• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Medication Error pada fase Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit Dalam Gedung Teratai, Isntalasi Farmasi RSUP Fatmawati Periode 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Medication Error pada fase Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit Dalam Gedung Teratai, Isntalasi Farmasi RSUP Fatmawati Periode 2013"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR PADA FASE

PRESCRIBING, TRANSCRIBING, DAN DISPENSING

DI DEPO FARMASI RAWAT INAP PENYAKIT

DALAM GEDUNG TERATAI, INSTALASI FARMASI

RSUP FATMAWATI

PERIODE 2013

SKRIPSI

IKA SUSANTI

NIM.109102000059

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR PADA FASE

PRESCRIBING, TRANSCRIBING, DAN DISPENSING

DI DEPO FARMASI RAWAT INAP PENYAKIT

DALAM GEDUNG TERATAI, INSTALASI FARMASI

RSUP FATMAWATI

PERIODE 2013

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi

IKA SUSANTI

NIM.109102000059

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Ika Susanti

NIM : 109102000059

Tanda Tangan :

(4)
(5)
(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Ika Susanti

NIM : 109102000059

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Medication Error pada fase Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit Dalam Gedung Teratai, Isntalasi Farmasi RSUP Fatmawati Periode 2013

Kesalahan dalam pengobatan (Medication Error) adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah (Kepmenkes,2004). Medication error ini sangat sering terjadi dirumah sakit. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Medication Error yang terjadi pada berbagai fase dalam pelayanan obat di RSUP fatmawati. Ada 3 fase yang dinilai dalam medication error ini yaitu pada fase prescribing, transcribing dan pada fase dispensing. Penelitian ini merupakan observasional dengan disain cross sectional terhadap data-data resep ysang ada di Depo Farmasi Gedung Teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. pengumpulan data dilakukan secara Prospektif mulai bulan mei sampai juni 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi medication error pada ketiga fase tersebut. Masing-masing untuk fase prescribing potensi kesalahan terjadi karena: tulisan resep tidak terbaca 0,3%, nama obat berupa singkatan 12%, tidak ada dosis pemberian 39%, tidak ada jumlah pemberian 18%, tidak ada aturan pakai 34%, tidak menuliskan satuan dosis 59%, tidak ada bentuk sediaan 84%, tidak ada rute pemberian 49%, tidak ada tanggal permintaan resep 16%, tidak lengkap identitas pasien, (tidak ada nomor rekam medik 62%, usia 87%, berat badan 88%, tinggi badan 88%, jenis kelamin pasien 76% dan no kamar pasien 77%. Pada Transcribing potensi kesalahan terjadi karena: Tidak ada dosis pemberian obat 89%, Tidak ada rute pemberian 21%, Tidak ada bentuk sediaan 14%. Pada Dispensing potensi kesalahan terjadi karena: Pemberian etiket yang tidak lengkap 61%.

(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Name : Ika Susanti

NIM : 109102000059

Study program : 1- Strata Pharmacy

Title : Identification of Medication Error in phase Prescribing, Transcribing, and Dispensing Pharmacy At Depo Inpatient Medicine Building Lotus Pharmaceuticals Fatmawati Installation Period 2013

Medication Error is patient adverse events due to the use of the drug for the treatment of health workers, which could otherwise be prevented. This study aims to determine Medication Error that occurred at different phases in drug services in Fatmawati. Ie the phase prescribing, transcribing and dispensing phase. The research was conducted in the Lotus Building Depot Pharmacy, Pharmacy Installation Fatmawati. Designe used in this study was a cross sectional study with prospective data collection conducted during the months of May to June 2013. The results showed that there was the potential for medication errors. Each to that phase of prescribing potential error occur because: prescription writing unreadable: 0.3%, the name of the drug in the form of the abbreviation 12%, no dose of granting 39%, no amount of grant of 18%, there is no rule 34% share, Don ' t write satuan a dose 59 %, there is no form of 84 % preparation there is no route granting 49 %, No date 16 %, demand a recipe not complete the identity of the patient, (There is no medical record number 62%, age 87%, weight 88%, height 88%, sex 76% and no of patients rooms 77%). On transcribing potential happened because there was no mistake: 89 %, a dose of administering medication there is no route granting 21 %, no the form of preparation 14 %. On dispensing potential error occurred because: the provision of etiquette incomplete 61 %.

(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khusnya penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Medication error pada fase Prescribing, Transcribing dan Dispensing di Depo farmasi rawat Inap Penyakit Dalam gedung Teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati periode 2013” ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi muhammad SAW, yang merupakan suri tauladan bagi kita semua.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Depo Farmasi Gedung Teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Skripsi ini juga disusun berdasarkan dari berbagai sumber. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan ini tentu banyak berbagai halangan serta kesulitan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari do’a, dorongan, bantuan, dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, izinkan menulis untuk menghaturkan ucapan terimakasih yang mendalam kepada:

1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt sebagai Pembimbing I dan Bapak Ahmad Subhan, M.Si, Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, waktu, tenaga, nasehat, serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Sabrina, M.Farm,Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama penulis melakukan penelitian.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Mustari dan Ibunda Mujinem yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta lantunan doa di setiap waktu

8. Teman-teman di Program Studi Farmasi khususnya 2009 serta adik-adik yang tidak bisa di sebutkan satu persatu

9. Teman seperjuangan selama penelitian di RSUP Fatmawati: Dwi Permata sari, Fitri Nurmayanti, Misriana, Wahyu Putri lestari atas bantuan yang telah diberikan.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 20 september 2013

(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ika Susanti

NIM : 109102000059

Program studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya dengan judul:

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR PADA FASE PRESCRIBING, TRANSCRIBING, DAN DISPENSING DIDEPO FARMASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM GEDUNG TERATAI, INSTALASI FARMASI RSUP

FATMAWATI PERIODE 2013

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 20 September 2013

Yang menyatakan,

(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3 Pernyataan Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Medication Error ... 5

2.1.1 Definisi Medication Error ... 6

2.1.2 Penggolongan Medication Error ... 6

2.1.3 Prevalensi Medication Error ... 8

2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Medication Error ... 8

2.1.5 Upaya Pencegahan Medication Error ... 10

2.2 Medication Error Pada Prescribing ... 11

2.2.1 Prevalensi Medication Error Pada Prescribing ... 12

2.2.2 Definisi Resep ... 13

2.2.3 Persyaratan Resep ... 13

2.3 Medication Error Pada Transcribing ... 15

2.3.1 Definisi Transcribing ... 15

2.3.2 Prevalensi Medication Pada Transcribing ... 15

2.4 Medication Error Pada Dispensing ... 15

2.4.1 Definisi Dispensing ... 15

2.4.2 Kategori Kesalahan Dispensing ... 16

2.4.3 Prosedur Dispensing ... 17

2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Dispensing ... 18

2.4.5 Prevalensi Medication Error Pada Dispensing ... 21

(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1 Kerangka Konsep ... 27

3.2 Definisi Operasional ... 27

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian ... 29

4.2 Design Dan Rancangan Penelitian ... 29

4.3 Populasi Dan Sampel ... 29

4.4 Kriterian Inklusi Dan Eksklusi ... 29

4.5 Pengumpulan Data ... 30

4.6 Cara Kerja ... 30

4.7 Analisa Data ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1 Hasil Penelitian ... 31

5.1.1 Hasil Analisa Data ... 31

5.3 Pembahasan ... 37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 44

6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran Halaman

Lampiran. 1 Lembar Kerja Pengamatan ... 48

Lampiran. 2 Contoh Resep ... 49

Lampiran. 3 Contoh Transcribing ... 50

Lampiran. 4 Contoh Dispensing ... 51

Lampiran. 5 Contoh Troly Box Obat ... 52

Lampiran. 6 Gambar Rak Obat ... 53

Lampiran. 7 Alur Resep ... 55

Lampiran. 8 Alur Resep ... 56

Lampiran. 9 Alur Resep ... 57

(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.2 Penggolongan ME Berdasarkan Tempat Kejadiannya ... 6

Tabel 5.1 Distribusi Hasil Penilaian ME Pada Tahap Prescribing ... 29

Tabel 5.2 Distribusi Hasil Penilaian ME Pada Tahap Transcribing ... 30

(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ME : Medication error

RM : Rekam Medik

SIP : Surat Izin Praktek Dokter

DISPENSER : tenaga ahli yang memberikan obat

PRESCRIBER : tenaga ahli yang meresepkan obat

(16)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesalahan pengobatan (medication error) adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah (Kepmenkes, 2004).

Laporan dari IOM (Institute of Medicine) secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari medical errors yang sebetulnya bisa dicegah. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS (Poillon, 1999).

Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%), transcribing (11%) (Depkes,2008).

Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama (Depkes,2008).

Hasil penelitian kajian penulisan resep di kota Madya Yogyakarta menunjukkan bahwa resep yang memenuhi persyaratan yang berlaku adalah 39,8 %. Ketidaklengkapan tersebut disebabkan antara lain karena tidak adanya paraf, nomor ijin praktek dokter, tanggal resep. Tulisan tangan dokter yang kurang dapat dibaca sangat menyulitkan sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan interpretasi terutama pada nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara pemberian, yang selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan (Rahmawati, 2002).

(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga September 2008. Resep dari pasien dirawat di bangsal umum dilibatkan dalam penelitian ini. Kesalahan yang dilaporkan oleh perawat, yang didokumentasikan oleh apoteker dalam bentuk laporan kesalahan Dispensing. Semua kesalahan didokumentasikan dikumpulkan, dianalisis dan dikategorikan ke dalam berbagai jenis. Frekuensi terjadinya berbagai jenis kesalahan pengeluaran dihitung. Insiden kesalahan dispensing ditemukan menjadi 4,8% dan jenis yang paling sering ditemukan adalah dispensing obat yang salah (43,1%).

Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam menentukan obat dan regimen dosis antara lain: (1)Kesalahan dalam peresepan: resep tidak rasional, resep yang tidak tepat dan tidak efektif, kelebihan dosis, kekurangan dosis dalam menuliskan resep. (2)Penulisan resep: kesalahan dalam mengartikan resep. (3)Manufaktur dalam formulasi: salah dosis, kontaminan atau keliru kemasan. (4)Kesalahan memformulasi: salah obat, formulasi yang salah, label yang salah. (5)Pemberian atau pengambilan obat: salah dosis, salah rute, frekuensi yang salah, durasi yang salah. (Aronson, 2009).

Dari hasil pengamatan sampling resep di lapangan, hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication error adalah penulisan resep yang tidak jelas maupun sukar dibaca dibagian nama obat, jumlah obat dalam resep racikan maupun jumlah total obat, satuan yang digunakan, bentuk sediaan yang dimaksud, aturan pakai dan penulisan jumlah juga penulisan resep yang tidak lengkap, seperti tidak mencantumkan dosis obat, satuan metrik dan bentuk sediaan yang dimaksud oleh penulis resep, berpotensi menimbulkan medication error (Rahmawati, 2002).

(18)

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

Medication error memiliki potensi yang membahayakan bagi keselamatan pasien. Kesalahan yang dimaksud antara lain kesalahan dalam menulis resep, mengartikan resep, dan peyebaran atau distribusi obat.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bentuk medication error apa saja yang terjadi pada fase prescribing? 2. Bentuk medication error apa saja yang terjadi pada fase transcribing? 3. Bentuk medication error apa saja yang terjadi pada fase dispensing? 4. Berapa persen kejadian medication error dari masing-masing fase yang

diamati?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui medication error yang terjadi pada berbagai fase dalam pelayanan obat di RSUP fatmawati.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui persentase medication error pada fase prescribing 2. Untuk mengetahui persentase medication error pada fase transcribing 3. Untuk mengetahui persentase medication error pada fase dispensing.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Rumah Sakit Fatmawati

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai informasi atau bahan masukan untuk memperbaiki medication error yang terjadi RSUP Fatmawati.

1.5.2 Bagi Tenaga Ahli Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi adanya medication error bagi Apoteker, Doker dan Tenaga kesehatan lainya. 1.5.3 Bagi Peneliti

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.6 Ruang Lingkup penelitian

(20)

5 peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien. Didalam setiap mata rantai ada beberapa tindakan, setiap tindakan memepunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini memberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cochen, 1999).

Medication error adalah sesuatu yang tidak benar, dilakukan melalui ketidak tahuan atau ketidak sengajaan, kesalahan, misalnya dalam perhitungan, penghakiman, berbicara, menulis, tindakan, dll atau kegagalan untuk menyelesaikan tindakan yang direncanakan sebagaimana dimaksud, atau penggunaan yang tidak benar rencana tindakan untuk mencapai tujuan tertentu (Aronson, 2009).

2.1.1 Definisi medication error

Medication error adalah setiap kejadian yang sebenarnya dapat dicegah yang dapat menyebabkan atau membawa kepada penggunaan obat yang tidak layak atau membahayakan pasien, ketika obat berada diluar kontrol (Windarti, 2008).

Medication error merupakan suatu kesalahan pengobatan sebagai kegagalan dalam proses pengobatan yang memiliki potensi membahayakan bagi pasien dalam proses perawatan (Aronson, 2009).

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.2 Penggolongan Medication Error

Berdasarkan tahap kejadianya, medication error dibagi menjadi prescribing error (kesalahan peresepan), dispensing error (kesalahan penyebaran/ distribusi), administration error (kesalahan pemberian obat), dan patient compliance error (kesalahan kepatuhan penggunaan obat oleh pasien) (Windarti, 2008).

medication error dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan tempat kejadiannya Windarti (2008):

Tabel 2.1 Tipe medication error secara umum.

Tipe Keterangan

Prescribing error (kesalahan dalam peresepan)

Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, kontra indikasi, alergi yang tidak diketahui, terapi obat yang sedang berlangsung, dan faktor lainya) dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk penggunaan obat, penulisan resep yang tidak jelas, dan lain-ain yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien.

Omission error (kesalahan karena kurang stok obat)

Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien sampai pada jadwal berikutnya.

Wrong time error (salah waktu pemberian)

Memberikan obat diluar waktu, dari interval waktu yang telah ditentukan.

Unauthorized drug error (kesalahan pemberiaan obat diluar kuasa)

Memberikan obat yang tidak diinstruksikan oleh dokter

Wrong patient (salah pasien)

(22)

7

Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar atau lebih kecil dari pada dosis yang diinstruksikan oleh dokter, atau memberikan dosis duplikasi.

Wrong dosage from error (kesalahan dari dosis yang salah)

Memberikan obat dengan bentuk sediaan yang tidak sesuai

Wrong drug preparation error (kesalahan dari persiapan obat)

Mempersiapkan obat dengan bentuk sediaan yang tidak sesuai.

Prosedur atau teknik yang tidak layak atau tidak benar saat memberikan obat.

Deteriorated drug error (kesalahan pemberian obat yang aktifitasnya menurun)

Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau yang telah mengalami penurunan.

Monitoring error (kesalahan dalam pemantauan)

Kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi problem dari regimen yang diresepkan, atau kegagalan untuk menggunakan data klinis atau laboratorium untuk asesmen respon pasien terhadap terapi obat yang diresepkan.

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.3 Prevalensi Medication Error

Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS (Poillon, 1999).

2.1.4 Faktor – Faktor Penyebab Medication Error

Penelitian di Amerika yang memperhitungkan kematian akibat kesalahan obat, kebanyakan terjadi pada saat fase prescribing atau peresepan yang diakibatkan dari kurangnya dalam pengetahuan, komunikasi yang buruk, dan kurangnya mempertimbangkan informasi penting pasien. Pada tingkat dispensing, kesalahan mungkin timbul karena nama obat-obatan yang serupa, dan penampilan bahan kemasan, Pemberian obat tidak teratur, karena beban kerja lebih dan gangguan. Dispensing dosis obat tinggi, dan bentuk sediaan yang tidak benar, dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa (Muhtar, 2003).

Selain pada saat prescribing atau dispensing, kesalahan juga dapat terjadi pada saat administration. Kekurangan kinerja, kurangnya komunikasi perawat dengan profesional kesehatan lainnya, tekanan pekerjaan yang berlebihan dan sering adanya gangguan adalah faktor yang paling dominan terkait dengan kesalahan administrasi. Kesalahan pengobatan tidak dapat dihindari, tetapi kesalahan tersebut dapat diminimalkan secara signifikan dengan adanya pengawas, manajemen rumah sakit, pabrik farmasi, resep, apoteker atau staf pemberian obat dan perawat bekerja sama untuk mengidentifikasi kesalahan pengobatan dan mengadopsi strategi untuk menguranginya (Muhtar, 2003).

Menurut kepmenkes 2004 faktor-faktor lain yang berkontribusi pada medication error antara lain :

(24)

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hambatan komunikasi antar petugas kesehatan dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya dikomunikasikan. Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.

2. Kondisi lingkungan

Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu, area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.

3. Gangguan/ interupsi pada saat bekerja

Gangguan/ interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung maupun melalui telepon.

4. Beban kerja

Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.

5. Edukasi staf

Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan (Muchid, 2008).

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kesehatan (dokter maupun farmasis) harus waspada, karena adanya penyimpangan pelayanan dari ketentuan yang ada akan membuka celah bagi konsumen (pasien) dalam melakukan gugatan.

2.1.5 Upaya Pencegahan Medication Error

Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan medication error yang jika dipaparkan menurut urutan dampak efektifitas terbesar menurut depkes RI (2008) adalah :

1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints) : suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal yang baik, contoh : sediaan potasium klorida siap pakai dalam konsentrasi 10% Nacl 0.9%, karena sediaan di pasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada tempat injeksi)

2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) : membuat statis/ robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh dokter diikuti dengan tanda “ atau tanda peringatan jika di luar standar (ada penanda otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g)

3. Standar dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan sertifikasi/ akreditasi pelayanan memegang peranan penting.

4. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik kritis dalam sistem.

(26)

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan keputusan saat memerlukan informasi.

7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum menyerahkan.

2.2 Medication Error Pada Prescribing

Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah utama di antara kesalahan pengobatan. Prescribing terjadi baik di rumah sakit umum maupun di rumah sakit khusus, meskipun kesalahan jarang terjadi hingga fatal namun dapat mempengaruhi keselamatan pasien dan kualitas kesehatan (Giampaolo, 2009).

Penggunaan singkatan istilah dan satuan ukuran sering terdapat dalam resep dan order obat. Beberapa istilah diambil dari bahasa latin karena sejarah penggunaanya dalam obat-obatan dan farmasi, sementara istilah lain berkembang melalui penyingkatan penulisan oleh pembuat resep. Sayangnya, kesalahan pengobatan dapat terjadi akibat kesalahan pemakaian, kesalahan penafsiran, penulisan singkatan yang tidak terbaca, sebab penggunaan singkatan khusus atau buatan. Kesalahan pengobatan dapat dihindari melalui penggunaan kosakata yang terkendali, pengurangan pemakaian singkatan, berhati-hati dalam menulis angka desimal, dan penulisan angka nol diawal dan di akhir secara tepat (Ansel, 2006).

Kesalahan resep mencakup segala hal yang terkait dengan tindakan menulis resep, sedangkan kesalahan peresepan meliputi peresepan irrasional, peresepan obat yang berlebih, peresepan obat yang kurang, dan peresepan yang tidak efektif, yang timbul dari penilaian medis atau keputusan mengenai perawatan atau pengobatan dan pemantauan yang keliru (Giampaolo, 2009).

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta administrasi misalnya, tempat peresepan itu tidak sempurna tapi pada dasarnya tidak berarti dengan perawatan yang berkaitan pasien, seperti kesalahan ejaan atau kegagalan untuk menunjukkan rute tempat pemberian ini tidak dicatat. Tempat risiko potensial klinis itu diidentifikasi, diklasifikasikan kedalam kategori berpotensi serius, sangat serius, hanya signifikansi klinis relatif kecil (Dobrzanski, 2002).

2.2.1 Prevalensi medication error pada prescribing

Hasil penelitian kajian penulisan resep di kota madya yogyakarta menunjukkan bahwa resep yang memenuhi persyaratan yang berlaku adalah 39,8 %. Ketidaklengkapan tersebut disebabkan antara lain karena tidak adanya paraf, nomor ijin praktek dokter, tanggal resep. Tulisan tangan dokter yang kurang dapat dibaca sangat menyulitkan sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan interpretasi terutama pada nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara pemberian, yang selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan (Rahmawati, 2002).

2.2.2 Definisi Resep

Berdasarkan kepmenkes (2004) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.3 Persyaratan Resep

Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1984 menyebutkan bahwa pada resep harus dicantumkan : (1) Nama dan alamat penulis resep, serta nomor izin praktek (2) Tanggal penulisan resep. (3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. (4) Dibelakang lambang R/ harus ditulis nama setiap obat atau komposisi obat.(5) Tanda tangan atau paraf penulis resep (6) Jenis hewan, nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.

Menurut kepmenkes (2004) Pelayanan resep meliputi: a) Skrining resep

(28)

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta a. Nama, SIP, dan alamat dokter.

b. Tanggal penulisan resep.

c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.

f. Cara pemakaian yang jelas.

2. Kesesuaian farmasetis bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

3. Pertimbangan klinis adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat) Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

b) Penyiapan obat

1) Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat, harus diabuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

2) Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 3) Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

4) Penyerahan obat

Sebelum obat diserahkan kepada pasien, harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini, informasi obat kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

6) Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan kesehatan lainnya.

7) Monitoring penggunaan obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovarkular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainya.

Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seorang dokter harus memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi yaitu tentang farmakodinamik, farmakokinetik, dan sifat-sifat fisiko kimia obat yang diberikan. Oleh karena itu, dokter memainkan peranan penting dalam proses pelayanan kesehatan khususnya dalam melaksanakan pengobatan melalui pemberian obat kepada pasien (Harianto, 2006).

2.3 Medication Error pada Transcribing 2.3.1 Definisi

Transcribing error adalah kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas, informasi tidak jelas atau penggunaan singkatan tidak tepat (charles dan endang, 2006).

2.3.2 Prevalensi Medication Error pada transcribing

(30)

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama (Depkes,2008).

2.4 Medication Error Pada Dispensing 2.4.1 Definisi Dispensing

Dispensing obat adalah kegiatan atau proses untuk memastikan kelayakan atau order resep obat, seleksi suatu obat zat aktif yang memadai dan memastikan bahwa penderita atau perawat mengerti penggunaan dan pemberian obat yang tepat dari obat tersebut (Siregar, 2003).

Dispensing adalah proses menyiapkan dan menyarahkan obat kepada orang yang namanya tertulis pada resep. Dispensing merupakan tindakan atau proses yang memastikan ketepatan resep obat, ketepatan seleksi zat aktif yang memadai dan memastikan bahwa pasien atau perawat mengerti penggunaan dan pemberian yang tepat (Siregar, 2006).

Dispensing error adalah perbedaan antara obat yang diresepkan dengan obat yang diberikan oleh farmasi kepada pasien atau yang di distribusikan ke bangsal x, meliputi pemberian obat dengan kualitas informasi yang rendah (Cheung, 2009).

Dispensing yang baik adalah suatu proses praktik yang memastikan bahwa suatu bentuk obat yang benar dan efektif dihantarkan pada penderita yang benar, dalam dosis dan dari obat yang tertulis kuantitasnya, dengan instruksi yang jealas, dan dalam suatu kemasan yang memelihara potensi obat. Dispensing termasuk semua kegiatan yang terjadi antara waktu resep/order dan obat diterima. Atau suplai lain yang ditulis disampaikan kepada penderita (Siregar, 2003).

2.4.2 Kategori Kesalahan Dispensing

Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2008) kategori kesalahan dalam pemberian obat adalah:

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Kontraindikasi.

3. Obat kadaluwarsa.

4. Bentuk sediaan yang salah. 5. Frekuensi pemberian yang salah.

6. Label obat salah / tidak ada / tidak jelas.

7. Informasi obat kepada pasien yang salah / tidak jelas. 8. Obat diberikan pada pasien yang salah.

9. Cara menyiapkan (meracik) obat yang salah. 10. Jumlah obat yang tidak sesuai.

11. ADR (jika digunakan berulang). 12. Rute pemberian yang salah. 13. Cara penyimpanan yang salah.

14. Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah.

2.4.3 Prosedur Dispensing

Good Pharmacy Practice (GPP) menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (2011) adalah:

a. Skining Resep (dilakukan oleh Apoteker)

1) Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

2) Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara, dan lama pemberian obat.

3) Mengkaji aspek klinis dengan cara melakukan patient assessment kepada pasien yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumtah obat dan kondisi khusus lainnya), keluhan pasien dan hal lain yang terkait dengan kajian aspek klinis. 4) Menetapkan ada tidaknya DRP dan membuat keputusan profesi

(32)

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5) Mengkomunikasikan ke dokter tentang masalah resep apabila

diperlukan.

b. Penyiapan sediaan farmasi (dilakukan oleh apoteker)

1) Menyiapkan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep.

2) Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. 3) Mengambil obat dan pembawanya dengan menggunakan sarung

tangan alat/ spatula/ sendok.

4) Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula (untuk tablet dalam kaleng). 5) Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok.

6) Menyiapkan etiket warna putih untuk obat dalam atau warna biru untuk obat luar.

7) Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara pakai sesuai permintaan pada resep serta petunjuk dan informasi lain.

c. Penyerahan sediaan farmasi (dilakukan oleh Apoteker)

1) Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

2) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker.

3) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. 4) Memeriksa identitas dan alamat pasien.

5) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

6) Meminta pasien untuk mengulang informasiyang telah disampaikan. 7) Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.

8) Mendokumentasikan semua tindakan apoteker dalam PMR.

9) Monitoring ke pasien tentang keberhasilan terapi, efek samping dsb.

2.4.4 Faktor yang mempengaruhi proses Dispensing

Siregar (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi proses dispensing adalah:

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lingkungan harus bersih karena kebanyakan obat dikonsumsi secara internal. Bebas kontaminan sehingga dispensing dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Lingkukan dispensing termasuk staf, sekeliling fasilitas fisik, rak, dan ruang penyimpanan, peracikan, permukaan yang digunakan selama bekerja, peralatan dan bahan pengemas.

Alat dispensing yang digunakan untuk meracik, seperti lumpang alu, gelas takar, timbangan serta anak timbangan, sendok obat, spatula, alat penghitung tablet atau kapsul, papan alas pembungkus sediaan serbuk, semuanya harus selalu bersih dan kering, sebelum digunakan untuk peracikan produk yang berbeda dan pada akhir kerja. Timbangan harus ditera (kaliberasi) sesuai dengan peraturan pemerintah. Semua wadah persediaan harus secara jelas dan akurat diberi etiket guna memastikan pemilihan yang aman dari sediaan yang benar dan meminimalkan risiko kesehatan.

2. Personel.

Tanggung jawab untuk kebenaran dan mutu obat yang diserahkan terletak seluruhnya pada apoteker pengawas proses dispensing, apoteker, dan asisten apoteker yang langsung mengerjakan resep /oder obat. Selain membaca, menulis, menghitung dan menuang, personil atau tim dispensing, memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk menyempurnakan proses dispensing, termasuk:

a) Pengetahuan tentang obat yang sedang didispensing, yaitu penggunaan umum, dosis umum, peringatan tentang metode penggunaan, efek samping yang umum, interaksi yang umum dengan obat lain atau makanan, mekanisme kerja obat, dan persyaratan penyimpanan.

b) Keterampilan kalkulasi dan aritmatik yang baik. c) Keterampilan dalam mengakses mutu sediaan. d) Bersifat bersih, teliti, dan jujur.

(34)

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Proses Dispensing.

a. Tahap pertama:

Menerima dan memvalidasi order atau resep dengan mengidentifikasi penderita dan menegaskan nama penderita. b. Tahap kedua :

Mengkaji order/ resep untuk kelengkapan resep meliputi: 1. Nama penderita

2. Ruang, kamar, nomor penderita

3. Nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, kuantitas, aturan pakai 4. Tanggal dan jam penulisan order/resep

5. Tanda tangan dokter penulis dan Jika perlu, instruksi lain dari dokter.

c. Tahap ketiga:

Mengerti dan menginterpretasi order/resep. Harus dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker senior yang telah terlatih untuk tahap ini:

a) Membaca order/resep

b) Menginterpretasi setiap singkatan yang digunakan dokter penulis resep secara benar

c) Menegaskan bahwa dosis yang ditulis berada dalam rentang yang normal bagi penderita (jenis kelamin dan umur perlu diperhatikan)

d) Melakukan perhitungan dosis dan kuantitas secara benar e) Mengkaji ketidak tepatan yang tertera pada resep, antara

lain kontra indikasi, interaksi, duplikasi dan inkompatibilitas. Order obat secara lisan hanya diberikan dalam situasi luar biasa dan darurat.

d. Tahap keempat :

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta informasi, yaitu pertama informasi khusus penderita atau disebut juga data base yaitu umur dan bobot tubuh dihubungkan dengan kesesuaian dosis yang ditulis dokter dan kedua informasi terapi penderita.

e. Tahap kelima:

Menyiapkan, membuat, atau meracik sediaan obat. Beberapa langkah dalam penyiapan atau peracikan sediaan obat yang diminta dokter yaitu :

1. Menemukan atau memilih wadah obat persediaan

2. Formulasi (membuat, menghitung, mengukur dan menuang) 3. Proses memberikan etiket

4. Penghantaran atau distribusi f. Tahap keenam :

Menyampaikan atau mendistribusikan obat kepada penderita. Untuk rawat jalan obat harus diberikan kepada penderita yang namanya tertera pada resep atau perwakilannya. Untuk penderita rawat inap, obat didistribusikan sesuai dengan sistem distribusi obat untuk penderita rawat tinggal di RS.

2.4.5 Prevalensi Medication Error pada Dispensing

Dalam penelitian Sekhar dkk di india (2011) Penelitian ini merupakan prospektif yang melibatkan resep rawat inap dari periode Desember 2007 hingga September 2008. Resep dari pasien dirawat di bangsal umum dilibatkan dalam penelitian ini. Kesalahan yang dilaporkan oleh perawat, yang didokumentasikan oleh apoteker dalam bentuk laporan kesalahan Dispensing. Semua kesalahan didokumentasikan dikumpulkan, dianalisis dan dikategorikan ke dalam berbagai jenis. Frekuensi terjadinya berbagai jenis kesalahan pengeluaran dihitung. Insiden kesalahan dispensing ditemukan menjadi 4,8% dan jenis yang paling sering ditemukan adalah dispensing obat yang salah (43,1%).

(36)

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang perlu waspada tinggi (high-alert) sebanyak 632 (89,6%) dari 705 obat yang diresepkan dan dibagikan. Kemudian mengidentifikasi setidaknya satu kesalahan dispensing dalam setiap obat high alert yang di keluarkan, sejumlah 1.707 kesalahan. Di antara kesalahan dispensing, sebanyak 723 (42,4%) terjadi pada kesalahan isi yang bersamaan dengan kesalahan resep.

2.5 Standar Monitoring ME di RSUP Fatmawati

Standar oprasional prosedur monitoring Medication Error RSUP Fatmawati berdasarkan Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/1551/2012 Tanggal 2 Juli 2012, Tentang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

2.5.1 Pengertian

Prosedur program monitoring medication error (ME) adalah suatu proses dan tata cara menganalisa kejadian kesalahan dalam proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara klinis pada pasien.

Medication error (ME) adalah suatu kejadian “kesalahan” dalam rangkaian pengobatan yang seharusnya dapat dicegah, dimana kesalahan tersebut dapat menyebabkan bahaya pada pasien atau dapat berkembang menjadi penggunaan obat yang tidak tepat, dimana pengobatan masih tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau keluarga pasien.

Laporan ME dapat dibuat oleh: dokter, perawat, apoteker, tenaga kesehatan lainya termasuk pasien dan keluarga pasien. Bentuk laporan awal dapat berupa penyampaian secara lisan atau tulisan kronologis temuan.

Ruang Lingkup prosedur ini dimulai dari proses penerimaan laporan kejadian ME hingga penyampaian laporan hasil audit selesai dibuat.

2.4.2 Tujuan

1. Tersedianya prosedur untuk mengetahi medication error di RSUP Fatmawati

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Tersedianya informasi bentuk kejadian medication error secara lengkap

dan objektif

2.5.2 Kebijakan

Monitoring / pelaporan medical error dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan yang dapat menimbulkan keberbahayaan pada pasien dengan jenis insiden:

1. Sentinel

2. Kejadian tidak diharapkan (KTD) 3. Kejadian tidak cedera

4. Kejadian nyaris cedera (KNC) 5. Kondisi potensial cedera (KPC)

2.4.4 Prosedur

1. Pelaksanaan kegiatan monitoring oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya kejadian medication error pada pasien dari seluruh tahapan proses pelayanan obat.

2. Pelaksanaan kegiatan penerimaan laporan kejadian ME dari: Dokter, Perawat, Apoteker, Pasien, Keluarga pasien atau dari petugaslainya. 3. Pelaksanaan kegiatan komunikasi/ interview oleh tim monitoring ME

yang terdiri dari: Dokter DPJP, Perawat ruangan, Apoteker ruangan. Untuk pendalaman observasi data temuan ME. Observasi dilakukan kepada: pasien atau keluarga pasien saat kunjungan ke pasien (visite) untuk mendapatkan informasi lengkap kejadian ME dalam formulir pelaporan oleh tim monitoring.

4. Pelaksanaan kegiatan pencatatan temuan kejadian ME dalam formulir pelaporan oleh tim monitoring.

5. Pelaksanaan kegiatan analisa (assessment) terhadap hasil interview maupun laporan ME dari semua sumber dengan analisis akar masalah pada tahapan:

a. Tahapan peresepan

(38)

23

6. Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring ME pada peresepan dengan melakukan identifikasi pada:

1) Adanya penulissan resep tidak terbaca dengan jelas 2) Adanya penulisan resep tidak lengkap secara administratif 3) Adanya kesalahan dalam menulis resep:

a. Kesalahan menulis nama obat b. Kesalahan menulis dosis obat c. Kesalahan menulis aturan pakai d. Kesalahan menulis rute pemberian e. Kesalahan menulis nama pasien

7. Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring ME pada tahap penyalinan/ pembacaan resep dengan melakukan identifikasi pada: 1) Adanya kesalahan membaca resep

2) Adanya kesalahan interpretasi resep 3) Adanya kesalahan menyalin (copy) resep

a. Kesalahan menulis nama obat b. Kesalahan menulis dosis obat c. Kesalahan menulis aturan pakai d. Kesalahan menulis rute pemberian e. Kesalahan menulis nama pasien

f. Kesalahan menulis instruksi pembuatan resep

8. Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring ME pada tahap penyiapan dengan melakukan identifikasi pada:

1) Adanya kesalahan menyiapkan obat 2) Adanya kesalahan perhitungan dosis obat

a. High dose b. Under dose

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4) Adanya kesalahan pelarutan obat (obat injeksi) baik volume

maupun jenis pelarut spesifik.

5) Adanya kesalahan pencatatan identitas pasien.

9. Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring ME pada tahap pemberian obat dengan melakukan identifikasi pada:

1) Kesalahan obat 2) Kesalahan dosis obat

a. High dose b. Under dose

3) Kesalahan aturan pakai

a. Frekuensi pemberian terlalu cepat b. Tidak mendapatkan obat

4) Kesalahan rute pemberian 5) Salah pasien

10. Pelaksanaan identifikasi medication error oleh tim monitiring ME pada tahap penyimpanan obat dengan melakukan identifikasi pada:

1) Adanya kesalahan peletakan obat tidak pada tempat seharusnya 2) Adanya kesalahan pada sistem penyimpanan:

a. Tidak dijalankan sistem fifo (first in first out)

b. Tidak dijalankanya sistem FEFO (frist expired date first out) c. Tidak dijalankannya sistem LASA (look alike sound alike) 3) Adanya kesalahan dalam pemantauan penyimpanan:

a. Monitoring pemantauan tempat fasilitas tidak pernah dilakukan b. Pengecekan jumlah stok tidak pernah dilakukan

11. Penyusunan laporan temuan ME oleh kepala satuan kerja tempat kejadian ME:

1) Kejadian ME kategori I dan II dibuat tabulasi data kuantitaif dan dilaporkan setiap bulan dengan analisa dan rencana tindak lanjut. 2) Kejadian ME kategori III, IV dan V dibuat segera dalam watu 48 jam

dengan formulir KMKP.

(40)

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1) Laporan kejadian ME kategori I dan II dilaporkan secara berkala setiap bulan oleh kepada komite mutu dan keselamatan pasien (KMKP) dalam bentuk rekap laporan setiap bulan.

2) Laporan kejadian ME oleh kepala satuan kerja dengan grading III, IV, V kepada komite mutu dan keselamatan pasien (KMKP) dalam waktu 48 jam untuk tindakan pencegahan hal serupa.

13. Pelaksanaan tindak lanjut kejadian:

1) Pembentukan tim leader oleh KMKP untuk perumusan analisa akar masalah dan penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian ME grading III, IV,V Anggota tim dari seluruh satuan kerja terkait

2) Pelaksanaan kerja tim leader dalam perumusan analisa akar masalah dan penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian dalam masa 30 hari kerja

3) Penyusunan laporan hasil kerja tim leader

4) Penyampaian laporan tim leader kepada direktur utama RSUP Fatmawati

(41)

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

a. Prescribing adalah peresepan obat. Kesalahan terjadi karena tidak ada nama dokter penulis resep, SIP dokter, status dokter , tidak ada berat badan pasien, tinggi badan serta usia pasien, tidak ada bentuk sediaan, tidak ada paraf dokter, tidak ada no kamar pasien, tidak ada jenis kelamin pasien, tidak ada no RM pasien, tidak ada satuan dosis, tidak ada rute , tidak ada dosis sediaan, tidak ada aturan pakai obat, tidak ada jumlah pemberian, tidak ada tanggal permintaan resep, nama obat tidak jelas/ berupa singkatan, resep tidak terbaca dengan jelas.

b. Transcribing adalah membaca dan menerjemahkan resep. Kesalahan terjadi karena tidak jelas nama pasien, tidak ada nomor rekam medik, Tidak ada usia pasien, Tidak ada nama obat, Tidak ada konsentrasi/ dosis sediaan, Tidak ada dosis pemberian obat, Tidak ada durasi pemberian, Tidak ada rute pemberian, Tidak lengkap/ tidak ada bentuk sediaan,Tidak ada tanggal permintaan resep, Tidak lengkap menulis etiket, Tidak ada Status pasien.

c. Dispensing adalah penyiapan hingga penyerahan obat oleh petugas apotek. Kesalahan dapat terjadi karena Salah pengambilan obat (jenis/konsentrasi berbeda), Salah pasien (termasuk mengantar ke ruangan yang salah), Salah

Prescribing

Dispensing

SDM Medication

(42)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghitung dosis, Salah jenis pelarut, Obat tidak kompatibel, Pemberian obat diluar instruksi, Tempat penyimpanan tidak tepat, Obat ada yang kurang (omission), Obat kadaluarsa atau sudah rusak

d. Sumberdaya manusia (SDM) adalah tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang bertugas melayani pasien. Keahlian yang diperlukan SDM farmasi dan tenaga kesehatan lainya untuk melakukan pekerjaan kefarmasian ditinjau dari segi:

1) Pendidikan 2) Pengalaman kerja 3) Umur

4) Jenis kelamin

5) Pelatihan yang diikuti

(43)

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.1.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Depo Farmasi gedung teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.

4.1.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 6-13 mei dan 27 mei-7 juni 2013.

4.2 Design Dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara Prospektif.

4.3 Populasi Dan Sample

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua resep yang ada di depo instalasi farmasi

4.3.2 Sampel

Sample yang digunakan adalah resep pasien rawat inap penyakit dalam yang menjalani perawatan selama penelitian dan yang menebus obat di depo Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Dengan pengambilan sampel secara total sampling.

4.4 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

4.4.1 Kriterian inklusi

1. Resep resmi dari dokter RSUP Fatmawati 2. Resep pasien penyakit dalam Lantai V 3. Resep pasien dewasa > 18 th

4.4.2 Kriteria ekslusi

(44)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dan dicatat dari pengamatan resep rawat inap gedung Teratai setiap temuan Medication error pada fase prescribing (penulisan resep, nama dokter, SIP, status, paraf, identitas pasien, nama obat, konsentrasi obat, dosis pemberian, durasi/ lama pemberian, satuan dosis, bentuk sediaan, rute pemberian, tanggal penulisan resep). Transcribing error (identitas pasien, nomor rekam medik, nama obat, konsentrasi/dosis pemberian, durasi pemberian, bentuk sediaan, berat badan, tinggi badan, rute pemberian, tanggal permintaan obat). Dispensing (pengambilan obat, distribusi obat ke bangsal, perhitungan dosis, jenis pelarut, jumlah pelarut, obat tidak tercampur, etiket obat, tempat penyimpanan obat, stok obat ,umur obat). di data dan di cek list pada formulir monitoring medication error untuk masing-masing pasien. Selanjutnya data di tabulasi dalam bentuk % (persen) dari masing-masing bentuk kejadian medication error.

4.6 Cara Kerja

Mengamati dan mendokumentasikan resep dengan mengikuti alur resep, dan kemudian menilai kelengkapan resep pada fase prescribing, transcribing dan pada fase dispensing berdasarkan cek list dalam formulir penelitian.

4.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam besaran persentase kejadian medication error dari masing-masing fase:

1. Persentase bentuk kejadian medication error pada fase trascribing 2. Persentase bentuk kejadian medication error pada fase prescribing 3. Persentase bentuk kejadian medication error pada fase dispensing

(45)

31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian prospektif ini dilakukan terhadap 325 resep pasien rawat inap penyakit dalam di depo farmasi gedung teratai. penelitian ini dilakukan pada 3 tahap Medication error yaitu pada tahap Prescribing, pada tahap Transcribing, dan pada tahap Dispensing.

5.1.1 Hasil Analisa Data

Tabel. 1 Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Prescribing di Depo Farmasi Gedung Teratai RSUPFatmawati.

Keterangan: 0 tidak ditemukan kesalahan

No JENIS PENILAIAN JUMLAH

KEJADIAN

PERSEN

(%)

1 Tulisan resep tidak terbaca dengan jelas 1 0,3

2 Tidak ada nama Dokter penulis resep 138 42

13 Tidak menuliskan satuan dosis 194 59

14 Tidak ada bentuk sediaan 276 84

15 Tidak ada rute pemberian 162 49

16 Tidak ada tanggal permintaan resep 52 16

(46)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahap prescribing yang berpotensi menimbulkan medication error yang sangat berbahaya terjadi karena tidak ada bentuk sediaan 84%, tidak ada satuan dosis 59%, tidak ada konsentrasi 39%, tidak ada rute pemberian 49%, dan tidak ada aturan pakai 34%, nama obat berupa singkatan 12%. Potensi kesalahan terbanyak terjadi pada dokter tidak menuliskan SIP yakni 100% kemudian status dokter 92%, tidak ada paraf dokter 91%, tidak ada berat badan dan tinggi badan 88%, tidak ada usia pasien 88%, tidak ada bentuk sediaan 87%.

Tabel.2 Distribusi Hasil penilaian Medication Error pada tahap Trascribing di Depo Farmasi Gedung Teratai RSUP Fatmawati .

NO JENIS PENILAIAN JUMLAH

KEJADIAN

Keterangan: 0 tidak ditemukan kesalahan

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel.3 Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Dispensing di Depo Farmasi RSUP Fatmawati.

NO DATA JUMLAH

KEJADIAN

PERSEN (%) 1 Salah pengambilan obat

(jenis/konsentrasi berbeda)

0 0

2 Salah pasien (termasuk mengantar ke ruangan yang salah)

0 0

3 Salah menghitung dosis 0 0

4 Salah jenis pelarut 0 0

5 Obat tidak kompatibel 0 0

6 Pemberian obat diluar instruksi 0 0

7 Tempat penyimpanan tidak tepat 0 0

8 Obat ada yang kurang (omission) 2 0,6

9 Obat kadaluarsa/ sudah rusak 0 0

10 Pemberian etiket yang tidak lengkap 200 61

Keterangan: 0 tidak ditemukan kesalahan

(48)

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Grafik 5.1 Distribusi Hasil Pengamatan pada tahap Prescribing di Depo Farmasi Gedung Teratai, Instalasi RSUP Fatmawati

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahap prescribing yang berpotensi menimbulkan medication error yang sangat berbahaya terjadi karena tidak ada bentuk sediaan 84%, tidak ada satuan dosis 59%, tidak ada konsentrasi 39%, tidak ada rute pemberian 49%, dan tidak ada aturan pakai 34%, nama obat berupa singkatan 12%.

0

DISTRIBUSI HASIL PENGAMATAN PADA TAHAP

PRESCRIBING

jumlah /R

(49)

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Grafik 5.2 Distribusi hasil pengamatan pada tahap Trascribing di Depo Farmasi Gedung Teratai, Instalasi RSUP Fatmawati

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahap trascribing kesalahan yang berpotensi meninbulkan medication error yang sangat berbahaya terjadi karena tidak ada dosis pemberian 89%, tidak ada rute pemberian 21%, dan tidak ada bentuk sediaan 14%.

DISTRIBUSI HASIL PENGAMATAN PADA TAHAP TRANSCRIBING

Jumlah kejadian

(50)

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Grafik 5.3 Distribusi Hasil pengamatan pada tahap Dispensing di Depo Farmasi Gedung Teratai Instalasi RSUP Fatmawati

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahap Dispensing kesalahan kesalahan yang berpotensi menimbulkan medication error terjadi Pada pemberin etiket yang tidak lengkap sebesar 61%.

0 100 200

0 0 0 0 0 0 0 2 0

200

0 0 0 0 0 0 0 0,6 0

61

JUM

LA

H

K

EJ

AD

IAN

TAHAPAN DISPENSING

DISTRIBUSI HASIL PENGAMATAN PADA TAHAP DISPENSING

Jumlah kejadian

(51)

37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2 PEMBAHASAN

5.2.1 KETERBATASAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini masih banyak variabel lain yang belum terukur. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu penelitian, dan keterbatasan pengetahuan peneliti.

5.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Jumlah resep yang diperoleh dari Depo Farmasi, Rawat Inap Penyakit Dalam Gedung Teratai selama penelitian sebanyak 325 resep. Dimana resep yang digunakan di RSUP Fatmawati ini merupakan jenis resep unit dose. Yakni obat di berikan kepada pasien persatu kali pemakaian. Alur perjalanan resep di RSUP Fatmawati yakni pasien bertemu dengan dokter, kemudian dokter akan menentukan anamnesis, diagnosis, serta terapi. Kemudian dokter akan menulis resep, pada penulisan resep tersebut bisa terjadi prescribing error (kesalahan dalam peresepan obat), kemudian pasien akan menyerahkan resep tersebut kepada apoteker, pada penerjemahan atau interpretasi resep tersebut bisa terjadi transcribing error (kesalahan dalam penerjemahan atau interpretasi resep). Dan setelah menerjemahkan resep tersebut kemudian apoteker atau asisten apoteker akan menyiapkan, meracik, dan memberikan obat kepada pasien, pada proses tersebut bisa terjadi dispensing error(kesalahan dalam pelayanan obat).

Kemudian resep tersebut di nilai berdasarkan formulir medication error yang ada di RSUP Fatmawati. Pada penelitian ini peneliti menilai 3 tahap pada medication error. Yakni pada tahap Prescribing, pada tahap Transcribing dan pada tahap Dispensing.

5.2.2.1Identifikasi Medication Error (kesalahan dalam pengobatan) Pada tahap Prescribing

(52)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dokter, tidak ada status profesi dokter, tidak ada paraf dokter, tidak ada nomor rekam medik pasien, tidak ada usia pasien, tidak ada berat badan pasien, tidak ada tinggi badan pasien, tidak ada jenis kelamin pasien, tidak ada nomor kamar pasien, nama obat berupa singkatan, tidak ada konsentrasi atau dosis yang diminta, tidak ada jumlah pemberian obat, tidak ada rute pemberian, tidak ada aturan pakai, tidak menuliskan satuan dosis, tidak ada bentuk sediaan, tidak ada tanggal permintaan resep. Dan potensi kesalahan pada tahap prescribing yang sangat berbahaya terjadi pada tidak ada bentuk sediaan, tidak ada satuan dosis, tidak ada konsentrasi/ dosis, tidak ada rute pemberian, dan tidak ada aturan pakai, nama obat berupa singkatan.

Kesalahan terjadi karena tulisan resep tidak terbaca dengan jelas. Ini bisa berakibat fatal. Jika resep tidak terbaca dengan jelas maka bisa menimbulkan kesalahan pada tahap transcribing, yaitu kesalahan pada saat menerjemahkan nama obat, konsentrasi, dosis pemberian obat, durasi pemberian, rute pemberian, bentuk sediaan, tanggal permintaan resep. Sehingga dalam tahap dispensing juga salah dalam melakukan pelayanan obat yakni pada saat pengambilan obat (jenis/konsentrasi berbeda), mengantar ke ruangan, menghitung dosis, dan pemakaian jenis pelarut. Dengan demikian kemungkinan terjadinya medication error menjadi lebih besar.

Tidak ada bentuk sediaan. Tidak ada bentuk sediaan obat ini sangat merugikan pasien. Karena pemilihan bentuk sediaan ini disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. Bentuk sediaan obat ini juga terhadap kenyamanan pasien.

Tidak ada konsentrasi obat. Ini juga sangat berbahaya dimana konsentrasi obat ini berpengaruh terhadap hasil terapi yang akan di jalani, dimana jika konsentrasi obat lebih kecil dari kebutuhan pasien maka terapi/ pengobatan yang dijalani tidak tercapai, namun jika dosis obat yang diberikan lebih tinggi maka sangat berbahaya mungkin bisa menimbulkan keracunan bahkan kematian.

(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga bisa salah mengartikan obat yang dimkasud. Jika salah dalam mengartikan (transcribing) nantinya juga akan menimbulkan kesalahan dalam penyiapan, peracikan bahkan hingga penyerahan obat pada pasien (dispensing).

Kemudian tidak ada rute pemberian. Tidak adanya rute pemberian ini juga akan membingungkan trascriber karena terkait dengan pemilihan bentuk sediaan obat yang akan diberikan serta berkaitan dengan dosis dan hasil terapi yang akan dicapai. Begitu juga dengan usia pasien, berat badan pasien serta tinggi badan pasien juga sangat berpengaruh terhadap pemberian obat. Yaitu terkait dalam pemilihan dosis obat yang akan diberikan.

Kesalahan selanjutnya yaitu tidak ada nama dokter, SIP, dan paraf dokter. Tidak ada berat badan pasien, tinggi badan pasien, tidak ada usia pasien, bentuk sediaan dan nomor kamar. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di kota Madya Yogyakarta menunjukkan bahwa ketidaklengkapan resep disebabkan antara lain karena tidak adanya paraf, nomor ijin praktek dokter, dan tanggal resep (Rahmawati, 2002).

Artinya bahwa SIP (Surat Izin Praktek) dokter dan paraf dokter paling sering tidak tercantum dalam resep. penulisan SIP (Surat Izin Praktek) dokter dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undang-undang dalam memberikan pengobatan kepada pasien. Begitu juga dengan paraf dokter. Paraf dokter dalam resep merupakan salah satu parameter keabsahan suatu resep dan merupakan suatu bukti bahwa yang tertulis dalam resep adalah benar sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keahliannya.

(54)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kemudian berat badan pasien, tinggi badan pasien dan usia pasien disini penting untuk mempertimbangkan dosis sediaan yang akan di berikan. Kondisi tubuh pasien tersebut bisa saja sangat berpengaruh terhadap terapi yang akan dipilih untuk pasien tersebut. Tidak ditulisnya dosis atau konsentrasi ini juga sangat membingungkan transcriber dalam melayani obat di Depo Farmasi karena konsentrasi sediaan obat terdapat berbagi macam dosis. Sehingga biasanya transcriber memberikan obat dengan dosis lazim atau yang biasa di gunakan. Tidak adanya nomor kamar juga berpotensi untuk menimbulkan kesalahan, karena dimungkinkan adanya nama pasien yang mirip atau sama. Penulisan nama obat yang tidak jelas maupun sukar dibaca akan membahayakan pasien. Karena banyak obat dengan nama yang hampir sama.

Selanjutnya yaitu tidak adanya status dokter penulis resep. Padahal pencantuman status dokter penulis resep ini juga sangat di perlukan, terutama bila terdapat hal-hal yang tidak jelas atau meragukan dalam resep yang perlu ditanyakan terlebih dahulu kepada penulis resep, sehingga memperlancar pelayanan di Depo Farmasi. Kemudian tidak ditulisnya jumlah obat juga akan memperlambat pelayanan di Depo Farmasi, dan juga akan berpengaruh terhadap hasil terapi dan harga obat. Begitu juga dengan bentuk sediaan yang tidak jelas juga sangat berpengaruh terdapat hasil terapi dan harga obat.

Kesalahan lain yang juga berpotensi menimbulkan medication error yaitu terjadi karena tidak ada nama dokter sehingga kemungkinan besar resep ini di tulis oleh tenaga kesehatan lain. Padahal menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien (Kepmenkes, 2004 ).

Kemudian tidak ada tanggal permintaan resep. Padahal tanggal pemberian pada resep sangat penting. Untuk mengetahi kapan resep tersebut ditulis dan untuk menyiapkan obat yang diminta.

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman Tabel 2.2 Penggolongan ME Berdasarkan Tempat Kejadiannya ....................
Tabel 2.1 Tipe medication error secara umum.
Tabel. 1 Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Prescribing
Tabel.3  Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Dispensing di Depo Farmasi RSUP Fatmawati
+4

Referensi

Dokumen terkait