• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyerapan Logam Kromium (Cr VI) Oleh Tumbuhan Purun (Typha latifolia), Mendong (Scirpus californicus) dan Padi Liar (Zizaniopsis miliaceae) sebagai Upaya Pengolahan Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Gampong Jawa Kota Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyerapan Logam Kromium (Cr VI) Oleh Tumbuhan Purun (Typha latifolia), Mendong (Scirpus californicus) dan Padi Liar (Zizaniopsis miliaceae) sebagai Upaya Pengolahan Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Gampong Jawa Kota Banda Aceh"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENYERAPAN LOGAM KROMIUM (Cr VI) OLEH TUMBUHAN PURUN (Typha latifolia), MENDONG (Scirpus californicus) dan PADI LIAR (Zizaniopsis

miliacea) SEBAGAI UPAYA PENGOLAHAN LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH GAMPONG JAWA

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Oleh KHAIRUNNISA

117032169/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE ABSORPTION OF CHROMIUM (Cr VI) METAL BY PURUN (Typha latifolia), MENDONG (Scirpus californicus) AND PADI LIAR (Zizaniopsis miliacea) AS AN ATTEMPT TO CULTIVATIVE LEACHATE AT WASTE

DUMP OF GAMPONG JAWA, BANDA ACEH

THESIS

BY

KHAIRUNNISA 117032169/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FAKULTTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

miliacea) SEBAGAI UPAYA PENGOLAHAN LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH GAMPONG JAWA

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh KHAIRUNNISA

117032169/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(4)

LIAR (Zizaniopsis miliaceae) SEBAGAI UPAYA PENGOLAHAN LINDI DI TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH GAMPONG JAWA KOTA BANDA ACEH Nama Mahasiswa : Khairunnisa

Nomor Induk Mahasiswa : 117032169

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc) (Ir. Evi Naria, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 4 Desember 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENYERAPAN LOGAM KROMIUM (Cr VI) OLEH TUMBUHAN PURUN (Typha latifolia), MENDONG (Scirpus californicus) dan PADI LIAR (Zizaniopsis

miliaceae) SEBAGAI UPAYA PENGOLAHAN LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH GAMPONG JAWA

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2014 Penulis

(7)

ABSTRAK

Sampah perkotaan yang ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan mengalami proses dekomposisi. Salah satu hasil dari dekomposisi sampah tersebut adalah air lindi. Kandungan logam berat dalam air lindi apabila tidak diolah akan mencemarkan sungai, laut dan air tanah. Alternatif untuk mengolah lindi dengan memanfaatkan fitoremediasi menggunakan tumbuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akumulasi kromium pada tumbuhan dan menentukan jenis tumbuhan yang lebih potensial untuk fitoremediasi.

Metode penelitian ini adalah eksperimen. Tiga tumbuhan yaitu purun (Typha latifolia), mendong (Scirpus californicus), dan padi liar (Zizaniopsis miliacea) ditanami pada tanah yang dikontaminasi dengan air lindi yang mengandung kromium. Percobaan di lakukan di rumah tanaman dengan 6 perlakuan dan 3 pengulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromium dalam air lindi berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam PP No.82 Tahun 2001 yaitu 0,05 mg/l (4,45 mg/l). Tumbuhan yang mampu menurunkan kromium di tanah adalah Typha latifolia (63%),

Zizaniopsis miliacea (37%) dan Scirpus californicus (28%). Analisis data menggunakan uji wilcoxon dan kruskall-wallis. Secara statistik didapatkan nilai p = 0,008 yang berarti ada perbedaan yang signifikan penurunan kromium di tanah. Akumulasi kromium dalam tumbuhan terbanyak pada S. californicus(33,33μg/g), T. latifolia (28,66 μg/g) dan Z. miliacea (27,33 μg/g). Secara statistik ketiga jenis

tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan penyerapan kromium relatif sama. Hasil uji statistik terhadap tinggi tumbuhan didapatkan ada perbedaan yang signifikan tinggi tumbuhan T. latifolia, S.californicus dan Z.miliacea dengan nilai p = 0,027. Nilai BAF T. latifolia (1,044), S.californicus (0,824) dan Z.miliacea (0,604).

Semua tumbuhan yang digunakan memiliki kemampuan untuk menurunkan kromium di tanah. Tumbuhan yang terbaik dalam menurunkan kromium di tanah adalah Typha latifolia. Akumulasi kromium tertinggi terdapat dalam tumbuhan

Scirpus californicus. Tumbuhan yang mempunyai potensi sebagai fitoremediator adalah Typha latifolia karena memiliki nilai Bioaccumulation Factor (BAF) > 1.

Berdasarkan hasil studi ini disarankan untuk menggunakan Typha latifolia

dalam upaya perbaikan tanah akibat kromium dari lindi TPA karena proses yang terjadi dapat meningkatkan kualitas air lindi dan menghindarkan masyarakat dari bahaya logam berat.

(8)

ABSTRACT

Urban waste collected in the final dump site will undergo the process of decomposition. One of the results of the waste/garbage decomposition is called leachate water. If untreated, the content of heavy metals in leachate water will pollute the river, sea and groundwater. Alternatives for managing leachate water throughfitromediationby using plants. The purpose of this study was to find out the accumulation of chromium in plants and to determine the kind of plant which is more potential for fitromediation.

The research used experimental study. There were three kinds of plants such as purun (Typha latifolia), mendong (Scirpus californius) and padi liar (Zizaniopsis miliacea) that were grown in the soil contaminated with the leachate water containing chromium. The experiment was conducted in the greenhouse with 6 treatment and 3 replications.

The result of this study showed that the chromium in the leachate water was above the quality standards set out in Government Regulation No.82/2001 is 0,05 mg/l (4.45 mg/l). Typha latifolia was able reduce chromium in soil is (63%) foward by Zizaniopsis miliacea (37%) and Scirpus californicus (28%). Data were analyzed with wilcoxon and kruskall-wallis. Statistically p value = 0.008 which mean had significant differences in soil chromium reduction. Chromium accumulation in plant

was highest in S. californicus (33,33μg/g), T. latifolia (28,66 μg/g) and Z. miliacea

(27,33 μg/g). Statistically, the three species have relatively the same chromium

absorption capability. The result of statistical test on plant height were significant differences found higher plants T. latifolia, S. californicus and Z. miliacea with p = 0.027. Bioaccumulation factor value of T. latifolia (1.044), S. californicus (0.824) and Z. miliacea (0.604).

All of the plants used were able to reduce the content of chromium in the soil. Plant are best in reducing chromium in soil is Typha latifolia. The highest accumulation of chromium contained in the plant is S. californicus. Plant that have potential as phytoremediator is Typha latifolia because it has the bioaccumulation factor (BAF)>1.

Based on this results it is sugested to use Typha latifolia to reduce the content of heavy metal from landfill leachate and the process can improve the quality of the leachate water and prevent the public from the toxicity of heavy metal.

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Penyerapan Logam Kromium (Cr VI) Oleh Tumbuhan Purun (Typha latifolia), Mendong (Scirpus californicus) dan Padi Liar (Zizaniopsis miliaceae) sebagai Upaya Pengolahan Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Gampong Jawa Kota Banda Aceh”.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari dalam menyusun tesis ini banyak mendapat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Komisi Pembimbing yang dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan dari awal hingga selesainya tesis ini. 5. Ir. Indra Cahaya, M.Si dan dr. Taufik Ashar, MKM selaku Komisi Penguji yang

telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini. 6. Seluruh Dosen Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri,

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

7. Kepala Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh, Jalaluddin, ST, MT yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di TPA Gampong Jawa Banda Aceh.

8. Dr. Saiful, M.Si, Bang Nurul dan seluruh staf Laboratorium Unit Analisis dan Kajian Kimia MIPA Kimia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh atas segala bantuannya dalam analisis kimia.

9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri.

(11)

ayahanda (alm) dan ibunda yang telah turut memberikan doa dalam masa-masa menempuh pendidikan dan dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi, penulis ucapkan terima kasih semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2014 Penulis,

(12)

RIWAYAT HIDUP

Khairunnisa, lahir pada tanggal 14 Desember 1976 di Pidie, anak kelima dari pasangan ayahanda Ismail Husin dan ibunda Hj. Siti Zainab.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 4 Banda Aceh, selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Banda Aceh, selesai tahun 1992, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Banda Aceh, selesai tahun 1995, D-III Kesehatan Lingkungan di Universitas Jabal Ghafur Sigli, selesai tahun 1999, dan S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh selesai tahun 2006.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Sampah dan TPA ... 9

2.2. Air Lindi ... 11

2.3. Logam Kromium ... 14

2.3.1. Karakteristik dan Sifat Kromium ... 14

2.3.2. Sumber Kromium di Lingkungan ... 16

2.3.3. Dampak Kromium Terhadap Manusia ... 18

2.3.4. Dampak Kromium Terhadap Lingkungan ... 21

2.4. Fitoremediasi ... 22

2.5..Jenis Tumbuhan ... 26

2.5.1. Purun (Typha latifolia) ... 26

2.5.2. Mendong (Scirpus californicus) ... 28

2.5.3. Padi Liar (Zizaniopsis miliaceae) ... 29

2.6. Landasan Teori ... 30

2.7. Kerangka Konsep ... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2.1. Lokasi penelitian ... 32

3.2.2. Waktu penelitian ... 32

3.3. Objek Penelitian ... 33

(14)

3.4.1. Data primer ... 33

3.4.2. Data sekunder ... 33

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.5.1. Variabel Penelitian ... 33

3.5.2. Definisi operasional ... 34

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 34

3.6.1. Alat dan Bahan ... 34

3.6.2. Prosedur Kerja ... 35

3.7. Metode Analisis Data ... 38

3.7.1. Analisa Univariat ... 38

3.7.2. Analisa Bivariat ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.2. Karakteristik Logam Berat dalam Air Lindi ... 41

4.3. Kandungan Kromium dalam Tanah ... 42

4.4. Tinggi Tumbuhan ... 48

4.5. Akumulasi Kromium Dalam Tumbuhan ... 50

BAB 5. PEMBAHASAN ... 51

5.1. Penurunan Kandungan Kromium dalam Tanah ... 51

5.2. Akumulasi Kromium pada Tumbuhan ... 53

5.3. Tinggi Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi Liar ... 55

5.4. Potensi Tumbuhan Sebagai Fitoremediator ... 56

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran ... 62

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Konsentrasi Lindi Rata-rata pada Landfill ... 13 4.1 Hasil Pengukuran Awal Kadar Logam Berat dalam Air Lindi TPA

Gampong Jawa ... 42 4.2 Persentase Penurunan Kandungan Kromium di Tanah tanpa Lindi

(Kontrol) ... 43 4.3 Persentase Penurunan Kandungan Kromium di Tanah dengan Lindi

(Perlakuan) ... 43 4.4 Distribusi Rata-rata Penurunan Kandungan Kromium di Tanah oleh

Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi Liar pada 0 hari dan 28 hari ... 44 4.5 Analisa Kandungan Kromium Dalam Tumbuhan ... 45 4.6 Distribusi Rata-rata Kandungan Kromium Dalam Tumbuhan Purun,

Mendong dan Padi liar Pada Kontrol ... 46 4.7 Distribusi Rata-rata Kandungan Kromium Dalam Tumbuhan Purun,

Mendong dan Padi liar Pada Perlakuan ... 46 4.8 Analisa Tinggi Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi Liar ... 48 4.9 Distribusi Rata-rata Tinggi Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi

Liar Pada Kontrol ... 49 4.10 Distribusi Rata-rata Tinggi Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Tumbuhan Purun ... 27

2.2 Tumbuhan Mendong ... 29

2.3 Tumbuhan Padi liar ... 30

2.4 Kerangka Konsep Penelitian ... 31

3.1 Bagan Peletakan Pot Percobaan ... 36

4.1 Grafik Kandungan Kromium di Tanah dan Tumbuhan Pada Kontrol (Tanah Tanpa Air Lindi) ... 47

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Foto Dokumentasi ... 68

2. Tabel Analisa Data Penelitian ... 73

3. Hasil Pemeriksaan Logam Berat Dalam Air Lindi ... 75

4. Analisa Hasil Pemeriksaan Kromium di Tanah pada 0 Hari... 76

5. Analisa Hasil Pemeriksaan Kromium di Tanah pada 28 Hari... 77

6. Analisa Hasil Pemeriksaan Kromium di Tumbuhan ... 78

7. Hasil Analisis Univariat ... 79

8. Hasil Analisis Bivariat ... 83

9. Surat Rekomendasi Penelitian ... 86

(18)

ABSTRAK

Sampah perkotaan yang ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan mengalami proses dekomposisi. Salah satu hasil dari dekomposisi sampah tersebut adalah air lindi. Kandungan logam berat dalam air lindi apabila tidak diolah akan mencemarkan sungai, laut dan air tanah. Alternatif untuk mengolah lindi dengan memanfaatkan fitoremediasi menggunakan tumbuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akumulasi kromium pada tumbuhan dan menentukan jenis tumbuhan yang lebih potensial untuk fitoremediasi.

Metode penelitian ini adalah eksperimen. Tiga tumbuhan yaitu purun (Typha latifolia), mendong (Scirpus californicus), dan padi liar (Zizaniopsis miliacea) ditanami pada tanah yang dikontaminasi dengan air lindi yang mengandung kromium. Percobaan di lakukan di rumah tanaman dengan 6 perlakuan dan 3 pengulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromium dalam air lindi berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam PP No.82 Tahun 2001 yaitu 0,05 mg/l (4,45 mg/l). Tumbuhan yang mampu menurunkan kromium di tanah adalah Typha latifolia (63%),

Zizaniopsis miliacea (37%) dan Scirpus californicus (28%). Analisis data menggunakan uji wilcoxon dan kruskall-wallis. Secara statistik didapatkan nilai p = 0,008 yang berarti ada perbedaan yang signifikan penurunan kromium di tanah. Akumulasi kromium dalam tumbuhan terbanyak pada S. californicus(33,33μg/g), T. latifolia (28,66 μg/g) dan Z. miliacea (27,33 μg/g). Secara statistik ketiga jenis

tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan penyerapan kromium relatif sama. Hasil uji statistik terhadap tinggi tumbuhan didapatkan ada perbedaan yang signifikan tinggi tumbuhan T. latifolia, S.californicus dan Z.miliacea dengan nilai p = 0,027. Nilai BAF T. latifolia (1,044), S.californicus (0,824) dan Z.miliacea (0,604).

Semua tumbuhan yang digunakan memiliki kemampuan untuk menurunkan kromium di tanah. Tumbuhan yang terbaik dalam menurunkan kromium di tanah adalah Typha latifolia. Akumulasi kromium tertinggi terdapat dalam tumbuhan

Scirpus californicus. Tumbuhan yang mempunyai potensi sebagai fitoremediator adalah Typha latifolia karena memiliki nilai Bioaccumulation Factor (BAF) > 1.

Berdasarkan hasil studi ini disarankan untuk menggunakan Typha latifolia

dalam upaya perbaikan tanah akibat kromium dari lindi TPA karena proses yang terjadi dapat meningkatkan kualitas air lindi dan menghindarkan masyarakat dari bahaya logam berat.

(19)

ABSTRACT

Urban waste collected in the final dump site will undergo the process of decomposition. One of the results of the waste/garbage decomposition is called leachate water. If untreated, the content of heavy metals in leachate water will pollute the river, sea and groundwater. Alternatives for managing leachate water throughfitromediationby using plants. The purpose of this study was to find out the accumulation of chromium in plants and to determine the kind of plant which is more potential for fitromediation.

The research used experimental study. There were three kinds of plants such as purun (Typha latifolia), mendong (Scirpus californius) and padi liar (Zizaniopsis miliacea) that were grown in the soil contaminated with the leachate water containing chromium. The experiment was conducted in the greenhouse with 6 treatment and 3 replications.

The result of this study showed that the chromium in the leachate water was above the quality standards set out in Government Regulation No.82/2001 is 0,05 mg/l (4.45 mg/l). Typha latifolia was able reduce chromium in soil is (63%) foward by Zizaniopsis miliacea (37%) and Scirpus californicus (28%). Data were analyzed with wilcoxon and kruskall-wallis. Statistically p value = 0.008 which mean had significant differences in soil chromium reduction. Chromium accumulation in plant

was highest in S. californicus (33,33μg/g), T. latifolia (28,66 μg/g) and Z. miliacea

(27,33 μg/g). Statistically, the three species have relatively the same chromium

absorption capability. The result of statistical test on plant height were significant differences found higher plants T. latifolia, S. californicus and Z. miliacea with p = 0.027. Bioaccumulation factor value of T. latifolia (1.044), S. californicus (0.824) and Z. miliacea (0.604).

All of the plants used were able to reduce the content of chromium in the soil. Plant are best in reducing chromium in soil is Typha latifolia. The highest accumulation of chromium contained in the plant is S. californicus. Plant that have potential as phytoremediator is Typha latifolia because it has the bioaccumulation factor (BAF)>1.

Based on this results it is sugested to use Typha latifolia to reduce the content of heavy metal from landfill leachate and the process can improve the quality of the leachate water and prevent the public from the toxicity of heavy metal.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah bukan saja merupakan masalah regional dan nasional sejak pesatnya pertumbuhan dan perkembangan berbagai industri, tetapi sampah telah menjadi masalah internasional karena terkait dengan pencemaran dan kelestarian lingkungan. Berkembangnya suatu kota yang diikuti laju pertumbuhan penduduk yang pesat serta perubahan perilaku dan standar hidup masyarakat akan mengakibatkan meningkatnya volume sampah terutama sampah padat. Sampah apabila tidak ditangani dengan baik dan benar, dapat mengganggu ketentraman, kenyamanan, keindahan dan menjadi sumber berbagai penyakit bagi masyarakat yang hidup di dalamnya.

Sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berasal dari tempat pemukiman, perdagangan, perkotaan, pasar, rumah sakit, sampah jalanan, industri-industri rumah tangga, tempat-tempat rekreasi dan bengkel-bengkel dapat menimbulkan berbagai persoalan. Persoalan yang umumnya terjadi akibat pengelolaan sampah yang kurang baik di sekitar TPA antara lain adalah tercemarnya udara, tanah dan air (air tanah maupun air permukaan) sebagai akibat dari lindi. (Suhendrayatna, 2006).

(21)

Lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, jika tidak diolah akan mencemarkan sungai, laut dan air tanah. Kandungan air lindi yang dihasilkan dari tempat penimbunan mengandung sejumlah bahan berbahaya seperti; logam berat, komponen inorganik, komponen BTEX (benzene, toluene, ethyl benzene, dan xylen), dan komponen halogenated hydrocarbon (Suhendrayatna, 2006).

Lindi yang dihasilkan sampah secara langsung maupun tidak langsung sangat potensial sebagai sumber pencemar air sumur gali (Bahri, 2000). Air sumur yang terkontaminasi lindi berakibat terjadinya penurunan kualitas air secara fisik, kimia, dan mikrobiologi. Adanya perubahan kualitas air karena pengaruh air lindi dari TPA jelas akan memengaruhi kesehatan masyarakat yang menggunakan air sumur. Suhendrayatna (2006) air sumur penduduk di sekitar TPA merupakan sumber air utama bagi masyarakat dan para pemulung, karena untuk seluruh kebutuhan air semua dipenuhi dari air sumur baik untuk memasak, MCK, memberi makan ternak dan kebutuhan yang lain.

(22)

sekitar Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa sungai dan laut sudah terkontaminasi oleh logam berat.

Adanya kontaminasi logam berat di perairan dimungkinkan dapat berasal dari aliran buangan air lindi TPA Gampong Jawa Banda Aceh. Hal ini mungkin saja terjadi karena lokasi TPA Gampong Jawa Banda Aceh berada di pinggiran bantaran sungai Krueng Aceh yang bermuara ke laut. Selain itu TPA ini juga berada dekat dengan lokasi tambak-tambak ikan dan udang. Tambak-tambak ikan dan udang ini merupakan sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Apabila logam berat di perairan ini memasuki biota air seperti ikan dan udang maka logam berat akan masuk ke dalam rantai makanan sehingga akan menimbulkan dampak kesehatan terhadap masyarakat yang mengkonsumsi ikan dan udang tersebut.

Hasil penelitian Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Banda Aceh terhadap kolam lindi di TPA Gampong Jawa didapatkan kandungan zat berbahaya melebihi baku mutu sehingga bila tidak dikelola dengan benar maka dapat membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA tersebut (BPM, 2010). Selain itu KLH juga menemukan tempat pembuangan limbah medis rumah sakit yang diduga mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di TPA Gampong Jawa, yang harus segera diatasi karena berpotensi mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan warga setempat (Serambi Indonesia, 2012).

(23)

perairan dapat menyebabkan penurunan kualitas air serta membahayakan lingkungan dan organisme akuatik (Susanti dan Henny, 2008). Kondisi anaerob, pH dan potensial redoks yang rendah membuat kromium akan berada dalam kondisi trivalent yaitu Cr (III), logam Cr (VI) selain bersifat karsinogenik, logam tersebut juga sangat beracun dan korosif serta iritan terhadap kulit dan selaput lendir (Widowati dkk, 2008).

Dalam konsentrasi yang rendah logam berat dapat membunuh organisme hidup dan proses ini diawali dengan penumpukan logam berat dalam tubuh biota. Lama-kelamaan penumpukan yang terjadi pada organ target dari logam berat akan melebihi daya toleransi dari biotanya dan hal ini menjadi penyebab dari kematian biota terkait (Palar, 2008). Selain bersifat racun bagi organisme, logam berat juga akan terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses gravitasi, biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi oleh biota air (Supriatno dan Lelifajri, 2009).

Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama karena akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaanya di alam. Suatu organisme akan kronis apabila produk yang dikonsumsinya mengandung logam berat (Suhendrayatna, 2001).

(24)

Pemanfaatan media penyaring seperti lahan rawa alami maupun buatan adalah salah satu alternatif menurunkan pencemaran lingkungan, karena tumbuhan air mempunyai kemampuan menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar yang terdapat dalam air, tanah, sedimen dan limbah cair industri (Khiatuddin, 2003).

Metode yang dapat digunakan untuk membersihkan zat pencemar adalah dengan menggunakan kemampuan tanaman mengakumulasikan polutan yang ada, yang dikenal dengan Phytoremediasi, di mana tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki kemampuan sangat tinggi untuk mengangkut berbagai pencemaran yang ada ataupun tanaman yang memiliki kemampuan untuk mengangkut zat polutan yang bersifat tunggal (Dhir, 2013).

Selain pencemaran yang mampu diangkut oleh tanaman, tanah secara signifikan juga akan mengalami perbaikan bukan hanya karena berkurangnya pencemaran tetapi juga akibat adanya aktivitas akar, tanah secara otomatis menjadi lebih subur kembali karena akar tanaman meregulasikan dirinya mengeluarkan asam-asam organik yang mampu meningkatkan kesuburan kimia, fisika, dan juga biologi tanah (Aiyen, 2005).

(25)

mereduksi logam berat. Tanaman lain yang dapat mereduksi logam berat dari beberapa spesies rumput seperti yang termasuk ke dalam giant cutgrass atau rumput raksasa. Tumbuhan yang termasuk dalam suku tersebut sangat banyak jenisnya dan merupakan tumbuhan paling penting bagi manusia karena merupakan sumber pangan utama seperti padi, jagung, gandum, tebu, rumput gajah untuk pakan ternak, akar wangi, atau serai. Selain itu ada pula tumbuhan pengganggu seperti alang-alang dan padi liar (zizaniopsis miliacea) (Suparyono, 2007).

Tumbuhan air yang timbul dan tumbuhan air mengapung lebih banyak digunakan dalam melakukan kajian pengolahan limbah cair dengan lahan rawa buatan. Jenis tumbuhan timbul Scirpus californicus, Zizaniopsis miliaceae, Panicum helitomom, Pontederia cordata, Sagittaria lancifolia, dan Typha latifolia adalah jenis tumbuhan air yang telah digunakan pada sistem lahan basah buatan untuk mengolah limbah peternakan (Buyong dkk, 2007).

(26)

Suryadiputra (2006) menjelaskan bahwa daerah pinggir sungai di Aceh ditumbuhi oleh jenis-jenis Cyperaceae dan Typhaceae, demikian juga rawa air tawar yang sebagian sudah dikembangkan menjadi sawah. Suku Cyperaceae adalah kerabat terdekat suku padi-padian (Poaceae) dan memiliki banyak katagori diantaranya yaitu sebagai gulma contohnya Scirpus californicus dan Zizaniopsis miliacea (Arsyad, 2011). Suku Typhaceae mempunyai beberapa jenis, antara lain Typha latifolia dan

Typha angustifolia (Marianto, 2001).

Typha latifolia, Scirpus californicus dan Zizaniopsis miliaceae merupakan tanaman yang banyak dijumpai pada daerah rawa dan persawahan yang tersebar di seluruh daerah Kota Banda Aceh. Mengantisipasi pengaruh negatif karena adanya kandungan logam berat dalam air lindi maka perlu dilakukan pengolahan air lindi untuk membersihkan dari zat logam kromium sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap masyarakat akibat rembesan pada tanah dan air sumur penduduk di sekitarnya dengan tanaman yang dapat digunakan untuk meremediasi kromium pada air lindi di TPA Gampong Jawa Kota Banda Aceh.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan di dalam penelitian ini adalah adanya logam berat dari TPA di lingkungan meskipun dalam konsentrasi yang rendah namun dapat berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan kepada masyarakat sekitar sehingga perlu dilakukan penelitian tentang teknologi remediasi yang tepat untuk mengolah air lindi tersebut.

(27)

Untuk mengetahui penyerapan logam kromium oleh tumbuhan purun (Typha latifolia), mendong (Scirpus californicus), dan padi liar (Zizaniopsis miliacea) dan dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan yang tercemar melalui teknik fitoremediasi.

1.4 Hipotesis

Ada perbedaan penyerapan kromium oleh tumbuhan purun (Typha latifolia), mendong (Scirpus californicus), dan padi liar (Zizaniopsis miliacea).

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai alternatif yang potensial dalam pengembangan, mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah dan TPA

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah merupakan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, karena pengolahan, maupun karena sudah tidak memberikan manfaat dari segi sosial ekonomi serta dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Soemirat, 1999).

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/material yang tidak dapat digunakan kembali (Sastrawijaya, 2000).

Kusnoputranto, (2000), menyatakan bahwa sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia.

(29)

atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Untuk pengelolaan sampah agar tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan, maka sampah harus dikelola oleh suatu likaso/badan yang disebut TPA (Kusnoputranto,2000).

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan suatu tempat pembuangan sampah bagi penduduk kota. Setiap hari berbagai jenis sampah penduduk diangkut dari bak-bak sampah yang terdapat di kota, kemudian ditumpuk di TPA. Beberapa bahan organik yang ada di TPA sampah yang bersifat mudah urai (biodegradable) umumnya tidak stabil dan cepat menjadi busuk karena mengalami proses degradasi menghasilkan zat-zat hara, zat-zat kimia toksik dan bahan-bahan organik sederhana, selanjutnya akan menimbulkan bau yang menyengat dan mengganggu (Pascucci, 2011). Sampah elektronik yang dibuang ke TPA menghasilkan lindi yang mengandung berbagai macam logam berat terutama kromium, merkuri, timbal dan kadmium (Pichtel, 2005).

Masalah lain yang ada di TPA adalah adanya lindi sampah. Lindi sering terkumpul pada lahan TPA dan mengandung berbagai turunan senyawa kimia dari pelarutan sampah dan hasil reaksi kimia dan biokimia yang terjadi di TPA (Hadiwidodo, 2012). Keberadaan air lindi di TPA dapat menyebabkan pencemaran air tanah. Pembentukan air lindi disebabkan oleh terjadinya presipitasi cairan ke TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandungan air pada sampah itu sendiri (Bali, 2013).

(30)

Lindi adalah cairan yang meresap melalui sampah yang mengandung unsur-unsur terlarut dan tersuspensi atau cairan yang melewati landfill dan bercampur dengan zat-zat atau materi yang ada dalam tempat penimbunan tersebut. Cairan dalam landfill merupakan hasil dari dekomposisi sampah dan cairan yang masuk ke tempat pembuangan seperti aliran atau drainase permukaan, air hujan dan air tanah (Tchobanoglous, 1993). Brown (1996) menyatakan, lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.

Lindi terbentuk di setiap lokasi pembuangan sampah. Pembentukan lindi terjadi dari interaksi hasil dari infiltrasi dan perkolasi (perembesan air dalam tanah) dari air hujan, air tanah, air limpasan atau air banjir yang menuju dan melalui lokasi pembuangan sampah (Timothy, 1998).

(31)

Umur tumpukan sampah mempengaruhi kualitas lindi dan gas yang terbentuk. Perubahan kualitas lindi dan gas menjadi parameter utama untuk mengetahui tingkat stabilisasi tumpukan sampah. Selain itu iklim juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas lindi. Hujan menjadi fase transport untuk pencucian dan migrasi kontaminan dari tumpukan sampah dan memberikan kelembaban yang dibutuhkan untuk aktivitas biologis pada tumpukan sampah (Timothy, 1998).

Lindi berasal dari proses perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan yang masuk kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan-bahan terlarut dari sampah akan terekstraksi atau berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit pengolahan aerobik atau anaerobik sebelum dibuang ke lingkungan. Tingginya kadar COD dan ammonia pada air lindi (bisa mencapai ribuan mg/L), sehingga pengolahan air lindi tidak boleh dilakukan sembarangan. Lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, jika tidak diolah akan mencemarkan sungai, laut dan air tanah. Kandungan air lindi yang dihasilkan dari tempat penimbunan mengandung sejumlah bahan berbahaya seperti; logam berat, komponen inorganic, komponen BTEX (bezene, toluene, ethyl benzene, dan xylen), dan Komponen Halogenated Hydrocarbon (Suhendrayatna, 2006).

(32)
[image:32.612.110.528.237.329.2]

kontaminasi kimia maupun biologi akan cepat terjadi terhadap kantong air tersebut. Bahan pencemar kimia umumnya mengalami proses perpindahan lebih cepat daripada pencemar-pencemar lainnya. Konsentrasi logam yang terdapat dalam lindi pada landfill dapat dilihat pada tabel berikut (Suhendrayatna, 2006) :

Tabel 2.1. Konsentrasi Lindi Rata-rata pada Landfill

Logam Konsentrasi Logam (mg/L)

Cd Ni Zn Cu Pb Cr

0,0002 0,05 2,2 0,04 0,02 0,02

Beberapa bahan pencemar yang terdapat dalam lindi seperti BOD, COD, bahan anorganik dan bakteri patogen. Keberadaan bahan organik yang tinggi dalam lingkungan perairan dapat menimbulkan masalah berupa bau, warna dan rasa. Dalam suasana anaerobic (kekurangan oksigen), degradasi bahan organik dapat menghasilkan gas-gas (NH3, H2S dan CH4) yang menyebabkan bau (Sastrawijaya,

2000).

Beberapa hara tanaman, baik berupa hara makro seperti: nitrat (NO3-),

amonium (diindikasikasikan oleh NH3), phosfat (PO43-), kalium (K), kalsium (Ca),

magnesium (Mg) dan Sulfat (SO42-); hara mikro seperti : besi (Fe), mangan (Mn),

tembaga (Cu) dan seng (Zn) ditemukan di dalam lindi. Sedangkan bakteri patogen yang umumnya diindikasikan oleh nilai E. coli juga terdapat pada lindi.

(33)

terlarut, komponen anorganik dan logam berat seperti kromium, magnesium, mangan, seng dan nitrat (Pichtel, 2005). Adanya senyawa-senyawa anorganik seperti logam berat kromium yang terlarut menyebabkan air lindi berpotensi sebagai pencemaran lingkungan.

2.3 Logam Kromium

2.3.1 Karakteristik dan Sifat Kromium

Logam kromium adalah unsur yang memiliki nomor atom (NA=24) serta memiliki massa molekul relatif (MR=51,6691). Logam kromium diberikan simbol kimia Cr yang merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani dari kata

chroma yang berarti warna, karena banyak warna yang dihasilkan dari logam tersebut (Widowati dkk, 2008).

(34)

Secara alamiah kromium merupakan elemen yang ditemukan dalam konsentrasi yang rendah di batuan, hewan, tanah, debu vulkanik dan juga gas. Kromium yang terdapat di alam dalam bentuk senyawa yang berbeda. Bentuk yang paling umum adalah kromium (0), kromium (III), dan kromium (IV) (Palar, 2008).

Logam Cr seperti halnya kadmium (Cd) dalam tanah dapat berubah konsentrasinya karena proses oksidasi atau reduksi, terlarut dalam larutan tanah, teradsorbsi pada permukaan mineral tanah atau partikel organik, terkompleksasi oleh senyawa organik, atau terpresipitasi sebagai komponen yang tidak larut. Logam Cr (III) secara alami terbentuk di alam, sedangkan Cr (0) dan Cr (VI) pada umumnya berasal dari industri (Widowati dkk, 2008).

Faktor yang mempengaruhi keberadaan dan status Cr dalam tanah yaitu :

a. pH, karena mempengaruhi kelarutan dan laju reduksi oksidasi dan mempengaruhi valensi ion dalam larutan tanah.

b. Keberadaan elektron donor atau elektron penerima. Jumlah asam organik seperti asam sitrat dan asam asetat dalam tanah yang dapat mengikar Cr dalam proses chelation, atau sebagai elektron donor bagi Cr (VI).

Kondisi aerob, pH, dan potensial redoks yang rendah membuat Cr akan berada dalam kondisi trivalent yaitu Cr (III), logam Cr (VI) selain bersifat karsinogenik, logam tersebut juga sangat beracun dan korosif serta iritan terhadap kulit dan selaput lendir.

(35)

Logam kromium dapat masuk ke dalam semua strata (tingkat) lingkungan, apakah itu strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Kromium yang masuk ke dalam lingkungan dapat datang dari bermacam-macam sumber, tetapi sumber-sumber masuknya logam kromium yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran (Palar, 2008).

Kromium masuk ke tanah melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non alamiah. Masuknya kromium secara alamiah dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi atau pengikisan yang terjadi pada batuan mineral. Di samping itu debu-debu dan partikel-partikel kromium yang di udara akan dibawa turun oleh air hujan. Kromium yang masuk secara non alamiah merupakan hasil dari aktivitas manusia berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga (Palar, 2008).

Beberapa logam yang sering dijumpai dalam lindi adalah Cu, Zn, Mn, Fe yang merupakan hara mikro essensial dan Pb, Cd, Cr yang merupakan hara mikro non essensial bagi tanaman. Logam-logam tersebut dapat mengendap pada pH tertentu atau setelah mengalami oksidasi (Brown, 1996).

(36)

dari lingkungan (Buyong dkk, 2007). Cr masuk ke lingkungan melalui udara, air, dan tanah yang pada akhirnya masuk ke dalam ikatan melalui air yang terkontaminasi.

Dampak dari hasil kegiatan manusia yang menyebabkan pencemaran logam di lingkungan alam sangat bervariasi (Palar, 2008), seperti berikut ini :

a. Limbah rumah tangga dan aliran kota

Penggunaan detergen yang sudah sangat meluas di kalangan masyarakat kota maupun desa dapat mengakibatkan limbah yang mengandung Cr, Fe, Mn, Ni, Cu, Zn. Sedangkan air limbah dari jalan, transportasi dan penimbunan sampah di perkotaan banyak mengandung Cu, Cr, Pb, Fe, Hg. Komposisi logam dalam aliran kota tergantung dari rencana perkotaan, keadaan lalu lintas, konstruksi jalan dan penggunaan tanah.

b. Limbah industri

Sumber pencemaran kromium ke lingkungan berasal dari industri cat, industri tekstil, dan industri pelapisan logam. Pemanfaatan kromium untuk memberi warna cemerlang pada perkakas dari logam. Selain itu kromium juga terkandung dalam air limbah industri penyamakan kulit dan kerajinan kulit (Widowati dkk, 2008). Penyamakan kulit secara konvensional menghasilkan limbah cair dengan kadar krom : 1500 – 3000 ppm, sedangkan penyamakan kulit dengan teknik yang lebih maju menghasilkan limbah cair dengan kadar krom : 500 – 1000 ppm.

(37)

Kromium valensi III dalam jumlah kecil tergolong mineral penting yang dibutuhkan manusia yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan sehari-hari. Zat ini diperlukan hampir semua jaringan tubuh manusia, termasuk kulit, otak, otot, limpa dan ginjal. Kromium berperan mengendalikan metabolisme insulin yang mengontrol kadar gula darah, membantu proses pencernaan protein dan lemak, menurunkan kadar trigliserid dan kolesterol darah (Mukono, 2002).

Keracunan tubuh manusia oleh kromium, dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafasan, kulit, pembuluh darah dan ginjal. Efek kromium terhadap saluran pernafasan (Respiratory system effects), berupa kanker paru dan ulkus kronis/perforasi pada spektrum nasal. Pada kulit (skin effects), berupa ulkus kronis pada permukaan kulit. Pada pembuluh darah (Vascular effects), berupa penebalan oleh plag pada pembuluh aorta (Atherosclerotic aortic plaque). Sedangkan pada ginjal (Kidneyeffects), kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal (Widowati dkk, 2008).

Senyawa kromium (VI) yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Senyawa yang mempunyai berat molekul rendah terdapat dalam sel darah dapat melarutkan kromium dan ikut terbawa ke seluruh tubuh bersama peredaran darah. Ion-ion Cr 6+ dalam proses metabolisme tubuh akan menghambat kerja dari enzim benzopiren hidroksilase sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam kemampuan pertumbuhan sel, sehingga sel-sel menjadi tumbuh secara liar dan tidak terkontrol, atau yang disebut dengan istilah kanker (Palar, 2008).

(38)

a. Efek Fisiologi : krom (III) merupakan unsur penting dalam makanan yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glukosa, lemak, dan kolesterol berjalan normal. Data kebutuhan krom perhari diperkirakan sekitar 50-200 µgr/hr. jarang terjadi defisiensi krom, bila kebanyakan terjadi pada penderita diabetes, malnutrisi dan mereka yang mendapat makanan melalui parenteral. Faktor utama terjadinya toksisitas dari krom adalah “oxidation state” dan daya larutnya. Krom (VI) mudah menembus membran sel dan akan terjadi reduksi di dalamnya. Organ utama yang terserang karena krom adalah terhisap oleh paru-paru, organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, liver, kulit dan sistem imunitas.

b. Efek Pada Kulit : Asam kromik, dikromat dan kromium VI selain iritan kuat juga korosif. Letak luka biasa di akar kuku, persendian dan selaput antara jari, bagian belakang tangan dan lengan. Karakteristik luka karena krom mula-mula melepuh (papulae) kemudian terbentuk luka dengan tepi yang meninggi dan keras. Penyembuhan luka lambat, bisa beberapa bulan dan luka tidak sakit diduga ada gangguan syaraf perifer. Dermatitis alergi dengan eksim pernah dilaporkan terjadi pada pekerja percetakan, semen, metal, pelukis dan penyamak kulit. Diperkirakan bahwa krom (III) protein kompleks yang bertanggungjawab atas terjadinya reaksi alergi.

(39)

d. Efek pada ginjal : Gangguan pada ginjal terjadi setelah menghirup dan menelan kromium. Kenaikan kadar Beta-2 mikroglobulin dalam urin merupakan indikator adanya kerusakan tubulus. Urinary treshold untuk efek nefrotik diperkirakan 15 µg/gram kreatinin.

e. Efek pada hati : Pemajanan akut kromium dapat menyebabkan nekrosis hepar. Bila terjadi 20% tubuh tersiram asam kromat akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.

f. Efek karsinogenik : kromium (VI) sebagai penyebab kanker paru, sedangkan kromium (III) tidak. Kanker paru timbul 20 tahun setelah terpajan kromium dengan jangka waktu pemajanan sekitar 2 tahun.

Logam kromium yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme. Tubuh merubah komposisi zat kimia yang masuk ke tubuh sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang ke luar tubuh. Zat kimia tersebut menjalani biotransformasi yang merupakan salah satu fungsi penting hati yang dapat mendetoksifikasi dan menyederhanakan suatu zat sehingga lebih mudah diekskresikan melalui paru-paru, eksokrin, kulit dan traktus intestinal (Widyastuti dan Ester, 2002).

(40)

terhadap gangguan respon imun tubuh melalui pemusnahan radikal bebas. Antioksidan itu bekerja menangkap radikal hidroksil, mengikat ion logam katalisator, dan melakukan dekomposisi produk utama menjadi senyawa non radikal (Anwar dan Khomsan, 2009).

2.3.4 Dampak Kromium terhadap Lingkungan

Kromium relatif stabil di udara dan air, tetapi setelah kontak dengan biota, air, udara dan tanah, akan berubah menjadi bentuk kromium trivalen (Widowati dkk, 2008). Kromium di alam berada dalam bentuk senyawa-senyawa : kromik sulfat, kromik oksida, kromik klorida, kromik trivalen, kalsium kromat, timbal kromat, kalium dikromat, natrium dikromat, seng kromat. Senyawa kromium masing-masing mempunyai peranan yang berbeda di lingkungan dan efek yang berbeda pula terhadap kesehatan manusia sesuai dengan bilangan oksidasinya. Akinci dan Akinci (2010) menyatakan kisaran normal kromium di alam mulai dari 10 hingga 50 mg/kg. Kandungan kromium dalam sayuran sekitar 30 ppm, sedangkan pada buah-buahan sekitar 20 ppm.

(41)

Logam berat dalam keadaan bebas dapat bersifat racun dan dapat terserap oleh tanaman, sedangkan dalam bentuk tidak bebas dapat berikatan dengan unsur hara, bahan organik maupun an organik lainnya. Logam berat dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah, kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi ke bagian tanaman lainnya (Palar,2008).

Kontaminasi oleh kromium menjadi perhatian serius karena dapat mencemari tanah maupun air tanah serta dapat menyebar ke daerah sekitarnya melalui air dan terakumulasi oleh tumbuhan (Wise dan Trantolo, 2000). Upaya pemulihan perlu dilakukan agar tanah yang tercemar dapat digunakan kembali dengan aman. Salah satu metode yang aplikatif dan diharapkan mampu menangani masalah pencemaran logam berat pada tanah adalah fitoremediasi (Mangkoedihardjo, 2010).

2.4 Fitoremediasi

Fito berasal dari kata Yunani phyton yang berarti tumbuhan/tanaman,

(42)

Menurut Cunningham dalam Siregar dan Siregar (2010) fitoremediasi adalah penggunaan tanaman dan mikroorganisme terkait, untuk mendegradasi, menyerap atau membuat kontaminan pada tanah dan/atau air tanah menjadi tidak berbahaya. Pada dasarnya fitoremediasi memanfaatkan inisiatif manusia untuk mempercepat proses peluruhan secara alamiah sebuah area yang terkontaminasi. Teknik fitoremediasi adalah teknologi pembersihan zat polutan dari badan air yang telah tercemar dengan menggunakan tanaman. Teknologi ini mudah dan murah serta memberikan efek negatif yang kecil bagi kesehatan (Khiatuddin, 2003).

Proses yang terjadi pada fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam tahap proses yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan yang berada di sekitarnya, prosesnya antara lain (Siregar dan Siregar, 2010) :

a. Fitoekstraksi adalah suatu proses penyerapan kontaminan melalui akar tanaman dan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Kontaminan biasanya dibersihkan dengan cara memanen tanaman tersebut.

b. Rhizofiltrasi adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Eksudat dari akar tanaman dapat menyebabkan pengendapan beberapa logam.

(43)

d. Rhizodegradasi adalah penguraian kontaminan organik dalam tanah melalui aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan, misalnya ragi, fungi dan bakteri.

e. Fitodegradasi (fitotransformasi) adalah penguraian kontaminan yang diambil oleh tanaman melalui proses metabolisme dalam tanaman, atau penguraian kontaminan di luar tanaman melalui pengaruh senyawa (seperti enzim) yang diproduksi oleh tanaman.

f. Fitovolatilisasi adalah pengambilan dan transpirasi kontaminan oleh tanaman, dengan pelepasan kontaminan atau bentuk modifikasi dari kontaminan ke atmosfer dari tanaman, melalui penyerapan kontaminan, metabolisme tanaman, dan transpirasi tanaman.

Tanaman hiperakumulator adalah tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menyerap dan kemudian mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi namun tidak mengganggu kehidupannya. Tanaman ini dapat mengakumulasi lebih dari 10 ppm Hg, 100 ppm Cd, 1000 ppm Co, Cr, Cu, dan Pb, 10.000 ppm Ni dan Zn (Aiyen, 2005).

Pillon-Smits (2003) mengemukakan ciri-ciri tumbuhan yang digunakan pada proses fitoremediasi adalah sebagai berikut :

a. Tumbuh secara cepat

b. Mempunyai biomassa yang tinggi

(44)

d. Mempunyai level yang tinggi dalam pengambilan nutrisi, translokasi dan akumulasi pada jaringan.

Beberapa jenis tumbuhan hiperakumulator yang telah diteliti seperti Thlaspi, Pteris vittata dan Brassica (Brooks, 1998). Selain itu ada pula tumbuhan yang dapat dijadikan hiperakumulator yaitu yang termasuk famili : Brassicaceae, Lamiaceae, Scrophulariaceae, Cyperaceae, Poaceae, Typhaceae, Apocynaceae, Euphorbiaceae,

Flacourtiaceae, Fabaceae dan Violaceae (Dhir, 2013).

Pada mekanisme fitoremediasi, perpindahan zat dari tanah ke dalam tumbuhan dapat mengakumulasi zat dalam tumbuhan. Potensi akumulasi zat dalam tumbuhan dapat diprediksi dari bioaccumulation factor (BAF). BAF merupakan kemampuan tanaman untuk mengakumulasi logam berat tertentu sebagai tanggapan terhadap kandungan logam tersebut di dalam suatu substrat. Pada tanah yang terkontaminasi oleh banyak pencemar, BAF mempunyai arti yang sangat penting. Apabila nilai BAF rendah maka dapat dijadikan petunjuk bahwa pencemar mengalami transformasi dalam tumbuhan atau lepas ke udara mengikuti aliran transpirasi. Namun jika nilai BAF tinggi maka pencemar dapat diindikasikan telah terakumulasi ke dalam tumbuhan (Mangkoedihardjo, 2010).

Faktor bioakumulasi diperoleh dengan membandingkan kandungan logam di dalam tanaman dengan kandungan logam di dalam tanah/media. Nilai BAF > 1 dapat disebut fitoremediator (Marques dkk, 2009).

(45)

Banyak tanaman yang telah diuji pada lahan basah, namun hasilnya menunjukkan bahwa tanaman air Typha latifolia, Typha angustifolia, Phalaris arundinacea, Phragmintes australis dan beberapa jenis spesies Bulrush adalah tanaman yang paling baik untuk ditanami pada lahan basah. Tumbuhan-tumbuhan tersebut terbukti mudah ditanam dan ditangani sehingga tidak memerlukan terlalu banyak biaya serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap perubahan cuaca dan kondisi lingkungan (Dhir, 2013).

Jenis tanaman air yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi logam berat di dalam air seperti Eichhornia crassipes dan Hydrocotyle umbellata l. (Buyong dkk, 2007), namun tumbuhan ini masih memiliki keterbatasan dalam kemampuan akumulasinya. Tumbuhan lain adalah Typha latifolia yang merupakan tumbuhan yang dapat hidup pada kondisi wetland. Tumbuhan ini dapat digolongkan kepada jenis tumbuhan hiperakumulator. Kemampuan tumbuhan Typha latifolia dalam menyerap logam berat besar, menjadikan tumbuhan ini digunakan sebagai alternatif dalam menyerap limbah logam (Moenir, 2010)

2.5.1 Purun (Typha latifolia)

(46)

Tumbuhan purun (T. Latifolia) merupakan tanaman dari suku Typhaceae dan bangsa Typhales yang mempunyai rizoma, beramilum, sering membentuk koloni padat, menjulang dari air dangkal atau tumbuh di tempat yang basah, sel-sel bertanin tersebar, batang tegak, serta berakhir dengan pembungaan. Daun berbentuk dua garis, kebanyakan di dasar, pelepah laminalinearis. Habitat dari T. latifolia ini adalah lingkungan yang mempunyai nilai pH 4 – 10 dan temperatur 10 – 30o C (Heyne, 1987).

[image:46.612.193.447.425.601.2]

T. latifolia memiliki sistem perakaran yang banyak dan kuat yang dapat membantu menstabilisasi sungai dengan menyerap zat organik dan membatasi erosi tanah. Dari sisi ekonomis tanaman Typha dapat dijadikan tanaman hias, yaitu diambil bunganya untuk keperluan rangkaian bunga. Selain itu typha juga dapat dibuat sejenis tikar atau kerajinan tangan lainnya (Marianto, 2001).

Gambar 2.1 Tumbuhan Purun (Typha latifolia) 2.5.2 Mendong (Scirpus californicus)

(47)

baik pada dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan tinggi tanaman antara 0,80 – 2 meter, bentuk batangnya bersegi tiga. Tumbuhan ini sering ditemukan dalam jumlah besar secara berkelompok (Heyne, 1987).

Biasanya tanaman liar ini tumbuh di kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketiggian 1000 m dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan , terletak di ujung tangkai dengan tinas benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir. Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah daun tertutup tanah (Marianto, 2001).

[image:47.612.228.399.495.667.2]

Pada umumnya tanaman ini digunakan untuk membuat tikar atau tali. Karena kegunaan inilah istilah mendong lebih mengacu kepada tumbuh-tumbuhan perdu yang tumbuh di air yang dapat digunakan untuk keperluan itu. Istilah mendong diberikan pada marga Cyperaceae, yang penampangnya berbentuk segitiga.

(48)

2.5.3 Padi Liar (Zizaniopsis miliacea)

Padi liar (Zizaniopsis miliacea) termasuk ke dalam famili rumput-rumputan atau suku padi-padian (Poaceae) yang memiliki batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tingginya 1 sampai 1,5 meter, pada tiap-tiap buku batang tumbuh daun yang bebentuk pita dan berpelepah. Bunga dari batang ini berbulir seperti padi (Heyne, 1987).

[image:48.612.229.413.375.552.2]

Zizaniopsis miliacea disebut juga rumput raksasa atau rumput tinggi yang ditemukan di rawa, parit, sungai dan sepanjang tepi danau. Berasal dari Amerika Serikat bagian tenggara. Rumput raksasa telah diidentifikasi dari sampel herbarium, survei taman negara dan pengelolaan air lainnya (Fox dan Thaller, 2000).

Gambar 2.3 Tumbuhan Padi Liar (Zizaniopsis miliacea)

2.6 Landasan Teori

(49)

logam-logam dan lain-lain. Pencemaran tempat pembuangan sampah terkandung dalam lindi sebagai hasil penguraian timbunan sampah. Lindi ini dapat mengandung logam berat yang kemudian mencemari air dan tanah di sekitar TPA (Timothy, 1998). Pencemaran logam berat pada air lindi di TPA dapat memberikan dampak buruk bagi masyarakat sekitar TPA. Dalam rantai makanan, logam berat dapat mengancam kehidupan manusia karena jika terakumulasi di dalam tubuh dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan kematian (Palar, 2008).

Tindakan pemulihan dapat dilakukan dengan menggunakan fitoremediasi, yaitu penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang terkontaminasi (Mangkoedihardjo, 2010). Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk fitoremediasi antara lain termasuk tumbuhan timbul Scirpus californicus, Zizaniopsis miliaceae, Panicum helitomom, Pontederia cordata, Sagittaria lancifolia,

dan Typha latifolia adalah yang terbaik digunakan pada sistem lahan basah buatan untuk mengolah limbah.

2.7 Kerangka Konsep

[image:49.612.125.523.527.627.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Jenis Tumbuhan :

1. Purun (Typha latifolia)

2. Mendong (Scirpus californicus) 3. Padi liar (Zizaniopsis miliacea)

Kandungan logam kromium pada tanaman

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental, yaitu melakukan penelitian dengan cara eksperimen (percobaan) yang dilanjutkan dengan melakukan analisa terhadap data-data yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan tiga (3) jenis tumbuhan (T) yaitu : menggunakan purun (T. latifolia) (TP); menggunakan mendong (S. californicus) (TM); menggunakan padi liar (Z. miliacea) (TL). Masing-masing

perlakuan dengan tiga (3) ulangan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah tanaman dan lokasi pemeriksaan sampel awal dilakukan di Dinas Kesehatan UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Banda Aceh, pemeriksaan sampel tanah dan tumbuhan di Laboratorium MIPA Kimia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

3.2.2 Waktu Penelitian

(51)

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah tanah lumpur yang diberi air lindi dan tumbuhan purun (T. latifolia), mendong (S. californicus), dan padi liar (Z. miliacea).

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dari hasil percobaan di rumah tanaman dan hasil uji laboratorium terhadap kandungan awal kromium pada media tanam, kandungan kromium pada tumbuhan purun (T. latifolia), mendong (S. californicus),

padi liar (Z. miliacea) dan kandungan kromium pada media tanam pada akhir minggu keempat.

3.4.2 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder didapatkan dari berbagai sumber sebagai bahan referensi tentang logam kromium dan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

(52)

3.5.2 Definisi Operasional

a. Jenis tumbuhan adalah macam tumbuhan yang digunakan/ditanam dalam penelitian ini, meliputi :

Purun (T. latifolia), adalah tumbuhan rawa, daun berbentuk dua garis, akarnya bercabang banyak, batang bunga tegak, bunga berbentuk silindris berwarna coklat.

Mendong (S. californicus), adalah tumbuhan perdu yang tumbuh di air, mempunyai akar rimpang, penampang daun berbentuk segitiga, bunganya berwarna hijau kecoklatan.

Padi liar (Z. miliacea) adalah tumbuhan rumput tinggi yang tumbuh di rawa, daun berbentuk pipa dan berpelepah, bunga berbulir seperti padi.

b. Kandungan logam kromium adalah hasil analisis unsur kromium yang dilakukan terhadap media tanam tempat tanaman tumbuh dan analisis unsur kromium pada tanaman uji.

3.6 Pelaksanaan Penelitian 3.6.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah : cangkul, meteran, neraca, pot tanaman diameter 30 cm, pisau, beaker glass, mistar, sekop kecil, oven, blender, labu volumetrik, dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan adalah tanah, air sumur, air lindi, HNO3, HCl,

akuades, tumbuhan purun, mendong dan padi liar.

(53)

a. Penyiapan Media Tanam

Media tanam disiapkan dalam pot dengan ukuran diameter 30 cm sebagai unit percobaan. Jumlah unit percobaan = kontrol (3x3) + perlakuan (3x3) = 18. Jadi untuk penelitian ini diperlukan 18 pot percobaan.

Media tanam yang digunakan adalah media tanah yang diperoleh dari daerah di sekitar tanaman tersebut tumbuh. Sebelum digunakan tanah terlebih dahulu dibersihkan dari rumput, sampah dan kerikil-kerikil. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam media.

b. Aklimatisasi Tanaman

Tahap ini merupakan tahap awal pengkondisian tanaman yang diambil dari asal tumbuhnya untuk digunakan sebagai tanaman uji percobaan. Tanaman uji yang terdiri dari purun, mendong dan padi liar, diambil dengan tinggi 50 cm, selanjutnya ditanam dalam pot dan disiram setiap hari selama satu bulan. Setelah selesai diaklimatisasi dan tanaman tumbuh dengan baik maka tanaman siap digunakan untuk percobaan.

c. Tahap Pengujian

Penelitian mulai dilakukan dengan meletakkan pot percobaan dalam rumah tanaman. Bagan peletakan pot dapat dilihat pada gambar berikut :

(54)

TP.2 TM.2 TL.2 TPk.2 TMk.2 TLk.2

[image:54.612.195.472.98.156.2]

TP.3 TM.3 TL.3 TPk.3 TMk.3 TLk.3

Gambar 3.1 Bagan Peletakan Pot Percobaan Keterangan :

TP.1 = purun pada ulangan ke-1

TP.2 = purun pada ulangan ke-2

TP.3 = purun pada ulangan ke-3

TM.1 = mendong pada ulangan ke-1

TM.2 = mendong pada ulangan ke-2

TM.3 = mendong pada ulangan ke-3

TL.1 = padi liar pada ulangan ke-1

TL.2 = padi liar pada ulangan ke-2

TL.3 = padi liar pada ulangan ke-3

TPk.1 = purun kontrol pada ulangan ke-1

TPk.2 = purun kontrol pada ulangan ke-2

TPk.3 = purun kontrol pada ulangan ke-3

TMk.1 = mendong kontrol pada ulangan ke-1

TMk.2 = mendong kontrol pada ulangan ke-2

TMk.3 = mendong kontrol pada ulangan ke-3

TLk.1 = padi liar kontrol pada ulangan ke-1

TLk.2 = padi liar kontrol pada ulangan ke-2

TLk.3 = padi liar kontrol pada ulangan ke-3

Pot untuk kontrol berisi media tanah yang ditanami tanaman uji purun, mendong dan padi liar tanpa diberi air lindi. Jumlah tanaman uji untuk masing-masing pot adalah 5 (lima) batang tanaman. Sebanyak 1000 ml air lindi ditambahkan secara merata ke dalam masing-masing pot yang diberi tanaman uji.

d. Tahap Pengamatan

(55)

Pengamatan dilakukan pada tinggi tanaman yang diukur dari pangkal batang di atas permukaan media sampai ujung batang dengan menggunakan mistar. Pengamatan dilakukan pada minggu keempat. 2. Kandungan kromium pada jaringan tanaman uji dilakukan pada akhir

minggu keempat.

3. Kandungan kromium pada tanah dilakukan pada awal perlakuan dan akhir minggu keempat.

4. Faktor bioakumulasi diukur pada akhir minggu keempat dengan membandingkan konsentrasi kromium di masing-masing jaringan tanaman uji dengan kandungan kromium di tanah.

e. Analisa Kandungan Kromium

Kemampuan tanaman uji dalam menyerap kromium dari media tanam dilakukan dengan mencabut 1 batang tanaman dari masing-masing perlakuan. Kemudian dicuci dengan air bersih dan dipotong-potong. Tanaman tersebut kemudian dioven pada suhu 80 0C selama 48 jam. Setelah kering masing-masing sampel dihaluskan hingga menjadi serbuk, sampel ini dihaluskan dengan menggunakan blender, serbuk sampel kemudian ditimbang sebanyak 4-6 gram untuk kemudian dimasukkan ke dalam furnace oven pada suhu 450 0C selama 12 jam sampai menjadi abu yang berwarna putih (SNI, 2009)

Abu sampel kemudian didestruksi secara kimia. Abu sampel dimasukkan ke dalam beaker glass pyrex kemudian ditambahkan 15 ml HCl pekat dan 5 ml HNO3

(56)

api bunsen selama 30 menit hingga larutan asam menguap dan mengering. Ke dalam beaker glass diteteskan 1 ml HNO3 pekat, kemudian beaker glass didinginkan.

Setelah dingin ditambahkan akuades sedikit demi sedikit dan larutan dipindahkan ke dalam labu volumetrik 25 ml menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan ditetesi akuades sampai volume larutan tepat 25 ml. Larutan sampel kemudian dituangkan ke dalam botol plastik dan siap untuk dianalisa kandungan kromium dengan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Type Shimadzu AA 6300.

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisi Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti baik variabel dependen maupun variabel independen. Dengan melihat distribusi frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam penelitian.

3.7.2 Analisis Bivariat

(57)

Untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Uji kruskal-wallis adalah one way anova dengan menggunakan Rank. Sampel yang digunakan berasal dari populasi yang sama.

Uji kemampuan akumulasi kromium pada tumbuhan dilakukan sesuai dengan prosedur Ghosh dan Singh (2005) dengan menghitung Bioaccumulation Factor

(BAF) dengan rumus berikut :

Faktor Bioakumulasi (BAF) = Jumlah logam pada jaringan tanaman Jumlah logam pada tanah

(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pengelolaan sampah di kota Banda Aceh dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota. Kegiatan yang dilakukan dimulai dari pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan sampai akhirnya ke TPA sampah. Lokasi TPA kota Banda Aceh berada di daerah Gampong Jawa yang terletak di bagian utara kota Banda Aceh. Lokasi TPA ini berdekatan dengan muara sungai Krueng Aceh, yang berjarak 3,5 km dari pusat kota. TPA Gampong Jawa pertama sekali dibangun pada tahun 1994 dengan luas 12 Ha. Saat bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004, TPA ini hancur total dan menyapu semua sampah yang ada di sana. Setelah difungsikan kembali dan diperluas menjadi 21 Ha, TPA Gampong Jawa direhabilitasi pada tahun 2008 oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias dan mulai beroperasi secara sanitary landfill pada Januari 2009 (DK3 Banda Aceh, 2013).

(59)

TPA Gampong Jawa merupakan area tertutup dan memiliki batas yang jelas, dimana TPA dikelilingi oleh muara sungai Krueng Aceh dan tambak. Batas TPA dengan sungai sudah diberi pagar beton sedangkan bagian yang lain sudah dipasang pagar kawat berduri. TPA Gampong Jawa sudah menerapkan penutupan sampah dengan tanah penutup. Penutupan harian telah direncanakan dan dilaksanakan secara rutin, mengikuti prosedur standar, sehingga tidak kembali ke sistem open dumping.

TPA Gampong Jawa memiliki 3 kolam air lindi, di mana air lindi diolah di kolam 1, dilanjutkan di kolam 2, terus ke kolam 3 sebelum akhirnya dialirkan ke sungai. TPA Gampong Jawa mempunyai sistem jaringan pipa atau batu koral untuk aliran perlepasan gas metan ke udara terbuka. Sistem ini telah ada di beberapa titik, menggunakan pipa HDPE dengan posisi vertikal, tingginya terus ditambah disesuaikan dengan tumpukan sampah, sedangkan pipa HDPE horizontal untuk pengumpulan gas dan lindi sudah terpasang pada saat konstruksi di TPA Gampong Jawa.

4.2 Karakteristik Logam Berat dalam Air Lindi

Hasil pengukuran awal logam berat dalam air lindi disajikan pada Tabel 4.1. Analisis bertujuan untuk mengetahui kadar logam berat yang terkandung dalam air lindi di TPA Gampong Jawa. Hasil analisis dibandingkan baku mutu berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

(60)

Parameter Satuan Hasil Baku Mutu Kadmium (Cd)

Seng (Zn) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Kromium (Cr6+)

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 0,0061 0,0021 0,0004 0,0002 4,450 0,01 0,05 0,02 0,03 0,05

Hasil uji laboratorium air lindi terdeteksi adanya kandungan logam kromium yang berada di atas standar baku mutu limbah sebagaimana PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Hasil analisa didapatkan nilai untuk kandungan kromium pada air lindi adalah 4,450 mg/l dengan baku mutu yang ditetapkan adalah 0,05 mg/l. Dengan demikian lindi tersebut belum aman apabila dibuang langsung ke lingkungan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu.

4.3 Kandungan Kromium dalam Tanah

[image:60.612.112.527.620.707.2]

Kandungan kromium dalam tanah didapatkan dari hasil pemeriksaan sampel tanah. Pemeriksaan dilakukan pada awal perlakuan (0 hari) dan pada akhir minggu keempat (28 hari). Tanah yang diperiksa tersebut terdiri dari tanah kontrol yaitu tanah tanpa air lindi dan tanah perlakuan yaitu tanah dengan penambahan air lindi. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Persentase Penurunan Kandungan Kromium di Tanah Tanpa Lindi (Kontrol)

Jenis Tumbuhan

Kandungan Kromium (μg/g)

Penurunan (%) 0 Hari

Rata-rata 28 Hari

Rata-rata Purun (T.latifolia) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 13 17 14 14,6 4 3 2

3 11,6 79

(61)

(S.californicus) Ulangan 2 Ulangan 3 13 17 7 5 Padi liar (Z.miliacea) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 14 19 21 18 12 8 4

8 10 56

Mean Std. Deviasi 15,77 2,863 5,88 3,14

Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui bahwa terdapat penurunan kandungan kromium pada tanah kontrol. Penurunan kromium yang terbanyak terdapat pada tumbuhan purun (T.latifolia) sebesar 11,6 μg/g (79%), Mendong sebesar 8 μg/g

(55%) dan padi liar sebesar 10 μg/g (56%). Mean pada 0 hari adalah 15,77 dengan

[image:61.612.113.527.366.547.2]

standar deviasi 2,863 dan mean pada 28 hari adalah 5,88 dengan standar deviasi 3,14. Tabel 4.3. Persentase Penurunan Kandungan Kromium di Tanah Dengan Lindi

(Perlakuan)

Jenis Tumbuhan

Kandungan Kromium (μg/g)

Penurunan (%) 0 Hari

Rata-rata 28 Hari

Rata-rata Purun (T.latifolia) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 74 76 65 71,6 11 46 23

26,6 45 63

Mendong (S.californicus) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 76 69 72 72,3 43 57 56

52 20,33 28

Padi liar (Z.miliacea) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 67 69 74 70 40 47 45

44 26 37

Mean Std. Deviasi 71,33 4,00 40,88 14,94

Berdasarkan Tabel 4.3. diketahui bahwa terdapat penurunan kandungan kromium pada tanah dengan lindi. Penurunan kromium yang terbanyak terdapat pada tumbuhan purun (T.latifolia) sebesar 45 μg/g dengan persentase penurunan sebesar

(62)

pada 0 hari adalah 71,33 dengan standar deviasi 4,00 dan mean pada 28 hari adalah 40,88 dengan standar deviasi 19,94.

[image:62.612.113.533.283.364.2]

Berdasarkan data hasil penelitian kandungan kromium di tanah, didapatkan distribusi data tidak normal sehingg

Gambar

Grafik Kandungan Kromium di Tanah dan Tumbuhan Pada Kontrol
Tabel Analisa Data Penelitian  ...............................................................
Tabel 2.1. Konsentrasi Lindi Rata-rata pada Landfill
Gambar 2.1 Tumbuhan Purun (Typha latifolia) 2.5.2 Mendong (Scirpus californicus)
+7

Referensi

Dokumen terkait