ABSTRAK
PENGARUH TORSI DAN ANIL-QUENCH TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG (SCC) BAUT AISI 304SS DALAM LINGKUNGAN MgCl2 CAIR
PADA TEMPERATUR 150°C Oleh
YOAN SAPUTRA
Pengaruh torsi dan anil-quench terhadap korosi retak tegang baut AISI 304SS dalam lingkungan yang menggandung MgCl2 pada temperature 150 °C dengan variasi waktu rendaman 3 hari, 5 hari, dan 7 hari dan variasi beban torsi 0 Nm, 20 Nm, 40 Nm, dan 60 Nm telah di teliti. Karateristik dan morfologi retakan spesimen dengan/tanpa pembebanan torsi di analisis menggunakan microskop optic (OM), scanning electron mikroskop (SEM) / energi disperse spektroskop (EDS), dan X-ray difraksi (XRD)
Kekasaran permukaan dan cacat pori yang terbentuk selma pemberian torsi pada tepi baut menjadi pemicu retak awal dan perambatanya selama pencelupan ke dalam larutan magnesium klorida yang mendidih. Berdasarkan gambar steruktur mikro dan topologi patahan spesimen baut, retak transgranular dan intergranular terbentuk pada awalnya berasal dari tepi kepala baut dan akhirnya merambat ke arah transversal (radial). Sedangkan untuk sampel yang mengalami anil-quench di atas suhu sensitisasi yaitu pada suhu 1050 °C tidak teramati adanya retakkan pada baut, anil-quench mampu mencegah SCC pada spesimen sehingga kromium kabrida akan larut kedalam butiran dan tidak sempat terjadi presiptasi.
Hasil analisa EDS menunjukan oksigen dan klorida terdeteksi pada permukaan daerah patahan sebagai produk korosi. Lapisan pritektif dari oksida krom terbentuk pada kepala baut dirusak oleh klorida yang berdifusi kedalam melalui lapisan oksigen krom dan konsekuwensinya ion-ion besi dan nikel berdifusi keluar untuk membentuk oksida besi dan oksida nikel.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF TORQUE AND ANIL-QUENCH TO STRESS CORROSION CRACKING (SCC) OF AISI 304SS BOLT IN MgCl2 ENVIRONMENT LIQUID IN
TEMPERATURE 150 ° C By
Yoan Saputra
The influence of torque and anil-quench to stress corrosion cracking of AISI 304SS bolt in environments containing MgCl2 in temperature 150 ° C with variation of the immersion time 3 days, 5 days, and 7 days and the variation of the load torque of 0 Nm, 20 Nm, 40 Nm, and 60 Nm has been examined. Characteristics and morphology of the specimen cracks with/without load torque in the analysis using optical microscope (OM), scanning electron microscopy (SEM) / energy dispersion spectroscope (EDS), and X-ray diffraction (XRD).
Pore surface roughness and defects formed during the administration of bolt torque on the edge of the trigger crack initiation and propagation during immersion into boiling magnesium chloride solution. Based on the images of micro structure and topology bolt fracture specimens, the cracks of transgranular and intragranular formed was originally derived from the edge of the bolt head and eventually spread to the direction transverse (radial). As for the annealed sample experiencing above-quench sensitization temperature is at a temperature of 1050 ° C was not observed any cracks on the bolt, annealing-quench capable of preventing SCC of the specimen so that the chromium kabrida will dissolve into the grain and could not happen precipitation.
EDS analysis results show oxygen and chloride was detected on the surface area of the fracture as corrosion products. Protective layer of chromium oxide is formed on the bolt head marred by chloride that diffuses into the through layers of chrome and consequently oxygen ions diffuse out of iron and nickel to form iron oxide and nickel oxide.
PENGARUH TORSI DAN
ANIL-QUENCH
TERHADAP
KOROSI RETAK TEGANG (SCC) BAUT AISI 304SS DALAM
LINGKUNGAN MgCl
2CAIR PADA TEMPERATUR 150 °C
Oleh
YOAN SAPUTRA 0815021044
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
Jud*l
SkripsiI
Nama Mahasiswa
.1 ..
Nomor Pokok'Mahasiswa '.
: |.
:: ,.Junrsan : Fakultas
': PBNGARUH TORSI nAN
AI{IL'IUENCH
,,,':.lr .:,,,,,' I , ,
. i:. .. .TERITAI}AP KOruTST RETAK,TEGANG
. ,l
,.' :: ]. l
,,
',,LrNGr{lNGAN,MgClzeNRreua,
,
,:
,
TEUPEeArtIRISooC,,,,
' ' ,i
' .
,,,,.,
,,
.,':':' ',1 ,
', ,t$,ry;
Ssr;q1ry,'
'"it:itiiii:i,n
::.:ilia:i:!.:i+l:.
i;i'i]ili'*
:,0815021844.,,,
; Tefuik h&sin
:.ll:: r, -'.'-, I
rlrrir rr r. r..rl. r: lfr ,r !a
r
I0KlllK
ffi
IVIENYETUJUI
i.
K*misi
Pernbimbingffi
M.
U
in,
Ph.DNIP.
1 q730402200003i0ti2
NrrP" 1972121 1 19980310032, Ketua .Iurusan Teknik Mesin
Dr.
Eng Shirley
Savetlaxra,S'T',
M-iVIet NIP. 197 4A702i 999 t 02CI0 1Zulhanif,
Sf, M.f
ii :':
'!: ,
,;lr ''
,,.-: tl
,,,,; l'' ].:rl,':i. ]il']
1. Tim Penguji
Ketua Penlgqji
] .' ,,:
;
Zulhanif
S.T., lvf,.T.:
Harnowo Supriadi
S.T",M"T
r'a 'r
:,t:
2.
Ilekan
Fakultas Teknik Universitas LampuilgFrof, Dr.
Suharno, lVLSc,, Fh"Q.NrP. l s6207 r7 i 98703 1002
ff
Desennber
2Ql4
PERI\IYATAAN
PEI\IULIS
SKRIPSI
MiI
DIBUAT SENI}IRI OLEH PEI\ruLIS DATI BUKAN HASILPLAGIAT SEBAGAIMANA
I'IATT'R DALAM
PASAL 27 PERATURANAKADEMIK UNTVERSITAS LAMPUNG DENGATT ST]RAT KEPUTUS$I
REIff
OR NO.3 1 87/II2 6 EP NOfiYAI\IG MEMBUAT PER}TYATAA}I
YOAILSAPUTB$
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal
15 oktober 1990, anak kedua dari dua bersaudara dari
pasangan suami istri wintolo dan legiyah.
Pendidikan penulis diawali dari TK PERTIWI Desa
Sidorejo Kab. Lampung Tengah (1994-1996)
kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar SD N 1
Sidorejo Kab. Lampung tengah (1996-2002) kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama SMP N 1
Bangun Rejo Kab. Lampung Tengah (2002-2005) dan
Sekolah Menengah Kejuruan SMK N 1 Gading Rejo
Kab. Pringsewu (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Pada tahun 2012 penulis melakukan kerja praktik di PT. Perkebunan Nusantara
(Persero) Unit Usaha Rejo Sari Lampung dengan judul “ Analisa Keausan Pipa
Water Tube ASTM A 53 Pada Furnace di Pt. Perkebunan Nusantara (Persero) Unit
Usaha Rejo Sari Lampung Selatan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam
bebarapa lembaga kemahasiswaan: Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin
(HIMATEM) penulis menjabat sebagai Sekertaris Bidang Organisisi Dan
Kepemimpinan pada tahun 2009-2010 dan di angkat sebagai Kepala Bidang
Advokasi pada tahun 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif di lembaga
menjabat sebagai Kepala Sub Urusan Pengamanan (KSUPAM) dan juga merangkap
jabatan sebagai anggota PROVOST Satuan 201 UNILA.
Diakhir masa pendidikan penulis mengambil konsentrasi pilihan pada bidang material
dan melakukan penelitian dengan judul PENGARUH TORSI DAN ANIL-QUENCH
TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG (SCC) BAUT AISI 304SS DALAM
LINGKUNGAN MgCl2 CAIR PADA TEMPERATUR 150°C dibawah bimbingan
bapak M. Badarudin, Ph.D sebagai pembimbing utama dan bapak Zulhanif,
Karya kecil ini terkhusus saya persembahakan
untuk yang kucintai……
Ibu , ini hasil tetesan air mata dan do’amu
setiap malam……
Ayah, ini hasil keringat kerja keras siang malam
selama ini……
Kakaku Agus Tina Sandra dan si mungil
Ridho Bimantoro dan Ditya Permadi
Kesederhanaan kita pasti mendapatkan
kesuksesan kelak……
YiYi terima kasih atas do’a,
MOTO
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang mengajarkan (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
ya g tidak diketahui ya,
(Al-Alaq, 1-5)
Te pat di a a setiap ora g e yerah da kalah, aka disitu
saya harus e a g
(Iswadi pratama)
You learn stand by standing, you learn walk by walking
(Robert Wilson)
Happi ess is seei g your other s ile
a d proud of you
Tetap erdiri, terus per aya, erusaha, erharap lalu erdoa.
Karna jawaban berada bukan pada tempat tujuan, tetapi dalam
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat ALLAH SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-NYA penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Torsi dan Anil-Quench
Terhadap Korosi Retak Tegang (SCC) Baut Aisi 304SS Dalam Lingkungan
MgCl2 Cair Pada Temperatur 150°c. Shalawat serta salam penulis panjatkan
kepada junjungan Nabi besar, Muhammad SAW yang telah membuka jalan serta
membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga sampailah kita pada zaman yang
terang benderang pada saat sekarang ini.
Terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari banyaknya dukungan
dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Allah swt
2. Kedua orang tua saya bapak Wintolo dan ibu Legiyah dan kakaku tercinta
Agus Tina Sandra tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, sabar
menunggu dan mendoakan atas harapan akan kesuksesan penulis hingga dapat
menyelesaikan studi S-1 Di Universitas Lampung.
3. Bapak Muhamad Badarudin, Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan, pengetahuan, saran serta motivasi selama proses
penyelesaian sekripsi ini.
4. Bapak Zulhanif, S.T.,M.T. Selaku Dosen Pendamping Utama yang telah
memberikan bimbingan, pengetahuan, saran serta motivasi selama proses
penyelesaian sekripsi ini.
5. Bapak Harnowo Supriadi, S.T., M.T. selaku dosen pembahas yang telah
memberikan masukan demi menyempurnakan laporan sekeripsi ini.
6. Ibu Dr,Eng. Shierly Savetlana,ST.,M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung.
7. Ibu Novri Tanti, S.T.M.T sebagai koordinator Tugas Akhir
8. Bapak Dr. Ir. Yanuar Burhanudin, M.T. selaku pembimbing akademik yang
telah memberi saran-saran yang berharga.
9. Bapak Jorfri B. Sinaga, M.T. Bapak Dr. Jamitul Akmal, Bapak Dr. Amrul,
Bapak Harmen Burhandudin, M.T. Bapak Su’udi , M.T. dan seluruh dosen
Teknik Mesin terimakasih atas ilmu yang sudah diberikan selama penulis
melaksanakan studi.
10.Kiay Marta, Mas Dadang, Mas Nanang, Mas Wanto, Mas Joko, Mas Agus
penulis dalam meyelesaikan studi di jurusan Teknik Mesin Universtas
Lampung .
11.Teman Seperjuangan Skripsi Arya Finexa,S.T., M. Ihsan Yusuf S.T.
Al-Furqan S.T, Andi Winarto, S.T.
12.Rekan seperjuangan ; Hendra Prawira S.T, Yelly Shinta Laras Utami, S.Pd
Roy Ronal Manik S.T, Yudi Nurhidayanto A.md, Bicar Sahat Nauli S.T,
Ridwan Mazda Riski S.E, Putu Darma Wijaya S.T, Iwan Priatama S.T, Yusuf
Abdulah S.T, Jaya Sukmana,S.T, Refdi Syaputra S.T, Dwi Supratmanto S.T,
Maulana Yusuf S.T, Sohadi S.T, M. Apriliansyah S.T, Amar Ma’ruf S.T, Aan
Hendri Dunan S.T,, Anton Indra Wijaya S.T, Fiktor Syaputra G, S.T, Dani
Saputra T, S.E, yang telah membantu dan memberikan dukungannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
13.Teman-teman Teknik mesin angkatan 2008 Semoga persaudaraan kita tetap
terjaga dengan slogan “Solidarity Forever”
14.Adik-Adik tingkat angkatan 2010 Yulian, Ramli, Cikal, Nanda Yay Rusdiana
terimakasih atas dukungan kalian
15.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Unila (HIMATEM)
SOLIDARITY FOREVER....
16.Sepecial thanks to Tri Wahyuni, Amd. Keb. yang tak henti-hentinya
mendoakan dan memberi motivasi untuk saya dalam menyelesaikan studi di
Universitas Lampung.
17.Keluarga besar baret Unggu Resimen Mahasiswa ankatan XXX : Wira
Hdinata S.P, Ari Widayat S.Pd, Riki Fernando S.Pd, Rahmat Hidayat S.Pd,
Febriyeti S.Pd, Ferni Eliza S.Pd, dan seluruh keluarha besar Resimen
Mahasiswa Radin Intan Lampung
18.semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih penulis
ucapkan atas bantuan yang diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
sangat terbuka terhadap saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan
sekripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis pribadi dan umumnya bagi
semua yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandar Lampung, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
C. Batasan Masalah ... 2
D. Sistematika Penulisan ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar ... 4
B. Sensitisasi ………... 7
C. Korosi Retak Tegang ( Stress Corrosion Crackiing ) ………… 9
D. Mekanisme Peretakan SCC ………11
E. Morfologi Retak ……… 14
F. Waktu Hingga Peretakan ……….. 14
G. Meode Pencegahan Korosi ………... 15
H. Momen Gaya (Torsi) ……… 19
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat ……….... 21
B. Bahan Dan Alat ………. 21
C. Prosedur Penelitian ……… 22
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Foto Makro Setelah Uji Korosi ………. 29
B. Hasil Pengujian SEM/EDS ………. 31
C. Hasil Pengujian XRD ( X-ray Difractometer )……… 36
D. Hasil Pengujian Foto Mikro Setelah Uji Korosi ………. 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 41
B. Saran ... 42
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia baut AISI 304SS ………..………… 23
2. Sifat mekanik baut AISI 304SS ………..……. 23
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Proses terjadinya sensitisasi ……… . 8
2. Keterkaitan tiga kondisi yang menyebabkan SCC ……….. 10
3. Ilustrasi bentuk retakan intragranular dan transgranular……….. 11
4. (a) Intragranular SCC pada baja karbon………... 14
(b) Transgranular pada kuningan ………. 14
5. Representasi antara waktu korosi retak tegang dan displesmen ……….. 15
6. Sebuah batang dikenai gaya sebesar yang tegak lurus terhadap batang dan berjarak sejauh r terhadap titik tumpu O.batang tersebut memiliki momen gaya τ = r × F……….………..…………... 20
7. Arah momen gaya menuruti aturan putaran tangan kanan ……….. 20
8. Prosedur penelitian ……….. 22
9. Mesin furnace ……….. 24
10.(a) adjuttable torque ……… 24
(b) proses pemberian torsi ………... 24
11.Alat ultrasonic cleaner ……… 25
12.(a) Kristal MgCl2 ………. 25
13.Prosedur perendaman spesimen ………... 26
14.Aparatus alat uji korosi retak tegang ASTM G-36 ………. 27
15.Spesimen baut M15 AISI 304SS
(a) sebelum diuji korosi ……….. .29
(b) setelah di uji korosi selama 7 hari dalam lingkungan MgCl2 pada
temperature 150 °C ……… 29
16.SEM pada spesimen dalam waktu pengujian korosi selama 7 hari
dengan beban torsi 40Nm ……….. .32
17.SEM pada spesimen dalam waktu pengujian korosi selama 7 hari
dengan beban torsi 40Nm ………... 32
18.EDS pada spesimen dalam waktu pengujian korosi selama 7 hari
dengan beban torsi 40Nm ………...……... 34
19.XRD patterns penampang atas kepala baut yang diuji korosi selama
5 hari dengan beban torsi 60 Nm………..……… 36
20.Retak transgranular bercabang pada sampel spesimen yang diuji
korosi selama 7 hari dengan baban torsi 20 Nm ………..……… 37
21.Retak intragranular pada sampel spesimen yang diuji korosi
selama 7 hari dan di berikan beban torsi 60 Nm ………. 38
22.Hasil uji foto mikro spesimen yang di berikan beban torsi 40 Nm
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri
mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan penggunaannya. Baut umumnya selalu digunakan pada kondisi
kerja yang berbeda, pemilihan material baut juga berbeda, bahan umum baut
saat ini terbuat dari baja karbon dan bahan stainless steel.
Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri sebagai salah
satu material penunjang sangat besar peranannya, akan tetapi dalam kehidupan
sehari-hari banyak faktor yang menyebabkan daya guna logam ini menurun.
Salah satu penyebab hal tersebut adalah korosi. Bahan logam dari baja karbon
paling banyak digunakan pada sektor industri. Sifat bahan dan mekaniknya
dapat diperbaiki melalui perlakuan panas yang berbeda atau dengan
menambahkan elemen-elemen lainnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pada umumnya, baja karbon mudah mengalami degradasi karena serangan
korosi atmosfer, jika ketahanan korosinya tidak ditingkatkan maka dalam
waktu singkat ketahanan korosinnya akan lebih serius, hingga kerusakan yang
mempengaruhi sifat mekanik bahan. Korosi merupakan penurunan kekuatan
2
Adapun proses korosi yang terjadi disamping disebabkan oleh reaksi kimia
juga diakibatkan oleh oleh proses elektrokimia. Disini yang dimaksud dengan
lingkungan di sekitarnya yaitu dapat berupa asam, udara, embun, air tawar, air
laut, air danau, air sungai dan air tanah [Chamberlain, 1991].
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari peaksanaan penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh variasi beban torsi pada baut stainless steel AISI 304
terhadap korosi retak tegang dan anil-quench dalam lingkungan MgCl2
pada temperatur 150° C
2. Mengetahui mekanisme kegagalan baut 304SS dalam lingkungan klorida
MgCl2 yang dicairkan dalam suhu 150° C
C.Batasan Masalah
1. Bahan yang digunakan adalah baut M15 terbuat dari AISI 304SS dan
diberi beban torsi sebesar 0, 20 , 40, 60 Nm.
2. Proses anil-quench dilakukan 1 tahapan yaitu spesimen dipanaskan hingga
1050° C selama 5 jam kemudian di-quench.
3. Larutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCl2 yang
dipanaskan pada suhu sekitar 150° C
3
D.Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :
I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah yang akan diambil dengan jelas,
tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan tugas akhir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab tinjauan pustaka ini berisikan tentang dasar teori mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan penelitian ini.
III. METODE PENELITAN
Bab ini berisikan alur penelitian, persiapan bahan, pembuatan spesimen,
alat-alat pendukung pengujian dan pengujian korosi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan hasil dan data dari penelitian yang telah dilakukan, serta
pembahasan dari hasil-hasil penelitian.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang
ingin disampaikan dari pembahasan pengujian dan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan referensi yang digunakan dalam penelitian.
LAMPIRAN
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Dasar
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan
lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang
merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan
lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah
kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineral. Contohnya, bijih
mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau
besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang
digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja
tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi
(kembali menjadi senyawa besi oksida) [Trerhwey dan chamberlain, 1998]
Korosi dari semua permukaan logam yang di dalam air dan di bawah tanah
adalah pada dasarnya satu gejala elektrokimia, di mana perbedaan
bagian-bagian dari struktur yang mengalami korosi bertindak sebagai elektroda,
sedangkan yang yang membuat terjadinya korosi adalah air yang bertindak
sebagai elektrolit. Perbedaan potensial antara dua bagian-bagian dari struktur
logam yang dibawah tanah dalam kaitan dengan bermacam-macam
5
kelembaban, dll. Perbedaan potensial antara perbedaan bagian dari struktur
yang ada mengalirkan arus galvanik antara bagiannya. Pada intinya di mana
arus galvanik ini mengalir, ion logam bereaksi dan mendapatkan
penghancuran ke dalam elektrolit, hal ini menimbulkan kebocoran logam.
Jika suatu logam dipajang (diexpose) ke lingkungannya maka akan terjadi
interaksi. Berdasarkan teori-teori yang ada, yang dipaparkan dalam teori
korosi logam, mekanisme interaksi akan melibatkan pertukaran ion antara
permukaan logam dengan lingkungannya. Karakteristik pertukaran ion sangat
dipacu antara lain oleh adanya perbedaan potensial diantara keduanya. Hasil
dari adanya pertukaran ion terhadap logam yang dipajang adalah timbulnya
kerusakan pada logam serta terbentuknya produk korosi. Produk korosi yang
rapat dan tidak berpori (yang lazim disebut patina) bersifat melindungi logam
karena dapat memutus pertukaran ion.
Jadi konsep yang sangat mendasar dalam rangka melindungi logam adalah
mengupayakan agar tidak terjadi pertukaran ion antara logam dengan
lingkungannya. Kalaupun tidak bisa memutus sama sekali pertukaran ion
tersebut, diupayakan agar pertukaran ion berlangsung dengan laju yang relatif
rendah. Berdasarkan kriteria ini maka munculah pengertian pengendalian;
artinya pertukaran ion yang terjadi, dikendalikan lajunya agar tidak
berlangsung terlalu cepat. Pertukaran ion antara logam dan lingkungannya,
berdasarkan teori korosi lazim disebut arus korosi. Besar kecilnya arus korosi
6
Tercatat beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian menyangkut
korosi retak tegang, diantaranya ; Badaruddin [2005], korosi intergraular
terjadi pada baja karbon rendah dalam lingkungan air laut, terjadi pada
pembebanan 70% diatas tegangan luluh bahan. James D. fritz, dkk, [2000]
melakukan penelitian terhadap baja paduan 6% Mo (UNS NO8367), pada
lingkungan air laut pada temperatur yang berbeda dengan spesimen uji
U-bend. Dimana hasil pengujian yang didapat menunjukkan bahwa pada
temperatur diatas 1200°C, SCC terjadi hanya bergantung dari kandungan
khloridanya. Kritzel, [2001] melakukan penelitian pada stainless steel fasa
austenit. Kesimpulan yang dihasilkan menunjukkan bahwa ketahanan
material terhadap korosi retak tegang yang terjadi sangat signifikan tehadap
beban yang diberikan, dimana waktu proses pencelupan pada larutan 42%
MgCl pada temperatur 150 °C, dapat memperpanjang umur korosi retak
tegang dari 33 jam menjadi 1000 jam pada pembebanan 7% dari tegangan
luluh bahan, sedangkan beban 90% peningkatan yang terjadi tidaklah
signifikan.
Pada tahun 1998, Zhang, dkk melakukan penelitian tentang pengaruh ion
borate terhadap korosi retak tegang pada material stainless steel 304
(UNS30400) yang disensitisasi pada sodium borate (Na2B4O7) cair, pada
temperatur 950° C yang diamati pada percobaan Slow strain Rate testing
(SSRT) dengan menggunakan sistem observasi dinamik. Pengaruh inhibitor
dari ion borite (B4O72-) pada pemicu retak dihasilkan dari efek penahanan,
7
(B4O72-) yang tersedia tidak menunjukkan pengaruh inhibitor pada
kecepatan retak (CF). inon Hidroksil (OH-) juga memicu retak dengan
mengikuti distribusi probabilitas eksponen dan kecepatan retak diikuti
distribusi probabilitas Weibull.
Yunovic dkk [1998] melakukan penelitian tentang pengaruh pengerjaan
dingin korosi retak tegang pada baja karbon API X52 dalam lingkungan
bikarbonat cair, dengan membandingkan spesimen tanpa takik yang dicold
working. Hasil menunjukkan bahwa pengerjaan dingin dapat merusak
ketahanan baja karbon terhadap korosi retak tegang pada lingkungan cair
hingga sampai kegagalan minimum pada 20% dari regangan. Penelitian yang
sama juga dilakukan oleh Qiao, dkk, [1998] pada pipa baja, hasilnya
menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada pipa baja dalam larutan
SCC NS-4. Korosi retak tegang yang terjadi akibat atom-atom yang berdifusi
ke dalam baja pada ujung takik. Larutan NS-4 pada pH rendah dapat
meningkatkan konsentrasi hidrogen pada ujung retak sehingga hidrogen akan
terakumulasi pada daerah ujung retak.
B. Sensitisasi
Sensitisasi adalah sebuah fenomena yang terjadi dalam stainless steel yaitu
ketika stainless steel dipanaskan antara suhu 400-850 ° C. Sehingga terjadi
pengendapan krom karbida sepanjang batas butir Stainless Steel. Baja paduan
Cr-Mn dan Cr-Ni-Mn juga rentan terhadap intergranular korosi sebagai akibat
8
Gambar 1. Proses terjadinya sensitisasi
Dalam suatu kasus dari baja tahan karat austenitic, ketika baja tersebut pada
kisaran suhu sekitar 500 °C sampai 800 ° C terjadi penipisan Cromium pada
daerah batas butir. Sehingga mengakibatkan rentan terhadap korosi
intergranular.
Fenomena Sensitisasi pada baja tahan karat austenit dapat terjadi karena
persyaratan suhu kerja, seperti dalam generator uap, atau sebagai hasil dari
pengelasan.
1. Metode Menghindari Sentisisasi.
Dengan perlakuan panas, biasanya disebut solusi-anil, anil-quench atau
solusi-quenching. Dipanaskan sampai suhu sekitar 1.050 °C sampai 1.120
9
akan larut ke dalam butiran dan tidak sempat terjadi presipitasi. Metode ini
umumnya tidak cocok untuk komponen yang besar, dan juga tidak efektif
dimana pengelasan kemudian digunakan untuk perbaikan atau untuk
memasang struktur lainnya.
Untuk mencegah korosi intergranular dapat melibatkan gabungan
pembentuk karbida kuat atau elemen penstabil seperti niobium atau
titanium dalam baja tahan karat. Elemen tersebut memiliki afinitas yang
jauh lebih besar untuk karbon daripada kromium; pembentukan karbida
dengan elemen-elemen ini mengurangi ketersediaan karbon pada baja
paduan dalam pembentukan karbida krom.
Cara lainnya adalah kandungan karbon dalam stainless steel dapat
dikurangi sampai 0,03 % sehingga karbon tidak cukup tersedia dalam
pembentukan karbid
C. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion Cracking)
Stress corrosion cracking (SCC) adalah keretakan akibat adanya tegangan
tarik dan media korosif secara bersamaan (Supomo, 2003). Satu hal yang
penting adalah harus dibedakan antara SCC dengan hydrogen
embrittlement dari perbedaaan kondisi lingkungannya. SCC terjadi karena
adanya tiga kondisi yang saling berkaitan, yaitu adanya tegangan tarik,
10
Gambar 2. Keterkaitan Tiga Kondisi yang Menyebabkan SCC
Kerentanan SCC sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia rata-rata,
orientasi pemilihan grain, distribusi dan komposisi percepatan, interaksi
dislokasi dan kemajuan kemajuan transformasi fase (derajat metastabilitas).
Faktor-faktor inilah yang akhirnya mempengaruhi waktu retakan. Retakan
stress corrosion mempunyai penampilan brittle fracture sebagai akibat dari
proses korosi lokal. Ada dua jenis SCC, yaitu :
1. Intergranular, yang bergerak sepanjang grain boundaries
11
Gambar 3. Ilustrasi Bentuk Retakan Intergranular dan Transgranular (octane.nmt.edu, 2009)
Hidrogen sulfida merupakan asam lemah, terpisah dalam larutan aqueous
(mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion hidrosulfid HS−.
Secara umum reaksi kimia H2S dengan Besi (Sour Corrosion) adalah
sebagai berikut :
H2S + Fe + H2O → FeS + H2 …... (1)
Besi Sulfida (FeS) akan membentuk scale yang mempunyai kecenderungan
terbentuknya korosi secara lokal. Karena besi sulfida bertindak sebagai
kathoda akan menyebabkan pitting yang sangat parah. Produk korosi H2S
adalah Fe dan H2, FeS berupa film berwarna hitam. Dengan hadirnya H2S
akan berassosiasi dengan terbentuknya :
1. Stress Corrosion Cracking (SCC)
2. Sulfida Stress Cracking (SSC)
D. Mekanisme Peretakan SCC
Mekanisme kegagalan komponen logam terbagi menjadi dua fase, yaitu :
1. Fase pemicuan
12
fase ini, telah terjadi serangan terhadap bagian-bagian sangat lokal pada
permukaan logam yang bersifat anoda yang berakibat timbulnya
ceruk atau lubang. Kemungkinan paling mendasar yang terjadi
adalah tegangan tarik akan menyerang kisi kr istal, yan g semestinya dalam kesetimbangan dan berakibat bangkitnya energi
termodinamik ikatan - ikatan atom. Jika efek ini terlokalisasi pada
permukaan anoda-anoda akan terbentuk, walaupun bahan
bersangkutan menerima tegangan yang masih dibawah batas
elastiknya. Akan tetapi pernyataan - pernyataan ini hanya bisa ber laku
untuk kasus - kasus SCC yan g ter jadi bila tegan gan jauh di
bawah kekuatan luluh (yield strength) dan tidak ada bukti adanya cacat
struktur yang nyata dalam bahan asli.
Begitu tegangan melebihi kekuatan luluh bahan, bahan mengalami
deformasi plastik, yaitu ikatan - ikatan pada struktur kristalya putus
sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme untuk
ini sudah tercatat dengan baik dalam kepustakaan metalurgi dan dapat
dianggap sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya
dislokasi, paling sederhana pada struktur kristal. Gerakan dislokasi
akan terhenti apabila dislokasi telah mencapai permukaan logam atau
batas butir. Gerakan dislokasi dapat dicegah dengan berbagai cara,
tetapi ini paling tampak jelas pada mekanisme korosi tegangan.
Penumpukan dislokasi pada batas-batas butir, menyebabkan polarisasi
13
teraturan dalam struktur kristal. Hal ini tidak berpengaruh terhadap
fase pemicuan jika terjadi dibagian dalam bahan tetapi paling
berperan pada fase penjalaran. Pada permukaan yang semestinya halus,
kini terbentuk cacat-cacat lokal yang disebut undakan sesar (slip step)
dan merupakan bagian pada bahan yang paling rentan terhadap
serangan korosi. Paduan paduan yang bergantung pada selaput-selaput
tipis oksida atau bahan lain untuk perlindungan terhadap korosi
khususnya rentan karena undakan sesar, meski dalam ukuran
mikroskopik, menyingkapkan permukaan logam sehingga bagian itu
sangat anodik dibanding permukaan sekelilingnya. Jika logam mampu
menjadi pasif kembali dengan cepat, maka bahaya berkurang, tetapi
jika pemasifan membutuhkan waktu cukup lama untuk memungkinkan
pada bagian yang tersingkap sehingga ceruk terbentuk disitu,
maka persyaratan untuk pemicuan SCC telah terpenuhi.
2. Fase Penjalaran
Fase penjalaran adalah fase yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Pada
fase ini ada tiga mekanisme yang penjalaran retak yang diterapkan..
Mekanisme penjalarannya adalah sebagai berikut :
a) Mekanisme melalui lintasan aktif yang sudah ada sejak semula
b) Mekanisme melalui lintasan aktif akibat regangan
14
E. Morfologi Retak
Pada korosi retak dikenal dengan istilah korosi intergranular dan korosi
transgranular. Untuk retak intragranular retakan merambat searah dengan
batas-batas butirnya, gambar berikut ini adalah contoh dari retak intergranular
dan retakan trangranular terkadang terjadi pada suatu logam yang sama,
tergantung dari lingkungan dan struktur logamnya.
(a) (b)
Gambar 4. (a) intergranular SCC pada baja karbon (b) transgranular SCC pada kuningan (Baddarudin,2007)
Rambatan retak pada umumnya adalah tegak lurus terhadap arah tegangan
yang diberikan. Contohnya adalah pada gambar 4,bergantung pada struktur
logam dan komposisi dari lingkungannya. Morfologi retak beragam dari retak
tunggal hingga merata seperti retak akar (Branching).
F. Waktu Hingga Peretakan
Parameter waktu pada fenomena korosi retakan sangatlah penting untuk
diketahui karena inilah salah satu tujuan penelitian ini dilakukan, untuk
mendapatkan waktu retak hingga kerusakan secara fisik dari material. Pada
[image:33.595.159.496.294.421.2]15
(daerah takik) akan berkurang sifat mekaniknya. Kecepatan perambatan retak
biasanya konstan, tetapi ketika retakan mulai merambat ke daerah (notch)
dari sepesimen akan menurun kecepatan retaknya dan tegangan statik yang
diberikan seimbang atau lebih besar dari pada kekuatan maksimal dari logam,
dan kegagalan diukur melalui perpatahan mekanik. Gambar dibawah ini
mengilustrasikan hubungan antara waktu tempuh dan pertambahan
perpanjangan material selama korosi retak tegang.
Lebar retakan yang terjadi masih sangat kecil pada waktu awal perpatahan,
dan perubahan pada penetrasi retakan masih sedikit. Pada proses selanjutnya
menyebabkan retak tersebut membesar mendekati batas perpatahannya,
[image:34.595.185.462.442.593.2]deformasi plastisnya dan perubahan pada retakan pada batas ini dapat diukur.
Gambar 5, representasi antara waktu korosi retak tegang dan displesmen (Watanabe, 2001)
G. Metode Pencegahan Korosi
Dari berbagai pencegahan korosi yang dapat dilakukan terdapat cara
16
serta pemilihan material. Berikut akan diberikan pembahasannya
masing-masing.
1. Proteksi Katodik
Proteksi katodik mengurangi laju korosi dengan polarisasi katodik dari
sebuah permukaan logam yang terkorosi. Proteksi katodik adalah sistem
perlindungan permukaan logam dengan cara melakukan arus searah ke
permukaan logam dan mengkonversikan semua daerah anoda logam
menjadi katodik. Terdapat dua macam proteksi katodik yaitu dengan
pengorbanan anoda (sacrificial anode) dan dengan arus tanding (impressed
current).
Struktur logam dapat terlindung secara katodik oleh hubungan logam
kedua yang disebut dengan pengorbanan anoda, yang mana memiliki
potensial korosi yang lebih aktif. Semakin mulia (positif) struktur dalam
pasangan galvanik, maka akan terjadi polarisasi katodik ketika metal aktif
terkikis secara anodik. Pada sistem proteksi katodik dengan pengorbanan
anoda, paduan yang dijadikan sebagai anoda korban akan membangkitkan
arus sebagai akibat adanya perbedaan potensial dengan struktur yang
dilindunginya. Jenis logam yang sering digunakan sebagai anoda korban
antara lain magnesium, seng, atau aluminium. Sistem proteksi katodik arus
tanding (impressed current) memanfaatkan arus searah yang kutub positif
sumber dihubungkan dengan anoda sedangkan kutub negatifnya
dihubungkan dengan logam yang akan diproteksi. Proteksi katodik dengan
17
dalam suatu elektrolit dengan memberikan kelebihan elektron yang juga
akan mempercepat reaksi reduksi oksigen. Logam sebagai anoda yang
biasanya dipakai adalah besi cor berkadar silikon tinggi, grafit, atau
aluminium.
3. Pelapisan dan Inhibitor
Pelapisan (coating) berfungsi seperti “kosmetik” yang mencegah logam
mengadakan kontak langsung dengan lingkungannya yang korosif
sehingga dapat melindungi logam dari korosi. Pada dasarnya pelapis
dibagi menjadi dua:
a. Physical drying
proses pengeringan secara alami
b. Chemical curing
proses pengeringan secara kimia yang prosesnya terbagi atas reaksi
dengan oksigen, reaksi antara komponen perekat serta zat pewarna dan
pelarut, dan reaksi dengan karbondioksida dalam udara. Pada pelapis
terdapat jenis pelapis epoksi yang merupakan jenis polimer tipe
termoset. Pelapis epoksi terdiri dari dua bagian yang pertama berisikan
resin epoksi, pigmen dan beberapa pelarut, dan bagian kedua adalah
kopolimer agen pengeras yang dapat berupa polyamine, amine
product, dan polyadine.
Inhibitor merupakan perlakuan kimia untuk perlindungan korosi pada
bagian logam yang berhubungan langsung dengan lingkungan korosif
dengan menambah zat penghalang korosi. Inhibitor ditambahkan dalam
18
10-100 ppm. Inhibitor berasal dari kata inhibisi yang berarti menghambat.
Adapun pembagian inhibitor sebagai berikut:
a. Interfasa inhibisi: interaksi inhibitor dengan permukaan logam dengan
membentuk lapisan tipis
b. Intrafasa inhibisi: penurunan tingkat korosifitas lingkungan, misal
pengurangan kadar O2 dan pengaturan pH. 3. Pemilihan Material
Dalam kontrol korosi, memilih logam atau paduan sedeimikian sehingga
pertukaran ion dengan lingkungannya tidak berlangsung dengan cepat atau
dengan kata lain memilih logam atau paduannya yang perbedaan
potensialnya dengan lingkungannya tidak terlalu besar. Faktor-faktor yang
sering diperhitungkan dalam proses pemilihan material antara lain:
a) Memiliki ketahanan korosi yang lebih tinggi di suatu media tertentu
yang mana pada deret galvanik berada pada daerah noble atau katodik.
b) Persyaratan umur komponen
c) Variasi sifat
d) Perubahan karakteristik logam akibat proses pengerjaan atau selam
terkena kondisi operasi tertentu
Pemilihan material dipertimbangkan juga dalam perannya sebagai pelapis
permukaan luar (coating) maupun sebagai pelapis permukaan dalam
19
H. Momen Gaya (Torsi)
Pengertian Momen Gaya (torsi) dalam gerak rotasi, penyebab berputarnya
benda merupakan momen gaya atau torsi. Momen gaya atau torsi sama
dengan gaya pada gerak tranlasi. Momen gaya (torsi) adalah sebuah besaran
yang menyatakan besarnya gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga
mengakibatkan benda tersebut berrotasi. Besarnya momen gaya (torsi)
tergantung pada gaya yang dikeluarkan serta jarak antara sumbu putaran dan
letak gaya. Apabila ingin membuat sebuah benda berotasi, maka harus
memberikan momen gaya pada benda tersebut. Torsi disebut juga momen
gaya dan merupakan besaran vektor. Untuk memahami momen gaya anda
dapat melakukan hal berikut ini. Ambillah satu penggaris kemudian
tumpulkan salah satu ujungnya pada tepi meja, doronglah penggaris tersebut
ke arah atas atau bawah meja. Bagaimanakah gerak penggaris? Selanjutnya,
tariklah penggaris tersebut sejajar dengan arah panjang penggaris. apakah
yang terjadi, saat anda memberikan gaya F yang arahnya tegak lurus terhadap
penggaris, penggaris itu cenderung untuk bergerak memutar. Namun, saat
anda memberikan gaya F yang arahnya sejajar dengan panjang penggaris,
penggaris tidak bergerak. Hal yang sama berlaku saat anda membuka pintu.
Gaya yang Anda berikan pada pegangan pintu, tegak lurus terhadap daun
pintu sehingga pintu dapat bergerak membuka dengan cara berputar pada
engselnya. Gaya yang menyebabkan benda dapat berputar menurut sumbu
putarnya inilah yang dinamakan momen gaya. Torsi adalah hasil perkalian
silang antara vektor posisi r dengan gaya F, dapat dituliskan
20
Gambar 6 Sebuah batang dikenai gaya sebesar yang tegak lurus
terhadap batang dan berjarak sejauh r terhadap titik tumpu O. Batang
tersebut memiliki momen gaya τ = r × F
Definisi momen gaya secara matematis dituliskan sebagai berikut.
τ = r × F
dengan:
r = lengan gaya = jarak sumbu rotasi ke titik tangkap gaya (m),
F = gaya yang bekerja pada benda (N), dan
τ = momen gaya (Nm).
Besarnya momen gaya atau torsi tergantung pada besar gaya dan lengan gaya.
Sedangkan arah momen gaya menuruti aturan putaran tangan kanan, seperti
[image:39.595.233.396.85.161.2]yang ditunjukkan pada Gambar berikut:
[image:39.595.255.366.569.658.2]21
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di
Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung,
Laboratorium Metalurgi Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung,
Laboratorium Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) Tangerang
Selatan.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan sebagai spesimen uji selama penelitian ini
adalah adalah baut (M14) AISI 304SS
2. Alat
Adapun alat yang digunakan untuk proses pengujian ini adalah
a) Thermometer
b) adjustable torque wrench
c) Hot plate
d) Ultrasonic cleaner
e) Furnace
22
[image:41.595.154.516.103.702.2]C. Prosedur Penelitian
Gambar 8. Prosedur penelitian Mulai
Beban Torsi 0,20,40,60 Nm Baut M15 304 SS
Uji korosi SCC ASTM G-36
SEM/EDS OM
X-RD
Hasil dan kesimpulan
Data Pengujian
Analisa & Pembahasan
23
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Komposisi Kimia Spesimen Uji
Dalam penelitian ini, kepala baut hexagonal (M15) terbuat dari stainless
steel 304 yang tersedia secara komersial digunakan, komposisi kimia,
dan kuat tarik ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 [ISO 3506-1].
[image:42.595.154.531.299.340.2]Di bawah ini adalah komposisi kimia dari baut AISI 304SS
Tabel.1 Komposisi kimia baut AISI 304SS
Unsur C Mn P S Si Cr Ni Mo Ni Cu Fe % wt 0,08 2 0,45 0,03 0,75 18-20 8-10,5 0 0,10 0 Balance
Di bawah ini adalah sifat mekanik dari baut AISI 304SS
Tabel.2 Sifat mekanik baut AISI 304SS
Poison Kekuatan tarik (Mpa) Yield strength (Mpa) Perpanjangan (%) Kekerasan (HVN) Modulus elastisitas (Gpa) Berat jenis (Kg/m3)
0,27-0,30 515 205 40 88 193 8
2. Proses Anil-Quench
Pengujian korosi retak tegang dilakukan dengan proses anil-quench.
Awal pengujian diberikan perlakuan panas dengan satu tahapan yaitu
mula-mula spesimen dipanaskan hingga temperatur austensasi 1050°C
selama 5 jam, kemudian di-quench menggunakan air biasa.
24
Gambar 9. Mesin furnace
3. Pemberian beban torsi
Beban torsi pada baut dilakukan dengan cara dipuntir menggunakan alat
adjustable torque wrench dan diberi beban torsi maenggunakan tingkat
pemeberian torsi yang berbeda antara lain : (0,20,40,60 Nm).
(a) (b)
Gambar 10. (a) adjustable torque (b) proses pemberian torsi
4. Pengujian korosi retak tegang
a. Pembersihan spesimen
Pembersihan spesimen di lakukan dengan menggunakan alat
ultrasonic cleaner dengan menggunakan larutan aquades 200 ml,
[image:43.595.181.489.378.538.2]25
larutan dilakukan secara terpisah dengan lama waktu pembersihan
[image:44.595.239.386.167.308.2]selama 2 menit untuk masing-masing larutan.
Gambar 11. Alat ultrasonic cleaner
b. Penyiapan Larutan Korosif
Larutan yang digunakan dalam pengujian ini adalah larutan
MgCl2 500gr dan cairan aquades sebanyak 10 ml. Kristal MgCl2
dipanaskan menggunakan hot plate dengan temperatur 150° C
sampai berbentuk cair, selanjutnya larutan cair dimasukan ke
dalam tabung elmeyer untuk dilakukan pengujian perendaman.
(a) (b)
[image:44.595.148.486.542.691.2]26
5. Pengujian korosi dengan metode rendaman total
Spesimen yang telah diberi perlakuan panas dan beban torsi
kemudian dimasukan ke dalam tabung erlemeyer yang berisi larutan
MgCl2 yang sudah dicairkan, kemudian dipanaskan menggunakan hot
plate dengan temperatur 150° C dengan variasi waktu 3 hari, 5 hari, 6
hari. Setelah pengujian rendaman total selesai, dilakukan
pembersihan secara manual yaitu dengan menyikat spesimen dengan
sikat kawat dan di aliri air bersih hingga seluruh permukaan spesimen
[image:45.595.117.510.387.641.2]bersih kemudian dikeringkan dengan tissue.
Gambar 13. Proses perendaman specimen
Tabung elmeyer
spesimen termometer
27
Gambar 14. Aparatus alat uji korosi retak tegang ASTM G-36
6. Uji SEM (Scanning Electron Microscop)
Untuk meningkatkan konduktivitas permukaan spesimen dilapisi
dengan platinum arus 40 A selama 20 detik. Spesimen ditempatkan
ruang SEM, pengamatan dengan SEM dan SEI untuk menganalisis
elemen-elemen produk korosi pada sampel. Selain itu foto
penampang patah spesimen diambil dengan SEM untuk diamati
permukaan morfologi permukaan patah dan retak dari hasil produk
28
7. Uji XRD ( X-ray Difractometer )
Pengujian XRD dilakukan untuk mengidentifikasimaterial kristalit
maupun non kristalit, sebagai contoh identifikasi struktur kristalit
(kualitatif) dan fasa (kuantitatif) dalam suatu bahan dengan
memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar x. Dengan
kata lain, teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin
dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta
untuk mendapatkan ukuran partikel.
8. Uji OM (Microscop optik)
Pengujian foto mikro dilakukan untuk mengetahui struktur mikro
spesimen dan bentuk retak yang sudah di lakukan uji korosi G-36.
Pengujian di lakukan dengan menggunakan mikroskop optik pada
41
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Baut AISI 304SS mengalami perubahan bentuk hanya terjadi pada
spesimen yang diuji korosi selama 7 hari dan diberikan beban torsi 20, 40,
60 Nm. Sedangkan untuk baut yang di uji korosi selama 3, 5 hari dan
diberi beban torsi 20, 40, 60 Nm tidak mengalami perubahan bentuk, hal
ini juga terjadi pada spesimen yang mengalami proses pengujian
anil-quench dan uji korosi serta pemberian torsi juga tidak terjadi adanya retak,
ini akibat perlakuan panas yang diberikan terhadap spesimen sampai suhu
1050° C dan kemudian di quenching dengan air, sehingga kromium
karbida akan larut ke dalam butiran dan tidak sempat terjadi presipitasi.
2. Jenis retak yang dihasilkan akibat korosi pada baut AISI 304SS yang di
rendam menggunakan MgCl2 dan dipanaskan dalam suhu 150 °C adalah retak transgranular dan intergranular. Kedua retak tersebut merupakan
akumulasi dari serangan ion-ion klorida yang berdifusi melalui butir dan
batas butir dari matrik ferit yang diawali dengan kondisi pitting yang
42
3. Semakin lama waktu perendaman dalam kondisi lingkungan klorida dan
semakin besar beban torsi yang diberikan hal ini mempengaruhi korosi
retak tegang yang terjadi terhadap suatu material (Baut AISI 304SS)
B. Saran
Adapun beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu:
1. Perlu dilakukan penelitian yang sama, namun baut AISI 304SS dilapisi
dengan alumunium celup panas
2. Perlu juga dilakukannya penelitian lanjutan dengan temperatur sensitisasi
500 °C – 800 °C agar retakan dan analisa yang didapatkan juga dapat
DAFTAR PUSTAKA
Andresen Peter L, Angeliu Thomas M, CatlinWilliam R, Lisa M Young and Ron Horn M, 2000, Effect of deformation on SCC of unsensitized stainless steel. NACE International Corrosion, paper no. 00203.
ASTM G36-94 (Reapproved 1999): Standard Practice for Evaluating Stress-corrosion-Cracking Resistance of Metals and Alloys in Boiling Magnesium Chloride Solution.
Cigada A, Mazza B, Pedeferri P, Salvago G, Sinigaglia D and Zanini G, 1982, Stress corrosion cracking of cold worked austenite stainless steels, Corrosion Science Journal, Vol. 22, No.6, pp.559-578.
Frizt James. D and Gerlock Ronald. J, 2001, Chloride stress corrosion cracking resistance of 6 % Mo stainless steel Alloy (UNS N08367), Desalination Journal, Vol.135, pp.93-97.
Earl R. Parker, “Materials data book for enguneers and scienists”, McGraw-Hill Book Company (1976).
http/:www.google.com/sensitisasi
H. H. Uhlig, “Physical metallurgy of stress corrosion fracture”, Interscience, pp. 1
(1959).
J. C. Scully, “Fractographic observations on the stress corrosion cracking of some
austentic stainless steels in MgCl2 solution at 154 oC”, Corrosion, Vol. 26, pp. 387 (1970).
Michinori Takano and Hiroshi Takaku, “Stress corrosion of type 304 stainless steel
under residual stress”, Corrosion, Vol. 37, pp. 142-146 (1981).
Singh R, Swaminathan, Das S. K, Ravi Kumar B and Chattoraj I, 2005, Effects of cold deformation prior to sensitization on intergranular stress corrosion cracking of stainless steel, NACE International Corrosion Vol.61,No.9, pp.907-916.
S. Torchio, “Stress corrosion cracking of type AISI304 stainless steel at room
temperature; influence of chloride content and acidity”, Corrosion science, Vol. 20,