan proses markov harus mengalami transisi ke suatu state maka :

1. ABC ≥ 0 untuk semua %, = ∈ 30,1,2, ⋯ 5. 2. ∑GCH?ABC = 1 untuk semua % ∈ 30,1,2, ⋯ 5.

Pembangkit Teks dengan Rantai Markov

Pembangkit teks dengan rantai markov pertama kali dikenalkan oleh Shannon (1948) dan dipopulerkan oleh Dewdney (1989).

Berikut ini adalah proses pembangkitan teks dengan rantai markov :

(34)

2. Membangkitkan data selanjutnya berdasarkan matriks peluang transisi tersebut dengan cara memilih secara acak data selanjutnya berdasarkan data sebelumnya.

Sumber Markov Homogen (Homogeneous)

Menurut Konheim (2007), sumber markov untuk membangkitkan barisan teks ditentukan oleh 2 parameter yaitu :

1. Distribusi peluang π i 1-gram.

639J= i5 = K % ≥ 0,0 ≤ % <

1 = ∑M <K %

BH? (4)

2. Peluang transisi A =|% unuk pasangan 2-gram.

639J= =|9J < = %5 = 6 =|% ≥ 0, 0 ≤ %, = <

1 = ∑M <6 =|% , 0 ≤ % <

CH? (5)

a. Peluang dan Cara Menghitung Huruf dalam Barisan

Karakteristik statistik suatu bahasa dapat dilihat melalui frekwensi terjadinya k-gram. Jumlah 1-gram i muncul dalam plainteks x dengan panjang n adalah peubah acak dihitung dengan menggunakan persamaan: N: % = ∑: <BH? O39J= %5 (6)

dimana O39J = %5 = P1,jika3⋯ 5 adalah benar 0, untuk yang lain 8

dengan nilai harapan dan frekwensi terjadinya 1-gram adalah

Q3N: % 5 = R 639J= 15 = &

dengan nilai harapan dan frekwensi terjadinya 2-gram adalah

Q3N: % 5 = R 639J = %, 9J;<= =5 = & − 1 :

(35)

,: %, = =Q3N& − 1 = K % 6 =|%: %, = 5

b. Menghitung k-Gram

Sliding window counts merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk menghitung frekwensi dari suatu teks (Konheim 2007). Berikut adalah algoritma sliding windows count :

Inisialisasi : N % = N %, = = N %, =, = 0 untuk 0 ≤ %, =, < ;

Hasil dari sliding window counts harus memenuhi :

UR N %, # −

Parameter-parameter rantai markov yang diperoleh dari sliding window counts 2-gram {N(i,j)} pada sampel teks = ?, <, ⋯ , : < dari metode kemungkinan maksimum. Penjelasan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 43.

(36)
(37)

METODOLOGI

Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas dua sumber data yaitu data simulasi dan data kunci sistem OTK. Data simulasi digunakan untuk mengembangkan metodologi uji keterdugan dengan rantai markov. Data simulasi berasal dari PBAS yang masing-masing berukuran satu juta huruf. Data simulasi ini dibangkitkan langsung dari empat kelas PBAS seperti yang diperlihatkan Tabel 1.

Tabel 1 Empat kelas PBAS

Kelas Basis Nama PBAS

Satu Algoritma penyandian blok

PBAS ANSI X9.17 dan ANSI X9.31

Dua Faktorisasi bilangan bulat

Blum Blum Shub (BBS)

Tiga Linear Congruential Generator (LCG)

coveyou, fishman18, fishman20, fishman2x, knuthran, knuthran2, lecuyer21, minstd, LCG1, LCG2, cmrg, mrg, rand,rand48, randu, ran0, ran1, ran2, ran3, gfsr4 dan zuf Empat Linear Feedback

Data kedua adalah data kunci sistem OTK Tahun 2005 yang digunakan oleh 3 unit komunikasi di luar negeri yaitu Canbera, Jenewa dan New York. Data tersebut akan diuji keterdugaannya dengan menerapkan hasil pengembangan metodologi uji keterdugaan dengan rantai markov yang telah diperoleh sebelumnya.

Metode Analisis

(38)

Gambar 3 Diagram blok tahapan pengembangan metodologi uji keterdugaan dengan rantai markov.

Penjelasan terperinci Gambar 3 adalah sebagai berikut.

1. Membangkitkan barisan huruf dari rantai markov waktu diskrit pada orde satu,dua dan tiga.

Selesai

Menduga peluang matriks transisi orde pertama s.d orde ketiga berdasarkan frekwensi 2-gram s.d. 4-gram

Mulai

Membangkitkan barisan huruf dari 4 kelas PBAS @satu juta

Mengelompokkan barisan huruf kedalam tiga tipe gugus data

Data

Menghitung frekwensi 2-gram (AA-ZZ) s.d. 4-gram (AAAA-ZZZZ) dengan menggunakan algoritma sliding window counts.

Membangkitkan huruf sebesar ukuran data observasi berdasarkan peluang matriks transisi orde satu s.d. orde tiga dan diulang sebanyak 10

Analisis tingkat kecocokan barisan huruf antara data bangkitan dengan data observasi

(39)

Langkah-langkah untuk membangkitkan barisan adalah sebagai berikut : a. Membangkitkan barisan huruf dari keempat kelas masing-masing

sebesar satu juta huruf.

b. Mengelompokkan barisan huruf kedalam tiga tipe gugus data seperti pada Tabel 2. Pengambilan ketiga tipe gugus data ini dilakukan secara

overlap (tumpang tindih) dan tanpa overlap dengan jumlah huruf yang

overlap sebanyak 10.000 huruf.

Tabel 2 Tipe gugus data

Tipe Perbandingan Jumlah Huruf

Data Pelatihan Data Observasi

Satu 50:50 50.000 50.000

Dua 75:25 75.000 25.000

Tiga 100:10 100.000 10.000

c. Menghitung frekwensi 2-gram (AA-ZZ) s.d. 4-gram (AAAA-ZZZZ) dari data pelatihan pada ketiga tipe gugus data dengan menggunakan algoritma sliding window counts.

d. Menduga peluang matriks transisi orde pertama s.d orde ketiga berdasarkan frekwensi 2-gram s.d. 4-gram dari data pelatihan

orde pertama : 6 =|% =X B,C

X B,V YZ

[\] , 0 ≤ %, = < 26

direpresentasikan dalam matriks peluang transisi berukuran 26 ∙ 26 (state awal : A-Z, state akhir :

A-direpresentasikan dalam matriks peluang transisi berukuran 26 ∙ 26 (state awal : AA – ZZ, state

akhir : AA-ZZ)

orde ketiga : 6 |%, =, = X B,C, ,M

∑YZ X B,C,M,V

[\] , 0 ≤ %, =, , < 26

direpresentasikan dalam matriks peluang transisi berukuran 26_∙ 26_ (state awal : AAA-ZZZ, state

(40)

e. Membangkitkan huruf sebesar ukuran data observasi ketiga tipe gugus data berdasarkan peluang transisi rantai markov mulai orde pertama s.d. orde ketiga. Langkah tersebut diulang sebanyak 10 kali.

Berikut ini adalah tahapan dalam pembangkitan huruf dengan menggunakan peluang matriks transisi.

1) Mengambil huruf sebanyak tingkat orde mulai dari posisi ke-(n -tingkat orde) sampai dengan ke-n dimana n adalah banyaknya huruf pada gugus data pelatihan. Sekumpulan huruf ini selanjutnya dinamakan dengan prefiks.

2) Mengambil state awal peluang matriks transisi pada orde tersebut sesuai prefiks kemudian menghitung frekwensi kumulatif dari state tersebut.

3) Membangkitkan sebuah angka acak U[0,1]. Angka ini digunakan untuk menunjuk posisi state akhir dari frekwensi kumulatif peluang matriks transisi

4) State akhir inilah yang merupakan huruf hasil bangkitan dari

rantai markov pada orde tersebut.

2. Analisis tingkat kecocokan barisan huruf antara data bangkitan dengan data observasi.

Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menghitung tingkat kecocokan dengan cara :

1) Mencocokan gugus data observasi dengan gugus data hasil bangkitan rantai markov pada berbagai orde untuk mengetahui jumlah huruf yang cocok diantara kedua gugus data tersebut dengan menggunakan operator relasi setara (==) yang terdapat pada bahasa pemrograman matlab.

(41)

2) Menghitung tingkat kecocokan dengan membandingkan banyaknya huruf yang sama dengan jumlah seluruh huruf dalam gugus data menggunakan persamaan :

'%&` $' 0 0 $& =∑ ℎ/-/, *$&` 0 0∑ ℎ/-/, *$&` %/=%

3) Menghitung rataan tingkat kecocokan dari 10 ulangan gugus data.

b. Melakukan analisis karakteristik tingkat kecocokan : 1) Setiap kelas PBAS.

Tujuan analisis ini untuk memperoleh rekomendasi PBAS yang dapat digunakan dalam sistem kriptografi.

2) Antara keempat kelas PBAS.

Hasil analisis ini akan digunakan untuk menentukan nilai ambang (threshold) keterdugaan model rantai markov orde 1 s.d. 3.

3) Ketiga tipe gugus data kelas kesatu baik tanpa overlap maupun dengan overlap.

Tujuan analisis ini adalah untuk memperoleh rekomendasi mengenai ukuran perbandingan antara data pelatihan dan data observasi terbaik.

3. Penulisan dokumen laporan

Ilustrasi

Berikut ini adalah ilustrasi pembangkitan barisan huruf dari rantai markov waktu diskrit beserta penghitungan tingkat kecocokannya.

Diketahui barisan abjad AXLIW KHVJG UIFTH ESGDR FCQEB PDAOC ZNBYM AXLIW KHVJG UIFTH (50 huruf)

Akan dibentuk matriks peluang transisi orde satu berukuran 26x26 dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(42)

Data pelatihan : AXLIW KHVJG UIFTH ESGDR FCQEB PDAOC ZNBYM AXLIW

Data observasi : KHVJG UIFTH

2. Mengelompokkan huruf dalam data pelatihan kedalam bigram yang overlap AX XL LI IW WK KH HV VJ JG GU UI IF FT TH HE ES SG GD DR RF FC CQ QE EB BP PD DA AO OC CZ ZN NB BY YM MA AX XL LI IW (39 bigram)

Keterangan : huruf pertama bigram menunjukkan state awal dan huruf kedua bigram menunjukkan state akhir.

AX berarti state awal = A dan state akhir = X 3. Menghitung jumlah tiap bigram

(43)

4. Menduga nilai peluang transisi

sehingga matriks peluang transisinya :

(44)

5. Membangkitkan huruf sebanyak 10 buah berdasarkan peluang transisi rantai markov orde satu yang telah diperoleh pada langkah 4

a. Membangkitkan huruf ke-1

1) Mengambil huruf sebanyak 1 buah pada posisi ke-40 (prefiks) yaitu W

2) Mengambil state awal W

W 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3) Menghitung frekwensi kumulatif dari state tersebut

W 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4) Membangkitkan sebuah angka acak U[0,1], diperoleh a = 0.75 Karena a < 1 maka state akhir yang ditunjuk adalah K sehingga huruf pertama yang dihasilkan adalah K

b. Membangkitkan huruf ke-2

1) Prefiks yang digunakan untuk membangkitkan huruf ke-2 adalah K

2) Mengambil state awal K

K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3) Menghitung frekwensi kumulatif dari state tersebut

K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4) Membangkitkan sebuah angka acak U[0,1], diperoleh a= 0.55 Karena a < 1 maka state akhir yang ditunjuk adalah H sehingga huruf pertama yang dihasilkan adalah H

c. Membangkitkan huruf ke-3

1) Prefiks yang digunakan untuk membangkitkan huruf ke-3 adalah H

2) Mengambil state awal H

H 0 0 0 0 1n2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1n2 0 0 0 0

3) Menghitung frekwensi kumulatif dari state tersebut

H 0 0 0 0 1n2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

(45)

Menghitung set= (1/2 +1)/2 =7,5

Karena a < set maka state akhir yang ditunjuk adalah E sehingga huruf pertama yang dihasilkan adalah E

Demikian seterusnya sampai diperoleh huruf ke-10

Hasil data bangkitan rantai markov adalah KHEBY MAOCZ

6. Untuk menghitung tingkat kecocokan maka terlebih dahulu akan dihitung banyaknya huruf yang cocok antara huruf dalam data observasi dengan data bangkitan rantai markov.

Data observasi : KHVJG UIFTH

| | Data bangkitan rantai markov : KHEBY MAOCZ

Banyaknya huruf yang cocok =2 maka tingkat kecocokan

(46)
(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai pengembangan metodologi uji keterdugaan dengan rantai markov dibatasi pada pencarian karakteristik tingkat kecocokan dalam setiap kelas PBAS, membandingkan karakteristik tingkat kecocokan diantara keempat kelas PBAS serta melihat karakteristik tingkat kecocokan antara ketiga tipe gugus data tanpa overlap maupun dengan overlap. Hasil analisis dan pembahasan tersebut diuraikan dibawah ini.

Keempat Kelas PBAS

Untuk memperoleh rekomendasi PBAS yang dapat digunakan dalam sistem kriptografi maka dilakukan analisis terhadap karakteristik tingkat kecocokan pada keempat kelas PBAS. Analisis dilakukan dengan mengamati matriks peluang transisi serta grafik tingkat kecocokan yang dihasilkan oleh gugus data tanpa

overlap maupun overlap dalam kelas tersebut.

1. Kelas Kesatu

Nilai peluang pada matriks transisi berpengaruh terhadap tingkat kecocokan yang akan dicapai oleh suatu gugus data karena ketika state awal ke-i bertransisi ke semua state akhir j maka kemungkinan untuk memperoleh huruf yang cocok akan semakin sedikit (peluang = 1/26). Ketika state awal ke-i hanya bertransisi ke beberapa state saja maka kemungkinan untuk memperoleh huruf yang cocok memiliki peluang lebih besar dari 1/26. Identifikasi awal dapat dilihat pada plot nilai peluang matriks transisi setiap PBAS pada ketiga tipe gugus data.

(a) (b)

(48)

Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan plot nilai peluang transisi orde satu dan orde dua PBAS X9.17 dan X9.31 pada gugus data tipe ketiga tanpa

overlap. Plot peluang transisi kelas kesatu secara lengkap ditampilkan pada

Lampiran 2 s.d. Lampiran 7.

Pada Gambar 4 dan Lampiran 26 terlihat bahwa nilai peluang transisi orde satu PBAS X9.17 pada ketiga tipe gugus data berada diantara nilai 2.76 x 10-2 s.d. 5.20 x 10-2 sedangkan pada PBAS X9.31 berada diantara 2.12 x 10-2 s.d. 5.36 x 10-2. Hal ini menyebabkan semua state pada matriks peluang transisi X9.17 dan X9.31 dapat bertransisi secara langsung dari satu

state ke state lain sehingga rantai markov yang terbentuk merupakan rantai

markov tidak tereduksi dan hanya terdiri atas satu kelas state tertutup yaitu {A,B,C,D,E,F, ...,Z}.

Pada Gambar 5 dan Lampiran 26 terlihat bahwa nilai peluang transisi orde dua pada ketiga tipe gugus data X9.17 dan X9.31 mengalami perubahan. Nilai peluang transisi orde dua PBAS X917 berada diantara nilai 0 s.d 1.54 x 10-1 sedangkan pada PBAS X9.31 diantara 0 s.d. 1.62 x 10-1.

(a) (b)

Gambar 5 Plot nilai peluang matriks transisi orde dua kelas kesatu gugus data tipe 3 tanpa overlap (a) PBAS X9.17; (b) PBAS X9.31.

Gambar 6 memperlihatkan plot tingkat kecocokan gugus data tipe ketiga tanpa overlap dan dengan overlap pada orde satu,dua dan tiga. Plot tingkat kecocokan kelas kesatu secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 30.

(49)

lain, barisan huruf yang dihasilkan oleh PBAS X9.17 dan PBAS X9.31 pada ketiga tipe gugus data dengan overlap maupun tanpa overlap, belum dapat dimodelkan dengan rantai markov orde satu,dua maupun tiga.

(a) (b)

Gambar 6 Plot Tingkat Kecocokan Gugus Data Tipe 3 Kelas Kesatu Orde Satu, Dua dan Tiga (a) tanpa Overlap ; (b) dengan Overlap.

2. Kelas Kedua

Tidak seperti kelas kesatu, kelas kedua hanya terdiri atas satu PBAS yaitu PBAS BBS. Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan plot nilai peluang transisi orde satu dan orde dua PBAS BBS pada ketiga tipe gugus data tanpa overlap. Plot peluang transisi kelas kedua secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 8 s.d. Lampiran 13.

(a) (b)

(c)

Gambar 7 Plot nilai peluang matrik transisi orde satu kelas kedua tanpa

(50)

(a) (b)

(c)

Gambar 8 Plot nilai peluang matrik transisi orde dua kelas kedua tanpa

overlap (a) tipe 1; (b) tipe 2; (c) tipe 3.

Pada Gambar 7 dan Lampiran 27 terlihat bahwa nilai peluang transisi orde satu PBAS BBS pada ketiga tipe gugus data berada diantara nilai 2.43 x 10-2 s.d. 5.53 x 10-2. Hal ini menyebabkan semua state pada matriks peluang transisi BBS dapat bertransisi secara langsung dari satu state ke

state lain sehingga rantai markov yang terbentuk merupakan rantai markov

tidak tereduksi dan hanya terdiri atas satu kelas state tertutup yaitu {A,B,C,D,E,F, ...,Z}.

Gambar 8 dan Lampiran 27 menunjukkan bahwa nilai peluang transisi orde dua pada ketiga tipe gugus data BBS mengalami perubahan. Nilai peluang transisi orde dua berada diantara nilai 0 s.d. 1.62 x 10-1.

(a) (b)

Gambar 9 Plot tingkat kecocokan gugus data tipe 3 kelas kedua (a) tanpa

(51)

Gambar 9 memperlihatkan plot tingkat kecocokan gugus data tanpa

overlap dan dengan overlap pada orde satu,dua dan tiga. Plot tingkat kecocokan kelas kedua secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 31.

Dari Gambar 9 dan Lampiran 31 terlihat bahwa perubahan nilai peluang matriks transisi orde dua tidak berpengaruh secara signifikan pada perolehan tingkat kecocokan di orde dua. Tingkat kecocokan yang dicapai baik pada data tanpa overlap maupun dengan overlap pada ketiga orde relatif sama yaitu berada diantara 3.4 x 10-2 s.d. 4.3 x 10-2. Atau dengan kata lain, barisan huruf yang dihasilkan oleh PBAS BBS pada ketiga gugus data dengan overlap maupun tanpa overlap, belum dapat dimodelkan dengan rantai markov orde satu,dua maupun tiga.

3. Kelas Ketiga

Kelas ketiga terdiri atas dua puluh PBAS berbasis LCG. Disebut berbasis LCG karena algoritma pembangkitan huruf yang digunakan pada kedua puluh PBAS ini pada dasarnya sama yaitu menggunakan persamaan:

: = $ : <+ o , & ≥ 1,

Perbedaannya hanya terletak pada pemilihan nilai parameter a, b, m dan xn-1.

Gambar 10 dan 11 menunjukkan plot nilai peluang transisi orde satu dan dua PBAS LCG1, Coveyou, LCG2 dan gfsr4 pada tipe gugus data tipe ketiga tanpa overlap. Plot peluang transisi kelas ketiga secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 14 s.d. Lampiran 19.

(52)

(c) (d)

Gambar 10 Plot nilai peluang matrik transisi orde satu kelas ketiga gugus data tipe 3 tanpa overlap (a) PBAS LCG1; (b) PBAS Coveyou; (c) PBAS LCG2; (d) PBAS gfsr4.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11 Plot nilai peluang matrik transisi orde dua kelas ketiga gugus data tipe 3 tanpa overlap (a) PBAS LCG1; (b) PBAS Coveyou; (c) PBAS LCG2; (d) PBAS gfsr4.

(53)

4.99 x 10-2 sedangkan pada orde dua selain bernilai 0 juga berada diantara nilai 5.75 x 10-3 s.d. 1.58 x 10-1.

Penyebaran nilai peluang pada matriks transisi pada ketiga kelompok tersebut disebabkan oleh parameter yang digunakan oleh PBAS tersebut. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. parameter yang digunakan dalam LCG1 adalah a = 1, b = 23, m = 35 dan x1 = 9.

Periode barisan yang dihasilkan LCG1 maksimal yaitu 34 huruf karena parameter b dan m relatif prima serta parameter m lebih besar daripada nilai parameter a, b dan x1. Meskipun demikian, periode tersebut terlalu pendek jika dibandingkan dengan variasi kemunculan bigram yaitu 676. Akibatnya tidak semua variasi bigram muncul dan nilai peluang pada matriks peluang transisi hanya tersebar pada state

-state tertentu saja.

b. parameter yang digunakan dalam LCG2 adalah a = 1227, b = 0, m = 131072 dan x1 = 1.

Periode barisan yang dihasilkan LCG2 tidak mencapai maksimal yaitu hanya 32 768 huruf karena parameter b dan m komposit. Meskipun periode LCG2 lebih panjang dari LCG1 tetapi tidak semua variasi bigram muncul sehingga nilai peluang pada matriks peluang transisi hanya tersebar pada state-state tertentu saja.

c. penggunaan modulus yang bukan bilangan prima pada rand dan coveyou menyebabkan tidak semua variasi 2-gram, 3-gram muncul dalam barisan sehingga nilai peluang pada matriks peluang transisi hanya tersebar pada state-state tertentu saja.

(54)

muncul sehingga nilai peluang pada matriks peluang transisi hanya tersebar pada state-state tertentu saja.

Perilaku rantai markov orde satu kelompok 1 dan 2 menunjukkan bahwa state pada matriks transisi coveyou, LCG1, LCG2, rand dan randu tidak dapat bertransisi secara langsung dari satu state ke state lain sedangkan state dari matriks transisi PBAS lainnya dapat bertransisi secara langsung. Meskipun demikian, rantai markov dari ke-21 PBAS ini tidak tereduksi dan hanya terdiri atas satu kelas state yang tertutup yaitu {A,B,C,D,E,F, ...,Z}.

Keterangan :1) PBAS LCG1 orde2 dan orde3, 2) PBAS LCG2, Coveyou, Rand dan Randu, 3)PBAS fishman18, fishman20, fishman2x, knuthran, knuthran2, lecuyer21, minstd, cmrg, mrg, rand48, ran0, ran1, ran2, ran3, gfsr4 dan zuf

(a) (b)

Gambar 12 Plot tingkat kecocokan gugus data tipe 3 kelas ketiga orde 2 dan orde 3 (a) tanpa overlap; (b) dengan overlap.

Plot tingkat kecocokan gugus data tipe ketiga orde 2 dan orde 3 dari ke-21 PBAS yang terdapat di kelas ketiga ditunjukkan oleh Gambar 12. Plot tingkat kecocokan kelas ketiga secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 32.

Pada Gambar 12 dan Lampiran 32 terlihat bahwa tingkat kecocokan PBAS LCG1 pada ketiga tipe gugus data mulai dari orde dua mencapai 1. Hal ini berarti PBAS LCG1 dapat dimodelkan dengan rantai markov orde dua atau barisan yang dihasilkan oleh LCG1 merupakan barisan yang dapat diduga dengan rantai markov orde dua.

Pada PBAS coveyou, LCG2, rand dan randu, perubahan nilai peluang matrik transisi orde dua dan tiga tidak berpengaruh secara signifikan pada perolehan tingkat kecocokan di orde dua dan tiga. Tingkat kecocokan yang

1)

2)

(55)

dan tiga relatif sama dengan tingkat kecocokan pada orde satu yaitu berada diantara 7.02 x 10-2 s.d. 8.39 x 10-2. Hal ini pun terjadi pada keenam belas PBAS lain. Perubahan nilai peluang transisi orde dua dan tiga tidak berpengaruh secara signifikan pada perolehan tingkat kecocokan di orde dua dan tiga. Tingkat kecocokan yang dicapai baik pada data tanpa overlap

maupun dengan overlap pada orde dua dan ketiga relatif sama dengan tingkat kecocokan pada orde satu yaitu berada diantara 3.34 x 10-2 s.d. 4.44 x 10-2. Atau dengan kata lain, barisan huruf yang dihasilkan oleh ke-20 PBAS pada kelas kedua di ketiga tipe gugus data baik dengan overlap

maupun tanpa overlap tidak dapat dimodelkan dengan rantai markov orde satu,dua maupun tiga.

4. Kelas Keempat

Kelas keempat terdiri atas sebelas PBAS. Gambar 13 dan Gambar 14 menunjukkan plot nilai peluang transisi orde satu dan orde dua PBAS mt19937_1999 dan rand128_bsd pada gugus data tipe ketiga tanpa overlap. Plot peluang transisi kelas keempat secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 20 s.d. Lampiran 25.

(a) (b)

Gambar 13 Plot nilai peluang matriks transisi orde satu kelas keempat gugus data tipe 3 tanpa overlap (a) PBAS mt19937_1999; (b) PBAS random128_bsd.

(56)

markov tidak tereduksi dan hanya terdiri atas satu kelas state tertutup yaitu {A,B,C,D,E,F, ...,Z}.

(a) (b)

Gambar 14 Plot nilai peluang matrik transisi orde dua kelas keempat gugus data tipe 3 tanpa overlap (a) PBAS mt19937_1999; (b) PBAS random128_bsd.

Gambar 14 dan Lampiran 33 menunjukkan bahwa nilai peluang matriks transisi orde dua pada ketiga tipe gugus data PBAS mt19937_1999 dan rand128_bsd mengalami perubahan. Nilai peluang matriks transisi orde dua PBAS mt19937_1999 selain bernilai 0 juga berada pada nilai 5.53 x 10-3 s.d. 1.67 x 10-1 sedangkan pada PBAS rand128_bsd selain bernilai 0 juga berada pada nilai 5.53 x 10-3 s.d. 1.88 x 10-1.

Gambar 15 Plot tingkat kecocokan gugus data tipe 3 pbas kelas keempat tanpa overlap pada ketiga orde.

Gambar 15 memperlihatkan plot tingkat kecocokan gugus data tipe ketiga tanpa overlap pada orde satu,dua dan tiga. Plot tingkat kecocokan kelas keempat secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 33.

(57)

maupun dengan overlap pada orde dua dan orde tiga relatif sama dengan orde satu yaitu berada diantara 3.23 x 10-2 s.d. 4.09 x 10-2. Atau dengan kata lain, barisan huruf yang dihasilkan oleh PBAS kelas keempat pada ketiga tipe gugus data dengan overlap maupun tanpa overlap, belum dapat dimodelkan dengan rantai markov orde satu,dua maupun tiga.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa barisan abjad yang dihasilkan oleh PBAS kelas kesatu, kedua, dan keempat tidak dapat dimodelkan dengan rantai markov. Demikian pula dengan PBAS kelas ketiga kecuali barisan yang dihasilkan oleh PBAS LCG1, LCG2, coveyou, rand dan randu. Bila barisan tersebut juga acak secara statistik maka barisan huruf adalah barisan acaksemu yang aman secara kriptografis sehingga layak digunakan dalam kriptografi.

Meskipun barisan yang dihasilkan oleh PBAS LCG2, coveyou, rand dan randu tidak dapat dimodelkan dengan rantai markov orde satu, dua dan tiga tetapi memiliki kemungkinan yang tinggi untuk dapat dimodelkan dengan rantai markov orde-orde tinggi (diatas orde tiga).Oleh karena itu barisan yang dihasilkan oleh keempat PBAS tersebut tidak layak digunakan dalam kriptografi.

Antara Keempat Kelas PBAS

Berdasarkan plot karakteristik tingkat kecocokan pada Lampiran 34 s.d. Lampiran 39 serta ringkasan statistik pada Lampiran 40, terlihat bahwa tingkat kecocokan pada keempat kelas cenderung tidak berubah mulai dari orde ke-2. Oleh karena itu penentuan nilai ambang keterdugaan dengan rantai markov dibuat berdasarkan nilai minimum dan maksimum tingkat kecocokan dengan pembulatan ke bawah pada orde ke-2 dan orde ke-3. Nilai ambang tersebut adalah :

1. Untuk gugus data tanpa overlap :

a. bila tingkat kecocokan dari suatu barisan berada dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.5 × 10 maka barisan tersebut tidak dapat diduga dengan rantai markov orde satu, dua dan tiga.

(58)

kemungkinan barisan tersebut dapat diduga dengan rantai markov orde satu,dua dan tiga.

c. bila tingkat kecocokan 8.2 × 10 < '%&` $' 0 0 $& ≤ 1 maka barisan tersebut memiliki kemungkinan yang cukup tinggi dapat diduga dengan rantai markov orde satu,dua dan tiga.

2. Untuk gugus data dengan overlap :

a. bila tingkat kecocokan dari suatu barisan berada dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.4 × 10 maka barisan tersebut tidak dapat diduga dengan rantai markov orde satu, dua dan tiga.

b. bila tingkat kecocokan berada dalam rentang 4.4 × 10 < '%&` $' 0 0 $& ≤ 8.3 × 10 maka masih ada

kemungkinan barisan tersebut dapat diduga dengan rantai markov orde satu,dua dan tiga.

c. bila tingkat kecocokan 8.3 × 10 < '%&` $' 0 0 $& ≤ 1 maka barisan tersebut memiliki kemungkinan yang cukup tinggi dapat diduga dengan rantai markov orde satu,dua dan tiga.

Jika suatu barisan acak secara statistik serta memiliki tingkat kecocokan yang berada dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.5 × 10 untuk gugus data tanpa overlap dan dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.4 × 10 untuk data dengan overlap maka barisan tersebut merupakan barisan acaksemu yang aman secara kriptografis. Atau dengan kata lain barisan tersebut layak digunakan dalam kriptografi.

Antara Ketiga Tipe Gugus Data

(59)

(a) (b)

Gambar 16 Diagram kotak tingkat kecocokan ketiga tipe gugus data orde 1, 2 dan 3 kelas kesatu gugus data (a) tanpa overlap; (b) dengan overlap.

Gambar 16 dan ringkasan statistik pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa: 1. gugus data tipe ketiga baik pada data tanpa maupun dengan overlap

memiliki keragaman tingkat kecocokan tertinggi, diikuti dengan tipe kedua. Sedangkan tipe kesatu memiliki keragaman yang paling rendah. Hal ini karena jumlah data pelatihan yang digunakan untuk menduga matriks peluang transisi lebih besar sehingga lebih banyak diperoleh informasi mengenai bigram (AA-ZZ) dan trigram (AAA-ZZZ).

2. tingkat kecocokan gugus data tipe ketiga pada ketiga orde tidak simetris, bahkan distribusi tingkat kecocokannya cenderung menjulur ke kanan (skewness positif).

Berdasarkan analisis di atas disimpulkan bahwa ukuran data pelatihan harus lebih besar daripada ukuran data observasi dengan perbandingan ukuran data pelatihan dan data observasi terbaik adalah 100:10.

Contoh Penerapan

Hasil pengembangan metodologi uji keterdugaan yang telah diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya diterapkan untuk menguji keterdugaan suatu barisan kunci. Barisan kunci yang akan diuji adalah barisan kunci OTK yang digunakan pada tahun 2005 oleh 3 unit komunikasi Departeman Luar Negeri yaitu unit komunikasi Canbera, Jenewa dan New York yang masing-masing berukuran 10.000 huruf. Barisan kunci ini sebelumnya telah diuji keacakannya dengan

(60)

kriptografi maka akan diuji keterdugaannya terhadap model markov orde satu,dua dan tiga.

Sebelum diuji keterdugaannya, terlebih dahulu barisan kunci OTK dibagi menjadi data pelatihan dan data observasi. Perbandingan ukuran data pelatihan dan data observasi yang digunakan adalah 9: 1 sehingga kedua data tersebut masing-masing berukuran 9000 huruf dan berukuran 1000 huruf. Selanjutnya akan dibangkitkan 1000 huruf berdasarkan peluang matriks transisi rantai markov orde satu, dua dan tiga. Pembangkitan barisan ini dilakukan sebanyak 10 kali untuk tiap kunci OTK. Proses pembangkitannya seperti yang telah dijelaskan dalam subbaab Metode Analisis.

Langkah selanjutnya adalah menghitung tingkat kecocokan serta rataan tingkat kecocokan dari 10 barisan tersebut. Rataan tingkat kecocokan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 41. Hasil pengujian berupa rataan tingkat kecocokan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengujian keterdugaan dengan rantai markov orde satu, dua dan tiga pada barisan kunci OTK

Unit Komunikasi Rataan Tingkat Kecocokan

Orde 1 Orde 2 Orde 3

Canbera 3.71 x 10-2 4.10 x 10-2 3.75 x 10-2 Jenewa 3.62 x 10-2 3.91 x 10-2 3.89 x 10-2 New York 3.98 x 10-2 3.98 x 10-2 3.65 x 10-2

Tabel 3 memperlihatkan bahwa rataan tingkat kecocokan ketiga kunci OTK

pada orde satu, dua dan tiga berada dalam rentang nilai ambang 0 s.d. 4.5 x 10-2sehingga kunci OTK tersebut tidak dapat dimodelkan dengan

(61)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah :

1. Barisan abjad yang dihasilkan oleh PBAS kelas kesatu, kedua, dan keempat tidak dapat dimodelkan dengan rantai markov. Demikian pula dengan PBAS kelas ketiga kecuali barisan yang dihasilkan oleh PBAS LCG1, LCG2, coveyou, rand dan randu.

2. Barisan yang dihasilkan oleh PBAS LCG2, coveyou, rand dan randu tidak layak digunakan dalam kriptografi karena memiliki kemungkinan yang tinggi untuk dapat dimodelkan dengan rantai markov orde-orde tinggi (diatas orde tiga).

3. Berdasarkan analisis terhadap karakteristik tingkat kecocokan antara keempat kelas PBAS diperoleh nilai ambang (threshold) keterdugaan dengan rantai markov yang dibuat berdasarkan nilai minimum dan maksimum tingkat kecocokan pada orde 2 dan orde 3.

4. Berdasarkan nilai ambang, suatu barisan yang acak secara statistik serta memiliki tingkat kecocokan dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.5 × 10 untuk gugus data tanpa overlap dan dalam rentang 0 ≤ tingkat kecocokan ≤ 4.4 × 10 untuk data dengan overlap, merupakan barisan acaksemu yang aman secara kriptografis sehingga layak digunakan dalam kriptografi

5. Berdasarkan analisis terhadap karakteristik tingkat kecocokan ketiga tipe gugus data kelas kesatu menunjukkan bahwa ukuran data pelatihan harus lebih besar daripada ukuran data observasi dengan perbandingan ukuran yang terbaik antara data pelatihan dengan data observasi adalah 100: 10. 6. Hasil pengujian terhadap barisan kunci OTK yang digunakan oleh 3 unit

(62)

mengamankan informasi di unit komunikasi Canbera, Jenewa dan New York.

Saran

Dalam tesis ini, parameter rantai markov hanya diduga dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum dengan orde tertinggi yang diteliti adalah tiga. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis dan kajian teori mengenai pendugaan parameter rantai markov dengan menggunakan metode Bayes serta efeknya terhadap perolehan tingkat kecocokan. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pengujian ketidakterdugaan dengan menggunakan model random walk.

.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Beker H, Piper. 1982. Cipher System the Protection of Communications. London: Northwood Books.

Casella G, Berger RL. 2002. Statistical Inference. Ed ke-2. California: Duxbury.

Daemen J, Rijmen V. 2007. Probability Distributions of Correlation and Differentials in Block Cipher. Journal of Mathematical Cryptology 1:221-241.

Dewdney AK. 1989. Computer Recreations. Scientific American 260:122-125

Hadiwibowo. 2006. Informasi Rahasia. http://hadiwibowo.wordpress.com/2006/ 12/25/informasi-rahasia [17 Januari 2011]

Kendall MG, Smith BB. 1938. Randomness and Random Sampling Numbers.

Journal of the Royal Statistical Society 101 No.1:147-166.

Kerckhoffs A. 1883. La Cryptographic Militaire. Journal des Sciences Militaires

IX:5-38

Cryptography. Florida : CRC Press.

Schneier B. 1996. Applied Cryptography : Protocols, Algorithms and Source Code in C. Ed ke-2. Canada : John Wiley & Sons.

Shannon CE. 1948. A Mathematical Theory of Communication. The Bell System

(64)

Stalling W. 1998. Cryptograhy and Network Securty Principles and Practice. Ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall.

Stinson DR. 1995. Cryptography Theory and Practice. Ed ke-3. Florida : CRC Press.

Van Tilborg HCA. 2005. Encyclopedia of Cryptography and Security. New York: Springer

(65)
(66)
(67)

Lampiran 1. Algoritma PBAS A. Kelas Kesatu

PBAS ANSI X.917

Input : seed acak s berukuran 64 bit, bilangan bulat m dan kunci enkripsi DES E-D-E

Output : m buah barisan semuacak yang masing-masing berukuran 64 bit

<, , ⋯ , M

Proses :

1. Menghitung nilai O = Q q dengan D adalah representasi dari tanggal/waktu yang berukuran 64 bit

2. Untuk i dari 1 sampai m melakukan : tanggal/waktu yang berukuran 64 bit

2. Untuk i dari 1 sampai m melakukan : 2.1 B ← Q O ⊕ (

2.2 ( ← Q B ⊕ O 3. Hasil <, , ⋯ , M

B. Kelas Kedua

PBAS Blum Blum Shub (BBS)

1. Setup : membangkitkan dua buah bilangan prima besar yang acak p

(68)

2. Memilih sebuah bilangan bulat acak s pada interval 71, & − 1@

(69)

PBAS knuthran

PBAS ini merupakan multiple recursivegenerator orde kelima yang

ditemukan oleh L’Ecuyer, Blouin dan Coutre. Barisan semuacak dihasilkan dari persamaan :

: = $< : <+ $} : }

dengan $< = 107374182, $ = $_ = $~ = 0, $} = 10448 dan = 2_<− 1

PBAS gfsr4

PBAS gfsr4 seperti lagged-fibonacci generator. PBAS ini menghasilkan barisan semuacak berdasarkan persamaan

-: = -: c⨁-: •⨁-: ‚⨁-: ƒ

PBAS rand

PBAS rand menghasilkan barisan semuacak berdasarkan persamaan :

:;< = $ :+ 0

dengan a = 1103515245, c = 12345, m = 231 serta x1 adalah nilai awal.

PBAS rand48

PBAS rand menghasilkan barisan semuacak berdasarkan persamaan :

:;< = $ :+ 0

dengan a = 25214903917, c = 11, m = 248 serta x1 adalah nilai awal.

PBAS minstd

PBAS minstd menghasilkan barisan semuacak berdasarkan persamaan :

(70)

PBAS Linear Congruential Generator (LCG) Input : parameter a,b dan m serta seedx0

Output : barisan angka semuacak <, , _, ⋯ Proses :

1. Untuk i dari 1 sampai dengan n melakukan :

: = $ : <+ o , & ≥ 1

2. Hasil <, , _, ⋯

Parameter yang digunakan dalam LCG1 adalah a = 1, b = 23, m = 35 dan

x1 = 9 sedangkan pada LCG2 adalah a = 1227, b = 0, m = 131072 dan

x1 = 1.

D. Kelas Keempat PBAS MT19937

PBAS MT19937 yang dibuat oleh Makoto Matsumoto dan Takuji

Nishimura merupakan varian dari algoritma twisted feedback shift-register

(71)

Lampiran 2. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Kesatu Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap PBAS X9.17 (b) dengan Overlap PBAS X.917

(c) Tanpa Overlap PBAS X9.31 (d) dengan Overlap PBAS X9.31.

Lampiran 3. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Kesatu Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap PBAS X9.17 (b) dengan Overlap PBAS X.917

(72)

Lampiran 4. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Kesatu Gugus Data Tipe 3

(a) Tanpa Overlap PBAS X9.17 (b) dengan Overlap PBAS X.917

(c) Tanpa Overlap PBAS X9.31 (d) dengan Overlap PBAS X9.31.

Lampiran 5. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Kesatu Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap PBAS X9.17 (b) dengan Overlap PBAS X.917

(73)

Lampiran 6. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Kesatu Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap PBAS X9.17 (b) dengan Overlap PBAS X.917

(c) Tanpa Overlap PBAS X9.31 (d) dengan Overlap PBAS X9.31.

Lampiran 7. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Kesatu Gugus Data Tipe 3

(a) Tanpa Overlap PBAS X9.17 (b) dengan Overlap PBAS X.917

(74)

Lampiran 8. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Kedua Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap (b) dengan Overlap.

Lampiran 9. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Kedua Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap (b) dengan Overlap

Lampiran 10. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Kedua Gugus Data Tipe 3

(75)

Lampiran 11. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Kedua Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap (b) dengan Overlap

Lampiran 12. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Kedua Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap (b) dengan Overlap

.

Lampiran 13. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Kedua Gugus Data Tipe 3

(76)

Lampiran 14. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Ketiga Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap PBAS LCG1 (b) dengan Overlap PBAS LCG1

(c) Tanpa Overlap PBAS Coveyou (d) dengan Overlap PBAS Coveyou

(e) Tanpa Overlap PBAS LCG2 (f) dengan Overlap PBAS LCG2

(77)

Lampiran 15. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Ketiga Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap PBAS LCG1 (b) dengan Overlap PBAS LCG1

(c) Tanpa Overlap PBAS Coveyou (d) dengan Overlap PBAS Coveyou

(e) Tanpa Overlap PBAS LCG2 (f) dengan Overlap PBAS LCG2

(78)

Lampiran 16. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Ketiga Gugus Data Tipe 3

(a) Tanpa Overlap PBAS LCG1 (b) dengan Overlap PBAS LCG1

(c) Tanpa Overlap PBAS Coveyou (d) dengan Overlap PBAS Coveyou

(e) Tanpa Overlap PBAS LCG2 (f) dengan Overlap PBAS LCG2

(79)

Lampiran 17. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Ketiga Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap PBAS LCG1 (b) dengan Overlap PBAS LCG1

(c) Tanpa Overlap PBAS Coveyou (d) dengan Overlap PBAS Coveyou

(e) Tanpa Overlap PBAS LCG2 (f) dengan Overlap PBAS LCG2

(80)

Lampiran 18. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Ketiga Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap PBAS LCG1 (b) dengan Overlap PBAS LCG1

(c) Tanpa Overlap PBAS Coveyou (d) dengan Overlap PBAS Coveyou

(e) Tanpa Overlap PBAS LCG2 (f) dengan Overlap PBAS LCG2

(81)

Lampiran 19. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Ketiga Gugus Data Tipe 3

(a) Tanpa Overlap PBAS LCG1 (b) dengan Overlap PBAS LCG1

(c) Tanpa Overlap PBAS Coveyou (d) dengan Overlap PBAS Coveyou

(e) Tanpa Overlap PBAS LCG2 (f) dengan Overlap PBAS LCG2

(82)

Lampiran 20. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Keempat Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap PBAS mt19937_1999

(b) dengan Overlap PBAS mt19937_1999

(c) Tanpa Overlap PBAS random128_bsd

(d) dengan Overlap PBAS random128_bsd

Lampiran 21. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Keempat Gugus Data Tipe 2

(a) Tanpa Overlap PBAS mt19937_1999

(b) dengan Overlap PBAS mt19937_1999

(c) Tanpa Overlap PBAS random128_bsd

(83)

Lampiran 22. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Satu Kelas Keempat Gugus Data Tipe 3

(a) Tanpa Overlap PBAS mt19937_1999

(b) dengan Overlap PBAS mt19937_1999

(c) Tanpa Overlap PBAS random128_bsd

(d) dengan Overlap PBAS random128_bsd

Lampiran 23. Plot Nilai Peluang Matriks Transisi Orde Dua Kelas Keempat Gugus Data Tipe 1

(a) Tanpa Overlap PBAS mt19937_1999

(b) dengan Overlap PBAS mt19937_1999

(c) Tanpa Overlap PBAS random128_bsd

Gambar

Gambar 3  Diagram blok tahapan pengembangan metodologi uji keterdugaan
Tabel 2 Tipe gugus data
Gambar 4  Plot nilai peluang matriks transisi orde satu kelas kesatu gugus overlap
Gambar 7  Plot nilai peluang matrik transisi orde satu kelas kedua tanpa overlap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara pada petani dengan bantuan daftar pertanyaan, observasi yaitu melalui pengamatan langsung di lapangan untuk

Finally, when the data are interpreted as dissimilarity comparisons, an interactive method of scali ng large stimulus sets becomes possible, in which one selectively acquires incomplete