• Tidak ada hasil yang ditemukan

The influence of calcium carbonate (CaCO3) in the saline water for Colossoma macropomum seed growth

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The influence of calcium carbonate (CaCO3) in the saline water for Colossoma macropomum seed growth"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO

3

) PADA MEDIA

BUDIDAYA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN

BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum

YAYAN YANUARTI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO3) PADA MEDIA

BUDIDAYA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(3)

ABSTRAK

YAYAN YANUARTI Pemberian kalsium karbonat (CaCO3) pada media budidaya bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan bawal air tawar Colossoma

macropomum. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan TATAG

BUDIARDI.

Perbaikan kualitas benih bawal diupayakan melalui penambahan kapur

untuk ketersediaan mineral. Media pemeliharaan bersalinitas 4‰ bertujuan untuk menekan tingkat kerja osmotik sehingga mengurangi energi yang digunakan untuk osmoregulasi dan dapat dialokasikan untuk pertumbuhan ikan bawal. Benih ikan yang digunakan berukuran 5,03±0,03 cm dengan bobot 1,83±0,07 g. Akuarium yang digunakan berukuran 20x20x15 cm sebanyak 12 unit yang diisi air

bersalinitas 4‰ dan ditambahkan kapur CaCO3 sesuai perlakuan. Perlakuan penambahan CaCO3 dosis 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ masing-masing menghasilkan derajat kelangsungan hidup sebesar 88,89%; 94,44%; 91,67%; dan 94,44% (P>0,05), laju pertumbuhan bobot harian 2,01%; 2,16%; 2,36%; dan 2,16% (P>0,05), serta panjang mutlak menghasilkan nilai yaitu 1,22 cm; 1,27 cm; 1,29 cm; dan 1,20 cm (P>0,05). Selama penelitian, kualitas air berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh benih ikan bawal.

Kata Kunci : Colossoma macropomum, CaCO3, salinitas, dan pertumbuhan.

ABSTRACT

YAYAN YANUARTI The influence of calcium carbonate (CaCO3) in the saline

water for Colossoma macropomum seed growth. Supervised by D. DJOKOSETIYANTO and TATAG BUDIARDI.

Improvement of seed quality is pursued through the addition of lime to mantain the mineral availability. Media with salinity 4‰ aims to reduce the osmotic work level, so it will reduce energy used for osmoregulation and can be allocated to growth pomfret. This research used seed size 5.03 ± 0.03 cm and weigth 1.83 ± 0.07 g. Twelve unit of aquarium 20x20x15 cm were filled with

water salinity 4‰ and added with different doses of lime CaCO3 as the treatments. Doses that used were 0 mg CaCO3 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, and 250 mg/ℓ. The result of survival rate showed 88.89%, 94.44%, 91.67% and 94.44% (P> 0.05). The growth rate of daily weight were 2.01%, 2.16%, 2.36% and 2.16% (P> 0.05). Absolute value of length were 1.22 cm 1.27 cm 1.29 cm and 1.20 cm (P> 0.05). All the results did not demonstrate the significant influences. During the research, the water quality was within the range that can be tolerated by pomfret fish seed.

(4)

PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO

3

) PADA MEDIA

BUDIDAYA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN

BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum

YAYAN YANUARTI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pemberian kalsium karbonat (CaCO3) pada media budidaya bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan bawal air tawar Colossoma macropomum

Nama Mahasiswa : Yayan Yanuarti Nomor Pokok : C14060136

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA. Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. NIP. 19500706 197603 1 002 NIP. 19631002 199702 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M. Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan shalawat atas Rasulullah Muhammad SAW. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya skripsi

yang berjudul “Pengaruh Pemberian Kalsium Karbonat CaCO3 pada Media Budidaya Bersalinitas terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar Colossoma macropomum” ini dapat terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingannya selama proses akademik, Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku dosen penguji tamu, serta Ibu Yuni Puji Hastuti, S.Pi., M.Si. selaku wakil Ketua Program Studi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Drs. Karno Supiyono, ibunda Siti Azizah, BA., kakak Donies Mei Romdhoni, SE, suami Ruri Kurniawan, A.Md., Azzahra Azka Putri serta Dwiyani Kartika Putri atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Jajang, Kang Abe, BDP 42, lingkungan crew 43 dan BDP 43 (Firsty, Ide, Catur, Rahmat, Panji, Rifki, Sulis,Isni, Fani, Novia, Hasan, Okto, Rona, Fariq, dll), Malingers 45 atas kerjasama, dukungan, dan persahabatan yang diberikan.

Bogor, Desember 2012

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kalirejo, Lampung Tengah tanggal 9 Januari 1989 dari ayah Drs. Karno Supiyono dan ibu Siti Azizah, BA. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah pendidikan di SDN 03 Kalirejo Lampung Tengah dan lulus tahun 2000, SLTP Negeri 01 Kalirejo (2000-2003) Lampung Tengah, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 01 Sukoharjo dan lulus tahun 2006, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Setahun kemudian penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis melakukan magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi pada tahun 2011, dan menjadi asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan tahun 2009/2010. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2007/2008 sebagai Bendahara III. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “ Pemberian Kalsium Karbonat CaCO3 pada Media Budidaya Bersalinitas untuk

(8)

DAFTAR ISI

2.2.2 Pembuatan Air Kapur. ... 4

2.2.3 Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Uji... 4

2.3 Parameter Penelitian ... 5

2.3.1 Derajat Kelangsungan Hidup ... 5

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 5

2.3.3 Panjang Mutlak... 5

2.3.4 Koefisien Keragaman Panjang ... 6

2.3.5 Parameter Kualitas Air... 7

2.4 Analisis Statistik ... 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ....8

3.1 Hasil ... .8

3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup ... .8

3.1.2 Bobot Rata-rata... 8

3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian ... 9

3.1.4 Panjang Mutlak... 9

3.1.5 Koefisien Keragaman Panjang ... 10

3.1.6 Parameter Kualitas Air... 11

3.2 Pembahasan ... 14

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

4.1 Kesimpulan ... 20

4.2 Saran...20

DAFTAR PUSTAKA ... ....21

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penyusunan wadah pemeliharaan ... 5

2. Kelangsungan hidup ikan bawal air tawar ... 8

3. Bobot rata-rata ikan bawal air tawar ... 8

4. Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal air tawar... 9

5. Panjang mutlak ikan bawal air tawar ... 9

6. Koefisien keragaman panjang ikan bawal air tawar ... 10

7. Kondisi pH selama pemeliharaan ikan bawal air tawar ... 11

8. Konsentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan ikan bawal air tawar ... 11

9. Suhu selama pemeliharaan ikan bawal air tawar ... 12

10. Konsentrasi amonia selama pemeliharaan ikan bawal air tawar ... 12

11. Nilai kesadahan selama pemeliharaan ikan bawal air tawar ... 13

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pengukuran uji kualitas air ... 25

2. Kelangsungan hidup ikan bawal air tawar ... 26

3. Analisis ragam kelangsungan hidup ikan bawal air tawar ... 26

4. Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal air tawar... 26

5. Analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal air tawar ... 26

6. Panjang mutlak ikan bawal air tawar ... 26

7. Analisis ragam panjang mutlak ikan bawal air tawar ... 26

8. Koefisien keragaman panjang ikan bawal air tawar ... 26

9. Analisis ragam koefisien keragaman panjang ikan bawal air tawar ... 26

10. Uji homogenitas ... 27

(11)

I. PENDAHULUAN

Ikan bawal air tawar merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sedang dikembangkan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Permintaan ikan bawal mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga produksinya harus ditingkatkan. Tahun 2008 produksi benih ikan bawal air tawar sebesar 40.351.000 ekor dan pada 2010 mengalami peningkatan menjadi 82.014.340 (KKP 2011). Peningkatan produksi tersebut juga harus diimbangi dengan peningkatan jumlah benih yang cukup jumlah dan mutu serta kontinyu. Ketersediaan benih dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor internal (waktu matang kelamin dan siklus pemijahan) serta faktor eksternal (teknologi pembenihan). Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih dapat dilakukan diantaranya melalui teknologi pembenihan dengan melakukan rekayasa wadah penetasan, nutrisi pakan, ketahanan benih terhadap penyakit serta rekayasa lingkungan.

Salah satu upaya peningkatan pertumbuhan melalui pendekatan lingkungan yaitu dengan memanfaatkan media pemeliharaan bersalinitas dengan penambahan kapur. Media bersalinitas digunakan pada pemeliharaan benih ikan atau diterapkan untuk pencegahan stres dan penyakit akibat parasit. Francis (1995) menyatakan bahwa peningkatan salinitas di media digunakan pada sistem pengangkutan, mengatasi stres, menghilangkan parasit, dan mencegah brown blood disease (penyakit yang menyebabkan darah berwarna coklat) akibat akumulasi nitrit. Benih ikan bawal yang dipelihara pada media 4‰ memiliki laju pertumbuhan spesifik berkisar 8,26% dibandingkan tanpa media salinitas sebesar 5,45% (Wulandari 2006).

(12)

2 rendahnya energi untuk pertumbuhan. Faktor fisik air yang sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan diantaranya adalah salinitas.

Salinitas merupakan faktor yang berperan dalam pertumbuhan karena terdapat tekanan osmotik yang dapat menyebabkan perubahan aktivitas fisiologis ikan. Salinitas media selain menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh juga berpengaruh pada metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan kemampuan reproduksi (Darwisito 2006). Faktor penting dalam budidaya ikan yaitu kualitas perairan. Faktor fisika dan kimia perairan tersebut harus sesuai dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan ikan. Beberapa aspek dalam faktor kimia fisika perairan yaitu alkalinitas, kesadahan, suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi dapat lebih produktif karena terkait dengan kadar mineral yang terdapat pada suatu perairan (Effendi 2002). Peningkatan tersebut dapat diupayakan dengan penambahan kapur. Kapur mengandung unsur mineral kalsium, yang memiliki fungsi untuk pembentukan tulang, metabolisme, dan permeabilitas membran, selain itu mineral diperlukan dalam jumlah yang sedikit, namun apabila kekurangan mineral (defisiensi) akan mengakibatkan abnormalitas fisiologis, abnormalitas organ, dan gangguan biokimiawi tubuh. Dampak buruk tidak hanya disebabkan oleh defisiensi mineral, akan tetapi juga kelebihan mineral yang dapat menjadi toksik. Mineral masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan insang, namun sulit terukur sehingga perlu diketahui dan dicari jumlah mineral optimal yang harus ditambahkan ke dalam media yang dapat memberikan hasil pertumbuhan terbaik.

Mineral kalsium tersebut didapatkan dari kapur yang berasal dari CaO, CaCO3, maupun Ca(OH)2. Kalsium berperan dalam osmoregulasi tubuh ikan dengan lingkungan. Mineral penting untuk menyesuaikan tekanan osmotik media dengan osmotik tubuh. Westers (2001) menyatakan bahwa kandungan kalsium yang tersedia di CaO (71%), Ca(OH)2 (54%), dan CaCO3(40%) sehingga untuk mendapatkan pengaruh yang sama dibutuhkan masing-masing jenis kapur tersebut dengan perbandingan 1:1,5:2.

(13)

3 berdasarkan penelitian Permatasari (2010), pemeliharaan benih ikan patin pada

(14)

II. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2012 bertempat di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

2.1 Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing mendapat tiga ulangan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu pemberian kapur CaCO3 yang terdiri dari A atau kontrol (0 mg/ℓ), B (150 mg/ℓ), C (200 mg/ℓ), D (250 mg/ℓ).

2.2 Prosedur Penelitian

2.2.1 Pembuatan Air Bersalinitas 4 g/ℓ

Pembuatan media bersalinitas 4 g/ℓ yaitu garam krosok ditimbang sebanyak 4 g/ℓ atau sebanyak 16 g per akuarium.

2.2.2 Pembuatan Air Kapur

Kapur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CaCO3 dalam bentuk serbuk. Kapur tersebut ditimbang sesuai dosis perlakuan yaitu 150 mg/ℓ CaCO3, 200 mg/ℓ CaCO3, dan 250 mg/ℓ CaCO3, kemudian dimasukkan ke dalam akuarium perlakuan yang berisi media bersalinitas 4 g/ℓ.

2.2.3 Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Uji

(15)

5 hari untuk melihat pengaruh penambahan kapur CaCO3 terhadap pertumbuhan benih ikan bawal.

Ikan sebelum diberi perlakuan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan pemeliharaan selama tiga hari dan diberi pakan komersil dengan kandungan protein 39-41% dua kali sehari secara at satiation. Kualitas air media pemeliharaan dipertahankan dengan penyifonan sebanyak 15-20% dari volume air total setiap hari sebelum pemberian pakan. Kemudian dilakukan pengisian kembali air yang terbuang dengan air yang berasal dari akuarium stok sesuai perlakuan. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap tujuh hari sekali pada pagi hari, meliputi DO, pH, suhu, alkalinitas, kesadahan, serta amonia.

Pengukuran parameter pertumbuhan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter pengamatan berupa panjang dan bobot benih ikan bawal, setiap akuarium diambil 10 ekor sebagai sampel. Skema penyusunan akuarium terdapat pada Gambar 1 (a,b).

(a) (b)

Gambar 1. Penyusunan wadah pemeliharaan Keterangan : A = Kontrol (tanpa penambahan CaCO3)

B = Perlakuan penambahan 150 mg/ℓ CaCO3 C = Perlakuan penambahan 200 mg/ℓ CaCO3 D = Perlakuan penambahan 250 mg/ℓ CaCO3 2.3 Parameter Penelitian

2.3.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Pada penelitian ini, derajat kelangsungan hidup yang dihasilkan selama pemeliharaan dihitung berdasarkan jumlah ikan yang masih hidup dibandingkan

(16)

6 dengan jumlah ikan pada awal tebar, sehingga diperoleh derajat kelangsungan hidup ikan bawal dengan rumus sebagai berikut (Goddard 1996) :

SR = (Nt/ No) x 100%

Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor) Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) 2.3.2 Laju pertumbuhan bobot harian

Laju pertumbuhan bobot harian merupakan pertambahan bobot individu yang dinyatakan dalam persen (%). Bobot diukur dengan penimbangan ikan dari setiap perlakuan sebanyak 10 ekor per akuarium dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Laju pertumbuhan bobot harian dihitung dengan rumus sebagai berikut (Huisman 1987) :

Keterangan : α = laju pertumbuhan bobot harian (%) Wt = bobot ikan akhir (gram)

Wo= bobot ikan awal (gram) t = lama pemeliharaan (hari) 2.3.3 Panjang mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak merupakan selisih panjang total tubuh ikan, yang dihasilkan dari pengukuran panjang total ikan selama penelitian menggunakan penggaris. Pengukuran panjang dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Panjang mutlak dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1979):

Pm = Pt– Po

(17)

7

KK= (S/γ) x 100% 2.3.4 Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman, yang diperoleh dari pembandingan nilai simpangan baku dengan rata-rata contoh. Koefisien keragaman dihitung menggunakan rumus menurut Steel dan Torrie (1991):

Keterangan : KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku

γ = Rata-rata contoh 2.3.5 Parameter Kualitas Air

Parameter suhu diukur setiap hari pada pukul 08.00 WIB menggunakan termometer, sedangkan oksigen terlarut (DO) dan pH diukur dengan menggunakan alat digital setiap tujuh hari sekali, demikian juga dengan parameter amonia, alkalinitas, dan kesadahan menggunakan metode APHA (1989). Alat yang digunakan untuk uji parameter kualitas air yaitu DO-meter, pH-meter, alat titrasi, dan spektrofotometer (Lampiran 1).

2.4 Analisis Statistik

(18)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup benih ikan bawal selama penelitian pada perlakuan penambahan kapur CaCO3 berturut-turut 0 mg/ℓ , 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ adalah 88,89%, 94,44%, 91,67%, dan 94,44% (Gambar 2). Kelangsungan hidup ikan bawal tidak berbeda nyata antar perlakuan pada selang kepercayaan 95% (P>0,05, Lampiran 2).

Gambar 2. Kelangsungan hidup ikan bawal 3.1.2 Bobot Rata-rata

Hasil pengamatan terhadap bobot selama penelitian pada kontrol dan perlakuan penambahan kapur CaCO3 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ berkisar antara 1,80-3,62 g/ekor (Gambar 3).

(19)

9 3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari untuk perlakuan 0 mg/ℓ CaCO3, 150 mg/ℓ CaCO3, 200 mg/ℓ CaCO3, dan 250 mg/ℓ CaCO3 adalah 2,01%, 2,16%, 2,36%, dan 2,16% (Gambar 4). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada media pemeliharaan ikan bawal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian pada selang kepercayaan 95% (P>0,05; Lampiran 3).

Gambar 4. Laju pertumbuhan harian ikan bawal 3.1.4 Panjang Mutlak

(20)

10 Gambar 5. Pertumbuhan panjang mutlak ikan bawal

3.1.5 Koefisien Keragaman Panjang

Pemeliharaan ikan bawal selama 30 hari dengan perlakuan yang berbeda menghasilkan koefisien keragaman panjang yaitu 0 mg/ℓ CaCO3 sebesar 4,77 %, 150 mg/ℓ CaCO3 sebesar 4,35 %, 200 mg/ℓ CaCO3 sebesar 5,00 %, dan 250 mg/ℓ CaCO3 sebesar 5,80 % (Gambar 6). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada media pemeliharaan ikan bawal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap koefisien keragaman panjang mutlak ikan bawal (P>0,05; Lampiran 5).

(21)

11 3.1.6 Parameter Kualitas Air

3.1.6.1 Nilai pH

Kisaran pH selama penelitian yaitu 7,3–8,7 (Gambar 7), yang menunjukkan nilai pH berbeda antar perlakuan penambahan CaCO3 dan mengalami perubahan pada akhir pemeliharaan (Lampiran 7).

Gambar 7. Grafik pH selama pemeliharaan 3.1.6.2 Oksigen terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 5,1-6,73 mg/ℓ (Gambar 8) dan cenderung memiliki nilai yang sama pada semua perlakuan (Lampiran 8).

(22)

12 3.1.6.3 Suhu

Nilai suhu selama perlakuan selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 26,1-28,2ºC (Gambar 9). Berdasarkan kisaran nilai suhu selama perlakuan tersebut, tidak terjadi perubahan yang signifikan (Lampiran 9).

Gambar 9. Grafik suhu selama pemeliharaan 3.1.6.4 Amonia

Konsentrasi amonia di media pemeliharaan berkisar antara 0,002–0,035 mg/ℓ (Gambar 10; Lampiran 10).

Gambar 10. Grafik konsentrasi amonia selama pemeliharaan 3.1.6.5 Kesadahan

(23)

13 171,9-287,8 mg/ℓ CaCO3. Kesadahan mengalami penurunan sampai akhir perlakuan yaitu 86-153,2 mg/ℓ CaCO3 (Lampiran 11).

Gambar 11. Grafik nilai kesadahan selama pemeliharaan

Nilai kesadahan Ca2+ selama pemeliharaan berfluktuasi, pada hari ke-10 pemeliharaan nilai kesadahan Ca2+ meningkat dari hari ke-0, yaitu dari kisaran 33,63-67,27 mg/ℓ menjadi 63,53-74,74 mg/ℓ. Nilai mengalami penurunan kembali pada hari ke-20, yaitu 44,8-48,6 mg/ℓ. Pada akhir pemeliharaan nilai kesadahan Ca2+ kembali meningkat 41,1-71 mg/ℓ CaCO3.

Gambar 12. Nilai kesadahan Ca2+ selama pemeliharaan 3.1.6.6 Alkalinitas

(24)

14 CaCO3. Alkalinitas mengalami penurunan sampai hari ke-30 perlakuan. Nilai alkalinitas pada akhir pemeliharaan berkisar 246,7-300 mg/ℓ CaCO3 (Lampiran 12).

Gambar 13. Grafik nilai alkalinitas selama pemeliharaan

3.2 Pembahasan

Penambahan kapur CaCO3 pada media bersalinitas 4 g/ℓ tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan ikan bawal. Kelangsungan hidup menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Nilai derajat kelangsungan hidup pada perlakuan 0 mg/ℓ CaCO3 sebesar 88,89% dan kelangsungan hidup perlakuan lain memiliki nilai di atas kontrol, yaitu 91,67% dan 94,44%. Kematian ikan pada setiap perlakuan terjadi karena terjadi stres saat dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan, selain itu juga terjadi saling menyerang antar ikan beberapa kali selama pemeliharaan. Penambahan kalsium pada media tidak mempengaruhi derajat kelangsungan hidup ikan bawal air tawar, karena media tanpa penambahan CaCO3 memiliki derajat kelangsungan hidup di atas 80% yaitu 88,89%.

(25)

15 lingkungan terhadap pertumbuhan benih ikan bawal. Pertumbuhan yang diamati dalam penelitian ini mencakup pengamatan terhadap panjang total, pertambahan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, dan bobot rata-rata akhir pemeliharaan/panen.

Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal selama pemeliharaan berkisar antara 2,01%-2,36%. Penambahan kapur CaCO3 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian benih bawal. Namun demikian, nilai laju pertumbuhan cenderung meningkat dari perlakuan kontrol ke perlakuan penambahan CaCO3. Hasil penambahan CaCO3 dosis 200 mg/ℓ menunjukkan nilai pertumbuhan sebesar 2,36%, dan pada perlakuan kontrol yaitu 2,01%. Pemberian CaCO3 pada media pemeliharaan bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi kalsium sebagai pembentuk tulang dan jaringan, akan tetapi dalam penelitian ini diduga pemanfaatan kalsium belum maksimal karena parameter pertumbuhan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Panjang mutlak ikan bawal pada semua perlakuan mengalami peningkatan dengan kisaran 1,20 cm–1,29 cm. Penambahan mineral kalsium tersebut dapat menunjang pertumbuhan benih ikan bawal, karena di dalam kapur terdapat mineral kalsium yang diserap oleh ikan bawal. Mineral kalsium berfungsi sebagai pembentukan tulang, serta dibutuhkan untuk proses metabolik. Menurut Gatlin (1991) dalam Permatasari (2010), kalsium dapat berperan sebagai kofaktor dalam proses enzimatik. Kelarutannya dalam perairan mampu meningkatkan aktivitas enzim Na+, K+ serta ATP-ase.

(26)

16 digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi energi yang digunakan dalam pengaturan tekanan osmotik, sehingga energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan. Mineral kalsium di lingkungan dapat berasal dari CaCO3, (Ca(OH)2) dan CaO. Mineral-mineral kalsium tersebut mempunyai reaksi yang berbeda dalam air. Mineral kalsium yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan yang berbeda.

Kalsium berbentuk kation yang bermuatan dua ion positif dan tidak terdapat dalam bentuk bebas (Pilliang 2005). Ikan dapat memanfaatkan sumber-sumber kalsium dari media dalam jumlah yang tak terbatas. Ikan memanfaatkan kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Penyerapan kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATP-ase. Wickins dan Lee (2002) dalam Abidin (2011) mengatakan bahwa adanya kandungan kapur yang tinggi di perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan.

Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energi untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang mendekati isoomotik, dengan demikian energi yang disimpan cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al. 2003). Pengambilan kalsium dari media dipengaruhi oleh pH air. Hasil percobaan Cameron (1985) menunjukkan bahwa laju masuk kalsium dan laju keluar H+ pada kepiting sangat terhambat oleh penurunan kadar Ca2+ lingkungan, HCO3- atau pH. Proses transfer kalsium media ke dalam tubuh melalui insang dengan mekanisme transport pasif, selanjutnya menuju kulit dengan cara transport aktif yang memerlukan energi. Pertukaran kalsium antara tubuh dan lingkungan, terjadi melalui insang dipengaruhi oleh sel klorida dalam insang yang berperan aktif dalam penyerapan kalsium. Jumlah sel ini pada insang akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi kalsium di lingkungan (Calta 2000).

(27)

17 tidak berbeda nyata akan tetapi pertumbuhan cenderung meningkat dengan ditambahkannya CaCO3 ke media pemeliharaan.

Parameter pengamatan lain yaitu koefisien keragaman panjang yang merupakan perbandingan antara simpangan baku dengan rata-rata contoh (Steel dan Torrie 1982). Nilai tersebut menunjukkan besar variasi ukuran panjang ikan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Semakin kecil nilai koefisien keragaman panjang, maka ukuran panjang antar individu dalam populasi tersebut semakin seragam. Nilai koefisien keragaman pada perlakuan D (250 mg/ℓ CaCO3) yaitu 5,80%, sedangkan nilai pada perlakuan A (0 mg/ℓ CaCO3 yaitu 4,77%. Nilai tersebut masih dianggap seragam sesuai pernyataan Mattjik dan Sumertajaya (2002), yaitu koefisien keragaman di bawah 20% dianggap homogen atau seragam. Semakin seragam ikan yang dihasilkan, menunjukkan semakin baik kegiatan budidaya yang dilakukan.

Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan juga dipengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air yang diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kisaran kualitas air yang diperoleh masih sesuai dengan batas toleransi ikan bawal. Konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian berkisar 5,1 mg/ℓ – 6,73 mg/ℓ, dan berada dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan bawal yaitu minimal 4 mg/ℓ O2 (Wulandari 2006). Nilai oksigen terlarut ini berfluktuasi, namun tidak mengganggu pertumbuhan ikan bawal. Salinitas mempengaruhi tekanan osmotik media dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen. Farmer dan Beamish (1969) menyatakan bahwa ikan air tawar yang bersifat euryhalin memiliki tingkat konsumsi oksigen 19% lebih besar daripada saat kondisi isoosmotik.

Kualitas suhu media selama pemeliharaan berada dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan ikan bawal, yaitu berkisar 26,1-28,2oC, hal ini sesuai dengan Kordi (2011) yang menyatakan bahwa suhu untuk pemeliharaan ikan bawal air tawar 25-30oC. Peningkatan suhu menyebabkan kelarutan oksigen menurun dalam air, mempercepat metabolisme dan respirasi.

(28)

18 mengalami penurunan diduga disebabkan karena terdapat sisa feses atau sisa pakan yang tidak termakan dan bercampur dengan media, yang mengalami penguraian oleh bakteri dan menyebabkan CO2 meningkat sehingga nilai pH menurun. Kisaran pH yang dapat diterima untuk produktivitas perairan adalah 6– 8,5 (Novotny dan Oleum 1994). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa nilai pH berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan bawal.

Kesadahan menggambarkan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ serta logam perivalen lainnnya. Kesadahan air yang paling utama yaitu ion Ca2+, dan Mg2+ oleh karena itu hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air. Kesadahan pada media pemeliharaan dikategorikan sebagai perairan menengah dan sadah. Perairan menengah berada pada kisaran 50–150 mg/ℓ CaCO3 sedangkan perairan sadah pada kisaran 150–300 mg/ℓ CaCO3, dan sangat sadah lebih dari 300 mg/ℓ CaCO3 (Sawyer dan McCarty 1967 dalam Boyd 1990). Pemeliharaan ikan bawal memiliki nilai kesadahan yang bervariasi, dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang menengah dan sadah. Nilai tersebut masih berada dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan ikan bawal air tawar, sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) bahwa kesadahan yang baik untuk budidaya ikan yaitu lebih dari 20 mg/ℓ CaCO3 equivalen (Boyd 1990). Menurut hasil penelitian Nurhidayati (2000), larva ikan jambal dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan 75 mg/ℓ CaCO3. Nilai kesadahan kalsium media awal sebesar 36,66 mg/ℓ CaCO3 dianggap sudah mewakili kebutuhan kalsium untuk pemeliharaan ikan bawal, sehingga dengan diberi penambahan kalsium media nilai laju pertumbuhan menunjukkan nilai yang tidak berbeda.

(29)

19 mempengaruhi nilai pH, alkalinitas serta kesadahan. Alkalinitas berfungsi sebagai sistem penyangga sehingga perubahan pH tidak terjadi secara drastis, dan ikan akan tetap nyaman berada pada media pemeliharaan.

(30)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan penambahan kapur CaCO3 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ dan 250 mg/ℓ pada media bersalinitas 4 g/ℓ untuk pemeliharaan ikan bawal berukuran 5 cm tidak memberikan pengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan pada konsentrasi Ca2+ di media budidaya sebesar 67,3 mg/ℓ. 4.2 Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J., 2011. Penambahan kalsium untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) pada media bersalinitas. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

APHA (American Public Health Association), 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 17th ed. American Public Health Association, Washington, DC, p.197. sapidus) : Relationships between apparent net H+ excretion,calcium and bicarbonate. J exp Biol 119, 275-285.

Darwisito, S., 2006. Kinerja reproduksi ikan nila (Oreochromis niloticus) yang mendapat tambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang dipelihara pada salinitas media yang berbeda [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Effendi, H., 2002. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Evans, D.H., 1993. Osmotic and Ionik Regulation in Fish. Academic Press, Orlando.

Farmer, G.J., Beamish, F.W.H., 1969. Oxygen consumption of Tilapia nilotica in relation to swimming speed and salinity. J. fish res. Board, Canada, p.2807.

Francis, R., 1995. The use of salt in aquaculture: Institut of Food and Agricultral Science, p.54.

(32)

22 Hepher, B., Pruginin Y., 1981. Commercial Fish Farming with Special

Referenceto Fish Culture in Israel. John Willey and Sons, New York.

Huet, M., 1971. Text book of fish culture, Breeding and Cultivation of fish. Fishing News, London.

Huisman, E.A., 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture, Wageningen University, The Netherland. hlm.100.

Imsland, A.K.S., Gunarsson, A., Foss, S.O., Stefansson, 2003. Gill Na+, K+/ATPase activity, plasma chloride and osmolality in juvenile turbot (Schopthalmus maximus) reared at different temperature and salinities. J. Aquaculture 218. 671-683.

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), 2011. Rekapitulasi Ketersediaan Induk dan Produksi Benih-Air Tawar. Available at http://www.kkp.go.id [12 Oktober 2012].

Kordi, K.M.G.H., 2011. Budidaya Bawal Air Tawar. @kademia, Jakarta.

Mattjik, A.A., dan Sumertajaya, M., 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor, hlm. 68.

Muliani, 2011. Respon fisiologis ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus pada berbagai tingkat kalsium media serta konsekuensinya terhadap sintasan dan pertumbuhan. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Novotny, V., Oleum, H., 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York, p.1954.

Nurhidayati, D., 2000. Manipulasi Ca dan Mg terhadap benih ikan patin Pangasius hypophthalmus. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Permatasari, I., 2010. Penambahan Kapur CaO pada Media Bersalinitas untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Piliang, W.G., 2005. Nutrisi Mineral edisi ke lima. PAU IPB, Bogor.

Steel, R.G.D., Torrie, J.H., 1982. Principle and Procedures of Statistics A Biometrical Aprroach 2nd. Florida: CRC Press.Winton JR (2001) Fish health management. In: Wedemeyer GA (ed.) Fish Hatchery Management, American Fisheries Society, Bethesda, p. 559.

(33)

23 Wedemeyer, G. A., Yasutake, W. T., 1978. Prevention and Treatment of nitrite toxicity in juvenile steelhead trout salmo gradneri. J. fish board, Canada 35. 822-827.

Wedemeyer, G.A., 1996. Physiologi of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall, International Thompson Publ., New York.

Wester, H., 2001. Production, in:Wedemeyer GA, Fish Hatchery Management. American Fisheries Society, pp. 36-45.

(34)
(35)

25 Lampiran 1. Pengukuran Uji Kualitas Air

Kelarutan Oksigen, suhu, dan pH

Oksigen terlarut di ukur menggunakan DO-meter, pH menggunakan pH meter, dan suhu menggunakan termometer.

Kesadahan Ca2+

Prosedur penentuan kesadahan Ca2+ yaitu air sampel dipipet 10 ml, dimasukkan erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 1 ml NaOH 1N, ditambahkan murexide seujung sudip dan dititrasi dengan Na-EDTA.

Prosedur penentuan kesadahan total yaitu air sampel dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1 ml buffer hardness dan 1 tetes EBT, kemudian dititrasi Na-EDTA. Kesadahan baik Ca2+ maupun total dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Kesadahan (ppm CaCO3) = ml titran x N titran x 100,1 x 1000 ml sampel

Alkalinitas

Air sampel dipipet sebanyak 25 ml kemudian dimasukkan ke Erlenmeyer ditambahkan 1 tetes indikator pp. Apabila terbentuk warna pink dilakukan titrasi dengan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna dari pink menjadi tidak berwarna (A ml). Jika penambahan 1 tetes PP tidak mengakibatkan perubahan warna maka dilanjutkan dengan penambahan indicator BCG+MR 1 tetes kemudian titrasi dengan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah kebiruan (B ml). Alkalinitas dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Alkalinitas total (ppm CaCO3) = ml titran x M titran x 100 x 1000 ml sampel

Amonia

Metode yang digunakan dalam pengukuran ammonia adalah metode

indophenol. Pengukuran amoniak menggunakan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 630 nm. Amonia dihitung dengan rumus sebagai berikut : TAN = Absorban sampel x [standar]

(36)

26 Lampiran 2. Analisis data kelangsungan hidup ikan bawal

Ulangan Perlakuan mg/l CaCO3

0 150 200 250

1 83,33 100 83,33 100

2 100 100 100 100

3 83,33 83,33 91,67 83,33

Rata-rata 88,89±9,62 94,44±9,62 91,67±8,34 94,44±9,62

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 63,676 3 21,225 0,244 0,863

Galat 694,722 8 86,840

Total 758,398 11

Lampiran 3. Analisis data laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal

Ulangan Perlakuan mg/l CaCO3

0 150 200 250

1 1,883 2,309 2,531 1,951

2 2,170 1,840 1,913 2,209

3 1,968 2,319 2,635 2,328

Rata-rata 2,01±0,15 2,16±0,27 2,36±0,39 2,16±0,19

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 0,188 3 0,063 0,878 0,492

Galat 0,572 8 0,072

Total 0,761 11

Lampiran 4. Analisis data panjang mutlak ikan bawal

Ulangan Perlakuan mg/l CaCO3

0 150 200 250

1 1,19 1,28 1,29 1,03

2 1,28 1,15 1,13 1,33

3 1,18 1,37 1,44 1,25

Rata-rata 1,22±0,05 1,27±0,11 1,29±0,15 1,20±0,15

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 0,014 3 0,005 0,298 0,826

Galat 0,127 8 0,016

Total 0,141 11

Lampiran 5. Analisis data koefisien Keragaman Panjang Ikan bawal

Ulangan Perlakuan mg/l CaCO3

0 150 200 250

1 4,29 5,15 4,79 5,35

2 4,91 2,62 4,77 5,09

3 5,11 5,28 5,43 6,97

Rata-rata 4,77±0,43 4,35±1,50 4,99±0,38 5,80±1,02

ANOVA

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 3,357 3 1,119 1,240 0,357

Galat 7,221 8 0,903

(37)

27 Lampiran 6. Test of Homogeneity of Variances

Parameter Levene statistic df1 df2 P

Perlakuan ulangan Hari ke-

0 10 20 30

Perlakuan ulangan Hari ke-

0 10 20 30

Perlakuan ulangan Hari ke-

(38)

28 Lampiran 10. Amonia

Perlakuan ulangan Hari ke-

0 10 20 30

Perlakuan ulangan Hari ke-

0 10 20 30

Perlakuan ulangan Hari ke-

(39)

ABSTRAK

YAYAN YANUARTI Pemberian kalsium karbonat (CaCO3) pada media budidaya bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan bawal air tawar Colossoma

macropomum. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan TATAG

BUDIARDI.

Perbaikan kualitas benih bawal diupayakan melalui penambahan kapur

untuk ketersediaan mineral. Media pemeliharaan bersalinitas 4‰ bertujuan untuk menekan tingkat kerja osmotik sehingga mengurangi energi yang digunakan untuk osmoregulasi dan dapat dialokasikan untuk pertumbuhan ikan bawal. Benih ikan yang digunakan berukuran 5,03±0,03 cm dengan bobot 1,83±0,07 g. Akuarium yang digunakan berukuran 20x20x15 cm sebanyak 12 unit yang diisi air

bersalinitas 4‰ dan ditambahkan kapur CaCO3 sesuai perlakuan. Perlakuan penambahan CaCO3 dosis 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ masing-masing menghasilkan derajat kelangsungan hidup sebesar 88,89%; 94,44%; 91,67%; dan 94,44% (P>0,05), laju pertumbuhan bobot harian 2,01%; 2,16%; 2,36%; dan 2,16% (P>0,05), serta panjang mutlak menghasilkan nilai yaitu 1,22 cm; 1,27 cm; 1,29 cm; dan 1,20 cm (P>0,05). Selama penelitian, kualitas air berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh benih ikan bawal.

Kata Kunci : Colossoma macropomum, CaCO3, salinitas, dan pertumbuhan.

ABSTRACT

YAYAN YANUARTI The influence of calcium carbonate (CaCO3) in the saline

water for Colossoma macropomum seed growth. Supervised by D. DJOKOSETIYANTO and TATAG BUDIARDI.

Improvement of seed quality is pursued through the addition of lime to mantain the mineral availability. Media with salinity 4‰ aims to reduce the osmotic work level, so it will reduce energy used for osmoregulation and can be allocated to growth pomfret. This research used seed size 5.03 ± 0.03 cm and weigth 1.83 ± 0.07 g. Twelve unit of aquarium 20x20x15 cm were filled with

water salinity 4‰ and added with different doses of lime CaCO3 as the treatments. Doses that used were 0 mg CaCO3 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, and 250 mg/ℓ. The result of survival rate showed 88.89%, 94.44%, 91.67% and 94.44% (P> 0.05). The growth rate of daily weight were 2.01%, 2.16%, 2.36% and 2.16% (P> 0.05). Absolute value of length were 1.22 cm 1.27 cm 1.29 cm and 1.20 cm (P> 0.05). All the results did not demonstrate the significant influences. During the research, the water quality was within the range that can be tolerated by pomfret fish seed.

(40)

I. PENDAHULUAN

Ikan bawal air tawar merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sedang dikembangkan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Permintaan ikan bawal mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga produksinya harus ditingkatkan. Tahun 2008 produksi benih ikan bawal air tawar sebesar 40.351.000 ekor dan pada 2010 mengalami peningkatan menjadi 82.014.340 (KKP 2011). Peningkatan produksi tersebut juga harus diimbangi dengan peningkatan jumlah benih yang cukup jumlah dan mutu serta kontinyu. Ketersediaan benih dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor internal (waktu matang kelamin dan siklus pemijahan) serta faktor eksternal (teknologi pembenihan). Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih dapat dilakukan diantaranya melalui teknologi pembenihan dengan melakukan rekayasa wadah penetasan, nutrisi pakan, ketahanan benih terhadap penyakit serta rekayasa lingkungan.

Salah satu upaya peningkatan pertumbuhan melalui pendekatan lingkungan yaitu dengan memanfaatkan media pemeliharaan bersalinitas dengan penambahan kapur. Media bersalinitas digunakan pada pemeliharaan benih ikan atau diterapkan untuk pencegahan stres dan penyakit akibat parasit. Francis (1995) menyatakan bahwa peningkatan salinitas di media digunakan pada sistem pengangkutan, mengatasi stres, menghilangkan parasit, dan mencegah brown blood disease (penyakit yang menyebabkan darah berwarna coklat) akibat akumulasi nitrit. Benih ikan bawal yang dipelihara pada media 4‰ memiliki laju pertumbuhan spesifik berkisar 8,26% dibandingkan tanpa media salinitas sebesar 5,45% (Wulandari 2006).

(41)

2 rendahnya energi untuk pertumbuhan. Faktor fisik air yang sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan diantaranya adalah salinitas.

Salinitas merupakan faktor yang berperan dalam pertumbuhan karena terdapat tekanan osmotik yang dapat menyebabkan perubahan aktivitas fisiologis ikan. Salinitas media selain menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh juga berpengaruh pada metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan kemampuan reproduksi (Darwisito 2006). Faktor penting dalam budidaya ikan yaitu kualitas perairan. Faktor fisika dan kimia perairan tersebut harus sesuai dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan ikan. Beberapa aspek dalam faktor kimia fisika perairan yaitu alkalinitas, kesadahan, suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi dapat lebih produktif karena terkait dengan kadar mineral yang terdapat pada suatu perairan (Effendi 2002). Peningkatan tersebut dapat diupayakan dengan penambahan kapur. Kapur mengandung unsur mineral kalsium, yang memiliki fungsi untuk pembentukan tulang, metabolisme, dan permeabilitas membran, selain itu mineral diperlukan dalam jumlah yang sedikit, namun apabila kekurangan mineral (defisiensi) akan mengakibatkan abnormalitas fisiologis, abnormalitas organ, dan gangguan biokimiawi tubuh. Dampak buruk tidak hanya disebabkan oleh defisiensi mineral, akan tetapi juga kelebihan mineral yang dapat menjadi toksik. Mineral masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan insang, namun sulit terukur sehingga perlu diketahui dan dicari jumlah mineral optimal yang harus ditambahkan ke dalam media yang dapat memberikan hasil pertumbuhan terbaik.

Mineral kalsium tersebut didapatkan dari kapur yang berasal dari CaO, CaCO3, maupun Ca(OH)2. Kalsium berperan dalam osmoregulasi tubuh ikan dengan lingkungan. Mineral penting untuk menyesuaikan tekanan osmotik media dengan osmotik tubuh. Westers (2001) menyatakan bahwa kandungan kalsium yang tersedia di CaO (71%), Ca(OH)2 (54%), dan CaCO3(40%) sehingga untuk mendapatkan pengaruh yang sama dibutuhkan masing-masing jenis kapur tersebut dengan perbandingan 1:1,5:2.

(42)

3 berdasarkan penelitian Permatasari (2010), pemeliharaan benih ikan patin pada

(43)

II. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2012 bertempat di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

2.1 Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing mendapat tiga ulangan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu pemberian kapur CaCO3 yang terdiri dari A atau kontrol (0 mg/ℓ), B (150 mg/ℓ), C (200 mg/ℓ), D (250 mg/ℓ).

2.2 Prosedur Penelitian

2.2.1 Pembuatan Air Bersalinitas 4 g/ℓ

Pembuatan media bersalinitas 4 g/ℓ yaitu garam krosok ditimbang sebanyak 4 g/ℓ atau sebanyak 16 g per akuarium.

2.2.2 Pembuatan Air Kapur

Kapur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CaCO3 dalam bentuk serbuk. Kapur tersebut ditimbang sesuai dosis perlakuan yaitu 150 mg/ℓ CaCO3, 200 mg/ℓ CaCO3, dan 250 mg/ℓ CaCO3, kemudian dimasukkan ke dalam akuarium perlakuan yang berisi media bersalinitas 4 g/ℓ.

2.2.3 Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Uji

(44)

5 hari untuk melihat pengaruh penambahan kapur CaCO3 terhadap pertumbuhan benih ikan bawal.

Ikan sebelum diberi perlakuan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan pemeliharaan selama tiga hari dan diberi pakan komersil dengan kandungan protein 39-41% dua kali sehari secara at satiation. Kualitas air media pemeliharaan dipertahankan dengan penyifonan sebanyak 15-20% dari volume air total setiap hari sebelum pemberian pakan. Kemudian dilakukan pengisian kembali air yang terbuang dengan air yang berasal dari akuarium stok sesuai perlakuan. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap tujuh hari sekali pada pagi hari, meliputi DO, pH, suhu, alkalinitas, kesadahan, serta amonia.

Pengukuran parameter pertumbuhan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter pengamatan berupa panjang dan bobot benih ikan bawal, setiap akuarium diambil 10 ekor sebagai sampel. Skema penyusunan akuarium terdapat pada Gambar 1 (a,b).

(a) (b)

Gambar 1. Penyusunan wadah pemeliharaan Keterangan : A = Kontrol (tanpa penambahan CaCO3)

B = Perlakuan penambahan 150 mg/ℓ CaCO3 C = Perlakuan penambahan 200 mg/ℓ CaCO3 D = Perlakuan penambahan 250 mg/ℓ CaCO3 2.3 Parameter Penelitian

2.3.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Pada penelitian ini, derajat kelangsungan hidup yang dihasilkan selama pemeliharaan dihitung berdasarkan jumlah ikan yang masih hidup dibandingkan

(45)

6 dengan jumlah ikan pada awal tebar, sehingga diperoleh derajat kelangsungan hidup ikan bawal dengan rumus sebagai berikut (Goddard 1996) :

SR = (Nt/ No) x 100%

Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor) Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) 2.3.2 Laju pertumbuhan bobot harian

Laju pertumbuhan bobot harian merupakan pertambahan bobot individu yang dinyatakan dalam persen (%). Bobot diukur dengan penimbangan ikan dari setiap perlakuan sebanyak 10 ekor per akuarium dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Laju pertumbuhan bobot harian dihitung dengan rumus sebagai berikut (Huisman 1987) :

Keterangan : α = laju pertumbuhan bobot harian (%) Wt = bobot ikan akhir (gram)

Wo= bobot ikan awal (gram) t = lama pemeliharaan (hari) 2.3.3 Panjang mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak merupakan selisih panjang total tubuh ikan, yang dihasilkan dari pengukuran panjang total ikan selama penelitian menggunakan penggaris. Pengukuran panjang dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Panjang mutlak dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1979):

Pm = Pt– Po

(46)

7

KK= (S/γ) x 100% 2.3.4 Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman, yang diperoleh dari pembandingan nilai simpangan baku dengan rata-rata contoh. Koefisien keragaman dihitung menggunakan rumus menurut Steel dan Torrie (1991):

Keterangan : KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku

γ = Rata-rata contoh 2.3.5 Parameter Kualitas Air

Parameter suhu diukur setiap hari pada pukul 08.00 WIB menggunakan termometer, sedangkan oksigen terlarut (DO) dan pH diukur dengan menggunakan alat digital setiap tujuh hari sekali, demikian juga dengan parameter amonia, alkalinitas, dan kesadahan menggunakan metode APHA (1989). Alat yang digunakan untuk uji parameter kualitas air yaitu DO-meter, pH-meter, alat titrasi, dan spektrofotometer (Lampiran 1).

2.4 Analisis Statistik

(47)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup benih ikan bawal selama penelitian pada perlakuan penambahan kapur CaCO3 berturut-turut 0 mg/ℓ , 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ adalah 88,89%, 94,44%, 91,67%, dan 94,44% (Gambar 2). Kelangsungan hidup ikan bawal tidak berbeda nyata antar perlakuan pada selang kepercayaan 95% (P>0,05, Lampiran 2).

Gambar 2. Kelangsungan hidup ikan bawal 3.1.2 Bobot Rata-rata

Hasil pengamatan terhadap bobot selama penelitian pada kontrol dan perlakuan penambahan kapur CaCO3 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ berkisar antara 1,80-3,62 g/ekor (Gambar 3).

(48)

9 3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari untuk perlakuan 0 mg/ℓ CaCO3, 150 mg/ℓ CaCO3, 200 mg/ℓ CaCO3, dan 250 mg/ℓ CaCO3 adalah 2,01%, 2,16%, 2,36%, dan 2,16% (Gambar 4). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada media pemeliharaan ikan bawal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian pada selang kepercayaan 95% (P>0,05; Lampiran 3).

Gambar 4. Laju pertumbuhan harian ikan bawal 3.1.4 Panjang Mutlak

(49)

10 Gambar 5. Pertumbuhan panjang mutlak ikan bawal

3.1.5 Koefisien Keragaman Panjang

Pemeliharaan ikan bawal selama 30 hari dengan perlakuan yang berbeda menghasilkan koefisien keragaman panjang yaitu 0 mg/ℓ CaCO3 sebesar 4,77 %, 150 mg/ℓ CaCO3 sebesar 4,35 %, 200 mg/ℓ CaCO3 sebesar 5,00 %, dan 250 mg/ℓ CaCO3 sebesar 5,80 % (Gambar 6). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada media pemeliharaan ikan bawal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap koefisien keragaman panjang mutlak ikan bawal (P>0,05; Lampiran 5).

(50)

11 3.1.6 Parameter Kualitas Air

3.1.6.1 Nilai pH

Kisaran pH selama penelitian yaitu 7,3–8,7 (Gambar 7), yang menunjukkan nilai pH berbeda antar perlakuan penambahan CaCO3 dan mengalami perubahan pada akhir pemeliharaan (Lampiran 7).

Gambar 7. Grafik pH selama pemeliharaan 3.1.6.2 Oksigen terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 5,1-6,73 mg/ℓ (Gambar 8) dan cenderung memiliki nilai yang sama pada semua perlakuan (Lampiran 8).

(51)

12 3.1.6.3 Suhu

Nilai suhu selama perlakuan selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 26,1-28,2ºC (Gambar 9). Berdasarkan kisaran nilai suhu selama perlakuan tersebut, tidak terjadi perubahan yang signifikan (Lampiran 9).

Gambar 9. Grafik suhu selama pemeliharaan 3.1.6.4 Amonia

Konsentrasi amonia di media pemeliharaan berkisar antara 0,002–0,035 mg/ℓ (Gambar 10; Lampiran 10).

Gambar 10. Grafik konsentrasi amonia selama pemeliharaan 3.1.6.5 Kesadahan

(52)

13 171,9-287,8 mg/ℓ CaCO3. Kesadahan mengalami penurunan sampai akhir perlakuan yaitu 86-153,2 mg/ℓ CaCO3 (Lampiran 11).

Gambar 11. Grafik nilai kesadahan selama pemeliharaan

Nilai kesadahan Ca2+ selama pemeliharaan berfluktuasi, pada hari ke-10 pemeliharaan nilai kesadahan Ca2+ meningkat dari hari ke-0, yaitu dari kisaran 33,63-67,27 mg/ℓ menjadi 63,53-74,74 mg/ℓ. Nilai mengalami penurunan kembali pada hari ke-20, yaitu 44,8-48,6 mg/ℓ. Pada akhir pemeliharaan nilai kesadahan Ca2+ kembali meningkat 41,1-71 mg/ℓ CaCO3.

Gambar 12. Nilai kesadahan Ca2+ selama pemeliharaan 3.1.6.6 Alkalinitas

(53)

14 CaCO3. Alkalinitas mengalami penurunan sampai hari ke-30 perlakuan. Nilai alkalinitas pada akhir pemeliharaan berkisar 246,7-300 mg/ℓ CaCO3 (Lampiran 12).

Gambar 13. Grafik nilai alkalinitas selama pemeliharaan

3.2 Pembahasan

Penambahan kapur CaCO3 pada media bersalinitas 4 g/ℓ tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan ikan bawal. Kelangsungan hidup menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Nilai derajat kelangsungan hidup pada perlakuan 0 mg/ℓ CaCO3 sebesar 88,89% dan kelangsungan hidup perlakuan lain memiliki nilai di atas kontrol, yaitu 91,67% dan 94,44%. Kematian ikan pada setiap perlakuan terjadi karena terjadi stres saat dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan, selain itu juga terjadi saling menyerang antar ikan beberapa kali selama pemeliharaan. Penambahan kalsium pada media tidak mempengaruhi derajat kelangsungan hidup ikan bawal air tawar, karena media tanpa penambahan CaCO3 memiliki derajat kelangsungan hidup di atas 80% yaitu 88,89%.

(54)

15 lingkungan terhadap pertumbuhan benih ikan bawal. Pertumbuhan yang diamati dalam penelitian ini mencakup pengamatan terhadap panjang total, pertambahan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, dan bobot rata-rata akhir pemeliharaan/panen.

Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal selama pemeliharaan berkisar antara 2,01%-2,36%. Penambahan kapur CaCO3 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian benih bawal. Namun demikian, nilai laju pertumbuhan cenderung meningkat dari perlakuan kontrol ke perlakuan penambahan CaCO3. Hasil penambahan CaCO3 dosis 200 mg/ℓ menunjukkan nilai pertumbuhan sebesar 2,36%, dan pada perlakuan kontrol yaitu 2,01%. Pemberian CaCO3 pada media pemeliharaan bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi kalsium sebagai pembentuk tulang dan jaringan, akan tetapi dalam penelitian ini diduga pemanfaatan kalsium belum maksimal karena parameter pertumbuhan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Panjang mutlak ikan bawal pada semua perlakuan mengalami peningkatan dengan kisaran 1,20 cm–1,29 cm. Penambahan mineral kalsium tersebut dapat menunjang pertumbuhan benih ikan bawal, karena di dalam kapur terdapat mineral kalsium yang diserap oleh ikan bawal. Mineral kalsium berfungsi sebagai pembentukan tulang, serta dibutuhkan untuk proses metabolik. Menurut Gatlin (1991) dalam Permatasari (2010), kalsium dapat berperan sebagai kofaktor dalam proses enzimatik. Kelarutannya dalam perairan mampu meningkatkan aktivitas enzim Na+, K+ serta ATP-ase.

(55)

16 digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi energi yang digunakan dalam pengaturan tekanan osmotik, sehingga energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan. Mineral kalsium di lingkungan dapat berasal dari CaCO3, (Ca(OH)2) dan CaO. Mineral-mineral kalsium tersebut mempunyai reaksi yang berbeda dalam air. Mineral kalsium yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan yang berbeda.

Kalsium berbentuk kation yang bermuatan dua ion positif dan tidak terdapat dalam bentuk bebas (Pilliang 2005). Ikan dapat memanfaatkan sumber-sumber kalsium dari media dalam jumlah yang tak terbatas. Ikan memanfaatkan kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Penyerapan kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATP-ase. Wickins dan Lee (2002) dalam Abidin (2011) mengatakan bahwa adanya kandungan kapur yang tinggi di perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan.

Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energi untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang mendekati isoomotik, dengan demikian energi yang disimpan cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al. 2003). Pengambilan kalsium dari media dipengaruhi oleh pH air. Hasil percobaan Cameron (1985) menunjukkan bahwa laju masuk kalsium dan laju keluar H+ pada kepiting sangat terhambat oleh penurunan kadar Ca2+ lingkungan, HCO3- atau pH. Proses transfer kalsium media ke dalam tubuh melalui insang dengan mekanisme transport pasif, selanjutnya menuju kulit dengan cara transport aktif yang memerlukan energi. Pertukaran kalsium antara tubuh dan lingkungan, terjadi melalui insang dipengaruhi oleh sel klorida dalam insang yang berperan aktif dalam penyerapan kalsium. Jumlah sel ini pada insang akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi kalsium di lingkungan (Calta 2000).

(56)

17 tidak berbeda nyata akan tetapi pertumbuhan cenderung meningkat dengan ditambahkannya CaCO3 ke media pemeliharaan.

Parameter pengamatan lain yaitu koefisien keragaman panjang yang merupakan perbandingan antara simpangan baku dengan rata-rata contoh (Steel dan Torrie 1982). Nilai tersebut menunjukkan besar variasi ukuran panjang ikan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Semakin kecil nilai koefisien keragaman panjang, maka ukuran panjang antar individu dalam populasi tersebut semakin seragam. Nilai koefisien keragaman pada perlakuan D (250 mg/ℓ CaCO3) yaitu 5,80%, sedangkan nilai pada perlakuan A (0 mg/ℓ CaCO3 yaitu 4,77%. Nilai tersebut masih dianggap seragam sesuai pernyataan Mattjik dan Sumertajaya (2002), yaitu koefisien keragaman di bawah 20% dianggap homogen atau seragam. Semakin seragam ikan yang dihasilkan, menunjukkan semakin baik kegiatan budidaya yang dilakukan.

Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan juga dipengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air yang diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kisaran kualitas air yang diperoleh masih sesuai dengan batas toleransi ikan bawal. Konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian berkisar 5,1 mg/ℓ – 6,73 mg/ℓ, dan berada dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan bawal yaitu minimal 4 mg/ℓ O2 (Wulandari 2006). Nilai oksigen terlarut ini berfluktuasi, namun tidak mengganggu pertumbuhan ikan bawal. Salinitas mempengaruhi tekanan osmotik media dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen. Farmer dan Beamish (1969) menyatakan bahwa ikan air tawar yang bersifat euryhalin memiliki tingkat konsumsi oksigen 19% lebih besar daripada saat kondisi isoosmotik.

Kualitas suhu media selama pemeliharaan berada dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan ikan bawal, yaitu berkisar 26,1-28,2oC, hal ini sesuai dengan Kordi (2011) yang menyatakan bahwa suhu untuk pemeliharaan ikan bawal air tawar 25-30oC. Peningkatan suhu menyebabkan kelarutan oksigen menurun dalam air, mempercepat metabolisme dan respirasi.

(57)

18 mengalami penurunan diduga disebabkan karena terdapat sisa feses atau sisa pakan yang tidak termakan dan bercampur dengan media, yang mengalami penguraian oleh bakteri dan menyebabkan CO2 meningkat sehingga nilai pH menurun. Kisaran pH yang dapat diterima untuk produktivitas perairan adalah 6– 8,5 (Novotny dan Oleum 1994). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa nilai pH berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan bawal.

Kesadahan menggambarkan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ serta logam perivalen lainnnya. Kesadahan air yang paling utama yaitu ion Ca2+, dan Mg2+ oleh karena itu hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air. Kesadahan pada media pemeliharaan dikategorikan sebagai perairan menengah dan sadah. Perairan menengah berada pada kisaran 50–150 mg/ℓ CaCO3 sedangkan perairan sadah pada kisaran 150–300 mg/ℓ CaCO3, dan sangat sadah lebih dari 300 mg/ℓ CaCO3 (Sawyer dan McCarty 1967 dalam Boyd 1990). Pemeliharaan ikan bawal memiliki nilai kesadahan yang bervariasi, dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang menengah dan sadah. Nilai tersebut masih berada dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan ikan bawal air tawar, sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) bahwa kesadahan yang baik untuk budidaya ikan yaitu lebih dari 20 mg/ℓ CaCO3 equivalen (Boyd 1990). Menurut hasil penelitian Nurhidayati (2000), larva ikan jambal dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan 75 mg/ℓ CaCO3. Nilai kesadahan kalsium media awal sebesar 36,66 mg/ℓ CaCO3 dianggap sudah mewakili kebutuhan kalsium untuk pemeliharaan ikan bawal, sehingga dengan diberi penambahan kalsium media nilai laju pertumbuhan menunjukkan nilai yang tidak berbeda.

(58)

19 mempengaruhi nilai pH, alkalinitas serta kesadahan. Alkalinitas berfungsi sebagai sistem penyangga sehingga perubahan pH tidak terjadi secara drastis, dan ikan akan tetap nyaman berada pada media pemeliharaan.

(59)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan penambahan kapur CaCO3 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ dan 250 mg/ℓ pada media bersalinitas 4 g/ℓ untuk pemeliharaan ikan bawal berukuran 5 cm tidak memberikan pengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan pada konsentrasi Ca2+ di media budidaya sebesar 67,3 mg/ℓ. 4.2 Saran

(60)

PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO

3

) PADA MEDIA

BUDIDAYA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN

BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum

YAYAN YANUARTI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J., 2011. Penambahan kalsium untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) pada media bersalinitas. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

APHA (American Public Health Association), 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 17th ed. American Public Health Association, Washington, DC, p.197. sapidus) : Relationships between apparent net H+ excretion,calcium and bicarbonate. J exp Biol 119, 275-285.

Darwisito, S., 2006. Kinerja reproduksi ikan nila (Oreochromis niloticus) yang mendapat tambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang dipelihara pada salinitas media yang berbeda [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Effendi, H., 2002. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Evans, D.H., 1993. Osmotic and Ionik Regulation in Fish. Academic Press, Orlando.

Farmer, G.J., Beamish, F.W.H., 1969. Oxygen consumption of Tilapia nilotica in relation to swimming speed and salinity. J. fish res. Board, Canada, p.2807.

Francis, R., 1995. The use of salt in aquaculture: Institut of Food and Agricultral Science, p.54.

(62)

22 Hepher, B., Pruginin Y., 1981. Commercial Fish Farming with Special

Referenceto Fish Culture in Israel. John Willey and Sons, New York.

Huet, M., 1971. Text book of fish culture, Breeding and Cultivation of fish. Fishing News, London.

Huisman, E.A., 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture, Wageningen University, The Netherland. hlm.100.

Imsland, A.K.S., Gunarsson, A., Foss, S.O., Stefansson, 2003. Gill Na+, K+/ATPase activity, plasma chloride and osmolality in juvenile turbot (Schopthalmus maximus) reared at different temperature and salinities. J. Aquaculture 218. 671-683.

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), 2011. Rekapitulasi Ketersediaan Induk dan Produksi Benih-Air Tawar. Available at http://www.kkp.go.id [12 Oktober 2012].

Kordi, K.M.G.H., 2011. Budidaya Bawal Air Tawar. @kademia, Jakarta.

Mattjik, A.A., dan Sumertajaya, M., 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor, hlm. 68.

Muliani, 2011. Respon fisiologis ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus pada berbagai tingkat kalsium media serta konsekuensinya terhadap sintasan dan pertumbuhan. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Novotny, V., Oleum, H., 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York, p.1954.

Nurhidayati, D., 2000. Manipulasi Ca dan Mg terhadap benih ikan patin Pangasius hypophthalmus. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Permatasari, I., 2010. Penambahan Kapur CaO pada Media Bersalinitas untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Piliang, W.G., 2005. Nutrisi Mineral edisi ke lima. PAU IPB, Bogor.

Steel, R.G.D., Torrie, J.H., 1982. Principle and Procedures of Statistics A Biometrical Aprroach 2nd. Florida: CRC Press.Winton JR (2001) Fish health management. In: Wedemeyer GA (ed.) Fish Hatchery Management, American Fisheries Society, Bethesda, p. 559.

(63)

23 Wedemeyer, G. A., Yasutake, W. T., 1978. Prevention and Treatment of nitrite toxicity in juvenile steelhead trout salmo gradneri. J. fish board, Canada 35. 822-827.

Wedemeyer, G.A., 1996. Physiologi of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall, International Thompson Publ., New York.

Wester, H., 2001. Production, in:Wedemeyer GA, Fish Hatchery Management. American Fisheries Society, pp. 36-45.

(64)

Gambar

Gambar 1. Penyusunan wadah pemeliharaan
Gambar 3. Bobot rata-rata ikan bawal
Gambar 4. Laju pertumbuhan harian ikan bawal
Gambar 5. Pertumbuhan panjang mutlak ikan bawal
+7

Referensi

Dokumen terkait

pimpinan cabang, tidak hanya kunjungan saja tetapi setiap kegiatan yang. dilakukan oleh pimpinan ranting juga selalu

Kemasan Budaya lokal ini diaplikasikan dalam bentuk produk dekoratif yang memanfaatkan limbah (sisa konveksi) menjadi produk baru yang bernilai jual sebagai inovasi ekonomi

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan metode yang lebih cepat dan mudah dalam uji daya antiinflamasi pada sediaan atau bahan lainnya..

Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika zat padat untuk menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam transisi terhidrat,khususnya yang memiliki atom

Metode pendekatan dengan cara langsung turun ke masyarakat untuk mendapatkan data primer, yaitu menyangkut persoalan-persoalan hukum yang dianalisis dalam

Kromatografi kolom merupakan teknik analisis yang digunakan dalam penentuan jumlah komponen yang terdapat pada suatu campuran senyawa, pemisahan, dan pemurnian komponen senyawa

Menjelaskan sikap petani padi sawah terhadap bantuan sarana produksi dalam. upaya peningkatan produksi padi sawah di