• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS

ZERO RUNOFF SYSTEM

PADA

LAHAN MIRING DI DAS CIDANAU, BANTEN

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

RINGKASAN

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA. Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan DAS yang membentang dari Kabupaten Pandeglang sampai Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Rata-rata curah hujan di DAS Cidanau selama 10 tahun terakhir (2004-2013) cukup tinggi, yaitu sebesar 2,564 mm/tahun. Hal tersebut berdampak positif berupa ketersediaan air yang sangat melimpah. Namun, curah hujan yang tinggi juga memiliki dampak negatif yaitu tingginya aliran permukaan yang dalam istilah teknik biasa disebut dengan runoff.

Runoff merupakansebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Runoff terjadi apabila tanah tidak mampu lagi menginfiltrasikan air di permukaan tanah karena tanah sudah dalam keadaan jenuh. Runoff juga dapat terjadi apabila hujan jatuh di permukaan yang bersifat impermeabel seperti beton, aspal, keramik, dll. Runoff merupakan penyebab utama terjadinya erosi di beberapa wilayah di Indonesia. Perlu dilakukan upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh runoff. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menerapkan zero runoff system.

Zero runoff system (ZROS) merupakan konsep pengelolaan sumber daya air dengan cara menahan atau menampung limpasan permukaan yang terjadi di permukaan atau di dalam tanah sehingga debit limpasan permukaan yang bermuara ke sungai dapat dikurangi. Selain mengurangi debit limpasan, konsep ini juga dapat meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah. Untuk menahan atau menampung limpasan permukaan, diperlukan alat bantu berupa bangunan resapan. Bangunan resapan tersebut antara lain rorak, sumur resapan, biopori, raingardens, vegetated filter strips (VFS), dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menduga besaran runoff yang terjadi di lokasi penelitian, 2) mengevaluasi efektivitas konsep zero runoff system, dan 3) mengidentifikasi serta validasi hubungan curah hujan dengan cadangan air tanah di lokasi penelitian menggunakan Zorro Model. Zorro Model adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung perubahan kadar air tanah setelah diterapkan ZROS. Penelitian dilakukan di lahan terbuka berupa kebun seluas 8 472 m2 di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Banten.

Terdapat empat tahapan dalam penelitian ini. Tahapan pertama yaitu melakukan pemetaan lahan untuk memperoleh peta kontur lahan. Kemudian, data sekunder berupa data curah hujan dan suhu harian serta data fisika tanah dikumpulkan dari instansi terkait. Untuk data primer, dilakukan pengukuran kadar air tanah secara harian menggunakan sensor kelembapan tanah. Langkah berikutnya yaitu membuat bangunan resapan berdasarkan potensi runoff di lokasi penelitian. Terakhir, dilakukan analisis dan simulasi kadar air tanah sebelum dan sesudah diterapkan ZROS.

(4)

(nol). Untuk mengetahui perubahan kadar air tanah akibat perlakuan teknik panen air dengan rorak yang dilengkapi saluran pengumpul, dikembangkan model analisis kesetimbangan air tanpa dan dengan aliran permukaan.

Debit runoff yang terjadi di lokasi penelitian sebesar 0.00063 m3/dtk. Untuk menekan runoff tersebut, diperlukan 2 rorak utama berdimensi 100 x 100 x 40 cm dan 10 rorak pendukung berdimensi 60 x 60 x 40 cm sehingga total volume rorak yang mampu ditampung sebesar 2.44 m3. Rorak tersebut dilengkapi saluran pengumpul yang menghubungkan rorak satu dengan rorak yang lain. Saluran pengumpul ini juga dapat berfungsi untuk mengalirkan runoff dari lahan ke dalam rorak. Rorak utama dibangun di daerah hulu sedangkan rorak pendukung berada di hilir dari rorak utama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rorak tersebut mampu menekan runoff dengan cukup signifikan. Hal ini terlihat dari banyaknya tumpukan sedimen yang mengendap di dasar rorak.

Indikator efektivitas rorak dalam menampung dan meresapkan runoff di lokasi penelitian dilihat dari perubahan kadar air tanah sebelum dan sesudah diterapkan ZROS. Kadar air tanah dihitung secara harian menggunakan model kesetimbangan air di dalam zona perakaran tanaman. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kadar air tanah tanpa ZROS berkisar antara 0.249 – 0.583 m3/m3 dengan rata-rata sebesar 0.527 m3/m3. Untuk kadar air tanah dengan ZROS berkisar antara 0.501 – 0.583 m3/m3 dengan rata-rata sebesar 0.569 m3/m3. Dari segi besar runoff, ZROS mampu menekan laju runoff tahunan rata-rata dari 35.26% per tahun menjadi 2.81% per tahun. Untuk laju runoff bulanan, ZROS mampu menekan 33.6% rata-rata runoff per bulan menjadi 2.43% per bulan. Hal tersebut disebabkan adanya perubahan nilai curve number (CN) rata-rata dari sebelum penerapan ZROS sebesar 91 setelah penerapan ZROS sebesar 63. Desain rorak juga dirancang dengan periode ulang 5 tahun sehingga dihasilkan rorak dengan dimensi yang besar dan mampu menampung volume runoff yang cukup tinggi.

Model analisis kesetimbangan air tanpa aliran permukaan mempunyai nilai tingkat kepercayaan (R2) yang cukup tinggi yaitu sebesar 0.606. Nilai R2 tersebut menunjukkan bahwa kinerja model relatif valid dalam mensimulasikan kadar air tanah di zona perakaran. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa teknik panen air (rorak dan saluran pengumpul) efektif mengendalikan aliran permukaan yang ditunjukkan oleh lebih tingginya kadar air tanah di lokasi penelitian. Konsep ZROS ini diharapkan menjadi salah satu inovasi teknologi untuk menekan dan mengurangi limpasan permukaan, khususnya pada musim hujan. Selain itu, zorro model ini juga dapat bermanfaat untuk menentukan langkah dan tindakan yang perlu dilakukan setelah mengetahui gambaran kadar air tanah secara keseluruhan.

(5)

SUMMARY

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA. Analysis of Zero Runoff System Effectiveness on Oblique Land in Cidanau Watershed, Banten. Under direction of BUDI INDRA SETIAWAN and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Cidanau Watershed is located from Pandeglang to Serang regency in Banten Province. The rainfall average in Cidanau Watershed from past 10 years (2004-2013) is quite high, 2,564 mm/year. This would be positive and negative impacts. The positive impact was having good water availability, and the negative one was having high runoff potential. Runoff is part of rainfall which flow on the ground surface and going to river, lake or sea. Runoff occurred when soil cannot infiltrate water from ground surface because the soil already in saturated condition. Runoff is one of erosion causal factors in Indonesia. An effort is needed to decrease the impact of runoff. One of the efforts to solve this problem is applying zero runoff system (ZROS).

ZROS is water conservation concepts which hold and collect runoff down to the soil so that runoff rate can be decreased. Beside to decrease runoff, ZROS also can increase water availability inside the soil. Permeation structures like infiltration well, infiltration canal, vegetated filter strips, are needed to hold and collect runoff.

The objectives of the research were: 1) to estimate runoff rate in research field, 2) to evaluate the effectiveness of zero runoff system, and 3) to identify and validate the relationship of rainfall and spare soil water content using Zorro Model. Zorro Model is an equation used to calculate change of soil water content after ZROS had been applied. The research was conducted in Pondok Kahuru village, subdistric of Ciomas, regency of Serang, Banten Province. In this experiment, infiltration canal and collector channel are constructed as permeation structures. No irrigation was used and contributions of water capillarity movement were zero. Water balance model with and without runoff was developed to identify the change of soil water content in the research field.

There are four steps in this research. First step was conducting land surveying to get contour map. Next, soil physic data, daily rainfall and temperature data as secondary data were collected from related institution. For primary data, daily soil water content measuring was conducted using soil moisture sensors. The next step was making permeation structures based on runoff potential in research field. Last, soil water content analysis and simulation before and after ZROS applied was conducted.

(6)

canal and collector channel can be decreased runoff significantly. This was proven based on many sediments are settled at the bottom of infiltration canal.

The effectiveness indicators of infiltration canal for holding and infiltrating runoff based on the differences of soil water content before and after ZROS application. Soil water content are calculated daily use water balance model in the rooting zone. The simulation result indicated that soil water content without ZROS ranging from 0.249 – 0.583 m3/m3 with 0.527 m3/m3 average. Soil water content with ZROS ranging from 0.501 – 0.583 m3/m3 with 0.569 m3/m3 average.

ZROS was capable to decrease average annual runoff rate from 35.26% per year to 2.81% per year. For monthly runoff rate, ZROS was capable to decrease 33.6% average monthly runoff rate to 2.43% per month. This was caused by changing of average curve number (CN) from CN before ZROS applied (91) to CN after ZROS applied (63). The design of infiltration canal was designed with 5 years return period so the infiltration canal has quite big dimension and can hol or infiltrate runoff volume highly.

Water balance model without runoff has quite high coefficient of determination (R2). The value of R2 is 0.606 and it means that model performance was valid relatively for simulate soil water content in rooting zone. This result indicated that water harvest technique was effective to control runoff which proven by higher soil water content in the research field. ZROS concept was expected can be one of innovation to reduce runoff, especially in wet season. Besides that, Zorro Model also can be used to determine preventive action that needed after knowing whole soil water content.

(7)

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisam kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

ANALISIS EFEKTIVITAS

ZERO RUNOFF SYSTEM

PADA

LAHAN MIRING DI DAS CIDANAU, BANTEN

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten

Nama : Yanuar Chandra Wirasembada NRP : F451120161

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr Ketua

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi Anggota

Diketahui oleh : Ketua Program Studi Pascasarjana

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 – April 2014 adalah limpasan permukaan, dengan judul Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten.

Terima kasih penulis dan rasa hormat penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa memberikan saran dan masukan yang bermanfaat agar tesis ini menjadi lebih baik lagi.

Tesis ini merupakan bagian dari kerjasama Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan PT. Krakatau Tirta Industri, karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terlibat baik dari pihak dekanat maupun pihak PT. KTI yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

Selain itu penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga Bapak Nana dan Bapak Rohani di Ciomas yang banyak membantu dan terlibat di dalam penelitian ini. Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan untuk orangtua tercinta, adik serta Syari Wulaningsih atas dukungan, semangat dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama menjalani studi pascasarjana.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Sekola Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2012 yang selalu saling mendukung dalam waktu-waktu yang berkesan selama menjalani studi pascasarjana. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat bagi penulis.

Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat. Terima kasih.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Pendugaan Aliran Permukaan di Lapangan ... 4

Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan ... 5

Konsep Kesetimbangan Air ... 7

Kadar Air Tanah ... 8

Evapotranspirasi ... 9

Infiltrasi ... 9

Perkolasi ... 10

METODE PENELITIAN ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Tahapan dan Metode Penelitian ... 12

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 18

Letak Geografis dan Kontur Lahan ... 18

Iklim ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Kondisi Iklim Selama Penelitian ... 23

Sifat Fisik Tanah ... 25

Kalibrasi Sensor Kelembapan Tanah ... 27

Pendugaan Runoff di lokasi penelitian ... 28

Analisis Hujan dan Pendugaan Volume Limpasan ... 29

Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan ... 31

(13)

Validasi Hasil Simulasi ZROS ... 37

Efektifitas ZROS dalam Mengendalikan Limpasan Permukaan ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 47

RIWAYAT HIDUP ... 60

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi hidrologi tanah berdasarkan tekstur tanah ... 4

2 Presentase fraksi dan kelas tekstur tanah lokasi penelitian ... 25

3 Kadar air, air tersedia dan pori drainase ... 26

4 Hasil dan kelas permeabilitas tanah ... 26

5 Hasil pengukuran infiltrasi di lokasi penelitian ... 27

6 Curah hujan rencana berdasarkan periode ulang ... 30

7 Penentuan nilai koefisien rasional C di lokasi penelitian ... 32

8 Penentuan nilai koefisien limpasan CN di lokasi penelitian ... 35

9 Perubahan nilai CN sebelum dan sesudah diterapkan ZROS ... 40

DAFTAR GAMBAR

1 Rorak yang dilengkapi saluran pengumpul ... 5

2 Skema konsep kesetimbangan air tanah di lapangan ... 7

3 Jenis instrumen yang digunakan pada penelitian ini (dari kiri ke kanan: 5TE, EC-5, dan Em50) ... 9

4 Wilayah administratif Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dan letak lokasi penelitian ... 12

5 Rorak yang dibuat di lokasi penelitian ... 13

6 Proses kalibrasi sensor 5TE dan EC-5 di laboratorium ... 14

7 Alat penakar curah hujan yang digunakan selama penelitian ... 15

8 Pengambilan tanah di lokasi penelitian menggunakan ring sample ... 15

9 Pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian menggunakan mini disk infiltrometer ... 16

(14)

11 Diagram alir model analisis kesetimbangan air dengan dan tanpa aliran

permukaan ... 17

12 Diagram alir penelitian ... 18

13 Peta Kontur Lokasi Penelitian ... 19

14 Grafik curah hujan rerata tahunan di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ... 20

15 Pola curah hujan bulanan tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang ... 20

16 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang ... 21

17 Selisih laju hujan dengan evapotranspirasi di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang ... 21

18 Suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ... 22

19 Suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ... 22

20 Pola curah hujan bulanan selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ... 23

21 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang... 24

22 Pola suhu bulanan rata-rata selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ... 24

23 Validasi kadar air tanah hasil pengukuran sensor 5TE (kiri) dan EC-5 (kanan) dengan kadar air aktual ... 28

24 Distribusi runoff tahunan yang terjadi dari tahun 2004-2013 ... 29

25 Distribusi runoff bulanan yang terjadi dari tahun 2004-2013 ... 29

26 Hubungan antara curah hujan dan volume aliran permukaan pada durasi hujan yang berbeda ... 31

27 Gambar rancangan 3D rorak dan saluran pengumpul ... 32

28 Gambar rancangan 3D saluran pengumpul ... 33

29 Layout rorak dan saluran pengumpul di lokasi penelitian... 34

30 Rorak dan saluran pengumpul hasil rancangan (kiri) dan sedimen yang terkumpul di dasar rorak (kanan) ... 34

31 Kadar air tanah tanpa sistem peresapan hasil simulasi selama periode penelitian ... 36

32 Kadar air tanah dengan sistem peresapan hasil simulasi selama periode penelitian ... 37

33 Kurva perbandingan kadar air tanah hasil pengukuran dan hasil simulasi .... 38

34 Validasi kadar air tanah hasil pengukuran dan hasil simulasi ... 38

35 Perbandingan kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS selama penelitian ... 39

36 Perbandingan kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS pada tahun 2012 ... 40

(15)

38 Pola penurunan runoff bulanan setelah diterapkan ZROS ... 41

39 Hubungan antara volume runoff yang dapat ditampung rorak terhadap hari hujan ... 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Angka curve number (CN) untuk kondisi AMC II ... 48

2 Nilai koefisien C pada persamaan rasional ... 50

3 Nilai variabel p dalam perhitungan evapotranspirasi Blaney-Criddle ... 50

4 Nilai variabel A dalam perhitungan infiltrasi mini disk infiltrometer ... 51

5 Validasi data suhu global terhadap data suhu milik BMKG Taktakan, Kab. Serang ... 52

6 Desain rorak dan saluran pengumpul yang digunakan di lokasi penelitian ... 53

7 Tampilan program penghitung dimensi dan jumlah rorak ... 54

8 Tampilan program simulasi kadar air tanah harian... 55

9 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2004 ... 56

10 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2005 ... 56

11 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2006 ... 56

12 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2007 ... 57

13 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2008 ... 57

14 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2009 ... 57

15 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2010 ... 58

16 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2011 ... 58

17 Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2012 ... 58

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai curah hujan yang tinggi. Salah satu daerah yang mempunyai curah hujan tinggi adalah DAS Cidanau yang membentang dari Kabupaten Pandeglang sampai Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Rata-rata curah hujan di DAS Cidanau selama 10 tahun terakhir (2004-2013) sebesar 2 564 mm/tahun. Hal tersebut berdampak positif berupa ketersediaan air yang sangat melimpah. Hampir sebagian besar sumber air di DAS Cidanau seperti mata air, sungai dan danau terus mengalir sepanjang tahun. Namun, curah hujan yang tinggi juga memiliki dampak negatif apabila tidak dilakukan pencegahan. Salah satu dampak negatif tersebut adalah tingginya aliran permukaan yang dalam istilah teknik biasa disebut dengan runoff.

Runoff merupakansebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut (Arsyad 2000). Runoff terjadi apabila tanah tidak mampu lagi menginfiltrasikan air di permukaan tanah karena tanah sudah dalam keadaan jenuh. Runoff juga dapat terjadi apabila hujan jatuh di permukaan yang bersifat impermeabel seperti beton, aspal, keramik, dan lain-lain. Runoff merupakan penyebab utama terjadinya erosi di beberapa wilayah di Indonesia. Runoff yang tinggi mempunyai daya gerus yang tinggi sehingga menyebabkan partikel tanah yang dilaluinya ikut terbawa.

Runoff juga mempunyai dampak langsung terhadap kualitas air sungai. Daerah yang memiliki runoff yang tinggi umumnya mempunyai kualitas air sungai yang buruk. Parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap besarnya runoff adalah kekeruhan atau turbiditas. Runoff merupakan salah satu penyebab utama sungai-sungai di Indonesia mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi.

Limpasan permukaan ini dapat dengan mudah ditemui pada lahan gundul dan lahan miring. Pada lahan gundul, tidak terdapat penghalang sama sekali sehingga air hujan langsung menuju permukaan lahan. Energi air hujan yang jatuh tidak dapat diredam oleh tajuk tanaman sehingga tetesan air dapat merusak struktur tanah dan berubah menjadi runoff apabila tanah sudah jenuh. Pada lahan miring, air hujan yang jatuh mempunyai kecepatan aliran yang tinggi sehingga air hanya mempunyai sedikit waktu untuk berinfiltrasi. Akibatnya, proses terbentuknya runoff menjadi lebih cepat dan mudah terakumulasi.

Peranan pengelolaan sumber daya air harus dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh limpasan permukaan. Jika permasalahan tersebut tidak dapat diatasi, maka perlu dilakukan upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh runoff. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menerapkan zero runoff system.

(18)

resapan tersebut antara lain rorak, sumur resapan, biopori, raingardens, vegetated filter strips (VFS), dan lain-lain.

Pengelolaan lahan dan sumberdaya air yang kurang tepat menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dengan kebutuhan air yang terus meningkat. Perlu adanya upaya pemenuhan kebutuhan air dengan melakukan pengelolaan terpadu terhadap sumberdaya air. Konsep zero runoff system berupaya mengoptimalkan ketersediaan air dengan cara menahan dan meningkatkan kemampuan penyimpanan air pada daerah tersebut sehingga air hujan yang turun tidak mengalir langsung ke laut dalam bentuk runoff.

DAS Cidanau merupakan salah satu DAS penting di wilayah Provinsi Banten dengan luas ± 22 620 ha. Secara administrasi, DAS Cidanau berada di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang (Irsyad et. al, 2011). Air yang berasal dari DAS Cidanau sebagian besar digunakan untuk kebutuhan industri dan pemukiman di hilir DAS.

Semakin meningkatnya perkembangan wilayah di hilir, terutama di Kota Cilegon menyebabkan semakin meningkatnya pula kebutuhan air. Pada tahun 1990 kebutuhan air wilayah Cilegon untuk industri dan pemukiman hanya 0.87 m3/dtk, kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 3.3 m3/dtk dan pada tahun 2010 sebesar 5.7 m3/dtk (IETC, 1999). Diperkirakan, pada tahun 2015 kebutuhan air menjadi 6.9 m3/dtk. Berdasarkan data tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan ketersediaan air di DAS Cidanau agar kebutuhan air di hilir dapat terpenuhi. Namun, ketersediaan air yang melimpah pada musim hujan belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan curah hujan tahunan rata-rata DAS Cidanau sebesar 2 500 mm/tahun, seharusnya masalah mengenai kurangnya ketersediaan air ini dapat teratasi. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian pada penelitian ini.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau, maka dilakukan penelitian untuk mengatasi debit runoff yang tinggi dengan menerapkan konsep zero runoff system. Konsep ini menganalisis dan mendesain bangunan hidrolika yang mudah, murah dan ramah lingkungan untuk mengurangi limpasan permukaan dan mengkonversinya menjadi cadangan air tanah. Implikasi dari reduksi runoff ini yaitu penurunan laju erosi dan peningkatan cadangan air tanah sehingga jumlah air yang tersedia akan cukup memenuhi kebutuhan. Konsep zero runoff system merupakan salah satu alternatif solusi yang mudah diterapkan dalam mengatasi permasalahan limpasan permukaan, terutama di lahan miring.

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk membuat konsep zero runoff system yang mampu mengurangi aliran permukaan yang ditimbulkan oleh air hujan. Konsep ini berupaya menahan runoff di lahan dengan cara memasukkan aliran permukaan tersebut ke dalam tanah. Kemudian, dilakukan simulasi Zorro Model untuk mengindentifikasi perbedaan kadar air tanah lahan sebelum dan sesudah diterapkan konsep zero runoff system. Oleh karena itu, dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut.

(19)

3. Validasi hasil simulasi kadar air tanah dengan Zorro Model terhadap data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan

4. Belum ada penelitian mengenai upaya mengurangi runoff di lahan miring

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mengurangi terjadinya genangan air dan aliran permukaan (runoff) pada saat hujan dengan penerapan konsep zero runoff system di lokasi penelitian. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menduga besaran runoff yang terjadi di lokasi penelitian 2. Mengevaluasi efektifitas konsep zero runoff system

3. Mengidentifikasi dan validasi hubungan curah hujan dengan cadangan air tanah di lokasi penelitian menggunakan Zorro Model

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian aplikasi zero runoff system adalah sebagai berikut.

1. Dihasilkan inovasi teknologi baru untuk mengelola dan memanfaatkan air hujan baik di lahan pertanian maupun lahan non pertanian

2. Mengurangi potensi terjadinya erosi atau pengikisan lahan yang disebabkan oleh aliran permukaan

3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut terutama di bidang sumberdaya air

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Lahan yang diterapkan konsep zero runoff system terbatas dengan luas kurang dari satu hektar

2. Parameter yang ditinjau yaitu kadar air tanah sesudah penerapan zero runoff system

3. Data primer yakni data kadar air tanah harus mencakup kondisi tanah pada kondisi kering dan basah saling berganti. Maka, pengambilan data primer dilakukan minimal selama satu bulan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pendugaan Aliran Permukaan di Lapangan

Prosedur penentuan aliran permukaan yang sudah umum digunakan yaitu Soil Conservation Service Curve Number (SCS-CN). Metode ini dikembangkan oleh United States Department of Agriculture (USDA) pada tahun 1973 dan masih terus dikembangkan hingga saat ini. Metode ini sudah digunakan oleh beberapa peneliti (Steenhuis et.al 1995; Reshma et.al 2010; Kumar et.al 2010; Tejaswini et al. 2011; Luxon & Pius 2013) tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di negara lain karena memberikan hasil yang valid dan konsisten (Kumar & Rishi 2013).

Pada metode SCS, runoff (RO) dianggap nol apabila curah hujan P  . S. S adalah perbedaan kondisi tanah dan tutupan lahan terhadap nilai curve number (CN). Jika curah hujan > 20% dari S, RO dihitung menggunakan persamaan berikut (USDA 1986).

= − .+ .

= ( − ) × .

dimana,

= aliran permukaan (mm) = curah hujan (mm)

= kondisi tanah tutupan lahan terhadap CN = curve number

Nilai CN dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi hidrologi tanah antecedent moisture content (AMC), tutupan lahan dan perlakuan tanah (USDA 1986). Angka CN dan kondisi hidrologi tanah tersebut disajikan pada Lampiran 1. Untuk kondisi hidrologi tanah, USDA (1986) mengelompokkan beberapa tekstur tanah ke dalam empat jenis kondisi hidrologi tanah berdasarkan laju infiltrasi minimum (Tabel 1).

Tabel 1 Klasifikasi hidrologi tanah berdasarkan tekstur tanah Kondisi

Hidrologi Tekstur Tanah A Pasir, lempung berpasir

B Lempung, lempung berdebu C Lempung liat berpasir

D Liat, lempung liat, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu

(21)

Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan

Sistem penampungan dan peresapan air hujan merupakan sistem drainase untuk mengurangi aliran permukaan akibat curah hujan. Penelitian ini berupaya melakukan konservasi air dengan cara meningkatkan cadangan air pada zona perakaran tanaman melalui pengendalian aliran permukaan (runoff) dengan cara pemanenan hujan (rainfall harvesting) menggunakan rorak dan biopori. Upaya ini merupakan cara yang paling mudah untuk mengkonservasi air. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di beberapa negara (Oni et al. 2008 ; Kumar et al. 2011; Afolayan et al. 2012; Otti & Ezenwaji 2013; Yeasmin & Rahman 2013) menyebutkan bahwa konservasi air memanfaatkan air hujan sangat efektif dan efisien baik di musim hujan maupun di musim kemarau.

Rorak adalah tempat untuk menampung dan meresapkan air yang dibuat di bidang olah atau untuk memperbesar resapan air ke dalam tanah dan menampung tanah tererosi (Surdianto 2012). Faktor terpenting apabila ingin membuat rorak yaitu air hanya boleh tergenang beberapa saat (Balittanah 2011). Umumnya, rorak berukuran panjang 50-100 cm, lebar 25-50 cm dan kedalaman 25-50 cm (Gambar 1). Ukuran rorak dapat disesuaikan dengan kondisi lahan dan curah hujan setempat.

Gambar 1 Rorak yang dilengkapi saluran pengumpul

Pada penelitian ini, dimensi rorak disesuaikan dengan potensi aliran permukaan di lapangan. Aliran permukaan di lokasi penelitian dihitung dengan menggunakan Metode Rasional, persamaannya adalah sebagai berikut (Chow et al. 1988).

Qr = . � �

dimana,

Qr = debit aliran permukaan (m3/dtk)

� = luas tangkapan hujan (km2)

= koefisien limpasan

(22)

� = ( ) /

analisis frekuensi curah hujan harian maksimum. Periode ulang yang digunakan untuk merancang dimensi saluran pengumpul dan rorak yaitu 5 tahun. Periode ulang tersebut dipilih berdasarkan kondisi di lapangan. Kemudian, metode distribusi yang digunakan yaitu Distribusi Gumbel dengan persamaannya adalah sebagai berikut. K = faktor probabilitas Ytr = reduced variate

Yn = reduced mean yang tergantung pada jumlah sampel n

Sn = reduced standard deviation yang tergantung pada jumlah sampel n

Aliran permukaan yang timbul di lokasi penelitian dialirkan ke dalam rorak menggunakan saluran pengumpul. Saluran pengumpul ini menyerupai garis-garis air yang mengumpulkan seluruh runoff dan mengalirkannya ke dalam rorak. Penentuan dimensi saluran pengumpul ini berdasarkan potensi runoff yang terjadi di lapangan. Penentuan dimensi tersebut menggunakan persamaan berikut (Chow et al. 1988).

Bentuk penampang saluran pengumpul adalah saluran persegi dengan mempertimbangkan penampang hidrolika terbaik. Persamaan yang digunakan untuk mendesain saluran persegi dengan penampang hidrolik terbaik adalah sebagai berikut (Chow et al. 1988).

� = � (8)

= � (9)

= � (10)

(23)

dimana,

A = luas penampang saluran (m2) P = perimeter terbasahkan (m) l = lebar saluran

R = jari-jari hidrolik (m) y = kedalaman aliran

Konsep Kesetimbangan Air

Proses kesetimbangan air di dalam zona perakaran tanaman ditunjukkan pada Gambar 2. Irigasi (I) dan curah hujan (P) merupakan air yang masuk ke dalam zona perakaran. Sebagian (I) dan (P) tersebut akan hilang melalui aliran permukaan (Qr) dan perkolasi (DP) yang secara bertahap akan mengisi muka air tanah. Sebagian air tersebut juga akan bergerak ke atas karena gaya kapiler (GW). Evaporasi yang terjadi di permukaan tanah dan tanaman akan mengurangi air di zona perakaran.

Gambar 2 Skema konsep kesetimbangan air tanah di lapangan

Berdasarkan skema diatas, kesetimbangan air tanah pada zona perakaran oleh Pereira & Allen (1999) dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut.

�� = ��− +[ �− �.� + � ,� − �− �+ � �] �

dimana,

�� = kadar air tanah volumetrik di zona perakaran pada hari ke-i (m3/m3)

��− = kadar air tanah volumetrik pada hari sebelumnya (m3/m3) � = curah hujan pada hari ke-i (mm)

�.� = runoff pada hari ke-i (mm)

� ,� = kedalaman irigasi pada hari ke-i (mm)

(24)

� = perkolasi ke bawah zona perakaran pada hari ke-i (mm)

� � = kontribusi pergerakan kapiler dari air bawah tanah pada hari ke-i (mm) � = kedalaman zona perakaran (m)

Pada penelitian ini, upaya untuk mengurangi Qr yaitu dengan membuat lubang resapan atau rorak yang disertai saluran pengumpul untuk menghilangkan runoff. Tidak ada irigasi yang dilakukan di lahan perkebunan ini. Apabila rorak tersebut diasumsikan mampu menahan runoff secara keseluruhan, maka nilai Qr dan GW menjadi tidak ada (nol) sehingga Persamaan (12) menjadi (Surdianto 2012):

�� = ��− +[ �− �− �] �

Persamaan (13) disebut juga zorro model. Persamaan ini digunakan untuk menghitung perubahan kadar air tanah harian setelah penerapan ZROS.

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah adalah rasio antara massa air pada tanah dengan massa tanah kering tersebut yang diekspresikan dalam bentuk persen (Gong et al. 2003). Air tanah bersifat dinamis, artinya air bergerak secara tetap dari suatu lokasi ke lokasi lain melalui perkolasi, evaporasi, evapotranspirasi, irigasi, presipitasi, limpasan (runoff) dan drainase (Suharto 2006). Aliran permukaan yang ditampung dan diresapkan ke dalam tanah secara langsung akan mempengaruhi kadar air tanah di lahan tersebut. Oleh karena itu, data kadar air tanah sangat diperlukan untuk menilai efektifitas sistem penampungan dan peresapan air hujan yang telah dibuat. Dalam penelitian ini, parameter kunci sebagai indikator berhasil atau tidaknya zero runoff system ini adalah kadar air tanah.

Untuk mendapatkan nilai kadar air tanah secara cepat dan mudah, digunakan metode pengukuran tidak langsung dengan memanfaatkan sifat-sifat dielektrik tanah seperti konduktivitas, kapasitansi dan impedansi listrik pada suatu media berpori. Salah satu caranya yaitu menggunakan tensiometer keramik. Tensiometer keramik pertama kali digunakan untuk mengukur kadar air tanah pada tahun 1932 oleh Gardner (Bowo et al. 2008). Seiring berjalannya waktu, prinsip pengukuran kadar air tanah memanfaatkan sifat dielektrik terus berkembang. Salah satunya adalah penggunaan sensor kadar air tanah.

Pada penelitian ini, pengukuran kadar air tanah di lapangan menggunakan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan sensor dan data logger untuk menyimpan hasil pengukuran sensor. Sensor yang digunakan yaitu sensor kelembapan tanah dengan nomor seri Decagon 5TEdan EC-5. Untuk data logger, jenis yang digunakan yaitu Em50 (Gambar 3).

(25)

jenis sensor dilakukan melalui perangkat lunak ini. Namun, hasil tersebut masih dianggap tidak representatif sehingga perlu dilakukan kalibrasi sensor.

Gambar 3 Jenis instrumen yang digunakan pada penelitian ini (dari kiri ke kanan: 5TE, EC-5, dan Em50)

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah peristiwa menguapnya air dari tanaman dan tanah atau permukaan air yang menggenang. Dengan kata lain, besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi dan transpirasi (Ahaneku 2011). Pada penelitian ini, metode perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode Blaney-Criddle.

Metode Blaney-Criddle digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potensial berdasarkan data temperatur dan lama penyinaran matahari. Kelebihan dari metode ini yaitu data penyinaran matahari dapat ditentukan berdasarkan lokasi garis lintang sehingga metode ini cocok digunakan apabila data penyinaran matahari sulit diperoleh. Metode ini juga banyak digunakan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman (Triatmodjo 2010). Persamaan Blaney-Criddle mempunyai bentuk sebagai berikut.

= � . + . dimana,

= Evapotranspirasi Blaney-Cridle (mm/hari)

� = persentase rerata jumlah jam siang bulanan dalam setahun (Lampiran 4) = temperatur udara harian rata-rata

Infiltrasi

Pada penelitian ini, laju infiltrasi diukur menggunakan Mini Disk Infiltrometer (MDI). Alat ini cukup praktis digunakan karena dapat mengukur laju infiltrasi tanah secara langsung di lapangan (on-site). Prinsip kerja MDI sama dengan prinsip tabung mariot (mariotte tube). Air diberikan pada dasar kolom sambil mempertahankan tekanan di atas atau di dasar kolom. Volume air yang keluar dari tabung mariot dan masuk ke dalam tanah diukur berdasarkan perubahan ketinggian muka air pada tabung periot per satuan waktu.

(26)

suction rate pada alat MDI yaitu -0.5 – 7 cm (Robichaud et al. 2008). Untuk sebagian besar tanah, suction rate yang direkomendasikan adalah 2 cm. Untuk jenis tanah tertentu, seperti pasir, suction rate yang direkomendasikan adalah 6 cm. Untuk jenis tanah yang padat dan laju infiltrasi sangat lambat, suction rate yang direkomendasikan adalah 0.5 cm (Decagon 2012).

Pada alat ini, terdapat beberapa persamaan yang digunakan untuk mengkonversi volume air yang keluar dari tabung mariot menjadi konduktivitas hidrolika. Persamaan yang diutarakan oleh Zhang (1997) memberikan metode yang dapat menentukan nilai konduktivitas hidrolika dari pengukuran infiltrasi kumulatif terhadap waktu. Persamaan tersebut dapat bekerja dengan baik pada infiltrasi di lahan kering. Persamaan tersebut yaitu:

� = + √ (15)

Koefisien (m/dt) dan ( /√ ) adalah parameter. merupakan parameter konduktivitas hidrolika, dan merupakan daya serap tanah (soil sorptivity). Kemudian, nilai konduktivitas hidrolika (k) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.

= �

Koefisien adalah kemiringan (slope) kurva infiltrasi kumulatif terhadap akar kuadrat waktu, A yaitu nilai yang berkaitan dengan parameter van Genuchten untuk jenis tanah tertentu berdasarkan suction rate dan jari-jari cakram infiltrometer (Lampiran 5).

Perkolasi

Secara umum, perkolasi didefinisikan sebagai laju pergerakan aliran air ke dalam lapisan jenuh pada profil tanah yang disebabkan oleh gravitasi (Sarmadian & Mehrjardi 2013). Biasanya, perkolasi terjadi pada saat zona tidak jenuh telah mencapai kapasitas lapang (Arsyad 2000). Pada penelitian ini, istilah perkolasi yang digunakan yaitu deep percolation (DP).

Doorenbos dan Pruitt (1977) menyatakan bahwa DP dapat dihitung dengan pendekatan yang lebih sederhana. Pada penelitian ini, perhitungan DP menggunakan pendekatan Doorenbos dan Pruitt. Perhitungan DP diasumsikan bahwa perkolasi terjadi pada saat pemberian air melebihi batas kapasitas lapang (W – WFC) dimana W > WFC. Penghitungan Pendekatan tersebut dinyatakan sebagai berikut.

= { < ��

�� > ��

dimana,

= perkolasi dalam (mm per hari)

= simpanan air tanah aktual di zona perakaran

(27)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakuan pada kebun campuran milik warga di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Areal kebun campuran cukup produktif namun tidak terlalu luas yaitu kurang dari satu hektar (8472 m2), dengan tanaman yang ditanam antara lain melinjo, pisang, durian, menteng, rambutan, kelapa dan beberapa jenis tanaman rempah.

2. Lahan di kecamatan Ciomas merupakan bagian hulu dari DAS Cidanau dan berjarak kurang lebih 3 km dari Rawa Danau. Rawa Danau merupakan hulu dari Sungai Cidanau yang merupakan sumber air utama bagi kawasan di hilir DAS Cidanau, terutama daerah industri di Kota Cilegon.

3. Areal kebun ini memiliki kemiringan yang cukup landai dengan kemiringan 13% atau 7.5. Lahan yang miring lebih mudah untuk dilakukan pengamatan dan pemberian perlakuan pada limpasan permukaan.

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, dari bulan November 2013 sampai dengan Mei 2014. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Provinsi Banten yang terletak pada koordinat 6°13’03.50” LS dan 10602’44.04” BT. Kecamatan Ciomas terletak di sebelah barat daya dan berjarak kurang lebih 16 km dari pusat kota Serang (Gambar 4).

Alat dan Bahan

Selama penelitian, alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Peralatan yang digunakan untuk mengambil contoh tanah dan membuat bangunan resapan, antara lain cangkul, satu set ring sample, meteran, sekop, dan pisau

2. Peralatan dokumentasi dan pengambilan data, antara lain kamera digital, Global Positioning System (GPS), dan penakar curah hujan manual

3. Peralatan pemetaan lahan, antara lain theodolit, unting-unting, tapping, target rod, dan kompas

4. Peralatan kalibrasi sensor, antara lain ring sample 6 buah, gelas ukur, sarung tangan, dan wadah berukuran sedang dengan volume 3-5 liter

5. Peralatan untuk mengukur kadar air tanah antara lain sensor 5TE, sensor EC-5 dan data logger EM50untuk menyimpan data hasil pengukuran

(28)

Gambar 4 Wilayah administratif Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dan letak lokasi penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain data curah hujan harian dan suhu rata-rata harian Kecamatan Ciomas selama 10 tahun, peta DAS Cidanau atau peta Kecamatan Ciomas dan data sifat fisik tanah hasil analisis laboratorium. Analisis tanah dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu di laboratorium tanah milik Badan Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor.

Tahapan dan Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

Pembuatan Bangunan Peresapan (rorak dan saluran pengumpul)

Optimalisasi pemanfaatan air hujan dan pengurangan limpasan permukaan dilakukan dengan cara membuat bangunan peresapan. Teknis pembuatan bangunan peresapan adalah sebagai berikut:

1. Sebelum dilakukan pembuatan bangunan peresapan, langkah pertama yang harus dilakulan adalah melakukan pemetaan lahan. Pemetaan lahan dilakukan menggunakan theodolit untuk mendapatkan peta kontur lokasi penelitian 2. Setelah diperoleh peta kontur, rorak kemudian dibangun dekat titik terjadinya

(29)

3. Jumlah dan dimensi tersebut ditentukan berdasarkan potensi runoff di lokasi penelitian. Jarak antar rorak disesuaikan dengan jarak tanaman di sekitarnya (Gambar 5)

4. Untuk mengalirkan runoff ke dalam rorak, dibuat saluran pengumpul dari titik terjadinya limpasan permukaan ke dalam rorak. Saluran ini dibuat tidak terlalu dalam dengan ukuran panjang dan lebar 10 x 20 cm. Dimensi saluran pengumpul juga dibuat berdasarkan potensi runoff di lokasi penelitian dan menggunakan prinsip saluran hidrolika penampang terbaik

5. Rorak tidak dibuat dengan jarak teratur, tetapi dibuat mengikuti alur terjadinya limpasan permukaan di lapangan

6. Terakhir, posisi rorak dan saluran pengumpul dipetakan ke dalam peta kontur menggunakan program Surfer 1.10

Gambar 5 Rorak yang dibuat di lokasi penelitian

Kalibrasi Sensor Kadar Air Tanah

Prosedur kalibrasi sensor kadar air tanah adalah sebagai berikut.

1. Enam buah ring sample disiapkan, kemudian ring sample beserta tutupnya ditimbang dalam keadaan kosong.

2. Tanah dari lokasi penelitian diambil sebanyak  5 sampai 8 kg kemudian dijemur dibawah terik matahari sampai kering. Selama proses penjemuran, tanah dihaluskan menjadi butiran-butiran tanah yang lebih kecil.

3. Tanah yang sudah kering kemudian dimasukkan ke dalam wadah secara perlahan lahan. Tanah tersebut dipadatkan kemudian diukur menggunakan kedua sensor tanah. Angka hasil pengukuran kemudian dicatat. Setelah diukur, tanah tersebut dimasukkan ke dalam ring sample untuk diukur kadar air tanahnya. Ring sample harus dalam keadaan tertutup rapat dan diberi lakban.

4. Kemudian, tambahkan volume air secara teratur. Pada penelitian ini, penambahan air dilakukan sebanyak 200 ml per perlakuan. Tanah diaduk sampai rata kemudian dipadatkan, setelah itu diukur kembali. Hasilnya dicatat kemudian tanah tersebut dimasukkan ke dalam ring sample.

(30)

salah satu tutupnya dibuka kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100°C selama 24 jam.

6. Tanah yang sudah dioven kemudian ditimbang kembali untuk mengetahui kadar airnya.

Gambar 6 Proses kalibrasi sensor 5TE dan EC-5 di laboratorium

Untuk mengetahui kadar air tanah pada tanah tersebut, tanah tersebut harus dihitung volume airnya terlebih dahulu. Untuk menghitung volume air, perlu diketahui massa air pada tanah tersebut. Massa air merupakan selisih dari massa tanah basah dengan massa tanah kering. Selanjutnya, volume air dihitung menggunakan persamaan berikut.

� = � �

dimana,

� = volume air (cm3) � = massa air (g)

�� = massa jenis air, 1 gr/cm3

Maka, kadar air tanah dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. � = �

dimana,

� = kadar air volumetrik (cm3/cm3) = volume tanah total (cm3)

Selanjutnya, kadar air tanah aktual dan kadar air tanah hasil simulasi dibandingkan dan dicari hubungan keduanya menggunakan regresi linear untuk mendapatkan persamaan kalibrasi.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh secara tidak langsung berupa catatan maupun hasil penelitian dari pihak lain. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini yaitu data iklim berupa data curah hujan harian dan data temperatur harian selama 10 tahun terakhir.

(31)

1. Curah hujan harian

Curah hujan selama penelitian diukur menggunakan penakar hujan manual (Gambar 7). Alat ini milik Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Ciomas. Alat ini mengukur curah hujan harian di lokasi penelitian dan pengambilan data dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 pagi.

Gambar 7 Alat penakar curah hujan yang digunakan selama penelitian 2. Sifat fisik tanah

Data sifat fisik tanah seperti tekstur tanah, berat jenis, kadar air tanah, konduktifitas hidraulik, dan laju perkolasi diperoleh melalui pengambilan contoh tanah di lapangan. Pengambilan contoh untuk analisis sifat fisik tanah menggunakan ring sample untuk setiap 25 cm lapisan tanah sampai kedalaman 75 cm dari permukaan tanah. Proses pengambilan sampel tanah disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Pengambilan tanah di lokasi penelitian menggunakan ring sample 3. Laju infiltrasi

(32)

Gambar 9 Pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian menggunakan mini disk infiltrometer

4. Kadar air tanah

Pengukuran kadar air tanah menggunakan sensor kadar air tanah 5TE, EC-5 dan data logger (Gambar 10). Alat ini diatur untuk melakukan pengukuran tiap jam selama minimal satu bulan. Hasil pengukuran kadar air tanah ini digunakan untuk validasi antara hasil perhitungan dan hasil pengukuran aktual di lapangan.

Gambar 10 Pengukuran kadar air tanah di lokasi penelitian

Analisis Data

Prosedur analisis dan pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Perhitungan kadar air tanah aktual untuk kalibrasi sensor menggunakan Persamaan (13)

b. Perhitungan infiltrasi menggunakan Persamaan (15) dan (16) c. Perhitungan perkolasi menggunakan Persamaan (17)

d. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan (14) e. Pembuatan program simulasi kesetimbangan air.

Data curah hujan merupakan data curah hujan harian yang terukur dalam penakar curah hujan manual, sedangkan evapotranspirasi merupakan hasil perhitungan. Agar analisis hasil simulasi mendekati kondisi ideal dengan data hasil pengukuran di lapangan maka ditambahkan faktor koreksi untuk parameter hujan a dan evapotranspirasi b maka Persamaan (13) menjadi (Surdianto 2012):

�� = ��− +[ � − �− �] �

(33)

solver pada Microsoft Excel 2007. Perhitungan neraca air disimulasikan dengan menggunakan pemrograman komputer menggunakan Visual Basic Application (VBA) pada Microsoft Excel 2007. Validasi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengukuran langsung di lapangan. Hubungan antara hasil model dengan hasil pengukuran digunakan tolak ukur koefisien korelasi (r2) Pearson dengan persamaan sebagai berikut.

= ∑�= �� �− ��̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ��� − ��̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ √∑�= �� �− ��̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ��� − ��̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅

Model analisis kesetimbangan air dan prosedur penelitian dalam bentuk diagram alir masing-masing disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11 Diagram alir model analisis kesetimbangan air dengan dan tanpa aliran permukaan

Kalibrasi Mulai

Input data iklim dan tanah

Baca data P, ETc, Zr dan RO

Kesetimbangan air:

��= ��− +[ �− �− �] �

Tanpa RO?

Kesetimbangan air:

��= ��− +[ �− − �− �] �

Ya Tidak

Data pengamatan (i) Parameter P, ETc (a,b)

Error < toleransi? Tidak

Ya

Model:

��= ��− +[ − − ]

(34)

Gambar 12 Diagram alir penelitian

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Kontur Lahan

Penelitian dilakukan di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. Secara geografis, daerah penelitian terletak pada koordinat antara 10601’43.70” - 106°01’46.93” BT dan 6°13’47.22” - 6°13’45.30” LS. Kecamatan Ciomas merupakan kecamatan terluar di Kabupaten Serang karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Pandeglang (BPS Serang 2013).

Mulai

Studi literatur dan pemetaan lahan

Pengambilan sampel tanah Pengumpulan data iklim (CH, T)

Analisis Iklim Analisis tanah di laboratorium

(tekstur, adar air, Ks, BD, ruang pori, permeabilitas)

Hitung Etc, DP, Qr

Simulasi neraca air Sistem penampungan dan

peresapan aliran permukaan

Uji validasi model

Model valid?

Selesai Tidak

(35)

Lokasi berada pada ketinggian 355-375 m dari permukaan laut (dpl) dan termasuk dataran rendah (< 700 m dpl). Jenis tutupan lahan yang dominan yaitu tumbuhan berkayu tinggi diselingi semak belukar. Kemiringan di lokasi penelitian yaitu 13% atau 7.5°. Kemiringan dan perbedaan elevasi di lahan disajikan pada peta kontur berikut.

Gambar 13 Peta Kontur Lokasi Penelitian

Lahan yang digunakan sebagai lokasi penelitian merupakan kebun campuran milik warga. Definisi kebun campuran yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kebun yang ditanami berbagai macam tanaman buah-buahan, palawija maupun sayuran. Total luas kebun di Desa Pondok Kahuru sebesar 44.5% dari seluruh luas desa.

Iklim

Lokasi penelitian berupa perkebunan campuran tanpa irigasi di dataran rendah beriklim basah. Ketersediaan data iklim sangat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai potensi suatu daerah, khususnya pengelolaan kawasan yang berkaitan dengan kebutuhan air. Data iklim juga bermanfaat untuk memprediksi pola musim dan penentuan waktu untuk mulai bercocok tanam.

Curah Hujan

(36)

Gambar 14 Grafik curah hujan rerata tahunan di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang

Pola curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 memperlihatkan bahwa rerata curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus, yaitu sebesar 73.7 mm/bulan dan tertinggi pada bulan Januari sebesar 364 mm/bulan. Berdasarkan petazona agroklimat (Oldeman 1975), termasuk ke dalam tipe iklim B2, yaitu 7-9 bulan basah dan 2-4 bulan kering.

Gambar 15 Pola curah hujan bulanan tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang

Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap ketersediaan air yaitu curah hujan dan evapotranspirasi. Tinggi hujan dibawah evapotranspirasi merupakan periode kering. Pada periode ini ada kemungkinan terjadinya kelangkaan atau defisit air. Periode defisit air yaitu kondisi ketika besaran curah hujan berada dibawah evapotranspirasi (Surdiyanto 2012). Pada penelitian ini, penetapan kondisi defisit air yaitu curah hujan yang tidak lebih besar dari 20 mm atau kurang lebih 15 mm dari nilai evapotranspirasi. Dari Gambar 16, terlihat bahwa Desa Pondok Kahuru mempunyai curah hujan secara temporal yang tidak merata.

Gambar 17 menunjukkan dengan jelas batas antara periode defisit dengan surplus air. Periode defisit terjadi pada minggu 29 sampai dengan minggu ke-36 (Agustus-September). Pada minggu-minggu tersebut, nilai curah hujan

0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(37)

mendekati nilai ETp. Tingginya evapotranspirasi pada bulan Juli-September dipengaruhi oleh tingginya suhu dan radiasi matahari.

Gambar 16 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang

Gambar 17 Selisih laju hujan dengan evapotranspirasi di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang

Perhitungan evapotranspirasi (ETp) yang digunakan adalah evapotranspirasi metode Blaney-Criddle. Model evapotranspirasi Blaney-Criddle digunakan apabila data radiasi matahari sulit diperoleh atau tidak tersedia. Evapotranspirasi pada penelitian ini dihitung secara harian dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.

(38)

Suhu

Hasil analisis suhu selama 10 tahun (Gambar 18) menunjukkan bahwa lokasi penelitian mempunyai suhu yang relatif hangat. Suhu di Kecamatan Ciomas berkisar antara 17.6 – 36.2 °C dengan suhu rata-rata sebesar 27.02 °C. Suhu rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir disajikan pada Gambar 19.

Gambar 18 Suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang

Gambar 18 menggambarkan kondisi suhu di lokasi penelitian sangat sesuai untuk kegiatan pertanian dengan kisaran suhu berkisar antara 20-30 °C. Hal ini terlihat dari sebagian besar masyarakat Desa Pondok Kahuru bermatapencaharian sebagai petani. Komoditas utama yang dihasilkan berupa padi, palawija dan melinjo.

Gambar 19 memperlihatkan pola suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004 sampai 2013. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa suhu di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas relatif fluktuatif. Suhu tertinggi justru terjadi pada musim hujan, yaitu pada bulan Oktober, sedangkan suhu terendah terjadi pada musim kemarau, yaitu pada bulan Juli.

Gambar 19 Suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang

26.50 26.70 26.90 27.10 27.30

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Iklim Selama Penelitian

Pada penelitian ini, data iklim yang diukur secara langsung yaitu curah hujan. Data iklim suhu merupakan data sekunder yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Taktakan, Kabupaten Serang dari tahun 2004 sampai dengan 2010, sedangkan tahun 2011 sampai dengan 2013 diambil dari data global yang disediakan oleh National Climate Data Center (NCDC). NCDC merupakan lembaga non profit milik pemerintah Amerika Serikat yang menyediakan data iklim dari berbagai belahan dunia.

Curah Hujan

Pengukuran curah hujan di lapangan dilakukan dari bulan November 2013 hingga Mei 2014. Gambar 20 memperlihatkan bahwa selama penelitian, curah hujan relatif cukup tinggi. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2014 yang mencapai 634 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan April 2014 yaitu 147 mm.

Gambar 20 Pola curah hujan bulanan selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang

(40)

Gambar 21 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang

Suhu

Data suhu yang diperoleh merupakan data sekunder dari dua sumber yang berbeda. Data suhu tahnun 2004 sampai 2010 menggunakan data dari BMKG Serang, sedangkan 2011 sampai 2014 dari website penyedia data iklim secara global. Maka, diperlukan validasi untuk mengetahui kecocokan dua data tersebut. Hasil validasi menunjukkan nilai korelas R2 relatif tinggi. Pada tahun 2004-2005, R2 sangat rendah yaitu kurang dari 0.6, tetapi pada tahun 2006-2010 nilai R2 sangat tinggi, yaitu diatas 0.7. Hal tersebut menunjukkan data suhu global dapat digunakan pada penelitian ini. Hasil validasi tersebut disajikan pada Lampiran 5.

Berdasarkan data, suhu harian rata-rata selama penelitian berkisar antara 26.6 °C – 27.4 °C, suhu maksimum berkisar antara 28.5 °C – 31.3 °C dan suhu minimum berkisar antara 23.4 °C – 24.8 °C. Distribusi suhu selama penelitian tersebut disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Pola suhu bulanan rata-rata selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang

(41)

Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah diperlukan untuk mengetahui karakteristik tanah di lapangan. Karakteristik suatu tanah berkaitan erat dengan penyediaan udara dan air untuk tanaman, perkembangan akar dan daya menahan air (Surdianto 2012). Sifat fisik tanah diperoleh melalui analisis laboratorium di Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor. Sifat fisik tanah yang dianalisis antara lain kadar air tanah, bulk density, ruang pori total, tekstur tanah dan permeabilitas. Untuk sifat fisik tanah yang diukur secara langsung yaitu laju infiltrasi.

Ruang Pori Total dan Tekstur Tanah

Ruang pori total di lokasi penelitian relatif tinggi. Ruang pori total berkisar dari 56.5 sampai 61.4, dengan ruang pori tertinggi berada pada lapisan tanah dengan kedalaman 0-25 cm (top soil). Ruang pori total semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman lapisan tanah. Hasil pengukuran ruang pori dan tekstur tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Presentase fraksi dan kelas tekstur tanah lokasi penelitian Parameter Kedalaman (cm)

Kelas Tekstur Lempung liat berdebu

Lempung liat

berdebu Liat Berdebu

Untuk tekstur tanah, jenis tanah yang ada di lokasi penelitian berjenis lempung liat berdebu (silty clay loam). Persentase liat meningkat dengan meningkatnya kedalaman tanah, sedangkan persentase pasir semakin menurun. Artinya, jenis tanah berubah mengikuti kedalaman tanah.

Semakin dalam, jenis tanah di lokasi penelitian semakin liat. Kadar liat merupakan kriteria penting sebab liat mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah yang mengandung liat dalam jumlah tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh. Oleh karena itu, tanah di lokasi penelitian sangat cocok dijadikan sebagai resapan air karena mampu menahan air dengan baik.

Kadar Air Tanah

Kemampuan tanah menahan atau menyediakan air ditunjukkan dengan persen volume air tersedia, yaitu air yang berada dalam pori pemegang air berada antara titik layu (pF 4.2 dan kapasitas lapang (pF 2.54). Kadar air tanah dan pori drainase pada berbagai kedalaman tanah disajikan pada Tabel 3.

(42)

kedalaman tanah. Untuk pori drainase, lapisan topsoil merupakan lapisan yang paling mudah dalam meresapkan air ke dalam tanah. Lapisan tanah dengan kedalaman 25-50 justru mempunyai pori yang paling kecil dibandingkan lapisan tanah diatasnya maupun dibawahnya.

Tabel 3 Kadar air, air tersedia dan pori drainase Parameter Kedalaman (cm)

Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk meloloskan air secara vertikal maupun horizontal (Lokendra et. al 2006). Secara umum, semakin kecil ukuran partikel, semakin kecil juga ukuran pori-pori tanah. Maka, semakin rendah nilai permeabilitasnya, begitu juga sebaliknya. Pada penelitian ini, nilai permeabilitas dilakukan melalui analisis laboratorium di Balittanah Bogor. Hasil pengukuran permeabilitas tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil dan kelas permeabilitas tanah Kedalaman (cm) Parameter

Permeabilitas (cm/jam) Kelas Permeabilitas

0 - 25 12.76 Cepat 25 - 50 4.9 Sedang 50 - 75 16.47 Cepat Rata-rata 11.38 Cepat

Tabel 4 menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai nilai permeabilitas yang berbeda di tiap lapisan kedalaman tanah. Lapisan tanah paling atas (0-25 cm) menunjukkan nilai permeabilitas tanah yang cukup tinggi yaitu sebesar 12.76 cm/jam. Pada kedalaman 25-50, nilai permeabilitas turun menjadi 4.9 cm/jam. Hal ini disebabkan pada lapisan tersebut banyak mengandung liat.

Infiltrasi

(43)

penurunan elevasi muka air tanah per satuan waktu dicatat kemudian diplot pada kurva untuk memperoleh persamaan garisnya. Pada penelitan ini, pengukuran dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Tabel 5 berikut menampilkan hasil pengukuran infiltrasi di lapangan.

Tabel 5 Hasil pengukuran infiltrasi di lokasi penelitian Ulangan 1 Ulangan 2

Hasil tersebut diplot ke dalam grafik kemudian persamaan garis tersebut diatur dalam bentuk polinomial berderajat 2 (y = ax2+bx+c). Nilai a pada persamaan garis tersebut merepresentasikan nilai C1 pada Persamaan (15). Dari

grafik tersebut, diperoleh koefisien a pada ulangan 1 dan ulangan 2 berturut-turut sebesar 0.000683 dan 0.000412. Dengan menggunakan Persamaan (16), diperoleh nilai infiltrasi rata-rata di lokasi penelitian sebesar 2.22 mm/jam dengan jenis kondisi hidrologi tanah masuk dalam kategori kelas hidrologi D.

Kalibrasi Sensor Kelembapan Tanah

Pada penelitian ini, dibutuhkan data kadar air tanah aktual per hari. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar air tanah ini adalah metode tidak langsung. Pemilihan metode ini lebih mudah, cepat dan efisien dibandingkan dengan metode gravimetri. Metode tidak langsung ini memanfaatkan sifat dielektrik tanah sehingga pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan menggunakan sensor yang dilengkapi dengan data logger. Data logger ini berfungsi untuk menyimpan data hasil pengukuran kadar air tanah.

Setiap sensor umumnya mempunyai kapasitas pembacaan yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain resistansi pada

(44)

kabel, kondisi alat, kondisi lingkungan, dan lain-lain. Maka, perlu dilakukan kalibrasi sensor agar hasil pembacaan sama dengan kondisi aktual di lapangan.

Kalibrasi sensor dilakukan sebelum sensor tersebut digunakan di lapangan. Penentuan kadar air aktual dilakukan dengan metode gravimetri agar diperoleh nilai kadar air aktual yang lebih akurat. Pada penelitian ini, digunakan ring sample berdiameter 4.98 cm dan tinggi 5.2 cm, sehingga volume sampel tanah yang bisa ditampung sebesar 101.33 cm3. Volume tanah yang digunakan untuk kalibrasi sebanyak  2 000 ml. Pengeringan tanah menggunakan oven dilakukan selama 24 jam pada suhu 100°C di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Data hasil pengukuran sensor dan kadar air aktual dibandingkan dan diplot pada grafik Gambar 23.

Gambar 23 Validasi kadar air tanah hasil pengukuran sensor 5TE (kiri) dan EC-5 (kanan) dengan kadar air aktual

Gambar 23 menunjukkan bahwa sensor EC-5 mempunyai nilai korelasi R2 (0.92) lebih besar dibandingkan dengan sensor 5TE (0.82). Hal ini disebabkan sensor EC-5 merupakan sensor yang keluarannya hanya berupa kadar air tanah, sedangkan sensor 5TE selain mengukur kadar air tanah juga mengukur suhu dan konduktifitas listrik tanah. Perbedaan fungsi ini menyebabkan kapasitas dan kualitas kedua sensor ini berbeda.

Pendugaan Runoff di lokasi penelitian

Curah hujan yang jatuh di lapangan tidak seluruhnya dapat terinfiltrasi ke dalam tanah. Sebagian dari curah hujan tersebut mengalir di permukaan tanah dalam bentuk runoff. Limpasan permukaan yang terjadi di lapangan terbilang cukup tinggi. Limpasan permukaan dihitung menggunakan Persamaan (1) secara harian dari tahun 2004 dan 2013. Hasil perhitungan runoff tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 24.

Gambar 24 menunjukkan bahwa runoff yang terjadi di lokasi penelitian berkisar antara 700 - 1 500 mm/tahun. Angka tersebut cukup besar sehingga perlu penangangan agar runoff tersebut dapat ditekan. Rata-rata, 35.26% dari curah hujan per tahun di lapangan tidak dapat dimanfaatkan dan menjadi runoff. Angka tersebut apabila ditekan dan diresapkan ke dalam tanah, maka manfaat yang diperoleh akan sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Gambar 25 menunjukkan distribusi runoff bulanan dari tahun 2004-2013.

(45)

Gambar 24 Distribusi runoff tahunan yang terjadi dari tahun 2004-2013

Gambar 25 Distribusi runoff bulanan yang terjadi dari tahun 2004-2013 Gambar 25 memperlihatkan bahwa jumlah runoff yang terjadi berbanding lurus dengan curah hujan. Rata-rata, 33.6% dari curah hujan bulanan di lapangan tidak dapat dimanfaatkan dan menjadi runoff. Pada musim hujan antara bulan November sampai Maret, potensi runoff sangat tinggi. Apabila runoff ini dapat ditekan dan diresapkan ke dalam tanah, maka cadangan air pada musim kemarau (Mei sampai Oktober) akan meningkat dan kemungkinan masalah ketersediaan air dapat teratasi.

Analisis Hujan dan Pendugaan Volume Limpasan

Analisis hujan dan pendugaan volume limpasan sangat diperlukan untuk menentukan jumlah dan dimensi bangunan peresapan (rorak dan saluran pengumpul). Prediksi jumlah dan laju runoff secara tepat sangat sulit untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor yang sulit ditentukan. Pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menetapkan debit maksimum runoff agar dapat merencanakan saluran air, rorak, bendung, teras, dan saluran penyalur air lainnya. Untuk dimensi saluran tersebut, diperlukan curah hujan rencana (R24) dengan periode ulang tertentu. Oleh sebab itu, perlu diketahui

besarnya hujan maksimum harian yang mungkin terjadi untuk memprediksi 0

1000 2000 3000 4000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar

Gambar 6  Proses kalibrasi sensor 5TE dan EC-5 di laboratorium
Gambar 8  Pengambilan tanah di lokasi penelitian menggunakan ring sample
Gambar 9  Pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian menggunakan mini disk
Gambar 11  Diagram alir model analisis kesetimbangan air dengan dan tanpa aliran permukaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Balok direncanakan dengan beton prategang paskatarik dengan tendon terekat, maka pada saat transfer digunakan penampang netto.. Tegangan-tegangan yang terjadi saat transfer

Selama periode 2016-2018 ekonomi Kabupaten Humbang Hasundutan senantiasa mengalami percepatan, kemudian terjadi perlambatan di tahun 2019 yang dipengaruhi oleh

Sementara itu dampak yang tidak diharapkan terhadap keberadaan pasar modern diantaranya adalah: dampak yang terjadi pada ritel kecil, terutama ritel kecil yang

‫الكلمات األساسية ‪ :‬وسائل ستريف ستورى ‪ ،Strip Story‬نتيجة التالميذ‬ ‫أسئلة هلذا البحث‪ :‬كيف نتيجة التالميذ يف التعلّم مادة اللغة

Dapatan kajian yang diperolehi menunjukkan min bagi persoalan kajian tentang ciri-ciri pengurusan projek dalam pembelajaran berasaskan amali terhadap pembentukan kerjaya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat secara umum dalam memanfaatkan limbah sekam dan jerami padi sebagai bahan bakar

Berhubung penelitian ini tidak melibatkan teknis maka kriteria situs web ideal yang akan digunakan untuk menganalisa situs web program Wisata Museum adalah yang terkait

Pelaksanaan pengabdian masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan fisioterapis rumah sakit dalam mengurangi nyeri pada penderita cervikal root syndrome dengan