• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN EUROPEAN SECURITY AND DEFENCE POLICY (ESDP) SEBAGAI RESPON EUROPEAN UNION TERHADAP TRANSFORMASI NATO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBENTUKAN EUROPEAN SECURITY AND DEFENCE POLICY (ESDP) SEBAGAI RESPON EUROPEAN UNION TERHADAP TRANSFORMASI NATO"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perang Dingin adalah periode penting melihat bagaimana suatu pola

ketergantungan antara Eropa Barat dan NATO mulai terbentuk. Pada masa Perang

Dingin, Sistem Internasional didominasi oleh peran dua Negara Great Power,

Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang masing-masing saling bertentangan secara

ideologi. Konfik non-fisik1 antara keduanya kemudian berimbas juga pada Eropa.

Melihat posisinya pada masa Perang Dingin, Eropa seolah menjadi lahan subur

yang diperebutkan guna perluasan pengaruh dan kekuasaan, dinamika didalam

Eropa sangat kental dengan pengaruh-pengaruh politik yang didominasi oleh

kepentingan dua Negara Great Power tersebut. Area perluasan pengaruh tersebut

dapat langsung terlihat dengan melihat letak kedekatan geografisnya, Amerika

Serikat pada beberapa Negara Eropa bagian Barat dan Uni Soviet pada Eropa

bagian Timur, walaupun kemudian tidak semua Negara ikut menjadi sekutu dari

dua Negara yang sedang bertikai. Beberapa diantaranya bahkan memilih untuk

netral.

“...The states of Europe were subjected to ‘superpower overlay’ (Buzan et al., 1990: 36-41) to such an extent that their broad foreign policy orientation was essentially fixed by their geografic position. European states were either part of Soviet-dominated Eastern bloc, the American dominated Western bloc or they were neutral....”2

1

Konflik yang tidak melibatkan kontak militer secara langsung, tidak secara fisik. 2

Mark Webber, Michael Smith, with David Alien, Alan Collins, Denny Morgan, and Anoushiravan Ehteshami. 2002. Foreign Policy In a Transformed World. Malaysia: Prentice Hall.

(2)

2

Pada periode 1945 hingga 1989, Eropa Barat dan Timur menciptakan dua

interaksi sub-sistem dalam suatu Hubungan Internasional.3 Pada periode ini Eropa

harus fokus terhadap berbagai pertimbangan keamanan, terutama pada posisinya

yang terhimpit oleh dua kekuatan besar yang sedang bersitegang. Belum lagi jika

Eropa harus mempertimbangkan mengenai berbagai kerusakan infrastruktur yang

diakibatkan oleh Perang Dunia II, hal ini membuat Eropa melihat pentingnya

peran Negara Great Power untuk ikut menopang kebangkitannya. Keberadaan perang dingin inilah yang membuat berbagai keinginan pencapaian Eropa bersatu

menjadi hal nihil.

Beberapa Negara Eropa Barat yang merupakan cikal bakal European Union, digandeng oleh Amerika Serikat sebagai sekutunya pada masa Perang Dingin, sebagai bagian dari Blok Barat. Guna mengantisipasi ancaman yang

muncul dari Blok Timur, Amerika Serikat kemudian membentuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) pada tahun 1949 sebagai aliansi pertahanan atau persekutuan militer bagi Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa Barat.

Disisi lain, Uni Soviet tidak mau kalah, enam tahun setelahnya Pakta Warsawa

berdiri pada tahun 1955, menaungi Blok Timur sebagai wilayah persekutuannya.

Selama periode Perang Dingin, berbagai bentuk kerjasama perekonomian

di Eropa Barat justru mengalami peningkatan. Diasumsikan hal ini terjadi karena

adanya penjaminan keamanan dan mekanisme pertahanan yang diberikan NATO

pada masa itu, yang membuat Eropa Barat kemudian dapat memfokuskan diri

3Ibid., Hal. 79 “...between 1945 and 1989 Europe was divided between East and West creating

(3)

3

dalam mengembangkan bentuk kerjasama perekonomian, dimulai dari

pembentukan kerjasama perekonomian pertama yaitu European Coal and Steel Community-(ECSC) pada tahun 1952, lalu pada tahun 1957 terbentuk European Economic Community (EEC), serta European Atomic Energy Comunity (Euratom). Kemudian ketiga bentuk kerjasama ini bergabung tergabung menjadi suatu wadah tunggal yang dikenal sebagai European Community (EC).4

Dinamika di dalam Eropa mengalir mengikuti atmosfir yang tercipta pada

masa Perang Dingin, yang kemudian diakhiri pada tahun 1991 dengan keruntuhan

Uni Soviet. Berbarengan dengan runtuhnya salah satu Negara Great Power pada masa itu, Pakta Warsawa sebagai mekanisme keamanan bentukan Uni Soviet

akhirnya juga tidak bertahan. NATO keluar sebagai aliansi pertahanan terkuat.

Teori Neo-Realist dalam Hubungan Internasional memandang bahwa suatu Aliansi pertahanan lahir karena adanya persepsi ancaman, sejalan dengan

hilangnya sebuah ancaman maka Aliansi bentukan itu juga cenderung akan

membubarkan diri.5 Hal ini semestinya dapat menjelaskan posisi NATO yang

mana telah terlepas dari agenda Balance of Power.

Berakhirnya perang dingin ternyata tidak menyudahi eksistensi NATO

sebagai suatu Aliansi pertahanan, walaupun atmosfer di Eropa telah berubah pasca

perang dingin. Wilayah Eropa yang dulunya sangat peka dengan isu-isu seputar

perang, menjadi wilayah dengan jumlah konflik paling kecil dibandingkan dengan

Negara-negara lain dalam cakupan kawasan (Amerika, Afrika, Asia, Middle East)

4

Glenn P. Hastedt dan Kay M. Knickrehm. 2003. International Politics In a Changing World.

New York: Longman. Internasional Cooperation Hal. 216 5 “...

(4)

4

pada tahun 1999.6 Berbagai isu seputar perang sudah tidak relevan dimasukkan

dalam agenda. Perhatian masyarakat global kemudian berubah, tidak lagi hanya

fokus pada isu-isu High Politics tetapi juga Low Politics. NATO sebagai aliansi pertahanan berbasis militer yang dulunya concern menjaga keamanan Blok Barat dari ancaman Blok Timur saat Perang Dingin, kemudian melakukan transformasi

menjadi sebuah Aliansi yang keseluruhan misinya menekankan perhatian pada

kerjasama keamanan (collective security) dan keamanan bersama. Transformasi ini diharapkan dapat menjadi sebuah kontribusi untuk membangun security environment di Eropa.7 NATO berusaha untuk mempertahankan prestigenya sebagai aliansi keamanan, namun yang kemudian berubah pada fase ini adalah

strategi dan jangkauan operasi-nya. NATO bergerak cepat mengingat isu-isu

keamanan yang lama sudah tidak relevan jika diterapkan pasca Perang Dingin.

Hal ini tentu menjadi suatu hal yang cukup menghawatirkan bagi

Negara-negara anggota European Union yang sebagian besar merupakan Aliansi NATO, disaat kerjasama regional ini baru saja terbentuk, mekanisme pertahanan

keamanan (NATO) yang menaunginya semenjak Perang Dingin kini tidak lagi

hanya fokus terhadap persoalan keamanan yang bersifat tradisional saja,

jangkauan operasional NATO-pun sudah sangat luas. Didalam European Union

sendiri, tidak semua Negara anggota European Union menjadi Aliansi NATO, sebagian di antaranya itu yakni Austria, Cyprus, Ireland, Malta, dan Sweden8.

6

Jumlah Konflik diterjemahkan berdasarkan Tabel 2.1 Number of Armed Conflict by Region, 1989-1999. Thomas S. Szayna. 2000. NATO Enlargement 2000-2015, Determinant nd Implication for Defense Plannning and Shapin. United States: RAND. Hal. 8.

7

Ibid., Hal. 10.

8Europe member of States

(5)

5

Negara-negara anggota European Union kemudian berinisiatif untuk membentuk suatu mekanisme pertahanan keamanan diluar skema NATO sebagai

responnya terhadap Transformasi tersebut, dimana sebelumnya, NATO

merupakan satu-satunya opsi yang akan dimunculkan dalam berbagai penanganan

urusan keamanan bagi European Union.

Namun, sebagian besar Negara anggota European Union yang ikut tergabung menjadi Aliansi NATO tentu menyadari pentingnya keputusan untuk

tetap menjalin kerjasama keamanan dengan NATO, mengingat mekanisme

pertahanan keamanan yang ada dalam European Union tersebut merupakan suatu pencapaian baru dan belum dapat berperan secara massive seperti halnya penanganan keamanan yang telah dilakukan NATO di wilayah Euro-Atlantic, serta mengingat jejak European Community9 yang mana sejak periode Perang Dingin telah menggantungkan mekanisme pertahanan dan keamanannya pada

NATO.

9

(6)

6 1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat menarik rumusan

masalah berupa Mengapa European Union membentuk European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai respon-nya terhadap Transformasi NATO?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Mengapa European Union membentuk European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai respon-nya terhadap Transformasi NATO pasca perang dingin, serta untuk

mengetahui Kebijakan European Union atas European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai mekanisme pertahanan keamanan bentukannya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1Manfaat Akademis

- Untuk mendapatkan wawasan keilmuan dalam perkembangan Ilmu

Hubungan Internasional pada umumnya dan dinamika politik di

European Union pada Khususnya.

- Diharapkan dapat menjadi salah satu acuan guna memahami

Mekanisme Pertahanan Keamanan European Union pasca Transformasi NATO

1.3.2.2Manfaat Praktis

- Penulisan ini dibuat sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1, Jurusan Ilmu Hubungan

(7)

7 1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Konsep dan Teori 1.4.1.1 Transformasi NATO

Transformasi menurut istilah merupakan suatu bentuk perubahan rupa

(bentuk, sifat, fungsi, dsb). Transformasi dapat diartikan sebagai perubahan

struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dengan menambah,

mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya atau mengubah struktur dasar

menjadi struktur lahir dengan menerapkan kaidah transformasi.10

Transformasi NATO dalam tulisan ini adalah suatu bentuk perubahan

yang dilakukan NATO dalam upaya menghadapi perubahan lingkungan

keamanan pasca Perang Dingin. Transformasi NATO ini ditandai dengan adanya upaya pembenahan konsep strategi dalam perluasan agenda, perluasan

keanggotaan serta perluasan jangkauan kemitraan. Transformasi ini juga

merupakan serangkaian visi inisiatif yang sangat kongkrit, sebagai respon dalam

menanggapi tantangan keamanan baru dan lingkungan pasca Perang Dingin.

Seperti halnya membangun suatu kemitraan untuk perdamaian, menjalin

hubungan khusus dengan Rusia dan Ukraina. NATO juga bergerak cepat dalam

menangani isu keamanan, misalnya dengan memimpin operasi crisis management

di Balkan, serta berkomitmen untuk beroprasi kapan dan dimana saja dalam

menghadapi aksi terorisme dan ancaman baru lainnya di luar wilayah

Euro-Atlantic.11

10Artikata.com. 2012. Definisi ‘Transformasi’. Diakses dari http://www.artikata.com/arti-355007-transformasi.html pada tanggal 15 Maret 2012

11

NATO Public Diplomacy Division. 2004. NATO Transformed. Brussels – Belgium: Publication

(8)

8 1.4.1.2 Konsep Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan

yang dibuat oleh para pembuat keputusan Negara dalam menghadapi Negara

lain atau Unit Politik Internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai

tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi Kepentingan

Nasional.12

“… Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu Negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. …”13

Kebijakan Luar Negeri merupakan term yang seringkali digunakan untuk

menjelaskan perilaku spesifik suatu Negara untuk menentukan bagaimana Negara

menanggapi tekanan Internasional, menjelaskan motivasi-motivasi dan

perilaku-perilaku Negara tertentu, misalnya situasi dimana suatu Negara harus membentuk

atau bekerjasama dengan suatu Aliansi atau Negara lain.14

Segala hal yang berkaitan dengan Kebijakan Luar Negeri seringkali hanya

dibahas pada area Negara sebagai subjek-nya. Namun faktanya, EU yang

merupakan suatu Organisasi Regional (Supranasional)-pun dapat dikatakan

memiliki Kebijakan Luar Negeri.

12

Yanyan Mochamad Yani, Drs., MAIR., Ph.D. 2007. Politik Luar Negeri. Bandung: Unpublish. Dikutip oleh penulis dari Jack C. Plano dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin, Hal. 5. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/politik_luar_negeri.pdf pada tanggal 9 September 2011.

13

Ibid., Dikutip oleh penulis dari James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. 1976.

World Politics: An Introduction. New York: The Free Press, Hal. 15. 14

(9)

9

“the European Union does indeed have a foreign policy and that it can be

analysed in pretty much the same way as we can analyse that of any

nation-state” (Smith, 2002:1). 15

Hazel Smith mendefinisikan Kebijakan Luar Negeri secara luas, ia berargumen bahwa tolak ukur „Kebijakan Luar Negeri‟ ada pada kapasitas untuk

membuat dan melaksanakan kebijakan luar negeri yang mempromosikan

nilai-nilai domestik, kepentingan, dan kebijakan aktor. Menurutnya, EU memiliki

semua kriteria dalam pembuatan Kebijakan Luar Negeri tersebut. Hal ini ditandai

dengan adanya perkembangan Organisasi yang juga berdasar pada filsafat

demokrasi kapitalis liberal, dilengkapi dengan kompetensi dalam negeri (anggota)

dan pembuatan berbagai kebijakan pada isu-isu kerjasama dan peradilan. Selain

itu, EU juga mempromosikan kerjasama regional, hak asasi manusia, demokrasi

dan good governance, pencegahan kekerasan dan konflik, serta memerangi kejahatan Internasional, sama halnya seperti berbagai kebijakan yang terdapat

dalam Kebijakan Luar Negeri suatu Negara pada umumnya.16

Untuk memperjelas pemahaman mengenai Konsep Kebijakan Luar

Negeri, berikut akan dijelaskan lebih rinci bagaimana cara melihat Kebijakan Luar

Negeri dalam pandangan Tradisional dan Kontemporer (cara pandang baru)

dimana Kebijakan Luar Negeri tidak lagi hanya dihasilkan oleh Negara, tetapi

juga dapat dihasilkan oleh Lembaga seperti halnya EU.

15

Walter Carlsnaes. Where is the Analysis of European Foreign Policy Going?. Uppsala University. e-book Unpublished. Hal. 3

16Ibid

(10)

10

Tabel. 1. Contrasting traditional and new perspectives on foreign policy.17

Cluster Core analytical

Implementation Targets Other actors (states)

Multiple actors at multiple levels; governance structure

Skema analisis Kebijakan Luar Legeri (A schematic of tradisional foreign policy analysis)18 di atas terbagi dalam tiga dimensi, yakni; Internal Sphere, External Sphere, dan Foreign Policy Impemetation. Internal Sphere meliputi siapa saja (actor) yang membuat kebijakan luar negeri, bagaimana tipe-tipe

kepentingannya yang bersifat objektif dan bagaimana formulasinya bisa

disepakati. Hal ini juga menyangkut seberapa besar kapasitas kebijakan yang

dapat dibuat serta bagaimana kebijakan itu dapat dilaksanakan (instrument).

Tulisan ini akan membahas Negara atau siapa saja aktor dalam European Union

yang berperan dalam pembentukan dan peningkatan kapabilitas ESDP, seberapa

17

Stephan Keukeleire, Simon Schunz. 2008. Foreign policy, globalization and global governance

–The European Union’s structural foreign policy. Bruges. Hal. 14. 18Ibid

(11)

11

besar kapasitas kebijakan yang dibuat oleh European Union, serta membahas berbagai instrument dalam organisasi ini yang nantinya akan menjadi agen

pelaksana kebijakan.

External Sphere, meliputi siapa aktor dan bagaimana struktur dalam arena eksternal yang mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri. Tulisan ini akan membahas

sejauh mana Transformasi yang dilakukan oleh NATO dapat menjadi salah satu

pertimbangan oleh Negara-negara anggota European Union untuk membentuk ESDP, membahas bagaimana tipikal interaksi antara keduanya (EU & NATO).

Foreign Policy Implementation, meliputi pelaksanaan berbagai instrument yang telah terbentuk sebagai hasil Kebijakan Luar Negeri yang dapat

mempengaruhi lingkungan eksternalnya. Menyangkut objek atau target apa saja

yang akan dipengaruhi oleh pembentukan Kebijakan Luar Negeri. Hal ini

nantinya akan menjelaskan sejauh mana kebijakan European Union dapat terealisasi dalam berbagai operasi ESDP, yang kemudian berdampak pada

keamanan Negara anggota maupun keamanan lingkungan eksternal disekitarnya.

Namun, tulisan ini hanya akan membahas mengenai kebijakan Pembentukan

ESDP sebagai Respon European Union terhadap Transformasi NATO saja, tidak membahas mengenai dampak yang dihasilkan dalam pengimplementasian

kebijakan.

Konsep Kebijakan Luar Negeri inilah yang kemudian digunakan untuk

menjelaskan perilaku European Union yang berupaya mencapai kepentingan para

(12)

12

dalam upaya membangun sistem keamanan secara mandiri dengan skema diluar

NATO.

1.4.1.3 Konsep Collective Security

“... Collective security is one type of coalition building strategy in which a group of nations agree not to attack each other and to defend each other against an attack from one of the others, if such an attack is made. The principal is that "an attack against one, is an attack against all." It differs from "collective defense" which is a coalition of nations which agree to defend its own group against outsideattacks. ...”19

Singkatnya, Collective Security merupakan upaya dari sekelompok Negara yang bertidak bersama-sama dengan tujuan meningkatkan keamanan bersama.

Collective Security merupakan bagian dari Studi Keamanan dan Konsep Keamanan secara general. Untuk pehamanan yang lebih mendalam, berikut akan

dijelaskan secara singkat Konsep Keamanan itu sendiri, sebelum masuk pada

bahasan Konsep Collective Security.

Ulusoy, mendeskripsikan term Security sebagai salah satu isu utama yang dihadapi oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan Negara atau suatu

kumpulan Negara-negara lain.20 Konsep keamanan suatu Negara tidak dapat

didefinisikan secara general, tidak juga dapat ditentukan secara objektif.

Definisinya dapat tergantung pada persepsi suatu Negara mengenai ancaman dan

rasa aman, karenanya definisi mengenai konsep keamanan selalu berbeda-beda.

Guna memahami kompleksifitas Konsep Keamanan, terdapat dua

pendekatan dalam mempelajari Studi Keamanan, yakni cara pandang sempit dan

19

International Online Training Program On Intractable. 1998. Conflict. Collective Security, Conflict Research Consortium, University of Colorado, USA. Diakses dari http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm pada tanggal 27 April 2011.

20

Hasan Ulusoy. Collective Security in Europe. Unpublished. Diakses dari

(13)

13

luas.21 Untuk pendekatan dalam skup yang sempit, para Tradisionalis memberikan

pendapat bahwa Konsep Keamanan lebih fokus pada kemampuan material dan

isu-isu seputar penggunaan, ancaman, dan kontrol terhadap kekuatan militer, serta

berbagai hal yang menyangkut subjek politik sebagai fokus dari area Studi

Keamanan. Namun pada tahun 1970-1980an Agenda Internasional mengenai

ekonomi dan lingkungan mulai meningkat, disusul pada tahun 1990an dengan

meningkatnya isu seputar identitas dan kejahatan transnasional, membuat definisi

dari Konsep Keamanan menjadi sangat berbeda khususnya pada area Euro-Atlantic. Berubahnya definisi dari Konsep Keamanan, membuat pendekatannya mulai terkonsentrasi pada skup yang lebih luas, yakni pada dinamika keamanan

yang mencakup 5 sektor; militer, politik, ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Dalam hal ini, Keamanan digambarkan sebagai suatu cara bagaimana

menjaga eksistensi suatu Negara, dan dalam upaya menjaga eksistensi tersebut,

militer adalah salah satu komponen yang selalu hadir dalam bahasannya.

Menentukan persepsi ancaman akan sangat penting guna mengidentifikasi

masalah-masalah keamanan. Hal ini dapat dipakai untuk melihat sejarah

European Union, konsep keamanan serta berbagai atribut yang mana telah disertakan oleh Negara-negara di European Union untuk menghadapi persepsi ancaman keamanan.

Banyak pihak setuju dan bependapat bahwa “security, whether defined narrowly or widely, is a scare“.22 Faktanya bahasan seputar Collective Security

selalu menjadi bagian dari Sejarah Eropa. Sejarah menunjukkan, bahwa untuk

menghadapi persepsi ancaman keamanan, Negara merasa perlu untuk memperkuat

21Ibid

. 22Ibid

(14)

14

keamanan mereka dengan upaya peningkatan keamanan bersama. Inilah yang

kemudian membawa kita pada Konsep Collective Security.

Collective Security adalah sebuah term yang seringkali digunakan untuk mendeskripsikan sistem keamanan baru sejak goyahnya sistem Aliansi di Eropa

dalam suatu periode sejarah dikarenakan hal-hal yang menyangkut perang tidak

lagi mendapat posisi teratas dalam agenda. Negara-negara lain seperti halnya

anggota European Union bekerjasama untuk meningkatkan keamanannya untuk menghadapi persepsi ancaman. Khususnya dalam suatu sistem Balance of Power, sering kali terdapat kumpulan Negara-negara yang saling bekerjasama dalam hal

keamanan. Negara-negara tersebut secara umum dapat dihadapkan pada dua hal,

yakni; potensi serangan yang muncul dari Negara yang bukan bagian dari

komunitasnya. Serta potensi ancaman yang muncul dari dalam komunitas, yakni

Negara yang berhianat dan menyerang sesama komunitasnya.23

Bentuk dari Collective Security diilustrasikan dengan sangat baik oleh sistem Aliansi. Aliansi juga berbasis pada prinsip satu untuk semua dan semua untuk satu seperti halnya prinsip Collective Security. Lebih spesifiknya, Aliansi berfungsi sebagai badan pertahanan kolektif yang melindungi anggotanya dari

ancaman keamanan langsung dan lebih terfokus pada ancaman dari luar,

sedangkan keamanan didalam diurus secara kolektif oleh anggota.

Bentuk lain dijelaskan oleh Karl Deutch, yang mengilustrasikan

pengaturan keamanan yang mengcounter ancaman internal yang datang dari anggota sebuah keamanan kolektif, hal ini didefinisikan sebagai Security Community. Prasyarat pembentukan Security Community sangat berbeda dan

23Ibid

(15)

15

dapat dikatakan sangat luas. Negara-negara yang tergabung dalam Security Community berhubungan sangat erat satu sama lain, dalam sektor perekonomian, sosial dan politik, serta saling ketergantungan. Kemauan unutk saling menjaga

dan tidak saling menyerang satu sama lain. Kemauan ini tergambar dari

tergabungnya Negara-negara tersebut dalam suatu badan atau dengan terjalinnya

kerjasama antar Negara walaupun tanpa adanya institusi formal.24

Telah disebutkan sebelumnya bahwa Collective Security berada pada asas satu untuk semua dan semua untuk satu. Seperti halnya yang direpresentasikan

oleh anggota European Union, saat Negara-negara anggotanya bertahan untuk bersikap otonom dalam menentukan Kebijakan Luar Negeri-nya, ia dihadapkan

pada keanggotaan atau partisipasinya dalam suatu Collective Security, yang mana memerlukan sebuah komitmen dari setiap anggota untuk bergabung dalam koalisi

guna mengahadapi persoalan keamanan ataupun serangan dari luar.

Logika dasar dari sebuah Collective Security terletak pada dua hal.

Pertama, mekanisme Balancing yang dioperasikan dibawah Collective Security

dapat mencegah perang dan menghentikan agresi, jauh lebih efektif dibanding

mekanisme yang dijalankan dalam setting yang anarki. Paling tidak secara teori,

Collective Security membuat gertakan yang lebih kuat dengan memastikan ancaman yang datang akan menemui lawan yang lebih besar dibandingkan hanya

dengan lawan yang memiliki kekuatan yang seimbang dengannya. Kedua,

Collective Security terinstitusi dengan pemikiran „all against one’, untuk berkontribusi dalam Sistem Internasional yang mana dalam keadaan stabil dapat

menciptakan suatu hubungan „kerjasama‟, bukan „kompetisi‟. Hal ini dikarenakan

24Ibid

(16)

16

Negara percaya, mereka akan menemui kekerasan dan penyerangan jika mereka

menunjukkan agresi serta adanya kepercayaan Negara akan cenderung

bekerjasama untuk menentang agresi, karenanya Collective Security dianggap mampu meredakan permusuhan dan persaingan. Collective Security berupaya untuk menghindari atau paling tidak meminimalisir dua fenomena yang biasanya

melekat pada konsep ini, yakni „Free Rider‟ dan „Security Dilemma‟.25 1.4.1.4 Konsep Relative Autonomy

Kebijakan yang diambil suatu Negara sering kali bergantung pada sejauh

mana ketergantungan suatu Negara Berkembang atau Kecil terhadap Negara

Besar atau Hegemon, dalam urusan Ekonomi Politik Internasional. Hal yang

kemudian muncul adalah melihat kemandirian suatu Negara, serta di bawah

kondisi yang seperti apa Negara tersebut di jalankan. Otonom atau tidaknya suatu

Negara dapat dilihat dari beberapa level yakni level Global, Regional ataupun

Domestik.26 Pragmatis, cenderung berdaptasi terhadap perubahan keadaan dan

menyesuaikan kebijakan yang ada dengan lingkungan domestik, regional, maupun

global. Namun, hal ini tidak selalu menunjukkan bahwa Negara Kecil harus selalu

menyesuaikan kebijakannya dengan Negara Hegemon.

Tradisionalis mengasumsikan bahwa semakin kecil, lemah dan dependent

suatu Negara, maka akan semakin kecil kemungkinan untuk bersikap otonom, dan

semakin kecil pula kemungkinan Negara untuk bertindak sendiri kecuali

25 Ibid

. Ket: „Free Rider’ dapat dipahami sebagai suatu unit, kelompok, atau perorangan yang

mendapatkan benefit dari suatu sistem tanpa ikut serta memberikan kontribusi didalamnya, sedangkan „Security Dilemma‟ mengacu pada suatu keadaan dimana unit-unit tertentu dihadapkan pada beberapa pilihan keamanan yang sama-sama sulit untuk diputuskan, serta memiliki resikonya masing-masing.

26

(17)

17

menyelaraskan dengan kehendak kekuasaan yang lebih besar. Misalnya saat

periode Perang Dingin berlangsung, di daerah sub-Saharan Africa, ketidakamanan dalam negeri dan kurangnya sumber daya yang dimiliki, membuat mereka hanya

dapat menyelaraskan kebijakannya dengan apa yang saat itu terjadi di Dunia

Internasional. Lain halnya dengan Negara-negara yang memiliki kondisi dalam

Negeri dan sistem pemerintahan yang lebih baik, mereka berkesempatan untuk

dapat memilih gerakan-gerakan imajinatif seperti gerakan Non-Blok atau

menyelaraskan kebijakannya dengan ikut ambil bagian pada satu kekuasaan yang

ada pada saat itu. 27

Negara memerlukan adaptasi dan penyeimbangan bertahap dalam

kebijakan luar negeri untuk menjadi otonom. Pada gilirannya, adaptasi ini

kemudian menuntut suatu konsep dan kinerja ekstra dalam domestik suatu Negara

dan meminimalisir kendala-kendala yang muncul. Peningkatan Otonomi suatu

Negara paling tidak tergantung pada dua faktor, yakni dengan melihat keadaan

domestik dan eksternal.

- Faktor domestik, pada intinya mengacu pada ketersediaan materi dan

sumber daya politik. Sumber daya materi tentunya terdapat dalam

berbagai bentuk, sedangkan sumber daya politik menyangkut sudah

mapannya legitimasi politik bagi Negara, rezim, maupun alat

pendukung.

- Faktor eksternal, meliputi adanya batasan dan kompetisi antar Negara,

serta kendala-kendala yang ditimbulkan oleh kekuatan besar, hal-hal

27Ibid

(18)

18

tersebut nantinya dapat menjadi faktor yang signifikan dan akan

berfluktuasi dari waktu ke waktu.28

Selain hal-hal di atas, kepemilikan Negara atas suatu sumber daya yang

memiliki nilai tawar tinggi, misalnya posisi yang strategis, kepemilikan minyak,

kekayaan sumber daya alam, ataupun sebaliknya dapat membuat pengaruh yang

besar dalam kekuasaan dan pembuatan kebijakan. Negara perlu mengidentifikasi

kelemahannya sehingga dapat menentukan kebijakan luar negeri yang paling

relevan. Mereka harus beradaptasi dalam konsepsi peran dan kinerja yang di

tampilkan jika berhadapan dengan kekuatan besar, hal ini dilakukan dengan cara

mengelola pola ketergantungan, yang dilakukan guna menghindari „ mono-dependence‟ agar terhindar dari permainan Negara lain.29 Lebih lanjut konsep ini akan menjelaskan upaya European Union untuk lebih otonom dengan memaksimalkan sumber daya materi dan politik yang dimilikinya dengan dengan

membentuk mekanisme pertahanan keamanan diluar skema NATO.

Menyesuaikan kebijakan dengan dinamika Politik Internasional dan menghindari

mono-dependence, namun tetap menjalin suatu kerjasama dibidang pertahanan keamanan dengan NATO.

1.4.2 Penelitian Terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian tentang Pembentukan European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai Respon European Union terhadap Transformasi NATO, sebelumnya telah ada penelitian yang berkaitan dengan

topik yang diteliti penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung.

28Ibid

. 29Ibid

(19)

19

Misalnya Regina Melati, yang meneliti tentang Keberhasilan Intervensi

NATO dalam Penyelesaian Konflik Etnis Kosovo pada Masa Kepemimpinan

Slobodan Milosevic.30 Dalam Skripsinya, Regina menjelaskan mengenai Konflik

etnis yang terjadi di Kosovo merupakan salah satu contoh dari model konflik

pasca perang dingin, yakni konflik yang terjadi antara dua etnis yang berbeda,

dimana kemudian konflik ini mendapat sorotan internasional. Intervensi mulai

diberlakukan di area konflik. Konflik masih terus berlanjut dan korban jiwa

semakin meningkat. Kegagalan intervensi dengan soft power, membuat NATO yang bertransformasi pasca berakhirnya perang dingin dengan membuat fokus

agenda baru mengenai isu-isu yang bersifat low politics, membuat NATO memutuskan untuk melakukan intervensi militer. Intervensi kemanusiaan yang

dilakukan NATO ditempuh dengan jalan militer dilakukan dengan melancarkan

serangan udara yang menuntut kepada Serbia untuk menarik mundur pasukannya

dari wilayah Kosovo, agar tercipta kestabilan di wilayah kosovo, korban tidak

bertambah dan pengungsi dapat kembali ketempatnya masing-masing.

Penelitian yang dilakukan oleh Regina ini, juga memfokuskan pada

kegiatan Transformasif yang dilakukan oleh NATO. Penelitian yang dilakukan

memiliki persamaan pada suatu konsekwensi yang merupakan hasil dari

Transformasi NATO itu sendiri. Sedangkan perbedaan antara penelitian ini

dengan penelitian Regina adalah fokus penelitiannya, Regina memfokuskan

penelitiannya pada Keberhasilan Intervensi NATO dalam Penyelesaian Konflik

Etnis Kosovo pada Masa Kepemimpinan Slobodan Milosevic, sedangkan

30

(20)

20

penelitian ini terfokus pada Pembentukan European Security and Defence Policy

(ESDP) sebagai Respon European Union terhadap Transformasi NATO.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan penelitian terdahulu milik

Z. Arifin sebagai pembanding dalam penelitian. Arifin meneliti mengenai

Pengaruh Revitalisasi Militer Jepang Pasca Tragedi WTC terhadap stabilitas

Keamanan Asia Timur.31 Dalam penelitiannya Zainal menyinggung mengenai

revitalisasi Militer Jepang yang pada tanggal 8 Juni 2006, Pemerintahan Jepang

mengusulkan suatu undang-undang untuk mengubah status Agensi Pertahanan

Jepang menjadi Kementrian Pertahanan yang kemudian diluluskan dengan suara

90% oleh Parlemen Jepang pada Desember 2006. Hal ini dianggap berbagai

kalangan sebagai pertanda bahwa Jepang kembali normal, mengingat selama ini

Jepang adalah Negara dengan pengaruh ekonomi dan politik yang cukup besar

namun tidak ditopang oleh kekuatan militer.

Jepang secara kontinyu melakukan perubahan kebijakan pertahanan.

Puncaknya saat Perlemen Jepang menyetujui usulan Perdana Mentri Jepang

Shinzo Abe, untuk membentuk Departemen Pertahanan sebagai peningkatan

status badan Pertahanan Jepang atau Japan Defence Agency dan diwujudkan pada 9 Januari 2007.32 Namun secara tegas dinyatakan, aliansi militer Jepang dan AS

adalah sesuatu yang tak terpisahkan.

Penelitian Arifin ini dapat menjadi pembanding dalam penulisan

Penelitian Pembentukan European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai Respon European Union terhadap Transformasi NATO.

31

Z. Arifin. 2010. Pengaruh Revitalisasi Militer Jepang Pasca Tragedi WTC terhadap stabilitas Keamanan Asia Timur. Diakses dari http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/view/2090/589, pada tanggal 27 April 2011.

(21)

21

Jepang melakukan Revitalisasi Militer dengan membentuk Japan Defence Agency namun Jepang juga tetap menjadi partner aliansi AS yang selama ini telah berjasa menaunginya. Hal ini hampir serupa dengan upaya Pembentukan

European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai Respon European Union

terhadap Transformasi NATO, dimana disatu sisi EU mengupayakan

pembentukan ESDP sebagai mekanisme pertahanan keamanan diluar skema

NATO, namun disisi lain EU juga tetap menjalin kerjasama keamanan dengan

NATO.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

Jenis Penelitian Eksplanatif. Penelitian eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan

hubungan antara kedua variabel. Penggunaan jenis penelitian ini digunakan untuk

menjelaskan secara sistematis mengenai suatu fenomena serta mencari berbagai

data yang berhubungan dengan fenomena lalu menyelidikinya dengan

menggunakan teori atau konsep. Peneliti melakukan pengamatan terhadap

hubungan antara variabel yang sudah dicantumkan dalam penelitian, serta

menguji hipotesa.

1.5.2 Variabel Penelitian

(22)

22

1. Transformasi NATO, sebagai unit eksplanasi atau disebut juga variabel independent karena dalam penelitian ini Transformasi NATO merupakan

suatu fenomena yang akan dijelaskan oleh Peneliti. Indikator Transformasi

NATO ditunjukkan dengan adanya upaya pembenahan konsep strategi

dalam perluasan agenda, perluasan keanggotaan serta perluasan jangkauan

kemitraan.

2. Pembentukan European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai Respon European Union diposisikan sebagai unit analisa atau variabel dependent, karena dalam penelitian ini variabel inilah yang kemudian

terpengaruh atas Transformasi NATO. EU diposisikan layaknya rasional

aktor yang kemudian membuat suatu kebijakan dalam menyikapi

Transformasi ini. Fenomena yang ada pada variabel independent (NATO)

dapat mempengaruhi Kebijakan European Union.

Dilihat dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa Unit

Eksplanasi (Transformasi NATO) berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada

Unit Analisa (European Union) yang diposisikan layaknya pembuat kebijakan, sehingga penelitian ini bersifat Induksionis karena unit eksplanasinya berada pada

tingkat lebih tinggi.

1.6 Batasan Waktu Penelitian

Batasan waktu penelitian dimulai sejak terjadinya Perang Dingin, yakni

sekitar tahun 1945. Periode ini penting untuk diamati guna mengidentifikasi

Transformasi apa yang dilakukan oleh NATO pasca perang dingin. Batasan akhir

(23)

23

menganalisa Pembentukan European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai Respon European Union terhadap Transformasi NATO.

1.7 Batasan Materi Penelitian

Tujuan pencantuman batasan materi penelitian disini adalah agar

pembahasan mengenai fenomena yang diteliti tidak keluar dari kerangka

penelitian yang telah ditentukan. Penelitian ini memerlukan adanya batasan

penelitian, tujuannya adalah agar pembahasan masalah berkembang ke arah

sasaran yang tepat dan tidak keluar dari kerangka permasalahan yang ditentukan.

Penulis membatasi materi penelitian ini hanya pada Transformasi yang

kemudian dilakukan oleh NATO, tidak menjabarkan secara keseluruhan peran

NATO sebagai sebuah aliansi pertahanan, sedangkan mengenai Pembentukan

European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai Respon European Union

terhadap Transformasi NATO juga dibatasi hanya pada Studi Kebijakan

European Union atas European Security and Defence Policy (ESDP).

1.8 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh Peneliti adalah melalui

studi pustaka dan berbagai sumber berita lainnya yang terkait dengan objek

penelitian guna mengakuratkan penelitian dari sisi keilmuan. Data-data yang

diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, jurnal, koran dan berbagai tulisan yang

(24)

24 1.9 Teknik Analis Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh Peneliti adalah metode penelitian

Kualitatif. Analisa data yang menyangkut kegiatan reduksi meliputi kegiatan

memilih data yang relevan dengan tujuan dan tema penelitian, menyederhanakan

data tanpa mengurangi makna atau bahkan membuang data yang dianggap tidak

diperlukan, yang setelahnya dilakukan penyajian data dan menarik kesimpulan.

Data terpilih kemudian akan dijelaskan melalui pemahaman intelektual yang

logis.

1.10Alur pemikiran

1.11Hipotesa

Pembentukan European Security and Defence Policy (ESDP) sebagai suatu mekanisme pertahanan keamanan EU merupakan Respon European Union

terhadap Transformasi NATO. Tetapi, walaupun ESDP telah terbentuk, EU tetap

menjalin kerjasama keamanan dengan NATO dengan pola relative autonomy. Hubungan NATO dengan

Eropa Barat pada masa Perang Dingin

NATO bertransformasi

Tetap menjalin kerjasama keamanan dengan NATO

Respon EU terhadap Transformasi NATO

Relative Autonomy

(25)

25 1.12Sistematika Penulisan

Pada Bab I, Peneliti akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran,

metode penelitian, alur pemikiran, serta hipotesa.

Pada Bab II, Peneliti akan menjelaskan mengenai Transformasi NATO.

Pada Bab III, Peneliti akan menjelaskan mengenai Evolusi Sistem

Pertahanan Keamanan EU.

Pada Bab IV, Peneliti akan menjelaskan mengenai Pembentukan ESDP

sebagai Respon EU terhadap Transformasi NATO.

Bab V akan berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari

(26)

S K R I P S I

PEMBENTUKAN EUROPEAN SECURITY AND DEFENCE POLICY

(ESDP) SEBAGAI RESPON EUROPEAN UNION

TERHADAP TRANSFORMASI NATO

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Oleh:

ANITA RAHMAN NIM 08260003

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(27)

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Anita Rahman

NIM : 08260003

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Pembentukan European Security and Defence Policy

: (ESDP) sebagai Respon European Union terhadap : Transformasi NATO

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Victory Pradhitama, S.Sos, M.Si Ruli I. Ramadhoan, S.Sos, M.Si

Mengetahui

Dekan Ketua Jurusan

FISIP UMM Ilmu Hubungan Internasional

Dr. Wahyudi, M.Si Tony Dian Effendi, S.Sos, M.Si

(28)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Anita Rahman

NIM : 08260003

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi :

PEMBENTUKAN EUROPEAN SECURITY AND DEFENCE POLICY

(ESDP) SEBAGAI RESPON EUROPEAN UNION TERHADAP TRANSFORMASI NATO

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Dan Dinyatakan LULUS

Hari : Senin

Tanggal : 28 Mei 2012

Tempat : Kantor Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Mengesahkan,

Dekan FISIP-UMM

Dr. Wahyudi, M.Si

Dewan Penguji:

1. Ayusia Sabhita Kusuma, M.Soc.Sc ( )

2. Ruli I. Ramadhoan, S.Sos, M.Si ( )

3. Tony Dian Effendi, S.Sos, M.Si ( )

(29)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Anita Rahman

Tempat, Tanggal Lahir : Banjarmasin, 14 Oktober 1989

NIM : 08260003

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

menyatakan bahwa Karya Ilmiah (Skripsi) dengan judul:

PEMBENTUKAN EUROPEAN SECURITY AND DEFENCE POLICY (ESDP)

SEBAGAI RESPON EUROPEAN UNION TERHADAP

TRANSFORMASI NATO

adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun

seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan dan data-data yang telah saya sebutkan

sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebaik-baiknya dan

apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Malang, 12 Mei 2012

Yang menyatakan,

Anita Rahman

(30)

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Anita Rahman

NIM : 08260003

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Pembentukan European Security and Defence Policy

: (ESDP) sebagai Respon European Union terhadap : Transformasi NATO

Pembimbing : Victory Pradhitama, S.Sos, M.Si

: Ruli I. Ramadhoan, S.Sos, M.Si

(31)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt karena atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

Salawat serta salam tak lupa saya haturkan kepada junjungan besar Nabi

Muhammad saw yang telah memberikan petunjuk bagi ummat-nya. Ucapan

terima kasih juga saya tujukan kepada pihak-pihak yang telah memberikan

kontribusi yang sangat besar dalam proses pembuatan skripsi ini, sehingga saya

dapat menyelesaikan penulisan serta menyelesaikan studi pada jenjang pendidikan

Strata-1. Ucapan terima kasih ini saya tujukan kepada:

1. Bpk. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Malang.

2. Bpk. Dr. H. Wahyudi, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

3. Bpk. Tony Dian Effendy, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

Hubungan Internasional serta sekalu Dosen Wali Angkatan 2008.

4. Bpk. Victory Pradhitama, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing I

dalam Penulisan Skripsi.

5. Bpk. Ruli I. Ramadhoan, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing II

dalam Penulisan Skripsi, serta,

6. Bapak Ibu Dosen Pengajar yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Malang, 30 Mei 2012

Penulis,

(32)

DAFTAR ISI

Lembar Cover/Sampul Dalam ……….i

Lembar Persetujuan Skripsi ………ii

Lembar Pengesahan ………...iii

Lembar Orisinalitas ………iv

Berita Acara Bimbingan Skripsi ……….v

Abstraksi ………vi

Abstract ……….vii

Kata Pengantar ……….viii

Daftar Isi ………ix

Daftar Tabel ………..xii

Daftar Pustaka ………..xiii

BAB I PENDAHULUAN ………..1

1.1Latar Belakang ………..1

1.2Rumusan Masalah ……….6

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….6

1.3.1Tujuan Penelitian ……….6

1.3.2Manfaat Penelitian ……….…..6

1.3.2.1Manfaat Akademis ………..6

1.3.2.2Manfaat Praktis ………...6

1.4 Kerangka Pemikiran ………7

1.4.1Konsep dan Teori ……….7

1.4.1.1 Transformasi NATO ………...7

1.4.1.2 Konsep Kebijakan Luar Negeri ………...8

1.4.1.3 Konsep Collective Security………...12

1.4.1.4 Konsep Relative Autonomy………...16

1.4.2 Penelitian Terdahulu ………..18

1.5 Metode Penelitian ………..21

(33)

1.5.2 Variabel Penelitian ……….21

1.6Batasan Waktu Penelitian ………...22

1.7Batasan Materi Penelitian ………...23

1.8Teknik Pengumpulan Data ………..23

1.9Teknik Analisis Data ………...24

1.10Alur pemikiran ………..24

1.11Hipotesa ……….24

1.12Sistematika Penulisan ………25

BAB II TRANSFORMASI NATO ………26

2.1NATO sebagai Perimbangan Kekuatan ………..27

2.2 Faktor Pendorong Transformasi NATO ………..28

2.3New Stategic Concept Tahun 1991, penanda awal sebuah Transformasi …..30

2.4Keterlibatan NATO dalam upaya perdamaian di Bosnia Tahun 1992-1995...31

2.5New Stategic Concept Tahun 1999, Perluasan Agenda ……….34

2.6Perluasan Agenda ………35

2.6.1Peace Keeping dan Crisis Management………36

2.6.2Kepemilikan Senjata Nuklir ………...39

2.6.3Against Terrorism………..41

2.6.4Demokrasi dan Intervensi Kemanusiaan ………43

2.7Perluasan Keanggotaan (Enlargement) ………...44

2.8Perluasan Jangkauan Kemitraan ……….47

2.8.1NATO-Russia (NATO Plus 1) ………47

2.8.2Kemitraan dengan Ukraina ………49

2.8.3Dialog dengan Negara-negara Mediterania ………...50

BAB III EVOLUSI SISTEM PERTAHANAN KEAMANAN EU………….53

3.1Sejarah Pertahanan Keamanan Eropa Barat ………54

3.1.1European Defense Community (EDC) 1950-1954 ……….55

3.1.2Fouchet Plan Tahun 1958-1963 ……….57

3.1.3European Political Cooperation (EPC) 1969-1991 ………...59

3.1.4Setelah Maastricht Treaty (1992) ………..61

(34)

3.3Kebijakan Pertahanan Keamanan dalam EU ………..64

3.3.1 Legitimasi dalam Penggunaan Kekuatan ………...64

3.3.2 Struktur Militer baru dalam European Union ………67

3.3.2.1 Political Security Committee (PSC) ………..68

3.3.2.2 European Union Military Committee (EUMC) ………68

3.3.2.3 European Union Military Staff (EUMS) ………...69

3.4Berlin Plus, Penanda Relative Autonomy bagi EU ………..69

3.5 Pelaksanaan Operasi ESDP ……….70

3.5.1 EUPM (European Union Police Mission in Bosnia-Herzegovina) ……71

3.5.2 Operation Concordia (Former Yugoslavia Republic of Macedonia) ….72 3.5.3 Operation Artemis (Democratic Republic of Congo) ………72

3.5.4 Operation Proxima (FYROM) ………...73

BAB IV PEMBENTUKAN ESDP SEBAGAI RESPON EU TERHADAP TRANSFORMASI NATO………...75

BAB V PENUTUP………83

5.1 Kesimpulan ……….83

(35)

DAFTAR TABEL

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Asrudin; Suryana, Mirza jaka, dkk. 2009. Refleksi Teori Hubungan Internasional dari Tradisional ke Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bono, Giovanna. 2002. European Security and Defence Policy: theoretical approaches, the Nice Summit and hot issues. UK: Department of Peace Studies ad Bradford University.

---. 2002. European Security and Defence Policy: the rise of the military in the EU. University of Bradford. Peace Studies Papers: Fourth Series.

Carlsnaes, Walter. Where is the Analysis of European Foreign Policy Going?. Uppsala University.

Dağı, İhsan D. 2001. The State of Human Rights In The Mediterranean: Security Implication for NATO. NATO Fellowship Programme 1999-2001. Associate Professor of International Relations Middle East Technical

University.

Grevi, Giovanni. (et.al). (ed.). 2009. European Security ad Defence Policy, The First 10 Years (1999-2009). France: The EU Institude for Security Studies.

Gnesotto, Nicole (ed.). 2004. EU Security and Defence Policy, The First Five Years (1999-2004). Paris: Institute for Security Studies European Union.

(37)

Jackson, Robert J. 1997. NATO and Peace Keeping. Visiting Fellow Centre for International Studies and Clare Hall, University of Cambridge Final

Report for NATO Fellowship.

Jones, Seth G. 2007. The Rise of European Security Cooperation. New York: Cambridge University Press.

Keukeleire, Stephan; Schunz, Simon. 2008. Foreign policy, globalization and global governance – The European Union’s structural foreign policy.

Bruges.

Matlary, Janne Haaland. 2009. European Union Security Dinamic, In the New National Interest. EU Security and Defence Policy: Legitimacy and Capability. UK: Palgrave Macmillan.

Melati, Regina. 2011. Skripsi Keberhasilan Intervensi NATO dalam Menyelesaikan Konflik Etnis Kosovo Pada Masa Kepemimpinan Slobodan Milosevi. Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Malang: Unpublished.

Molder, Holger. 2006. NATO’s Role in the Post-Modern European Security Environment. Cooperative Security and the Experience of the Baltic Sea Region. Baltic Security & Defence Review Volume 8.

---. 2007. The Evolution Of NATO’s Partnerships Strategy Democratic or Clash of Civilizations. University of Tartu.

NATO Public Diplomacy Division. 2004. NATO Transformed. Brussels – Belgium: Publication to the former Yugoslav Republic of Macedonia.

(38)

Pedlow, Gregory W. in collaboration with NATO International Staff Central

Archives NATO. 1997. Strategy Documents 1949-1969. NATO International Staff Central Archives NATO.

Reichard, Martin. 2006. The EU-NATO Relationship, A Legal and Political Perspective. Cornwall: TJ International Ltd.

Ridho, Noorkholis. 2010. Konflik antara Bosnia dan Serbia pada Tahun 1991. Kompasiana- Sharing, Connecting.

Roger, Paul. 2008. Security Studies: An Introduction. Title: Terrorism. New York: Routledge.

Szayna, Thomas S. 2000. NATO Enlargement 2000-2015, Determinant and Implication for Defense Plannning and Shapin. United States: RAND.

Watts, Duncan. 2008. The European Union. Edinburgh: Edinburgh University Press.

Webber, Smith (et.al). 2002. Foreign Policy In a Transformed World. Malaysia: Prentice Hall.

Williams, Paul D. 2008. Security Studies: An Introduction. Title: War. New York: Routledge.

Arifin, Z. 2010. Pengaruh Revitalisasi Militer Jepang Pasca Tragedi WTC terhadap stabilitas Keamanan Asia Timur. Diakses dari http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/view/2090/589, pada

(39)

Artikata.com. 2012. Definisi ‘Transformasi’. Diakses dari

http://www.artikata.com/arti-355007-transformasi.html pada tanggal 15

Maret 2012

Europe member of States and NATO member of States. Diakses dari

http://europa.eu/about-eu/countries/index_en.htm dan

http://www.nato.int/cps/en/natolive/nato_countries.htm pada tanggal 28

Mei 2011

Flechtner, Stefanie. 2006. European Security and Defense Policy: Between Offensive Defense and Human Security. Internationale Politik analyse, International Policy Analysis Unit. Diposting pada November 2006. Diakses dari http://library.fes.de/pdf-files/id/04139.pdf pada tanggal 11

Mei 2011.

International Online Training Program On Intractable. 1998. Conflict. Collective Security, Conflict Research Consortium, University of Colorado, USA. Diakses dari http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm

pada tanggal 27 April 2011.

NATO-International. 2011. Crisis Management. Diakses dari http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_49192.htm pada tanggal 2 Juli

2011.

---. 2011. NATO conducts annual Crisis Management Exercise (CMX). Diakses dari http://www.nato.int/cps/en/SID-CEA59CAA-69551379/natolive/news_71062.htm pada tanggal 2 Juli 2011.

---. 2011. The Process of Bringing Peace to the Former

Yugoslavia. Diakses dari

http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb0501.htm pada tanggal 2 Juli

(40)

---. 2011. Nuclear Policy. Diakses dari http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb0705.htm pada tanggal 2 Juli

2011.

---. 2011. NATO’s military concept for defence against

terrorism. Diakses dari http://www.nato.int/ims/docu/terrorism.htm pada tanggal 2 Juli 2011

---. 2011. Defence against Terrorism programme. Diakses dari http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_50313.htm pada tanggal 2 Juli

2011.

Ulusoy, Hasan. Collective Security in Europe. Unpublished. Diakses dari

http://www.sam.gov.tr/perceptions/Volume7/Dec2002-Feb2003/PerceptionVolumeVII3HasanUlusoy.pdf pada tanggal 10

Oktober 2011.

Yani, Yanyan Mochamad. 2007. Politik Luar Negeri. Bandung: Unpublish, yang dikutip dari Jack C. Plano dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan

Internasional. Bandung: Abardin, dan James N. Rosenau, Gavin Boyd,

Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An Introduction. New York:

The Free Press. Diakses dari

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/politik_luar_negeri.

Gambar

Tabel. 1. Contrasting traditional and new perspectives on foreign policy.17

Referensi

Dokumen terkait