• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA DAN KEBERSIHAN DOMBA GARUT DENGAN

PERLAKUAN PENCUKURAN DAN PEMELIHARAAN

SECARA SEMI INTENSIF

SKRIPSI

MAYAGITA YUNIDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

MAYAGITA YUNIDAR. D14070217. 2011. Performa Dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Moh. Yamin, MAgrSc

Pencukuran merupakan salah satu manajemen rutin yang seharusnya diterap-kan pada suatu peternaditerap-kan baik bertujuan sanitasi maupun produksi bulu. Domba Garut merupakan domba lokal penghasil bulu sehingga diharapkan dengan pen-cukuran dapat meningkatkan sanitasi dan performa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari performa dan kebersihan Domba Garut dengan perlakuan pen-cukuran dan pemeliharaan secara semi intensif.

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 8 minggu yaitu pada bulan Agustus 2010 hingga Oktober 2010 di peternakan domba milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. yang berada di Desa Tajur, Kecamatan Citeurep, Bogor. Ternak yang digunakan adalah Domba Garut sebanyak 24 ekor yang terdiri dari masing-masing 8 ekor domba jantan I0, betina I0, dan induk kering. Sebanyak 12 ekor domba dicukur

yang terdiri dari masing-masing 4 ekor domba jantan I0, betina I0, dan induk kering.

Sisa domba sebanyak 12 ekor yang tidak dicukur dijadikan kontrol. Bobot badan awal domba jantan dan betina I0 yang digunakan adalah berkisar antara 11–20 kg,

sedangkan bobot badan domba induk kering berkisar antara 22–32 kg. Pakan yang diberikan adalah rumput Brachiaria humidicola dan konsentrat (ransum komplit). Pakan hijauan diberikan ad libitum, untuk konsentrat diberikan dengan jumlah tertentu atau terbatas. Pakan konsentrat yang diberikan sebanyak 200 g untuk jantan I0 dan betina I0 serta sebanyak 300 g untuk induk kering. Pemberian konsentrat

dilakukan pada pagi dan sore hari setelah digembalakan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 2x3. Faktor yang dianalisa adalah pencukuran dan status fisiologis yang berbeda. Tiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Peubah yang diamati antara lain pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi pakan, konsumsi bahan kering, jumlah ektoparasit dan tingkat kebersihan ternak. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pencukuran dan status fisiologis (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH). Konsumsi hijauan dan bahan kering hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) pada status fisiologis yang berbeda. Induk kering lebih banyak mengkonsumsi bahan pakan hijauan dan bahan kering hijauan. Terdapat interaksi antara pencukuran dan status fisiologis yang berbeda (P<0,05) terhadap jumlah ektoparasit. Induk kering yang tidak cukur memiliki rataan ektoparasit yang tinggi. Jumlah ektoparasit ternak yang dicukur memiliki jumlah kutu yang lebih sedikit. Kutu yang banyak terdapat pada tubuh domba adalah kutu dengan jenis Damalinia ovis. Domba yang dicukur memiliki tingkat kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dicukur. Domba betina I0 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kebersihan

(3)

ii kebersihan. Pencukuran dapat menurunkan jumlah ektoparasit dan dapat mening-katkan tingkat kebersihan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pencukuran sebaiknya dilakukan pada domba untuk tujuan kebersihan dan sanitasi.

(4)

iii ABSTRACT

Performance and Cleanness of Garut Sheep With Shorn Treated and Kept Semi-Intensively

M. Yunidar, S. Rahayu, M. Yamin

One of livestock commodities that has been well developed in Indonesia is sheep. Sheep production can be increased by good management practices, one of these is

shearing program. Shearing on local sheep hasn‟t been implemented routinely in Indonesia for sanitation purpose, and this aspect hasn‟t been studied intensively. This

research was conducted to study effect of shearing on sheep performances. Twenty four Garut sheep were used in this research, under the age of one year, consisted of four shorn male, four unshorn male, four shorn female, four unshorn female, four shorn ewe, and four unshorn ewe. Body weight gain was observed everyweek and then converted to daily gain. Consumption rate was observed with total roughage and concentrate consumption in one day. Sanitation was observed by organoleptic method and ectoparasite was observed by using total ectoparasite in three region (mid side, neck and ramp). The result show that didn‟t give significant effects (P<0,05) on daily gain in Garut Sheep. Shearing give significantly affect on roughage consumption at different physiology. The consumption of ration dry matter was different between ewe, I0 female, and I0 male. Interaction between treatment and

age affected (P<0,05) on average of ectoparasite. Shorn sheep had a higher level of cleanness than unshorn sheep. As for the number ectoparasites, which shorn sheep had fewer number of ticks. Lice are found in many sheep and grown with type of Damalinia ovis infestation. Ectoparasites were found in many unshorn ewe sheep. But it was the same between shorn female and shorn male. It is concluded that shearing is recommended to become routinely good farming practices in Garut Sheep.

(5)

iv

PERFORMA DAN KEBERSIHAN DOMBA GARUT DENGAN

PERLAKUAN PENCUKURAN DAN PEMELIHARAAN

SECARA SEMI INTENSIF

MAYAGITA YUNIDAR D14070217

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

v Judul :Performa dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan

Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif Nama : Mayagita Yunidar

NIM : D14070217

Menyetujui,

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 23 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Ir. Sri Rahayu, M.Si NIP. 19570611 198703 2 001

(7)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur pada tanggal 1 juni 1990 dan diberi nama Mayagita Yunidar. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Rizal dan Ibunda Dian Nurhayati. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Perwari Cipanas (1994-1995), SD Negeri 3 Cipanas (1995-2001), SMP Negeri 1 Pacet (2001-2004) dan SMA Negeri 1 Sukaresmi (2004-2007). Kemudian penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun Juli 2007 melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah penulis mengikuti program wajib IPB yaitu program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2007-2008), penulis diterima pada mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Produksi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan tahun 2008.

(8)

vii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

yang berjudul “Performa dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif”. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga, sahabat beserta kita selaku umatnya yang tetap berada di jalannya.

Produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim terutama suhu dan kelembaban. Tingginya kelembaban udara dan suhu sekitar peternakan dapat menyebabkan ternak mengalami cekaman panas yang berlebih sehingga dapat mempengaruhi produktivitasnya. Untuk itu diperlukan adanya mana-jemen khusus yang harus dilakukan. Salah satu manamana-jemen yang dapat dilakukan adalah pencukuran bulu domba. Maka dengan dasar tersebut penulis melakukan penelitian mengenai pencukuran Domba Garut untuk mengetahui pengaruhnya ter-hadap produktivitas dari ternak tersebut. Selain itu jenis ektoparasit dan tingkat ke-bersihan ternak yang dapat mempengaruhi produktivitas domba.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga skripsi ini memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2011

(9)

DAFTAR ISI

Tingkat Kebersihan Domba ... 14

Pengukuran Ektoparasit ... 15

Rancangan Percobaan ... 15

Perlakuan ... 15

(10)

ix

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Keadaan Umum ... 18

Lokasi Penelitian dan Keadaan Iklim ... 18

Kondisi Ternak ... 20

Kondisi Pakan ... 21

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 23

Konsumsi Pakan ... 24

Konsumsi Pakan Hijauan ... 24

Konsumsi Bahan Kering ... 25

Ektoparasit ... 28

Tingkat Kebersihan ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

UCAPAN TERIMAKASIH ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba ... 3 2 Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Saat Penelitian ...20

3 Kandungan Nutrisi Pakan yang Diberikan ...22 4 Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut pada

Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda ... 23

5 Rataan Konsumsi Pakan Hijauan Brachiaria humidicola pada

Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda ... 24

6 Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Hijauan Brachiaria humidicola pada Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda ...

26

7 Rataan Ektoparasit yang Terdapat pada Domba Betina I0, Jantan I0

dan Induk Kering ... 28

8 Rataan Tingkat Kebersihan Domba Garut Betina I0 ...31

9 Tingkat Kebersihan pada Jantan I0 ...32

(12)

2 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 (a) Induk Kering (b) Betina I0 (c) Jantan I0…………...……….... 12

2 (a) Lingkungan Kandang (b) Padang Penggembalaan…………... 18 3 (a) Luar Kandang (b) Dalam Kandang (c) Kandang Domba Garut.... 19 4 (a) Konsentrat (b) Rumput Brachiaria humidicola………...……... 22 5 (a) dan (b) Kutu yang Terdapat pada Domba Garut Penelitian, (c)

(13)

3 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut .... 40

2 Analisis Ragam Konsumsi Pakan Brachiaria humidicola Domba Garut...……….. 40 3 Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan Brachiaria humidicola Domba Garut ...…...……...………….... 40 4 Analisis Ragam Ektoparasit pada Domba Garut... 41

5 Analisis Tingkat Kebersihan Betina I0…... 41

6 Analisis Tingkat Kebersihan Jantan I0…...………... 41

7 Analisis Tingkat Kebersihan Induk Kering... 41

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Saat ini usaha peternakan di Indonesia semakin berkembang, salah satunya adalah usaha peternakan domba. Umumnya usaha peternakan domba bertujuan untuk menghasilkan daging guna memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Domba merupakan ternak ruminansia kecil penghasil daging yang memiliki karakteristik berbulu kasar atau wool kasar, bukan rambut (hair) seperti pada kambing atau sapi.

Bulu domba menutupi tubuh domba untuk melindungi tubuh domba dari cekaman lingkungan. Bulu domba juga mempunyai sifat sebagai insulator yang sangat baik dan tidak mudah terbakar. Dalam manajemen rutin budidaya domba, sebenarnya pencukuran domba direkomendasikan untuk tujuan sanitasi dan kemung-kinan infasi berbagai ektoparasit. Bulu yang diperoleh dari hasil pencukuran masih dianggap sebagai limbah dan belum banyak dimanfaatkan. Bulu domba sebagai hasil ikutan sebenarnya sangat berpotensi untuk dimanfaatkan karena dari setiap domba lokal dapat menghasilkan bulu sebanyak 0,8 kg/tahun (Yamin et al., 1994). Bulu domba hasil persilangan di Indonesia sejauh ini hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan, sedangkan bulu domba lokal masih dianggap sebagai limbah karena kualitas bulu yang dihasilkan kasar sehingga sulit untuk ditenun (Yamin et al., 1994). Minimnya informasi mengenai pemanfaatan bulu domba dapat menyebabkan pencukuran masih jarang dilakukan. Selain itu efek yang diperoleh dari pencukuran terhadap produktivitas, kesejahteraan ternak dan sanitasi juga belum banyak diteliti. Perlu dilakukan studi pengaruh pencukuran terhadap produktivitas, sanitasi dan infasi ektoparasit pada domba. Produktivitas ternak akan meningkat apabila ternak tersebut sejahtera. Produktivitas ternak dapat dilihat dari pertambahan bobot badan harian dan konsumsi pakan, sedangkan untuk sanitasi dapat dilihat dari tingkat kebersihan tubuh domba dan jumlah ektoparasit yang terdapat di tubuh domba tersebut.

Tujuan

(15)

2 Manfaat

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba

Spesies domba liar yaitu, domba Moufflon di Eropa dan Asia Barat, domba Urial di Afganistan hingga Asia Barat dan domba Argali di Asia Tengah merupakan domba-domba yang membentuk genetik pada domba-domba modern sekarang. Domba mengalami domestikasi pada saat kambing juga mengalami domestikasi se-belum tanaman pertanian berkembang di padang steppe Aralo-Caspian, kemudian berkembang di India, Iran, Asia Tenggara, Asia Barat, Eropa dan Afrika (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Ensminger (1990), domba diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang) Class : Mammalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Family : Bovidae (memamah biak)

Species : Ovis aries

Menurut Johnston (1983), domba merupakan hewan mamalia yang berdarah panas (warm blooded animal) dengan ciri fisik dan fisiologi dasar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba

(17)

4 Domba memiliki ukuran yang berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antar bangsa itu sendiri. Jantan dewasa pada hakikatnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina pada jenis yang sama. Variasi bobot badan pada jenis yang sama dapat juga ditandai dan digambarkan pada perbedaan nutrisi (Johnston, 1983).

Domba merupakan salah satu ternak yang dapat menghasilkan bulu meskipun kambing, kelinci dan alpacas kadang menghasilkan produk yang sama dengan kua-litas serat yang tinggi. Oleh karena itu, domba memiliki cara untuk mengubah pakan dengan kualitas yang rendah menjadi produk yang diharapkan (Gatenby 1991).

Domba Garut

Domba Garut sesuai namanya berasal dari Kabupaten Garut tepatnya di daerah Limbangan, kemudian berkembang dan kini menyebar ke seluruh pelosok Jawa Barat khususnya dan seluruh Indonesia umumnya. Bentuk umum Domba Garut, tubuhnya relatif besar dan berbentuk persegi panjang, bulunya panjang dan kasar, tanduk domba jantan besar dan kuat serta kekar, ini merupakan modal utama dalam seni ketangkasan domba (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005).

Ciri khas Domba Garut yaitu pangkal ekornya kelihatan agak lebar dengan ujung runcing dan pendek, dahi sedikit lebar, kepala pendek dan profil sedikit cembung, mata kecil, tanduk besar dan melingkar ke belakang. Betina tidak bertanduk, telinga bervariasi dari yang pendek sampai yang panjang dan memiliki warna bulu yang beraneka ragam. Domba Garut yang banyak dijumpai memiliki daun telinga rumpung, sedangkan yang memiliki daun telinga panjang disebut dengan Domba Bongkor (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005).

(18)

5 perhatian banyak masyarakat, mudah dipelihara oleh petani kecil karena relatif lebih mudah dipelihara(Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005).

Perawatan Domba

Perawatan merupakan salah satu bagian dari manajemen pemeliharaan ternak yang perlu diperhatikan pada suatu peternakan. Perawatan dilakukan agar ternak tetap merasa nyaman sehingga dapat berproduksi dengan baik. Selain itu, perawatan dilakukan untuk mengurangi penyakit akibat dari ektoparasit dan endoparasit. Perawatan penting yang harus dan banyak dilakukan secara rutin pada manajemen pemeliharaan ternak domba adalah memandikan, mencukur dan memotong kuku domba. Memandikan ternak sebaiknya dilakukan minimal seminggu sekali pada pagi hari. Saat dimandikan sebaiknya ternak disikat dan diberi sabun agar lebih bersih, setelah itu domba dijemur di bawah sinar matahari agar bulu cepat kering dan ternak tidak kedinginan (IPTEK, 2005). Pencukuran bulu domba dengan gunting biasa/cukur ini dilakukan minimal 6 bulan sekali dan disisakan guntingan bulu setebal kira-kira 0,5 cm. Sebelumnya domba dimandikan sehingga bulu yang dihasilkan dapat dijadikan bahan tekstil. Keempat kaki domba diikat agar tidak lari pada saat dicukur. Pencukuran dimulai dari bagian perut kedepan dan searah dengan punggung domba. Pemotongan kuku domba dipotong 4 bulan sekali dengan pahat kayu, pisau rantan, pisau kuku atau gunting (IPTEK, 2005).

Pencukuran pada Domba

(19)

6 Konveksi bebas adalah kejadian dimana temperatur udara meningkat yang mengakibatkan kepadatannya menurun dan udara bergerak ke atas meninggalkan tubuh ternak. Dihambatnya pergerakan udara oleh bulu dapat menurunkan laju transfer panas secara konvektif. Hewan yang telah beradaptasi dengan lingkungan panas memiliki ketebalan penutup tubuh (bulu) yang dangkal. Adanya angin atau pergerakan hewan dapat meningkatkan pelepasan panas secara konvektif, hal demikian disebut forced convection. Pencukuran bulu biasa dilakukan oleh peternak rakyat untuk menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Peternak di Jawa Barat biasa melakukan pencukuran setiap 4-5 bulan sekali. Menurut Tomazweska et al. (1993) pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rektal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi. Selanjutnya Tomazweska et al., (1993), menyatakan bahwa pencukuran akan menambah kenyamanan ternak dan penurunan infasi ektoparasit kalau ternak tersebut di kandangkan. Domba yang tidak pernah dicukur bulunya akan menjadi sangat kotor dan akan sulit untuk dibersihkan, kondisi bulu yang seperti ini merupakan tempat yang baik untuk bersarangnya penyakit, parasit dan jamur yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Tujuan dilakukan pencukuran yaitu untuk menjaga kesehatan dari kuman penyakit, parasit-parasit luar (ektoparasit) seperti kutu serta penyakit kulit lainnya yang disebabkan oleh jamur. Selain untuk pencegahan penyakit, pencukuran juga dilakukan untuk memperindah domba terutama pejantan. Pencukuran yang pertama dilakukan pada waktu domba telah berumur lebih dari 6 bulan agar domba tidak stres.

Ektoparasit

Ektoparasit yang banyak terdapat pada tubuh ternak adalah kutu. Klasifikasi kutu adalah kelas Insecta, ordo Phthiraptera, dan sub ordo Mallophaga, Anoplura, dan Rhynchophthirina. Sub ordo Mallophaga terdiri atas dua kelompok yaitu Amblycera dan Ischnocera. Masing-masing sub ordo terdapat famili yang

(20)

7 dilengkapi dengan 3-5 ruas antena dan berbentuk segitiga lebar dengan ujung anterior yang tumpul. Tipe mulut pada kutu Ischnocera adalah mandibulata atau penggigit. Tipe mulut kutu Anoplura adalah penusuk dan penghisap, oleh karena itu dikenal sebagai kutu penghisap (Hadi, 2010).

Parasit pada domba merupakan salah satu masalah yang banyak menyerang di daerah tropis dan seperti halnya dengan ternak lain pencegahan parasit dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik, pemberian pakan yang sesuai dan

kebersihaan. Ektoparasit pada domba seperti “blowflies” (termasuk juga cacing

skrup), caplak, kutu, tungau dan jamur dikategorikan tidak begitu berbahaya seperti endoparasit tetapi ektoparasit ini juga banyak menimbulkan kerugian. Adanya ektoparasit yang bervariasi dari daerah ke daerah, sehingga pengendalian pun bervariasi dapat berupa penyemprotaan dan pencelupan (Williamson dan Payne, 1993).

Ektoparasit dapat memberikan efek yang serius pada produktivitas domba, seperti menurunkan produksi susu dan daging, menurunkan kualitas wool dan kulit, serta membutuhkan program pengontrolan yang mahal. Ektoparasit juga membuat efek yang serius pada kesejahteraan domba saat bergerombol dan individu, seringkali menghasilkan sifat hewan yang ganas (Williamson dan Payne, 1993). Iritasi yang disebabkan kutu yang aktif ini dapat bersifat berbahaya, ternak yang terinfeksi seringkali menggigit-gigit tubuhnya agar terbebas dari rasa gatal, atau dengan cara menggosok tubuhnya pada pohon, tepi kandang maupun bebatuan (Noble dan Noble, 1989).

Ektoparasit permanen melakukan semua perkembangan mereka pada tubuh domba (contohnya: mange mites, keds dan lice) secara musiman, dengan jumlah populasi tertinggi terdapat pada musim dingin atau awal musim semi. Ektoparasit semi permanen hanya terdapat sedikit yang dapat hidup (contohnya: blowflies, headflies, dan nasal flies), ektoparasit tersebut utamanya aktif saat suhu mulai hangat

(21)

8 Ektoparasit memiliki panjang diatas 3 mm, berwarna coklat dan relatif ukuran kepalanya besar. Selama hidupnya sekitar 1 bulan, ektoparasit betina bertelur 2-3 butir/hari. Telurnya biasanya berwarna agak putih dan menempel pada bulu sehingga dapat dilihat oleh mata. Anakan ektoparasit atau nimfa yang baru menetas lebih kecil apabila dibandingkan dengan indukan. Nimfa akan berganti kulit dua kali dengan interval 5-9 hari. Bagian mulut dari kutu tersebut beradaptasi untuk menggigit dan mengunyah bagian luar wol, lapisan dermis, dan darah. Damalinia ovis merupakan kutu yang aktif, setelah berada di tubuh ternak kutu-kutu tersebut akan menyebar. Ektoparasit ini rentan pada suhu yang tinggi dan tidak toleran terhadap kelembaban yang tinggi. Saat berada dikelembaban 90%, 6 jam kemudian ektoparasit akan mati (Taylor et al., 2007).

Resistensi umur terhadap parasit merupakan hal yang umum. Semakin tua ternak, semakin besar resistensinya. Ternak yang tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, apabila ternak telah dapat beradaptasi maka ternak menjadi toleran terhadap parasit yang terdapat pada tubuhnya sehingga perkembangan kutu tersebut tidak terganggu (Noble dan Noble, 1989).

Pencukuran bulu secara teratur merupakan komponen penting dari program pengendalian ektoparasit. Pencukuran tersebut akan mengurangi parasit pada suhu tinggi yang dihasilkan oleh sinar matahari, yang secara langsung berbahaya bagi parasit tersebut (Tomazweska et. al., 1993). Proses pengurangan ektoparasit dapat dilakukan dengan cara dimandikan tetapi terlebih dahulu dicukur, setelah itu disemprotkan pestisida. Ektoparasit yang menempel pada tubuh domba dapat mengakibatkan beberapa penyakit seperti kudis akibat dari ektoparasit yang masuk kedalam permukaan kulit dan merusak sel-sel kulit. Sebagian ektoparasit menyebabkan kegatalan dan gangguan yang hebat, sehingga ternak tidak dapat makan secara teratur dan tidak tumbuh dengan baik. Jenis ektoparasit yang lainnya menyebabkan kerugian yang serius, dan seringkali berakhir dengan kematian ternak (Tomazweska et. al., 1993).

Pertumbuhan Domba

(22)

9 murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).

Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram per hari. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan, genetik, jenis kelamin, kesehatan dan manajemen (Gatenby, 1991).

Pertumbuhan kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Kebanyakan domba jenis tropik tidak menunjukkan kemampuannya untuk bertahan pada saat kekeringan dan setengah kelaparan. Dibandingkan dengan daerah dingin domba ini tidak menunjukkan reaksi baik terhadap pemberian makanan yang baik dan pada penggembalaan yang normal, pertumbuhan lambat dan jarang menjadi sangat gemuk (Williamson dan Payne, 1993).

Pertambahan Bobot Badan

(23)

10 Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1998). Menurut Church dan Pond (1988), proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi.

Konsumsi Pakan

Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi (Voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum. Konsumsi potensial adalah jumlah makanan yang dapat dimakan bila jumlah

pemberian makanan dengan tingkat kecernaan tertentu minimal 0,8 bagian dapat diseleksi. Tingkat konsumsi yang sebenarnya adalah bagian dari konsumsi potensial yang dapat ditentukan oleh sifat fisik atau kimia dari makanan. Konsumsi potensial erat hubungannya dengan berat badan dan status fisiologis hewan (Parakkasi, 1995).

Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi hewan tersebut (Tillman et al. 1998). Faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan kurangnya konsumsi pakan karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan temperatur lingkungan (Church dan Pond, 1988).

Brachiaria humidicola

Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar kedaerah Fiji dan Papua New Guinea. Terkenal dengan nama Koronivia grass (Bogdan, 1997). Rumput ini merupakan rumput berumur panjang,

(24)

11 humidicola dapat ditanam secara vegetatif dengan pols, stolon atau biji. Batang yang

berkembang dapat mencapai tinggi 20-60 cm, helai daun berwarna hijau terang, lebar 5-16 mm dan panjang 12-25 cm. Jayadi (1991), menyatakan bahwa rumput Brachiaria humidicola sesuai untuk dataran rendah tropika basah. Rumput ini dapat

menghasilkan 20 ton bahan kering/ha/tahun. Selain itu, Brachiaria humidicola mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase jelek dan tahan terhadap tekanan penggembalaan berat. Rumput Brachiaria humidicola tidak beracun, palatabilitas tinggi pada umur muda tetapi palatabilitasnya akan menurun ketika produktivitasnya maksimum. Rumput Brachiaria humidicola tanpa pemupukan dapat menghasilkan 10.8 ton bahan kering/ha dan dengan perlakuan pemupukan menghasilkan 33.7 ton berat kering/ha saat dipupuk 450 kg nitrogen/ha (Bogdan, 1997).

(25)

12 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai awal bulan Agustus sampai pertengahan Oktober 2010.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut yang terdapat di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk sebanyak 24 ekor. Ternak domba yang digunakan terdiri dari delapan ekor domba jantan I0 dengan rataan bobot badan

16,44±2,83 kg, delapan ekor domba betina I0 dengan bobot badan 16±2,12 kg dan

delapan ekor induk kering dengan bobot badan 28,44±4,5 kg. Gambar ternak yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. (a) Induk Kering (b) Betina I0 (c) Jantan I0

Pakan

Pakan yang diberikan adalah konsentrat dan hijauan berupa rumput Brachiaria humidicola. Padang rumput yang digunakan adalah padang rumput

B.humidicola PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Konsentrat yang diberikan

sebanyak 200 g/ekor/hari untuk betina dan jantan I0, sedangkan untuk induk kering

sebanyak 300 g/ekor/hari.

Kandang dan Peralatan

(26)

13 ember minum, tali tambang, kaca pembesar, alat cukur bulu domba, botol kecil, pinset dan stopwatch.

Prosedur

Domba Garut yang digunakan sebanyak 24 ekor yang terdiri dari jantan I0,

betina I0 dan induk kering. Domba dikelompokan berdasarkan status fisiologis.

Selain itu, dikelompokan berdasarkan perlakuan pencukuran yaitu ternak domba dicukur dan tidak dicukur. Pengamatan jenis dan jumlah ektoparasit yang terdapat pada tubuh domba dilakukan dengan melihat kutu selama satu menit untuk tiap bagian tubuh (leher, mid side dan paha belakang) baik pada domba yang dicukur maupun yang tidak dicukur. Ektoparasit yang terdapat diantara bulu dilihat dengan menggunakan kaca pembesar. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-4 setelah pencukuran. Setelah dua minggu sebagian dari masing-masing umur domba tersebut dicukur hingga panjang bulu sekitar 0,5-1 cm. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap minggu pada semua ternak. Untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian, data pertambahan setiap minggu dibagi dengan jumlah hari.

Pemeliharaan dilakukan secara semi-intensif yaitu digembalakan di padang rumput Brachiaria humidicola pada siang hari pukul 13.00-16.00 WIB. Selama pengambilan data konsumsi pakan, domba diikat didalam kandang kelompok, pemberian pakan hijauan selama pengambilan data yaitu cut and curry. Data konsumsi yang diukur adalah konsumsi hijauan. Pemberian pakan konsentrat dilakukan setiap hari sebelum dan setelah digembalakan. Konsumsi hijauan dilakukan dengan cara memberikan hijauan ad libitum, pemberian hijauan diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan waktu lama penggembalaan karena pemberian hijauan dilakukan secara semi intensif. Jumlah pakan hijauan yang dimakan dapat diketahui dengan cara jumlah hijauan yang diberikan dikurangi dengan sisa.

Peubah yang Diamati Pertambahan Bobot Badan (PBB)

(27)

14 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan sejumlah pakan hijauan yang dikonsumsi oleh domba. Perhitungan menggunakan cara pengurangan berat awal pakan yang diberikan dikurangi berat sisa pakan (g/ekor/hari). Pakan hijauan diberikan ad libitum selama lama waktu penggembalaan, sedangkan pakan konsentrat diberikan dengan terbatas. Rumus perhitungan konsumsi pakan berdasarkan bahan segar :

Konsumsi Pakan (g/hari) = Pakan yang diberikan – sisa pakan

Menghitung Konsumsi Bahan Kering (BK)

Konsumsi bahan kering merupakan total bahan kering pakan yang dikonsumsi yakni hijauan dan konsentrat. Jumlah bahan kering yang dikonsumsi didapatkan dengan cara persentase BK dikalikan dengan bahan pakan yang dikonsumsi. Rumus perhitungan konsumsi bahan kering :

Konsumsi BK = × konsumsi pakan

Tingkat Kebersihan Domba

Pengukuran tingkat kebersihan dilakukan untuk mengetahui pengaruh pencukuran terhadap tingkat kebersihan. Tingkat kebersihan domba dilihat dari ada tidaknya kotoran yang menempel pada bulu domba serta dilihat dari kekusaman bulu domba. Ada beberapa tingkatan kebersihan tubuh domba :

a. Sangat Kotor

Bulunya sangat kusam, terdapat bulu yang sudah gimbal dan kotoran menempel hampir pada seluruh bagian tubuh domba.

b. Kotor

Bulunya kusam dan terdapat kotoran dalam jumlah yang cukup banyak pada tubuh domba.

c. Agak bersih

(28)

15 d. Bersih

Bulu yang menutupi tubuh domba terlihat agak kusam. Jumlah kotoran atau feses yang menempel pada bagian belakang domba atau tubuh domba sangat sedikit atau hampir tidak ada.

e. Sangat bersih

Semua bulu yang menutupi tubuh domba tidak terlihat kusam. Tubuh domba terlihat bersih tanpa ada kotoran yang menempel terutama pada bagian belakang domba dan pada bagian ekor. Bagian belakang domba dan ekor tidak terdapat feses yang menempel.

Pengukuran Ektoparasit

Pengamatan dilakukan sebelum dan setelah domba dicukur. Pengamatan sebelum dicukur dilakukan dengan melihat kutu selama 1 menit. Bagian yang dilihat terdiri dari 3 titik yaitu pada bagian leher, perut samping dan paha belakang. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat jenis ektoparasit yang terdapat pada tubuh domba dan menghitung jumlah ektoparasit tersebut. Jumlah ektoparasit adalah penjumlahan dari ketiga titik tersebut.

Rancangan Percobaan Perlakuan

Domba dibagi kedalam dua perlakuan pencukuran yang terdiri dari dicukur (C) dan tidak dicukur (T) serta status fisiologis yang terdiri dari jantan I0, betina I0

dan induk kering.

a. Perlakuan satu, pencukuran

T : Ternak Domba Garut tidak dicukur. C : Ternak Domba Garut dicukur. b. Perlakuan dua, status fisiologis

I0J : Kelompok jantan I0

I0B : Kelompok betinaI0

I1BK : Kelompok induk kering

Rancangan

(29)

16 rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah pencukuran yaitu dicukur dan tidak dicukur, serta status fisiologis yaitu betina I0, jantan I0 dan induk kering. Model yang

digunakan menurut Kaps dan Lamberson (2004) ialah,

yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk

Keterangan :

yijk : Variabel respon akibat pengaruh pencukuran ke-I dan taraf status

fisiologis ke-j pada ulangan ke-k µ : Nilai tengah umum

Ai : Pengaruh pencukuran ke-i

Bj : Pengaruh status fisiologis ke-j

(AB)ijk : Pengaruh interaksi antara perlakuan pencukuran ke-i dengan status

fisiologis domba ke-j

€ijk : Pengaruh galat percobaan dari pencukuran wool ke-i, status fisiologis domba ke-j dan ulangan ke-k

Data hasil penelitian dianalisa menggunakan ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilakukan uji lanjut Tukey. Data diolah dengan menggunakan aplikasi minitab 15.

Uji yang digunakan untuk menganalisis data tingkat kebersihan menggunakan uji non-parametrik, yaitu menggunakan Analisis Rank Spearman. Model yang digunakan yaitu,

Keterangan :

rs : Nilai korelasi Rank Spearman

(30)

17 Statistik t :

Keterangan:

(31)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian dan Keadaan Iklim

Luas lahan ini sekitar 4 hektar yang terdiri atas bangunan kandang, tempat penyimpanan pakan, pos pengamanan, rumah karyawan (mess), tempat pengolahan limbah, tempat parkir, kandang handling, kolam penampungan air hujan, kebun rumput gajah dan padang rumput Brachiaria humidicola sebagai lahan untuk penggembalaan. Terdapat empat bangunan kandang yang terdiri dari kandang isolasi untuk ternak sakit, kandang jantan, kandang induk-anak dan kandang betina. Jumlah ruang dalam setiap kandang berbeda-beda dan memiliki ukuran yang berbeda-beda pula. Kandang jantan terdiri dari 20 ruang kandang, setiap baris diisi oleh 10 ruang yang saling berhadapan dan setiap ruang kandang diisi satu ekor domba. Luas kandang masing-masing domba adalah ± 0,75 x 1,25 m. Kandang betina terdiri dari 20 ruang yang saling berhadapan dengan luas sebesar ± 3 x 2,5 m. Masing masing kandang diisi 5 sampai 7 ekor domba betina. Kandang handling jarang digunakan untuk menangani domba. Gambaran lingkungan sekitar kandang dan padang penggembalaan dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. (a) Lingkungan Kandang, (b) Padang Penggembalaan

(32)

19 terjadi hujan sehingga dapat mengurangi ternak terkena hujan dan basah. Kandang domba terletak di bagian tengah dan dekat dengan pintu masuk sehingga udara dan sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam kandang. Bagian bawah kandang disemen agar mempermudah saat membersihkan kotoran. Tempat pakan dibuat di dalam kandang dan terdiri dari dua jenis tempat pakan pada kandang induk anak dan betina. Tempat pakan yang berada di dekat pintu dengan ukuran yang besar digunakan untuk pakan hijauan dan pada bagian samping kandang untuk pakan konsentrat. Beberapa kandang kelompok induk anak yang digunakan untuk induk bunting biasanya pakan konsentrat diberikan pada bak besar. Jarak antara kandang jantan, induk anak, dan betina yaitu ± 2,5 m. Gambar kandang dan dalam kandang dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

(33)

20 kandang. Data suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Saat Penelitian

Lokasi Waktu Suhu (oC) Kelembaban(%)

Keterangan : pagi (07.30), siang (13.30), sore (17.30)

Domba memiliki suhu optimum untuk hidup di daerah tropis yaitu berkisar antara 4-24 °C dengan kelembaban dibawah 75% (Yousef, 1982). Suhu lingkungan di peternakan domba Citeurep berada diatas suhu optimal. Hal ini dapat membuat ternak domba stres akibat panas dan akan mempengaruhi produktivitas ternak. Saat suhu lingkungan optimum, tubuh ternak akan memproduksi panas tubuh minimum, diluar suhu optimum ternak akan mengalami cekaman sehingga panas tubuhnya meningkat (Yousef, 1985). Keadaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi produksi tubuh ternak.

Kondisi Ternak

(34)

21 Penggembalaan dilakukan pada siang hari untuk mencegah cacingan dan bloating. Domba yang diteliti berumur kurang dari satu tahun untuk betina I0 dan

jantan I0, sedangkan untuk induk kering digunakan induk yang telah menyapih

anaknya dan belum bunting kembali. Anak domba yang telah lepas sapih disatukan dengan domba-domba lain dan pada siang hari domba di umbar di padang penggem-balaan khusus untuk anakan. Berdasarkan jenis kelamin, domba jantan I0 memiliki

bobot badan yang lebih besar dibandingkan dengan betina I0. Domba yang digunakan

memiliki bobot badan awal antara 10–20 kg. Menurut tingkatan umur, domba induk kering memiliki bobot badan yang lebih besar daripada domba betina I0.

Kondisi Pakan

Kebutuhan nutrisi ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Menurut Haryanto (1992), standar kebutuhan nutrisi pakan yang diberikan untuk domba di Indonesia masih menggunakan standar dari National Research Council (NRC), karena Indonesia belum memiliki standar baku yang khusus untuk pemeliharaan dan pemberian pakan untuk domba. Pakan yang diberikan kepada domba merupakan pakan konsentrat yang mengandung berbagai jenis bahan. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan menjadi ransum komplit. Pakan konsentrat yang diberikan kepada domba diberikan secara terbatas dan diberikan dua kali dalam sehari. Pemberian konsentrat dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Jumlah konsentrat yang diberikan pada setiap jenis domba berbeda-beda tergantung umur dari domba tersebut. Jantan dan betina I0 diberikan konsentrat sebanyak 200 g, sedangkan induk

kering sebanyak 300 g. Rumput yang diberikan adalah rumput Brachiaria humidicola. Domba digembalakan pada padang rumput Brachiaria humidicola yang

(35)

22 Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pakan yang Diberikan

Bahan Makanan BK

Bentuk dan jenis pakan yang diberikan kepada domba dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi pakan yang tinggi dan kandungan nutrisi dapat mem-pengaruhi produktivitas suatu ternak. Pemberian pakan pada peternakan tersebut di-berikan secara terbatas, karena tujuan dari peternakan ini untuk pembibitan bukan untuk penggemukkan sehingga pakan diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok dan reproduksi. Gambar pakan yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. (a) konsentrat, (b) Rumput Brachiaria humidicola

(36)

20-23 30 kg membutuhkan nutrisi sebesar 1000-1300 g bahan kering, 800-1000g TDN, 167-191 g protein kasar serta PBBH sebesar 250-300 g/hari.

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui performa ternak. Pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan yang tinggi sangat diharapkan pada suatu peternakan. Ransum yang memiliki nilai nutrisi dan konsumsi pakan yang tinggi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Selain itu, terdapat faktor lingkungan, salah satunya adalah manajemen yang dapat mempengaruhi ter-nak sehingga terter-nak dapat mengkonsumsi pakan dengan baik dan banyak. Faktor manajemen, salah satunya pencukuran dan juga jenis kelamin adalah faktor yang da-pat mempengaruhi pertambahan bobot badan. Rataan PBBH domba selama peneli-tian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut pada Status Fisisologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda

Perlakuan Status Fisiologis Rataan

Betina I0 Jantan I0 Induk Kering

...g/ekor/hari...

Tidak cukur 50 ±12,8 52 ± 6 66 ± 27 56 ± 17,7

Cukur 37 ± 13,4 56 ± 12 59 ± 35 51 ± 22,9

Rataan 43 ± 13,9 54 ± 9,4 63 ± 29 53 ± 20,2

(37)

24 Pertambahan bobot badan harian sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan, karena PBBH pada waktu tertentu akan menggambarkan kemampuan ternak untuk tumbuh. Pertambahan bobot badan harian yang tinggi akan menghasilkan bobot badan akhir yang tinggi. Menurut Tomazweska et. al. (1993), pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rektal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi.

Konsumsi Pakan

Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Konsentrat yang diberikan merupakan pakan konsentrat komersil, sedangkan hijauan yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola. Ternak mengkonsumsi bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya akan nutrisi. Tidak hanya makanan, tetapi air minum juga penting untuk memenuhi kebutuhan cairan didalam tubuh ternak. Saat panas domba akan lebih banyak minum dibandingkan makan, sehingga domba lebih banyak mengeluarkan cairan.

Konsumsi Pakan Hijauan

Konsumsi pakan hijauan dihitung untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung jumlah bahan kering yang telah dikonsumsi. Hal ini untuk mengetahui kecukupan kebutuhan nutrisi dari tubuh ternak tersebut. Pakan hijauan yang diberikan merupakan rumput yang berasal dari padang penggembalaan. Hijauan yang ditanam pada padang penggembalaan merupakan rumput Brachiaria humidicola. Rumput ini merupakan hijauan pokok yang diberikan untuk ternak

Domba Garut yang diteliti. Rataan konsumsi pakan hijauan Brachiaria humidicola dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Pakan Hijauan Brachiaria humidicola pada Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang berbeda

Perlakuan Status Fisiologis

Betina I0 Jantan I0 Induk Kering

...g/ekor/hari...

Tidak cukur 901 ± 107A 1.103 ± 58B 1.453 ± 53C

Cukur 1.052 ± 128AB 1.024 ± 46AB 1.476 ± 107C Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat

(38)

25 Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan status fisiologis menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan hijauan segar. Rataan konsumsi pakan hijauan betina I0 tidak cukur lebih rendah dibandingkan

dengan jantan I0 dan induk kering tidak cukur. Konsumsi pakan betina I0 yang tidak

dicukur adalah 901 ± 107 g/ekor/hari sedangkan jantan I0 yang tidak dicukur adalah

sebesar 1.103 ± 58 g/ekor/hari dan induk kering yang tidak cukur sebesar 1.453 ± 53 g/ekor/hari. Konsumsi betina I0 yang tidak dicukur sama dengan betina I0 cukur dan

jantan I0 cukur. Konsumsi jantan I0 tidak cukur sama dengan betina I0 dan jantan I0

cukur.Induk kering paling banyak mengkonsumsi pakan hijauan dibandigkan dengan betina I0 dan jantan I0. Menurut Ensminger et. al. (1990), pertumbuhan ternak

dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kecepatan pertumbuhan dan kesehatan ternak. Perlakuan pencukuran tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan hijauan.

Konsumsi yang cukup tinggi dapat dipengaruhi oleh umur. Induk kering lebih banyak mengkonsumsi pakan karena dibutuhkan untuk berproduksi, bereproduksi dan hidup pokok. Betina I0 jantan I0 belum banyak mengkonsumsi pakan hijauan

karena betina I0 mengkonsumsi pakan untuk pertumbuhan hingga dewasa tubuh dan

belum digunakan untuk bereproduksi. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Aleksiev (2008) pada, ternak yang dicukur tidak memiliki perbedaan yang besar da-lam konsumsi pakan dengan yang tidak dicukur yaitu 1795±13,5 g dan 1779±9,5 g. Hasil penelitian ini memiliki konsumsi pakan yang lebih besar apabila dibandingkan

dengan hasil penelitian. Menurut Borrelli, P. (2001), pencukuran akan menghasilkan kenaikan konsumsi pakan hijauan induk kering. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu induk kering yang dicukur mengkonsumsi pakan lebih banyak dibanding yang tidak dicukur.

Konsumsi Bahan Kering

(39)

26 domba. Kebutuhan pakan dan kandungan nutrisinya diatur sesuai dengan kebutuhan hidup domba. Rataan konsumsi bahan kering domba jantan I0 dan betina I0 dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Hijauan Brachiaria humidicola dan Konsentrat pada Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda

Perlakuan Status Fisiologis

Betina I0 Jantan I0 Induk Kering ……….g/ekor/hari………

Tidak cukur 219,6±26,09A 268,8±14,24B 354,2±53C Cukur 256,42±31,28AB 249,5±11,21AB 359,7±26,1C Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat

nyata (P>0,01)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada status fisiologis yang berbeda terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Konsumsi bahan kering domba betina I0 yang tidak dicukur berbeda dengan jantan I0

tidak cukur, tetapi sama dengan konsumsi bahan kering betina I0 cukur dan jantan I0

cukur. Konsumsi bahan kering jantan I0 tidak cukur sama dengan betina I0 cukur dan

jantan I0 cukur. Konsumsi bahan kering betina I0 tidak cukur sebesar 219,6±26,09

g/ekor/hari, sedangkan pada jantan I0 tidak cukur adalah sebesar 268,8±14,24

g/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pada jantan I0 tidak

cukur lebih besar dibandingkan dengan betina I0 tidak cukur.

Menurut NRC (1985), kebutuhan bahan kering domba dengan bobot badan 10 – 20 kg adalah 500 – 1000 g/hari. Ternak jantan I0 yang dicukur memiliki PBBH

yang tinggi bila dibandingkan dengan jantan I0 tidak cukur dan betina I0 baik yang

dicukur maupun tidak di cukur. Konsumsi pakan jantan I0 yang dicukur tidak berbeda

nyata dengan domba lainnya, sehingga pencukuran sebaiknya dilakukan pada domba jantan I0 agar PBBH domba meningkat.

Tingkat konsumsi pakan induk kering lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan induk kering membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk berreproduksi dan berproduksi dibandingkan betina I0 dan jantan I0. Tingkat

(40)

27 ternak dalam satu hari. Ternak yang diteliti mengkonsumsi pakan bahan kering hijauan tersebut hanya pada siang hari sehingga belum dapat dijadikan acuan.

Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh,

keaktifan, dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan

kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun

karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energy

(Siregar, 1984). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan

meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan

meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan.

Konsumsi pakan setiap harinya berbeda-beda pada setiap ternak. Konsumsi

pakan dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar kandang. Selain itu, jenis pakan yang

diberikan dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrisi setiap ternak bervariasi antar jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan dan aktivitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Menurut Tomaszewska et, al. (1993), suhu dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan rendahnya konsumsi pakan.

Ektoparasit

(41)

28 Tabel 7. Rataan Jumlah Ektoparasit yang Terdapat pada Domba Betina I0, Jantan I0

dan Induk Kering

Perlakuan Status Fisiologis

Betina I0 Jantan I0 Induk Kering

……….Ekor………..

Tidak cukur 1,85±1,43a 3,05±3,22a 19±12,10b

Cukur 0,1±0,58a 2,85±2,39a 4,85±4,3a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P>0,05)

Berdasarkan hasil analisis ragam, terdapat interaksi (P<0,05) antara pencukuran dan status fisiologis terhadap rataan ektoparasit dalam tubuh domba. Rataan ektoparasit yang paling tinggi berada pada induk kering tidak cukur yaitu sebesar 19±12,10 ekor. Rataan ektoparasit pada betina I0 tidak cukur adalah

1,85±1,43 ekor, dan yang dicukur adalah 0,1±0,58 ekor. Rataan ektoparasit jantan I0

tidak dicukur 3,05±3,22 ekor dan yang dicukur 2,85±2,39 ekor. Perlakuan pencukuran pada ternak induk kering memiliki perbedaan. Pencukuran membuat tubuh ternak induk kering menjadi sedikit bebas dari ektoparasit. Pencukuran dapat mengurangi kesempatan ektoparasit untuk berkembangbiak. Hal ini disebabkan bulu yang pendek sehingga perkembangan ektoparasit terhambat.

Rataan ektoparasit pada ternak induk kering sangat tinggi, sehingga sebaiknya dijauhkan dari anakan atau domba remaja agar domba anakan atau domba remaja tidak tertular ektoparasit. Penularan ektoparasit dapat terjadi saat ternak yang banyak terdapat ektoparasit berdekatan dengan ternak lain. Sebaiknya tubuh ternak yang banyak ektoparasit bulu dan tubuhnya dicukur dan dimandikan dengan menggunakan desinfektan.

Jumlah ektoparasit pada induk kering yang dicukur lebih rendah dibandingkan dengan induk kering yang tidak dicukur. Hal ini diduga karena pencukuran dapat mengurangi jumlah kutu yang terdapat pada tubuh domba. Dengan pencukuran maka akan memperkecil kemungkinan tumbuhnya ektoparasit karena bulu domba yang pendek. Begitu pula pada betina I0 pencukuran menurunkan jumlah

(42)

29 untuk menjaga kebersihan dan kesehatan domba yang dapat menghindari dari kerugian ekonomi.

Bulu merupakan tempat untuk tinggal dan berkembangbiaknya kutu atau jenis ektoparasit lain. Domba menjadi inang dan kutu menempel pada bulu domba. Ada banyak jenis kutu yang menempel dan terdapat pada tubuh serta bulu domba. Salah satu jenis kutu yang menempel pada tubuh domba yang diteliti adalah Damalinia ovis. Apabila bulu dicukur maka sebagian dari kutu akan terbuang bersamaan dengan bulu yang dicukur. Domba yang dicukur hanya terdapat sedikit kutu yang menempel. Kutu yang terdapat pada bulu domba dapat berpindah-pindah ke domba lain saat domba tersebut saling berdekatan atau menempel. Jenis kutu yang terdapat pada tubuh domba dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b) (c)

Gambar 5. (a) dan (b) Kutu yang Terdapat pada Domba Garut penelitian, (c) kutu berdasarkan literatur (Heath, 2004)

Ektoparasit yang banyak terdapat pada tubuh ternak adalah kutu. Klasifikasi kutu adalah kelas Insecta, ordo Phthiraptera, dan sub ordo Mallophaga, Anoplura, dan Rhynchophthirina. Sub ordo Mallophaga terdiri atas dua kelompok yaitu Amblycera dan Ischnocera. Masing-masing sub ordo terdapat famili yang

(43)

30 penggigit. Tipe mulut kutu Anoplura adalah penusuk dan penghisap, oleh karena itu dikenal sebagai kutu penghisap (Hadi, 2010).

Ektoparasit memiliki panjang diatas 3 mm, berwarna coklat dan relatif ukuran kepalanya besar. Selama hidupnya sekitar 1 bulan, ektoparasit betina bertelur 2-3 butir/hari. Telurnya biasanya berwarna agak putih dan menempel pada bulu sehingga dapat dilihat oleh mata. Anakan ektoparasit atau nimfa yang baru menetas lebih kecil apabila dibandingkan dengan indukan. Nimfa akan berganti kulit dua kali dengan interval 5-9 hari. Bagian mulut dari kutu tersebut beradaptasi untuk menggigit dan mengunyah bagian luar wol, lapisan dermis, dan darah. Damalinia ovis merupakan kutu yang aktif, setelah berada di tubuh ternak kutu-kutu tersebut akan menyebar. Ektoparasit ini rentan pada suhu yang tinggi dan tidak toleran terhadap kelembaban yang tinggi. Saat berada dikelembaban 90%, 6 jam kemudian ektoparasit akan mati (Taylor et al., 2007).

Pencukuran bulu secara teratur merupakan komponen penting dari program pengendalian ektoparasit. Pencukuran tersebut akan mengurangi parasit pada suhu tinggi yang dihasilkan oleh sinar matahari, yang secara langsung berbahaya bagi parasit tersebut (Tomazweska et. al., 1993). Proses pengurangan ektoparasit dapat dilakukan dengan cara dimandikan tetapi terlebih dahulu dicukur, setelah itu disemprotkan pestisida. Ektoparasit yang menempel pada tubuh domba dapat mengakibatkan beberapa penyakit seperti kudis akibat dari ektoparasit yang masuk kedalam permukaan kulit dan merusak sel-sel kulit. Sebagian ektoparasit menyebabkan kegatalan dan gangguan yang hebat, sehingga ternak tidak dapat makan secara teratur dan tidak tumbuh dengan baik. Jenis ektoparasit yang lainnya menyebabkan kerugian yang serius, dan seringkali berakhir dengan kematian ternak (Tomazweska et. al., 1993).

(44)

31 Parasit pada domba merupakan salah satu masalah yang banyak menyerang didaerah tropis dan seperti halnya dengan ternak lain pencegahan parasit dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik, pemberian pakan yang sesuai dan kebersihaan. Adanya ektoparasit yang bervariasi dari daerah ke daerah, sehingga pengendalian pun bervariasi dapat berupa penyemprotaan dan pencelupan (Williamson dan Payne, 1993). Ektoparasit dapat memberikan efek yang serius pada produktivitas domba, seperti menurunkan produksi susu dan daging, menurunkan kualitas wool dan kulit, serta membutuhkan program pengontrolan yang mahal. Ektoparasit juga membuat efek yang serius pada kesejahteraan domba saat bergerombol dan individu, seringkali menghasilkan sifat hewan yang ganas. Pencukuran akan menghilangkan banyak ektoparasit permanen dan efek tersebut akan dirasakan pada musim-musim tertentu (Aitken, 2007).

Tingkat Kebersihan

Kebersihan suatu ternak merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam suatu manajemen pemeliharaan dalam bidang peternakan. Apabila ternak kotor maka kesempatan ternak untuk terkena penyakit dan ektoparasit sangat besar. Domba yang kotor dapat mempengaruhi produktivitas dan tingkah laku normal ternak. Tingkat kebersihan suatu ternak dapat dilihat dari kondisi fisik ternak seperti kotoran yang menempel pada tubuh domba yaitu pada bagian belakang tubuh domba, bulu domba dan kekusaman warna bulu domba. Domba yang dicukur seharusnya memiliki tingkat kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dicukur karena dengan sedikitnya dan pendeknya bulu yang terdapat pada domba maka akan semakin sedikit juga kotoran yang menempel atau dapat dinyatakan lebih bersih. Rataan tingkat kebersihan pada betina I0 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Jumlah Tingkat Kebersihan Domba Garut Betina I0

Perlakuan Tingkat kebersihan

Tidak cukur 2,25±0,96b

Cukur 4±0a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(45)

32 berkorelasi positif terhadap tingkat kebersihan pada betina I0. Pencukuran sebaiknya

dilakukan pada betina I0, karena dengan dicukur betina lebih bersih dibandingkan

dengan yang tidak dicukur. Domba betina I0 yang dicukur memiliki bulu domba yang

pendek sehingga kotoran yang menempel pada bulu domba akan semakin sedikit sehingga akan terlihat lebih bersih. Didapatkan hasil yang lebih bersih dapat dilakukan pemeliharaan dengan cara memandikan domba menggunakan desinfektan. Tidak hanya bersih bersih tapi ektoparasit yang menempel akan semakin sedikit, sehingga domba akan lebih nyaman. Selain itu, bulu domba yang bersih dapat dimanfaatkan lebih lanjut bila dibandingkan dengan bulu yang kotor. Tidak hanya pada domba betina I0 yang diberi perlakuan pencukuran, tapi dilakukan pula

pencukuran pada jantan I0 yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat Kebersihan pada Jantan I0

Perlakuan Tingkat kebersihan

Tidak cukur 2,75±0,5

Cukur 3,25±0,5

Pencukuran tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap tingkat kebersihan domba jantan I0. Perlakuan pencukuran dapat dilakukan dan tidak dilakukan pada domba

jantan I0. Tetapi sebaiknya pencukuran dilakukan karena dengan adanya pencukuran

PBBH domba jantan akan meningkat. Bagian ekor atau bagian belakang domba terlihat kotor akibat kotoran yang menempel pada bulu bagian belakang. Sama halnya dengan induk kering terhadap perlakuan pencukuran tidak menghasilkan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap tingkat kebersihan. Data tingkat kebersihan induk kering dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Kebersihan pada Induk Kering

Perlakuan Tingkat Kebersihan

Tidak cukur 2±0,82

Cukur 3,25±0,96

(46)
(47)

34 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pencukuran pada domba jantan I0, betina I0 dan induk kering tidak menghasilkan peningkatan maupun

penurunan pertambahan bobot badan harian (PBBH). Konsumsi pakan hijauan dan bahan kering hijauan pada induk kering lebih tinggi dibandingkan dengan jantan I0

dan betina I0, sedangkan untuk pencukuran tidak jauh berbeda. Ektoparasit pada

induk kering yang tidak dicukur lebih banyak dibandingkan dengan betina I0, jantan

I0 dan induk kering tidak cukur. Jumlah ektoparasit hanya terdapat sedikit pada tubuh

ternak yang dicukur. Jenis kutu yang terdapat pada tubuh domba adalah Damalinia ovis. Selain itu, ternak yang dicukur memiliki nilai tingkat kebersihan yang lebih tinggi tetapi pada betina I0 terdapat perbedaan yang nyata antara dicukur maupun

tidak dicukur. Domba betina I0 yang dicukur memiliki tingkat kebersihan yang lebih

baik. sedangkan pada jantan I0 dan induk kering pencukuran tidak memberikan

pengaruh terhadap tingkat kebersihan. Dari hasil tersebut dapat direkomendasikan bahwa pencukuran sebaiknya dilakukan untuk tujuan sanitasi.

Saran

(48)

35 UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ir. Sri Rahayu, M.Si. sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Moh. Yamin, MAgr.Sc. sebagai Pembimbing Anggota yang banyak memberikan masukan, saran, dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Komariah, M.Si dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc selaku dosen penguji ujian lisan yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi terhadap skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi pengarahan mulai tingkat awal hingga tingkat akhir. Terima kasih pula kepada seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan IPB.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Dian Nurhayati, Ibu Naimar dan Alm. Bapak Nasir selaku orang tua penulis atas dukungan, doa, kasih sayang, bantuan moril dan materil yang selalu diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih pada manajer Peternakan domba milik PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yaitu pak Subhan S.Pt dan pegawai kandang (Leo, Iwan, Amir, Ellan, Mang Oleh, dan Jay) serta teman-teman seperjuangan selama penelitian yaitu, Aan Ma‟ani, Reza Rizki R P, dan Walfitriani O. Terima kasih kepada teman-teman „Kristal‟ (Mbak Nidha, Mbak Anna, Mbak Ira, Bu Henni, Putri, Ganita dan Sherly) atas dukungan, persahabatan, kebersamaan dan pengalaman selama ini. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Gina, Bening, Omi, Wulan, Herlina, Widya, Putri dan seluruh teman-teman IPTP 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, persahabatan dan dukungannya selama kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(49)

36 DAFTAR PUSTAKA

Aitken, I. D. 2007. Diseases of Sheep. 4th Ed. Blackwell Publishing, Oxford United Kingdom.

Aleksiev, Y. 2008. Effect of shearing on feed intake and milk yield in Tsigai ewes. Bulg. J. Agric. Sci. 14:87-92.

Al-Jaryan, L. J. F. 1991. The effect of summer shearing on the performance and some carcass characteristics of fattening awassi lambs. Emir. J. Agric. Sci. 3 : 163-168.

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

Baliarti, E. 1984. Pengaruh pencukuran bulu terhadap pertambahan berat badan dan status fisiologis ternak domba. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Bogdan, A.V. 1997. Tropikal Pasture and Fodder plants. Wistestable litho Ltd. Kent

Borrelli, P. 2001 Esquila preparto. Cap. 9. Pp 203-208 En: Ganadería Sustentable en la Patagonia Austral. Borrelli, P. & G. Oliva Ed. INTA Reg. Pat. Sur. pp 269.

Church, D. C. & W. G. Pond. 1988. Basic Animal and Feeding. Joh Willey and Son. New York, Singapore.

Dinas Peternakan Jawa Barat. 2005. Profile Domba Garut.

(http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/profil_dombagarut.pdf) [15

Juli 2010]

Ensminger, M. L., 1990. Feed and Nutrition. 2nd Edition. The Ensminger Publishing. Company, California.

Ensminger, M. L. 2002. Sheep and Goat Science. Interstate Publisher Inc, Illinois.

Freer. M, & H. Dove. 2002. Sheep Nutrition. CABI Publishing, New York.

Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1st Edition. Mc Millan Education Ltd, London and Basingtone.

Hadi, U. K & S.Soviana. 2010. Ektoparasit : Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. IPB Press, Bogor.

Hafez, E. S. E. 1969. Prenatal Growth. In Animal Growth and Nutrition, Hafez, E. S. E. dan Dyer (Eds). Leo and Feiger-Philadelphia.

(50)

37 Heath, A. C. G. 2004. Sheep biting-louse resistance management. J. AgResearch

Wallaceville, New Zealand.

IPTEK, 2001. Teknologi Tepat Guna : Budidaya Ternak Domba. IPTEKnet, Jakarta.

( http://www.ristek.go.id ) [10 Juni 2011].

Jayadi, S. 1991. Pengenalan Jenis Tanaman Pakan. Makalah pelathan hijauan makanan ternak (Kalimantan II). Fakultas Peternakan Institute pertanian bogor, Bogor.

National Research Council.1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th. Revised Edition. National Academy Press, Washington.

Noble, E. R. & G. A. Noble. 1989. Parasitologi: Biologi Parasit Hewan. Edisi ke-5. Terjemahan: Wardiarto. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba Lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Taylor, M. A., R. L. Coop, & R. L. Wall. 2007. Veterinary Parasitology. 3th ed. Balckwell Publishing. Oxford, United Kingdom.

Tillman, E., H. Hartadi, S. Reksohadiprajdo & S. Labdosoeharjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada Univgersity Press, Yogyakarta.

(51)

38 Williamson, M. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Yamin, M., M. Duljaman & B. Megabudi. 1994. Pengolahan limbah bulu domba untuk kerajinan hiasan dinding dan keset sebagai peluang wirausaha baru di Kabupaten Bogor. Laporan. Dikti, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yousef, M K. 1982. Animal Production in the Tropics. Prager Publisher, New York.

(52)
(53)

40 Lampiran 1. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut

SK DB JK KT F Hitung P

Pencukuran 1 170,7 170,7 0,42 0,527TN

Status Fisiologis 2 1506,2 753,1 1,84 0,187TN

Pencukuran*Status Fisiologis 2 275,1 137,5 0,34 0,719TN

Galat 18 7366,0 409,2

Total 23 9318,0

Keterangan : TN = Tidak Nyata (p>0,05)

Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Brachiaria humidicola Domba Garut

SK DB JK KT F Hitung P

Pencukuran 1 599 599 0,76 0,396 TN

Status Fisiologis 2 108386 54193 68,40 0,000

Pencukuran*Status Fisiologis 2 5360 2680 3,38 0,057 TN

Galat 18 14262 792

Total 23 128606

Keterangan : TN = Tidak Nyata (p>0,05)

Lampiran 3. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan Brachiaria humidicola Domba Garut

SK DB JK KT F Hitung P

Pencukuran 1 1434 1434 0,75 0,398*

Status Fisiologis 2 261013 130506 68,20 0,000* Pencukuran*Status Fisiologis 2 12833 6416 3,35 0,058*

Galat 18 34445 1914

Total 23 309724

Gambar

Tabel 1. Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba
Gambar 1. (a) Induk Kering (b) Betina I0 (c) Jantan I0
Gambar 2. (a) Lingkungan Kandang, (b) Padang Penggembalaan
Gambar 3. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi yang terjalin antara warga yang datang, komunikasi tidak hanya terjalin dengan penduduk sekitar yang hidup bertetangga namun juga terjadi dengan mereka yang hidup lain

Program Sosial Kesejahteraan Anak (PKSA) atau lebih familier dengan Panti Asuhan Amanah Klaten merupakan gerakan Ibadah Amaliah yang menjadi program utama.. Dengan

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun diatas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, laju pengisian biji,

Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan memberikan penghargaan dan apresiasi kepada

Metode steganografi First of File (FOF) dan End of File (EOF) dengan media citra menghasilkan stego-image yang memiliki gradasi warna hitam pada bagian atas atau

Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model Make A Match dengan media Audio Visual dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil

Sekali waktu tataplah langit di malam hari. Bayangkan jika dapat terbang menembus langit dan melewati bintang-bintang. Di atas ketinggian kita juga menatap bumi yang kita