Oleh : Maya Maimunah NIM: 204046102943
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 22 september 2011
iii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
selesainya penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Muamalat Fakultas Syaria’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tema skripsi ini penulis pilih atas
pertimbangan pentingnya melakukan sebuah penelitian mengenai peran serta wakaf
tunai dalam pemberdayaan ekonomi UKM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk kemajuan dan perkembangan Tabung Wakaf Indonesia dalam
menyalurkan dana wakaf yang terkumpul untuk pemberdayaan ekonomi umat, sesuai
dengan visi dan misi dari Tabung Wakaf Indonesia.
Penyusunan skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu sangatlah wajar bila penulis menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terimakasih yang
setulus-tulusnya, khusus kepada :
1. Bapak Prof. Dr.Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA, MM, Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
staf yang telah memberikan tugas kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
iv dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Hukum yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag, sebagai Kordinator Teknis Program Non
Reguler yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. Afifi Fauzi Abbas, MA, sebagai Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya demi membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama belajar di Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan dan
meminjam buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.
8. Bapak Ismail A. Said, Presiden Direktur Dompet Dhuafa dan Direktur Tabung
Wakaf Indonesia Bapak Veldy V.Armita serta seluruh jajaran karyawan lembaga
Dompet Dhuafa dan Tabung Wakaf Indonesia yang telah memberikan data dan
kontribusinya dalam rangka penyelesaian skripsi ini.
9. Abah dan Ibu serta kakak dan sahabat hati Teguh Santoso yang senantiasa
berusaha dan berdoa serta mendidik penulis dengan penuh tanggung jawab dan
v
peroleh dapat menjadi bekal untuk membalas budi dan pengorbanan yang telah
mereka berikan.
10. Sanak famili dan handai taulan serta rekan-rekan mahasiswa angkatan 2004
Program Studi Mu’amalat khusus Perbankan Syari’ah B Program Non Reguler
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dengan sukarela dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Teman sejawat dan karib kerabat serta rekan kerja yang telah banyak
memberikan bantuan baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Semoga semua yang telah mereka berikan baik berupa bimbingan dan bantuan
maupun pengorbanan dalam rangka penyusunan skripsi ini, mendapat imbalan
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Sumbangsih dan pemikiran, kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak
sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada kajian-kajian dengan tema yang
sama pada masa yang akan datang.
Jakarta, 22 September 2011
vi
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
E. Teknik Penulisan ... 10
F. Kajian Pustaka ... 10
G. Kerangka Teori ... 13
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II USAHA KECIL DAN MENENGAH ... 18
A. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ... 18
B. Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam Perekonomian ... 20
C. Masalah-masalah yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah ... 25
D. Upaya-Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah ... 34
BAB III WAKAF TUNAI DI TABUNG WAKAF INDONESIA ... 39
A. Sejarah Wakaf Tunai ... 40
B. Landasan Hukum Wakaf ... 40
C. Latar Belakang Tabung Wakaf Indonesia ... 41
D. Bentuk dan Badan Hukum Tabung Wakaf Indonesia ... 44
E. Visi dan Misi Tabung Wakaf Indonesia ... 45
F. Tujuan Sasaran Target dan Pemetik Manfaat ... 46
vii
BAB IV PERANAN TWI DALAM PEMBERDAYAAN UKM ... 52
A. Konsep Wakaf Tunai ... 52
B. Pengelolaan dan Penghimpunan Wakaf Tunai ... 56
C. Strategi Pengembangan TWI ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 80
1
A. Latar Belakang Masalah
Dengan keterpurukan perekonomian saat ini, maka struktur kekuatan
dunia usaha pun mengalami pergeseran. Paradigma pembangunan masa lalu yang
menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas utama telah berhasil
membiakkan konglemerasi yang menggurita di segala bidang usaha. Alhasil,
konglemerasi kurang lebih hanya menjadi mesin yang melahirkan pemain
ekonomi bertenaga lokal dengan struktur industri yang keropos. Dengan krisis
yang berkepanjangan ini, setidaknya menunjukkan bahwa konglemerasi ternyata
tidak mampu bertahan, sebaliknya koperasi usaha kecil dan menengah yang
selama ini merupakan sektor pinggiran yang kurang mendapat perhatian ternyata
tetap bertahan dan berkembang bahkan melakukan terobosan ekspor.1
Perhatian pemerintah pada masa lalu yang lebih menitik beratkan
pembangunan pada perkembangan industri-industri besar dengan memberikan
kesempatan sebesar-besarnya pada para pemilik modal untuk mengembangkan
usaha tanpa disertai dengan pertumbuhan dan pengembangan terhadap usaha kecil
dan menengah telah menciptakan sistem ekonomi liberal dengan
konglemerat-konglemerat sebagai pelaku ekonomi utama. Kondisi ini mengakibatkan
1
2
lemahnya sektor UKM yang semestinya menjadi fundamen ekonomi yang kuat.
Oleh karena itu, terjadi perbedaan perlakuan distribusi modal yang tidak adil.2
Dalam rangka mewujudkan aspek pemerataan pembangunan, sektor usaha
kecil menduduki peran penting dan strategis dalam pembangunan nasional, baik
dilihat dari segi kuantitas maupun dari segi kemampuannya dalam meningkatkan
pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dalam mewujudkan pemerataan dan
hasil-hasil pembangunan termasuk pengentasan kemiskinan.
Hal lain yang tidak dapat dipungkiri adalah telah terbukti bahwa usaha
kecil relatif lebih tahan dalam menghadapi krisis ekonomi, dan dilihat dari
portofolio kredit yang diberikan tidak menimbulkan pengaruh cukup besar
terhadap kesehatan bank dibanding portofolio kredit pada sektor
corperate/wholesale.
Sehubungan dengan itu maka kebijakan pemerintah dalam pembangunan
di bidang ekonomi antara lain menetapkan hasil pembangunan harus mencakup
pula program untuk pengembangan usaha kecil.
Pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan secara
terus menerus, menuntut kita untuk mencari alternatif solusi yang mendorongnya
lebih cepat. Dan salah satu alternatif solusi itu adalah mobilisasi dan optimalisasi
peran wakaf secara efektif serta professional.
2M.Ismail, “
Berbeda dengan wakaf yang selama ini kita pahami sebagai pemberdayaan
barang-barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, wakaf tunai justru
menggunakan uang sebagai instrument wakaf. Uang sebagai alat tukar dan alat
pengukur nilai setelah dialokasikan kepada harta bergerak dan tidak bergerak agar
tidak lenyap pokoknya atau bendanya, menjadi instrumen wakaf yang diterima.
Islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai,
tetapi uang bukanlah barang dagangan, karena uang hanya berguna jika ditukar
dengan benda yang dinyatakan atau jika digunakan untuk membeli jasa.Uang
bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang
berlaku di suatu negara. Dalam ajaran Islam, uang harus di putar terus sehingga
dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar, uang berputar untuk produksi
akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat.3
Wakaf uang, dalam bentuknya, di pandang sebagai salah satu solusi yang
dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Karena uang di sini tidak lagi
dijadikan sebagai alat tukar menukar saja, lebih dari itu, ia merupakan komoditas
yang siap memproduksi,. dalam hal pengembangan lain. Oleh sebab itu, sama
dengan jenis komoditas yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat
memunculkan sesuatu hasil yang lebih banyak.
Uang, sebagai nilai harga sebuah komoditas, tidak lagi di pandang
semata-mata sebagai alat tukar, melainkan sebagai komoditas yang siap dijadikan
3
4
alat produksi. Ini dapat diwujudkan dengan misalnya, memberlakukan sertifikat
wakaf uang yang siap disebarkan ke masyarakat. Model ini memberikan
keuntungan bahwa wakif dapat secara fleksibel mengalokasikan hartanya dalam
bentuk wakaf. Demikian wakif tidak memerlukan jumlah uang yang besar untuk
selanjutnya dibelikan barang produktif. Juga, wakaf seperti ini dapat diberikan
dalam satuan yang lebih kecil.
Wakaf uang juga memudahkan mobilisasi uang di masyarakat melalui
sertifikat tersebut karena beberapa hal. Pertama, lingkup sasaran pemberi wakaf
(wakif) bisa menjadi lebih luas dibanding dengan wakaf biasa. Kedua, dengan
sertifikat tersebut, dapat dibuat berbagai macam pecahan yang disesuaikan
dengan segmen muslim yang dituju yang dimungkinkan memiliki kesadaran
beramal tinggi.4
Wakaf benda bergerak, seperti dengan uang telah dikembangkan oleh
M. A. Manan dengan formulasi sertifikat wakaf tunai, telah memberikan
rangsangan untuk keluar dari kebekuan pemikiran tentang wakaf. Sertifikat wakaf
tunai merupakan usaha inovasi financial di bidang perwakafan yang kalau
berhasil dijalankan dengan baik maka akan memberikan implikasi ekonomi yakni
mampu meningkatkan kesejahteraan umat.5
4
HM Cholil Nafis, “Menggali Sumber Dana Umat Melalui Wakaf Uang,” Artikel diakses pada 26 februari 2009 dari www.nu.or.id
5
Dalam hal ini, Indonesia harus belajar dari Bangladesh, tempat kelahiran
instrument eksperimental melalalui Social Invesment Bank Limited (SIBL) yang
menggalang dana dari orang-orang kaya untuk dikelola dan disalurkan kepada
rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteran sosial lainnya
melalui mekanisme produk funding baru berupa Sertifikat Wakaf Tunai (Cash
Certificate Waqf) yang akan dimiliki oleh pemberi dana tersebut. Dalam
instrumen keuangan baru ini, Sertifikat Wakaf Tunai merupakan alternatif
pembiayaan yang bersifat sosial dan bisnis serta partisipasi aktif dari seluruh
warga negara yang kaya untuk berbagi kebahagian dengan saudaranya dalam
menikmati pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial lainnya dengan baik.
Dengan keterbatasan kemampuan pemerintah saat ini untuk menyediakan dana
bagi pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup
rakyat Indonesia, maka usaha meningkatkan gerakan wakaf tunai dirasakan perlu
dan mendesak sebagai instrumen keuangan alternatif yang dapat mengisi
kekurangan-kekurangan badan sosial yang telah ada.6
Terdapat empat manfaat utama dari wakaf tunai. Pertama, wakaf tunai
jumlahnya lebih bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah
bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus mnunggu menjadi tuan tanah
terlebih dahulu. Kedua, melalui wakaf tunai asset-assetwakaf yang berupa
tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah
6
6
untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang terkadang kembang kempis dan
menggaji civitas akademika ala kadarnya. Keeempat, umat Islam dapat lebih
mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus tergantung pada
anggaran pendidikan negara yang semakin lama semakin terbatas.7
Berangkat dari paradigma di atas, maka penulis tertarik untuk mengupas
dan mengkaji masalah wakaf tunai ini secara lebih jauh dan mendalam, akan
tetapi karena luasnya permasalahan tentang wakaf tunai sehingga tidak mungkin
bisa diselesaikan dalam jangka waktu pendek. Dengan adanya
permasalahan-permasalahan tersebut maka penulis ingin membantu salah satu permasalahan-permasalahan
teori-teori yang telah ada yang kemudian dibentuk dalam sebuah skripsi yang
berjudul :
“Peran Wakaf Tunai Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah
di Tabung Wakaf Indonesia.”
B. Identifikasi Masalah
Pada latar belakang telah panjang lebar dijelaskan masalah yang ada
dalam wakaf di Indonesia. Adapun masalah yang bisa diidentifikasi adalah :
tentang kurangnya penyuluhan kepada masyarakat mengenai wakaf tunai
sehingga, banyak dari masyarakat awam yang tidak mengetahui tentang wakaf
tunai yang ada di Indonesia mengenai mekanisme pemberi wakaf maupun
penerima dana wakaf tunai ,selanjutnya adalah permasalahan yang belum juga
bisa diselesaikan adalah tentang manajemen wakaf yang dikelola secara tidak
profesional oleh para nadzhir sehingga wakaf yang ada tidak dapat dimanfaatkan
secara maksimal.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pelaksanaan dan perwujudan wakaf merupakan tugas dan tanggung
jawab bersama, khususnya lembaga pengelolaan wakaf yang berfungsi
sebagai penghubung atau mediator antara orang atau orang-orang atau badan
hukum yang mewakafkan harta benda miliknya (wakif) dengan pengelola
wakaf (nazhir).
Pengelolaan wakaf dalam kehidupan sehari-hari belum sepenuhnya
memberikan kontribusi yang maksimal karena hanya untuk kepentingan yang
bersifat konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari harta benda wakaf hanya
diperuntukan untuk kepentingan pembangunan fisisk. Hal ini yang
menyebabkan banyak tanah wakaf di Indonesia belum sepenuhnya dikelola
dengan baik.
Bagi sebagian para nazhir, wakaf merupakan pemberian cuma-cuma
dari wakif yang tidak dikembalikan karena aspek keabadian yang terdapat di
harta benda wakaf dengan mengesampingkan aspek kemanfaatannya.
8
kepada masyarakat banyak, bahkan dibiarkan begitu saja. Padahal dalam
Islam wakaf itu harus diproduktifkan yang hasilnya dapat dimanfaatkan
umat.8
Akan tetapi dengan lahirnya Lembaga Tabung Wakaf Indonesia
sebagai lembaga pengelola wakaf tunai professional dapat lebih mendorong
program program social keagamaan dan pemberdayaan masyarakat dalam
berbagai bidang. Termasuk didalamnya program pemberdayaan UKM yang
memberikan banyak manfaat bagi kepentingan masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Karena terlalu luasnya permasalahan yang ada maka demi
terselesaikanya penulisan ini maka, penelitian ini hanya membahas tentang
wakaf tunai yang dianalisa berkaitan dengan pemberdayaan usaha kecil dan
menengah. Yang kemudian penelitiannya dibatasi hanya pada peran wakaf.
Untuk lebih jelasnya masalah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Apa saja skema pemberdayaan yang ada pada Tabung Wakaf Indonesia?
b. Apa saja skema pemberdayaan yang ada pada Tabung Wakaf Indonesia
yang khusus di peruntukkan bagi Usaha Kecil Dan Menengah ?
c. Apa saja kendala yang dihadapi dan solusi apa yang ditawarkan oleh
Tabung Wakaf Indonesia dalam pemberdayaan Usaha Kecil Dan
Menengah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapuntujuan dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah :
a. Mengetahui secara lebih jelas dan detail mengenai Lembaga Tabung
Wakaf Indonesia Mengetahui tentang skema pemberdayaan yang dimiliki
Tabung Wakaf Indonesia.
b. Mengetahui tentang skema pemberdayan yang dimiliki Tabung Wakaf
Indonesia yang diperuntukkan sebagai pemberdayan Usaha Kecil dan
Menengah.
c. Mengetahui tantangan yang di hadapi oleh Tabung Wakaf Indonesia dalam
pemberdayan Usaha Kecil dan Menengah dan cara mengatasi tantangan
tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini di harapkan dapat membawa daya guna bagi
kedua belah pihak yang berkaitan, yakni sebagai berikut:
a. Bagi Mahasiswa
1. Memperoleh tambahan pengetahuan yang relevan untuk meningkatkan
kompetensi, kecerdasan intelektual dan emosionalnya.
2. Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang
10
b. Bagi Institusi
1) Sebagai bahan masukan untuk lembaga Tabung Wakaf Indonesia
dalam hal pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah.
2) Memberikan masukan yang relevan dengan berbagai perubahan
mengenai wakaf produktif termasuk didalamnya wakaf tunai.
3) Dapat memberikan gambaran teerhadap langkah-langkah yang
strategis yang harus diambil dalam memberikan pelayanan kepada
masyrakat dalam permasalahan yang ada.
4) Dapat dipergunakan sebagai referensi dalam mengambil keputusan
dalam penggunaan wakaf tunai dalam pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah.
c. Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian di masa yang akan
datang.
E. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada
buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007”.
F. Kajian Pustaka
Berdasarkan telah yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber
tampaknya kurang mendapatkan perhatian dari para peneliti, untuk tidak
mengatakan belum pernah diteliti sama sekali.
Karsin pada (103044228110), dengan judul penelitian Cash Wakaf dalam
pemberdayaan Ekonomi Umat, (Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum 2004) sifat
penelitian studi pustaka, konsep wakaf tunai dianggap dapat lebih
menguntungkan apabila dikelola secara benar dan peruntukkannya dapat
dipergunakan di segala bidang tak terkecuali perbaikan perekonomian umat.
Kedudukan ekonomi umat yang pada akhirnya merupakan salah satu kancah
berwirausaha dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah luar biasa banyaknya
sehingga dapat memberikan manfaat secara luas bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Idik Komarudin (103044228110), dengan judul penelitian Efektifitas
Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf Tunai Pada TWI (Jakarta, Fakultas
Syariah dan Hukum 2008) sifat penelitian bersifat studi lapangan mengkaji
efektifitas dan pemanfaatan harta wakaf tunai yang dikelola oleh Tabung Wakaf
Indonesia dan kinerja TWI dalam memunculkan peran wakaf sebagai penegak
dan penggerak ekonomi umat.
Rida Weni (9946117156), dengan judul penelitian Cash Wakaf dan
Kaitannya dengan Pemberdayaan Perekonomian Umat (Jakarta, Fakultas Syariah
dan Hukum 2003) sifat penelitian bersifat studi kepustakaan. Kajian yang
cendrung membahas pengertian cash wakaf dan pengembangan perekonomian
12
Herni Muniasih (1984615051), dengan judul penelitian Peranan
Perbankan Syariah dalam Pembangunan Usaha Kecil dan Menengahstudi kasus
pada Industri Kecil di Daerah Duri Kosambi (Jakarta, fakultas Syariah dan
Hukum 2003) dalam rangka mewujudkan aspek pemerataan hasil-hasil
pembangunan, sektor usaha kecil menduduki peran penting dan strategis dalam
pembangunan nasional, baik dilihat dari segi kuantitas maupun dari segi
kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja
dalam mewujudkan pemerataan hasil-hasil pembangunan termasuk pengentasan
kemiskinan. Sejalan dengan hal tersebut maka pemerintah melalui serangkaian
kebijaknnya antara lain telah mewajibkan perbankan menyediakan KUK (Kredit
Usaha Kecil) minimal 20% dari jumlah pemberian kreditnya, ditunjukkan untuk
lebih menjamin tersedianya dana bagi pembiayaan usaha kecil, sebagai upaya
perbankan dalam membangun dan mengembangkan usaha kecil.
Berbeda dengan karya-karya ilmiah diatas, bahwa penelitian yang akan
penulis lakukan dengan judul “Wakaf Tunai dalam Pemberdayaan Ekonomi
UKM” adalah bertujuan untuk memberikan penilaian secara kritis tentang
pemberdayaan wakaf tunai di TWI dengan memaparkan program-program baru
yang inovatif dan menguntungkan ekonomi masyarakat secara umum dan
sekaligus memaparkan teori tentang pemberdayaan wakaf tunai serta kontribusi
TWI terhadap pemberdayaan ekonomi UKM.
Demikian perbedaan pokok, bahasan atau materi antara penulis dengan
G. Kerangka Teori
Kerangka teori atau landasan teori dari penulisan ini adalah dari definisi
baru tentang wakaf oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI),yaitu ; “menahan harta
(baik berupa aset tetap maupun aset lancar-pen.) yang dapat dimanfaatkan tanpa
lenyap bedanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum
terhadap benda tersbut ( menjual, memberikan atau mewariskan ), untuk
disalurkan (hasilnya) pada seesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada “.
Wakaf Uang (Cash Waqf/Wakaf Tunai) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang
tunai.9
Sedangkan pemberdayaan berasal dari kata daya, yang berarti tenaga atau
kekuatan, jadi pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya masyarkat
dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkanya.10
Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan kemampuan ekonomi umat
secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan
pendapatan yang lebih besar.11
9
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), h. 33
10
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, (Yogyakarta;BPFE,2000), Cet-1, h. 263
11
14
Usaha Kecil dan Menengah adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis
usaha kecil.Menurut keputusan Presiden RI no.99 tahun 1998 pengertian Usaha
Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha
yang secara mayoritas merupakan merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu
dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Jadi, bila dihubungkan antara wakaf tunai dengan analisis deskriptif akan
lebih terlihat peranan wakaf tunai terhadap pemberdayaan UKM.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu metode
penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dari
sumber-sumber yang diperoleh. Lalu dianalisis lebih lanjut dan kemudian diambil
suatu kesimpulan. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti
yang dikutip oleh Lexy J. Maleong yaitu sebagai produser penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.12
2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Tabung Wakaf Indonesia, yang berlokasi
di Komplek Perkantoran Graha Tunas Kav.E Lt.4 Jl. Warung Jati Barat No.63,
Buncit-Jakarta selatan. Telp. 021 7947617 Fax. 021 7984887. Email:
kontak@tabungwakaf.com, website: www.tabungwakaf.com
12
Dan Penelitian ini juga dilakukan di Head Office Dompet Dhuafa,
yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No.50 Ciputat Indah Permai C 28-29
Ciputat Jakarta 15419. Telp. 021 7416050 Fax. 021 741 6070
3. Jenis Data dan Sumber Data
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden
melalui wawancara dengan pihak yang menjadi objek penelitian dalam hal ini
adalah Tabung Wakaf indonesia yaitu dengan Investment Manager Ibu
Novianti Endang Mustaqimah, dan Lembaga Dompet Dhuafa yaitu dengan
Bapak Hendra Jatnika selaku Head of Productive Waqfraising. Data sekunder,
yaitu merupakan sumber data pendukung yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Studi Lapangan
Dalam hal ini untuk mendapatkan data-data dan informasi tentang
mekanisme berjalannya program wakaf tunai bagi pemberdayaan UKM
peneliti melakukan wawancara dengan Invesment Manager dari Tabung
Wakaf Indonesia yaitu, Ibu Novianti Endang M. Mengenai mekanisme
program wakaf tunai yang berjalan di Tabung wakaf Indonesia yang
berkaitan dengan program pemberdayaan ekonomi UKM dan Head of
Productive Waqfraising dari Dompet Dhuafa yaitu, Bapak Hendra Jatnika
16
terbentuknya program pemberdayaan UKM melalui wakaf tunai hingga
saat ini.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan (Library Research) yaitu metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis data-data. Penulis
mengadakan penelitian terhadap beberapa literatur yang ada kaitannya
dengan penulisan skripsi ini, literatur ini berupa skripsi terdahulu, buku,
majalah, surat kabar, artikel, bulletin, brosur, internet dan lain sebagainya.
Langkah dalam melaksanakan studi kepustakaan ini adalah dengan cara
membaca, mengutip, untuk menganalisa dan merumuskan hal-hal yang
dianggap perlu dalam memenuhi data dalam penelitian ini.
5. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis
deskriptif yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis membaca,
mempelajari, memahami dan kemudian menguraikan semua data yang
diperoleh lalu membuat analisa-analisa komprehensif sesuai dengan rumusan
masalah dan tujuan penelitian
I. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Yaitu meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah
penelitian, teknik penulisan, kajian pustaka, kerangka teori,
metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II. USAHA KECIL DAN MENENGAH
Yang membahas tentang pengertian usaha kecil dan menengah
(UKM), peranan usaha kecil dan menengah (UKM) dalam
perekonomian, masalah-masalah yang dihadapi usaha kecil dan
menengah (UKM), serta upaya-upaya pengembangan usaha
kecil dan menengah (UKM)
BAB III. WAKAF TUNAI DI TABUNG WAKAF INDONESIA
Yang membahas tentang sejarah wakaf tunai, latar belakang
Tabung Wakaf Indonesia (TWI), bentuk dan badan hukum
Tabung Wakaf Indonesia (TWI), visi dan misi Tabung Wakaf
Indonesia (TWI), tujuan sasaran target dan pemetik manfaat
Tabung Wakaf Indonesia (TWI), serta wakaf tunai di Tabung
Wakaf Indonesia (TWI)
BAB IV. PERANAN TWI DALAM PEMBERDAYAAN UKM
Bab ini terdiri dari konsep wakaf tunai, pengelolaan dan
penghimpunan wakaf tunai, dan strategi pengembangan Tabung
Wakaf Indonesia (TWI)
BAB V. PENUTUP
18
BAB II
USAHA KECIL DAN MENENGAH A. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Usaha Kecil (UK) merupakan sebutan ringkas dari usaha skala kecil
(USK) sebagai terjemahan dari istilah Small Scale Enterprise (SSE) yang
mempunyai banyak pengertian, baik dalam makna teoritis, maupun sebagai
konsep strategis kebijakan pembangunan.
Usaha kecil sebagai konsep mengacu pada dua aspek. Pertama, aspek
perusahaan, yang melakukan aktifitas produktif. Mengkombinasikan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, memasarkan dan mencetak
keuntungan. Kedua, aspek pengusaha, yaitu orang dibalik usaha/ perusahaan yang
biasanya adalah pemilik, pengelola sekaligus administrator dari perusahaannya.1
Kemudian, yang dimaksud dengan usaha kecil menurut surat edaran Bank
Indonesia No.26/I/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal kredit usaha kecil adalah
usaha yang dimiliki total asset maksimum Rp. 600 juta (enam ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil ini
meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset
yang dimiliki tidak melebihi Rp. 600 juta.2
1
Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, Koperasi Kewirausahaan dan Usaha (Jakarta; Rineka Cipta, 2002), cet.ke-1, h.244
2
Sedangkan menurut Undang-undang No.9/1995 tentang usaha kecil yang
dimaksud adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut:3
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyakRp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu
milyar rupiah).
3. Milik warga negara Indonesia
4. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimilki, dikuasai atau berafilisasi baik langsung atau tidak langsung
dengan usaha menengah dan usaha besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, termasuk koperasi.
Yang dimaksud dengan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang
mempunyai kriteria:
1. Asset 10 milyar,- tidak termauk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2. Omzet Rp. 50 milyar,-
Sedangkan dalam konsep inpres UKM , yang dimaksud dengan UKM
adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria:
1. Asset Rp. 50 milyar,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
2. Omzet Rp. 250 milyar,-4
3
Undang-undang Republik Indonesia No.9/1995 tentang Usaha Kecil, Bab III, Pasal 5.
4
20
Selanjutnya, berdasarkan jumlah karyawan yang dimilikinya, sebuah
usaha dimana usaha kecil terdiri atas usaha rumah tangga (1-4 orang) dan usaha
kecil (5-19 orang), sementara usaha menengah (20-99 orang).5
B. Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam Perekonomian
Usaha kecil dan menengah (UKM) dalam perekonomian suatu negara,
memiliki peranan yang penting. Bukan saja di Indonesia tetapi mempunyai
peranan strategis di negara-negara lain juga. Indikasi yang menunjukan peranan
usaha kecil dan menengah itu dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB,
eksport nonmigas, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia yang cukup berarti.6
Di tengah ambruknya para konglomerat akibat krisis, ternyata usaha kecil
mampu menjadi katup pengaman dampak krisis terhadap perekonomian nasional.
Dalam kaitan ini sektor usaha kecil berperan penting dalam pembangunan
ekonomi nasional karena unit usahanya sangat banyak dan menyerap tenaga kerja
yang besar. UKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi
pasca krisis moneter tahun 1997 disaat perusahaan-perusahaan besar mengalami
kesulitan dalam mengembangkan usahanya.7
5
Peningkatan Ekonomi Domestik Melalui Usaha Kecil, (Business News, No. 69117/Tahun XLVII, 6 Juni 2003), h.13
6
Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, Op.Cit., h.244 op.cit., h.244
7
Usaha kecil mampu menampung 62,6 juta tenaga kerja atau 89 persen dari
total tenaga kerja nasional, dimana usaha kecil ini terdiri dari usaha rumah tangga
dan usaha kecil, sementara usaha menengah melibatkan 4,2 juta tenaga kerja dan
usaha besar menyerap 3,5 juta pekerja pada tahun 20028
Peran penting usaha kecil merupakan wahana utama dalam penyerapan
tenaga kerja juga sebagai penggerak roda ekonomi serta pelayanan masyarakat
Tidak kurang pentingnya, industri kecil juga memberikan manfaat social (sosial
benefit) yang sangat berarti bagi perekonomian.Manfaat pertama,industri kecil
dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang cukup
murah. Manfaat kedua, industri kecil dapat memberikan peranan dalam
peningkatan dan mobilisasi tabungan domestik. Ini dimungkinkan oleh kenyataan
bahwa industri cenderung memperoleh modal dari tabungan pengusaha itu
sendiri, atau dari tabungan keluarga atau kerabatnya. Adapun manfaat sosial yang
ketiga, indutri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar
dan sedang, karena industri kecil menghasilkan produk yang relatif murah dan
sederhana, yang biasanya tidak dihasilkan oleh industri besar.9
Sebuah studi yang dilakukan oleh Michigan State University telah
menyimpulkan bahwa UKM secara konsisten menghasilkan lebih banyak Output
perunit modal daripada mitranya industri besar. Little, Scitovsky, dan scoot telah
8
Business News, Loc.Cit
9
22
menyimpulkan bahwa " industri modern berskala besar pada umumnya kurang
menghasilkan keuntungan daripada industri kecil sejenis kerajinan, disamping
menelan biaya dalam bentuk modal juga juga menciptakan lapangan kerja yang
lebih sedikit". Sebagian sarjana malah meragukan bahwa industri-industri skala
besar itu cocok bagi kondisi tipikal negara-negara berkembang yang kelebihan
tenaga kerja dan kekurangan modal. Karena itu, UKM secara luas dipandang
sebagai "cara efektif untuk mengembangkan kontribusi sektor swasta terhadap
tujuan pertumbuhan dan pemerataan negara-negara berkembang.10
Keberadaan UKM di Indonesia lebih dikaitkan dengan perannya secara
klasik yaitu mengatasi pengangguran dan pemerataan pendapatan. Di indonesia
selama periode 1998-2001 jumlah unit usaha UKM mengalami pertumbuhan
rata-rata 11% pertahun (Deperindag, 2002).11 Pertumbuhan UKM memberikan
dampak yang sangat positif terhadap penciptaan kesempatan kerja. Data pada
Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan jumlah unit usaha dan tenaga kerja Usaha
Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) dalam struktur industri di
Indonesia tahun 1998 hingga 2001.
Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa UKM mengalami pertumbuhan dari tahun ke
tahun. Pertumbuhan unit usaha UKM selama 1998-2001 lebih tinggi dibanding
UB, dimana pertumbuhan UKM berkisar 11% pertahun sedangkan UB hanya 6%.
10
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Tazkia Institut, Gema Insani Press, 2000), cet. Ke-1, h. 315
11 Diyah Ratih Sulistyastuti, “
Data tabel 2.1 menunjukkan pula bahwa ada dua hal yang perlu digaris bawahi.
Pertama, struktur Industri di Indonesia masih di dominasi oleh UKM. Hal ini
dapat dilihat dari proporsi unit usaha UKM dibandingkan perusahaan besar dari
tahun ke tahun secara konsisten di atas 99%. Kedua, UKM sangat penting bagi
penyedia lapangan kerja di Indonesia.12
Tabel.2.1
Unit Usaha dan Tenaga Kerja UKM dan UB di Indonesia
Selama Tahun 1998-2001 (dalam Ribu)
Peranan Industri kecil ini telah terbukti bahwa industri kecil memiliki
ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi.
Data tahun 1998 menunjukkan bahwa struktur di Indonesia didominasi oleh UKM
yaitu menguasai 99,8% sementara sisanya sebesar 0,2% merupakan pelaku usaha
besar. Peran ini makin berarti dalam penyerapan tenaga kerja selama krisis.
12
24
Dalam periode yang sama UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 99,6%
dan sisanya 0,4% yang terserap oleh industri besar.
Krisis ekonomi yang terjadi memberikan hikmah yaitu munculnya
kesadaran dan pengakuan atas pentingnya peran UKM dalam pembangunan
nasional Indonesia. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi
lokal UKM sesuai potensinya sangat penting.13
Berdasarkan survei yang dilakukan BPS dan Kantor Mentri Negara untuk
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), Usaha-usaha
kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah
total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar, pada tahun
2000 meliputi 99,9% dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia.
Sedangkan usaha-usaha menengah yaitu usaha-usaha dengan total penjualan
tahunan yang berkisar antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 milyar meliputi 0,14
persen dari jumlah total usaha dengan demikian potensi UKM sebagai
keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang brgerak di
Indonesia.14
Bukti-bukti ini merupakan indikasi bahwa usaha kecil menengah terutama
sektor industri telah tampil sebagai pemberi kontribusi yang dinamis dan semakin
meningkat dalam perkembangan eksport nasional.Ini justru ditunjukan pada saat
13
Ibid
14
stuktur usaha besar (konglomerat) menghadapi masalah internal dimana
kecenderungan pasar industri menengah besar semakin kedalam (Inward
looking).Hal ini terlihat dari merosotnya produk yang dieksport usaha menengah
besar tahun 1998 terhadap total eksport indutri sebesar 28,8%,maka pada tahun
1999 porsinya hanya sebesar 22,7%.Sementara jika dikaitkan eksport dengan
GDP/PDB,maka presentase tersebut untuk usaha kecil menengah adalah sebesar
23%.15
C. Masalah-masalah yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah
Peranan UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia memang diakui
sangat penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek,
seperti peningkatan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan
ekonomi pedesaan dan peningkatan eksport nonmigas.16 Tetapi selain itu juga,
UKM menghadapi berbagai kendala, baik kendala internal UKM itu sendiri
maupun kendala eksternal.
Secara umum selalu dikatakan bahwa masalah yang dihadapi usaha kecil
menengah di Indonesia adalah keterbatasan modal, pemasaran, bahan baku,
tenaga kerja, penguasaan teknologi, manajemen, organisasi, dan lainnya. Namun
tidak semua usaha kecil menghadapi masalah yang sama karena sangat tergantung
pada perusahaan masing-masing.17
15
Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, Op.Cit., h.248-249
16
Ibid
17
26
Dari sisi pengusaha, perbankan masih menghaapi permasalahan dalam
pemberian pembiayaan. Umumnya usaha kecil memiliki tingkat kelayakan yang
masih rendah, akibat adanya keterbatasan pada aspek pemasaran, teknik,
produksi, manajemen dan organisasi. Pada umumnya mereka belum mampu
menerima persyaratan tehnis bank, antara lain berkaitan dengan penyediaan
perizinan dan jaminan.18
Dari sisi perbankan, kendala yang muncul adalah sukarnya memperoleh
usaha kecil dan menengah yang layak, tingginya biaya transaksi, tingginya resiko
dan terbatasnya sumber daya manusia dan jaringan kantor cabang bank.19 Bagi
kebanyakan bank terlebih yang biasa membiayai korporasi seringkali diliputi
kekhawatiran kegagalan pembiayaan ke pengusaha kecil. Tingkat keengaganan
yang masih tinggi seringkali dinyatakan dalam berbagai alasan utama resiko dan
tidak adanya agunan. Padahal sekarang terbukti bahwa pembiayaan kepada
pengusaha besarpun menganduang resiko yang sama, bahkan dapat menyeret
bank kepada kebangkrutan.20
Selain itu, masalah yang dihadapi usaha kecil adalah sikap pemerintah itu
sendiri seperti masalah kordinasi dalam pembinaan usaha kecil. Pasalnya begitu
banyak instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap usaha kecil,
namun tugasnya itu sering tumpang tindih. Hal ini dapat di lihat pada beberapa
departemen seperti Deperindag, Depkop, dan PPK mengklaim dirinya sebagai
koordinator usaha kecil secara menyeluruh yang sah, padahal sebetulnya jika
masalahnya bersifat umum, maka Depkop dan PPk yang memikirkan solusinya,
dan jika bersifat teknis, maka masing-masing departemen yang bertanggung
jawab. Namun jika menyangkut pengembangan usaha kecil, maka Deperindag
yang bertanggung jawab, meskipun ada Depkop dan PPK.
Masalah lainya adalah kebijakan pemerintah yang umumnya bersifat
Walfare Policy yang tidak menggunakan akidah ekonomi sebagai acuannya.
Kebijakan ini sering disebut kebijakan populis yang berasumsi bahwa fungsi
UKM adalah peyangga yang paling dominan, sehingga usaha kecil identik dengan
masalah orang miskin atau kaum marjinal. Oleh sebab itu Walfare Policy
diwujudkan dalam bentuk pemberian subsidi kepada usaha kecil. Di lain pihak
ada kebijakan ekonomi yang mengacu pada kaidah ekonomi yang berasumsi
bahwa (diluar aspek usaha) usaha kecil tidak memiliki karakteristik yang berbeda
dengan usaha besar. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah seharusnya tidak
didasari oleh belas kasihan, tetapi didasari oleh pertimbangan potensi ekonomi.
Kontroversi dua model kebijakan ekonomi ini terus berlangsung hingga kini.21
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan
Menengah (UKM), antara lain meliputi:22
21
Business News, Loc.Cit
22
28
1. Faktor Internal
a. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena
pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik
yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau
lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara
administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya
ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang
memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal
akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini para pengusaha UKM yang
cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang
disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses
pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum
memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka
untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan,
b. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan
usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil
baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga
usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan
keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing
produk yang dihasilkannya.
c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi
pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat
terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan
usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung
dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang
baik.
d. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan
mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu
sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus
30
mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM
seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh,
ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga
seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
e. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM
tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya
menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi
generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
2. Faktor Eksternal
a. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun
ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan
tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan
investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto
(investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan
acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi
indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh kembangkan UKM,
meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan
yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan
pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan
untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar
mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak
murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak
terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak
memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan
dari para pengusaha besar. Proses perijinan bagi usaha kecil dan menengah
akan jadi sesuatu yang sulit apabila pemerintah tidak memberikan kemudahan
dalam soal biaya perizinan dan mempercepat proses tercipta nya izin usaha
yang di perlukan para pengusaha Usaha Kecil dan Menengah
b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan
usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan
dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan
32
c. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar
menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran
yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang
kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
d. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004,
kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus
masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi
terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru
yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan
menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang
berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha
luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
e. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003
dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah
untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau
UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien,
serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global
14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini
sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non
Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar
mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan
kompetitif.
f. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik
sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang
pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia
mudah rusak dan tidak tahan lama.
g. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.
h. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal
akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM,
sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun
jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal
ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk
menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa
34
memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya
beredar di pasar domestik.
Namun yang menjadi masalah selama ini adalah dukungan pendanaan,
informasi pasar, dan teknologi yang tidak memadai, sehingga banyak faktor
terkendala. Dan dukungan pihak perbankan nasional dan lembaga penjaminan
kredit juga sangat penting dalam hal ini.
Disisi lain, tingkat SDM masih kurang, hal ini menjadi penting kalau kita
lihat bahwa dalam pengembangan kewirausahaan yang menjadi dasar SDM dalam
usaha ini adalah peran serta aktif dari para pengusaha sendiri.
Masalah lain yang muncul adalah perbankan tidak menjalankan fungsinya
dengan baik seperti memberikan informasi-informasi perbankan ke masyarakat
secara langsung, bagaimana mengkases kredit dari perbankan itu sendiri dan
memberikan informasi alternatif pinjaman lainnya dari instansi-instansi keuangan
yang disediakan oleh Pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun
yang terjadi perbankan kita lebih cendrung mencari keuntungan sensasional dari
para nasabah dengan mematok bunga kredit tinggi sementara bunga deposisto
terus di turunkan.
D. Upaya-Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
Dalam rangka mengembangkan dan memberdayakan peran koperasi,
usaha kecil dan menengah dalam perekonomian nasional, pemerintah selama ini
Upaya pengembangan UKM pada hakekatnya merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati
permasalahan yang di hadapi UKM, maka kedepan perlu di upayakan hal-hal
sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain
dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan.
2. Peyederahanaan prosedur perizinan
Peyederahanaan proses perizinan mempermudah ke berlangsungan para
pengusaha kecil dan menengah. Untuk mengatasi keluhan yang dihadapi
UMKM khususnya, pelaku bisnis dan masyarakat umumnya, beberapa
Pemerintah Daerah berinisiatif menyelenggarakan program Pelayanan Ijin
Satu Atap.
Baru-baru ini Pemprov Jawa Timur meluncurkan program Ijin Satu Atap.
Segala jenis urusan perijinan dilakukan langsung satu atap di Gedung
Pelayanan Perijinan Terpadu, disingkat P2T yang berlokasi di Jalan Pahlawan
116 Surabaya.
Pelaku UMKM dan masyarakat bisa mengurus perizinan di P2T untuk
berbagai sektor diantaranya : Sektor Energi Dan Sumber daya Mineral, Sektor
Kehutanan, Koperasi dan UMKM, Pertanian, Sosial, Bina Marga, Penanaman
Modal, BUMN, dan BUMD.23
23 Dedy Edward Tanjung, “Pelayanan Izin Satu Atap, Manfaatnya bagi UMKM” artikel
36
3. Bantuan Permodalan
Pemerintah memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan bagi UKM, untuk peningkatan permodalannya , baik itu melalui
sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal
ventura.
Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non
bank. Lembaga keuangan Mikro bank antara lain : BRI Unit Desa dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) . Samapi saat ini BRI memilki unit yang tersebar
diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit
yang melayani UKM.
Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong
pengembangan LKM ini berjalan baik, karena selama ini LKM non koperasi
memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
4. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu , terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
usaha golongan ekonomi lemah, baik itu melalui undang-undang maupun
peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan .
5. Pengembangan Kemitraan.
Perlu dikembangakan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau
antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negri maupun di luar negri,
untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.
Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan bersaing dengan pelaku
bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negri.
6. Pelatihan.
Pemerintah perlu meningkatakan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek
kewiraswastaan, manajmen, administrasi dan pengetahuan serta
keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu
diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk
mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara
lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan u
untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi
dengan mitra usahanya.
9. Mengembangakan Kejasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama yang atau kordinasi yang serasi antara pemerintah
dengan dunia usaha UKM untuk membicarakan berbagi isu-isu mutakhir yang
38
10.Perlu adanya lembaga penjamin untuk menjamin kredit UKM
Di indonesia ada dua lembaga penjamin kredit yang di dukung oleh penuh
pemerintah untuk membantu UMKM. ASKRINDO atau Asuransi Kredit
Indonesia dan JAMKRINDO atau Jaminan Kredit Indonesia. Kedua lembaga
ini di dukung dengan dana Rp. 1,4 Trilyun oleh Pemerintah untuk menjamin
kredit UMKM melalui program KUR (kredit Usaha Rakyat) dari sejumlah
dana yang digelontorkan pemerintah adalah sebesar Rp. 14 Trilyun. Artinya
Lembaga penjamin bisa menjamin pinjaman kredit UMKM melalui program
KUR hingga Rp. 14 Trilyun.24 Lembaga penjamin ini sangat diperlukan bagi
kepentingan Usaha Kecil dan Menengah25
Pengembangan UMKM ke depan harus diarahkan untuk menjadikan
Central modal di kampung-kampung dan di tingkat Kecamatan, Karena UKM
yang kuat, merata dan mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan usaha mikro
menengah dan mikro kecil agar mampu menghadapi tantangan untuk
melaksanakan otonomi daerah. Pengendalian dan pembinaan/fasilitasi, serta
pengembangan kelembagaan (organisasi dan manajemen), meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme pengelola UMKM melalui diklat terus menerus
sangat diperlukan. Pengembangan kemampuan layanan bagi anggota,
meningkatkan jumlah produk keuangan yang didukung dengan pengembangan
jejaring. Pengembangan jejaring antara lain meliputi jejaring.
24Dedy Edward Tanjung, “
Lembaga Penjamin Kredit UMKM” artikel diakses pada tanggal 19 september 2011dari http://usaha-umkm.blog.com/tag/lembaga-penjaminan-kredit-umkm/
25Wawan Junaidi,”
39
A. Sejarah Wakaf Tunai
Wakaf tunai atau disebut juga dengan wakaf uang sebenarnya sudah
dilaksanakan pada abad ke-2 Hijriah. Abu Su'ud dalam Risalah Fi Jawaz Waqf
al-Nuqud, menyebutkan bahwa Imam Bukhariy meriwayatkan pendapat Imam
al-Zuhri (wafat 124 H.) yang membolehkan mewakafkan dinar dan dirham itu
sebagai modal usaha, kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai dana yang
diperlukan oleh masyarakat.1 Dalam sebuah penelitian yang meliputi 104 yayasan
wakaf di Mesir, Turki, Palestina, dan Anatoly Land, M.A. Mannan dalam bukunya
Sertifikat Wakaf Tunai melaporkan bahwa 7% wakaf yang ada di negara-negara
itu berupa wakaf tunai.
Seiring dengan pesatnya kajian ekonomi syariah dewasa ini, wakaf tunai
menjadi perhatian yang sangat serius dalam rangka mengakses modal yang dapat
dipergunakan untuk kepentingan dan kemasalahatan umat. Berangakat dari
pendapat yang terdapat dalam mazhab Hanafi, sebagaimana dikutip oleh Wahbah
al-Zuhaily dalam kitabnya Al-fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, membolehkan wakaf
tunai sebagai modal usaha, karena pada hakikatnya substansi nilai dari uang itu
dapat bertahan lama, sekaligus banyak manfaatnya untuk kepentingan umat.
Menurut Mazhab Hanafi, uang itu dijadikan modal yang dikelola dengan sistem
1
40
mudharabah dan keuntungannya digunakan untuk pihak yang memanfaatkan
harta wakaf.2
kepentingan yang tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah
pokoknya. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat – surat berharga.
Surat Ali Imran: 92
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai dan apa saja
yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS.Al
Imran :92 )
2. Hadis
Pada zaman Rasulallah istilah wakaf belum dikenal. Akan tetapi pada
masa itu dikenal dengan habs, sadaqah, dan tsabil . Para ahli hadis dan
kebanyakan ahli-ahli fiqih mengindetikkan wakaf dengan sadaqah jariyah.
Hadis Nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dibawah ini kerap
dijadikan landasan dan sumber hokum lembaga perwakafan itu :
2
:
Artinya : Dari Abu Hurairah R.A berkata: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda
: “ Apabila manusia itu meninggal mka terputuslah amalnya
kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak yang soleh yang mendokan kepadanya.”3
Al-Quran dan Hadis diatas mendasari di syariatkannya wakaf sebgai
tindakan hukum dengan cara melepaskan hak kepemilikan atas asal barang
dan meyedekahkan manfaatnya untuk kepentingan umum dengan maksud
memperoleh pahala dari Allah.
C. Latar Belakang Tabung Wakaf Indonesia
Pada bulan juli 1993 telah berdiri sebuah lembaga sosial kemanusian yang
bernama Dompet Dhuafa Republika (DDR). Sebuah lembaga yang didirikan
sebagai jawaban atas keprihatinan beberapa pimpinan harian media koran
Repulika atas kondisi ideal. Awal dari perjalanannya merupakan perjuangan yang
sangat berat dan sangat melelahkan dan sekarang perjuangan yang dirintis dari
awal dengan banyak pengorbanan telah membuahkan hasil yang cukup
menggembirakan, salah satunya diresmikannya Dompet Dhuafa Republika
3
42
(DDR) sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang pertama pada
tahun 2001.4
Sepuluh tahun perjalanan DD melakukan gerakan membumikan zakat
sudah mulai berbuah, masyarakat menyadari bahwa setiap kekayaan yang dimiliki
terdapat hak orang lain didalamnya yang wajib dikeluarkan. Sebuah fenomena
yang patut disyukuri karena masyarakat semakin sadar bahwa zakat merupakan
sebuah pilar penting dalam penegakan perekonomian umat.
Melihat perkembangan ekonomi yang cukup lamban timbullah keinginan
yang kuat untuk mempercepat proses kebangkitan ekonomi umat, DDR terdorong
untuk menggali potensi dana umat selain zakat. Pada bulan Ramadhan 1425 H ,
DDR membuat sebuah unit fundraising baru yaitu kembali wakaf sebagaimana
yang telah dipraktikan pada masa Rasulullah SAW dan para sahabatnya sebagai
jawaban dari pencairan pilar ekonomi umat Islam selain zakat.5
Pengelolaan zakat yang belum optimal berbanding terbalik dengan potensi
zakat yang sudah berjalan sebelumnya hal ini menjadi tantangan baru bagi DD
untuk lebih mengoptimalkan peran wakaf, karena pemanfaatan wakaf lebih
fleksibel dibandingkan zakat yang sudah dibatasi dengan 8 asnaf.
Pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan secara
terus menerus, menuntut kita untuk mencari alternatif solusi yang dapat
4
Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia, (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia,2006) diakses dari http://www.dompetdhuafa.org/
5
mendorongnya lebih cepat. Dan salah satu alternatif solusi itu adalah mobilisasi
dan optimalisasi peran wakaf secara efektif serta profesional.
Agar perkembangan wakaf berkembang dengan baik dan lancar, secara
pasti dibutuhkan peran Nazir Wakaf (pengelola wakaf) yang amanah dan
profesional sehingga penghimpunan, pengelolaan dan pengalokasian dana wakaf
menjadi optimal. Meski saat ini, kebutuhan akan adanya Nazhir wakaf masih
belum mendapat perhatian utama dari umat.
Berdasarkan kondisi di atas dan melihat potensi wakaf yang sangat besar
maka pada tanggal 14 juli 2005, Dompet Dhuafa melaunching unit baru yang
bernama Tabung Wakaf Indonesia (TWI), sebagai jawaban dan solusi atas
permasalahan wakaf. Diharapkan TWI dapat melakukan optimalisasi wakaf
sehingga wakaf dpat menjadi penggerak ekonomi umat. Seperti efek bola salju,
semakin lama semaikn besar membawa kemaslahatan untuk umat. Selaku
pengelola wakaf (Nazhir Wakaf) khususnya wakaf uang tunai, diharapkan mampu
mengalokasikan harta wakaf secara tepat dengan profesionalitas dan amanah,
tentu dengan tuntunan Al Quran dah Hadist Rasulullah SAW, serta pertimbangan
kebutuhan umat pada umumnya.6
Pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan secara
terus menerus menurut kita untuk mencari alternatif solusi yang dapat
mendorongnya lebih cepat. Salah satu alternatif solusi itu adalah mobilisasi dan
optimalisasi peran wakaf secara efektif dan professional.
6 Profil TWI, “