• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENYUSURI SEJARAH PENCETAKAN AL-QUR’AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENYUSURI SEJARAH PENCETAKAN AL-QUR’AN"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

22 10 - 25 RABIULAKHIR 1432 H

K H A Z A N A H

I

nformasi tentang sejarah pencetakan Al-Qur’an masih minim dan simpang siur. Hal ini terbukti dengan pertama, belum adanya buku otoritatif yang membahas se-jarah pencetakan Al-Qur’an. Kedua, dalam buku-buku atau Kitab-Kitab UlumulQur’an

dan Tarikh Al-Qur’an sejarah pencetakan Al-Qur’an hanya dibahas ‘sambil lalu’ saja: informasinya sedikit dan tidak detail. Ketiga,

Sejarah Pencetakan Al-Qur’an tidak terkait langsung dengan isu otentisitas Al-Qur’an. Yang sering mendapatkan perhatian adalah sejarah kodifikasi dan teks Al-Qur’an, sebab hal ini sering dijadikan bahan se-rangan bagi kaum orientalis.

Sayang sekali apabila sejarah pence-takan Al-Qur’an mendapatkan perhatian yang minim. Padahal sejarah pencetakan Al-Qur’an seharusnya menjadi bagian dari Tarikh Al-Qur’an itu sendiri. Di samping itu, sejarah pencetakan Al-Qur’an masih dipenuhi ‘misteri’ dan konflik kepentingan. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus untuk merekonstruksi sejarah pencetakan Al-Qur’an yang objektif dan nir-bias. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri bagi sejarawan Muslim dan pengkaji Al-Qur’an.

Pada tahun 2004, sarjana-sarjana pengkaji Al-Qur’an di Jerman dan Nether-land telah menjawab ‘PR’ tersebut. Penerbit IDC, penerbit akademis buku-buku sumber yang jarang di Leiden telah me-launching

hasil penelitian koleksi-koleksi Al-Qur’an yang dicetak di Barat pada tahun 1537-1857 M. Penelitian tersebut dibukukan de-ngan judul Early Printed Korans: The Dis-semination of the Koran in the West, yang diedit oleh Hartmut Bobzin dan August den Hollander. Buku ini memberikan informasi yang lebih tentang sejarah pencetakan Al-Qur’an awal yang cukup komprehensif dan terhitung baru. Meskipun tidak menutup

kemungkinan terjadinya bias-bias kepen-tingan.

Selain buku tersebut, Encyclopaedia of the Qur’an (Brill: Leiden-Boston, 2004) yang di-chief-editor-i oleh Jane Dammen McAuliffe, juga memberikan informasi yang cukup memuaskan tentang sejarah pen-cetakan Al-Qur’an, terutama di entri Prin-ting of the Qur’an yang ditulis oleh Michael W. Albin dan beberapa entri lainnya terkait dengan pencetakan Al-Qur’an seperti

Qur’an and Media.

Tulisan ini mencoba merangkum seja-rah pencetakan Al-Qur’an untuk pembaca dengan mengacu pada terutama kedua re-ferensi tersebut dan rere-ferensi sekunder lainnya.

Informasi tentang siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana Al-Qur’an dicetak pertama kali masih belum jelas betul. Namun, mayoritas sarjana menyepakati bahwa Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the moveable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg sekitar 1440 M di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), antara 9 Agustus dan 9 Agustus 1538 di Venice, Itali (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. Sarjana Islam menyebut kota ini dengan al-Bun-duqiiyah). Sebagian informasi menyatakan bahwa cetakan ini konon tidak beredar ka-rena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya ce-takan tersebut dimusnahkan.

Namun, informasi lain menyatakan cetakan Al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya (Al-Qur’an cetakan),

Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang yang dianggap kafir (non-muslim). Memang, sultan Ottoman, Baya-zid II (1447 atau 8-1512 M) dan Salim I (1470-1520 M) pernah mengeluarkan la-rangan penggunaan buku-buku yang dice-tak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut.

Pelarangan peredaran Al-Qur’an su-dah berlangsung berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309 M. Hingga akhir, Al-Qur’an boleh dicetak dan diedar-kan apabila disertai komentar penyangkal-an dpenyangkal-an kritikpenyangkal-an atas kebenarpenyangkal-an isi Al-Qur-’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah Al-Qur’an. Terjemah Al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nuren-berg pada 1543 M.

Terjemahan Al-Qur’an bahasa Latin di-persiapkan di Toledo oleh Robert of Ketton (Robertus Ketenensis), dibantu oleh se-orang native Arab dan diedit oleh teolog Zu-rich, Theodore Bibliander. Edisi ini terdiri dari tiga bagian: Al-Qur’an itu sendiri; sejum-lah pembuktian kesasejum-lahan Al-Qur’an oleh sarjana terkemuka; dan sejarawan Turki. Edisi ini sukses besar dan dicetak ulang pada 1550 M.

Ada juga cetakan-cetakan bagian Al-Qur’an, yakni Surah Yusuf. Cetakan surah Yusuf ini dilakukan oleh orientalis Belanda Thomas Epernius (1584-1624) pada 1617 di Leiden. Awalnya, Surah Yusuf dijadikan sebagai bahan latihan untuk pelajaran ba-hasa Arab. Pada tahun tersebut Epernius telah mendirikan percetakannya dengan tipe Arabic, yang disebut dengan ‘Erpenian type’, sebuah landmark dalam sejarah tipo-grafi Eropa tentang Arab.

Pencetakan Al-Qur’an berikutnya dila-kukan di Hamburg pada 1694 oleh

Abra-HAMAM FAIZIN

MENYUSURI SEJARAH

PENCETAKAN AL-QUR’AN

Peminat Kajian Al-Qur’an dan Alumni Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

23 SUARA MUHAMMADIYAH 06 / 96 | 16 - 31 MARET 2011

K H A Z A N A H

ham Hinckelmann yang memberikan kata pengantar dengan bahasa Latin. Empat tahun kemudian, yakni 1698, Al-Qur’an cetakan edisi lain diterbitkan oleh Ludovico Maracci dengan tujuan teologis, dimana edisi ini dilengkapi dengan teks Arab dan terjemah bahasa Latin dan penolakan atas Islam oleh Ludovico Maracci.

Pada tahun 1701 orientalis Andreas Acoluthus dari Breslau memublikasikan sebuah lembaran untuk sebuah poliglot Al-Qur’an, yang di dalamnya dicetak Surah Pertama Al-Qur’an dalam bahasa Arab, Persia, dan Turki.

Pada tahun 1787, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina Catherin II menyuruh agar Al-Qur’an dicetak dengan tujuan politis, se-perti toleransi keagamaan. Dia ingin agar keturunan Muslim Turki mudah mengak-ses Kitab Suci tersebut. Al-Qur’an cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam dan diberi kutipan-kutipan keterangan dari kitab-kitab tafsir. Kemudian edisi ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798.

Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran

Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, pe-nerbitan untuk mencetak buku-buku didiri-kan pada akhir abad ke-15 di Constantino-pel dan kota-kota lainnya di Imperium Otto-man.

Baru kemudian pada tahun 1787 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani.

Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lain-nya. Di kota Volga, Kazan, Al-Qur’an per-tama kali dicetak pada tahun 1801 (ada pula yang menyatakan pada tahun 1803). Persia (Iran) mulai mencetak Al-Qur’an pada tahun 1838. London pada tahun 1833. India pada tahun 1852, dan Istambul pada tahun 1872.

Pada tahun 1834, Al-Qur’an dicetak di Leipzig dan diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Flugel. Mungkin cetakan Al-Qur’an yang lebih baik dibanding edisi-edisi yang dicetak orang-orang Eropa sebelumnya. Edisi ini dilengkapi dengan

concordance (pedoman penggunaan) Al-Qur’an yang dikenal dengan ‘Flugel edi-tion’. Terjemahan Flugel membentuk fon-dasi penelitian Al-Qur’an modern dan men-jadi basis sejumlah terjemahan baru ke dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun-tahun berikutnya. Edisi ini kemudian dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893.

Namun edisi ini dinilai masih memiliki banyak kecacatan, terutama pada sistem penomeran surah yang tidak sesuai de-ngan yang digunakan umat Islam umum-nya.

Pada tahun 1798, percetakan dimulai di Mesir. Pada saat itu Napoleon (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Mu-hammad Ali Basha menjadi penguasa Me-sir pada 1805, dia memulai lagi kerja perce-takan pada 1819 dan perceperce-takan itu dinamai

“al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).

Namun, pencetakan Al-Qur’an di Me-sir baru dimulai tahun antara 1923-1925. Edisi ini dicetak dengan percetakan

mo-dern. Edisi Mesir ini menjadi mushaf stan-dar di mana bacaan Al-Qur’an sudah dise-ragamkan. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Al-Qur’an (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkem-bangan Kitab Suci ini. Edisi itu sendiri meru-pakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al-Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim. Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah yang memrakarsainya.

Di Asia Tenggara, Al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848 —menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot— Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi Al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada ta-hun 1854. Dia membeli peralatan perce-takan di Singapura ketika mau kembali ke Sumatera dari Makkah.

Selanjutnya, pada tahun 1947 untuk pertama kali Al-Qur’an dicetak dengan tek-nik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pence-takan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960). Kemudian sejak tahun 1976 Al-Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman).

Mulai abad ke-20, pencetakan Al-Qur-’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984 berdirilah percetakan khu-sus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thi-baah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Qur’an saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.

Semenjak edisi Raja Fadh, Al-Qur’an mulai dicetak dengan berbagai ukuran, bentuk, jenis kaligrafi, hiasan (ornamen) dan penambahan keterangan-keterangan lainnya (tafsir), sebagaimana yang kita te-mukan sekarang ini.l

Pada tahun 1798,

percetakan dimulai di

Mesir. Pada saat itu

Napoleon (1769-1821)

berkampanye dengan

mencetak leaflet dan

pamflet-pamflet

dekrit-dekrit dan peraturan

Napoleon. Namun

ketika Muhammad Ali

Basha menjadi

penguasa Mesir pada

1805, dia memulai lagi

kerja percetakan pada

1819 dan percetakan itu

dinamai

“al-Matba‘ah

al-Ahliyah”

(

The

Na-tional Press

).

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Pada jenjang ini, perencanaan pembelajaran adalah inti dari kegiatan UKM HIQMA, yaitu belajar tilawah atau memperdalam lagu al-Qur`an. Pada tingkat ini peserta di

1. selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar dan menuntut ilmu bagi penulis, pada Program Sarjana Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan