• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PRODUKSI DEKSTRIN UBI KAYU MELALUI METODE GELATINISASI SEBAGIAN MENGGUNAKAN ROTARY DRUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN PRODUKSI DEKSTRIN UBI KAYU MELALUI METODE GELATINISASI SEBAGIAN MENGGUNAKAN ROTARY DRUM"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KAJIAN PRODUKSI DEKSTRIN UBI KAYU MELALUI METODE GELATINISASI SEBAGIAN MENGGUNAKAN ROTARY DRUM

Oleh

LIANA VERDINI

(2)

menghasilkan nilai warna 81, kadar dekstrin 24%, kelarutan dalam air 77%, daya serap air (swelling power) 7%, reaksi warna dengan Iod membentuk warna merah keunguan dan kondisi mikroskopis granula ditandai dengan hilangnya sebagian sifat birefringent.

(3)

ABSTRACT

STUDY OF CASSAVA DEXTRIN PRODUCTION BY USING PARTIAL GELATINIZATION METHOD WITH ROTARY DRUM

By

LIANA VERDINI

(4)

power was 7%, and performed redpurplish when reacted with Iodine.

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ubi Kayu (Singkong)

Ubi kayu (Manihot esculentas Crantz) yang juga dikenal sebagai ketela pohon, dalam bahasa Inggris bernama cassava adalah pohon dari keluarga Euphorbiaceae dan merupakan tanaman tahunan dari negara tropis dan subtropis. Ubi kayu termasuk famili Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan daunnya dikonsumsi sebagai sayuran. Di Indonesia, ubi kayu menjadi makanan pokok setelah beras dan jagung. Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku industri makanan, kimia dan pakan ternak (Lidiasari, 2006).

(6)

Klasifikasi ubi kayu adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiceae Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculentas CRANTZ (Anonim, 2011).

Tanaman ubi kayu sebagian besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan setek. Jenis tanaman (varietas/klon) ubi kayu yang banyak ditanam di Lampung antara lain adalah varietas UJ-3 (Thailand), varietas UJ-5 (Cassesart), dan klon lokal (Barokah, Manado, Klenteng), dan berumur pendek tetapi kadar pati yang lebih rendah sehingga menyebabkan tingginya rafaksi (potongan timbangan) saat penjualan hasil di pabrik. Hasil kajian BPTP Lampung bahwa penggunaan varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan memiliki kadar pati yang tinggi pula. Beberapa varietas atau klon ubi kayu yang banyak di tanam antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.

(7)

bahwa penggunaan sistem tanam double row dengan variates UJ-5 mampu menghasilkan ubi kayu 50-60 ton/ha (Anonim, 2008).

Tabel 1. Beberapa varietas/klon ubi kayu unggulan Lampung Varietas/Klon Umur

(bulan) Kadar Pati (%) Produksi (ton/ha) SistemTanam UJ-3 (Thailand)

8 – 10 25 – 30 35-40 Rapat (70x80 cm) UJ-5

(Cassesart)

10 - 12 30 - 36 45 - 60 Double row Malang-6 9 – 10 25 - 32 35 – 38 Rapat (70x80 cm) Barokah

(Lokal)

9 – 10 25 – 30 35 – 40 Double row Sumber : Anonim (2008)

2.2. Pati Ubi Kayu (Tapioka) dan Produk Turunannya

Pati didefinisikan sebagai homopolimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan

α-glikosidik. Berdasarkan bentuk ikatan α-glikosidik polimer glukosa tersebut,

penyusun suatu polimer pati umumnya dibedakan atas amilosa dan amilopektin (Kearsley dan Dziedzic, 1995 dalam Rismana, 2002).

(8)

Tabel 2. Data luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu Indonesia menurut provinsi tahun 2011

No Provinsi LuasPanen

(Hektar)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (ton)

1 Lampung 378.985 292,79 9.732.882

2 Jawa Timur 220.394 160,34 3.533.772

3 Jawa Tengah 191.053 174,04 3.325.099

4 Jawa Barat 109.354 186,08 2.034.854

5 Nusa Tenggara Timur 87.906 105,68 928.974

6 DI Yogyakarta 62.543 142,77 892.907

7 Provinsi lainnya 214.714 154,60 3.319.503

Total Indonesia 1.432.933 200,57 25.756.991 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Tabel 3. Komposisi kimia ubi kayu dan pati ubi kayu per 100 gram bahan

Komponen Kadar

Ubi Kayu Pati Ubi Kayu

Kalori (Kal) 146 363

Air (gr) 59,68 10-13

Phospor (mg) 40 125

Karbohidrat (gr) 38,05 88,2

Zat Kapur 33 84

Vitamin C (mg) 38 0

Protein (gr) 1,36 1,1

Zat Besi 0,7 1

Lemak (gr) 0,28 0,5

Vitamin A (S.I) 0 0

Thiamine (mg) 20 0,4

Sumber : Anonim (2012)

Ukuran dan morfologi granula pati bergantung pada jenis tanamannya serta bentuknya dapat berupa lingkaran, elips, lonjong, polihedral atau poligonal, bentuk yang tidak teratur. Pati mengandung 10% air pada RH 54% dan 20oC. Pada umumya pati tersusun dari 25% amilosa dan 75% amilopektin. Amilosa merupakan polimer berbentuk panjang dan lurus dan sedikit cabang (kurang dari 1%) (Nwokocha, 2009) dengan berat molekul 500.000 g/mol. Unit-unit glukosa

terhubung oleh ikatan α-1,4 pada molekul amilosa. Molekul amilosa berbentuk

(9)

memiliki berat molukul 107-109 g/mol bergantung pada jenis tanamannya. Pati terbentuk dari monomer-monomer glukosa. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Amilosa dan amilopektin

Molekul amilosa dan amilopektin disintesis dari ADP-glukosa. ADP-glukosa disintesis dari glucose-1-phosphate dan ATP dengan menggunakan katalis ADPGPPase. Selama penuaan, kedua polimer disintesis secara simultan, tetapi pada permulaan sintesis amilopektin lebih besar dari pada amilosa. Menurut Raja (1994) menyatakan bahwa molekul amilosa disintesis oleh GBSS (Granule-Bound

Starch Synthase) yang terdapat pada molekul amilopektin, sedangkan molekul amilopektin disintesis dengan menggunakan enzim kompleks.

(10)

Kebutuhan dekstrin untuk keperluan industri pangan terus meningkat dari tahun ke tahun. Penggunaan dekstrin yang utama adalah sebagai pensubtitusi untuk berbagai keperluan, terutama pada pengolahan aneka produk makanan ringan (snack food). Mengingat tingginya kebutuhan desktrin untuk keperluan industri, sementara produksi dalam negeri relatif tidak mencukupi, saat ini sebagian besar dekstrin diperoleh dari impor.

2.3. Sifat-Sifat Fungsional Pati Ubi Kayu dan Produk Turunannya

Pati ubi kayu memiliki beberapa perbedaan sifat-sifat fungsional dibandingkan produk turunannya (dekstrin). Beberapa hal utama yang menentukan sifat fungsional pati adalah sebagai berikut:

(1) Pembentukan reaksi warna dengan iodin

(11)

mengetahui panjang polimer pati, semakin pendek rantai pati maka akan menghasilkan warna merah keunguan sehingga produk-produk turunannya terjadi pemutusan polimer pati dan akan terbentuk dekstrin.

(2) Suhu gelatinisasi

Salah satu fenomena penting pada pati adalah adanya proses gelatinisasi. Bila pati mentah disuspensikan dalam air, granula akan menyerap air dan membengkak. Pada kisaran suhu dan lama pemanasan tertentu, pati akan menyerap air dalam jumlah yang besar dan mengalami pembengkakan yang luar biasa sehingga terjadi pemecahan granula yang bersifat irreversibel (tidak dapat kembali pada kondisi semula). Suhu pada saat granula pati pecah dan terjadi translusi (perubahan dari suspensi yang keruh menjadi jernih) disebut suhu gelatinisasi yang umumnya berada pada suatu kisaran. Menurut Kearsley dan Dziedzic, 1995 dalam Rismana, 2002, pati ubi kayu memiliki kisaran suhu gelatinisasi 52oC–64oC. Hidayat dkk. (2009), melaporkan bahwa aplikasi proses gelatinisasi sebagian pada pembuatan dekstrin ubi kayu modifikasi akan merubah karakteristik suhu gelatinisasi maksimum dekstrin ubi kayu dari 75oC menjadi 87oC.

(3) Daya Serap Air dan Kelarutan dalam Air

(12)

dalam Rismana, 2002, semakin pendek rantai polimer rantai pati maka akan semakin tinggi kelarutannya.

Hasil penelitian Hidayat dkk. (2009), menunjukkan bahwa tepung ubi kayu metode gelatinisasi sebagian memiliki karakteristik daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih baik dibandingkan tepung ubi kayu metode sawut (2,36 g/g berbanding 0,13 g/g dan 0,25 g/ml berbanding 0,13 g/ml).

Lebih tingginya nilai daya serap air dan kelarutan dalam air tepung ubi kayu metode gelatinisasi sebagian berkaitan dengan telah terhidrolisnya pati dan terbentuknya komponen yang lebih sederhana dalam bentuk dekstrin. Menurut Marchal dkk. (1999) dalam Hidayat dkk. (2003), produk turunan pati memiliki daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih baik dibandingkan pati alami.

2.4. Pati Termodifikasi

(13)

Proses hidrolisis pati merupakan salah satu metode untuk memperoleh produk turunan atau modifikasi pati, dan dapat dilakukan secara fisik, kimia, serta enzimatis (Kearsley dan Dziedzic, 1995).

Proses gelatinisasi sebagian adalah proses modifikasi pati secara fisik menggunakan metode pemanasan pada suhu diatas titik gelatinisasi pati (Kearsley dan Dziedzic, 1995 dalam Rismana, 2002). Menurut Winarno (1984), suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Suhu gelatinisasi dapat ditentukan menggunakan viskometer. Proses modifikasi pati secara fisik antara lain dilaporkan oleh beberapa peneliti (US Patent 4,761,185 Tahun 1988) dengan menggunakan alat spray dryer, dan oleh Hidayat dkk. (2009), dengan cara pemanasan menggunakan drum berputar (rotary drum). Menurut Kearsley dan Dziedzic (1995), Chornet dkk. (1988), dan Hidayat dkk. (2009) melalui metode gelatinasi sebagian akan dihasilkan produk turunan pati terutama dalam bentuk dekstrin.

2.5. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses Modifikasi Pati Proses modifikasi pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, temperatur, waktu reaksi, dan perbandingan berat air terhadap pati.

1. Ukuran Partikel

(14)

2. Temperatur

Secara umum temperatur berhubungan dengan laju reaksi. Makin tinggi temperatur, maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur operasi. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius berikut :

k = Konstanta laju reaksi (mol jam -1) A = Faktor tumbukan

Ea = Energi aktivasi ( J mole -1) R = Konstanta gas (8.314 J K mole-1) T = Suhu (Kelvin) (Hill, 1997)

Semakin tinggi temperatur maka reaksi akan berjalan semakin cepat, namun kondisi ini dibatasi oleh karakteristik masing-masing bahan sebagai contoh karakteristik pati ubi kayu yang akan mengental dan mengeras pada suhu diatas 68oC (Nwokocha, 2009).

3. Lama Reaksi

(15)

4. Perbandingan Berat Air Terhadap Pati

Perbandingan berat air terhadap pati harus tepat agar pati yang diinginkan tidak dapat terlarut sempurna. Perbandingan yang terlalu besar akan menimbulkan pemborosan penggunaan pelarut, sedangkan perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendapan pati. Perbandingan pati yang digunakan adalah 150 gr suspensi pati ke dalam 200 gr air pada penelitian modifikasi pati ubi kayu menggunakan jahe (Daramola dan Osanyinlusi, 2006 dalam Adity, 2009).

2.6. Rotary Drum

Cara kerja rotary drum yaitu bahan dimasukkan kedalam silinder yang berputar kemudian bersamaan dengan itu aliran panas mengalir dan kontak dengan bahan. Sumber panas didapatkan dari gas yang diubah menjadi uap panas dengan cara pembakaran. Didalam drum yang berputar terjadi gerakan pengangkatan bahan dan menjatuhkannya dari atas kebawah sehingga kumpulan bahan basah yang menempel tersebut akan terpisah dan proses pengeringan bisa berjalan lebih efektif. Selain itu, bahan bergerak dari bagian ujung drum keluar menuju bagian ujung lainnya akibat kemiringan drum. Bahan yang telah kering kemudian keluar melalui suatu lubang yang berada dibagian belakang pengering drum (Eko, 2010).

2.7. Dekstrin

(16)

cara yaitu memperlakukan suspensi pati dalam air dengan asam atau enzim pada kondisi tertentu, atau degradasi atau pirolisis pati dalam bentuk kering dengan menggunakan perlakuan panas atau kombinasi antara panas dan asam atau katalis lain. Dekstrin umumnya berbentuk bubuk dan berwarna putih sampai kuning keputihan (Beynum dan Roels, 1985). Struktur kimia dekstrin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia dekstrin

Berdasarkan reaksi warnanya dengan iodium, dekstrin dapat diklasifikasikan atas amilodekstrin, eritrodekstrin dan akrodekstrin. Pada tahap awal hidrolisa, akan dihasilkan amilodekstrin yang masih memberikan warna biru bila direaksikan dengan yodium. Bila hidrolisa dilanjutkan akan dihasilkan eritrodekstrin yang akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan iodium. Sedangkan pada tahap akhir hidrolisa, akan dihasilkan akrodekstrin yang tidak memberikan warna bila direaksikan dengan iodium (Anonim, 2009).

(17)

air dingin yang meningkat dan kadar gula reduksi akan menurun dan kekentalan yang lebih rendah (Koswara, 2009).

Tabel 4. Sifat-sifat dekstrin Jenis Dekstrin Kadar

Air (%)

Warna Kelarutan Gula Pereduksi (%) Derajat Percabangan (%) Dekstrin Putih Dekstrin Kuning British Gum 2-5 <2 <2 Putih-coklat Putih-krem Coklat 60-95 min-100 min-100 10-12 1-4 sedikit 2-3 Banyak 20-25 Sumber : Wurzburg (1989)

Beberapa sifat dekstrin yang meliputi kadar air, warna, kelarutan, gula pereduksi dan derajat percabangan, dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai kelarutan yang diperoleh menunjukkan jumlah dekstrin dalam 1% suspensi yang akan larut dalam air destilata pada suhu 22,22°C. Tampak bahwa kelarutan dekstrin putih lebih rendah daripada kelarutan British Gum, sedangkan kelarutan British Gum lebih rendah daripada kelarutan dekstrin kuning (Anonim, 2009).

(18)

Dekstrin banyak digunakan pada berbagai industri, baik industri pangan, farmasi, dan industri kimia. Dekstrin dalam industri pangan digunakan untuk meningkatkan tekstur bahan pangan. Dekstrin memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan, contohnya pelapisan kacang dan cokelat untuk mencegah migrasi minyak. Dekstrin juga berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan pada kentang goreng dengan cara merendam kentang tersebut dalam larutan dekstrin. Dekstrin akan melapisi permukaan dan mengurangi penetrasi minyak selama penggorengan (Koswara, 2009).

Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total gula pereduksi pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa sehingga maltose memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989).

(19)

Tabel 5. Syarat mutu dekstrin

Uraian Satuan Persyaratan

Warna - Putih sampai kekuning-kunigan

Warna dengan larutan iod

- Ungu kecoklatan

Kehalusan mesh 80, % b/b

- Minimal 90 ( lolos )

Air % b/b - Maksimal 11

Abu % b/b - Maksimal 0.5

Serat kasar % b/b - Maksimal 0.6

Bagian yang larut air dingin

δ Minimal 97

Kekentalan - 3-4

Dekstrosa % Maksimal 5

Derajat asam ml NaOH 0.1 N 100g

Maksimal 5 Cemaran logam :

Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 2 Maksimal 50 Maksimal 40 Maksimal 40

Arsen mg/kg Maksimal 1

Cemaran mikroba : - kapang dan ragi - ragi

- total aerobic plate count

- bakteri coliform - salmonella mpn/g mpn/g mpn/g mpn/g mpn/100g

Maksimal 102 10 - 102 102 – 106 Maksimal 10 0

Sumber : Departemen Perindustrian (1992)

2.8. Desktrin dan Aplikasinya Pada Produk Pangan

(20)

(Hidayat, 2003 dalam Hidayat dkk., 2009), bahan pengikat atau Binder (Bahar dan Sulandjari, 2003), bahan pengental, senyawa penghambat kristalisasi, dan sumber kalori (Hidayat dkk., 2003).

Aneka bentuk penggunaan dekstrin diatas telah banyak memberi sumbangan pada pengembangan produk-produk pangan baru. Sebagai contoh penggunaan dekstrin sebagai senyawa enkapsulan telah menciptakan aneka flavour bubuk (Hartanti dkk., 2003), dan penggunaan maltodekstrin sebagai sumber kalori akan menghasilkan produk minuman olahraga dengan karakteristik penyuplai energi yang lebih slow release dibandingkan glukosa dan sukrosa (Hidayat dkk., 2003).

(21)

III. METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2012.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan standar Tyler 80 mesh, mesin pemarut, alat penepung tipe Hummer Mill, rotary drum, high performance liquid chromatography merk Shimadzu, mikroskop polarisasi merk Micros, dan whitenesstester merk Kett Electric Laboratory.

(22)

3.3. Metode

Penelitian ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama (V) adalah varietas ubikayu, yang terdiri dari varietas UJ-5 atau Cassesart (V1) dan UJ-3 atau Thailand (V2). Faktor kedua (K) adalah konsentrasi yang terdiri dari 3 taraf konsentrasi 30% (K1), 35% (K2), dan 40% (K3). Sedangkan faktor ketiga (T) adalah suhu pemanasan gelatinisasi sebagian yang terdiri dari 3 taraf suhu pemanasan yaitu 80oC (T1), 90oC (T2), dan 100oC (T3).

Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan data dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan (DNMRT) pada taraf 1% dan 5% dan uji deskriptif. Uji Duncan digunakan untuk pengamatan kadar dekstrin, warna (whitenesstester), daya serap air dan kelarutan dalam air. Uji Deskriptif digunakan untuk pengamatan pembentukan reaksi warna dengan Iod dan penampakan mikroskopis granula.

3.4.Pelaksanaan

Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Proses ekstraksi pati ubi kayu

(23)

saring, dilanjutkan dengan pengendapan selama 24 jam. Proses pengeringan menggunakan alat pengering kabinet sampai mencapai kadar air 10%, selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran menggunakan Hummer Mill sehingga menghasilkan pati yang memiliki ukuran seragam. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 3.

2. Proses pembuatan dekstrin

Proses pembuatan dekstrin dengan cara proses gelatinisasi sebagian dilakukan dengan cara membuat suspensi pati (sehingga diperoleh konsentrasi 30%, 35%, dan 40%) dan pemanasan suspensi pati (menggunakan rotary drum pada suhu di atas titik gelatinisasi (80oC, 90oC, dan 100oC) selama 90 menit. Setiap satuan percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Dekstrin yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan menggunakan alat pengering Kabinet pada suhu 70oC selama 20-25 menit, penepungan menggunakan alat penepung Hummer Mill, dan pengayakan menggunakan ayakan Tyler 80 mesh. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 4.

3. Analisis karakteristik

(24)

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan pati ubi kayu 35 kg ubi kayu

Pengupasan Kulit

Pencucian

25 kg ubikayu diparut

Pengenceran (1:10)

Penyaringan

Pengendapan selama 8 jam

Pemisahan

Pengeringan (sampai kadar air ± 10%)

Pengayakan (80 mesh)

Pati

Filtrat Ampas

(25)

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan dekstrin

3.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik dekstrin meliputi kadar dekstrin, warna dekstrin, daya serap air, kelarutan dalam air, pembentukan reaksi warna dengan Iod, dan penampakan mikroskopis granula.

250 gr pati ubi kayu

Suspensi pati (konsentrasi 30%,35%,40%)

Pemanasan dengan rotary drum (T 80oC,90oC,100oC selama

90 menit)

Pengeringan dengan cabinet dryer

Dekstrin

Pengamatan

Air kran Pencampuran

Pengayakan (Ayakan Tyler 80 mesh)

(26)

3.5.1.Pengujian Kadar Dekstrin Metode HPLC

Pengujian kadar dekstrin dilakukan dengan metode HPLC, berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Hidayat dkk. (2003) menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan metode reversed phase chromatography menggunakan fase diam non polar (senyawa C-18 yang diikat pada silika), dan fase mobil air. Adapun spesifikasi alat dan kondisi operasional pengujian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi operasional pengujian komposisi maltodekstrin dengan HPLC Bagian Alat Keterangan

Kolom Supercosil LC-18, ukuran 15cm x 4,6 mm dengan besar partikel silika 15 mikron.

Eluen Air (aquades)

Volume Injeksi 20 µ l

Detector Indeks Refraksi (Biorad)

Integrator Chromatopac model CR 3 A (Shimadzu) Instrumen HPLC model LC 4 A (Shimadzu)

Sumber : Hidayat (2003)

Identifikasi jenis senyawa sakarida pada kromatograf dilakukan berdasarkan waktu retensi dengan menggunakan senyawa glukosa, maltosa, maltotetraosa, dan maltooligosakarida standar sebagai pembanding. Metode kuantifikasi sakarida selama penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu metode normalisasi area (digunakan untuk memilih perlakuan terbaik), dan metode standar eksternal dengan menggunakan kurva kalibrasi (digunakan pada karakterisasi kimia perlakuan terbaik).

Persiapan sampel dalam pengujian kadar dekstrin dilakukan dengan cara menyiapkan

10 gr sampel dekstrin dan melarutkannya dalam 250 ml aquabidest. Sampel

(27)

penyaringan kedua disaring menggunakan syringe filter holder dengan ukuran

membran 0,45 µ. Sebanyak 10 ml sampel dekstrin kemudian diinjeksikan atau

disuntikkan pada kolom HPLC dan lakukan penentuan konsentrasi senyawa glukosa

dan maltosa yang terdapat pada sampel. Cara menghitung jumlah dekstrin dengan

rumus sebagai berikut :

Dekstrin dinyatakan sebagai jumlah senyawa monosakarida dan disakarida.

3.5.2. Pengujian Warna (Whitnesstester)

Siapkan sampel sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam kufet, lalu alat whitnesstester dinyalakan. Nilai warna akan muncul pada layar LED whitnesstester setelah 2 detik.

3.5.3. Kelarutan dalam Air dan Daya Pembengkakan (Swelling Power)

Pengujian terhadap kelarutan dalam air, daya pembengkakan (swelling power) dilakukan menurut metode yang dikembangkan oleh Torucco-Uco dan Betancur-Ancona (2007) dengan sedikit modifikasi yaitu suspensi pati sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam 15 mL tabung sentrifuse yang berat kosongnya telah ditimbang. Kemudian tabung beserta isinya dipanaskan pada suhu 70, 80, dan 90oC dalam waterbath masing-masing selama 30 menit. Kemudian suspensi

Glukosa (gr/100 ml) : Luas area glukosa sampel Luas area glukosa standar

(28)

disentrifuse pada 300 rpm selama 15 menit, supernatan dipisahkan dan granula yang membengkak ditimbang. Supernatan sebanyak 5 mL dituang ke dalam cawan petri untuk dikeringkan dalam oven konvensional pada suhu 120oC selama 4 jam sampai berat konstan. Persentasi kelarutan dalam air dan swelling power dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3.5.4. Pengujian Reaksi Warna dengan Iod

Pengujian reaksi warna dengan iod dilakukan dengan metode titrasi. Persiapan sampel yang diuji dilakukan dilakukan dengan cara menyiapkan 5 gram sampel dekstrin kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 100 ml aquadest.

Selanjutnya sampel dihomogenkan dengan dikocok, setelah itu sampel ditetesi 2- 3 tetes larutan Iod 0,01 N. Pengujian reaksi warna dilakukan dengan cara mengamati perubahan warna yang terbentuk selama 4-5 menit. Terbentuknya dekstrin akan terdeteksi dari terbentuknya warna merah keunguan (Hidayat, 2009).

3.5.5. Penampakan Mikroskopis Granula

Pengujian kesempurnaan derajat gelatinisasi dekstrin ubi kayu dilakukan dengan metode mikroskop polarisasi dengan cara membandingkan kondisi granula pati

Kelarutan (%) : Berat sampel kering X 10 mL X 100 Berat sampel X 5 mL

(29)

ubikayu dan granula dekstrin. Persiapan sampel pengujian penampakan mikroskopis granula dilakukan dengan cara menyiapkan 0,5 gram sampel dekstrin

dan diletakkan di atas kaca preparat, selanjutnya ditambahkan aquadest sebanyak 1

tetes. Kaca preparat kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah itu, sampel

(30)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Varietas ubi kayu berpengaruh nyata terhadap warna, kelarutan dalam air, daya

serap air (swelling power), dan kadar dekstrin.

2. Konsentrasi berpengaruh nyata terhadap warna, kadar dekstrin, kelarutan dalam air, dan daya serap air (swelling power).

3. Suhu pemanasan proses dekstrinasi berpengaruh nyata terhadap warna, kadar dekstrin, kelarutan dalam air, dan daya serap air (swelling power).

4. Varietas Thailand, konsentrasi 35 % dan suhu pemanasan proses dekstrinasi 90oC akan menghasilkan dekstrin ubikayu dengan karakteristik sifat fungsional yang terbaik yakni menghasilkan nilai warna 81, kadar sakarida dekstrin 24%, kelarutan dalam air 77%, daya serap air (swelling power) 7%, reaksi warna dengan Iod membentuk warna merah keunguan dan hilangnya sebagian sifat birefringent granula dekstrin.

5.2. Saran

(31)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….……. vi

DAFTAR GAMBAR……….……. ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah ..……….. 1

1.2. Tujuan ...……….……….. 3

1.3. Kerangka Pemikiran ...………... 3

1.4. Hipotesis ...……….……... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ubi Kayu (Singkong) ………....………...…... 6

2.2. Pati Ubi Kayu (Tapioka) dan Produk Turunanya ………….……... 8

2.3. Sifat-Sifat Fungsional Tapioka dan Produk Turunanya ..…….…....….... 11

2.4. Pati Termodifikasi ...……...………..……....…... 13

2.5. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses Modifikasi Pati ... 15

2.6. Rotary Drum ...………..……...…... 16

2.7. Dekstrin ...………..……...…..…... 17

2.8. Dekstrin dan Aplikasinya Pada Produk Pangan ....………..……...….….. 20

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu ...………... 22

3.2. Alat dan Bahan ...………... 22

3.3. Metode ...………... 23

3.4. Pelaksanaan ...………... 23

3.5. Pengamatan ...………... 26

3.5.1. Pengujian Komposisi Sakarida Dekstrin Metode HPLC ... 27

3.5.2. Pengujian Warna (Whitenesstester) ... 28

3.5.3. Kelarutan Dalam Air dan Daya Pembengkakan (Swelling Power) ... 28

3.5.4. Pengujian Reaksi Warna Dengan Iod ... 29

3.5.5. Penampakan Mikroskopis Granula ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Kimia Ubi Kayu Segar ....…... 31

4.2. Karakteristik Kimia (Kadar Dekstrin) ....…... 32

4.3. Karakteristik Fisik Dekstrin Ubi Kayu ...…... 34

4.3.1. Warna ... 34

(32)

4.4.2. Kondisi Mikroskopis Granula ... 47 V. KESIMPULAN DAN SARAN

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, Y. A., Adeyemi and Oshodi . 2005. Functional and

physicochemical properties of flours of six mucuna species. African Journal of Biotechnology. 4 (12):1461-1468.

Adity. 2009. Pengaruh Perbandingan Berat Antara Pati Tapioka, Air Serta Volume Minyak Jahe Terhadap Swelling Power Dan Kelarutan. http://eprints.undip.ac.id/13415/1/Skripsi.pdf. Universitas Diponegoro. Semarang.

Afrianti, L.H. 2002. Pati Termodifikasi Dibutuhkan Industri Makanan. Pikiran Rakyat Cyber Media. Jakarta.

Anonim. 2008. Teknologi Budidaya Ubi Kayu. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BPPT). Jakarta.

Anonim. 2011. Data Produksi Ubi Kayu Indonesia (BPS). Diakses pada tanggal 04 Maret 2012.

Antarlina. 1992. Evaluasi Sifat-Sifat Sensoris, Fisik, dan Kimia Beberapa Klon Ubi Kayu Plasma Nuftah (Laporan Penelitian). Balikabi. Malang.

Apriyantono, A., D. Ferdiaz., N.L. Puspitasari., S. Yasni., dan Budianto. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Artiani, P.A. dan Y.R. Avrelina. 2007. Modifikasi Cassava Starch Dengan Proses Acetylasi Asam Asetat Untuk Produk Pangan. Universitas Diponegoro. Semarang

Azeez, O.S. 2005. Production of Dextrin from Cassava Starch. Leonardo Journal of Science. 7 : 9-16.

Aziz A. 2004. Hydroxypropylation and Acetylation of Sago Starch, Malaysian Journal of Chemistry. 6 (1) : 48-54

(34)

Chornet, E., P.G. Koeberle, and R. Overend. 1988 . Rapid Starch

Depolymerization via Spray Reactors. United States Patent 4,761,185. Daramola, B. and S. A. Osanyinlusi. 2006. Investigation on Modification of

Cassava Starch Using Active Components of Ginger Roots (Zingiber officinale Roscoe). African Journal of Biotechnology. 2006, 5 : 917-920. Ega, L. 2002. Kajian Sjfat Fisik dan Kimia serta Pola Hidrolisis Ubi Jalar Jenis

Unggul secara Enzimatis dan Asam (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Eko, F. 2010. Cara Kerja Rotary Drum.

http://fajareko-fs.blogspot.com/2010/11/cara-kerja-rotary-dryer.html. Diakses pada tanggal 01 Maret 2012

FAO. 2009. Data Ekspor Ubi Kayu Berdasarkan Negara Asal, 2000-2002. Hartanti S, S. Rohmah, dan Tamtarini. 2003. Kombinasi Penambahan CMC dan

Dekstrin pada Pengolahan Bubuk Buah Mangga dengan Pengeringan Surya. Prossiding Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan

Indonesia. “Peranan Industri dalam Pengembangan Produk Pangan Indonesia”. Yogyakarta, 22-23 Juli 2003.

Hidayat, B. 2003. Pengembangan Formulasi Biskuit Cracker Kaya Serat. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. Universitas Lampung, 12 (1) : 22-30

Hidayat, B., A. B. Ahza, dan Sugiyono. 2003. Karakterisasi Maltodekstrin DP 3-9 serta Kajian Potensi Penggunaannya sebagai Sumber Karbohidrat pada Minuman Olahraga. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIV/1, April 2003. Publikasi Resmi Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hidayat, B. 2004. Diktat Teknologi Pati. Politeknik Negeri Lampung. Lampung. Hidayat, B., N. Kalsum, dan Surfiana. 2009a. Perbaikan Karakteristik Tepung Ubi

Kayu Menggunakan Metode Pragelatinisasi Parsial. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung Hill JR, C.G. 1997. An Introduction to Chemical Engineering Kinetica & Reactor

(35)

Kearsley, M.W. and N. A. Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis

Product and Their Derivatives. Blackie Academic & Profesionall, Glasgow. Kiatponglarp, W. 2007. Production of Enzyme-Resistant Starch from Cassava

Starch, Suranaree University of Technology.

Koswara, S., 2009. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.com. Diakses pada tanggal 04 Maret 2012

Leach H. W. 1959. Structure of The Starch Granules in Swelling and Sollubility Pattern of Various Starch. Cereal Chem. 36 : 534-544.

Marchal, L.M., H.H. Beeftink, and J. Tramper. 1999. Towards a Rational Design of Commercial Maltodextrins. Trend in Food Science and Technology. 10 : 345-355.

Muchtadi, T.R., Purwiyatno, A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nwokocha, L. M. 2009. A Comparative Study Of Some Properties Of Cassava

(Manihot Esculenta, Crantz). Carbohydrate Polymers. 11 : 22-26

Rismana, E. 2002. Modifikasi Pati untuk Farmasi. Pikiran Rakyat Cyber Media. Jakarta.

Ruqoiyah, A., 2002. Kinetika Reaksi Hidrolisis Pati Sorghum menjadi Dekstrin dengan Katalisator HCl (Skripsi). UPN Veteran Jawa Timur. Surabaya. Satterwaite, R.W. and D.J. Iwinski. 1973. Dextrin. Dalam: Whistler, R.L. and J.N.

be Miller (editor). Industrial Gums: Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York.

Saraswati. 1982. The Problems to be Solved in Starch Processing Technologies in Indonesia. BPPT. Jakarta.

Sriroth, K. 1999. Cassava Starch Granule Structure–Function Properties:

Influence of Time And Conditions At Harvest on Four Cultivars of Cassava Starch. Carbohydrate Polymers. 38 : 161-170.

Subekti, D. 2008. Maltodekstrin.

(36)

Torruco-Uco. J., and D. Bentacur-Ancona. 2007. Physicochemical and functional properties of makal (Xanthosoma yucatanensis) starch. Food Chem. 101 : 1319-1326.

Whistler, R.L., J.M. Bemiller, and E.F. Paschall. 1984. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press, Inc. New York.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

(37)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc.

Sekretaris : Surfiana, S. P., M. Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Susilawati, M. Si.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

(38)

Judul Skripsi : KAJIAN PRODUKSI DEKSTRIN UBIKAYU MELALUI METODE GELATINISASI MENGGUNAKAN ROTARY DRUM

Nama Mahasiswa : Liana Verdini

NPM : 0814051052

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc. Surfiana, S. P., M. Si. NIP. 196207201986032001 NIP. 196801131994022001

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 06 Desember 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Muverdi CH dan Nurbani Kalsum.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Al- Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2002. Pada tahun 2005, Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Al- Kautsar Bandar Lampung, sedangkan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMA Al- Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada tahun yang sama Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan kegiatan KKN Tematik di Kelurahan Ganjar Asri, Kecamatan Metro Barat, Metro dengan tema Revitalisasi Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Petani) pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Penulis juga melaksanakan Praktik Umum di PT. Tirtaratna Unit Bandranaya, Bandung, Jawa Barat dengan tema Mempelajari Pengawasan Mutu dan Masa Simpan Sosis Sapi di PT. Tirta Ratna Unit Badranaya Bandung pada bulan Januari sampai Februari 2012.

(40)

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul Kajian Produksi Dekstrin Ubi Kayu Melalui Metode Gelatinisasi Sebagian Menggunakan Rotary Drum adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

2. Ibu Ir. Susilawati, M. Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Pembahas dan Penguji atas saran, nasihat, motivasi dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan skripsi; 3. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., selaku Pembimbing Pertama atas

bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi;

4. Ibu Surfiana, S. P., M. Si., selaku Pembimbing kedua, atas bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi;

(41)

6. Bapak dan Ibu Staf serta Karyawan Politeknik Negeri Lampung dan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi;

7. Kedua Orang Tua dan adik-adikku tercinta yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan yang selalu menyertai penulis dalam doanya untuk melaksanakan dan menyelesaikan skripsi;

8. Sahabat-sahabatku, teman-teman tercinta THP 2008, mbak-mbak, kakak-kakak, dan adik-adik THP terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT dapat membalas segala kebaikan mereka. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,

Gambar

Tabel 1. Beberapa varietas/klon ubi kayu unggulan Lampung
Tabel 2. Data luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu Indonesia menurut provinsi tahun 2011
Gambar 1. Amilosa dan amilopektin
Gambar 2.
+5

Referensi

Dokumen terkait