• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukuman pencuri yang mengembalikan barang curian dan yang mengembalikan menurut persepsi empat mazhab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukuman pencuri yang mengembalikan barang curian dan yang mengembalikan menurut persepsi empat mazhab"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

EMPAT MAZHAB

Oleh Munadih

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

DIN SY.ARIF HIDAYATULI.Jlli

(2)

HUKUMAN PEN CURI YANG MENGEMBAJLIKAN HARANG CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT PERSEPSI

EMPAT MAZHAB SK.RIPS!

Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gclar Sarjana Hukum Islam

Oleh

Mum1dih

102043124925

Di bawah bimbingan

-Dr. A. Sudirman A bas MA NIP :

15029 51

PROGRAM STUD I PERBANDINGAN MADHAB FIQH JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN" HUKUM

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM DIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT PERSEPSI EMPAT MAZHAB" telah Diujikan dalam

Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 15 Maret 2007.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Smjana

Hukum Islam pada Jurusan Perbanclingan Mazhab dan Hukum

Jakarta, 15 Maret 2007 Mengesahkan

Dekan,

PROF. Dr. H. M. AMIN SUMA, SH.MA.MM NIP: 150 210 422

Ke tu a

Sekretaris : Muhammad Taufiki, MAg NIP: 150 290 159

Pembimbing : Dr. Ahmad Sudiiman Abbas, MA NIP: 150 294 051

Penguji I

Penguji II

: Drs.H.Afifi Fawzi Abbas,MA NIP: 150 210 421

: Dra.Hj .Halimah Ismail

NIP: 150 075 192

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salan1 sejahtera senantiasa tercurahkan ke haribaan junjungan alan1 baginda nabi Muhammad SAW, yang telah diutus untuk membentuk kepribadian ummat yang sempuma, serta menjadi teladan bagi seluruh umat manusia . kepada keluarga, sahabat dan pemgikutnya hingga akhir zaman.

Selama penyusunan skripsi ini tentunya banyak kenclala yang harus penulis haclapi, baik dari segi waktu, pengumpulan bahan clan lain sebagainya. Namun alhamdulillah berkat bimbingan-Nya serta kesungguhan hati clan bantuan clari berbagai pihak kesulitan tersebut clapat teratasi, sehingga skripsi ini clapat terselesaikan tepat pacla waktunya. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepacla semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi baik moril maupun materiil. Dan ucapan terimakasih seclalam-clalanmya penulis sampaikan kepacla :

1. Prof. Dr. Qomamciin Hiclayat MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri syarifHidayatullah Jakarta serta staf-stafnya.

(5)

4. Bpk. DR. Ahmad Sudirman Abbas, MA selaku Dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu luangnya untuk membimbing dan memotivasi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bpk. M.Taufiqi MAg, selaku sekretaris Jumsan dan Bpk. Kamamsdiana selaku mantan Sekretaris JlllUsan PMH

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas dan Utama UIN SYAHID dan juga segenap Pimpinan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mencari bahan-bahan referensi 7. Seluruh Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

dan pengetahuannya kepada penulis selama berada di bangku kuliah

8. Ayahanda Khaiml Anwar dan Ibunda Munih yang telah sabar dan ikhlas membesarkan penulis serta memberikan sumbangan moril maupun materiil yang tak terhingga, sehingga tiada kata yang dapat penulis ungkapkan sebagai tanda terima kasih, semoga Allah SWT membalasnya di akhirat kelak, amiin. 9. KH. M. Ismail bin KH. Abdul Ghani selaku pimpinan Majlis Ta'lim wal

Mudzakaroh "An Nur" yang telah memberikan do'a dan tausiyahnya.

(6)

11. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan Jurusan PMH Prog. Studi PMF 2002. yang telah memberikan nuansa persahabatan dan memberikan hari-hari yang penuh kenangan kepada penulis.

12. Segenap rekan-rekanita, para sahabatku tercinta yang telah sudi memberikan motivasi dan do'anya kepada penulis

Akhirnya semoga Skripsi ini bermanfaat ...

Jakarta, 21 Shafar 1428 H 11 Maret 2007 M

(7)

DAFT AR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembalasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Pcnulisan... 7

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan... 8

E. Teknik dan 3istematika Pembahasan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JARIMAH PENCURIAN ... 12

A. Pcngcrtian Jarimah Pencurian ... 12

B. Syaral dan rukun Pcncurian... 14

C. Macam-Macam Pencurian... 21

D. Alat Bukti Pencurian ... 23

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DAN PERMASALAHANNYA... 27

A. Hukuman Pcncurian clan Pclaksanaannya... 27

(8)

BAB IV TINJAUAN EMPAT IMAM MAZHAB MENGENAI HUKUMAN PENCURI YANG MENGEMBALIKAN

BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK

MENGEMBALIKAN ... 43

B. Mazhab Hanafi ... 43

C. Mazhab Maliki ... 46

D. Mazhab Syafi'i ... ... 50

E. Mazhab Hanbali ... 51

F. Analisis Pcnulis Terhadap Pendapat empat Imam Mazhab ... 53

BAB V P E N U T U P ... "'"""""'"""""""" 59 A. Kesimpulan ... 59

B. Saran-Saran... 62

(9)

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang sempurna. Tidak ada makhluk yang diciptakan Allah di muka bumi ini yang lebih sempurna dari manusia. Bahkan kesempurnaan manusia ini melebihi kesempurnaan malaikat. Karena kesempurnaan inilah Allah kemudian menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmanNya :

Artinya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.." (al Baqarah/2 :30)

Di tengah kehidupan manusia yang begitu plural tentu tidak pernah lepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi, baik permasalahan yang berkaitan dengan perdata maupun pidana. Adanya berbagai masalah ini kemudian memunculkan berbagai macam hukum dan penyelesaiannya.

(10)

2

Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Sempurna. Dengan demikian, huktim

yang diturunkan-Nya tentu juga sempurna. Karena jika terjadi sebaliknya, maka

akan ada anggapan bahwa asal-usul ketidak sempurnaan itu adalah Allah, ini

justru tidak mungkin tetjadi. Ia Mahakuasa, Maha Mengetahui segala sesuatu

yang akan terjadi saat ini maupun yang akan datang, sehingga hukum-Nya Maha

meliputi. la adalah yang Perttl1na dan yang Akhir, Yang Zahir dan yang Bathin.

Jadi hukum-Nya adalah universal dan berlaku untuk scgala zamari, terutattla

sekali karenajangkauannya bukan hanya dunia ini tetapijuga akhirat.

Al Qur'an dan As Sunnah nierupakan dua sumber utama dalam hukum Islam,

yang bersumber dari Allah SWT, Ttihan Yang Mahakuasa, sebagai satu-satunya

yang mengetahui apa yang mutlak baik untuk umrnat rnanusia.

Charles Gide dan Charles Rest, sebagaimana dikutip oleh DR. H.

Fathurrahrnan Djarnil, M.A. rnernbicarakan hukum Tuhan menurut istilah-istilah

sebagai berikut : Kita bisa rnengatakan bahwa tatanan alami adalah tatanan yang

jelas-jelas terbaik, bukan untuk sembarang individu, tetapi bagi manusia yang

serba rasional, kultural, dan liberal. Ia merupakan hasil pengamatan fakta-fakta

eksternal; ia rnerupakan pewahyuan atas prinsip yang ada di dalam. Tatanan ini

bersifat supranatural dan amat mendukung kemungkinan-kemungkinan yang ada

(11)

kriteria untuk membedakan baik dan buruk, hukum Islam harus dijaga dalam identitasnya, yakni kesempurnaan.1

Dalam hukum Islam dikenai adanya istilah ''jarimah". Yang dimaksud dengan kata-kata ''jarimah" ialah, larangan-larangan syara' yang diancamkan oleh Allah dengan hukuman had atau Ta'zir. Larangan-larangan tersebut adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang, atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dengan kata-kata Syara' pada pengertian tersebut di alas, yattg dimaksud ialah bahwa sesuatu j:ierbuatan baru dianggap jarimah apahild dilarattg oleh syara'. J uga berbuat a!ali tidak berbuat tidak dianggap sebagai jarinidh, kecuali apabila diancamkan hllkuman terhadapnya. Di kalangan Fuqaha, hukuman biasa disebut dengan kata-kata "ajziyah" dan mufradnya, ''jaza". Pengertian jarimab tersebut tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana, (peristiwa pidana, delik) dalam hukum pidana positif.2

Para Fuqaha juga sering memakai kata-kata ''jinayah" untuk ''jarimah". Semula pengertian ''jinayah" ialah hasil perbuatan sese:orang, dan biasanya dibatasi kepada perbuatan yang dilarang saja. Menurut para Fuqaha, yang dimaksud dengan kata-kata ''jinayah" ialab perbuatan yang dilarang oleh Syara', baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa atau harta-benda ataupun lainnya.3

1

Fathurrahman Djamil, Fi/safat Ilukum Islam, (Jakarta, Logos wacana Ilmu, 1999), cet.ke 3, h. 63-64

2 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1990), cet.ke 4,

h.l

(12)

4

Akan tetapi kebanyakan fuqaha memakai kata-kata '.]inayah" hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa orang atau anggota badan, seperti membunuh, melukai, memukul, menggugurkan kandungan, dan sebagainya. Ada pula golongan fuqaha yang membatasi pemakaian kata-kata jarimah kepada jarimah hudud dan qishas saja.4

Dengan mengenyampingkan perbedaan pemakaian kata-kata ''jinayah" di kalangan fuqaha, clapatlah kita kalakan bahwa kata-kata ']inayah" clalam istilah fuqaha sama clengan kata-kata ''jarimah ". 5

Hadd clalam Syara' adalah hukuman yang ditetapkan karena (menyangkut) hak Allah. Al-qur'an dan as-Sunnah telah menetapkan beberapa hukuman had untuk jarimah tertentu yang disebut dengan "Jaraim al Hudud". Jarimah-jarimah ini adalah, zina, qadzab (menuduh berbuat zina), pencurian, mabuk, muharabah (pembegalan), riddah (keluar dari Islam) dan al baghyu (pemberontakan).6

Pada kasus pencurian banyak sekali permasalahwi yang berkembang. Dikalangan ulama juga terjadi beberapa perbedaan pendapat tentang beberapa hal mengenai kasus ini. Di antaranya ialah tanggung jawab pencuri terhadap barang curian dan sanksi hukumnya, apakah sama hukumannya. bagi seorang pencuri yang mengembalikan barang curian dengan yang tidak mengembalikan.

4 Ibid h.I-2

5 Ibid. h.2

6

(13)

curian dan sanksi hukumnya, apakah sama hukumannya bagi seorang pencuri yang mengembalikan barang curian dengan yang tidak mcngembalikan.

Di Indonesia pada khususnya serta di dunia pada umurnnya, banyak yang mempermasalahkan masalah hukum pidana yang bersumber dari Islam karena dianggap tidak bermoral bahkan tidak berprikemanusiaan, tanpa menyelidiki secara mendalam terlebih dahulu tentang pidan.a Islam itu sendiri. Padahal kalau man mengkaji dan mencermati tentang pidana Islam secara integral dan dapat menjangkau ma'na filosofis pidana Islam itu, maka akan dapat dilihat begitu indahnya hukum pidana Islam. Kalan ma.nusia bisa. melihat dengan kejujuran hatinya, maka mereka akan dapat meliha.t bahwa hukum pidana. Islam, diakui ata.u tidak adalah hukum pidana yang paling bem10ral dan yang paling berprikemanusiaan.

Meski di manapun banyak orang-orang tidak setuju dengan penerapan hukum pidana Islam, namun masih banyak juga. yang menginginkan agar hukum pidana. Islam dapat diterapkan. Keinginan seperti ini ada. yang bersumber dari kalangan santri dan ada juga yang bersumber dari kalanga.n akademisi.

(14)

6

Di antara perbedaan pendapat dalam hukum pidana Islam sebagaimana telah disampaikan penulis ialah masalah tanggung jawab pencuri terhadap barang curiannya dan sanksi hukumnya. Oleh karena itu pengkajian secara lebih khusus berkenaan dengan masalah ini menjadi sangat penting sekali, manakala hnkum Islam dapat ditegakkan. Tujuannya adalah untnk memilih pendapat yang paling unggul berdasarkan dalil-dalil yang paling kuat.

Berangkat dari sini , maka penulis merasa te1iarik untuk mengkaji masalah di atas dalam sebuah karya ilmiah yang sederhana dengan judul "HUKUMAN BAGI SEORANG PENCURI YANG MENGEME:ALIKAN BARANG

CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT

PERSEPSI EMPAT MAZHAB".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sebagaimana diketalmi bahwa mazhab yang ada sangat banyak sekali. Maka dalam kajian ini penulis perlu memberikan batasan, yaitu bahwa kajian mengenai Sanksi hukuman bagi pencuri yang mengembalikan barang curian dan yang tidak mengembalikan, hanya dilihat menurnt empat mazhab saja, yakni mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi'i dan mazhab Hanbali, bukan menlllUt mazhab di luar yang empat tadi.

Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam pembaJiasan ini adalal1 1. Apa hukuman inti Pencurian serta dalilnya ?

(15)

1. Apa hukuman inti Pencurian serta dalilnya ?

2. Bagaimana hukuman pencuri yang mengembalikan barang curian? 3. Bagaimana hukuman pencuri yang tidak mengembalikan barang curian? 4. Bagaimana tanggungjawab pencuri terhadap barar:g curiannya?

C. Tujuan dan Kcgunaan Pcnulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai konsep huk.uman dalam jarimah pencurian oleh empat mazhab. Sedangkan secara. rincinya sesuai dengan

rumusan masalah di atas, maka tujuan khusus penulisan adalah : 1. Mengetahui hukuman pokok pencurian clan dalil-dalilnya

2. Mengetahui sanksi hukwnan bagi seorang pencuri yang mengembalikan barang curian.

3. Mengetahui sanksi hukuman bagi seorang pencuri yang tidak mengembalikan barang curian.

4. Serta memberikan gambaran tentang tanggung jawab pencuri terhadap barang cunan

2. Manfaat Penulisan

(16)

8

1. Bagi penulis, penulisan ini diharapkan akan berguna untuk memperluas dan menambah wawasan tentang pendapat empat mazhab mngenai hukuman seorang pencuri yang mengembalikan barang curian dan yang tidak mengembalikan. Di samping itu berguna sebagai tugas akhir pada program studi Perbandingan Mazhab fiqih.

2. Bagi kalangan civitas akademika dan masyarakat umum, penelitian ini diharapkan akan menembah khazanah pengetahuan seputar hukuman pencuri yang mcngcmbalikan dan yang tidak mengembalikan barang curian.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah terdiri dari : 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan dalarn menyusun skripsi ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif, dengan mengkaji data-data dan literature-literatur yang berkaitan dengan judul yang diangkat. Adapun dari segi tujuan penelitian ini menggw1akan pendekatan deskriptif analistis, yang bertujuan menggembarakan keadaan sementara dengan memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber dari data-data.

2. Sumber data

(17)

Islami Muqaran bi al Qanun al Wadh'I karangan 'Abd al Qadir 'Audah, As Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribahfi al Fiqh al Islami, karangan Dr. Ahmad al Hashari, al Muwalhiho karangan Imarn Malik serta Kitab al Fiqh al Madzahib al 'Arba 'ah, karangan Abd Al Rahman al Jazairi. Dan sumber data sekunder yang digunakan adalah literature-literatur dan kitab-kitab yang berhubungan dengan disiplin ilmu Fiqh, terutama yang erat kaitannya dengan mated ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Unluk mendapalkan gambaran yang cermat tentang konsep hukuman pencuri yang mengembalikan barang eurian dan yang tidak mengembalikan, maka penulis lakukan riset pustaka (Library r・ウNセ。イ」ィIL@ yakni dengan mengumpulkan, membaca, dan menganalisis sejumlah kitab-kitab klasik dan buku bacaan yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas.

4. Analisis Data

(18)

10

E. Teknik dan Sistematika Pcmbahasan

Teknik penyusunan dan penulisan skripsi ini berpedoman pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Fakultas Syari'ah dan Hulmm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta" terbitan tahun 2005.

Skripsi ini dibagi dalam lima bab, dan masing-masing terdiri dari sub bab, dengan sistematika penyusunan sebagai berikut :

Bab I

Bab II

Pendahuluan

Bab ini menerangkan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, metode penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penyusunan.

Tinjauan Umum Tentang Jarimah Pencuria11

Yang terdiri dari pengertiaan pencurian, syarat dan rukun pencurian, macam-macam pencurian serta alat bukti pencurian.

Bab III Hnkuman Pencurian dan Permasalahannya

Yang terdiri dari hukuman pencurian dan pelaksanaannya, penghapusan hukuman dan hikn1ah hukuman pencurian.

Bab IV TINJAUAN EMPAT IMAM MAZHAB MENGENAI

HUKUMAN PENCURI YANG MENGEMBALIKAN BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN

(19)

BabV

menurut mazhab Hanbali. Danjuga mengenai analisis penulis terhadap pendapat keempat mazhab.

Penutup

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JARIMAH PENCURIAN

A. Pengertian Pencurian

Definisi pencurian dapat kita temukan dalam karya-karya ilmiah yang telah ditulis oleh para pakar, baik karya-karya klasik maupun kontemporer. Pencurian secara etimologi ialah :

Artinya:

"Mengambil sesuatu dari orang lain secara samar dan sembunyi-sembunyi".

Dalam kitab Fath al- Qarib, pencurian secara etimologi adalah :

2 , ,',>

Jll.'1 '.'

セi@

セ@ ..)._,,:.

A1tinya:

"Mengambil harta secara sembunyi-sembunyi".

Adapun pencurian secara terminologi adalah :

Artinya:

"Mengambil harta denganjalan sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau orang yang menggantikan (posisi) pemiliknya ".

Menurut Wahbah az Zuhaili, pencurian adalah:

1 Abd al Ghani, Al Lubab

fl

Syarh al Kitab, (Beirut, al Maktabah al 'Ilmiyah, 1993), juz 3,

h.200

2 Muhammad bin Qasim, Fath al Qarib, (Semarang, Pustaka al ''Alawiyah, t.th.), h. 57

3 Manshur bin Yunus, Ar Raudh al Murabbi', (Beirut, Dar al Kutub al 'llmiyah, 1998), cet. ke

(21)

Artinya:

"mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dan rahasia".

Berbeda dengan pendapat di atas, Imam Al Jazairi memberikan definisi yang cukup luas, menurut beliau pencurian adalah :

,.. ,.. ,.. 0 r:' 0 ,.. J. J. ,,. ,,,.

セ@

.:J

2.JLll

':I\

\5J.. G(a.;

セ[Z@

,,

C:,

'I

("

, l;(a.;

セ@

ll.J\ lit_;_)\

.b:-1

- f.!"'"' . -

J

J

..f>"-4 .

c .

I f

,, ,... ,.. ,... ,.. ,,,. ,.. ... ,,. ,,.

,,. ,,., ,... 2 0 ,... ... ,.,. J. 0 ,,. "'

oLS'j

セ@

セl[@

PQ^NPMMQZMセZ@

..

セ@ セiNNNN[⦅NZLセ@

81..

a"G'.\llj

... ,,. ,,. ,,. ,,. .... ,,. ,,. ,,.

|Gセ@

J '-')

セN@

U1

,

Artinya:

"Mengambilnya seorang yang berakal dan baligh terhadap satu nishab (barang curian) yang tersimpan, milik orang lain, tidak ada hak milik bagi dia dan tidak

ada syubhat kepemilikan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia,

mengangsurlkontan, dan sang pencuri dalam keadaan normal, tidak dipaksa, baik ia muslim, zimmi, laki-laki, perempuan, merdeka maupun budak".

Dari definisi-definisi yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa, inti dari pada pencurian adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya.

4 Wahbah az Zuhaili,

al Fiqh al Islami wa Adillatuh, (Smiah, Dar al Fikr, 1989), cet.ke 3, juz 6, h. 92

5

(22)

14

B. Syarat dan Rukun Pcncurian

Untuk mengetahui syarat-syarat yang menyebabkan sebuah tindakan disebut sebagai pencurian yang bisa dikenai had, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang rukun-rukun pencurian.

Rukun-rukun pencurian yang hams dipenuhi ada tiga, yaitu : I. Sariq (pelaku pencurian)

2. Masruq (barang yang dicuri) 3. Saraqah (pencurian ). 6

Ketiga rukun tcrsebut memiliki syarat sendiri-sendiri, yang nantinya akan dijelaskan salu per salu.

I. Sariq (pelaku pencurian)

Bagi pelaku pencurian disyaratkan adanya kelayakan untuk mendapatkan hukuman potong tangan. seorang pencuri yang layak dihukum potong tangan adalah manakala ia berakal dan baligh. Oleh karena itu, anak kecil dan orang gila yang mencuri tidak bisa dikenai hukuman potong tangan karena adanya sabda Nabi SAW :

,., セ@ ,,, .... ,... ,, .... ,..,.. ,..,..0

セZL@

F

セ@

セQ@

cf)

1;0::' .. ;

es;-

セPQ@

:.;.

セエエ[[N@

;.w1

cZGセ@

,., ,., ,.., ,... ,.. ,,.,. ,., ,,,. セ@ ...

7

HHLNDセ|@

olJ.i)

セ@

J;-

0µ1

6 Ibid

(23)

Artinya:

"Pena diangkat karena tiga perkara; orang tidur sampai bangun, anak kecil sampai mimpi (baligh), dan orang gila sampai sadar".

Juga karena potong tangan adalah hukuman yang disebabkan adanya tindak pidana Oinayah), sementara perbuatan anak kecil dan orang gila tidak bisa disebut sebagai tindak pidana.8

Apabila anak kecil dan orang gila ikut serta dalam pencurian beserta sekclompok orang, maim seluruhnya tidak dapat dikenai potong tangan menurut Abu Hanifah clan Zufar Rahima Huma Allah Ta'ala. 9

Alasan Abu Hanifah dan Zufar adalah, karena pencurian itu adalah satu, sementara pelakunya adalah orang yang bi.sa dikenai potong tangan dan orang yang tidak bisa dikenai potong tangan. Oleh karena itu semuanya tidak bisa dikenai hukuman potong tru1gan, sepe1ti halnya orang yru1g sengaja dan orang yang lupa, yang bekerja sama dalrun sebuah jarimah. Ulruna Syafi'iyah se1ia Hanabilah mensyaratkan adanya pelaku pencurian hams Mukhtar (normal/melakukan pencurian secara sadar, tidak karena paksaan) dan juga harus tetap berada dalrun huku:m-hukum Islam.Oleh sebab itu Had tidak wajib bagi orang yang di paksa danjuga tidak wajibbagi kafir harbi karena mereka tidak tetap berada dalan1 hukum-hukum Islrun.10

8 Wahbah az Zuhaili,

Op .. Cit., h. 100-101 9

Ibid., h. 101

(24)

16

Pelaku pencurian disyaratkan tidak adanya paksaan dan hams tetap berada dalam hukum-hukum Islam, ini juga disampaikan oleh Imam Nawawi dalan1 kitabnya, Raudhah at Thalibin, yaitu bahwa, potong tangan tidak dapat dijatuhkan mana kala yang mencuri adalah orang yang dipaksa atau seorang kafir harbi.11

2. Masruq (barang yang dicuri)

Syarat-syarat masruq adalah sebagai berikut :

a. Barang yang dicuri berupa harta yang dimulyakan

Seorang pencuri yang mencuri alat-alat permainan atau barang-barang yang diharanlkan, maka tidak dapat dipotong tangannya, karena barang-barang tersebut adalah barang-barang-barang-barang yang tidak dimulyakan, 12 seperti halnya khamr, babi atau kulit bangkai.13

b. Bukan milik pelaku pencurian.14

Disyaratkan dalam pidana pencurian bahwa sesuatu yang dicuri itu milik orang lain. Yang dimaksud dengan "milik orang lain" adalah bahwa harta itu ketika waktu terjadinya penc:urian merupakan milik orang lain, dan yang dimaksud dengan "waktu terjadinya pencurian"

adalah waktu pencuri memindahkan harta dari tempat penyimpanannya.

11

An Nawawi, Raudhah at Thalibin, (Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, t.th .. ),juz 7, h. 353

12 Manshur bin Yunus al Bahuti, Op.Cit., h. 3e9

13

Wahbah az Zuhaili, Op.Cit., h.102

14

(25)

15 Ibid

Atas dasar ini, maka tidak ada hukuman had dalam pencurian terhadap harta yang status kepemilikannya bersifat syubhat. Dalam kasus ini, pencuri diancam dengan hukuman ta'zir. Misalnya orang tua mencuri harta anaknya atau seseorang mencuri harta milik sekelompok yang mana ia termasuk anggotanya sebagai mana menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad.15

Menurut Imam Abu Hanifah, barang yang dicuri itu tidak sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya untuk kemudian hancur. Sedangkan Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad tidak sependapat dengan teori ini. Menurut mereka, setiap harta yang dapat diperjual belikan adalah harta yang berharga dan pencurinya dapat dijatuhi hukuman had. Contolmya, kain kafan. Menurut Abu Hanifah, pencuri kain kafan tidak dapat dijatuhi hukuman hadd.16

Barang-barang yang pada asalnya tidak ada pemiliknya boleh diambil. Akan tetapi, jika sudah ada dalam penguasaan seseorang atau Ulul Amri, maka dianggap telah ada pemiliknya .. Sedangkan harta yang sengaja ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya adalal1 sama dengan harta yang tiC:ak ada pemiliknya.17

16

Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqiey, Hukum-Hukum Fiqh Islam (Finjauan

Antar Madzhab), (Semarang, PT. Pustaka Rizki Pulera, 2001),cet. Ke 2, h. 495

17

A. Djazuli, Fikih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta; PT.

(26)

18

c. Barang yang dicuri harus tersimpan, 18 artinya memiliki tempat penyimpanan yang layak.19

Dalan1 Fiqh, "tempat penyimpanan harta" diistilahkan dengan hirz. Hirz itu ada Cua macam, "hirz bi al makan" dan "hirz bi an naft". Yang dimaksud dengan hirz bi al ma/am adalah tempat yang disedikan khusus untuk menyimpan barang dan tidak setiap orang diperbolehkan masuk tanpa pemiliknya. Menurut Imam Syafi'I dan Imam Ahmad, tempat itu hams terkunci dan khusus disediakan untuk menyimpan barang. Yang dimaksud dengan hirz bi an nafs atau hirz bi al hift adalah barang yang berada dalam penjagaan. Kadang-kadang suatu barang memiliki kedua jenis hirz ini.20

d. Mencapai Nishab.21 Fuqaha Hanafiah menentukan nishab barang curian yang apabila seorang pencuri rnencuri dengan kadar tersebut maka akan di potong tangannya sebagai hukuman hadd, karena perbuatan mencurinya dengan sepuluh dirham. Oleh karena itu tidak ada potong tangan bagi pencurian barang yang kadarnya lebih sedikit dari sepuluh

18

An Nawawi, Op. Cit., h. 336 19

A. Djazuli, Op.Cit., h. 75 20 Ibid.,

h. 76

21

(27)

dirham22. Sepuluh dirham nilainya adalah smna seperti satu dinar, '

sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Wahbah Zuhaili. Beliau mengatakan, bahwa satu dinm· menurut ulama1 Hm1afiah adalah sama dengan sepuluh dirham23.

Sedangkan para ulama Malikiah berpendapat bahwa nishab atau kadar barng curian adalah tiga dirham yang di c:etak dan murni24. Imam

syafi'I dan Imam Ahamad bin Hanbal berpendapat bahwa nishab barang curian yang menyebabkan seorang pencuri dikenai hadd adalah seperempat dinar keatas, jika kurang dari it11 maka tidak dipotong tangannya.25

e. Kepemilikan harta haruslah benar-benar sempurna.

Dalam ha! ini ada beberapa permasalahan, di antaranya adalah sebagai berikut :

I) Apabila ada dua orang bekerja sama atau melakukan syirkah,

kemudian salah seorang di antm-a mereka mencuri harta mereka sendiri, apakah harus dipotong tangmrnya? Dalam ha! ini ada dua pendapat. Pendapat yang pertmna menyatakan tidak, karena ia memiliki bagian walaupun sedikit sehingga menimbulkm1 syubhat.

22

Alunad al Hashari, As Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribah,(Beirut, Dar al Jail,

1993),cet.ke 3, jilid 2, h.440

23

Wahbah Zuhaili, Op.Cit.,h.103

24

Abd ar Ralunan al Jaziri, Op.Cit., h.117

25

(28)

20

Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan tetap harus dipotong ,

tangannya, karena dia tidak memiliki hak di dalam bagian harta yang lain.

2) Apabila ada yang mencuri harta dari bait al-mal (Kas Negara), maka ada beberapa ketentuan. Apabila seorang peneuri mencuri harta yang dipisahkan untuk kelompok エセイエ・ョエオ@ dan dia bukan termasuk bagian dari kelompok tersebut, maka harus dipotong tangannya. Dan apabila dia mencuri harta yang tidak dipisahkan untuk kelompok tertentu, maka di sini juga ada beberapa pendapat. Salah satunya adalah pendapat yang disampaikan oleh Ulama-ulama Iraq, yaitu tidak dapat dipotong tangannya, baik ia orang kaya atau orang fakir, maupun ia mencuri harta shadaqoh atau harta untuk kemaslahatan-kemaslahatan masyarakat. sedangkan pendapat yang lain menyatakan bahwa ia harus tetap di potong tangannya. 26

f. Tidak ada unsur syubhat bagi pencuri.27

Kalau barang yang dicuri terdapat unsur syubhat bagi pencur1, maka ia tidak dapat dikenai had. Oleh karena itu, seseorang yang mencuri harta orang tuanya atau anaknya tidak dapat di potong tangannya, karena harta mereka menyatu. Begitu juga jika ia mencuri

26 An Nawawi, Op.Cit., h. 333

27

(29)

harta tuannya (kalau dia seorang budak ), karena adanya syubhat

,

kepemilikan disebabkan tuannya tadi wajib memberikan nafkah kepadanya.28

Di samping syarat-syarat yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab fiqh, baik klasik maupun kontemporer. Namun, itu semua tidak dapat dicantumkan semua disini secara keseluruhan karena syarat-syarat yang telah disebutkan di atas sudah dianggap cukup dan mewakili.

3. Saraqah (Pencurian).

Dalam rukun yang ke tiga ini merupakan rukun yang berkaitan dengan pencurian itu sendiri (Nafs as-Saraqah), yang mana pengertiannya sudah dijelaskan pada pembahasan awal. Namun tidak ada salalmya mana kala ditegaskan di sini bahwa, pencurian yang dimaksud adalah mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi, oleh karena itu tidak ada potong tangan bagi orang yang mengambil harta seeara terang-terangan, seperti mukhtalis dan

muntahib; mukhtalis adalah orang yang mengambil harta lalu di bawa lari, sementara muntahib adalah orang yang mengambil harta dengan kekuatan dan paksaan. 29

C. Macam-Macam Pcncurian

Pencurian di dalan1 syariat Islam dibagi menjadi dua, yaitu :

28 Qulyubi dan Umairah, Hasyiatani 'ala Syarh Jala ad Din Muhammad bin Ahmad al

Mahalli, (Beirut, Dar al Fikr, 2003),juz 4, h.189

29

(30)

22

1. pencurian yang dikenai sanksi had.

2. pencurian yang dapat dikenai sanksi ta'zir.

Pencurian yang dapat dikenai sanksi had dibagi menjadi dua, yaitu : a. Pencurian kecil (Saraqah Shugra),

b. Pencurian besar (Saraqah Kubra).

Pencurian kecil adalah mengambil harta orang lain secara samar,

. b . b . 30

artmya secara sem uny1-sem uny1.

Sedangkan pencurian besar adalah pengambilan harta orang lain secara terang-terangan atau dengan kekerasan. Pencurian jenis kedua ini disebut j uga Hirabah.

Perbedaan antara pencurian biasa (pencurian kecil) dengan hirabah, antara lain bahwa dalam pencurian biasa (pencurian kecil) ada dua syarat yang harus di penuhi, mengambil harta tanpa sepenge1ahuan pemiliknya dan pengambilannya im tanpa kerelaan pemiliknya. Sedangkan unsur pokok dalan1 pembegalan (hirabah) adalah terang-terangan atau dengan kekerasan, sekalipun tidak mengambil harta.

Pencurian yang dapat dikenai sanksi ta'zir juga ada dua macam;

pertama, pencurian yang diancam dengan had, namun tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakan had lantaran syubhat (seperti mengambil harta milik sendiri atau harta bersama);dan kedua, mengambil harta dengan

30 'Abd al Qadir 'Audah, Al Tasyri' al Jina'/ al /s/ami Muqaranan bi al Wadh'I, (Beirut,

(31)

sepengetahuan pemiliknya, namun tidak atas dasar kerelaan pemiliknya, juga tidak menggunakan kekerasan (misalnya mengambil jam tangan yang berada di tangan pemiliknya dengan sepengetahuan pemiliknya clan membawanya lari atau menggelapkan uang titipan).

Perbedaan antara pencurian dengan penggelapan, antara lain :

a. Hukuman Pencurian adalah had, sedangkan hukumm1 penggelapan adalah ta'zir.

b. Unsur material dalam pcncunan adalah mcngambil harta sccara diam-diam, scdangkan unsur material dalam pcnggelapan adalah mengambil harta dengan tidak diam-diam.

c. Disyaratkan dalam pcncurian adalah bahwa harta yang dicuri itu tcrsimpan pada tcmpat pcnyimpanan ym1g layak, sedangkan dalam penggelapan tidak disyaratkan demikian.

d. Disyaratkan dalam pcncurian harta yang di curi itu telah mencapai nishab, sedangkan dalam penggelapan tidak disyaratkan demikian.31

D. Alat Bukti Pcncurian

Ada beberapa alat bukti yang dapat dipergw1akan dalam menetapkan jarimah pcncnrian. Bcbcrapa alat bnkti tersebut adalah :

1. Saksi, artinya kcsaksian para saksi.

Jarimah pencurian dapat ditetapkan melalui dua orang saksi. Apabila saksi kurang dari dua, atau salah satunya perempuan atau saksi yang satu

(32)

24

melihat dan yang lain hanya mendengar, maka pencuri tidak dapat dikenakan poton5 tangan dengan kesaksian dua orang saksi tersebµt

Kcmudian apabila ada kesaksiim satu orang laki-laki dengan dua orang perempuan, atau kesaksian saksi yang melihat langsung dengan saksi yang hanya mcndengar (peristiwa pencurian) dan atau kesaksian seorang saksi dan sumpahnya orang yang mendakwa adanya pencurian dengan tujuan mcnctapkan kcpcmilikan barang yang dicuri, maka kesaksian-kesaksian scpc11i itu dapat ditcrima.32

Imam Abu Hanifah mcnsyaratkan tidak adanya kadaluarsa dalan1 kesaksian.33 Apabila ada yang bersaksi tentang adanya pencurian sesudah bebcrapa tahun kcmudian, maka kcsaksiannya tidak dapat ditcrima karena adanya unsur syubhat.34

Da!an1 pensyaratan ini Dr. Wahbah az Zuhaili mcngecualikan untuk

jarimah Qadzab dan Qishas.35 Artinya kesaksian seseorang terhadap jarimah Qadzab dan Qishas tetap dapat diterima meskipun sudal1 kadal uarsa.

32

'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 61

33 Ibid.

34 Wahbah az Zuhaili, Op.Cit.,h. 124

(33)

Dasar Imam Abu Hanifah dalam ha! ini adalah karena kadaluarsa dapat membatalkan kesaksian pada Jarimah Hudud yang mumi.36

2. Pengakuan

Pcncurian dapat diketahui oleh hakim dengan adanya pengakuan pelaku. Hal ini karena seseorang tidak mungkin datang mengakui kesalahan clirinya kccuali darurat.37

Ulama berbcda pendapat di dalam j umlah pcngakuan. Iman1 Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imama Syafi'I berpcndapat bahwa pengakuan cukup satu kali. Scclangkan Imam Abu Yusuf (dari kalangan ulama fiqh Hanafiyyah), Imam Ahmad clan kalangan Syi'ah Zaidiyah menyatakan bahwa, pengakuan hams scbanyak dua kali. Hujjah mereka aclalah hadits yang cliriwayatkan dari Nabi SAW, yang mana bcliau tidak memotong tangan salah scorang clari dua pencuri kecuali scsudah mengaku sebanyak dua kali atau tiga kali.38 Pcndapat ini juga sanm seperti yang dianut oleh Ibn Abi Laila, Zufar dan Ibn Abi Syibramah Rahimahumallah. 39

Imam Abu Hanifah clan Muhammad mensyaratkan aclanya clakwaan dari sescorang yang dicuri. Maka apabila seorang pencuri mengaku bahwa

36

'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 611

37 Wahbah az Zuhaili, Op.Cit.,h. 125

38

'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 615

39

Abu Muhammad bin Ahmad, Al Bayanah Ji Syarh al Hidayah, (Beirut, Dar al Fikr,

(34)

26

ia tel ah mencuri hmia seseorang yang tidak ada (di ltempat ia memberikan pcngakuan ), tidak dapat dikenai hukumm1 po tong tangffi1 selmna orffilg yffilg dicuri bclum hadir dan memperkmakaru1ya.40

3. Sumpah

Di kalangan mazhab Syafi' i, terdapat pendapat yffilg menyatakm1 bahwa pcncurian dapat dibuktikan dengffi1 sumpah, nmntm pendapat yang lebih raj ih, menyatakan bahwa alat bukti dalmn tindak pidffila pencuriffi1 hanya saksi dan pengakuan.41

4. Indikasi, tm1da-tanda yffilg menunjukffi1 bahwa dia telah mencuri.42

40

Wahbah az Zuhaili, Op.Cit., h. 125

"A. Djazuli, Op.Cit., h. 80

(35)

A. Hukuman Pcncurian clan Pclaksanaannya

Dalam bab sebelumnya telah disinggung mengenai hukuman utama dalam pcncurian, yaitu polong tangan. Namun di sana tidak dibahas sccara khusus. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hukuman pcncurian secara lebih khusus lagi, dan bebcrapa pcnnasalahan yang berkaitan dengan hukuman pencurian.

Seorang pcncuri dapat dikenakan lmkuman potong l:angan manakala sudah terpenuhi syarat clan rukun pcncurian. Kalau syarat dan rukun pencurian tidak terpenuhi, maka ia hanya dapat dikenai ta 'zir, sebagaimana yang sudah disinggung dalam pcmbahasan macam-macam pencurian.

Ta 'zir sccara bahasa mcrupakan mashdar dari lafaz J)c. yang diambil dari lafaz _Jy.li, yang artinya adalah セIi@ (menolak) clan c-WI (mencega11). Ulama fiqh menclefinisikan la 'zir sebagai hukuman yang tidak ditentukan (di dalam Al-Qur'an atau Sunnah), yang wajib dilakukan karcna adanya Haq Allah

atau Haq Al-Adami tcrhadap sctiap ma'shiat yang tidak ada had clan

kafarahnya.1Hukwnan (utama) pcncurian adalah potong tangan sebelah kanan.2

1

'Abd al-Aziz' Amir, At-Ta 'zir fl asy-Syari'ah al-Islamiyah. (t.t, Dar al-Fikr al-' Arabi, t.th .. ),

h.52

2

lbn Qudamah, Al-Kafl fl Fiqh al-Imam Ahmad, (Beirut, Dar al-Kutub al-'llmiyah, 1994),

(36)

28

Dalil dari pada potong tangan adalah al-Kitab. As-Sunnah dan Ijma' .3 a. Al-Kitab (al-Qur'an)

Dali! potong tangan dari al-Qur'an adalah firrnan Allah berikut ini:

.\ ' セNNNN@ ,,,

:::-A!J\)

A!ll

0-o

l]\.(;

セ@

セ@

,.1;..

, , ,

Artinya:

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencur, potonglah tangan keduannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang merekt.t kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah lv!ahaperkasa !agi Mahabijaksana

(Al-Ma'idah I 5: 38).

Ayat ini adalah yang bersifat 'am, yaitu untuk setiap pencuri laki-laki dan perempuan.4 Dalam ayat ini Allah memberi hukum dan memerintah untuk memotong tangan pencuri laki-laki dan perempuan.5

Jumhur ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan "Memotong Tangan" sebagaimana yang telah terdapat dalam ayat (di atas), sebagai balasan terhadap jarimah pencurian adalah memotong tangan kanan dari pergelangan. Sedangkan kelompok Khawarij mengatakan bahwa yang dimaksud adalah memotong tangan sampai pundak, karena yang namanya tangan adalal1 anggota badan dari jari san1pai ketiak.

Kalau sebagian ulama yang lain mengatakan, bahwa yang paling patut (relevan) adalah memotong jari-jari saja, karena kalau menggenggam itu

3 lbn Qudamah, Al-Mughni, (Kairo, Hijr,1990)juz 12, cet.ke l, h. 415

4 Ibn al-' Arabi, Ahkam al-Qur'an, (Beirut, Dar al-Fikr,1988), cet.ke I, qism 2, h. 104

(37)

199

denganjari-jari. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana dikomentari oleh Dr. 'Abd al-'Aziz 'Amir adalah pendapat yang menyalahi Nash, karena yang terdapat dalam nash adalah memotong tangan, bukan memotongjari.6

b. As-Sunnah

Dalil potong tangan dari as-Sunnah adalah sebagaimana yang disabdakan olch Nabi Muhammad saw, dengan bunyi teks hadits selengkapnya sebagai berikut :

' '

セ@

セ|@

jセ@ セセ@

' '

v (c.>.Jl.:>..,11 o\J.J)

Artinya:

"Abdullah bin Mas/amah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Sa'ad menceritakan kepada kami dari ibn Syihab dari 'Amrah dari 'Aisyah ra., Nabi saw. Bersabda : Tangan dipotong dalam (pencurian) seperempat dinar keatas"

( Riwayat Bukhari)

Dalam hadits lain Peliau bersabda :

6 'Abd al-Aziz 'Amir,

Op.Cit., h. 14

7 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (t.t, Dar al-Fikr Ii at-Taba'ah wa an-Nasyr, t.th .. ),juz 8, h.

(38)

30

Artinya:

"Sesungguhnya orang-orang sebelum ka/ian hancur karena apabila orang mulia di antara mereka mencuri, mereka tinggalkan ia, dcm apabi/a orang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka melaksanakan had terhadapnya" (Riwayat Muslim)

b. Ijma'

Dalil potong tangan dari ijma' adalah, bahwa orang-orang Islam telah sepakat atas wajibnya memotong tangan pencuri secara umllll1.9

Ulama-ulama Hanafiyah berpendapat, seorang pencuri yang mencuri yang pertama kali akan dipotong tangan kanannya. Kalau ia mencuri lagi untuk yang kedua kalinya, maka akan dipotong kaki kirinya. Kalau setelah mencuri dua kali ternyata ia masih mencuri, maka anggota badan yang manapun tidak akan dipotong, tetapi ia akan dikenai ta'zir dan dipenjara sampai ia bertaubat.10

Dalam pemotongan tangan kanan hnam Abu Hanifah mensyaratkan, bahwa keberadaan tangan kiri harus sehat. Kalau ternyata tangan kiri itu patah atau 1Ull1puh karena ibu jarinya putus atau dua jari selain ibu jari putus, maka tangan kanan tidak dapat dipotong, karena pemotongan tangan dalam pencurian adalah syari'at yang bertujuan untuk mencegah (kejahatan) bukan untuk merusak atau menghancurkan Qiwa).11

Apabila tangan kiri tidak dapat bermanfaat, lalu tangan kanan dipotong, maka akan menyebabkan hilangnya manfaat kedua tangan, dan dalam satu sisi

9 Ibn Qudamah,

Op.Cit., h. 415

10 Ahmad al-Hashari, As-Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribah, (Beirut, Dar al-Jail,

1993), cet.ke 3,jilid2, h. 582

(39)

mcrusak jiwa. Kalau kcadaan tangan kiri seperti itu, maka kaki kiri juga tidak dapat dipotong. Karena, kalau memotongnya akan ュ・ョケᄋセ「。「ォ。ョ@ hilangnya salah satu dari dua anggota badan (tangan dan kaki) secara sempuma. Hal ini juga merusak j i wa.

lman1 Abu Hanifah berpendapat, apabila kaki kanan patah, atau lumpuh, atau pincang yang mcnccgah bisa bcrjalan, maka tangan kanan pun tidak dapat dipotong, karcna dapal mcnghilangkan manfaat di satu sisi. Begitu juga kaki kiri tidak dapat dipotong meskipun schat, karcna mcnyebabkan pencuri yang kcadaaannya demikian tidak mcmiliki dua kaki. Maka, manfaat kaki untuk berjalan akan hilang. 12

Tctapi kalau kaki kanannya hanya putus jari-jarinya saja yang mana ia tetap dapat bcrcliri clan bc1jalan, maka tangan kanan dapat dipotong, karena manfaat jenis anggota badan tcrscbut tidak hilang. Dan kalau kedua tangannya sehat tetapi kaki kirinya patah atau lumpuh, atau jari-jarinya putus, maka tangan kanan juga dapat dipotong karcna jcnis anggota badan tidak hilang dan di satu sisi tidak mcnghilangkan (manfaat) yang lain.

Scdangkan kalau tangan kanan lumpuh, atau ibu jarinya putus, atau jari-jari yang lain putus, maka tangan kanan tcrsebut akan dipotong, karena kalau tangan kanan yang schat saja di po tong, apalagi tangan kanan yang cacat.13

12 Ibid.,

h. 583

13

'Abd al-Qadir 'Audah, At-Tasyri1 al-Jina'! al Islami Muqaran bi al-Qanun al-Wadh'!, (Beirut,

(40)

32

Mcnurut Ulama Malikiyah dan S yafi'iyah, scorang pcncuri yang mencuri pertama kali akan dipotong tangan kanannya dari persendian telapak tangan kemudian dipmiaskan dcngan api atau dcngan minyak ym1g mendidih, kalau mencuri yang kedua kalinya akan dipotong kaki kirinya dari persendian kaki, kemudian dipanaskm1 dcngan api. Kalau yang mencuri yang ketiga kali, akan dipotong tangan kirinya dari pcrsendim1 tangan kcmudian dipanaskan dengan api. Dan kalau mcncuri yang kccmpat kali, akm1 dipolong kaki kanmmya dari perscndian kaki kemudian dipanaskmi dengmi api. Kemudian kalau mencuri yang kelima kali, akmi dipcnjara dmi di ta'zir.14

Sedmigkan Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapatnya ulama Hmiafiah, yaitu apabila pencuri mencuri, maka ymig pertama kali akan dipotong adalah tangmi kanannya. Apabila mcncuri yang kedua kali, akmi dipotong kaki kirinya. Kalau lcmyala setclal1 dipolong tmigmi kanmi clan kaki kirinya ia masih mencuri juga, maka ia tidak akan dipotong anggota badannya yang manapun, tclapi dipenjara.15

B. Pcnghapusan Hukuman

Bmiyak perbedam1 pendapat di kalm1gan ulama tcntang hapusnya hukuman pencunan. Di antara ha! yang dapat mcnghapuskan hukuman adalah sebagai berikut :

14

'Abd al-Rahman al-Jaziri. Kitab al-Fiqh al-Madzhib al-'Arba'ah, (Beirut, Dar al-Fikr, 2002),

juz4, h. 116

15

(41)

1. Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya.16

2. Orang yang dicuri menganggap dusta terhadap pengakuan pencuri dengan pencurian, misalnya dengan mengatakan kcpada pencuri terse but, "Engkau tidak mencuri hartaku".

3. Orang yang dicuri mendustakan ォ・ウ。ォウゥ。ョョケ\セ@ misalnya dengan mengatakan,"Saksi-saksiku bersaksi dengan dusta".

4. Pencuri mencabut kembali pengakuannya, maka ia tidak dapat dipotong tangannya, tetapi harus menanggung harta yang dicuri.17

Hal ini berbeda dengan ulama Zhahiriyah dan sebagian ulama Syafi'iyah. Mereka mengatakan kalau pencabutan kembali pengakuan seorang pencuri tidak dapat menghapuskan hukuman.18

Kemudian, kalau ada dua orang yang bekerja sama melakukan pencurian, dan mercka mengakui perbuatannya, lalu :mlah seorang di antara mereka mencabut kembali pengakuannya, maka gugurlah kewajiban potong tangan bagi orang yang mencabut kembali pengakua1111ya, tetapi tidak bagi yang lain, hal ini menurut Imam Malik, Imam Syafi'I, clan Imam Alunad, serta menurut Imam Abu Hanifah, potong tangan tertolak bagi orang yang mcncabut pcngakua1111ya. Karena, pcncurian adalah salah satu yang mana

16 A. Djazuli, Fikih Jinayah {Upaya menanggu/angi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta, PT.

Raja Grafindo Persada, 2000), cet.ke 3 h. 85-86

17

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al Js/ami wa Adillatuh, (Suriah, Dar al Fikr, 1989), Juz 6, cet·.ke

3,h.630

18

(42)

34

kerja sama sudah di tetapkan (keberadaannya), dan dicabutnya kembali

pengakuan salah seorang di antara mereka dapat menyebabkan syubhat dalam

kerja sama (pencurian) bagi yang yang lain.19

Makanya, kalau salah seorang di antara mereka mengakui tindak

pencurian, scmcntara yang lain mengingkari dan tidak ada bukti baginya,

maka potong langan hanya bagi orang yang mcngaku. Hal ini mcnurul

pendapat Imam Malik, Imam syafi'I, Imam Ahmad, cla11 Imam Abu Hanifah.

Tctapi menurut Imam Abu Yusuf dari kalangan mazhab Hanafi

berpendapat agar orang yang mengakui pencurian di antara mereka berdua

yang di lakukan bersama-sama. Maka, apabila pencurian tidak ditetapkan bagi

yang lain karena ia ingkar, menyebabkan terjadinya satu pencurian tersebut

k b . ak" · 2 0

secara terpa sa ag1 orang yang meng m pencunan.

5. Barang yang dicuri telah menjadi milik pencuri sebelum kasus pencurian

diajukan ke pengadilan. Hal ini tidak ada perbeclaan pendapat di kalangan

ulama. Tetapi kalau barang yang dicuri telah menjadi milik sang pencuri

ketika kasus sudah diajukan kc pengadilan, namun hukum belum diputuskan,

maka dalam ha! ini ulama fiqh berbecla pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah

clan Imam Muhammad, ha! tersebut dapat menghapuskan had (hukuman),

'

seperti : orang yang dicuri telah menghibahkan atau meqjual barang yang

19

Ibid., h. 63 l

20

(43)

dicuri kepada sang pencuri sebelum diajukan ke pengadilan tetapi hukwn belum diputuskan.21

Tetapi menurut Iman1 Malik dan Imam Syafi'I, kalau orang yang dicuri telah menghibahkan harta curian kepada pencuri sesudah kasus pencurian dilaporkan ke pengadilan, dan tangan pencuri belum di.potong, maka ia wajib terkena had. Pedoman jumhur adalah hadis dari Malik.22 Hadits yang diri wayatkan oleh Imam Malik terse but adalah sebagai berikut :

,,.. 0 ,,; ,,.. ... 0 \ 0 ...

JI 01µ 0l 01µ

J

,,

Alli.¥

J

...

01µ

J:.

N⦅LNLセ@

,,..,,..

JI

セセ@

,,,,

J:.

LセIcj|@

PQセ@

kli

セZQ[I@

kli

j).:,,

Zセ@

LセZQ[I@

セ|ケI@

J.>...'..J1

... ,,. ... ,,.. ,,. ,,.

21

Wahbah az-Zuhaili, Op.Cit., h. 127

22

Al Qurthubi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah a/-Muqtashid, (Beirut, Dar al Kutub

(44)

36

A1iinya:

Dari Malik dari lbn Syihab dari Shafwan bin 'Abd Allah bin Shafwan sesungguhnya ada orang yang berkata kepada Shafwan bin Umayya, bahwa sesungguhnya orang yang tidak hijrah akan celaka. Maka datanglah Shafwan bin Umayyah ke Madinah. la tidur di sebuah masjid dengan berbantal selendangnya. Lalu datanglah pencuri yang mengambil selendangnya. Maka Shafwan pun menangkap pencuri lersebut. la pun datang dengan membawa pencuri itu kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. Bertanya kepada pencuri itu. Apakah Engkau mencuri selendang orang ini ? pencuri tersebut menjawab, Ya. Maka Rasulullah saw. Memerintahkan agar fangan pencuri itu dipotong. Shafwan berkata, "Saya tidak menginginkan ha! ini ya Rasulullah. Barang yang dicuri merupakan shadaqah untuknya". Maka Rasulullah saw. Bersabda, jangan begitu, (permintaanmu bisa dilaksanakan) kalau kamu belum datang kepadaku dengan membawa dia. (Riwayat Malik).

6. Adanya pengakuan bahwa harta yang dicuri adalah m'ilik sang pencuri. Kalau orang yang melakukan pencurian mengaku bahwa sesuatu yang dicuri adalah miliknya sendiri, maka sebagian ulama berpendapat kalau pengakuannya itu dapat mengugurkan potong tangan.24

Kemudian ha! lain yang dapat menghapuskan hukuman pencurian adalah manakala orang yang dicuri memaafkan sang pencuri yang telah mencuri haiianya. Para ulanm telah sepakat bahwa korban pencurian diperbolehkan untuk memaatkan sang pencuri selama kasus pencurian belum

23 Imam Malik bin Anas, Al Muwaththa, (Beirnt, Dar al Kutub al-Ilmiyah, t.th .. ), jilid 2, h.

(45)

dilaporkan kepada Hakim, dikarenakFm ada hadits yang diriwayatkan dari .Amr bin Syua'ib, dari ayahnya.25 Hadits tersebut berbunyi sebagai berikut:

,, ;;.:, ,,. 0 \ ,,

jセI@

oi

U""wl

,., ,,

J.

J;s,

J.

,.,

.0il.Y,

,, ,,.

J"

.Y,f

J'

,,

'°'"

Z[セN@

J.

,,

J;s,

J:.

Artinya:

Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari 'Abdullah bin 'Amr bin al 'Ash, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda. "Maajkanlah hukuman-hukuman had yang ada di antara kalian karena had yang sudah sampai' kepadaku maka wajib

(dilaksanakan) (Riwayat Abu Daud).

C. Hikmah Hukuman Pencurian

200

Orang-orang yang tidak paham dengan agama Islam yang lurus ini, yang datang secara sempuma dan mencakup segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia dan tidak paham terhadap penyakit-penyakit dalan1 Islam, karena adanya penyakit-penyakit inilah kemudian dijadikanlah hukwnan yang bermacam-macam, mereka akan mengatakan, bahwa hukwnan bagi pencuri akan menyebabkan mudharat bagi manusia dan tidak ada ma:ihlahatnya sama sekali bagi masyarakat. Perkataan seperti ini perlu dibantah clan ditolak, karena itu mernpakan sikap skeptis yang tidak berguna. 27

25

Al Qurthubi, Op. Cit., h. 187

26 Sulaiman ibn al-'Ats, Sunan Abi Daud, (t.t., Dar al-Hadits al-Qahirah, 1998),juz 4, h. 131

27

(46)

38

Sebelum penulis menyebutkan beberapa hikmah dalam hukuman pencurian lebih lanjut, alangkah baiknya kalau penulis, menerangkan terlebih dahulu arti "hikmah" itu sendiri.

Ada beberapa macan1 pendapat tentang definisi "hikmah". Arti "hikmah" menurut Ibn Sina, sebagaimana yang telal1 diungkapkan oleh Dr. H. Fathurralunan Djamil, MA. Dalam bukunya adalah sebagai berikut :

Artinya:

"Hikmah adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan

segala urusan dan membenarkan segala hakukat baik yang bersifat teori maupun

praktik menurut kadar kemampuan manusia"

Rumusan di atas mengisyaratkan bahwa "hikmah" sebagai paradigma keilmuan mempunyai tiga unsur utama, yaitu :

I. masalah 2. fakta dan data

3. analisis ilmuan sesuai teori.

"Hikmah" dipahami sebagai "pahan1 yang mendalam tentang agama" .29

Ada beberapa alasan mengapa pencurian itu dilarang. Diantaranya adalah sebagai berikut :

28

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999), cet.ke 3,

(47)

I) orang akan bcke1ja kcras untuk be11ahan hidup dengan mencari rizki selama hidupnya. Ada yang membajak tanah dan menanatl1inya dengan tanam-tanainan atau buah-buahan, sehingga kalau musim pan:as tiba, tubulmya akan bercucuran keringat te11impa sengatan sinar matahari, dan kalau musim hujan, ia harus kedinginan dan kebasahan. Ada yang berdagang, yang hari ini beruntung, hari lain rngi dan di waktu yang lain harus kehilangan modalnya, dan ada yang mcnjadi pelayan pemerintah atau yang lain, yang mana ia senantiasa mendapat rasa capai dan kehinaan. karena kekuasaa11 pjabat. Da.t1 masih ba11yak lagi pekerjaa11-pekerjaan lain yang dapat berguna bagi ma.trnsia, yang dapat di usahakan.

2) Harta yang diperoleh manusia denga.t1 bekerja keras merupaka11 perbela11jaan yang bisa diperguinakan untuk mendapatkan maka11an pokok guna menyambung hidup, bisa dipergunaka11 untuk mendapatka11 pakaia11 guna menjaga badan, dan bisa juga dipergtmaka11 untuk menolong fakir miskin, a11ak jala11an, a11ak-anak yatim da.t1 orang-orang sakit. Banyak sekali pekerjaan schingga tidak dapat dihitung jumlahnya, yang mana tentunya adalah untuk mempertahankan hidup.

(48)

40

3) Pencuri terkadang mencuri dengan cara merampas/merampok, dengan menyerang orang-orang yang sedang berada di rumah-rumah sehingga ia menggelisahkan dan mcngganggu istirahat mereka. Dan bahkan dalam keadaan tertentu , ada yang san1pai berani menumpallkan darah, sehingga nyawa-nyawa mclayang. Maka anak-anak pun menjadi yatim dan pcrcmpuan-perempuan menjadi janda.

4) Seorang peneuri apabila terbiasa mencuri, nafsunya akan ccndcrung malas dan mcnganggur dari peke1jaan-pekcrjaan, yang pada akhirnya, terjadilah siksa dan bcncana bagi alan1 semesta, lalu manusia akan saling memangsa satu sama lain demi mendapatkan keperluan-keperluan hidup yang mereka butuhkan. 30

Dari sini dapat dikctahui bahwa mencuri adalah bagian yang merusak, yang tcrdapat dalam diri umat manusia yang harus dihilangkan kejahatannya.31 Telah dikctahui bcrsama bahwa seorang pcncuri yang melakukan pencurian pcrtama kali dengan ketentuan tcrtentu akan dipotong tangan kanannya. Pencurian yang kedua, akan dipotong kaki kirinya. Pencurian yang ke tiga akan dipotong tangan kirinya. Scdangkan pcncurian yang ke empat akan dipotong tangan kirinya, sebagaimana pendapat sebagian ulama, yang diantaranya disampaikan oleh ulama Syafi'iyah.

30 Ibid.,

h. 200-20 I

31 Ibid.,

(49)

Hikmah dipotongnya anggota-anggota badan tersebut adalah, karena tidak diragukan lagi bahwa, seorang pencuri akan menggunakan tangan dan kakinya untuk mencuri. Dcngan tangan dan kakinya inilah ia akan mengambil, membawa dan melangkah pergi. Tangannya akan mengambil barang curian, lain akan dipindah dengan kakinya. Oleh karena itulah, tangan dan kaki yang hams dipotong.

Adapun tujuan pemotongan secara menyilang adalah supaya kemanfaatan anggota badan tidak hilang total. 32

Dalam hal hukuman pada tindak pidana yang berupa pengambilan harta, hukuman pencurian memang sangat berat bila dibandingkan dengan hukuman yang lain. Hikmah diberatkannya hukuman pencurian dibandingkan dengan yang lain, yang bcrkaitan <icngan tindak pidana berupa pengan1bilan harta adalal1 sebagaimana kcterangan yang tcrdapat dalam Syarh Muslim li an-Nawawi.

Di dalam Syarh Afuslim Ii an-Nawawi ini Imam Qadhi 'Iyadh Radhiallah 'Anhu, (yang mana pendapat ini dinukil oleh Sayyid Sabiq), mengatakan bahwa , Allah menjaga harta benda dengan dibolehkannya potong tangan bagi pencuri dalrun kasus pencurian, tidak bagi kasus selain pencurian, seperti penjambretan, pencopetan atau pcnggosopan, karena kasus-kasus seperti ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan kasus pencurian. Dan juga karena ォᄋセウ。ォウゥ。ョ@ mudah untuk diperoleh. Berbeda dengan dengan pencurian. Kalan pencurian, maka jarang

32

(50)

485

42

sekali kesaksian bisa diperoleh. Oleh karena itu, hukuman pun berat, supaya lebih mencegah terhadap tmjadinya pencurian. 33

33

(51)

YANG MENGEMBALIKAN BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN

A. Mazhab Hanafi

Scbagaimana dikctahui di dalam bab scbclumnya bahwasanya hukuman bagi scorang pcncuri yang tcrbukti mclakukan pcncurian adalah potong tangan. Dalam bahasan ini pcnulis mcncoba mcnguraikan bagaimana pendapat Iman1 Abu Hanifah j ika scorang pencuri itn mcngembalikan banmg cnriannya, dalam keadaan hal-hal scbagai bcrikut :

a. Pcncuri mcngcmbalikan barang curian sebelum diketahui pemilik1

Imam Abu Hru1ifah bcrpcndapat, kalau pcncuri mengembalikan barang curiannya scbclum dikctahui olch pcmilik, maka tidak dikenai potong tangan. Akan lclapi , apabila sruig pencuri sudah diketahui oleh pemiliknya maka pcncuri terscbut tidak terbcbas dari hukuman potong tangan. Imam Abu Hruiifah beralasrui bahwasanya pemmsuhrui menjadi syarat jelasnya pcncurian yang mcnctapkan untuk di potong, maka apabila pencuri mengcmbalikru1 barang curian sebelum diketahui pemilik maka batal lah

1

'Abd al-Qadir 'Audah, At-Tasyri' al Jina'/ al lslami Muqaran bi al Qanun al-Wadh'I,

(52)

44

permusuhan. Bcrbcda dcngan sctelah diketahui, karena sesungguhnya syarat adanya pemmsuhan, bukan tctapnya suatu permusuhan.2

b. Pencuri mengembalikan barang curian sebelum hakim memutuskan atau sebelum diajukan kc sidang.3

Ulanm-ulama Hanafiyah berpendapat, jika seorang pencuri mengembalikan barang curian scbclum diajukan ke sidang atau scbelum hakim memutuskan, maka tcrhapus hukuman potong tangan. Dan juga jika mengcmbalikannya sctclah di proses hukmn nanmn belum diputuskan, terhapus j uga hukuman po tong tangan , sebagaimana yang diutarakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad.

Kcmudian bagi µcncuri yimg tidak mcngembalikan barang curian kepada pcmiliknya, pcncuri tcrscbut tctap dikcnai hukuman hadd

Adapun mcngcnai dhaman (tanggungan/ ganti rugi), Imam Abu Hanifuh dan para sahabatnya bcrpcndapat bahwasanya antara ganti rugi dan potong tangan tidak dapat digabungkan. Olch karena itu, apabila seorang pencuri telah dipotong tangannya, maka ia tidak dikcnakan ganti rugi walaupun harta yang dicuri tclah rusak scsudah pcmotongan tangan. Hujja11 mereka adalah karcna nash Al-Qur'an hanya mcnycbutkan potong tangan saja.4

2 Ibid.

3 Ibid.

4

Ahmad al-Hashari, As-Siyasah al-Jinaiyah, al Hudud wa al Asyribah Fi al Fiqh al Jslami,

(53)

Artinya:

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dart Allah. .. "(Al-Maidah/5 : 38).

Kemudian berdasarkan Hadits Nabi Saw :

0,.. ,.. J ,.. J

r

セ@

t

0).:_J1

セ@ セ@

1.s1

:4:!

IJJ tJJ •

セN[@

セ@

QZセG@

J):J1

,.. ,.. ,.. ,.. ,.. ,,. ,.. ,.. ,.. ,..

Artinya:

Dari Abdurraman bin 'Auf RA, sesungguhnya Nabi SAW bersabda :"Tidak memiliki tanggungan bagi pencuri sesudah dipotong tangannya''. Dalam riwayat lain :"Tidak memiliki tanggungan bagi pencuri yang telah dipotong tangan kanannya". Dan dalam riwayat lain:''Apabila telah dipotong tangan seorang pencuri, maka ia tidak memiliki tanggungan ".

Hujjah yang lain adalah bahwa sesuatu yang ditanggung menurut mereka dapat dimiliki dari semenjak waktu pengambilan harta ketika ganti rugi dilaksanakan. Maka, kalau seorang pencuri dikenai ganti rugi terhadap barang yang dicuri, seakan-akan ia telah memiliki barang curian tersebut dari semenjak

(54)

46

waktu pcngambilannya dan seakan-akan ia tclah mengambil miliknya sendiri. Olch karcna itu, kalau ia dikcnai hukuman potong tangan dan ganti rugi, maka sama halnya ia dipotong tangannya karcna mengan1bil harta miliknya sendiri, sementara potong timgan tidak wajib dilaksanakan kecuali karena adamya pengan1bilan harta orang lain. 6

B. Mazhab Maliki

Imam Malik di dalam kitab Muwaththo-nya berpcndapat mengenai seseorang yang mencuri harta yang mewajibkan pemotongan tangan, lalu harta curian itu ditcmukan bcrsama pencurinya, kemudian harta itu dikembalikan kepada pemiliknya

0 _.. J ,,.

t.

Q\.l:,:.\

:Uj

,

, 0 ,

}J , : \,., ; { , • 0 <"'

ッNNNャ・イセ@

6 'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 618

ljQセRjj[j@

,

,

.

(

,,

'• |セ|@
(55)

Imam Malik berkata : sesungguhnya pencuri itu dipotong tangannya. Kalau ada orang mcnanyakan :"kenapa dia dipotong tangannya, padahaJ barang itu sudah dian1bil daiipadanya dilll dikembalikilll kepada pemiliknya?", kita bisa katakan kcpadanya, bukailkah dia Sill11a dengilll peminum yilllg padilllya ditcmukan bau minumilll yai1g mcmabukkan, padahaJ dia tidak mabuk karcna minuman tersebut ? Dia tetap saja dihukum caJ11buk Alasan mengapa hukumilll caJ11buk dikenakilll kepada sescorilllg yilllg minum-minumilll keras meskipun minum-minumilll itu tidak membuatnya mabuk, adalah karena dia meminumnya supaya dia menjadi mabuk. Begitu juga dalill11 pencurian. Tangilll pencuri dipotong , karena dia mencuri barilllg, walaupun barilllg itu sudah dill11bil kembali darinya sebelum dia sempat menggunakannya clan diserahkilll lagi kepada pemiliknya. Dia lakukilll pencuriilll itu pada saat mcncuri, hilllyalah bertujuai1 he:ndak membawa pergi barilllg yang dicuri tersebut.

Kemudiilll mengenai seorilllg pencuri yilllg mc:ncuri suatu barill1g , apabila dikembalibn barilllg tersebut ketika dalill11 proses pengadililll atau ketika sudah disera11kill1 kepada hakim, maka Imam Malik berpendapat

7

(56)

48

bahwasanya pencuri tersebut tetap dikenai hadd (hukuman potong tangan)8. Beliau berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab dari Shafwan bin Abdu 'I-Lah bin Shafwan bin Umayyah, bahwasanya dikatakan sebagai berikut :

Artinya:

"Sesungguhnya orang yang tidak hijrah akan hancur. Maka datanglah Shafaan bin Umayyah ke Madinah. Latu Ia tidur di sebuah masjid dengan berbantal mantelnya. Latu datanglah pencuri yang mengambil mantelnya itu. Maka Shafaan pun menangkap pencuri terse but. Ia pun membawa pencuri itu kepada Rasulullah.

Maka Rasulullah saw. Memerintahkan agar tangan pencuri itu dipotong. Shafaan berkata, "Saya tidak menginginkan ha! ini ya Rasulullah. Barang yang dicuri merupakan shadaqah untuknya". Maka Rasulullah saw. Bersabda, jangan begitu, (permintaanmu bisa dilaksanakan) kalau kamu belum datang kepadaku dengan membawa dia."

8 Ahmad bin Rusyd al Qurthubi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid, (Semarang,

Maktabah Usaha Bersama, t.th.), juz 2, h.339-340

9 Imam Malik bin Anas, Al-Muwaththa, (Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, t.th.), Jilid 2, h.

(57)

Kemudian mengenai Dhanm1an atau ganti rugi Imam Malik berpendapat, apabila pencuri telall dipotong tangan maka tidak perlu dikenakan ganti rugi10, sebagaimana hadits Nabi Saw

1

\t.>WI

.1JJ) ..

Ll1

セ@

セH@ ャセャ@ jスセji@

,.. ,.. ,.. ,,,

Artinya:

Dari Abd Rahman bin Auf, bahwa Rasululloh Saw bersabda :"Jika telah didirikan! dikenakan sanksi had bagi seorang pencuri, maka tidak perlu mengganti rugi atas pencuri tersebut." (Riwayat An-Nasa i)

Adapun Ulama Malikiall dalam ha! ganti rugi/ tanggungan, berpendapat, apabila seorang pencuri berada dalam kelapangan/ kemudallan ketika potong tangan akan dilaksanakan, maka ia wajib dikenai potong tangan dan ganti rugi untuk memberatkannya. Tetapi apabila ia berada dalam kesempitan, maka ia tidak dikenai ganti rugi, melainkan hanya wajib dikenai potong tangan saja. Ganti rugi dengan sendirinya akan gugur karena untuk meringankan, disebabkan adanya udzur berupa kefakiran dan adanya berbagai kebutuhan.12

10 'Abd Al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 620

11 Jala!udin As Suyuthi, Syarah Sunan An-Nasa I, (Beirnt, Dar al Fikr, 1995), h. 97

12 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al ls/ami wa Adi/latuh, (Suriah, Dar al-Fikr, 1989), Juz 6,

(58)

50

C. Mazhab Syafi'i

Imam Syafi'l bcrpcndapat bahwasanya sctiap Pencuri yang telah terbukti mencuri suatu barang dan telah mencapai nishab malca harus dipotong tangan. Dan bila harta yang di curi itu masih ada di tangan pencuri, maka ia hams mengembalikannya. Scdang bila harta tcrsebut sudah tidak ada, maka penggantian kerngian hams menjadi tanggungannya.13

Kcmudian bila scorang pencuri itu mcngcmbalikan barang curian scbclum dikctahui pcmiliknya, maka pcncuri tcrscbut tctap di kenai hadd

(potong tangan) 14

Kcmudian mc:ngenai scseorang pcncuri yang mencuri barang, di mana scharusnya ia dikcnai hukuman potong tangan, la

Referensi

Dokumen terkait